Templat tugas akhir S1

advertisement
TAWON EUCOILINAE (HYMENOPTERA: FIGITIDAE) DI
PEGUNUNGAN MEKONGGA, SULAWESI TENGGARA:
KEANEKARAGAMAN BERDASARKAN TIPE HABITAT
DAN KETINGGIAN
ASDINI SAPUTRI OLII
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Tawon Eucoilinae
(Hymenoptera: Figitidae) di Pegunungan Mekongga, Sulawesi Tenggara:
Keanekaragaman Berdasarkan Tipe Habitat dan Ketinggian adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2013
Asdini Saputri Olii
NIM G34090112
ABSTRAK
ASDINI SAPUTRI OLII. Tawon Eucoilinae (Hymenoptera: Figitidae) di
Pegunungan Mekongga, Sulawesi Tenggara: Keanekaragaman Berdasarkan Tipe
Habitat dan Ketinggian. Dibimbing oleh TRI ATMOWIDI dan ROSICHON
UBAIDILLAH.
Eucoilinae merupakan subfamili dari Figitidae yang memiliki jumlah
spesies dan individu paling banyak dan memiliki distribusi yang luas. Eucoilinae
hidup sebagai endoparasit pada larva Diptera yang hidup pada jaringan tanaman
maupun yang hidup sebagai saprofag. Penelitian ini bertujuan mempelajari
keanekaragaman tawon Eucoilinae di Pegunungan Mekongga. Sampel Eucoilinae
dikoleksi pada tahun 2009-2011 oleh tim peneliti kerjasama Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI) dengan International Cooperative Biodiversity
Group (ICBG) UC Davis, menggunakan perangkap Malaise, perangkap yellow
pan, dan jaring serangga. Berdasarkan sampel tersebut, didapatkan 357 individu
Eucoilinae yang termasuk ke dalam 14 genus dan paling tidak 66 morfospesies.
Genus yang ditemukan adalah Ganaspis, Leptopilina, Didyctium, Rhoptromeris,
Linoeucoila, Afrostilba, Leptolamina, Kleidotoma, Araeaspis, Hexacola, Ealata,
Endecameris, Gastraspis, dan Nordlanderia. Jumlah individu Eucoilinae tertinggi
terdapat pada ketinggian 100-450 m dpl di habitat hutan sekunder campuran (205
individu, 13 genus). Keragaman Eucoilinae di Pegunungan Mekongga tergolong
kategori sedang (H’=1,64) dengan penyebaran yang merata (E=0,62). Perangkap
Malaise merupakan perangkap yang paling efektif untuk menangkap Eucoilinae.
Kata kunci : Eucoilinae, Figitidae, keanekaragaman, Mekongga, Sulawesi
ABSTRACT
ASDINI SAPUTRI OLII. Eucoilinae Wasps (Hymenoptera: Figitidae) in
Mekongga Mountains, Southeast Sulawesi: The Diversity Based on Habitat Type
and Altitude. Supervised by TRI ATMOWIDI and ROSICHON UBAIDILLAH.
Eucoilinae is a family of Figitidae with highest species and abudance.
Eucoilinae is endoparasitoid of the Diptera larvae, ranging from those living in
plant tissue to those being saprophagous. This research aimed to study the
diversity of Eucoilinae in Mekongga. Eucoilinae samples have been collected in
2009-2011 by research team of Indonesian Institute of Sciences (LIPI) and
International Cooperative Biodiversity Group (ICBG) UC Davis, by using
Malaise trap, yellow pan trap, and insect sweep net. Based on the samples, 357
individuals of Eucoilinae were obtained, and it belongs to 14 genera and at least
66 morphospecies. The genera found were Ganaspis, Leptopilina, Didyctium,
Rhoptromeris, Linoeucoila, Afrostilba, Leptolamina, Kleidotoma, Araeaspis,
Hexacola, Ealata, Endecameris, Gastraspis, and Nordlanderia. The highest
individual number of Eucoilinae was obtained in altitude 100-450 m (205
individuals, 13 genera). The diversity of Eucoilinae in Mekongga was high
(H’=1.64, E=0.62). Malaise trap was the most effective trap to Eucoilinae.
Key words: Eucoilinae, Figitidae, diversity, Mekongga, Sulawesi
TAWON EUCOILINAE (HYMENOPTERA: FIGITIDAE) DI
PEGUNUNGAN MEKONGGA, SULAWESI TENGGARA:
KEANEKARAGAMAN BERDASARKAN TIPE HABITAT
DAN KETINGGIAN
ASDINI SAPUTRI OLII
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Biologi
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Judul Skripsi: Tawon Eucoilinae (Hymenoptera: Figitidae) di Pegunungan
Mekongga, Sulawesi Tenggara: Keanekaragaman Berdasarkan
Tipe Habitat dan Ketinggian
: Asdini Saputri Olii
Nama
:
G34090ll2
NIM
Disetujui oleh
MPhil
Pembimbing I
Tanggal Lulus:
l2 4 OCT 20U
Pembimbing II
Judul Skripsi : Tawon Eucoilinae (Hymenoptera: Figitidae) di Pegunungan
Mekongga, Sulawesi Tenggara: Keanekaragaman Berdasarkan
Tipe Habitat dan Ketinggian
Nama
: Asdini Saputri Olii
NIM
: G34090112
Disetujui oleh
Dr. Tri Atmowidi, MSi
Pembimbing I
Prof. Dr. Rosichon Ubaidillah, MPhil
Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr. Iman Rusmana, MSi
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2013 ini adalah
Tawon Eucoilinae (Hymenoptera: Figitidae) di Pegunungan Mekongga, Sulawesi
Tenggara: Keanekaragaman Berdasarkan Tipe Habitat dan Ketinggian.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Tri Atmowidi, MSi. dan
Bapak Prof. Dr. Rosichon Ubaidillah, MPhil. yang telah memberikan bimbingan,
arahan, serta saran yang bermanfaat. Terima kasih untuk Matthew L. Buffington,
PhD. untuk segala pengetahuan dan bimbingan. Terima kasih untuk Ibu Dr.
Triadiati, MSi. selaku penguji yang telah memberikan banyak masukan dalam
karya ilmiah ini. Terima kasih untuk Bapak Dr. Iman Rusmana, MSi. selaku
Ketua Departemen Biologi. Terima kasih untuk Ibu Dr. Nunik Sriariyanti selaku
pembimbing akademik selama di Departemen Biologi. Terima kasih untuk
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan kerja samanya dengan
International Cooperative Biodiversity Group (ICBG), University of California
(UC), Davis untuk pelatihan dan proyek Mekongga sehingga adanya karya ilmiah
ini.
Terima kasih tak lupa penulis ucapkan kepada Mama Dwi Taatini Rahayu,
(Alm.) Papa Djen Olii, Eyang Kung, Eyang Uti, Pakde Agus, Bude Utie, Tante
Lin, Om Lukman, dan seluruh keluarga besar untuk doa dan segala bentuk
dukungannya. Terima kasih kepada Pak Sih Kahono, Pak Darmawan dan Pak
Giyanto yang telah banyak berperan selama di LIPI. Dan terima kasih pula kepada
Khalid, Zahra, Della, Eva, GM, keluarga besar ZooCorner, seluruh rekan Biologi
46 dan Maroon 5 untuk semangatnya yang tak pernah putus.
Karya ilmiah ini untuk kita semua. Semoga bermanfaat.
Bogor, Oktober 2013
Asdini Saputri Olii
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
1
BAHAN DAN METODE
2
Waktu dan Tempat
2
Bahan dan Alat
2
Metode
2
HASIL
3
PEMBAHASAN
6
Komposisi Eucoilinae di Mekongga
6
Keragaman Eucoilinae di Mekongga
7
Efektivitas Perangkap dan Pemilihan Habitat Eucoilinae di Mekongga
7
SIMPULAN DAN SARAN
8
Simpulan
8
Saran
8
DAFTAR PUSTAKA
9
LAMPIRAN
11
RIWAYAT HIDUP
20
DAFTAR TABEL
1 Jumlah individu, genus, dan keragaman Eucoilinae di Pegunungan
Mekongga
4
DAFTAR GAMBAR
1 Jumlah individu Eucoilinae di Pegunungan Mekongga berdasarkan
perangkap yang digunakan
2 Morfologi Eucoilinae: Ganaspis (a), Leptopilina (b), Didyctium (c),
Rhoptromeris (d), Linoeucoila (e), Afrostilba (f), Leptolamina (g), dan
Kleidotoma (h)
3 Morfologi Eucoilinae: Araeaspis (a), Hexacola (b), Ealata (c),
Endecameris (d), Gastraspis (e), dan Nordlanderia (f)
4
5
6
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
Peta Pegunungan Mekongga sebagai lokasi penelitian
Perangkap yang digunakan untuk pengambilan Eucoilinae
Skema morfologi Eucoilinae
Deskripsi genus-genus Eucoilinae
11
11
12
13
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan daerah tropik yang memiliki sekitar 10% dari total
hutan tropik dunia. Indonesia menempati urutan ketiga, setelah Brazil dan Kongo
dalam keanekaragaman hayati dunia (Maryanto et al. 2013). Mekongga
merupakan salah satu pegunungan di Sulawesi Tenggara yang salah satu
puncaknya memiliki ketinggian sekitar 2620 m dpl. Keanekaragaman hayati di
Mekongga kemungkinan sangat tinggi, mengingat sejarah Sulawesi yang
merupakan gabungan dari beberapa lempeng benua.
Hymenoptera merupakan salah satu ordo serangga yang memiliki 80 famili
yang telah dideskripsikan (LaSalle dan Gauld 1993). Salah satu famili anggota
Hymenoptera adalah Figitidae yang memiliki sekitar 1400 spesies dari 132 genus
yang telah dideskripsikan (Buffington et al. 2007). Eucoilinae merupakan
subfamili dari Figitidae yang memiliki jumlah spesies paling banyak, yaitu 944
spesies dari 1411 spesies Figitidae (Ronquist 1999), serta memiliki distribusi yang
luas. Eucoilinae memiliki karakter khusus yang sangat jelas dibanding anggota
famili Figitidae lainnya, yaitu scutellar plate yang berkembang dengan baik.
Eucoilinae memiliki panjang tubuh sekitar 1,0-5,0 mm, umumnya berwarna hitam
atau coklat dan tidak pernah berwarna metalik. Eucolinae jantan memiliki 15
segmen antena dan pada betina umumnya 13 segmen antena (Quinlan 1986).
Eucoilinae memiliki 8 segmen gaster, sayap depannya tanpa venasi yang rumit,
terdapat triangular marginal yang sangat jelas, serta tidak adanya costal vein dan
pterostigma (Fergusson 1999). Eucoilinae merupakan endoparasitoid tipe
koinobion soliter yang memarasit larva instar pertama Diptera kelompok
Cyclorrhapha (Fontal-Cazalla et al. 2002). Eucoilinae dewasa selalu hidup di
sekitar inang yang umumnya hidup pada jamur, sarang burung, kayu busuk, bahan
organik busuk, kotoran sapi, tanaman busuk dan tanaman hidup. Eucoilinae
merupakan parasitoid penting untuk pengendalian hayati. Di Brazil, Argentina,
dan Jepang Eucoilinae telah dimanfaatkan sebagai agen pengendalian hayati hama
petanian, terutama Diptera, seperti lalat buah (Guimarães dan Zucchi 2004) dan
pengorok daun (Johnson 1993, Wharton et al. 1998, Abe 2006, Díaz et al. 2009).
Data dan informasi Eucoilinae, khususnya tentang biosistematika dan
potensinya di Indonesia masih sangat kurang. Penelitian khusus mengenai
keanekaragaman Eucoilinae di Indonesia, khususnya di Pegunungan Mekongga
belum pernah dilaporkan. Publikasi tentang Eucolinae terbatas pada spesies
tertentu yang hanya mengangkat penemuan spesies baru. Dengan sedikitnya
informasi dan data Eucoilinae ini akan menyulitkan dalam pemanfaatan dan
konservasinya. Penelitian ini perlu dilakukan sebagai titik awal untuk mengkaji
lebih dalam dari potensi Eucoilinae di Pegunungan Mekongga.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mempelajari keanekaragaman tawon Eucoilinae di
Pegunungan Mekongga, Sulawesi Tenggara.
2
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada bulan April hingga Juli 2013. Pengumpulan
sampel telah dilakukan pada tahun 2009-2011 oleh tim peneliti kerjasama
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dengan International Cooperative
Biodiversity Group (ICBG) UC Davis di Pegunungan Mekongga (Lampiran 1),
Sulawesi Tenggara. Preservasi dan identifikasi spesimen Eucoilinae dilakukan di
Laboratorium dan Ruang Koleksi Entomologi, LIPI Cibinong, Indonesia.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah sampel Eucoilinae yang telah dikumpulkan di
Pegunungan Mekongga, etanol 70%, rectangular cards, jarum serangga, dan lem
serangga. Alat yang digunakan micro-dissecting forceps, oven, dan kunci
identifikasi.
Metode
Pengumpulan Sampel
Pengumpulan sampel dilakukan pada tahun 2009-2011 oleh tim peneliti
kerjasama LIPI dengan ICBG UC Davis menggunakan perangkap Malaise
(Malaise 1937), perangkap yellow pan (Noyes 1989), dan jaring serangga
(Ubaidillah 1999) (Lampiran 2). Sampel dikumpulkan dari lima lokasi dengan
kisaran ketinggian yang berbeda, yaitu 0-100 m dpl (kebun cokelat), 100-450 m
dpl (hutan sekunder campuran), 500-1500 m dpl (hutan sekunder), 1500-1880 m
dpl (hutan submontana), dan di atas 1880 m dpl (karst).
Habitat kebun cokelat merupakan kebun monokultur. Habitat hutan
sekunder campuran merupakan gabungan hutan sekunder, hutan tanaman, semak
dan kebun cokelat. Habitat hutan sekunder merupakan hutan yang didalamnya
terdapat tanaman-tanaman diantaranya Ericaceae, Euphorbiaceae, Moraceae,
Myrtaceae, dan Melastomataceae. Habitat hutan submontana merupakan wilayah
hutan yang terdapat banyak lumut. Habitat karst merupakan wilayah yang terdiri
dari banyak batu kapur, vegetasi jarang dijumpai.
Persiapan spesimen
Sampel yang telah dikumpulkan, disimpan di dalam botol berisi etanol 70%.
Sampel tersebut kemudian disortir berdasarkan ukuran dan ordo. Sampel
Hymenoptera parasit kemudian dipisahkan dan diproses.
Pemrosesan spesimen
Sampel diopset di atas rectangular cards, posisi tubuhnya diatur
menggunakan micro-dissecting forceps hingga dapat diamati seluruhnya saat
3
identifikasi. Selanjutnya diberikan lem pada thorax (mesosoma). Setelah tahap
opset selesai, spesimen disimpan dalam oven dengan suhu 45ºC selama tujuh hari.
Setelah tujuh hari dalam oven, spesimen disimpan di ruang koleksi yang bersuhu
21ºC dengan kelembapan 45-50%.
Identifikasi spesimen
Identifikasi dilakukan di dalam ruang penyimpanan koleksi. Spesimen
diidentifikasi menggunakan Goulet dan Huber (1993) pada tingkat subfamili;
Buffington (Buffington ML, komunikasi pribadi) pada tingkat genus; dan Linn
(1988), Quinlan (1988), dan Yoshimoto (1962) pada tingkat spesies. Spesimen
yang tidak berhasil diidentifikasi sampai spesies, dipisahkan berdasarkan
morfospesies.
Analisis Data
Analisis keragaman dilakukan dengan menghitung jumlah individu dan
presentase tiap genus dengan menggunakan rumus indeks keragaman Shannon
(H’) dan kemerataannya (E) (Magurran 1987), dengan rumus:
H’= -∑ (Pi) (ln Pi)
Pi = ni / N
E = H’/ ln G
dimana,
Pi = proporsi individu pada genus i,
ni = jumlah individu dari genus i,
N = jumlah total individu, dan
G = jumlah genus.
HASIL
Sebanyak 357 individu Eucoilinae yang telah dikoleksi termasuk dalam 14
genus dan paling tidak 66 morfospesies. Genus yang ditemukan adalah Ganaspis,
Leptopilina, Didyctium, Rhoptromeris, Linoeucoila, Afrostilba, Leptolamina,
Kleidotoma, Araeaspis, Hexacola, Ealata, Endecameris, Gastraspis, dan
Nordlanderia (Gambar 2 dan 3, Lampiran 3 dan 4). Genus dominan yang
ditemukan adalah Ganaspis dan Leptopilina (162 dan 75 individu). Genus yang
ditemukan di semua ketinggian adalah Ganaspis dan Leptolamina. Indeks
keragaman Shannon Eucoilinae di pegunungan Mekongga adalah 1,64, dengan
kemerataan 0,62. Keragaman Eucoilinae tertinggi terdapat pada ketinggian 100450 m dpl (H’=1,66, E=0,65) (Tabel 1).
Jumlah Eucoilinae yang didapatkan menggunakan perangkap Malaise (189
individu, 12 genus) lebih banyak dibandingkan jumlah Eucoilinae yang
didapatkan menggunakan jaring serangga (150 individu, 11 genus) maupun
perangkap yellow pan (18 individu, 5 genus) (Gambar 1). Genus-genus yang
banyak ditangkap dengan perangkap Malaise adalah Ganaspis, Leptopilina, dan
Didyctium, sedangkan genus-genus yang banyak ditangkap dengan jaring
serangga adalah Rhoptromeris, Afrostilba, dan Kleidotoma.
4
Tabel 1 Jumlah individu, genus, dan keragaman Eucoilinae di Pegunungan
Mekongga
47
7
1,57
0,81
∑ spesies
10
11
4
4
3
0
1
1
0
0
0
0
1
0
11
2
1
1
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
4
2
1
1
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
5
0
0
0
0
0
1
1
0
0
0
0
0
0
3
0
0
0
0
0
1
1
0
0
0
0
0
0
82
8
1,51
0,73
16
5
1,04
0,64
7
3
0,80
072
∑ spesies
∑ individu
32
25
9
10
3
0
1
1
0
0
0
0
1
0
Total
∑ individu
∑ spesies
13
14
10
9
2
1
2
1
1
1
1
1
0
1
205
13
1,66
0,65
∑ individu
97
35
24
20
9
9
2
2
2
2
1
1
0
1
∑ spesies
6
9
5
4
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
∑ individu
17
13
6
7
0
2
1
0
1
0
0
0
0
0
∑ spesies
∑ individu
Eucoilinae
Ganaspis
Leptopilina
Didyctium
Rhoptromeris
Linoeucoila
Afrostilba
Leptolamina
Kleidotoma
Araeaspis
Hexacola
Ealata
Endecameris
Gastraspis
Nordlanderia
Jumlah Individu
Jumlah Genus
Keragaman (H’)
Kemerataan (E)
∑ spesies
Subfamili
Genus
∑ individu
Jumlah individu di tiap ketinggian lokasi pengambilan sampel
(m dpl)
0-100
100-450
500-1500
1500-1880
>1880
(Hutan
(Kebun
(Hutan
(Hutan
Sekunder
(Karst)
Cokelat)
Sekunder) Submontana)
Campuran)
162 14
75 14
40 11
38 10
12
4
11
1
6
3
4
3
3
1
2
1
1
1
1
1
1
1
1
1
357
14
1,64
0,62
200
Jumlah
150
100
50
0
Perangkap
Malaise
Jaring serangga Perangkap yellow
pan
Jumlah Individu
Jumlah Genus
Gambar 1 Jumlah individu Eucoilinae di Pegunungan Mekongga berdasarkan
perangkap yang digunakan
5
a
b
c
d
e
g
f
h
Gambar 2 Morfologi Eucoilinae: Ganaspis (a), Leptopilina (b), Didyctium (c),
Rhoptromeris (d), Linoeucoila (e), Afrostilba (f), Leptolamina (g), dan
Kleidotoma (h)
6
a
b
c
d
e
f
Gambar 3 Morfologi Eucoilinae: Araeaspis (a), Hexacola (b), Ealata (c),
Endecameris (d), Gastraspis (e), dan Nordlanderia (f)
PEMBAHASAN
Komposisi Eucoilinae di Mekongga
Eucoilinae merupakan serangga yang memiliki penyebaran yang sangat luas,
dengan sekitar 82 genus (Ronquist 1999). Di Pegunungan Mekongga ditemukan
14 genus yaitu Ganaspis, Leptopilina, Didyctium, Rhoptromeris, Linoeucoila,
Afrostilba, Leptolamina, Kleidotoma, Araeaspis, Hexacola, Ealata, Endecameris,
Gastraspis, dan Nordlanderia. Genus Ganaspis, Leptopilina, Didyctium,
Rhoptromeris, dan Kleidotoma juga ditemukan di Hawaii (Beardsley 1989).
7
Genus Linoeucoila, Araeaspis, Ealata, dan Gastraspis ditemukan di Taiwan (Lin
1988). Genus Leptolamina ditemukan pertama kali di Mikronesia (Yoshimoto
1963). Genus Endecameris dan Hexacola juga ditemukan di Kepulauan Ryukyu
(Yoshimoto dan Yasumatsu 1965). Genus Afrostilba (yang memiliki nama
sinonim Gronotoma) dan Nordlanderia juga ditemukan di Uni Emirat Arab
(Buffington 2010).
Di Indonesia, pernah dilaporkan adanya genus Kleidotoma, Trybliographa,
Ganaspis, dan Eucoila di Jawa (Kieffer 1906 di dalam Yoshimoto 1962), genus
Cothonaspis di Kalimantan (Cameron 1808 di dalam Yoshimoto 1962), dan genus
Gronotoma di daerah Jawa Barat (Abe dan Konishi 1995). Genus Trybliographa,
Eucoila, dan Cothonaspis tidak ditemukan di Pegunungan Mekongga. Menurut
Quinlan (1986), genus Cothonaspis sangat mirip dengan genus Leptopilina,
bahkan belakangan terdapat beberapa spesies Cothonaspis yang dipindahkan
taksanya menjadi anggota genus Leptopilina, seperti spesies Erisphagia mahensis.
Pemindahan taksa mungkin menjadi alasan tidak ditemukannya jenis-jenis yang
sebelumnya ditemukan.
Ganaspis, Leptolamina, Leptopilina, dan Nordlanderia merupakan
parasitoid pada Drosophilidae (Allemand et al. 2002, Paretas-Martínez et al.
2013). Afrostilba dan Hexacola merupakan parasiotid pada Agromyzidae (Abe
2006, Forshage 2009). Didyctium merupakan parasitoid pada Phoridae (ParetasMartínez et al. 2013). Rhoptromeris merupakan parasitoid pada Chloropidae
(Paretas-Martínez et al. 2013). Kleidotoma memiliki inang yang beragam
(Forshage 2009, Paretas-Martínez et al. 2013). Keenam genus lainnya,
Linoeucoila, Araeaspis, Ealata, Endecameris, Gastraspis, dan Nordlanderia
masih belum diketahui inangnya.
Keragaman Eucoilinae di Mekongga
Berdasarkan Krebs (1989), indeks keragaman Eucoilinae di Pegunungan
Mekongga tergolong kategori sedang (1<H’<3) dengan penyebaran individu yang
merata (E=0,61-0,80). Keragaman tertinggi didapatkan pada ketinggian 100-450
m dpl habitat hutan sekunder campuran (H’=1,66, E=0,65). Tingginya keragaman
tanaman di suatu wilayah menyebabkan tingginya pula keragaman fauna di
wilayah tersebut (Price 1997). Hal tersebut dikarenakan keragaman tanaman di
habitat hutan yang lebih tinggi menyebabkan banyaknya pula jenis tanaman inang
dan serasah maupun bahan organik busuk lainnya yang merupakan lingkungan
hidup dari inang Eucoilinae itu sendiri.
Efektivitas Perangkap dan Pemilihan Habitat Eucoilinae di Mekongga
Koleksi sampel serangga dibedakan menjadi dua, penangkapan aktif dan
penangkapan pasif. Penangkapan aktif meliputi pengamatan visual, penggungaan
jaring serangga, dan penggunaan aspirator, sedangkan penangkapan pasif
didasarkan pada aktifitas serangga menuju perangkap (Grootaert et al. 2010).
Jaring serangga termasuk ke dalam penangkapan aktif, sedangkan perangkap
Malaise dan perangkap yellow pan termasuk penangkapan pasif. Perangkap
8
Malaise digunakan untuk menangkap serangga yang aktif terbang dengan jarak
terbang antara 0-3 m di atas permukaan tanah. Jaring serangga digunakan untuk
serangga yang memiliki jarak terbang lebih dari 3 m di atas permukaan tanah dan
serangga yang aktif mengunjungi bunga untuk memperoleh polen dan nektar
sebagai sumber makannya. Perangkap yellow pan digunakan untuk menangkap
serangga di daerah terbuka (Ubaidillah R, komunikasi pribadi).
Menurut Noyes (1989), jaring serangga merupakan metode yang paling
efektif untuk sebagian besar Hymenoptera, namun untuk Cynipoidea (superfamili
dari Eucoilinae) perangkap Malaise sangat disarankan untuk digunakan (Grootaert
et al. 2010). Eucoilinae terbanyak didapatkan dengan menggunakan perangkap
Malaise (189 individu) dibanding jaring serangga (150 individu) dan perangkap
yellow pan (18 individu).
Dari Eucoilinae yang didapat, Ganaspis, Leptopilina, Didyctium,
Linoeucoila, Hexacola, Ealata, dan Gastraspis lebih banyak ditangkap
menggunakan perangkap Malaise. Hal ini menunjukkan bahwa genus-genus
tersebut memiliki jarak terbang 0-3 m di atas permukaan tanah. Rhoptromeris,
Afrostilba, Kleidotoma, Araeaspis, Endecameris, dan Nordlanderia lebih banyak
ditangkap menggunakan jaring serangga, hal ini menunjukkan bahwa genus-genus
tersebut memiliki jarak terbang lebih dari 3 m di atas permukaan tanah. Jumlah
individu dari genus Leptolamina didapatkan sama rata di tiap alat tangkap.
Seluruh genus yang didapat sebagian besar memilih daerah yang ternaungi atau
daerah pinggir hutan sebagai habitat.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Di Pegunungan Mekongga didapatkan 14 genus dan paling tidak 66
morfospesies Eucoilinae dari 357 individu yang dikoleksi. Genus yang ditemukan
adalah Ganaspis, Leptopilina, Didyctium, Rhoptromeris, Linoeucoila, Afrostilba,
Leptolamina, Kleidotoma, Araeaspis, Hexacola, Ealata, Endecameris, Gastraspis,
dan Nordlanderia. Genus dominan yang ditemukan adalah Ganaspis dan
Leptopilina. Keragaman Eucoilinae di Pegunungan Mekongga tergolong sedang
(H’=1,64) dengan penyebaran individu yang merata (E=0,62). Keragaman
Eucoilinae tertinggi terdapat pada ketinggian 100-450 m dpl di habitat hutan
sekunder campuran (H’=1,66, E=0,65) dengan jumlah yang ditangkap sebanyak
205 individu. Perangkap Malaise merupakan perangkap yang paling efektif untuk
menangkap Eucoilinae di Mekongga.
Saran
Eksplorasi di daerah Indonesia lainnya sangat diperlukan kedepannya untuk
mengetahui kekayaan secara utuh Eucoilinae yang dimiliki Indonesia. Selain itu,
dari morfospesies yang dilakukan dalam penelitian ini, didapatkan paling tidak 66
morfospesies yang belum dapat diketahui secara pasti spesiesnya, dan perlu
dilakukan identifikasi lebih lanjut.
9
DAFTAR PUSTAKA
Abe Y, Konishi K. 1995. Discovery of two Eucoilids (Hymenoptera) parasitic on
beanflies from Indonesia. Appl Entomol Zool. 30: 309-312.
Abe Y. 2006. Exploitation of the serpentine leafminer Liriomyza trifolii and
tomato leafminer L. bryoniae (Diptera: Agromyzidae) by the parasitoid
Gronotoma micromorpha (Hymenoptera: Eucoilidae). Eur J Entomol. 103:
55-59.
Allemand R, Lemaître C, Frey F, Boulétreau M, Vavre F, Nordlander G, van
Alphen J, Carton Y. 2002. Phylogeny of six African Leptopilina species
(Hymenoptera: Cynipoidea, Figitidae), parasitoid of Drosophila, with
description of three new species. Ann Soc Entomol Fr. 38: 319-332.
Beardsley JW. 1989. Hawaiian Eucoilidae (Hymenoptera: Cynipoidea), key to
genera and taxonomic notes on apparently non-endemic species.
Proceedings of the Hawaiian Entomol Soc. 29: 165-193.
Buffington ML, Nylander JAA, Heraty JM. 2007. The phylogeny and evolution of
Figitidae (Hymenoptera: Cynipoidea). Cladistics. 23: 1-29.
Buffington ML. 2010. Order Hymenoptera, family Figitidae. Arthropod fauna of
the UAE. 3: 356-380.
Díaz NB, Gallardo FE, Gaddi AL, Walsh GC. 2009. Description of a new genus
and species of Eucoilinae (Hymenoptera: Cynipoidea: Figitidae) parasitoid
of Ephydridae (Diptera). Ann Entomol Soc Am. 102: 603-607.
Fergusson N. 1999. The Cynipoidea notes and keys. The Natural History
Museum, editor. Taxonomy and Biology of Parasitic Hymenoptera; 1999
Apr 17-24; London, Inggris. London (GB):Natural History Museum. hlm
8.1-23.
Fontal-Cazalla FM, Buffington ML, Nordlander G, Liljeblad J, Ros-Farré P,
Nieves-Aldrey JL, Pujade-Villar J, Ronquist F. 2002. Phylogeny of the
Eucoilinae (Hymenoptera: Cynipoidea: Figitidae). Cladistics. 18: 154-199.
Forshage M. 2009. Systematic of Eucoilini, Exploring the diversity of poorly
known group of Cynipoid parasitic wasps [disertasi]. Swedia (SE): Uppsala
University.
Gootaert P, Pollet M, Dekoninck W, van Achterberg C. 2010. Sampling insect:
general techniques, strategies and remarks. Di dalam: Eymann J, Degreef J,
Häuser Ch, Monje JC, Samyn Y, VandenSpiegel D, editor. Manual on Field
Recording Techniques and Protocols for All Taxa Biodiversity Inventories
and Monitoring. Belgia (BE): Abc Taxa volume 8 bagian 2 . hlm 377-399.
Goulet H, Huber JT. 1993. Hymenoptera of The World: An Identification Guide to
Families. Ottawa: Center for Land Biological Resources Research.
Guimarães JA, Zucchi RA. 2004. Parasitism behavior of three species of
Eucoilinae (Hymenoptera: Cynipoidea: Figitidae) fruit fly parasitoids
(Diptera) in Brazil. Neotropical Entomol. 33: 217-224.
Johnson MW. 1993. Biological control of Liriomyza leafminers in the Pacific
Basin. Micronesica. 4: 81-92.
Krebs. 1989. Ecological Methodology. New York: Harper and Row.
LaSalle J, Gauld ID. 1993. Hymenoptera and Biodiversity. London: CAB Int.
Lin KS. 1988. The Eucoilidae from Taiwan. J Taiwan Mus. 41: 1-66.
10
Maguran AE. 1987. Ecological Diversity and its Measurement. New Jersey:
Princeton Univ Pr.
Malaise R. 1937. A new insect-trap. Entomologisk Tidskrift. 58: 148-160.
Maryanto I, Rahajoe JS, Munawar SS, Dwiyanto W, Asikin D, Arianti SR,
Sunarya Y, Susiloningsih D. 2013. Bioresources Ekonomi Hijau. Jakarta
(ID): LIPI Press.
Noyes JS. 1989. A study of five methods of sampling Hymenoptera (Insect) in a
tropical rainforest, with special reference to the parasitica. J Nat Hist. 23:
285-298.doi: 10.1080/00222938900770181
Paretas-Martínez J, Forshage M, Buffington ML, Fisher N, La Salle J, PujadeVillar J. 2013. Overview of Australian Cynipoidea (Hymenoptera). Aust J
Entomol. 52: 73-86.
Price PW. 1997. Insect Ecology. Canada: J Wiley.
Quinlan J. 1986. A key to the Afrotropical genera of Eucoilidae (Hymenoptera),
with a revision of certain genera. Bull Br Mus Nat Hist (Entomol). 52: 243366.
Quinlan J. 1988. A revision of some Afrotropical genera of Eucoilidae
(Hymenoptera). Bull Br Mus Nat Hist (Entomol). 56: 171-229.
Ronquist F. 1999. Phylogeny, classification and evolution of the Cynipoidea.
Zoologica Scripta. 28: 139-164.
Ubaidillah R. 1999. Pengelolaan koleksi serangga dan artropoda lainnya. Di
dalam: Suhardjono YR, editor. Pengelolaan Koleksi Spesimen Zoologi.
Bogor (ID): Balai Penelitian dan Pengembangan Biologi LIPI.
Wharton RA, Ovruski SM, Gilstrap FE. 1998. Neotropical Eucoilidae
(Cynipoidea) associated with fruit-infesting Tephritidae, with new records
from Argentina, Bolivia and Costa Rica. J Hym Res. 7: 102-115.
Yoshimoto CM. 1963. The genera Leptolamina and Maacynips, n. gen, from the
Papuan subregion. Pacific Insects. 5: 513-517.
Yoshimoto CM, Yasumatsu K. 1965. The Eucoilinae of the Ryukyu archipelago.
Pacific Insects. 7: 643-660.
11
Lampiran 1 Peta Pegunungan Mekongga sebagai lokasi penelitian
Keterangan: Titik pengambilan sampel ( )
Lampiran 2 Perangkap yang digunakan untuk pengambilan Eucoilinae
a
b
c
Keterangan: a, perangkap Malaise; b, jaring serangga (diameter 35 cm, panjang
jaring 50 cm); c, perangkap yellow pan (diameter 16 cm, kedalaman 6 cm)
12
Lampiran 3 Skema morfologi Eucoilinae
Sumber: Beardsley 1989 (A, B, D), Quinlan 1988 (C, E, F)
Keterangan:
A. Tubuh tampak lateral (samping)
1. Pronotal plate
2. Mesoscutum
3. Scuttelum
4. Pronotum
5. Mesonotum
6. Petiole atau segmen gaster 1
7. Gaster
8. coxa
B. Mesosoma tampak dorsal (atas)
9. Notauli
10. Scutellar disc
11. Scutellar plate
C. Pronotal plate
12. Tertutup
13. Terbuka
D. Saya depan
14. Marginal cell atau radial cell
E. Antena Betina
F1-F13. Flagelomer
F6-F13. Club
F. Antena Jantan
F1-F13. Flagelomer
13
Lampiran 4 Deskripsi genus-genus Eucoilinae
Afrostilba Benoit
Eucoilidae Ashmead, 1887: 154. Spesies-tipe: Eucoilidae canadensis Ashmead,
melalui penetapan berikutnya, Ashmead, 1903: 60.
Afrostilba Benoit, 1965: 544. Spesies-tipe: Afrostilba nitida Benoit, melalui
monotipe. Syn. n.
DIAGNOSA. Antena betina umunya memiliki 13 segmen, dengan tipe
clavate sampai hampir filiform, segmen club ditandai dengan adanya rhinaria;
antena jantan memiliki 15 segmen. Permukaan dahi halus dan mengilap. Pronotal
plate tampak menonjol sedikit dilihat dari atas, dan terbuka di bagian sampingnya.
Permukaan mesoscutum halus, mengilap, memiliki notauli yang lengkap dan
jelas; scutellar plate beragam dari oval, membulat, hingga memanjang; ujung dari
scutellar disc membulat. Segmen ke 1 gaster pendek; segmen ke 2 gaster
menutupi hampir seluruh tampak samping gaster. Permukaan sayap tertutup setae
halus, apical margins berambut, radial cell sayap depan tertutup. Tungkainya
berukuran dan berbentuk normal seperti pada umunya tungkai tawon.
DISTRIBUSI. Mekongga, Sulawesi Tenggara, Indonesia (catatan baru).
Amerika Selatan, Amerika Utara, Hawaii, Filipina, dan Afrika Selatan (Quinlan
1986).
BIOLOGI. Parasitoid pada Agromyzidae (Abe 2006).
Araeaspis Lin
Araeaspis Lin, 1988: 31. Spesies-tipe: Araeaspis vulgata Lin, 1988, melalui
penetapan awal.
DIAGNOSA. Antena betina memiliki 13 segmen, tipe clavate, segmen ke 3
hampir sama panjang dengan segmen ke 4, memiliki 5-7 segmen club, setiap
segmen memiliki rhinaria. Pronotal plate relatif besar, terbuka di bagian
sampingnya. Permukaan mesoscutum hampir hingga sangat cembung, tanpa
notauli; scutellar plate kecil dan halus; scutellar disc berpola areolate-rugose.
Bentuk gaster normal, hampir sama panjang dengan mesosoma; pangkal tergite
terbesar terdapat cincin rambut. Permukaan sayap tertutup setae halus, apical
margins berambut, radial cell sayap depan terbuka sebagaian atau tertutup.
Tungkainya berukuran dan berbentuk normal seperti pada umunya tungkai tawon.
DISTRIBUSI. Mekongga, Sulawesi Tenggara, Indonesia (catatan baru).
Taiwan (Lin 1988).
BIOLOGI. Belum diketahui.
Didyctium Riley
Spesies-tipe: Didyctium sp1
DIAGNOSA. Antena betina memiliki 13 segmen, tipe clavate, memiliki 5-7
segmen club, setiap segmen club memiliki rhinaria; jantan memiliki 15 segmen.
Permukaan dahi halus, mengilap, dan tanpa notauli. Permukaan mesoscutum halus
14
dan mengilap; scutellar plate cekung. Pangkal tergite terbesar ditutupi cincin
rambut. Permukaan sayap tertutup setae halus, apical margins berambut, radial
cell sayap depan terbuka sebagian. Ukuran dan bentuk tungkai normal seperti
pada umunya tungkai tawon.
DISTRIBUSI. Mekongga, Sulawesi Tenggara, Indonesia (catatan baru).
BIOLOGI. Parasitoid pada Phoridae, Chloropidae, Lauxaniidae (Forshage
2009).
Ealata Quinlan
Ealata Quinlan 1986: 257. Spesies-tipe: Ealata clava Quinlan, 1986, melalui
penetapan awal.
DIAGNOSA. Antena betina memiliki 13 segmen, tipe clavate; antena jantan
memiliki 15 segmen, tipe filiform, segmen ke 3 melengkung, hampir sama
panjanngnya dengan segmen ke 4. Pronotal plate tidak terlihat dari depan, bagian
anterior nya lebih lebar dari bagian posteriornya, fovea besar, tidak tertutup pada
lateral margin. Permukaan mesoscutum halus, mengilap, terdapat notauli yang
tipis di bagian pangkalnya; scutellar disc nya reticulate-rugose, ujung membulat;
scutellar plate oval, sedikit lebih panjang dari lebarnya, letaknya tinggi.
Mesopleuron halus, mengilap, suture lengkap. Segmen ke 1 gaster terlihat
sebagian; tergite ke 2 adalah tergite paling besar, menutupi hampir seluruh
tampak samping gaster, tanpa cincin rambut dibagian pangkalnya, namun dari
samping terlihat sedikit rambut-rambut yang tersebar. Permukaan sayap tertutup
setae halus, apical margins berambut, radial cell sayap depan tertutup.
Tungkainya berukuran dan berbentuk normal seperti pada umunya tungkai tawon,
dilihat dari samping coxa memiliki rambut di permukaan belakang atasnya, coklat
tua; femur, tibia, dan tarsus berwarna kuning-oranye biasanya tertutup setae halus.
DISTRIBUSI. Mekongga, Sulawesi Tenggara, Indonesia (catatan baru).
Wilayah Afrotropikal (Quinlan 1986). Taiwan (Lin 1988).
BIOLOGI. Belum diketahui.
Endecameris Yoshimoto
Spesies-tipe: Endecameris sp1
DIAGNOSA. Antena betina memiliki 13 segmen, tipe clavate; jantan
memiliki 15 segmen. Permukaan dahi halus dan mengilap. Permukaan
mesoscutum halus, mengilap, tanpa notauli; scutellar plate cekung. Pangkal
tergite terbesar ditutupi cincin rambut. Permukaan sayap tertutup setae halus,
apical margins berambut, radial cell sayap depan terbuka. Ukuran dan bentuk
tungkai normal seperti pada umunya tungkai tawon.
DISTRIBUSI. Mekongga, Sulawesi Tenggara, Indonesia (catatan baru).
Umumnya di daerah oriental dan kepulauan, namun ditemukan juga di daerah
Afrotropical seperti Cameroon, Republik Afrika Tengah, Gambia, Guinea-Bissau,
Madagaskar, Mauritius, Sierra Leone, Afrika Selatan, Uganda, Yemen, Zimbabwe
(waspweb.org).
BIOLOGI. Belum diketahui.
15
Ganaspis Föerster
Spesies-tipe: Ganaspis sp1
DIAGNOSA. Antena betina memiliki 13 segmen; antena jantan memiliki 15
segmen. Permukaan dahi halus dan mengilap. Permukaan mesoscutum halus,
mengilap, dan tanpa notauli; scutellar plate cembung. Pangkal tergite terbesar
ditutupi cincin rambut. Permukaan sayap tertutup setae halus, apical margins
berambut, radial cell sayap depan tertutup. Ukuran dan bentuk tungkai normal
seperti pada umunya tungkai tawon.
DISTRIBUSI. Mekongga, Sulawesi Tenggara, Indonesia (catatan baru).
BIOLOGI. Parasitoid pada Drosophilidae, Tephritidae, Lauxaniidae,
Chloropidae (Forshage 2009).
Gastraspis Lin
Gastraspis Lin, 1988: 29. Spesies-tipe: Gastraspis typica Lin, 1988, melalui
penetapan awal.
DIAGNOSA. Antena betina memiliki 13 segmen, segmen ke 3 lebih
panjang dari segmen ke 4, memiliki 6-8 segmen club, terdapat rhinaria di tiap
segmen. Pronotal plate cukup besar, tidak memiliki lateral bridge margin.
Permukaan mesoscutum memiliki panjang yang lebih besar dibanding lebarnya,
tanpa notauli; scutellar plate cukup besar, berbentuk elips, dan cembung;
scutellar disc berpola fovate-rugose. Gaster sangat panjang, hampir dua kali
panjang mesosoma; pangkal tergite terbesar ditutupi cincin rambut yang komplit.
Bentuk sayap normal, permukaan sayap tertutupi setae tipis, apical margins
berambut; marginal cell terbuka. Bentuk tungkai normal seperti pada umunya
tungkai tawon; coxa memiliki rambut di permukaan belakang atasnya.
DISTRIBUSI. Mekongga, Sulawesi Tenggara, Indonesia (catatan baru).
Taiwan (Lin 1988).
BIOLOGI. Belum diketahui.
Hexacola Föerster
Hexacola Föerster, 1869: 342. Spesies-tipe: Eucoela picicrus Girauld, melalui
monotipe.
Hexaplasta Föerster, 1869: 345. Spesies-tipe: Cothonaspis hexatoma Hartig,
1841: 357, melalui penetapan awal. [Disinonimi oleh Rohwer & Fagan, 1917]
DIAGNOSA. Antena betina umumnya memiliki 13 segmen, namun pada
beberapa spesies memiliki 11-12 segmen, tipe clavate; antena jantan memiliki 15
segmen, segmen ke 3 melengkung dan lebih panjang dari segmen ke 4.
Permukaan mesoscutum halus, mengilap, tanpa notauli. Permukaan sayap tertutup
setae halus, apical margins berambut. Segmen ke 1 gaster tertutup cincin rambut
di pangkal tergite ke 2; tergite ke 2 adalah tergite paling besar. Permukaan sayap
tertutup setae halus, apical margins berambut. Tungkai memiliki beragam bentuk
dan ukuran untuk tiap spesiesnya.
DISTRIBUSI. Mekongga, Sulawesi Tenggara, Indonesia (catatan baru).
Eropa, Afrika Selatan, Amerika Utara, dan Amerika Selatan (Quinlan 1986).
16
Cameroon, Republik Afrika Tengah, Republik Demokrasi Kongo, Kenya,
Madagaskar, Nigeria, Afrika Selatan, Uganda, Zimbabwe (waspweb.org).
BIOLOGI. Parasitoid pada Sepsidae, Agromyzidae, Otididae (Forshage
2009).
Kleidotoma Westwood
Kleidotoma Westwood, 1833: 494. Spesies-tipe: Kleidotoma psiloides Westwood,
melalui monotipe.
Aphyoptera Föerster, 1869:343. Spesies-tipe: Aphyoptera inustipennis Föerster,
melalui monotipe. [Disinonimi oleh Hellén, 1960: 23]
Aphiloptera Föerster, 1869: 351. Spesies-tipe: Aphiloptera anisomera Föerster,
melalui monotipe. [Disinonimi oleh Quinlan, 1967: 1]
Agroscopa Föerster, 1869: 352. Spesies-tipe: Agroscopa helgolandica Föerster,
melalui monotipe. [Disinonimi oleh Quinlan, 1967: 1]
Nedinoptera Föerster, 1869: 350. Spesies-tipe: Nedinoptera halophila Thomson,
melalui monotipe. [Disinonimi oleh Quinlan, 1967: 1]
Rhynchacis Föerster, 1869: 349. Spesies-tipe: Cothonaspis nigra Hartig, melalui
monotipe. [Disinonimi oleh Quinlan, 1978: 25]
Pentacrita Föerster, 1869: 349. Spesies-tipe: Cothonaspis retusa Hartig, melalui
monotipe. [Disinonimi oleh Weld, 1952: 210]
Tetrahoptra Föerster, 1869: 349. Spesies-tipe: Clidotoma heterotoma Thomson,
melalui penetapan berikutnya dari Ashmead 1903: 62. [Disinonimi oleh Weld,
1952: 207]
Tetratoma Cameron, 1890 preocc. Spesies-tipe: Kleidotoma heterotoma Thomson,
melalui penetapan berikutnya dari Rohwer & Fagan, 1917: 376.
Schizosema Kieffer, 1901: 161. Spesies-tipe: Cothonaspis emarginatus Hartig,
melalui penetapan berikutnya dari Ashmead, 1903: 62. [Disinonimi oleh Weld,
1931: 233]
DIAGNOSA. Antena betina memiliki 13 segmen, tipe clavate; antena jantan
memiliki 15 segmen, tipe filiform, segmen ke 3 merupakan segmen paling
panjang, melengkung, serta membesar di bagian ujungnya. Permukaan dahi halus,
mengilap, dengan beberapa rambut panjang di kedua sisi clypeus. Permukaan
mesoscutum halus, tanpa notauli; scutellar plate memanjang. Segmen ke 1 gaster
tertutup cincin rambut di pangkal tergite ke 2, cincin rambut tampak tidak lengkap
dilihat dari atas; segmen ke 2 adalah gaster paling besar. Permukaan sayap
tertutup setae halus, apical margins berambut, marginal cell terbuka, ujung sayap
tergores atau terpotong. Ukuran dan bentuk tungkai normal seperti pada umunya
tungkai tawon. Warna: antena kekuningan; kepala, mesosoma, dan gaster hitam
kecokelatan; tungkai kekuningan.
DISTRIBUSI. Mekongga, Sulawesi Tenggara, Indonesia (catatan baru). Old
and New World (Quinlan 1986). Wilayah Afrotropica: Burkina Faso, Burundi,
Cape, Verde, Republik Afrika Tengah, Cameroon, Republik Demokrasi Kongo,
Ethiopia, Gabon, Gambia, Kenya, Madagaskar, Mozambique, Nigeria, Rwanda,
Somalia, Afrika Selatan, St Helena, Uganda, Zimbabwe, Yemen (waspweb.org).
17
BIOLOGI. Parasitoid pada lalat (Drosophilidae, Sepsidae, Ephydridae) yang
hidup pada habitat yang tersembunyi dan membusuk, seperti kotoran, bangkai,
buah, jamur, rumput, tanaman air, dsb (waspweb.org)
Leptolamina Yoshimoto
Leptolamina Yoshimoto, 1962. Spesies-tipe: Leptolamina ponapensis Yoshimoto,
1962, melalui penetapan awal.
DIAGNOSA. Antena betina memiliki 13 segmen, segmen ke 3 sepintas
lebih panjang dari segmen k3 4, memiliki 4 segmen club. Pangkal pronotum
terdapat foamy setae, pronotal plate bagian anterior lebih lebar dibanding bagian
posteriornya, fovea hampir tak terlihat. Scutellar disc halus, membulat di bagian
ujungnya. Pada propodeum dan pangkal gaster terdapat foamy setae. Permukaan
sayap tertutup setae halus, apical margins berambut, marginal cell tertutup.
Ukuran dan bentuk tungkai normal seperti pada umunya tungkai tawon.
DISTRIBUSI. Mekongga, Sulawesi Tenggara, Indonesia (catatan baru).
Ponape (Yoshimoto 1962). Cameroon, Comoros, Republik Demokrasi Kongo,
Gabon, Ivory Coast, Kenya, Madagaskar, Mauritius, Seychelles, Afrika Selatan,
Uganda, Zambia, Zimbabwe (waspweb.org). BIOLOGI. Belum diketahui.
Leptopilina Föerster
Leptopilina Föerster, 1869: 348. Spesies-tipe: Cothonaspis longipes Hartig,
melalui penetapan awal dan monotipe.
DIAGNOSA. Antena betina memiliki 13 segmen dengan beberapa jumlah
segmen club, umunya tipe clavate walaupun terkadang kecil dan filiform, setiap
segmen memiliki rhinaria; antena jantan memiliki 15 segmen, segmen ke 3 lebih
pendek dari segmen berikutnya. Kepala menyempit, mata menonjol; permukaan
dahi tampak depan halus dan mengilap. Pronotal plate sedikit menonjol, lateral
foveae di kedua sisi pronotal plate lebar, terdapat lateral bridge. Permukaan
mesoscutum halus dan mengilap; lateral bars dari scutellum halus dan mengilap;
scutellar disc memiliki beragam sculpture, ujung membulat; scutellar plate
memiliki beragam ukuran dan bentuk, umunya halus dan mengilap hingga
berbintik. Mesopleuron halus dan mengilap; mesopleural suture tampak sangat
jelas, lurus atau melengkung. Segmen ke 1 gaster pendek; pangkal dari segmen 2
(petiole) melebar di bagian posterior, dengan cincin rambut utuh atau kadang
terlihat rusak dari atas namun terlihat jelas dari samping; tergite ke 2 adalah
tergite paling besar, menutupi hampir seluruh tampak samping gaster; tergite ke
3-5 umunya terlihat. Sayap umunya melebar, ujung membulat, permukaannya
tertutup setae halus, apical margins berambut, radial cell sayap depan terbuka
atau tertutup. Tungkainya berbentuk normal seperti pada umunya tungkai tawon,
beragam untuk tiap spesies; coxa belakang memiliki rambut di permukaan
belakang atasnya, terkadang berumbai. Warna: antena coklat kekuningan-hitam;
kepala dan mesosoma umunya lebih gelap dari gasternya yang berwarna kuning,
coklat, sampai kehitaman; tungkai kekuningan.
DISTRIBUSI. Mekongga, Sulawesi Tenggara, Indonesia (catatan baru).
18
BIOLOGI. Parasitoid pada Drosophilidae (Allemand et al. 2002).
Linoeucoila Lin
Linoeucoila Lin, 1988: 10. Spesies-tipe: Linoeucoila caperata Lin, 1988, melalui
penetapan awal.
DIAGNOSA. Antena betina memiliki 13 segmen, tipe clavate, segmen ke 3
hampir sama panjang atau sepintas mirip dengan segmen ke 4, memiliki 8-9
segmgn club, memiliki rhinaria; antena jantan memiliki 15 segmen, tipe filiform,
segmen ke 3 lebih pendek atau hampir sama panjang dengan segmen ke 4.
Pronotal plate cukup besar, dan terbuka. Pronotum bercorak garis-garis vertikal.
Mesoscutum agak cembung, tanpa notauli. Scutellar plate berukuran cukup kecil
hingga besar. Pangkal dari tergite terbesar ditutupi cincin rambut yang lengkap.
Sayap berbentuk normal, terdapat setae halus dipermukaannya, apical margins
berambut, marginal cell terbuka. Tungkai berbentuk normal seperti pada umunya
tungkai tawon, cukup panjang; coxa tengah dan belakang memiliki rambut setae
pada bagian pesterodorsal margin.
DISTRIBUSI. Mekongga, Sulawesi Tenggara, Indonesia (catatan baru).
Taiwan (Lin 1988). Afrika Selatan, Uganda (waspweb.org).
BIOLOGI. Belum diketahui secara pasti, namun kemungkinan parasitoid
pada Muscidae yang hidup di kotoran (waspweb.org).
Nordlanderia Quinlan
Nordlanderia Quinlan, 1986: 288. Spesies-tipe: Nordlanderia plowa Quinlan,
1986, melalui penetapan awal.
DIAGNOSA. Antena betina memiliki 13 segmen, tipe clavate, dengan 8-9
segmen club; antena jantan memiliki 15 segmen, tipe filiform, segmen ke 3 satu
setengah kali lebih panjang dari segmen ke 4, agak membengkok, melebar
diujungnya. Pronotal plate tidak menonjol, lateral fovae di kedua sisi median
bridge terbuka. Permukaan mesoscutum dengan atau tanpa notauli, jika ada sangat
tipis. Segmen ke 1 gaster hampir tertutupi sebagian oleh segmen ke 2; tergite ke 2
merupakan tergite terlebar yang menutupi gaster jika dilihat dari samping,
bentuknya halus dan mengilap. Permukaan sayap tertutup setae halus, apical
margins berambut, rambut lebih panjang pada ujung sayap, marginal cell tertutup
dan terbuka dibeberapa spesimen. Tungkainya pendek, lebar; coxa dengan rambut
yang menyebar; femur, tibia, dan tarsus tertutup setae yang tipis.
DISTRIBUSI. Mekongga, Sulawesi Tenggara, Indonesia (catatan baru).
Wilayah Afrotropikal (Quinlan 1986).
BIOLOGI. Belum diketahui.
Rhoptromeris Föerster
Rhoptromeris Föerster, 1869: 344. Spesies-tipe: Cothonaspis eucera Hartig, 1841,
melalui penetapan awal. [Sinonim dari Cothonaspis heptoma Hartig 1840]
19
Miomoera Föerster, 1869: 352. Spesies-tipe: Miomoera aberrans Föerster, 1869,
melalui penetapan berikutnya, Rohwer & Fagan 1917: 371.
Hexamerocera Kieffer, 1901: 175. Spesies-tipe: Eucoila rufiventris Giraud, 1860,
melalui penetapan berikutnya, Ashmead, 1903: 66.
DIAGNOSA. Antena betina memiliki 13 segmen, dengan beragam jumlah
segmen club, semua segmen club memiliki rhinaria dan umumnya lebih gelap
daripada segmen antena lainnya, segmen ke 3 lebih panjang dari segmen ke 4 di
beberapa spesies. Antena jantan memiliki 15 segmen, segmen ke 4 lebih panjang
dari segmen ke 3, melengkung, melebar diujungnya. Pronotal plate, tampak atas,
menonjol, terbentuk dengan baik, lateral fovea di kedua sisi tertutup oleh lateral
bridge. Permukaan mesoscutum halus, mengilap , tanpa notauli, di beberapa
spesies terdapat rambut yang tumbuh di jalur notauli. Lateral bars dari scutellum
halus; scutellar dics memiliki sculpture reticulate-rugose. Mesopleurae halus,
mengilap, mesopleural carina jelas. Segmen ke 1 gaster terlihat dari samping,
crenulate; pangkal tergite ke 2 memiliki cincin setae kekuningan, umumnya
terlihat komplit dari atas, pada jantan umumnya tidak komplit. Ukuran tungkai
beragam di tiap spesiesnya. Warna: antena kuning pada pangkal, lebih gelap pada
segmen club; kepala dan mesosoma kehitaman; gaster kuning gelap-cokelat;
tungkai kekuningan, coxa dan femur lebih gelap.
DISTRIBUSI. Mekongga, Sulawesi Tenggara, Indonesia (catatan baru). Di
seluruh dunia. Wilayah Afrotropical: Bostwana, Burkina Faso, Cameroon, Cape
Verde, Republik Afrika Tengah, Comoros, Republik Demokrasi Kongo, Gabon,
Ghana, Ivory Coast, Kenya, Madagaskar, Malawi, Nigeria, Reunion, Rwanda,
Senegal, Seychelles, Afrika Selatan, Tanzania, Uganda, Yemen, Zimbabwe
(waspweb.org).
BIOLOGI. Parasitoid pada Chloropidae (Paretas-Martínez et al 2013).
20
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 17 September 1991 dari pasangan
(Alm.) Djen Olii dan Dwi Taatini Rahayu. Penulis merupakan anak pertama dari
dua bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMA Negeri
1 Ciputat pada tahun 2009. Pada tahun yang sama penulis diterima di Departemen
Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian
Bogor melalui jalur penerimaan Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri
(SNMPTN).
Selama menempuh studi di Departemen Biologi, penulis melakukan
penelitian studi lapangan mengenai “Keanekaragaman dan Perilaku Rayap
Terestrial dan Arboreal di Hutan Pendidikan Gunung Walat” pada tahun 2011 dan
praktik lapangan mengenai “Pemeliharaan Lalat Buah (Bactrocera papayae) di
Laboratorium untuk Perlakuan Pengendalian Hama dengan Teknik Serangga
Mandul (TSM)” di Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi (PATIR), Badan
Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) pada tahun 2012.
Penulis memiliki pengalaman sebagai asisten praktikum mata kuliah Biologi
Dasar tahun 2011-2013. Penulis juga aktif dalam Himpunan Mahasiswa Biologi
IPB sebagai anggota Infokom pada tahun 2011 dan 2012.
Download