Analisis Keragaman Genetik dan Tanggap Tanaman Garut (Maranta

advertisement
TINJAUAN PUSTAKA
Maranta arundinacea L. (2n = 2x = 48) atau amwruot diduga berasal
dari Amerika Tengah, termasuk daerah Karibia dan Amerika Selatan bagian
utara yaitu Equador bagian barat dan daerah savana Guiana. Sekarang
banyak dibudidayakan di daerah tropik.
Di Asia Tenggara banyak
dibudidayakan sebagai tanaman pekarangan.
Genus Maranta diperkirakan terdiri atas 23 spesies, terutama tumbuh
di daerah tropik Amerika dan tidak satu pun yang berasal dari Asia Tenggara.
Spesies yang berkerabat dekat dengan M. arundinacea dikelompokkan ke
dalam dua subgenus ~ A n t a . Selain M. arundinacea, spesies lain yang
rimpangnya menyimpan pati adalah M. amplifolia K. Schumann, M. linearis L.
Anderson dan M. incrassata L. Anderson (Flach dan Rumawas, 1996).
Di St Vincent terdapat dua kultivar utama M. arundinacea yang
dibudidayakan yaitu Creole dan Banana. Sampai kini belum diketahui secara
pasti kultivar mana yang tumbuh di Asia Tenggara. Kultivar Creole memiliki
rimpang putih, menembus tanah lebih dalam, bentuknya kurus, panjang, dan
dapat disimpan lebih dari tujuh hari tanpa kerusakan dan pembusukan yang
serius.
Kultivar ini banyak dibudidayakan dan tersebar luas (Flach dan
Rumawas, 1996).
Kultiiar Banana berasal dari Republik Dominica, memiliki rimpang
kemerahan, lebih pendek, lebih tebal, kurang berserat dan penyebaran
rimpang dekat permukaan tanah. Rimpangnya lebih mudah dipanen dan
diolah, produksinya lebih tinggi, lebih cocok dipanen secara mekanis, tetapi
daya simpannya lebih pendek yaitu paling lama dua hari haws segera diolah
(Flach dan Rumawas, 1996).
Deskripsi
Maranta anrndinacea L. adalah tanaman herba perenial, tinggi 0,51,5 m dan berakar dangkal. Rimpangnya mampu rnenembus tanah lebih
dalam, berdaging, berbentuk silinder, berukuran (5 - 40 ) cm x (2 - 5 ) cm, dan
berwama putih atau kemerahan. Bentuk batang kurus dan biasanya banyak
yang bercabang. Tangkai daun berlapis-lapis pada bagian dasar, menebal,
ada yang behulu jarang dan ada juga yang berbulu Mat. Daun be~kuran
(10 - 30) cm x (3 - 10) cm dengan bagian bawah lebih lebar, berwama hijau
atau kadang-kadang bergaris-garis putih atau kecoklatan, dan ada yang
e
bercabang, peduncle
dapat berganti daun atau iontok. l n ~ s c e n c sering
pasangan bunga kurus dan panjangnya rnencapai 4 cm. Pedicle pasangan
bunga yang satu panjangnya 7
-
15 cm, dan yang lainnya 0
-
3 mm.
Tanaman ini memiliki bunga bisexual, panjang kira-kira 2 cm, bebas,
persistent, lanceolate
sepals panjang 12
-
18 mm, putih dan tubular.
Androecium terdiri atas dua putaran, menempel pada comlla. Putaran luar
terdiri atas dua petaloid staminodes dengan panjang sekitar 1 cm.
Sedangkan putaran dalam kirakira setengah panjangnya, terdiri atas satu
stamen fertil. Buah oblongoid, panjang kira-kira 7 mm, seperti buah beny,
tebal, coklat, glabrous sampai berambut (Flach dan Rumawas, 1996).
.
Pertumbuhan dan Perkembangan Tanarnan
-
Setelah rimpang ditanam, tunas akan keluar 1 - 3 minggu berikutnya.
Tanaman akan tumbuh tegar dengan membentuk akar adventif dalam 6 - 7
hari. Pada fase berikutnya daun dan batang akan berkembang di atas tanah
lalu rnembentuk rimpang baru dalam tanah. Sebagian rimpang akan menjadi
tempat penyimpanan asimilat, sementara yang lainnya akan menghasiikan
anakan. Rimpang penyimpan cadangan makanan t i a k ditemukan selama
fase pertumbuhan. Tetapi diinisiasi setelah tanaman mencapai tingkat
perkembangan tertentu.
Pada kondisi optimum tanaman tumbuh secara
kontinyu, memproduksi anakan dan rimpang. Lalu daundaun tua akan mati
dan akhimya rinrpang penyimpan makanan membusuk atau berkembang
menjadi tanaman baru, bila tidak dipanen.
Pembungaan terjadi pada umur 3 - 6 bulan setelah tanam, dan bunga
terbuka pada sore hari. M e n u ~beberapa
t
peneliti, tanaman garut ada yang
bersifat autogamous, dan ada juga yang mengatakan allogamous obligat.
Penyerbukan bunga secara silang dibantu oleh serangga. Buahnya agak
-
banyak, tetapi viabilitas bijinya rendah. Rimpang dapat dipanen 8 12 bulan
setelah tanam, tergantung lingkungan. Kandungan pati rimpang mencapai
maksimum kira-kira 12 bulan setelah tanam, jika lebih lama menjadi berserat
dan pati sulit diekstrak. Bila rimpang dibiarkan dalam tanah lebih dari 12
bulan maka pati sedikit demi sedikit dikonversi menjadi gula. Tanaman garut
kebanyakan tumbuh sebagai tanaman setahun atau semusim, tetapi dapat
juga ditumbuhkan sebagai tanaman tahunan (Flach dan Rumawas, 1996).
Ekologi
Tanaman garut liar tumbuh pada hutan tropik deciduous atau
semideciduous.
Pertumbuhan tehaik pada kondisi panas dan lembab,
temperatur yang disukai 25
- 30°C,curah hujan tahunan
rata-rata 1.500
-
2.000 mm dengan bulan kering lebih dari 1 - 2 bulan. Tanaman garut toleran
temadap naungan sampai fjO persen tanpa penurunan produksi yang berarti.
Pada kondisi tanah berair tanaman ini
menghasilkan umbi.
mampu hidup dan masih
Elevasi tanah yang disukai adalah dataran rendah,
tetapi dapat dibudidayakan sampai ketinggian 1.000 m di atas perrnukaan
laut.
Tanaman ini dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah.
Namun
pertumbuhan yang baik dan cepat pada tanah yang subur, gembur, tekstur
lempung berpasir, dengan pH 5
- 8, seperti tanah
sangat cocok (Flach dan Rumawas, 1996).
vulkanik di St Vincent
Komposisi Kimia Rimpang
Komposisi kimia pada setiap 100 g rimpang segar diperkirakan
-
-
-
mengandung air 69 72 g, protein 1 2,2 g, lemak 0,1 g, pati 19,4 21,7 g,
serat 0,6 - 1,3 g dan abu 1,3 - 1,4 g. Sebagai perbandingan pada Tabei 1
disajikan data hasil analisis beberapa jenis tepung dari berbagai tanaman.
Butir pati berbentuk pipih dan panjangnya 15 - 70 pm.
Pati garut
mengandung kirakira 20 persen amilosa, memiliki kekentalan yang tinggi
dan tahan terhadap suhu tinggi. Sebaliknya pati sagu dan ubi kayu pada
suhu tinggi viskositasnya rendah. Setelah ekstraksi pati, residu kering yang
tersisa masih mengandung air 12 persen, serat 14 persen dan pati 50 - 64
persen (Flach dan Rumawas, 1996).
Tabel 1. Hasil analisis beberapa jenis tepung.*)
Tepung
garut
Komponen
I
Energi (kal)
I Protein (g)
Tepung
singkong
I
1
355,W
0.70
1
146.00
1,29
8.00
1
33,OO
Lemak (g)
Karbohidrat (g)
I Kalsiurn (mg)
I Fosfor (mg)
1I
I
22,OO
1
40.00
I Bahan yang dapat dimakan (%)
I
100.00
1
100,00
I
I
Besi (mg)
Vitamin B1 (mg)
Kadar air (%)
I
")analisis untuk per 100 g tepung
Sumber: P.T. Aurduri (di dal& Setianingsih, 2001)
I
Manfaat Tanarnan
Masyarakat menggunakan tanaman garut terutama untuk diambil
patinya, dengan cara mengekstrak bagian rimpang.
Pati garut sering
digunakan sebagai pengental makanan, sop, saus, permen, dan dessert
seperti puding dan es krim, serta pakaian.
Dalam industri, pulp rimpang garut digunakan untuk pembuatan
kertas, cadboard, bantal, wallboanl, perekat serta bahan sabun.
Hasil
penelitian penggunaan tepung garut untuk perekat kayu lapis pada tiga taraf
kadar ekstender 10, 20 dan 30 persen serta tga taraf viskositas yaitu 3, 4
dan 6 poise menunjukkan bahwa semua kombinasi perlakuan dapat
memenuhi standar kualitas Jepang.
Dengan demikian jika dipergunakan
secara luas sebagai perekat kayu lapis maka tepung gandum yang biasa
digunakan dalam industri tersebut dapat dihemat. Sebagai gambaran, pada
tahun 1984 industri ini memerlukan 64.000 ton tepung gandum untuk bahan
perekat (Sasmuko, 1993)
Di bidang medis, pulp rimpang garut digunakan untuk rnenyembuhkan
luka, borok atau bisul, keracunan dan diarhoea. Pati ganrt juga sering
digunakan untuk makanan orang yang menderita sakit pencemaan atau
pasien di rumah sakit, karena butiran patinya yang berukuran lebih halus
dibandingkan pati singkong, jagung dan lain-lain.
Kegunaan lainnya tanaman garut untuk mensubstitusi jagung dalam
ransum broiler, sedangkan debris dan seratnya dapat digunakan untuk
makanan temak serta pembuatan kompos.
Secara tradisional daunnya
dapat digunakan sebagai pembungkus (Flach dan Rumawas, 1996). Kini
dengan rnasukan teknologi yang lebih maju dapat dihasilkan berbagai
senyawa derivatif dari pati.
Keragarnan Genetik Tananran
Pemuliaan tanaman dapat dilakukan jika tersedia keragarnan genetik
dalam suatu populasi yang akan diseleksi.
Penyediaan materi tanaman
merupakan tahapan yang sangat penting dalarn pemuliaan tanaman.
Di
alam, perbedaan - perbedaan individu dalam suatu populasi selalu dijumpai.
Keragaman tersebut ada yang bisa diwariskan atau disebut variasi genetik,
tetapi ada juga yang disebabkan oleh faktor lingkungan sehingga tidak dapat
diwariskan. Oleh karena itu seleksi tanaman bukan pekerjaan yang mudah,
periu ketelitian dan kemampuan dalam mendeteksi karakter yang dimginkan
dalam suatu populasi yang beragam. Adanya keragaman genetik tanaman
dan kemampuan rnengidentifikasinya merupakan kunci keberhasilan dalam
pemuliaan tanaman, tetapi dapat juga rnenyebabkan keputusasaan dan
kegagalan (Welsh, 1991).
Keragaman genetik dapat terjadi secara alami atau spontan, tetapi
dapat juga secara buatan. Keragaman genetik yang terjadi secara spontan
disebabkan oleh tejadinya mutasi, rekombinasi, dan migrasi gen.
Rekombinasi genetik dapat terjadi karena prkawinan secara sexual. @ada
tanaman menyerbuk sendiri tiiak terjadi mkombmasi yang disebabkan obh
perkawinan secara sexual, sekalipun aktl bersegregasi. Namun pada waktu
miosis sel gamet dapat terjadi pindah silang antar kromosom homolog,
sehingga dapat menghasilkan kombinasi genetik baru pada tanaman
menyerbuk sendiri. Tanaman garut sekaliiun perbanyakannya secara kional,
.*
tetapi masih menghasilkan bunga dan dapat rnenyerbuk silang dengan
bantuan serangga sehingga masih memiliki peluang yang besar untuk
menghasilkan rekombinan. Pada kasus migrasi gen, tidak rnenghasikan
keragaman jika spesies yang masuk ke dalam suatu populasi bersifat
hornosigot. Jika spesies tersebut heterosigot akan dihasilkan keturunan yang
berbeda genotipenya, baik antar keturunan maupun dengan tetuanya
(Suzuki, Griffiths, Miller dan Lewontin, 1993).
Mutasi spontan ialah mutasi yang tejadi secara alami yang
bemubungan dengan proses replikasi DNA, yaitu kesalahan dalam replikasi
DNA, kerusakan DNA, kesalahan saat pembelahan sei, perubahan
tautomerik,
dan
perpindahan rnateri genetik
atau elemen
loncat.
Frekuensinya dapat ditingkatkan oleh rangsangan dari luar baik faktor kimia,
f ~ i atau
k
biologis. Mutasi spontan mempunyai frekuensi yang sangat rendah
yakni sekitar
lo8
sampai 10'.
Jadi faktor luar bukan penyebab utama
terjadinya mutasi tetapi hanya meningkatkan saja (Suzuki et al., 1993).
Perubahan tautomerik ialah perubahan akibat perpindahan proton atau
inti hidrogen dari satu posisi ke posisi yang lain pada satu molekul, yang
menghasilkan turunan basa yang bersifat kurang stabil, yaitu adenin menjadi
aimino, sitosin menjadi cimino, guanin menjadi genol dan timin menjadi tenol.
Perubahan struktur ini akan mengakiatkan gangguan proofreading dalam
replikasi DNA yang menimbulkan perubahan proses perpasangan basa, atau
teqadi pergantian pasangan basa (Smith dan Wood, 1991).
Mutasi akibat elemen loncat memiliki frekuensi yang paling besar
dalam mutasi spontan. Elemen loncat ialah suatu rangkaian nukleotia yang
dapat berpindah tempat baik dalam satu molekul replikon atau antar molekul
replikon. Perpindahan ini akan menyebabkan terjadinya mutasi basa ganda
yang berupa penyisipan pada gen yang kedatangan, dan terjadi delesi pada
gen yang ditinggalkan. Perpindahan elemen loncat tejadi akibat aktif'ias
enzim transportase, yang dihasilkan oleh gen tlp
(Grierson dan Covey,
1988).
Penambahan atau pengurangan jumlah kromosom dapat terjadi
karena penyimpangan dalam proses mitosis atau miosis. Gangguan tejadi
pada saat pemisahan kromosom yang telah digandakan, sehingga kromosom
tidak dapat bersinapsis dengan sempuma. Hal ini akan menghasilkan satu
sel anak kelebihan satu kromosom dan sel anak lain kehilangan satu
kromosom. Jika gangguan tejadi pada saat sitokinesis, yaitu tidak terjadi
pembelahan sel, maka kromosom yang telah digandakan akan tetap berada
dalam satu sel sehingga sel tersebut memilikijumlah kromosom dua kali lipat
(Russel, 1986).
Menurut D'Amato (1986) beberapa aspek yang berkaitan dengan
tejadinya mutasi secara spontan pada tanaman yaitu a) peningkatan
akumulasi mutagen pada biji yang sudah tua; b) penyebaran metabolit yang
bersifat mutagenik pada tanaman yaitu substansi yang mengandung sulfur,
amine dan amida, aldehid, fenol, quinone, coumarin, alkaloid dan produk
degradasi asam nukleat; c) aneusomatik; d) pindah silang somatik; e)
struktur kromosom dahm jaringan tanaman yang
mutasi gen dan pe~bahan
berdiferensiasi; f) endoreduplikasi inti yang umum terjadi pada pteaophyta
dan angiospema, tetapi tidak terjadi pada gymnosperma; g) terbentuknya
kimera pada tanaman yang dipehanyak secara klonal.
Analisis Keragaman Genetik Berdasarkan Penanda DNA
Keragaman genetik tanaman merupakan modal utama dalam
pemuliaan tanaman.
Kemajuan di bidang biologi molekuler telah
mernberikan sumbangan yang besar dalam studi keragaman genetik, yaitu
dengan melakukan analisis pada tingkat molekul DNA. Beberapa rnetode
analisis profil DNA yang dapat digunakan untuk menentukan keragaman
m
2)
genetik antara lain: 1) Restriction Fragment Length ~ o l y m o ~ i s(RFLP),
Random AmplT~dPolymophk DNA (RAPD) dan 3 ) Amplfied Fragment
Length Polymorphism (AFLP).
Penemuan teknik Polymemse Chain Reaction (PCR) dan automatisasi
peralatannya telah memberikan sumbangan yang besar dahm memacu
perkembangan bidang biologi molekuler dan genetika. PCR adalah suatu
teknik amplifikasi sekuen DNA dengan menggunakan primer utas DNA yang
komplementer. Reaksi ini memerlukan enzim polirnerase DNA untuk sintesis
utas DNA yang komplementer dengan DNA cetakan utas tunggal yang
arahnya dari ujung 5' ke ujung 3'.
Pada tahun 1990, dua kelompok yang bekerja secara terpisah
menemukan suatu teknik untuk mendeteksi polimorfiime sekuen nukleotida
yang merupakan modifikasi PCR dengan menggunakan satu buah primer
tanpa periu mengetahui sekuen DNA (Welsh dan McClelland, 1990; Williams
et al.,
1990).
Dalam penelitiannya Welsh dan McClelland (1990)
menunjukkan terjadinya amplifikasi sebagian dari genom oleh satu buah
-
*
primer, dan pola pita hasil eiektroforesisnya dapat digunakan sebagai sidik
jari DNA suatu organisme. Sedangkan Williams et al. (1990) mendapatkan
polimorfisme dari ukuran DNA yang terarnplifika.si oleh satu primer
oligonukleotida dan berlaku seperti marka fenotipe dalam genetika Mendei.
Marka hasil amplifikasi dengan PCR ini disebut sebagai marka RAPD.
Selanjutnya banyak peneliti menggunakan teknik ini untuk studi genetika
tennasuk keragaman genetik.
Teknik RAPD memiliki kelebihan dibandingka~idengan teknik lainnya,
yakni lebih sederhana. Dengan hanya menggunakan beberapa nanogram
DNA total genom telah mampu mendeteksi pola pitanya, serta primer
oligonukleotida yang digunakan relatif pendek yaitu hanya 10 sampai 20-mer.
Dengan menggunakan teknik PCR maka amplifikasi DNA dapat dilakukan
secara cepat dengan hasil yang lebih baik (Tingey et al., 1992). Menurut Liu
dan Fumier (1993) penggunaan penanda RAPD memperlihatkan keragaman
yang lebih tinggi dibandingkan dengan isozim dan RFLP. Namun teknik ini
juga masih memiliki kekurangan yakni t i a k mampu mengidentiifikasi
heterozigot (Waugh, 1997).
Kini, para peneliti bidang genetika dan biologi molekuler banyak
menggunakan teknik RAPD karena beberapa alasan yaitu: 1) tidak perlu
mengetahui latar belakang genom yang diteliti, 2) pelaksanaannya lebih
cepat dan sederhana dibandingkan teknik lain, seperti RFLP lebih rumit
karena memerlukan banyak tahapan, 3) beberapa jenis primer acak yang
umum digunakan telah tersedia dan diperjualbelikan, serta dapat digunakan
untuk analisis genomik hampir semua organisme (Welsh dan McCleland,
1990; William et al., 1990). Oleh karena itu analisis keragaman genetik
dengan teknik RAPD cukup potensial karena selain rnemiliki kelebihan
tersebut juga mampu menghasilkan karakter yang tidak terbatas jumlahnya.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dan dikontrol dengan cermat dalam
analisis FWPD adalah hal-ha1 yang mempengaruhi amplifikasi DNA pada
waktu proses PCR yaitu: konsentrasi DNA contoh, ukuran panjang primer,
komposisi primer, konsentrasi ion magnesium dan jumlah Tag DNA-
polymerase yang digunakan (Tingey et al., 1992).
Analisis Keragaman Genetrk Berdasarkan Penanda Nlorfologl
Secara tradisional, identifikasi tanaman dan analisis hubungan
kekerabatan antartanaman dilakukan secara kombinasi rnenggunakan
penanda morfologi, sifat agronomi atau analisis biokimia seperti isozim
PJaugh,
1997).
Analisis
keragaman morfologi dilakukan dengan
menggunakan data hasil pengamatan atau pengukuran karakter morfologi
tertentu (Falconer, 1970). Pada tanaman Pankum colomtum L. karakter
lebar daun dan pertumbuhan akar kecambah dapat diwariskan secara
konsisten selama dua tahun (Young, 1994).
Kelemahan analisis keragaman genetik rnenggunakan penanda
morfologi adalah sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan, rnemperlihatkan
penurunan sifat dominan - resesif, dan memiliki tingkat keragaman atau
polimorfisme yang rendah (Asiedu et al., 1989; Tanksley et al., 1989). Pada
tanaman kentang wama batang dipengaruhi oleh keadaan lingkungan dan
umur. Biasanya pada umur tenaman yang lebih tua batang akan bennrarna
lebih menyoiok. Demikian juga halnya pada tanah yang subur dan kondisi
kering. Sedangkan jumlah bunga yang menyusun karangan bunga akan
dipengaruhi oleh suhu, kelembaban dan cahaya. Jumlah bunga lebih banyak
dalam keadaan cukup cahaya dan suhu tinggi dibandingkan dengan kurang
cahaya, suhu rendah dan kelembaban tinggi. Sedangkan kandungan ion
besi yang tinggi dapat mengakibatkan tanaman berbunga lambat, jumlah
bunga berkurang, dan masa berbunganya pendek. Bentuk umbi dipengaruhi
oleh cara bertanam, keadaan lingkungan tumbuh dan penyaki (Burton,
1996).
Beberapa studi genetika telah menunjukkan adanya keragaman
genetik pada tanaman yang diperbanyak secara vegetatii maupun generatif.
Bahkan seleksi tanaman tersebut telah menghasilkan varietas tanarnan baru.
Clements, Buirchell dan Cowling (1996) telah rnernpelajari hubungan
keragaman morfologi tanaman Lupinus pdosus dengan daerah geografi
asalnya, hasilnya rnenunjukkan bahwa terdapat keragaman yang nyata pada
karakter vegetatif dan reproduktif, seperti pembungaan, percabangan, tinggi
rendah produksi polong pada batang utama, dan jumlah biji per polong. Tipe
liar dari Israel memiliki polong sedikit, hasil biji rendah, nodulasi akar kurang,
daun pucat dan kecil. Tipe liar dari Turki pernbungaannya lambat, tetapi
pertumbuhannya cepat. Sedangkan f i e ornamental dari Eropa dan Australia
terrnasuk kelompok yang memiliki bunga putih, ungu dan merah muda,
dengan pertumbuhan awal yang tegar. Disamping itu ditemukan juga tipe biji
halus dengan pembungaan lambat dan pendek, serta tipe biji yang kasar dari
Syria.
Pada tanaman in vitm sering terjadi epigenik, yaitu penampilan
morfologi berbeda tetapi secara genetik t i a k bett>eda.
Seperti hasil
penelitian Denton, Wescott dan Ford-Lord (1977) menunjukkan adanya
keragaman fenotipe pada tanaman hasil regenerasi dari kultur pucuk, tetapi
setelah dilakukan elektroforesis protein tidak q h a s i l k a n p e w a a n yang
nyata.
Tanggap Tanarnan Terhadap Intensitas Cahaya
Radiasi matahari me~pakansumber energi utama bagi tanaman.
Tiga unsur radiasi matahari yang penting bagi tanaman adalah intensitas
cahaya, kualitas cahaya dan lama penyinaran. Intensitas cahaya adalah
jumlah cahaya yang diterima setiap luasan permukaan daun dalam jangka
waktu tertentu. Sedangkan kualiis atau panjang gelombang cahaya yang
memiliki tingkat energi yang cocok untuk fotosintesis adalah 390 - 760 nm,
yaitu cahaya tampak. Cahaya dengan panjang gelombang dibawah 390 nm
memiliki terlalu banyak energi, sedangkan di atas 760 nm tidak memiliki
cukup energi (Gardner, Pearce dan Mitchell, 1991).
Secara fisiologis, cahaya mempunyai pengaruh baik langsung maupun
tidak langsung. Pada metabolisrne, cahaya berpengaruh langsung melalui
fotosintesis, dan pengaruh tidak langsungnya rnelalui perturnbuhan dan
perkembangan tanaman. Beberapa proses perkembangan tanaman yang
dipengaruhi cahaya yaitu perkecambahan, perpanjangan batang, pembukaan
hipokotil, perluasan daun, sintesis klorofil, gerakan batang, gerakan daun,
pembukaan bunga dan dorrnansi tunas (Fitter dan Hay, 1998).
Cahaya
sangat besar peranannya dalam proses fsiologi tanaman, seperti
fotosintesis, respirasi, pertumbuhan dan perkembangan tanaman, penutupan
dan
pembukaan
perkecambahan.
stomata,
berbagai
pergerakan
tanaman
dan
Selain itu penyinaran matahari juga mempengaruhi
pertumbuhan, reproduksi dan hasil tanaman rnelalui proses fotosintesis dan
fotoperiodisitas (Salisbury dan Ross, 1992; Taiz dan Zeiger, 1991).
Terhadap kondisi intensitas cahaya rendah terdapat tiga altematii
tanggap tanaman, yaitu: a) pengumngan kecepatan respirasi, b) peningkatan
luas daun untuk rnempehesar luas perrnukaan daun yang mengabsorki
cahaya, c) peningkatan kecepatan fotosintesis setiip unit energi cahaya dan
luas daun. Ketiia cam tersebut diadaptasikan oleh tanarnan yang temaungi,
tetapi akan menimbulkan hambatan
1981).
-
hambatan tertentu (Fier dan Hay,
Hale dan Orchut (1987) menyatakan bahwa adaptasi terhadap
naungan pada dasamya mehlui dua cam, yaitu: a) peningkatan luas daun
sebagai upaya mengurangi penggunaan metabolit, dan b) mengurangijumlah
cahaya yang ditransmisikan dan yang direfleksikan. Sedangkan perbedaan
tanggap tanaman terhadap radiasi matahari sangat ditentukan oleh faktor
genetii, seperti struktur daun akan menentukan jumlah energi matahari yang
diterima tanaman.
Adaptasi Anatomi dan Morfologi.
Cahaya dapat mempengaruhi anatomi dan morfologi
tanaman.
Perubahan rasio luas daun terhadap berat menunjukkan adanya perubahan
anatomi di dalam lapisan mesofil dan palisade. Pada kondisi kurang cahaya
atau temaungi rasio luas daun terhadap berat menjadi tinggi, atau lapisan
daun rnenjadi tipis. Pada umumnya, lapisan palisade akan berkurang dari 2
- 3 sel menjadi satu sel pada daun - daun yang temaungi atau daun yang
resisten terhadap naungan (Fitter dan Hay, 1998). Taiz dan Zeiger (1991)
menyatakan bahwa lapisan palisade dapat berubah sesuai kondisi cahaya
agar tanaman menjadi efisien dalam menyimpan energi cahaya yang
dibutuhkan untuk perkembangannya.
yang berasal dari tempat terbuka,
Pada tanarnan Sdidago virgauma
pada intensitas cahaya tinggi
menyebabkan penebahn daun sehingga menurunkan nrsistensinya tehadap
difusi C02 karena ruang pori di dalam lapisan mesofil meningkat (Holmgren,
di dalam Fitter dan Hay 1998). Sedangkan tanaman dari habiat kurang
cahaya atau ternaungi tidak memperlihatkan respon yang demikian.
Cahaya -.mempengaruhi orientasi kloroplas tanaman, seperti pada
intensitas cahaya rendah kloroplas akan mengumpul pada dua bagian, yaitu
pada kedua sisi dinding sel terdekat dan tejauh dari cahaya (Salisbury dan
Ross, 1992). Hal tersebut sering menyebabkan wama daun lebih hijau,
karena posisi kloroplas yang terkonsentrasi pada permukaan daun.
Intensitas cahaya juga akan mempengaruhi bentuk dan anatomi daun
terrnasuk sel epidermis dan tipe sel mesofil. Perubahan tersebut sebagai
mekanisme untuk pengendalian kualitas dan jumlah cahaya yang dapat
dimanfaatkan oleh kloroplas daun (Fitter dan Hay, 1998).
Perubahan Kandungan Klorofil.
Kandungan kloroplas tanaman dipengaruhi oleh intensitas cahaya
matahari, jumlahnya akan berbeda antara tanaman yang rnendapat sinar
matahari penuh dengan tanaman yang dinaungi.
Tanaman temaungi
mempunyai grana yang iebh besar, sekiir 100 tilakoid per granum yang
terletak tidak teratur dalam kloroplas. Proporsi lamela pembentuk grana dan
rasio rnembran tilakoidistmma lebih besar sehingga kandungan klomfil per
luas daun lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman yang mendapat sinar
matahari penuh.
Dalam keadaan normal, peralatan fotosintetik seperti klorofil akan
mengalami proses kerusakan, degradasi dan perbaikan.
Kemampuan
melawan degradasi klorofil sangat penting, akan menentukan daya adaptasi
terhadap naungan. Tanaman yang mampu beradaptasi pada kondisi kurang
cahaya atau temaungi memiliki kemampuan rneningkatkan jumlah kloroplas
per satuan luas daun (Hale dan Orchut, 1987) dan juga meningkatkan jumlah
klorofil dalam kloroplas (Okada et al., 1992).
Hal ini ditunjukkan oleh
genotipe padi gogo toleran yakni memiliki kandungan klorofil a dan b lebih
tinggi dibanding yang peka (Chowdury et al., 1994;
Sulistyono, 1998).
Sejalan dengan itu Hidema et al. (1992) melaporkan bahwa tejadinya
penurunan rasio klorofil a/b karena meningkatnya klorofil b pada tanaman
yang dinaungi, yang berkaitan dengan peningkatan klorofil a& pada LHC 11.
Membesarnya antena untuk fotosistem I1 ini akan mempertinggi efisiensi
pemanenan cahaya. Walaupun kandungan kiorofil tinggi, rendahnya laju
fotosintesis sering disebabkan oleh tingginya resistensi stomata dan
rendahnya aktifiis Ribulose bifosfat (RuBP) ( Murty dan Sahu, 1987).
Perubahan Fisiologi dan Biokimia.
Pada umumnya, kemampuan tanaman dalam mengatasi cekaman
cahaya akan tergantung kepada kemampuan tanaman dalam melanjutkan
proses fotosintesis dalam kondisi defisit cahaya. Cekaman intensitas cahaya
rendah atau naungan akan segera berpengaruh terttadap penurunan
kandungan karbohidrat, terutama fruktosa dan sukrosa, dan selanjutnya akan
tejadi berbagai perubahan dalam proses metabolisme pada tanaman
(Kephart, Buxton, dan Taylor, 1992). .
Enzim rubisco memiliki peranan penting dalam proses fotosintesis,
yaitu
mengikat COz dan rnenghasilkan 3-PGA dalam siklus Calvin.
Jumlahnya dalam daun kira-kira 20 - 30% dari total N daun. Perubahan
fisiologi dan biokirnia akibat cekaman cahaya, salah satu diantaranya adalah
perubahan jumlah N daun, termasuk rubisco dan aktifitasnya (Portis, 1992).
lntensitas
cahaya
rendah menyebabkan aktifitas
rubisco - menurun
(Bruggeman dan Danbom, 1993). Dipeikirakan genotipe toleran naungan
akan rnemiliki aktiias rubisco yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang
peka pada intensitas cahaya rendah.
lntensitas cahaya juga mempenga~hidistribusi N pada daun. Pada
saat pembungaan padi intensitas cahaya rendah menyebabkan penurunan
kandungan karbohidrat, protein, auksin, prolin dan sitokinin.
kandungan giberelin dan N terlarut pada matai rneningkat.
Namun
Peningkatan
sterilitas tanaman padi dalam kondisi cahaya rendah disebabkan oleh
gangguan metabolisme N dan akumulasi N terlarut dalam panikel, sehingga
tejadi gangguan dalam pengisian biji (Murty dan Sahu, 1987; Chaturvedi et
al., 1994). Pada galur kedelai toleran naungan, telah dilakukan karakterisasi
dan memberikan gambaran hubungan antara enzim rubisco, N terlanrt dalam
daun dan protein terlarut serta aktiiis enzirn nitrat reduktase (NR).
Chowduq et al., (1994) melaporkan bahwa pada kultiiar padi toleran
naungan aktiiis NR lebih tinggi dibandingkan dengan yang peka.
Hubungan antara cekaman cahaya - mndah dengan penurunan
karbohidrat dapat dijelaskan dalam beberapa hal. Reaksi pembentukan pati
dikatalisis oleh enzim ADP-glukosa pymfosforilase yang mengatur aliran
karbon. Intensitas cahaya rendah menyebabkan menurunnya pembentukan
3-PGA,
yang
menyebabkan
hambatan
kerja
enzim
ADPglukosa
pyrofosfatase karena adanya Pi yang berinteraksi dengan 3-PGA. Thome
dan Koller (1974) melaporkan bahwa pemberian naungan menyebabkan
penurunan kandungan pati pada daun kedelai, sementara sukrosa
mengalami kenaikkan. Sebaliknya, perimbangan antara pati dan sukrosa
tersebut berubah kembali seperti semula setelah perlakuan naungan
dihentikan.
Pada intensitas cahaya mndah tejadi gangguan translokasi
karbohidrat. Pada kondisi ini, gula total yang sebagian besar berupa gula
non-reduksi dan pati, rnenurun pada seluruh bagian tanarnan. Hal lain yang
menyebabkan penurunan karbohidrat pada intensitas cahaya mndah adalah
tejadinya peningkatan resistensi stomata dan sel-sel mesofil terhadap
pertukaran C02, sehingga proses sintesis karbohidrat terganggu. Demikian
juga halnya, penunrnan aktiias karboksilase dan RuBP pada intensitas
cahaya rendah (Thorne dan Koller, 1974).
Download