PR-Tri Vita-Laporan praktek

advertisement
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO.27
MANGGARAI JAKARTA SELATAN
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
TRI VITA PR
ATIWI, S. Far6330204
TRI VITA PRATIWI, S.Farm
1206330204
ANGKATAN LXXVII
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JANUARI 2014
Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO.27
MANGGARAI JAKARTA SELATAN
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker
TRI VITA PRATIWI, S.Farm
1206330204
ANGKATAN LXXVII
T
Farm.
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JANUARI 2014
ii Vita, FF UI, 2014
Laporan praktek….., Tri
Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
iv
Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbil’alamin,
rasa
syukur
tak
henti-hentinya
penulis
panjatkan kepada Allah SWT, karena atas kuasa Allah jualah penulis dapat
melaksanakan kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek
Keselamatan, Jalan Keselamatan No 27 Manggarai Jakarta Selatan yang
dilaksanakan mulai tanggal 17 Juni - 26 Juli 2013 dan menyelesaikan laporan ini.
Kegiatan PKPA dan penyusunan laporan PKPA ini merupakan bagian dari
kegiatan perkuliahan Program Pendidikan Profesi Apoteker yang bertujuan untuk
meningkatkan pemahaman dan mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh selama
masa perkuliahan. Penulisan laporan ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan, dan
arahan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan
ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :
1. Dr. Mahdi Jufri, M.Si., Apt., sebagai Dekan Fakultas Farmasi Universitas
Indonesia
yang
telah
memberikan
kesempatan
kepada
penulis
untuk
melaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini.
2. Prof. Dr. Yahdiana Harahap, MS., Apt., sebagai Pjs. Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Indonesia sampai dengan tanggal 20 Desember 2013.
3. Dr. Harmita, Apt., sebagai ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi
Universitas Indonesia yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada
penulis selama masa perkuliahan dan PKPA berlangsung.
4. Dra. Azizahwati, M.S., Apt., sebagai dosen pembimbing PKPA di Apotek
Keselamatan yang telah membimbing dengan sabar dan mengarahkan penulis
dengan penuh kesungguhan hati selama PKPA berlangsung
5. Dr. Dra. Nelly D. Leswara, M.Sc., Apt., sebagai dosen internal yang telah
memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis selama PKPA berlangsung.
6. Seluruh staf Apotek Keselamatan yang telah menerima, mendukung, dan
membantu penulis selama melaksanakan kegiatan PKPA
7. Seluruh staf pengajar, Tata Usaha, dan karyawan di Program Profesi Apoteker
Fakultas Farmasi UI yang telah banyak membagi ilmu dan hikmah yang akan
menjadi penerang dan penuntun dalam menjalani kehidupan.
8. Orang tua, kakak-kakak, dan Mas Aji yang penulis kasihi, yang cinta dan
kasihnya tak pernah berhenti, selalu mendo’akan dan memberikan perhatian baik
moril maupun materil.
v Vita, FF UI, 2014
Laporan praktek….., Tri
9. Rekan-rekan seperjuangan mahasiswa Apoteker angkatan 77 yang selalu
bersemangat dan saling menyemangati untuk terus belajar.
10. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Semoga Allah SWT yang Maha Pengasih dan Penyayang membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu penulis. Penulis berharap semoga
pengalaman, pengetahuan, dan pembelajaran hidup yang penulis dapat selama PKPA
yang dituangkan dalam laporan ini dapat memberikan manfaat khususnya bagi
perkembangan ilmu farmasi, umumnya ilmu pengetahuan lainnya.
Penulis,
2014
vi Vita, FF UI, 2014
Laporan praktek….., Tri
vii
Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
ABSTRAK
Nama
Program Studi
Judul
: Tri Vita Pratiwi, S.Farm
: Profesi Apoteker
: Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
di Apotek Keselamatan Jalan Keselamatan No.27
Manggarai Jakarta Selatan
Apotek merupakan suatu tempat pengabdian profesi apoteker yang telah mengucapkan sumpah
jabatan, tempat dilakukannya praktek kefarmasian, dan tempat penyaluran perbekalan farmasi
kepada masyarakat. Apoteker perlu mengetahui cara melakukan pengelolaan sediaan farmasi
yang tepat sehingga sediaan farmasi selalu tersedia di apotek dan siap disalurkan pada
masyarakat yang memerlukan. Apoteker juga harus mengetahui praktek pelayanan kefarmasian
terhadap pasien secara profesional yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan etika
profesi. Untuk itu Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia
mengadakan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Keselamatan periode 17 Juni-26 Juli
2013. Berdasarkan pengamatan selama praktek kerja di apotek, pengelolaan sediaan farmasi di
apotek meliputi kegiatan administrasi, manajemen keuangan, pengadaan, penyimpanan, dan
pelayanan kefarmasian terutama pelayanan swamedikasi. Semua pengelolaan sediaan farmasi di
apotek tersebut telah dilakukan dengan baik sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan
etika profesi yang berlaku. Pembuatan media promosi kesehatan dalam bentuk poster tentang
demam pada anak menjadi tugas khusus yang diberikan dalam praktek kerja profesi apoteker ini.
Kata Kunci : apotek, apoteker, praktek kerja, pelayanan kefarmasian, pengelolaan sediaan
farmasi.
Laporan Tugas Umum : xiv+ 93 halaman; 5 gambar; 2 tabel; 23 lampiran
Laporan Tugas Khusus : iii +23 halaman; 5 lampiran
Daftar Acuan Laporan Tugas Umum : 26 (1976-2013)
Daftar Acuan Laporan Tugas Khusus : 15 (1993-2013)
viii
Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
ABSTRACT
Name
Program Study
Title
: Tri Vita Pratiwi, S.Farm
: Apothecary
: The Professional Field Work of Apothecary Report at
Keselamatan Pharmacy, Keselamatan st. No 27 ManggaraiSouth Jakarta
Pharmacy is place for Pharmacists who have taken an occupation oath to make a
professional dedication. It is also place for pharmaceutical professional practice and
pharmacy goods distribution to society. Pharmacists have to know managing the
pharmacy goods with the right method for its availability. They must also ready to
distribute pharmacy goods for society who needed. They also must know about
pharmaceutical care to patient professionally appropriate with rules and professional
ethics. Therefore, the Professional of Apothecary Program, Faculty of Pharmacy
University of Indonesia held a Professional Field Work of Apothecary at
Keselamatan Pharmacy, period of June17th- July26th, 2013. Based on an observation,
managing goods of pharmacy consist of administration, financial management,
procurement, storage, and pharmaceutical care especially self-medication. All
managing of goods in pharmacy has been done well appropriate with rules and
professional ethics. The special assignment which given during this fieldwork is
making a health promotion media about fever in children.
Key Words : pharmacy, pharmacist, fieldwork, pharmaceutical care, managing goods
of pharmacy.
General Assignment Report : xiv+ 93 pages; 5 pictures; 2 table; 23 appendix
Special Assignment Report : iii +23 pages; 5 appendix
General Assignment Report Bibliography: 26 (1976-2013)
Special Assignment Report Bibliography : 15 (1993-2013)
ix
Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL .............................................................................
HALAMAN JUDUL.................................................................................
HALAMAN PENGESAHAN...................................................................
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS………………………….
KATA PENGANTAR ..............................................................................
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS……………...
ABSTRAK…………………………………………………………………..
ABSTRACT…………………………………………………………………
DAFTAR ISI.............................................................................................
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………….
DAFTAR TABEL………………………………………………………….
DAFTAR LAMPIRAN.............................................................................
Halaman
i
ii
iii
iv
v
vii
viii
ix
x
xii
xiii
xiv
BAB 1 PENDAHULUAN ......................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ..................................................................... 1
1.2 Tujuan………………………………………………………... 2
BAB 2 TINJAUAN UMUM .......................................................................
2.1. Definisi Apotek……………………………………………… ..
2.2. Landasan Hukum Apotek…………………………………… ...
2.3 Tugas dan Fungsi Apotek…………………………………… ...
2.4. Studi Kelayakan Pendirian Apotek…………………………….
2.5. Tata Cara Perizinan Apotek……………………………………
2.6. Persyaratan Sarana dan Prasarana Apotek……………………..
2.7. Pecabutan Izin Apotek…………………………………………
2.8. Apoteker Pengelola Apotek……………………………………
2.9. Pengalihan Tanggung Jawab Apoteker.....................................
2.10. Pengelolaan Apotek………………………………………......
2.11. Sediaan Farmasi………………………………………… .......
2.12. Pelayanan Apotek…………………………………….............
2.13. Pengadaan Persediaan Apotek………......................................
2.14. Pengendalian Persediaan Apotek……………………………..
2.15. Strategi Pemasaran Apotek……………………………… ......
3
3
3
4
4
6
7
9
10
11
12
13
21
28
29
35
BAB 3 TINJAUAN KHUSUS APOTEK KESELAMATAN ........... ......
3.1. Pendahuluan ……………………………………………… ......
3.2. Lokasi dan Tata Ruang ……………………………………......
3.3 Sumber Daya Manusia………..…… ........................................
3.4. Tugas dan Fungsi Tiap Jabatan …………………………… .....
3.5. Pengelolaan Obat dan Perbekalan Kesehatan Lainnya……… ..
3.6. Pelayanan Apotek …………………….....................................
3.7. Pengelolaan Narkotika ………………………………………...
3.8. Pengelolaan Psikotropika …………………………………… ..
3.9. Kegiatan Administrasi dan Keuangan.......................................
37
37
37
38
38
40
42
44
45
46
BAB 4 PEMBAHASAN............................................................................
48
Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
x
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN .....................................................
5.1 Kesimpulan ..........................................................................
5.2 Saran……………………………………………………… ...
56
56
56
DAFTAR ACUAN....................................................................................
57
Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Penandaan Obat Bebas ……………………………………… .
Gambar 2.2 Penandaan Obat Bebas Terbatas ……………………………...
Gambar 2.3 Penandaan Obat Keras ……………………………………......
Gambar 2.4 Penandaan Obat Narkotika …………………………...............
Gambar 2.5 Diagram Model Pengendalian Persediaan ……………………
Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
xii
13
13
14
15
32
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Penggolongan Tanda Peringatan Obat Bebas Terbatas ................
Tabel 2.2 Matriks Analisis ABC-VEN …………………………… ............
Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
xiii
14
34
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Contoh Formulir APT-1 ………………………… ...............
Lampiran 2. Contoh Formulir APT-2 ………………………… ................
Lampiran 3. Contoh Formulir APT-3 …………………………… ............
Lampiran 4. Contoh Formulir APT-4 ………………………… ................
Lampiran 5. Contoh Formulir APT-5 ……………………........................
Lampiran 6. Contoh Formulir APT-6 ………………………… ................
Lampiran 7. Contoh Formulir APT-7 ………………………… ................
Lampiran 8. Surat Pesanan Narkotika ……………………………............
Lampiran 9. Laporan Narkotika SIPNAP ………………………… ..........
Lampiran 10. Surat Pesanan Psikotropika …………………… ...................
Lampiran 11. Laporan Psikotropika SIPNAP ………………………… ......
Lampiran 12. Lokasi Apotek Keselamatan ………………………… ..........
Lampiran 13. Denah Ruangan Apotek Keselamatan ………………………
Lampiran 14. Desain Eksterior Apotek Keselamatan …………………… ..
Lampiran 15. Desain Obat-obat OTC Apotek Keselamatan……………… .
Lampiran 16. Desain Obat-obat Ethical Apotek Keselamatan …………….
Lampiran 17. Surat Pesanan Apotek Keselamatan ………………………...
Lampiran 18. Tanda Terima Tukar Faktur Apotek Keselamatan ………….
Lampiran 19. Kartu stok barang Apotek Keselamatan …………………….
Lampiran 20. Etiket obat Apotek Keselamatan …………………………....
Lampiran 21. Salinan resep Apotek Keselamatan …………………………
Lampiran 22. Kuitansi Apotek Keselamatan ……………………………....
Lampiran 23. Alur Penerimaan Barang di Apotek Keselamatan ………… .
Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
xiv
60
62
63
69
70
73
74
75
76
79
80
82
83
84
85
86
87
88
89
90
91
92
93
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Kesehatan merupakan Hak Asasi Manusia (HAM) dan salah satu unsur
kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia. Oleh
karena itu setiap kegiatan dan upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat
yang
setinggi-tingginya
dilaksanakan
prinsip
non-diskriminatif,
partisipatif, perlindungan, dan berkelanjutan yang sangat penting artinya bagi
pembentukan Sumber Daya Manusia Indonesia, peningkatan ketahanan dan daya
saing bangsa, serta pembangunan nasional. Untuk mewujudkan derajat kesehatan
yang setinggi-tingginya bagi masyarakat, diselenggarakan upaya kesehatan yang
terpadu dan menyeluruh dalam bentuk upaya kesehatan perseorangan dan upaya
kesehatan masyarakat. Upaya kesehatan diselenggarakan dalam bentuk kegiatan
dengan pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang dilaksanakan
secara terpadu, menyeluruh, dan berkesinambungan. Pembangunan sarana-sarana
pelayanan kesehatan termasuk di dalam upaya kesehatan. Hal ini dimaksudkan agar
masyarakat mendapatkan pelayanan kesehatan dengan baik dan optimal sehingga
meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan untuk hidup sehat (Presiden RI,
2009a).
Apotek merupakan suatu sarana pelayanan kesehatan, tempat pengabdian
profesi apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan, tempat dilakukannya
praktek kefarmasian, dan tempat penyaluran perbekalan farmasi kepada masyarakat.
Keberadaan apotek di lingkungan masyarakat ditujukan untuk menjamin tersedianya
sediaan farmasi yang cukup bagi masyarakat. Untuk mencapai tujuan ini, maka
apoteker perlu mengetahui cara melakukan pengelolaan sediaan farmasi yang tepat
sehingga sediaan farmasi selalu tersedia di apotek dan siap disalurkan pada
masyarakat yang memerlukan. Pengelolaan sediaan farmasi oleh apoteker merupakan
suatu siklus yang berkesinambungan, dimulai dari tahap perencanaan, pengadaan,
penerimaan, penyimpanan, distribusi, pemantauan, evaluasi, dan kembali lagi pada
tahap perencanaan. Keterampilan seorang apoteker dalam mengendalikan siklus
pengelolaan sediaan farmasi akan menentukan keberhasilan suatu apotek dalam
menjalankan fungsinya bagi masyarakat (Presiden RI, 2009b).
Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
1
Universitas Indonesia
2
Berdasarkan hal tersebut, Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi
Universitas Indonesia mengadakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di apotek
bagi para calon apoteker sebagai salah satu upaya untuk menyiapkan diri agar
memiliki bekal pengetahuan dan pemahaman tentang apotek yaitu dalam hal
pelaksanaan pelayanan kefarmasian dan pengelolaan apotek. Salah satu apotek yang
menjadi tempat pelaksanaan PKPA tersebut adalah Apotek Keselamatan. PKPA
dilaksanakan mulai tanggal 17 Juni hingga 26 Juli 2013 dan diharapkan calon
apoteker dapat meningkatkan wawasan, pengetahuan, dan keterampilan dalam
melakukan pengelolaan sediaan farmasi dan pelayanan pasien di apotek.
1.2
Tujuan
Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Keselamatan bertujuan agar calon
apoteker :
a
Mengetahui dan memahami peran seorang apoteker dalam pengelolaan apotek
yang meliputi kegiatan administrasi, manajemen keuangan, pengadaan,
penyimpanan, dan penjualan perbekalan farmasi.
b Mempelajari dan memahami praktek pelayanan kefarmasian terhadap pasien di
apotek secara profesional sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan
etika yang berlaku dalam sistem pelayanan kefarmasian di Indonesia.
Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN UMUM
2.1.
Definisi Apotek
Definisi apotek menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No. 1332/MENKES/SK/X/2002 yaitu sebagai suatu tempat tertentu dilakukannya
pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya
kepada masyarakat. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51
Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian Pasal 1, yang dimaksud dengan apotek
adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh
apoteker.
Menurut PP No 51 tahun 2009, pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan
termasuk
pengendalian
mutu
sediaan
farmasi,
pengamanan,
pengadaan,
penyimpanan dan pendistribusian obat atau penyaluran obat, pengelolaan obat,
pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan
obat, bahan obat dan obat tradisional. Pelayanan kefarmasian yang dilakukan oleh
apoteker meliputi pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang
berkaitan dengan sediaan farmasi dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai
hasil yang pasti untuk meningkatkan kualitas kehidupan pasien.
2.2.
Landasan Hukum Apotek
Dalam menjalankan praktek kefarmasiannya, apotek sebagai fasilitas
pelayanan kefarmasian berlandaskan pada:
a. Undang-Undang Negara:
1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang
Kesehatan.
2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang
Narkotika.
3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 Tentang
Psikotropika.
b. Peraturan Pemerintah:
1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 Tentang
Pekerjaan Kefarmasian.
Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
3
Universitas Indonesia
4
2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1980 Tentang
Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1965 tentang Apotek.
3) Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1965 tentang Apotek.
c. Peraturan Menteri Kesehatan:
1) Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
889/Menkes/Per/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja
Tenaga Kefarmasian.
2) Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
922/Menkes/Per/X/1993 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin
Apotek.
d. Keputusan Menteri Kesehatan:
1) Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
1027/Menkes/SK/IX/2004 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek.
2) Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
1332/Menkes/SK/X/2002 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 922/Menkes/Per/X/1993 Tentang
Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek.
2.3
Tugas dan Fungsi Apotek
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun
1980, tugas dan fungsi apotek adalah sebagai berikut :
a. Tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan sumpah
jabatan.
b. Sarana farmasi yang melaksanakan peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran
dan penyerahan atau obat atau bahan obat.
c. Sarana penyalur perbekalan farmasi yang harus menyebarkan obat yang
diperlukan masyarakat secara meluas dan merata.
2.4
Studi Kelayakan Pendirian Apotek
Studi kelayakan (feasibility study) adalah suatu metode penjajakan gagasan
(idea) suatu proyek, dalam hal ini adalah pendirian usaha apotek, mengenai
kemungkinan usaha tersebut layak atau tidak untuk dilaksanakan. Fungsi dari studi
kelayakan sebagai pedoman pelaksanaan pekerjaan karena dibuat berdasarkan datadata dari berbagai sumber
yang
dianalisis
dariFFbanyak
Laporan
praktek…..,
Tri Vita,
UI, 2014 aspek. Keberhasilan studi
Universitas Indonesia
5
kelayakan dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu kemampuan sumber daya internal
(kemampuan manajemen, kualitas pelayanan, produk) dan lingkungan eksternal
(pertumbuhan pasar, pesaing, perubahan peraturan) (Umar, 2011).
Tahapan pembuatan studi kelayakan terdiri dari tahap penemuan gagasan,
penelitian lapangan, evaluasi data, pembuatan rencana, dan pelaksanaan rencana
kerja. Pada tahap penemuan gagasan harus selalu diperhatikan tentang kriteria
gagasan yang baik untuk selanjutnya didiskusikan dan dianalisis. Adapun kriteria
gagasan yang baik adalah sesuai dengan visi organisasi, menguntungkan organisasi,
sesuai dengan kemampuan sumber daya organisasi, tidak bertentangan dengan
peraturan yang berlaku, dan aman untuk jangka panjang. Apabila hasil analisis
gagasan memberikan gambaran yang baik bagi organisasi di masa mendatang, maka
gagasan tersebut ditindaklanjuti dengan penelitian di lapangan. Data-data yang
dibutuhkan saat melakukan penelitian lapangan adalah data ilmiah (nilai strategis
lokasi, data kelas konsumen, peraturan yang berlaku, tingkat persaingan) dan data
non ilmiah (intuisi yang diperoleh setelah melihat lokasi dan kondisi lingkungan di
sekitarnya) (Umar, 2011).
Menurut Umar (2011), setelah penelitian lapangan selesai dilakukan, data-data
hasil penelitian tersebut dievaluasi dengan cara:
a
Memperhatikan beberapa faktor yang berpengaruh, yang terdiri dari faktor
eksternal (tipe konsumen, tingkat keuntungan yang akan diperoleh, kondisi
keamanan, peraturan yang berlaku) dan faktor internal (keuangan, produk, tenaga
kerja, kemampuan manajemen).
b Membuat usulan proyek yang meliputi:
1) Pendahuluan, mengenai latar belakang dan tujuan.
2) Analisis teknis, mengenai peta lokasi dan lingkungan sekitar, desain interior dan
eksterior, serta jenis produk.
c
Analisis pasar, mengenai potensi pasar dan target pasar.
d Analisis manajemen, mengenai struktur organisasi, jenis pekerjaan, jumlah
kebutuhan tenaga kerja, dan program kerja.
e
Analisis keuangan, mengenai jumlah biaya investasi dan modal kerja, sumber
pendanaan, dan aliran kas.
Apabila usulan proyek disetujui, maka dilakukan penetapan waktu untuk
memulai pekerjaan sesuai dengan skala prioritas seperti penyediaan dana biaya
investasi dan modal kerja, pengurusan izin, pembangunan gedung, perekrutan
karyawan, penyiapan barang
dagangan,
Dalam pelaksanaan
Laporan
praktek…..,pelaksanaan
Tri Vita, FF UI,operasional.
2014
Universitas Indonesia
6
setiap jenis pekerjaan, dibuat suatu format yang berisi jadwal pelaksanaan pekerjaan,
catatan penyimpangan yang terjadi, dan hasil evaluasi serta solusi penyelesaiannya.
2.5
Tata Cara Perizinan Apotek
Apoteker Pengelola Apotek wajib memiliki Surat Izin Apotek sebelum
melaksanakan pekerjaan kefarmasian di apotek (Menteri Kesehatan Republik
Indonesia, 1993a). Surat Izin Apotek atau SIA adalah surat izin yang diberikan
kepada apoteker atau apoteker yang bekerja sama dengan pemilik sarana untuk
menyelenggarakan apotek di suatu tempat tertentu. Surat izin ini diberikan oleh
menteri kesehatan yang kemudian dilimpahkan wewenang pemberian izin apotek
kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota wajib melaporkan pelaksanaan pemberian izin, pembekuan izin,
pencairan izin, dan pencabutan izin apotek sekali setahun kepada Menteri dan
tembusan disampaikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi (Menteri Kesehatan
Republik Indonesia, 2002). Izin apotek berlaku untuk seterusnya selama apotek yang
bersangkutan masih aktif melakukan kegiatan dan Apoteker Pengelola Apotek dapat
melaksanakan pekerjaannya dan masih memenuhi persyaratan (Menteri Kesehatan
Republik Indonesia, 1993a).
Adapun prosedur untuk mendapatkan SIA adalah sebagai berikut (Menteri
Kesehatan Republik Indonesia, 1993a ; Menteri Kesehatan Republik Indonesia,
2002) :
a. Permohonan
izin
apotek
diajukan
kepada
Kepala
Dinas
Kesehatan
Kabupaten/Kota dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-1
(Lampiran 1).
b. Dengan menggunakan Formulir APT-2 (Lampiran 2), Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah menerima
permohonan dapat meminta bantuan teknis kepada Kepala Balai POM untuk
melakukan pemeriksaan setempat terhadap kesiapan apotek untuk melakukan
kegiatan.
c. Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM selambatlambatnya 6 (enam) hari kerja setelah permintaan bantuan teknis dari Kepala
Dinas Kesehatan kabupaten/Kota melaporkan hasil pemeriksaan setempat dengan
menggunakan contoh formulir APT-3 (Lampiran 3).
d. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud nomor b dan nomor c tidak
dilaksanakan, apoteker
pemohon
dapat
surat pernyataan siap
Laporan
praktek….., Tri
Vita, FFmembuat
UI, 2014
Universitas Indonesia
7
melakukan kegiatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat
dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dengan menggunakan
contoh formulir Model APT-4 (Lampiran 4).
e. Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja setelah diterima laporan hasil
pemeriksaan sebagaimana dimaksud nomor c atau nomor d, Kepala
Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota setempat mengeluarkan Surat Izin Apotek dengan
menggunakan contoh Formulir Model APT-5 (Lampiran 5).
f. Dalam hal hasil pemeriksaan Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala
Balai POM sebagaimana dimaksud nomor c masih belum memenuhi syarat,
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam waktu 12 (dua belas)
hari kerja mengeluarkan Surat Penundaan dengan menggunakan contoh Formulir
Model APT-6 (Lampiran 6).
g. Terhadap surat penundaan sebagaimana dimaksud dalam nomor f, apoteker
diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi selambatlambatnya dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal surat penundaan.
h. Terhadap permohonan izin apotek yang ternyata tidak memenuhi syarat
sebagaimana dimaksud nomor e dan atau nomor f, atau lokasi apotek tidak sesuai
permohonan, maka Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam
jangka waktu selambat-lambatnya 12 (dua belas) hari kerja wajib mengeluarkan
surat penolakan disertai dengan alasan-alasannya dengan mempergunakan contoh
Formulir Model APT-7 (Lampiran 7).
Bila apoteker menggunakan sarana milik pihak lain dalam pendirian apotek
dengan mengadakan kerja sama dengan pemilik sarana apotek, maka harus
memenuhi ketentuan sebagai berikut (Menteri Kesehatan Republik Indonesia,
1993a):
a. Penggunaan sarana apotek yang dimaksud, wajib didasarkan atas perjanjian
kerja sama antara apoteker dan pemilik sarana.
b. Pemilik sarana yang dimaksud harus memenuhi persyaratan tidak pernah terlibat
dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang obat sebagaimana
dinyatakan dalam surat pernyataan yang bersangkutan.
2.6
Persyaratan Sarana dan Prasarana Apotek
Menurut
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
922/MENKES/SK/X/1993 pasal 6 disebutkan persyaratan-persyaratan pendirian
apotek sebagai berikut :
Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
8
a. Untuk mendapatkan izin apotek, apoteker atau apoteker yang bekerjasama
dengan pemilik sarana yang telah memenuhi persyaratan, harus siap dengan
tempat, perlengkapan termasuk sediaan farmasi dan perbekalan farmasi yang
lain yang merupakan milik sendiri atau milik pihak lain.
b. Sarana apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan pelayanan
komoditi yang lain diluar sediaan farmasi.
c. Apotek dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi yang lain diluar sediaan
farmasi.
Beberapa persyaratan yang harus diperhatikan dalam pendirian sebuah apotek
adalah tempat atau lokasi, bangunan, perlengkapan apotek, tenaga kerja apotek dan
perbekalan farmasi (Umar, 2011):
a. Tempat/Lokasi
Persyaratan jarak minimum antar apotek tidak dipermasalahkan lagi, namun
ketentuan ini dapat berbeda sesuai dengan kebijakan/peraturan daerah masingmasing. Lokasi apotek dapat dipilih dengan mempertimbangkan segi pemerataan
pelayanan kesehatan, jumlah penduduk, jumlah praktek dokter, sarana pelayanan
kesehatan lain serta sanitasi.
b. Bangunan
Suatu apotek harus mempunyai bangunan yang memenuhi persyaratan teknis
sehingga dapat menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi apotek. Suatu
apotek minimal memiliki ruang tunggu pasien, ruang peracikan dan penyerahan obat,
ruang administrasi dan ruang kerja apoteker, tempat pencucian alat, dan kamar kecil.
Bangunan apotek dilengkapi dengan sumber air yang memenuhi syarat kesehatan,
sumber penerangan yang memadai, alat pemadam kebakaran, ventilasi, dan sanitasi
yang baik, serta papan nama apotek.
c. Perlengkapan Apotek
Suatu apotek baru yang ingin beroperasi harus memiliki perlengkapan apotek
yang memadai agar dapat mendukung pelayanan kefarmasiannya. Perlengkapan
apotek yang harus dimiliki antara lain:
1) Peralatan pembuatan, pengolahan, dan peracikan seperti gelas ukur (10 ml, 100
ml dan 250 ml), labu erlenmeyer (100 ml, 250 ml, 1 L), gelas piala (100 ml, 500
ml dan 1L), panci pengukur 1L, corong berbagai ukuran, timbangan miligram
dan gram dengan anak timbangan yang sudah ditara, termometer, mortir
berdiameter 5-10 cm dan 10-15 cm beserta alu, spatel logam/tanduk/plastik dan
porselen, cawan penguap
porselen Tri
diameter
5-15
Laporan praktek…..,
Vita, FF UI,
2014 cm, batang pengaduk dan
Universitas Indonesia
9
pemanas air, kompor/alat pemanas yang sesuai, panci dan rak tempat
pengeringan alat.
2) Peralatan dan tempat penyimpanan alat perbekalan farmasi seperti lemari obat,
lemari pendingin (kulkas), dan lemari khusus untuk narkotika dan psikotropika.
3) Wadah pengemas dan pembungkus.
4) Perlengkapan administrasi, seperti blanko pesanan, salinan resep, buku catatan
penjualan, buku catatan pembelian, kartu stok obat dan kuitansi.
5) Buku wajib (Farmakope Indonesia) dan literatur penunjang lainnya yang
dibutuhkan seperti Informasi Spesialite Obat (ISO), MIMS serta buku tentang
peraturan/undang-undang yang berhubungan dengan kegiatan apotek.
d. Tenaga Kerja Apotek
Tenaga kerja yang terlibat dalam kegiatan operasional apotek yaitu:
1) Apoteker Pengelola Apotek (APA), yaitu apoteker yang telah diberi SIPA.
2) Apoteker pendamping adalah apoteker yang bekerja di apotek di samping APA
dan/atau menggantikan pada jam-jam tertentu pada hari buka apotek.
3) Tenaga teknis kefarmasian adalah tenaga yang membantu apoteker dalam
menjalani pekerjaan kefarmasian. Tenaga teknis kefarmasian terdiri dari sarjana
farmasi, ahli madya farmasi, analisis farmasi, dan tenaga menengah
farmasi/asisten apoteker.
4) Tenaga non kefarmasian, seperti tenaga administrasi, kasir, dan petugas
kebersihan.
2.7
Pencabutan Izin Apotek
Setiap pelanggaran apotek terhadap ketentuan yang berlaku dapat dikenakan
sanksi, baik sanksi administratif maupun sanksi pidana. Sanksi administratif yang
diberikan menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1332/MENKES/SK/X/2002 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan
No. 922/MENKES/PER/X/1993 adalah pencabutan surat izin apotek yang dilakukan
oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Pencabutan izin dilakukan apabila :
a. Apoteker sudah tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai APA.
b. Apoteker tidak memenuhi kewajiban yang seharusnya dilakukan.
c. APA berhalangan melakukan tugasnya lebih dari 2 tahun secara terus-menerus.
d. Terjadi pelanggaran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
obat.
e. Surat Izin Praktek Apoteker
(SIPA) APA
dicabut.
Laporan praktek…..,
Tri Vita,
FF UI, 2014
Universitas Indonesia
10
f. Pemilik Sarana Apotek terbukti terlibat dalam pelanggaran perundang-undangan
di bidang obat.
g. Apotek tidak lagi memenuhi persyaratan untuk memperoleh izin apotek.
Adapun pelaksanaan pencabutan izin apotek dilakukan setelah dikeluarkan :
a. Peringatan secara tertulis kepada APA sebanyak 3 kali berturut-turut dengan
tenggang waktu masing-masing 2 bulan.
b. Pembekuan izin apotek untuk jangka waktu selama-lamanya 6 bulan sejak
dikeluarkannya penetapan pembekuan kegiatan apotek.
Apabila Surat Izin Apotek dicabut, APA atau apoteker pengganti wajib
mengamankan perbekalan farmasi sesuai peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Pengamanan yang dilakukan wajib mengikuti tata cara sebagai berikut:
a. Dilakukan inventarisasi terhadap seluruh persediaan narkotika, psikotropika, obat
keras tertentu, dan obat lainnya, serta seluruh resep yang tersedia di apotek.
b. Narkotika, psikotropika, dan resep harus dimasukkan dalam tempat yang tertutup
dan terkunci.
c. APA wajib melaporkan secara tertulis kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota tentang penghentian kegiatan disertai laporan inventarisasi yang
dimaksud dalam huruf a.
Pembekuan izin apotek dapat dicairkan kembali apabila apotek telah
membuktikan memenuhi seluruh persyaratan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Pencairan izin apotek dilakukan setelah menerima laporan pemeriksaan dari Tim
Pemeriksaan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.
2.8
Apoteker Pengelola Apotek
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004
tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek,
apotek harus dikelola oleh seorang apoteker yang profesional dengan kompetensi
sebagai berikut:
a. Mampu menyediakan dan memberikan pelayanan yang baik.
Apoteker sebagai pengelola apotek harus dapat memberikan pelayanan
kefarmasian yang profesional. Dalam memberikan pelayanan, apoteker harus dapat
mengintegrasikan
keseluruhan
pelayanannya
sehingga
dalam
dihasilkan
sistem
sistem
pelayanan
pelayanan
kesehatan
secara
kesehatan
yang
berkesinambungan.
b. Mampu untuk mengambil
keputusan
Laporan
praktek…..,profesional.
Tri Vita, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
11
Apoteker harus mampu mengambil keputusan yang tepat, yang berdasarkan
pada efikasi, efektifitas, dan efisiensi penggunaan obat dan alat kesehatan.
c. Mampu berkomunikasi dengan baik.
Apoteker harus mempunyai kemampuan berkomunikasi yang baik dengan
pasien dan profesi kesehatan lainnya secara verbal dan nonverbal, serta
menggunakan bahasa yang sesuai dengan pendengarnya.
d. Menempatkan diri sebagai pimpinan dalam situasi multidisipliner.
Apoteker harus mampu menjadi pemimpin, yaitu mampu mengambil
keputusan yang tepat dan efektif, mampu mengkomunikasikannya, dan mampu
mengelola hasil keputusan tersebut.
e. Mempunyai kemampuan dalam mengelola sumber daya (manusia, fisik,
anggaran) dan informasi secara efektif.
f. Harus dapat dipimpin dan memimpin orang lain dalam tim kesehatan.
g. Selalu belajar di sepanjang kariernya.
Apoteker harus selalu belajar, baik pada jalur formal maupun informal,
disepanjang kariernya, sehingga ilmu dan keterampilan yang dipunyai selalu baru (up
to date).
h. Membantu memberi pendidikan dan memberi peluang untuk meningkatkan
pengetahuan.
Apoteker mempunyai tanggung jawab mendidik dan melatih sumber daya
yang ada, serta memberi kesempatan untuk memperoleh pengalaman yang dapat
meningkatkan keterampilan.
2.9
Pengalihan Tanggung Jawab Apoteker
Pengalihan tanggung jawab Apoteker dalam sebuah apotek diatur dalam
Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1332/MENKES/SK/X/2002 (Pasal 19 dan 24)
dimana tanggung jawab pengelolaan apotek dapat dialihkan dalam kondisi
sebagai berikut:
a
Apabila Apoteker Pengelola Apotek berhalangan melakukan tugasnya pada jam
buka apotek, Apoteker Pengelola Apotek harus menunjuk apoteker pendamping.
b Apabila Apoteker Pengelola Apotek dan apoteker pendamping berhalangan
melakukan tugasnya, Apoteker Pengelola Apotek menunjuk apoteker pengganti.
Apoteker yang menggantikan APA selama APA tersebut tidak berada ditempat
lebih dari 3 bulan secara terus-menerus, telah memiliki SIPA dan tidak bertindak
Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
12
sebagai Apoteker Pengelola Apotek di apotek lain yang disebut apoteker
pengganti.
c
Penunjukkan apoteker pendamping dan apoteker pengganti harus dilaporkan
kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi setempat.
d Apabila APA meninggal dunia, dalam jangka waktu dua kali dua puluh empat
jam, ahli waris APA wajib melaporkan kejadian tersebut secara tertulis kepada
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Apabila pada apotek tersebut tidak
terdapat
Apoteker
pendamping,
maka
pelaporan
kejadian
wajib
mengikutsertakan penyerahan resep, narkotika, psikotropika, obat keras dan
kunci tempat penyimpanan narkotika dan psikotropika. Penyerahan tersebut
dibuat
Berita
Acara Serah
Terima dengan
Kepala
Dinas
Kesehatan
Kabupaten/Kota setempat,dengan tembusan Kepala Balai POM setempat.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 922/Menkes/Per/X/1993
Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek, setiap pengalihan
tanggung jawab pengelolaan kefarmasian yang disebabkan karena penggantian APA
wajib dilakukan serah terima resep, narkotika, obat dan perbekalan farmasi lainnya,
serta kunci-kunci tempat penyimpanan narkotika dan psikotropika.
2.10
Pengelolaan Apotek
Kegiatan pengelolaan apotek dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu pengelolaan
teknis kefarmasian dan pengelolaan non teknis kefarmasian. Kegiatan pengelolaan
non teknis kefarmasian meliputi semua kegiatan administrasi, keuangan, personalia,
pelayanan komoditi selain perbekalan farmasi dan bidang lainnya yang berhubungan
dengan fungsi apotek.
Menurut
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
922/MENKES/PER/X/1993, pengelolaan apotek meliputi :
a. Pembuatan,
pengolahan,
peracikan,
pengubahan
bentuk,
pencampuran,
penyimpanan dan penyerahan obat dan bahan obat.
b. Pengadaan, penyimpanan, penyaluran, dan penyerahan perbekalan farmasi
lainnya.
c. Pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi.
Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
13
2.11
Sediaan Farmasi
Menurut PP No. 51 Tahun 2009 yang termasuk dalam sediaan farmasi adalah
obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetik. Untuk menjaga keamanan
penggunaan obat oleh masyarakat, maka pemerintah menggolongkan obat menjadi
obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras, narkotika dan psikotropika (Menteri
Kesehatan RI, 1983).
2.11.1 Obat Bebas
Obat bebas adalah obat tanpa peringatan yang dapat diperoleh tanpa resep
dokter. Tanda khusus yang terdapat pada obat bebas adalah lingkaran bulat berwarna
hijau dengan garis tepi hitam (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 1983).
Gambar 2.1. Penandaan obat bebas
[Sumber : Menkes RI, 1983, telah diolah kembali]
2.11.2 Obat bebas terbatas
Obat bebas terbatas adalah obat dengan peringatan, yang dapat diperoleh tanpa
resep dokter. Tanda khusus yang terdapat obat bebas terbatas adalah lingkaran bulat
berwarna biru dengan garis tepi hitam (Menteri Kesehatan Republik Indonesia,
1983).
Gambar 2.2. Penandaan obat bebas terbatas
[Sumber : Menkes RI, 1983, telah diolah kembali]
Pada golongan obat bebas terbatas harus mencantumkan tanda peringatan pada
wadah atau kemasan berwarna hitam dengan ukuran panjang 5 cm dan lebar 2 cm
atau disesuaikan dengan kemasan dan memuat pemberitahuan dengan huruf
berwarna putih (Menteri Kesehatan RI, 1969). Tanda peringatan tersebut dapat
dilihat pada Tabel 2.1.
Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
14
Tabel 2.1. Penggolongan Tanda Peringatan Obat Bebas Terbatas
Penggolongan Tanda Peringatan
Gambar Tanda Peringatan
Tanda P no.1
Tanda P no.2
Tanda P no.3
Tanda P no.4
Tanda P no.5
Tanda P no.6
[Sumber : Menkes RI, 1969, telah diolah kembali]
2.11.3 Obat keras daftar G
Obat keras adalah obat yang dapat diperoleh dengan resep dokter. Tanda pada
obat keras berupa lingkaran bulat berwarna merah dengan garis tepi hitam dengan
huruf K yang menyentuh garis tepi dan harus mencantumkan kalimat “Harus Dengan
Resep Dokter” (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 1986).
Gambar 2.3. Penandaan obat keras
[Sumber : Menkes RI, 1986, telah diolah kembali]
Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
15
2.11.4 Narkotika
Menurut Undang-undang No 35 Tahun 2009, narkotika adalah zat atau obat
yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis
yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa,
mengurangi
sampai
menghilangkan
rasa
nyeri
dan
dapat
menimbulkan
ketergantungan. Narkotika dibagi menjadi tiga golongan yaitu:
a. Narkotika Golongan I
Narkotika golongan I adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan, tidak digunakan dalam terapi, dan mempunyai
potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh : tanaman Papaver
somniferum (kecuali bijinya), opium, kokain, heroin, psilosibin, amfetamin.
b. Narkotika Golongan II
Narkotika golongan II adalah narkotika berkhasiat pengobatan digunakan sebagai
pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan
ketergantungan. Contoh : difenoksilat, metadon, morfin, petidin.
c. Narkotika Golongan III
Narkotika golongan III adalah narkotika berkhasiat pengobatan dan banyak
digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan
serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. Contoh :
kodein, dihidrokodein, norkodein.
Tanda khusus yang terdapat pada narkotika adalah palang medali berwarna
merah dengan dasar putih.
Gambar 2.4. Penandaan obat narkotika
2.11.4.1 Pengelolaan Narkotika
Narkotika hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan
dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Menurut Undang-undang
Nomor 22 tahun 1997 tentang Narkotika, adanya pengaturan tentang narkotika
memiliki tujuan, antara lain :
a. Menjamin ketersediaan narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan
atau perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
16
b. Mencegah,
melindungi,
dan
menyelamatkan
bangsa
Indonesia
dari
penyalahgunaan narkotika.
c. Memberantas peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika.
d. Menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi penyalahgunaan
dan pencandu narkotika.
2.11.4.2 Perencanaan Narkotika
Narkotika termasuk salah satu sediaan farmasi sehingga perencanaan narkotika
sama seperti perencanaan sediaan farmasi. Kegiatan dalam perencanaan narkotika
meliputi penetapan jenis dan jumlah narkotika sesuai dengan kebutuhan. Kegiatan ini
bertujuan untuk mendapatkan perkiraan jenis dan jumlah narkotika mendekati
kebutuhan (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2004).
2.11.4.3 Pengadaan/Pemesanan Narkotika
Apoteker hanya dapat memesan narkotika melalui Pedagang Besar Farmasi
(PBF) yang telah ditunjuk khusus oleh Menteri Kesehatan yaitu PT. Kimia Farma
dengan tujuan untuk memudahkan pengawasan peredaran narkotika. Pemesanan
dilakukan dengan membuat surat pesanan narkotika asli yang terdiri dari empat
rangkap. Surat pesanan narkotika dilengkapi dengan nama dan tanda tangan APA,
nomor Surat Izin Apotek (SIA), tanggal dan nomor surat, alamat lengkap dan
stempel apotek. Satu surat pesanan hanya untuk satu jenis narkotika (Badan
Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2013). Contoh Surat Pesanan
Narkotika dapat dilihat dalam Lampiran 8.
2.11.4.4 Penyimpanan Narkotika
Berdasarkan permenkes Nomor 28/MENKES/PER/V/1978 tentang penyimpanan
narkotika, apotek harus memiliki tempat khusus untuk penyimpanan narkotika yang
memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. Harus dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan lain yang kuat.
b. Harus mempunyai kunci yang kuat.
c. Dibagi dua masing-masing dengan kunci yang berlainan; bagian pertama
dipergunakan untuk menyimpan morfin, petidin, dan garam-garamnya serta
untuk persediaan, bagian kedua digunakan untuk menyimpan persediaan
narkotika lainnya yang dipakai sehari-hari.
Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
17
d. Apabila tempat khusus tersebut berupa lemari berukuran kurang dari 40 x 80 x
100 cm, maka lemari tersebut harus dibaut pada tembok atau lantai.
e. Lemari harus dikunci dengan baik.
f. Lemari khusus tidak boleh dipergunakan untuk menyimpan barang lain selain
narkotika.
g. Anak kunci lemari khusus harus dikuasai oleh penanggung jawab atau pegawai
lain yang dikuasakan.
h. Lemari khusus harus ditaruh di tempat yang aman dan tidak terlihat oleh umum.
2.11.4.5 Pelayanan/penyerahan Narkotika
Menurut Undang-undang nomor 35 tahun 2009 pasal 43, Apotek hanya dapat
melakukan penyerahan narkotika kepada Rumah Sakit, Pusat Kesehatan Masyarakat,
apotek lainnya, balai pengobatan, dokter, dan kepada pasien berdasarkan resep dari
dokter. Apotek dilarang mengulangi menyerahkan narkotika atas dasar resep yang
sama dari seorang dokter atau atas dasar salinan resep dokter (Undang-Undang
Nomor 9 tahun 1976 Pasal 7). Pada resep narkotika yang baru dilayani sebagian,
apotek boleh membuat salinan resep tetapi salinan resep tersebut hanya boleh
dilayani di apotek yang menyimpan resep asli. Apotek tidak boleh melayani resep
yang berisi narkotika dengan tulisan “iter” .
2.11.4.6 Pemusnahan Narkotika
Tujuan
dilakukannya
pemusnahan
narkotika
adalah
menghapus
pertanggungjawaban apoteker terhadap pengelolaan narkotika, menjamin narkotika
yang sudah tidak memenuhi persyaratan dikelola sesuai dengan standar yang berlaku
dan mencegah penyalahgunaan bahan narkotika serta mengurangi resiko terjadinya
penggunaan obat yang sub standar (Departemen Kesehatan RI, 2008).
Berdasarkan Undang-undang nomor 22 tahun 1997 tentang Narkotika bahwa
pemusnahan narkotika dilakukan ketika hasil produksi tanpa memenuhi standar dan
persyaratan yang berlaku dan/atau tidak dapat digunakan dalam proses produksi,
kadaluarsa, tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan
dan/atau berkaitan untuk pengembangan ilmu pengetahuan atau berkaitan dengan
tindak pidana. Pemusnahan dilakukan oleh apotek disertai dengan membuat Berita
Acara
pemusnahan narkotika dan dilaporkan kepada pihak-pihak terkait.
Berdasarkan
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
18
No.28/MENKES/PER/I/1978 Tentang Penyimpanan Narkotika dan Undang- Undang
nomor 22 tahun 1997 tentang Narkotika, Berita Acara pemusnahan memuat :
a. Keterangan tempat, hari, tanggal, bulan, dan tahun pemusnahan. Nama pemegang
izin khusus, apoteker pimpinan apotek dan dokter pemilik narkotika.
b. Nama seorang saksi dari pemerintah dan seorang saksi dari perusahaan atau
badan tersebut.
c. Nama dan jumlah narkotika yang dimusnahkan.
d. Cara pemusnahan.
e. Tanda tangan penanggung jawab apotek/pemegang izin khusus, dokter pemilik
narkotika dan saksi-saksi. Berita acara pemusnahan tersebut dibuat rangkap
empat untuk ditujukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Kepala
Dinas Kesehatan Provinsi, Kepala Balai Pengawasan Obat dan Makanan, dan
satu disimpan sebagai arsip di apotek.
2.11.4.7 Pencatatan dan Pelaporan Narkotika
Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika menyatakan bahwa
apotek wajib membuat, menyampaikan, dan menyimpan laporan berkala mengenai
pemasukan dan/atau pengeluaran narkotika yang berada dalam penguasaannya.
Pelaporan penggunaan narkotika telah dikembangkan dalam bentuk perangkat lunak
atau program Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika (SIPNAP) sejak tahun
2006 oleh Kementerian Kesehatan (Lampiran 9). Sistem Pelaporan Narkotika dan
Psikotropika (SIPNAP) adalah sistem yang mengatur pelaporan penggunaan
Narkotika dan Psikotropika dari Unit Layanan (Puskesmas, Rumah Sakit dan
Apotek) ke Bina Farmasi dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan RI dengan
menggunakan pelaporan elektronik melalui mekanisme pelaporan online yang
menggunakan fasilitas internet (Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010).
2.11.5 Psikotropika
Menurut Undang-undang Nomor 5 Tahun 1997, psikotropika adalah zat atau
obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif
melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan
khas pada aktivitas mental dan perilaku. Psikotropika digolongkan menjadi empat
golongan :
Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
19
a. Psikotropika Golongan I
Psikotropika golongan I adalah psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk
tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai
potensi sangat kuat mengakibatkan sindrom ketergantungan. Contoh : Psilosibin,
lisergida.
b. Psikotropika Golongan II
Psikotropika golongan II adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan
dapat digunakan dalam terapi dan/atau tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai
potensi kuat mengakibatkan sindrom ketergantungan. Contoh: Amfetamin,
deksamfetamin, metamfetamin, sekobarbital.
c. Psikotropika Golongan III
Psikotropika golongan III adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan
banyak digunakan dalam terapi dan/untuk tujuan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh :
amobarbital, pentazosin, pentobarbital, siklobarbital.
d. Psikotropika Golongan IV
Psikotropika golongan IV adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan
sangat khas digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindrom ketergantungan. Contoh:
alobarbital, alprazolam, barbital, diazepam, fenobarbital, ketazolam.
2.11.5.1 Pengelolaan Psikotropika
Menurut Undang-undang No. 5 tahun 1997, yang dimaksud dengan psikotropika
adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika yang berkhasiat
psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan
perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Psikotropika hanya dapat
digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan atau ilmu pengetahuan.
Tujuan pengaturan di bidang psikotropika adalah :
a. Menjamin ketersediaan psikotropika guna kepentingan pelayanan kesehatan dan
ilmu pengetahuan.
b. Mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika.
c. Memberantas peredaran gelap psikotropika.
Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
20
2.11.5.2 Pemesanan Psikotropika
Pemesanan psikotropika dilakukan dengan menggunakan Surat Pesanan
Psikotropika yang ditandatangani oleh APA dengan mencantumkan nomor SIA
(Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2013). Contoh Surat
Pesanan Psikotropika dapat dilihat dalam Lampiran 10. Surat pesanan tersebut dibuat
rangkap tiga dan diberikan stempel apotek. Satu surat pesanan dapat digunakan
untuk memesan beberapa jenis psikotropika.
2.11.5.3 Penyimpanan Psikotropika
Penyimpanan psikotropika belum diatur di dalam perundang-undangan atau
peraturan lainnya. Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika maka
sebaiknya obat golongan psikotropika disimpan pada rak atau lemari khusus.
2.11.5.4 Penyerahan Psikotropika
Penyerahan psikotropika oleh apotek hanya dapat dilakukan kepada apotek
lain, Rumah Sakit, Puskesmas, Balai Pengobatan, dokter dan pasien. Penyerahan
psikotropika oleh apotek dilaksanakan berdasarkan resep dokter.
2.11.5.5 Pemusnahan Psikotropika
Pada Undang-undang No. 5 tahun 1997 pasal 53 disebutkan bahwa
pemusnahan psikotropika dilaksanakan dalam hal yang berhubungan dengan tindak
pidana, diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku dan/atau
tidak dapat digunakan dalam proses produksi psikotropika, kadaluwarsa, dan tidak
memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan dan/atau untuk
kepentingan ilmu pengetahuan. Setiap pemusnahan psikotropika, wajib dibuatkan
berita acara.
2.11.5.6 Pelaporan Psikotropika
Apotek berkewajiban menyusun dan mengirimkan laporan bulanan melalui
perangkat lunak atau program Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika
(SIPNAP) (Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, 2010). Mekanisme pelaporan psikotropika sama
dengan pelaporan narkotika. Contoh laporan psikotropika dapat dilihat dalam
Lampiran 11.
Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
21
2.12 Pelayanan Apotek
Pelayanan Apotek diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
922/MENKES/PER/X/1993, meliputi :
a.
Apoteker berkewajiban menyediakan, menyimpan, dan menyerahkan perbekalan
farmasi yang bermutu baik dan yang keabsahannya terjamin.
b.
Apoteker wajib melayani resep dokter, dokter gigi, dan dokter hewan. Pelayanan
resep di apotek sepenuhnya atas tanggung jawab APA, sesuai dengan tanggung
jawab dan keahlian profesi yang dilandasi pada kepentingan masyarakat.
c.
Apoteker tidak diizinkan untuk menggantikan obat generik yang ditulis di dalam
resep dengan obat paten.
d.
Dalam hal pasien tidak mampu menebus obat yang tertulis dalam resep, apoteker
wajib berkonsultasi dengan dokter untuk pemilihan obat yang lebih tepat.
e.
Apoteker wajib memberikan informasi yang berkaitan dengan penggunaan obat
yang diserahkan kepada pasien dan penggunaan obat secara tepat, aman, dan
rasional.
f.
Apabila Apoteker menganggap bahwa dalam resep terdapat kekeliruan atau
penulisan resep yang tidak tepat, maka apoteker harus memberitahukan kepada
dokter penulis resep. Apabila karena pertimbangan tertentu dokter penulis resep
tetap pada pendiriannya, dokter wajib menyatakannya secara tertulis atau
membubuhkan tanda tangan yang lazim di atas resep.
g.
Salinan resep harus ditandatangani oleh apoteker.
h.
Resep harus dirahasiakan dan disimpan di apotek dengan baik dalam jangka
waktu tiga tahun.
i.
Resep atau salinan resep hanya boleh diperlihatkan kepada dokter penulis resep,
penderita yang bersangkutan atau yang merawat penderita, petugas kesehatan
atau petugas lain yang berwenang menurut perundang-undangan yang berlaku.
j.
APA, apoteker pendamping atau apoteker pengganti diijinkan untuk menjual
obat keras yang dinyatakan sebagai Daftar Obat Wajib Apotek tanpa resep yang
ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.
k.
Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya pada jam buka apotek, APA
dapat menunjuk apoteker pendamping. Apabila APA dan apoteker pendamping
berhalangan melakukan tugasnya, maka APA dapat menunjuk apoteker
pengganti. Penunjukkan ini harus dilaporkan kepada Kepala Kantor Wilayah
dengan tembusan kepada
Direktur
Jenderal
Laporan
praktek…..,
Tri Vita, dan
FF UI,Kepala
2014 Balai POM setempat.
Universitas Indonesia
22
l.
APA turut bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan yang dilakukan oleh
apoteker pendamping dan apoteker pengganti di dalam pengelolaan Apotek.
m. Apoteker pendamping bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas pelayanan
kefarmasian selama yang bersangkutan bertugas menggantikan APA.
n.
Dalam pelaksanaan pengelolaan apotek, APA dapat dibantu oleh asisten
apoteker di bawah pengawasan apoteker.
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 mengatur
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Pelayanan kefarmasian
(pharmaceutical care) adalah bentuk pelayanan dan tanggung jawab langsung
profesi apoteker dalam pekerjaan kefarmasian untuk meningkatkan kualitas hidup
pasien. Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah bergeser orientasinya dari obat ke
pasien yang mengacu kepada pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care).
Kegiatan pelayanan kefarmasian yang semula hanya berfokus pada pengelolaan obat
sebagai komoditi menjadi pelayanan yang komprehensif yang bertujuan untuk
meningkatkan kualitas hidup dari pasien. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004, pelayanan kefarmasian
terdiri dari pelayanan resep, promosi dan edukasi, serta pelayanan residensial (Home
Care).
2.12.1 Pelayanan Resep
Pelayanan resep meliputi skrining resep, penyiapan obat, serta penyerahan obat
yang disertai dengan informasi tentang penggunaan obat.
Apoteker melakukan skrining resep meliputi :
a. Persyaratan administratif :
1) Nama, SIP dan alamat dokter.
2) Tanggal penulisan resep.
3) Tanda tangan/paraf dokter penulis resep.
4) Nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan berat badan pasien.
5) Nama obat , potensi, dosis, jumlah yang minta.
6) Cara pemakaian yang jelas.
7) Informasi lainnya.
b. Kesesuaian
farmasetik:
bentuk
sediaan,
dosis,
potensi,
stabilitas,
inkompatibilitas, cara dan lama pemberian.
c. Pertimbangan klinis: adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian (dosis,
durasi, jumlah obat dan
lain-lain).
Laporan
praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
23
Jika ada keraguan terhadap resep hendaknya dikonsultasikan kepada dokter
penulis resep dengan memberikan pertimbangan dan alternatif seperlunya bila perlu
menggunakan persetujuan setelah pemberitahuan.
Setelah dilakukan skrining resep oleh apoteker, dilakukan kegiatan kefarmasian
sebagai berikut :
a. Peracikan
Peracikan merupakan kegiatan menyiapkan, menimbang, mencampur,
mengemas dan memberikan etiket pada wadah. Dalam melaksanakan peracikan obat
harus dibuat suatu prosedur tetap dengan memperhatikan dosis, jenis dan jumlah obat
serta penulisan etiket yang benar.
b. Etiket, dimana harus jelas dan dapat dibaca.
c. Kemasan obat yang diserahkan.
Obat hendaknya dikemas dengan rapi dalam kemasan yang cocok sehingga
terjaga kualitasnya.
d.
Penyerahan Obat.
Pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep harus
dilakukan sebelum obat diserahkan pada pasien. Penyerahan obat dilakukan oleh
apoteker disertai pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien dan tenaga
kesehatan.
e.
Informasi obat
Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah
dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini. Informasi obat pada pasien
minimal meliputi cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu
pengobatan, aktivitas, serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama
terapi.
f.
Konseling
Konseling adalah suatu proses komunikasi dua arah yang sistematik antara
apoteker dan pasien untuk mengidentifikasi dan memecahkan masalah yang
berkaitan dengan obat dan pengobatan. Apoteker harus memberikan konseling,
mengenai sediaan farmasi, pengobatan dan perbekalan kesehatan lainnya sehingga
dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari
bahaya penyalahgunaan atau penggunaan salah sediaan farmasi atau perbekalan
kesehatan lainnya. Untuk penderita penyakit tertentu seperti kardiovaskular, diabetes,
TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya, apoteker harus memberikan konseling
secara berkelanjutan.
Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
24
g.
Pemantauan Penggunaan Obat
Setelah penyerahan obat kepada pasien, apoteker harus melaksanakan
pemantauan penggunaan obat, terutama untuk pasien tertentu seperti kardiovaskular,
diabetes , TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya.
2.12.2 Promosi dan Edukasi
Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, apoteker harus berpartisipasi secara
aktif dalam promosi dan edukasi. Apoteker ikut membantu diseminasi informasi,
antara lain dengan penyebaran leaflet /brosur, poster, penyuluhan, dan lain-lain
(Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2004).
2.12.3 Pelayanan Residensial (Home Care)
Pelayanan residensial (Home care) adalah pelayanan apoteker sebagai care
giver dalam pelayanan kefarmasian di rumah-rumah, khususnya untuk kelompok
lansia dan pasien dengan pengobatan terapi kronis lainnya. Apoteker sebagai care
giver diharapkan juga dapat melakukan pelayanan kefarmasian yang bersifat
kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan
penyakit kronis lainnya. Untuk aktivitas ini apoteker harus membuat catatan berupa
catatan pengobatan pasien (Patient medication record).
2.12.4
Pelayanan Swamedikasi
Apoteker mempunyai peran yang sangat penting dalam memberikan bantuan,
nasihat, dan petunjuk kepada masyarakat yang ingin melakukan swamedikasi agar
masyarakat dapat melakukan swamedikasi secara bertanggung jawab. Apoteker
harus dapat menekankan kepada pasien, bahwa walaupun dapat diperoleh tanpa resep
dokter, penggunaan obat bebas, obat bebas terbatas, dan obat wajib apotek tetap
dapat menimbulkan bahaya dan efek samping yang tidak dikehendaki jika
dipergunakan secara tidak semestinya.
Dalam pelaksanaan swamedikasi, apoteker memiliki dua peran yang sangat
penting, yaitu menyediakan produk obat yang sudah terbukti keamanan, khasiat dan
kualitasnya serta memberikan informasi yang dibutuhkan atau memberikan informasi
kepada pasien dan keluarganya agar obat digunakan secara aman, tepat dan rasional.
Pemberian informasi dilakukan terutama dalam mempertimbangkan :
a. Ketepatan penentuan indikasi atau penyakit.
b. Ketepatan pemilihan obat
yang
efektif, Tri
aman,
dan
Laporan
praktek…..,
Vita, FF
UI,ekonomis.
2014
Universitas Indonesia
25
c. Ketepatan dosis dan cara penggunaan obat.
Penggunaan obat bebas, obat bebas terbatas dan Obat Wajib Apotek (OWA)
dalam pengobatan sendiri (swamedikasi) harus mengikuti prinsip penggunaan obat
secara aman dan rasional. Pelaksanaan swamedikasi yang bertanggung jawab
membutuhkan produk obat yang sudah terbukti keamanan, khasiat dan kualitasnya,
serta membutuhkan pemilihan obat yang tepat sesuai dengan indikasi penyakit dan
kondisi
pasien.
Berdasarkan
Peraturan
Menteri
Kesehatan
RI
Nomor
919/MENKES/PER/X/1993 Tentang Kriteria Obat yang Dapat Diserahkan Tanpa
Resep, obat-obat yang dapat diserahkan tanpa resep harus memenuhi kriteria sebagai
berikut :
a. Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak di bawah
usia 2 tahun, dan orangtua di atas 65 tahun.
b. Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan risiko pada
kelanjutan penyakit.
c. Penggunaannya tidak memerlukan cara dan atau alat khusus yang harus
dilakukan oleh tenaga kesehatan.
d. Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di
Indonesia.
e. Obat
dimaksud
memiliki
risiko
khasiat
keamanan
yang
dapat
dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri.
Satu hal yang sangat penting dalam informasi swamedikasi adalah meyakinkan
agar produk yang digunakan tidak berinteraksi negatif dengan produk-produk yang
sedang digunakan pasien. Selain itu, apoteker juga diharapkan dapat memberikan
petunjuk kepada pasien bagaimana memantau penyakitnya dan kapan harus
menghentikan pengobatannya atau kapan harus berkonsultasi kepada dokter.
Informasi yang perlu disampaikan oleh apoteker pada masyarakat dalam pelaksanaan
swamedikasi antara lain:
a. Khasiat obat
Apoteker perlu menerangkan dengan jelas khasiat obat yang bersangkutan,
sesuai atau tidak dengan indikasi atau gangguan kesehatan yang dialami pasien.
b. Kontraindikasi
Pasien perlu diberi tahu dengan jelas kontraindikasi dari obat yang diberikan,
agar tidak menggunakannya jika memiliki kontra indikasi dimaksud.
c. Efek samping dan cara mengatasinya (jika ada)
Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
26
Pasien juga perlu diberi informasi tentang efek samping yang mungkin
muncul dan apa yang harus dilakukan untuk menghindari atau mengatasinya.
d. Cara pemakaian
Cara pemakaian harus disampaikan secara jelas kepada pasien untuk
menghindari salah pemakaian, apakah ditelan, dihirup, dioleskan, dimasukkan
melalui anus, atau cara lain.
e. Dosis
Dosis harus disesuaikan dengan kondisi kesehatan pasien. Apoteker dapat
menyarankan dosis sesuai dengan yang disarankan oleh produsen (sebagaimana
petunjuk pemakaian yang tertera di etiket) atau dapat menyarankan dosis lain sesuai
dengan pengetahuan yang dimilikinya.
f. Waktu pemakaian
Waktu pemakaian juga harus diinformasikan dengan jelas kepada pasien,
misalnya sebelum atau sesudah makan atau saat akan tidur.
g. Lama penggunaan
Lama penggunaan obat juga harus diinformasikan kepada pasien, agar pasien
tidak menggunakan obat secara berkepanjangan karena penyakitnya belum hilang
atau sudah memerlukan pertolongan dokter.
h. Hal yang harus diperhatikan sewaktu minum obat tersebut, misalnya pantangan
makanan atau tidak boleh minum obat tertentu dalam waktu bersamaan.
i. Hal yang harus dilakukan jika lupa meminum obat
j. Cara penyimpanan obat yang baik
k. Cara memperlakukan obat yang masih tersisa
l. Cara membedakan obat yang masih baik dan sudah rusak
Selain itu, apoteker juga perlu memberi informasi kepada pasien tentang obat
generik yang memiliki khasiat sebagaimana yang dibutuhkan, serta keuntungan yang
dapat diperoleh dengan menggunakan obat generik. Hal ini penting dalam pemilihan
obat harus selalu memperhatikan aspek farmakoekonomi dan hak pasien. Selain
konseling dalam farmakoterapi, apoteker juga memiliki tanggung jawab lain yang
lebih luas dalam swamedikasi. Dalam pernyataan bersama yang dikeluarkan oleh IPF
(International Pharmaceutical Federation) dan WMI (World Self-Medication
Industry) tentang swamedikasi yang bertanggung jawab (Responsible SelfMedication) dinyatakan sebagai berikut:
Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
27
a. Apoteker memiliki tanggung jawab profesional untuk memberikan nasehat dan
informasi yang benar, cukup dan objektif tentang swamedikasi dan semua produk
yang tersedia.
b. Apoteker memiliki tanggung jawab profesional untuk merekomendasikan kepada
pasien agar
segera mencari
nasehat medis yang diperlukan,
apabila
dipertimbangkan swamedikasi tidak mencukupi.
c. Apoteker memiliki tanggung jawab profesional untuk memberikan laporan
kepada lembaga pemerintah yang berwenang, dan untuk menginformasikan
kepada produsen obat yang bersangkutan, mengenai efek yang tidak dikehendaki
yang terjadi pada pasien yang menggunakan obat tersebut dalam swamedikasi.
d. Apoteker memiliki tanggung jawab profesional untuk mendorong anggota
masyarakat agar memperlakukan obat sebagai produk khusus yang harus
dipergunakan dan disimpan secara hati-hati, dan tidak boleh dipergunakan tanpa
indikasi yang jelas.
2.12.5
Pelayanan Obat Wajib Apotek (OWA)
Daftar Obat Wajib Apotek (DOWA) merupakan obat yang termasuk
golongan obat keras yang dapat diperoleh tanpa menggunakan resep dokter dan
diserahkan oleh apoteker di apotek. Apoteker di apotek dalam melayani pasien yang
memerlukan obat wajib (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 1990; Menteri
Kesehatan Republik Indonesia, 1993c; Menteri Kesehatan Republik Indonesia,
1999):
a. Memenuhi ketentuan dan batasan tiap jenis obat per pasien sesuai dengan yang
disebutkan dalam Daftar Obat Wajib Apotek.
b. Membuat catatan pasien serta obat yang telah diserahkan.
c. Memberikan informasi meliputi dosis dan aturan pakainya, kontraindikasi, efek
samping, dan hal-hal lain yang perlu diperhatikan oleh pasien.
Obat-obat yang termasuk ke dalam daftar obat wajib apotek antara lain:
a. Obat kontrasepsi oral, baik tunggal maupun kombinasi.
b. Obat saluran cerna, yang terdiri dari :
a. Antasida + sedatif/spasmodik.
b. Anti spasmodik.
c. Spasmodik + analgesik.
d. Antimual.
e. Laksan.
Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
28
c. Obat mulut dan tenggorokan.
d. Obat saluran napas.
e. Obat yang mempengaruhi sistem neuromuskular, yang terdiri dari :
a. Analgetik.
b. Antihistamin.
f. Antiparasit yang terdiri dari obat cacing
7. Obat topikal untuk kulit yang terdiri dari:
a. Semua salep/krim antibiotik.
b. Semua salep/krim kortikosteroid.
c. Semua salep/krim/gel anti inflamasi nonsteroid (AINS).
d. Antijamur.
e. Antiseptik lokal.
f. Enzim anti radang topikal.
g. Pemutih kulit.
2.13
Pengadaan Persediaan Apotek
Pengadaan merupakan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan perbekalan
farmasi berdasarkan fungsi perencanaan dan penganggaran yang bertujuan
memperoleh barang atau jasa yang dibutuhkan dalam jumlah yang cukup dengan
kualitas harga yang dapat dipertanggungjawabkan dalam waktu dan tempat
tertentu secara efektif dan efisien menurut tata cara dan ketentuan yang berlaku
(Quick, 1997). Pengadaan harus memenuhi beberapa syarat, yaitu (Seto, Nita dan
Triana, 2004):
a. Doematig, artinya sesuai tujuan/sesuai rencana. Pengadaan harus sesuai
kebutuhan yang sudah direncanakam sebelumnya.
b. Rechtmatig, artinya sesuai hak/sesuai kemampuan.
c. Wetmatig, artinya sistem/cara pengadaannya harus sesuai dengan ketentuan
ketentuan yang berlaku.
Secara umum, jenis pengadaan berdasarkan waktu terdiri dari (Quick, 1997):
a. Annual purchasing, yaitu pemesanan dilakukan satu kali dalam satu tahun
b. Scheduled purchasing, yaitu pemesanan dilakukan secara periodik dalam
waktu tertentu misalnya mingguan, bulanan dan sebagainya.
c. Perpetual
purchasing, yaitu pemesanan dilakukan setiap kali tingkat
persediaan rendah.
d. Kombinasi antara annual
purchasing,
scheduled
Laporan praktek…..,
Tri Vita,
FF UI, 2014purchasing dan perpetual
Universitas Indonesia
29
purchasing. Pengadaan dengan pemesanan yang bervariasi waktunya seperti
cara ini dapat diterapkan tergantung dari jenis obat yang dipesan. Misalnya,
obat impor dari suatu negara dimana devaluasi mata uang menjadi masalah
utama atau obat berharga murah yang jarang digunakan cukup dipesan sekali
dalam setahun saja. Obat-obat yang relatif slow moving, tetapi digunakan secara
reguler dapat dipesan secara periodik setiap tahun (scheduled purchasing).
Obat-obat yang banyak diminati serta harganya sangat mahal, maka
pemesanannya dilakukan secara perpetual purchasing.
Setelah menentukan jenis pengadaan yang akan diterapkan berdasarkan
frekuensi dan waktu pemesanan, maka pengadaan barang di apotek dapat dilakukan
dengan berbagai cara, yaitu (Seto, Nita, dan Triana, 2004):
a. Pembelian kontan. Dalam pembelian kontan, pihak apotek langsung membayar
harga obat yang dibeli dari distributor. Biasanya dilakukan oleh apotek yang baru
dibuka karena untuk melakukan pembayaran kredit apotek harus menunjukkan
kemampuannya dalam menjual.
b.
Pembelian kredit, adalah pembelian yang pembayarannya dilakukan pada waktu
jatuh tempo yang telah ditetapkan, misalnya 30 hari setelah obat diterima apotek.
c. Konsinyasi (titipan obat), adalah titipan barang dari pemilik kepada apotek,
dimana apotek bertindak sebagai agen komisioner yang menerima komisi bila
barang tersebut terjual.
Bila barang tersebut tidak terjual sampai batas
waktu kedaluwarsa atau waktu yang telah disepakati, maka barang tersebut dapat
dikembalikan pada pemiliknya
2.14 Pengendalian Persediaan Apotek
Pengendalian persediaan berhubungan dengan aktivitas dalam pengaturan
persediaan obat di apotek untuk menjamin kelancaran pelayanan pasien di apotek
secara efektif dan efisien. Pengendalian persediaan mencakup penentuan cara
pemesanan atau pengadaannya hingga jumlah persediaan yang optimum dan yang
harus ada di apotek untuk menghindari kekosongan persediaan.
2.14.1 Parameter – parameter dalam pengadaan persediaan
a. Konsumsi rata-rata
Hal ini sering juga disebut permintaan (demand) yang merupakan permintaan
yang diharapkan pada pemesanan selanjutnya merupakan variabel kunci yang
menentukan berapa banyak stok barang yang harus dipesan (Quick, 1997).
Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
30
b. Waktu tunggu/waktu tenggang (Lead Time/LT)
Merupakan waktu tenggang yang dibutuhkan mulai dari pemesanan sampai
dengan penerimaan barang. Waktu tunggu ini dapat berbeda beda untuk setiap
pemasok. Faktor-faktor yang dapat berpengaruh pada waktu tunggu adalah jarak
antara pemasok dengan apotek, jumlah pesanan dan kondisi pemasok (Quick, 1997).
Pada umumnya waktu tunggu berkisar antara 10-20% dari jumlah konsumsi rata-rata.
Waktu tunggu untuk obat golongan slow moving adalah 10% dari konsumsi rata-rata
dan untuk obat golongan fast moving adalah 20% dari konsumsi rata-rata (Menteri
Kesehatan, 2008).
c. Persediaan Pengaman (Safety Stock/SS)
Persediaan pengaman merupakan persediaan yang dicadangkan untuk
kebutuhan selama menunggu barang datang untuk mengantisipasi keterlambatan
barang pesanan atau untuk menghadapi suatu keadaan tertentu yang diakibatkan
karena perubahan pada permintaan misalnya karena adanya permintaan barang yang
meningkat secara tiba-tiba karena adanya wabah penyakit (Quick, 1997). Persediaan
pengaman dapat dihitung dengan rumus (Quick, 1997):
SS = LT x CA
Keterangan :
SS = Safety stock (persediaan pengaman)
LT = Lead Time (waktu tunggu)
CA = Average Consumption (konsumsi rata-rata)
d. Persediaan Minimum (Minimum Stock)
Merupakan jumlah persediaan terendah yang masih tersedia. Apabila
penjualan telah mencapai nilai persediaan minimum, maka pemesanan harus
langsung dilakukan agar kontinuitas usaha dapat berlanjut. Jika barang yang tersedia
jumlahnya sudah kurang dari jumlah persediaan minimum maka dapat terjadi stok
kosong (Quick, 1997). Persediaan minimum dapat dihitung dengan rumus (Quick,
1997):
S min = (LT x CA) + SS
Keterangan:
S min
= Persediaan minimum
LT
= Lead Time (waktu tunggu)
CA
= Average Consumption (konsumsi rata-rata)
SS
= Safety stock (persediaan pengaman)
Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
31
e. Persediaan Maksimum (Maximum Stock)
Merupakan jumlah persediaan terbesar yang telah tersedia. Jika jumlah
persediaan telah mencapai jumlah maksimum maka tidak perlu lagi melakukan
pemesanan untuk menghindari terjadinya stok mati yang dapat menyebabkan
kerugian (Quick, 1997). Persediaan maksimum dapat dihitung dengan rumus (Quick,
1997):
S max = S min + (PP x CA)
Keterangan:
S max
= Persediaan maksimum
S min
= Persediaan minimum
PP
= Procurement period (waktu hingga pemesan selanjutnya sampai)
CA
= Average Consumption (konsumsi rata-rata)
f. Perputaran persediaan
Adalah menggambarkan jumlah siklus yang dialami barang dari mulai
pembelian hingga penjualan kembali. Jika suatu barang memiliki angka perputaran
persediaan yang besar maka barang tersebut dikategorikan sebagai barang fast
moving. Sebaliknya, jika angka perputaran persediaan suatu barang terbilang kecil
maka barang tersebut termasuk slow moving (Quick, 1997).
Keterangan :
So = Persediaan awal
Sr = Persediaan rata-rata
P = Jumlah pembelian
Sn = Persediaan Akhir
g. Jumlah pesanan (Economic Order Quantity/EOQ/Economic Lot Size)
Persediaan dirancang agar setiap saat harus tersedia dan sekaligus untuk
mengantisipasi permintaan yang tidak menentu, kemampuan suplier yang terbatas,
waktu tenggang pesanan yang tidak menentu, ongkos kirim mahal dan sebagainya.
Faktor yang dipertimbangkan untuk membangun persediaan berkaitan dengan biaya
dan resiko penyimpanan, biaya pemesanan dan biaya pemeliharaan (Quick, 1997).
Keterangan:
EOQ = √
R = Jumlah kebutuhan dalam setahun
2RS
PI
P = Harga barang/unit
S = Biaya memesan tiap kali pemesanan
Laporan
praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
I = % Harga persediaan
rata-rata
Universitas Indonesia
32
h. Titik Pemesanan (Reorder Point/ROP)
Titik pemesanan merupakan saat dimana harus diadakan pemesanan kembali
sedemikian rupa sehingga penerimaan barang yang dipesan tepat waktu, dimana
persediaan di atas stok pengaman sama dengan nol atau saat mencapai nilai
persediaan minimum. Pada keadaan mendesak, dapat dilakukan pemesanan langsung
tanpa harus menunggu hari pembelian yang telah ditentukan bersama antar apotek
dan pemasok (Quick, 1997).
ROP = SS + LT
Keterangan :
ROP
= titik pemesanan kembali (Reorder point)
SS
= stok pengaman (Safety stock)
LT
= waktu tunggu (Lead time)
Berbagai parameter pengendalian persediaan tersebut saling berkesinambungan
satu sama lain untuk dapat menjamin ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan.
Jika produk berada dalam kuantitas persediaan rata-rata, kebutuhan permintaan
produk oleh konsumen akan terpenuhi.
Gambar 2.5. Diagram model pengendalian persediaan
[Sumber : Quick,1997,telah diolah kembali ]
Model siklus pengendalian persediaan obat yang ideal dapat dilihat pada
Gambar 2.5. Idealnya kuantitas persediaan rata-rata dari suatu produk di apotek perlu
mempertimbangkan dua komponen, yaitu stok kerja (working stock) dan stok
pengaman (safety stock). Jika tingkat persediaan sudah semakin menurun dan berada
dalam level persediaan minimum, maka diperlukan pemesanan kembali terhadap
Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
33
agar tidak terjadi kekosongan persediaan obat ketika menunggu obat yang dipesan
datang. Saat obat yang dipesan datang (Qo), maka tingkat persediaan meningkat
kembali pada level persediaan maksimum SS+Qo. Dengan berjalannya waktu,
persediaan akan kembali turun dan perlu dilakukan pemesanan kembali dan begitu
seterusnya. Siklus ini akan terus berputar untuk menjamin ketersediaan obat.
2.14.2 Penentuan Prioritas Pengadaan
Metode ini mengelompokan obat berdasarkan nilai kepentingan dan vitalitas
obat terhadap pelayanan kesehatan untuk melayani permintaan untuk pengobatan.
Dalam melakukan pengadaan, dibutuhkan penentuan prioritas barang yang akan
dipesan. Pemilihan prioritas pengadaan dapat dilakukan dengan berbagai metode.
Penyusunan prioritas dapat dilakukan dengan menggunakan metode sebagai berikut
(Quick, 1997):
a. Analisis VEN (Vital, Esensial, Non esensial)
Analisis VEN merupakan analisis yang digunakan untuk menetapkan prioritas
pembelian obat berdasarkan kepentingannya serta menentukan tingkat stok yang
aman (Quick, 1997). Kategori dari obat-obat VEN yaitu:
1) V (Vital)
Obat yang tergolong dalam kategori vital adalah obat untuk menyelamatkan
hidup manusia atau untuk pengobatan karena penyakit yang mengakibatkan
kematian. Pengadaan obat golongan ini diprioritaskan (Quick, 1997).
2) E (Esensial)
Kategori esensial digunakan untuk obat-obat yang banyak diminta untuk
digunakan dalam tindakan atau pengobatan penyakit terbanyak di masyarakat.
Dengan kata lain, obat-obat golongan ini adalah obat yang fast moving (Quick,
1997).
3) N (Non-esensial)
Kategori non-esensial untuk obat-obat pelengkap yang sifatnya tidak esensial,
tidak digunakan untuk menyelamatkan hidup manusia maupun pengobatan penyakit
terbanyak, contohnya suplemen vitamin (Quick, 1997).
b. Analisis ABC (Pareto)
Analisis
ABC
disusun
berdasarkan
penggolongan
persediaan
yang
mempunyai nilai harga yang paling tinggi. Analisis ABC membagi persediaan
berdasarkan atas nilai rupiah (volume persediaan yang dibutuhkan dalam satu
periode dikalikan harga per unit). Kriteria kelas dalam klasifikasi ABC adalah:
Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
34
1) Kelas A
Persediaan yang memiliki volume rupiah yang tinggi. Kelas ini mewakili
sekitar 75-80% dari total nilai persediaan, meskipun jumlahnya hanya sekitar 1020% dari seluruh item. Kelas A memiliki dampak biaya yang tinggi terhadap biaya
pengadaan. Pengendalian khusus dilakukan secara intensif (Quick, 1997).
2) Kelas B
Persediaan yang memiliki volume rupiah yang menengah. Kelas ini mewakili
sekitar 15-20% dari total nilai persediaan, jumlah itemnya sekitar 10-20% dari
seluruh item (Quick, 1997).
3) Kelas C
Persediaan yang memiliki volume rupiah yang rendah. Kelas ini mewakili
sekitar 5-10% dari total nilai persediaan, tapi terdiri sekitar 60-80% dari seluruh
barang (Quick, 1997).
Analisis ABC dilakukan dengan menghitung nilai investasi dari tiap sediaan
obat dengan cara :
a)
Menghitung total investasi tiap jenis obat.
b) Mengelompokan obat berdasarkan nilai investasi dan diurutkan mulai dari nilai
investasi terbesar hingga terkecil.
c. Analisis VEN-ABC
Metode analisis ini mengkombinasi kedua metode sebelumnya. Dalam
metode ini pengelompokan barang berdasarkan volume dan nilai penggunaannya
selama periode waktu tertentu. Analisis VEN-ABC menggabungkan analisis
ABC dan VEN dalam suatu matriks sehingga analisis menjadi lebih tajam
(Quick, 1997). Matriks analisis ABC-VEN dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2. Matriks analisis ABC-VEN
V
E
N
A
VA
EA
NA
B
VB
EB
NB
C
VC
EC
NC
Berdasarkan Tabel 2.2 prioritas yang pertama dalam pemilihan obat
adalah VC dilanjutkan VB dan VA karena obat kategori vital dapat berupa jenis
obat slow moving atau fast moving.
EA adalah obat yang terlebih dahulu dibeli, karena obat tersebut adalah
obat yang fast moving
dengan
harga Tri
tinggi.
EB, lalu obat EC yang
Laporan
praktek…..,
Vita, FF Kemudian
UI, 2014
Universitas Indonesia
35
biasa digunakan untuk resep racikan. Apabila anggaran tidak mencukupi, maka
obat yang non-essensial tetapi menyerap banyak anggaran (NA) lebih
diprioritaskan untuk keluar dari daftar anggaran belanja. Apabila anggaran masih
ada setelah membeli golongan obat vital dan essensial, maka golongan obat nonessensial (NC) yang diprioritaskan untuk dibeli kemudian NB.
2.15
Strategi Pemasaran Apotek
Strategi pemasaran yang umumnya dilakukan oleh apotek adalah analisis
AIDA (Attention, Interest, Desire, Action). Analisis AIDA merupakan suatu
rangkaian proses dimulai dari menarik perhatian calon pembeli hingga pembeli
memutuskan untuk membeli di apotek (Umar, 2011).
2.15.1 Attention
Strategi ini merupakan upaya apotek untuk dapat menarik perhatian
pengunjung/konsumen, yang dapat dilakukan dengan:
a. Membuat desain eksterior apotek yang menarik, seperti papan nama yang besar
dan memasang neon box agar mudah terlihat oleh orang yang lewat dari arah kiri
dan kanan.
b. Mendesain bangunan agar terlihat menarik dan juga memperhatikan kondisi
ekonomi di lingkungan tempat pendirian apotek.
c. Menggunakan kaca transparan pada sisi depan apotek agar desain interior apotek
dapat terlihat dari luar.
2.15.2 Interest
Strategi ini bertujuan untuk menimbulkan keinginan pengunjung untuk
masuk ke dalam apotek, dapat dilakukan dengan cara menyusun obat yang dijual
dengan menarik seperti memperhatikan warna kemasan dan disusun berdasarkan
efek farmakologis sehingga obat terlihat lengkap baik jenis maupun jumlahnya serta
ruang tunggu yang bersih dan nyaman. Hal tersebut dapat langsung terlihat oleh
pengunjung saat memasuki apotek.
2.15.3 Desire
Langkah selanjutnya setelah pengunjung masuk ke dalam apotek adalah
menimbulkan keinginan mereka untuk membeli obat. Upaya yang dapat dilakukan
adalah melayani pengunjung dengan ramah, cepat tanggap dengan keinginan
Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
36
pelanggan, meningkatkan kelengkapan obat, kecepatan pelayanan, pelayanan
informasi dan memberikan harga yang bersaing.
2.15.4 Action
Setelah melalui beberapa tahap diatas, akhirnya pengunjung apotek tersebut
memutuskan mengambil sikap untuk menjadi pembeli obat di apotek. Pada tahap ini
pembeli akan merasakan sendiri pelayanan yang diberikan apotek.
Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
BAB 3
TINJAUAN KHUSUS APOTEK KESELAMATAN
3.1
Pendahuluan
Apotek Keselamatan didirikan pada bulan April tahun 2004. Apotek ini
dikelola oleh seorang APA (Apoteker Pengelola Apotek) bernama Ibu Dra.
Azizahwati,
M.S.,
Apt.,
dengan
SIK Nomor
2621/B
dan
SIA
Nomor
87.SIA.0/04./YANKES/04. Nama Apotek Keselamatan diambil dari nama jalan
tempat apotek tersebut berada.
3.2.
Lokasi dan Tata Ruang
3.2.1. Lokasi
Apotek Keselamatan berlokasi di Jalan Keselamatan Nomor 27, Jakarta
Selatan. Letak apotek sekitar 200 m dari Jalan Raya Abdullah Syafie arah Kampung
Melayu dan berada di pusat pertigaan jalan sehingga apotek cukup ramai dilalui oleh
pengendara. Meskipun tidak terletak di tepi jalan raya, jalan di depan apotek cukup
ramai dan digunakan sebagai jalan alternatif, selain itu posisi apotek terletak di
tengah pemukiman penduduk yang padat dan terdapat cukup banyak fasilitas
kesehatan di sekitar apotek, contohnya klinik dokter dan Pusat Kesehatan
Masyarakat (Puskesmas) sehingga dapat memperluas sasaran pasar apotek. Apotek
pesaing yang berada di sekitar apotek tersebut adalah Apotek Barkah yang terletak
sekitar 400 m dari Apotek. Apotek lainnya seperti Apotek K-24, Apotek Amani, dan
Apotek La Rose berada cukup jauh, yaitu terletak di sepanjang Jalan Raya Lapangan
Rose. Lokasi Apotek Keselamatan dapat dilihat pada Lampiran 12.
3.2.2 Tata Ruang
Bangunan apotek berukuran 3 x 25 m terdiri dari halaman parkir, ruang
tunggu pasien, etalase obat OTC (Over The Counter), meja kasir dan tempat
penerimaan resep, ruang peracikan, meja kerja apoteker, ruang istirahat karyawan
dan tempat pencucian atau wastafel. Denah ruangan apotek dapat dilihat pada
Lampiran 13 dan desain eksterior apotek pada Lampiran 14. Ruang untuk obat OTC
dibuat lebih lebar dari ruang peracikan karena Apotek berorientasi pada pengobatan
sendiri/swamedikasi. Desain obat-obat OTC dapat dilihat pada Lampiran 15. Desain
obat-obat Ethical dapat dilihat pada Lampiran 16.
Laporan praktek….., 37
Tri Vita, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
38
3.3
Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia di Apotek Keselamatan adalah sebagai berikut:
a. Tenaga kefarmasian
APA
: 1 orang yang merangkap sebagai PSA
Apoteker Pendamping
: 1 orang
b. Tenaga non kefarmasian
3.4
Juru resep
: 1 orang
Tenaga pembantu
: 1 orang
Tugas dan Fungsi tiap jabatan
3.4.1 Apoteker Pengelola Apotek (APA)
Tugas dan tanggung jawab APA adalah:
a. Memimpin seluruh kegiatan manajerial apotek.
b. Berusaha meningkatkan omset penjualan dan mengembangkan hasil usaha
apotek dengan berpedoman terhadap peraturan perundangan yang berlaku serta
mempertimbangkan masukan dari karyawan demi kemajuan dan perkembangan
apotek.
c. Melakukan pelayanan kefarmasian, termasuk pelayanan swamedikasi sesuai
dengan perundang-undangan di bidang perapotekan yang berlaku.
d. Melakukan pemesanan serta pembelian obat narkotika dan psikotropika kepada
PBF.
e. Melayani permintaan obat bebas dan obat bebas terbatas.
f. Melayani permintaan resep dokter, mulai dari penerimaan resep, skrining resep,
pemberian harga resep, dispensing, penulisan etiket, sampai dengan penyerahan
obat.
g. Memeriksa kebenaran obat yang akan diserahkan, meliputi nomor resep, nama
pasien, nama obat, bentuk sediaan obat, jumlah obat, aturan pemberian obat,
kemudian menyerahkan obat kepada pasien disertai dengan pemberian
informasi obat untuk mendukung penggunaan obat yang rasional.
h. Membuat salinan resep dan kuitansi bila dibutuhkan.
i. Membuat pelaporan narkotika dan psikotropika secara berkala.
j. Mengatur dan mengawasi pengamanan hasil penjualan tunai harian.
k. Merencanakan pengadaan obat.
Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
39
3.4.2 Apoteker Pendamping
Tugas dan fungsi apoteker pendamping sama seperti APA pada saat APA
tidak ada ditempat, antara lain:
a. Melakukan pelayanan kefarmasian, termasuk pelayanan swamedikasi sesuai
dengan perundang-undangan di bidang perapotekan yang berlaku.
b. Melayani permintaan obat bebas dan obat bebas terbatas.
c. Melayani permintaan resep dokter, mulai dari penerimaan resep, skrining resep,
pemberian harga resep, dispensing, penulisan etiket, sampai dengan penyerahan
obat.
d. Memeriksa kebenaran obat yang akan diserahkan, meliputi nomor resep, nama
pasien, nama obat, bentuk sediaan obat, jumlah obat, aturan pemberian obat,
kemudian menyerahkan obat kepada pasien disertai dengan pemberian informasi
obat untuk mendukung penggunaan obat yang rasional.
e. Mendata kebutuhan obat dan bahan habis pakai apotek.
f. Melakukan pemesanan serta pembelian obat kecuali obat narkotika dan
psikotropika, dan bahan habis pakai apotek secara berkala kepada PBF.
g. Menyusun daftar masuknya obat dan bahan habis pakai apotek serta
menandatangani faktur obat yang masuk setiap harinya.
h. Mengatur, mengontrol dan menyusun obat pada tempat penyimpanan obat.
i. Mencatat setiap kejadian mutasi obat dan bahan habis pakai apotek.
j. Membuat salinan resep dan kuintasi bila dibutuhkan.
3.4.3 Juru Resep
Tenaga yang membantu apoteker dalam meracik obat di apotek adalah juru
resep. Tugas dan kewajiban juru resep adalah:
a. Membantu tugas APA dan apoteker pendamping dalam penyiapan obat atau
pembuatan obat racikan.
b. Menyiapkan dan membersihkan alat-alat peracikan.
c. Membuat obat-obat racikan standar di bawah pengawasan apoteker.
d. Menjaga kebersihan apotek.
Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
40
3.4.4 Tenaga Pembantu
Tenaga pembantu di Apotek Keselamatan mempunyai tanggung jawab untuk
menjaga kebersihan dan kerapihan apotek termasuk sarana apotek seperti etalase, rak
obat, dan lain-lain.
3.5
Pengelolaan Obat dan Perbekalan Kesehatan Lainnya
3.5.1
Pengadaan
Pengadaan obat dan perbekalan kesehatan lain menjadi tugas dan wewenang
apoteker pendamping, kecuali untuk pengadaan narkotika dan psikotropika menjadi
tanggung jawab APA. Prinsip pengadaan barang di Apotek Keselamatan yaitu:
berasal dari sumber yang jelas; macam dan jumlah barang disesuaikan dengan
kondisi keuangan dan kategori arus barang fast moving atau slow moving;
berdasarkan epidemiologi atau penyakit yang sedang banyak diderita oleh pasien
dan produk-produk bermerek yang sedang digemari oleh masyarakat. Kondisi yang
paling menguntungkan (mempertimbangkan mengenai harga, diskon, syarat
pembayaran dan ketepatan barang datang).
Pengadaan barang bisa dilakukan dengan cara Cash On Delivery (COD)
konsinyasi, atau kredit. Pembelian barang di Apotek Keselamatan menggunakan cara
pembelian secara terbatas. Hal tersebut untuk menghindari penumpukan barang yang
menyebabkan modal terhenti. Langkah-langkah pengadaan barang di apotek, antara
lain:
a. Pemeriksaan dan pencatatan jumlah obat dan perbekalan kesehatan.
Setiap hari dilakukan pemeriksaan jumlah obat dan perbekalan kesehatan.
Jika jumlahnya telah berada pada stok minimum, maka harus dicatat pada buku
defekta untuk kemudian dilakukan pemesanan setelah disetujui oleh APA. Selain
itu, ditulis juga dalam buku defekta untuk obat-obat yang belum tersedia di apotek
tapi sudah mulai banyak diresepkan dan banyak permintaan dari pelanggan.
b. Pemesanan obat dan perbekalan kesehatan kepada Pedagang Besar Farmasi
(PBF) yang dilakukan berdasarkan buku defekta.
Pemesanan yang dilakukan bisa menggunakan surat pesanan seperti pada
Lampiran 17 langsung kepada salesman atau melalui telepon. Faktor-faktor yang
harus diperhatikan dalam melakukan kerjasama dengan PBF, yaitu: ketepatan dan
kecepatan dalam pelayanan; bertanggung jawab terhadap barang pesanan apabila
Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
41
terjadi kerusakan; memberikan jaminan terhadap barang pesanan; ada kepastian
memperoleh barang yang dipesan; diskon yang diberikan; lama waktu kredit.
c. Penerimaan obat dan perbekalan kesehatan.
Obat dan perbekalan kesehatan yang disertai faktur pembelian dan Surat
Pesanan dikirim ke Apotek Keselamatan yang diterima oleh apoteker pendamping
dan dilakukan pengecekan kesesuaian terhadap jumlah, jenis, bentuk dan tanggal
kadaluarsa serta kondisi fisik terhadap Surat Pemesanan dan faktur. Apabila barang
yang datang sesuai dengan pesanan, maka faktur tersebut ditandatangani oleh
apoteker pendamping disertai dengan nama terang, tanggal penerimaan, dan stempel
apotek. Apabila ada obat yang dikirim tidak sesuai dengan surat pemesanan atau
obat sudah mendekati tanggal kadaluarsa, maka obat tersebut akan dikembalikan
langsung. Obat dan barang yang datang dicatat dalam buku penerimaan barang.
Form tanda terima tukar faktur terdapat pada Lampiran 18.
Perbekalan farmasi yang baru datang tersebut kemudian diberi harga sesuai
dengan rumus perhitungan harga jual yang telah ditetapkan oleh apotek. Faktur yang
diterima dicatat pada buku faktur masuk untuk menginventaris barang yang diterima
dan mengetahui jumlah nilai yang akan dibayarkan ketika jatuh tempo.
3.5.2
Penyimpanan
Penyimpanan barang di Apotek Keselamatan menggunakan sistem First In
First Out (FIFO) dan First Expired First Out (FEFO). Pada sistem FIFO, barang
yang keluar lebih dahulu adalah barang yang lebih dahulu masuk sedangkan pada
sistem FEFO, obat/barang yang mempunyai tanggal kadaluarsa lebih cepat maka
obat tersebut yang paling pertama keluar. Pengambilan barang dilakukan dari depan
etalase maka barang yang baru datang ditempatkan di belakang barang yang lama.
Etalase depan apotek digunakan untuk penempatan obat bebas, obat bebas
terbatas, jamu, obat herbal terstandar, fitofarmaka maupun perbekalan kesehatan
lainnya seperti kassa steril, kassa non steril, sarung tangan, masker, termometer dan
lain-lain. Untuk produk obat bebas, obat bebas terbatas, jamu, obat herbal terstandar,
fitofarmaka
atau
perbekalan
kesehatan
lainnya,
penyusunannya
dilakukan
sedemikian rupa untuk mempermudah pada saat pengambilan serta memperhatikan
penampilan warna sehingga akan menarik perhatian pelanggan yang datang ke
apotek.
Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
42
Di bagian dalam apotek terdapat rak-rak obat yang digunakan untuk
penyimpanan obat-obat keras, obat narkotika, dan psikotropika. Penyimpanan obat di
bagian dalam apotek, dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. Obat dikelompokkan berdasarkan bentuk sediaan.
b. Setiap kelompok obat disusun secara alfabetis untuk mempermudah dalam
pencarian/pengambilan.
c. Narkotika disimpan dalam lemari narkotika.
d. Psikotropika disimpan dalam lemari psikotropika.
e. Obat-obat yang dipersyaratkan disimpan pada suhu dingin disimpan dalam
lemari pendingin (suppositoria, ovula, tablet, serbuk).
3.5.3 Pencatatan
Apotek keselamatan menerapkan pencatatan di kartu stok untuk obat dan
perbekalan kesehatan lainnya yang meliputi tanggal, jumlah barang masuk beserta
sumbernya, jumlah barang keluar, saldo dan keterangan. Pencatatan dilakukan setiap
ada barang yang datang dan barang terjual maupun kadaluarsa. Untuk barang-barang
yang terletak di etalase depan, kartu stok tersimpan terpisah dan dikelompokkan
berdasarkan penyusunan obatnya sehingga memudahkan pencarian. Kartu stok untuk
obat-obat yang terletak di rak dalam apotek ditempatkan masing-masing tepat di
samping dus obat tersebut. Hal tersebut memudahkan pencatatan serta pengecekan
kesesuaian catatan dengan kondisi nyata obat. Contoh kartu stok Apotek dilihat
dalam Lampiran 19.
3.6 Pelayanan Apotek
3.6.1
Pelayanan Obat Bebas (Swamedikasi)
Pelayanan obat kepada konsumen tanpa resep dokter merupakan pelayanan
obat bebas. Obat-obat yang dapat dijual bebas adalah obat yang termasuk dalam
daftar obat bebas, obat bebas terbatas, kosmetika dan alat kesehatan tertentu.
Pembayaran obat dilakukan di kasir dan setelah lunas obat diserahkan kepada
pelanggan. Pelayanan swamedikasi yang diberikan oleh Apotek Keselamatan telah
sesuai dengan ketentuan yang berlaku, yaitu hanya dilakukan untuk kondisi-kondisi
penyakit ringan tertentu seperti penyakit kulit, diare, demam, batuk, dan nyeri
persendian, dengan pemberian obat bebas, obat bebas terbatas dan Obat Wajib
Apotek. APA atau apoteker pendamping akan merujuk pasien pada dokter apabila
Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
43
keadaan pasien memang perlu untuk dirujuk ke dokter. Dalam melakukan
swamedikasi, peran apoteker sangat terlihat dalam memilih obat yang efektif, aman
dan ekonomis, serta ketepatan dosis obat yang diberikan.
3.6.2
Pelayanan Obat dengan Resep
Pelayanan atau penjualan dengan resep diberikan kepada pasien yang
membeli obat dengan resep dokter secara tunai, proses pelayanan resep di apotek
Keselamatan adalah sebagai berikut :
a. Resep dari pasien diterima oleh apoteker, kemudian dilakukan skrining resep,
ketersediaan obat di apotek dan diberi harga.
b. Pasien diberitahukan tentang harga obat, jika pasien setuju maka pasien dapat
langsung membayar di kasir dan diminta menunggu untuk disiapkan obatnya.
Bila pasien merasa harga obat terlalu mahal, maka apoteker dapat menawarkan
obat generik.
c. Resep dibawa ke bagian peracikan untuk dikerjakan. Lembaran resep diberi
kertas penanda, yang berisi: nomor resep, tanggal resep, harga, dan nama pasien.
Obat yang telah selesai disiapkan kemudian diberi etiket (Lampiran 20) dan
diperiksa oleh apoteker baik bentuk sediaan, nama pasien, etiket, dan kesesuaian
jumlah obat dengan resep.
d. Obat diserahkan kepada pasien dengan pemberian informasi kemudian dicatat
alamat dan nomor telepon pasien, jumlah dan harga resep ke dalam buku resep.
e. Salinan resep seperti pada Lampiran 21 atau kuitansi seperti pada Lampiran 22
dapat dibuat atas permintaan pasien.
f. Pada pelayanan resep yang mengandung narkotika, tidak diperbolehkan
menyerahkan narkotika atas dasar salinan resep dokter dan resep tersebut
disimpan terpisah dengan resep obat non narkotika.
3.6.3
Pelayanan Obat Wajib Apotek (OWA)
Pelayanan obat wajib apotek (OWA) di Apotek Keselamatan disertai dengan
pemberian informasi obat.
3.6.4
Pelayanan Informasi Obat
Setiap penyerahan obat di apotek disertai dengan pemberian informasi obat
(PIO) kepada pasien. Pelayanan ini terutama diberikan oleh apoteker. PIO dilakukan
Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
44
bukan hanya apabila pasien membeli obat, namun juga saat pasien tidak membeli dan
sekedar bertanya. Pertanyaan mengenai informasi obat yang biasa ditanyakan di
apotek meliputi indikasi, cara pemakaian, efek samping obat, interaksi dengan obat
lain dan makanan, hal yang harus dihindari selama menggunakan obat dan
sebagainya.
3.6.5
Pelayanan Pemeriksaan Glukosa Darah, Asam Urat dan Kolesterol
Apotek juga melayani pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu, asam urat,
dan kolesterol. Pemeriksaan dilakukan menggunakan alat digital khusus dan
dilakukan oleh apoteker. Pelayanan pemeriksaan tersebut dilakukan mulai pukul
08.00-12.00 WIB. Setiap melakukan pelayanan pemeriksaan, maka dicatat pada buku
pelayanan pemeriksaan nama pasien dan hasil pemeriksaan. Setelah itu, pasien dapat
berkonsultasi dengan apoteker tentang hasil pemeriksaannya. Pelayanan pemeriksaan
ini dilakukan dengan latar belakang kebutuhan masyarakat di sekitar apotek. APA
melihat bahwa kebutuhan tersebut merupakan suatu peluang dalam mengembangkan
pelayanan apotek untuk masyarakat sekitar.
3.7 Pengelolaan Narkotika
Pengelolaan narkotika di Apotek Keselamatan terdiri dari pemesanan,
penerimaan, penyimpanan, dan pelaporan keluar masuknya obat narkotika di apotek.
3.7.1
Pemesanan Narkotika
Narkotika dipesan melalui PBF Kimia Farma dan wajib menggunakan surat
pesanan khusus narkotika. Pemesanan narkotika yang dilakukan memenuhi
ketentuan sebagai berikut:
a. Dalam satu lembar surat pesanan hanya untuk satu jenis narkotika.
b. Mencantumkan nama dan alamat apotek, Surat Izin Apotek, nama APA, dan
SIPA.
c. Surat pesanan harus ditandatangani oleh APA dan terdapat stempel apotek
pemesan.
d. Surat pesanan dibuat empat rangkap, satu untuk arsip di apotek, tiga rangkap
diserahkan kepada Pedagang Besar Farmasi Kimia Farma yang bersangkutan.
Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
45
3.7.2
Penerimaan dan Penyimpanan Narkotika
Penerimaan narkotika di Apotek Keselamatan dilakukan oleh apoteker
pendamping. Narkotika disimpan pada lemari khusus yang terdiri dari dua bagian
untuk narkotika sehari-hari maupun untuk persediaan. Satu lemari digunakan sebagai
tempat persediaan dan satu lemari untuk kebutuhan sehari-hari untuk menyimpan
narkotika. Di lemari penyimpanan terdapat kartu stok untuk mencatat pemasukan dan
pengeluaran narkotika serta mengetahui stok akhir narkotika.
3.7.3
Laporan Pemasukan dan Pengeluaran Narkotika
Setiap bulan Apotek Keselamatan wajib untuk membuat laporan narkotika
berdasarkan pemasukan dan pengeluaran narkotika yang tercatat di buku harian
penggunaan narkotika. Data pemasukan dan pengeluaran narkotika dimasukkan ke
dalam sebuah software aplikasi SIPNAP (Sistem Pelaporan Narkotika dan
Psikotropika) yang diisi secara online dan hasil data dikirim ke Bina Farmasi dan
Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan RI dalam bentuk softcopy yang disimpan di
CD dan tembusan ke balai besar POM dalam bentuk hardcopy.
3.8 Pengelolaan Psikotropika
Pengelolaan sediaan psikotropika di apotek meliputi pemesanan, penerimaan,
penyimpanan dan pelaporan penggunaan sediaan psikotropika.
3.8.1 Pemesanan Psikotropika
Pemesanan psikotropika di apotek memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. Dalam satu lembar surat pesanan boleh terdapat lebih dari satu jenis
psikotropika.
b. Dalam surat pesanan mencantumkan nama apotek, alamat apotek, nomor Surat
Izin Apotek (SIA), nama Apoteker Pengelola Apotek (APA), dan nomor Surat
Izin Praktek Apoteker (SIPA).
c. Surat pesanan harus ditandatangani oleh APA dan terdapat stempel apotek.
d. Surat pesanan dibuat tiga rangkap, dua surat salinannya digunakan untuk
pengarsipan di apotek, sedangkan lembar yang asli diserahkan ke PBF yang
bersangkutan. Pemesanan psikotropika tidak harus dilakukan di PBF Kimia
Farma.
Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
46
3.8.2 Penerimaan dan Penyimpanan Psikotropika
Penerimaan psikotropika di apotek dapat dilakukan oleh apoteker
pendamping. Bukti penerimaan obat diterima dan ditandatangi oleh APA. Obat
psikotropika di Apotek Keselamatan disimpan di lemari khusus yang terkunci dan
terjamin keamanannya yang disertai dengan kartu stok.
3.8.3 Pelaporan Penggunaan Psikotropika
Laporan pemakaian psikotropika di Apotek Keselamatan dilakukan sebulan
sekali melalui form aplikasi software SIPNAP secara online ke Bina Farmasi dan
Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dengan tembusan ke
balai besar POM.
3.9 Kegiatan Administrasi dan Keuangan
3.9.1 Kegiatan Administrasi
Apotek selain menjalankan fungsi kefarmasiannya juga melakukan kegiatan
administrasi yang berfungsi untuk mencatat segala proses kegiatan kerja yang ada di
apotek tersebut. Kegiatan administrasi yang dilakukan di Apotek Keselamatan
meliputi:
a. Administrasi penjualan
Administrasi penjualan yang dilakukan meliputi kegiatan pencatatan terpisah
obat-obat yang terjual antara obat ethical dan obat bebas di apotek.
b. Administrasi pembelian kredit atau hutang dagang
Pencatatan terhadap pembelian kredit yang dibuat berdasarkan faktur hutang
yang masuk dari PBF ke apotek. Pencatatan dilakukan terhadap nomor faktur, harga,
jatuh tempo pembayaran, dan diskon. Hal tersebut dilakukan untuk memudahkan
pengawasan terhadap pembayaran sehingga pembayaran dapat dilakukan sesuai
dengan waktunya.
c. Administrasi pembukuan
Hal ini dilakukan untuk mencatat transaksi-transaksi penjualan yang telah
dilaksanakan oleh apotek baik pengeluaran maupun pemasukan.
3.9.2 Sistem Administrasi
Apotek Keselamatan memiliki sistem administrasi yang dikelola dengan baik.
Sistem administrasi tersebut meliputi perencanaan, pengadaan, pengelolaan, dan
Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
47
pelaporan barang yang masuk dan keluar. Pengelolaan ini dilakukan oleh apoteker
pendamping yang dibantu oleh karyawan. Kelengkapan administrasi di Apotek
Keselamatan meliputi:
a. Buku defekta
Buku ini digunakan untuk mencatat daftar nama obat atau sediaan yang sudah
mendekati persediaan minimum atau yang harus segera dipesan untuk dapat
memenuhi kebutuhan di apotek. Buku defekta terdiri dari dua jenis, yaitu buku
defekta untuk obat ethical dan obat Over The Counter (OTC). Dengan adanya buku
defekta, karyawan ataupun apoteker dapat mengetahui dengan pasti perbekalan
farmasi yang harus dipesan dan menghindari pemesanan ganda di apotek sehingga
pemesanan dapat dikontrol dengan baik setelah disetujui oleh APA.
b. Surat Pesanan (SP)
Surat pesanan diberikan kepada PBF untuk melakukan pemesanan perbekalan
farmasi. Surat pesanan terdiri dari dua lembar yang harus ditandatangani oleh
apoteker. Dalam surat pesanan terdapat tanggal pemesanan, nama PBF yang
ditunjuk, nomor dan nama barang, jenis kemasan yang dipesan, jumlah pesanan,
tanda tangan pemesanan dan stempel apotek.
3.9.3 Kegiatan Keuangan
Kegiatan keuangan meliputi kegiatan yang meliputi aliran uang masuk yang
berasal dari setiap transaksi penjualan produk dan jasa di apotek, serta aliran uang
keluar yang berasal dari berbagai macam pengeluaran atau pembiayaan hutang
dagang dan biaya operasional apotek lainnya. Setiap tahun, Apotek Keselamatan
melakukan stock opname untuk mengetahui jumlah aset obat yang tersisa akhir
tahun.
Administrasi kegiatan keuangan yang dilakukan meliputi :
a. Buku kas untuk mencatat kegiatan yang terkait dengan uang yang ada di kas
apotek setiap bulannya.
b. Laporan laba rugi untuk mengetahui keuntungan dan kerugian yang dialami
apotek selama satu tahun.
c. Neraca tahunan untuk mengetahui aset apotek, baik berupa harta lancar, maupun
harta tetap.
Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
BAB 4
PEMBAHASAN
Apotek Keselamatan merupakan salah satu fasilitas pelayanan kefarmasian
yang berada di wilayah Jakarta Selatan tepatnya di Jalan Keselamatan No.27. Lokasi
apotek dinilai sebagai lokasi yang cukup strategis karena terletak di sisi pertigaan
jalan. Walaupun tidak berada di tepi jalan raya, jalan menuju apotek ramai oleh
pengendara yang menjadikan jalan tersebut sebagai jalan alternatif dari jalan utama
seperti Jalan KH. Abdullah Syafi’i dan Jalan dr. Saharjo. Hal ini menjadi peluang
apotek untuk menambah jumlah drop in customer. Keberadaan apotek bisa dikenali
dengan adanya dua papan nama yang terpasang di apotek dan neon box di depan
halaman apotek. Pada siku jalan menuju apotek terdapat papan penunjuk apotek yang
di pasang di tiang listrik sehingga memudahkan masyarakat mengetahui lokasi
apotek.
Lingkungan sekitar apotek merupakan lingkungan yang padat penduduknya,
dihuni oleh penduduk asli maupun pendatang yang menyewa kos. Tingkat kepadatan
penduduk tersebut mempengaruhi jumlah domestic customer apotek. Di sekitar
apotek juga terdapat beberapa sarana pelayanan kesehatan seperti praktek dokter,
praktek dokter gigi, klinik Yashika dan Puskesmas kecamatan. Sarana pelayanan
kesehatan tersebut menguntungkan apotek karena dapat menambah jumlah resep
yang masuk. Selain sarana pelayanan kesehatan tersebut, di sekitar lingkungan
apotek juga terdapat apotek kompetitor seperti Apotek La Rose, apotek Amani,
apotek K-24 dan Apotek Barkah. Keberadaan apotek kompetitor menyebabkan
masyarakat memiliki banyak alternatif dalam memilih apotek.
Lokasi apotek yang strategis dan desain eksterior yang baik juga dibutuhkan
untuk menjaring drop in costumer, yang diharapkan bisa menjadi regular costumer.
Apotek memiliki desain eskterior yang tidak menimbulkan kesan mahal terhadap
produk yang dijual di apotek, mengingat masyarakat yang tinggal di sekitar apotek
merupakan masyarakat dari kalangan ekonomi menengah kebawah. Dari luar apotek,
terlihat obat disusun rapi, tampak penuh di lemari dan etalase sehingga memberi
kesan lengkap akan ketersediaan obat.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No 1027 tahun 2004, apotek
harus memiliki ruang tunggu, ruang racikan, keranjang sampah dan tempat
menampilkan informasi. Sarana dan prasarana di apotek terdiri dari ruang tunggu,
Laporan praktek…..,
48Tri Vita, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
49
ruang racik, meja kasir, meja kerja apoteker, ruang istirahat karyawan, ruang sholat,
toilet, wastafel, halaman parkir dan keranjang sampah. Apoteker atau karyawan
ketika melayani pelanggan, baik pada saat menyerahkan ataupun memberikan
informasi obat, hanya dibatasi etalase kaca yang ketinggiannya disesuaikan dengan
kenyamanan pelanggan dan karyawan. Fasilitas ruang tunggu dilengkapi dengan
beberapa kursi dan juga televisi yang diharapkan bisa memberikan kenyamanan bagi
pelanggan yang sedang menunggu. Warna cat apotek yang dominan biru serta
tanaman hias dan pohon di halaman sekitar apotek memberikan kesan bersih, teduh
dan asri pada apotek. Selain itu, apotek juga dilengkapi dengan fasilitas halaman
yang cukup luas, sehingga memudahkan pengunjung untuk parkir secara aman dan
gratis. Dengan demikian, secara umum sarana dan prasarana di apotek sudah sesuai
dengan
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
1027/MENKES/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek.
Desain interior apotek dinilai cukup baik. Kondisinya yang bersih dan rapi
dapat memberikan kenyamanan bagi karyawan dan pelanggan. Kerapihan Apotek
dapat dilihat dari penyusunan obatnya. Penyusunan obat dikelompokan berdasarkan
obat OTC (Over The Counter), obat ethical, obat narkotika dan psikotropika, obat
untuk pemakaian topikal, jamu, fitofarmaka, obat untuk racikan dan obat yang
membutuhkan penyimpanan khusus di lemari pendingin. Selain itu, juga tersedia
perbekalan farmasi, produk kosmetik dan produk bayi.
Obat OTC disusun di etalase bagian depan apotek dengan memperhatikan
estetika, bentuk dan warna kemasan obat agar tampak menarik dari luar. Sebagian
besar obat OTC sediaan cair disusun berdasarkan efek farmakologinya. Obat bebas
lainnya yang berbentuk cair, solid dan semisolid diletakkan di etalase depan.
Penempatan obat yang tepat sangat penting agar obat mudah dikenali pengunjung
seperti suplemen herbal yang di tempatkan di etalase khusus di dekat kasir
pembayaran.
Obat ethical yang terdiri dari obat generik, obat paten dan obat nama dagang
disimpan di bagian dalam apotek. Obat ethical disusun secara alphabetis dengan
kartu stok yang disisipkan di sebelah kiri obat. Penempatan obat generik, obat paten
dan obat nama dagang dipisahkan. Adanya penyusunan obat secara alphabetis atau
berdasarkan efek farmakologi serta pemisahan penempatan obat generik, obat nama
dagang dan obat paten akan memudahkan karyawan dalam pengambilan obat dan
mempercepat gerak karyawan dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan. Hal
Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
50
ini tentunya akan memuaskan serta menambah kepercayaan pelanggan terhadap
apotek.
Penyimpanan obat harus memperhatikan kestabilan obat agar kualitas obat
tetap terjaga. Untuk tujuan tersebut, apotek memiliki sebuah lemari pendingin.
Lemari pendingin ini digunakan untuk menyimpan obat-obat yang membutuhkan
suhu khusus dalam penyimpanannya seperti suppositoria, ovula, kapsul lunak (soft
capsule) dan vitamin untuk menjaga stabilitas obat-obat tersebut. Penyimpanan dan
penyusunan obat yang rapi juga dilakukan dengan memperhatikan kemudahan dalam
mengambil obat sehingga mempercepat pelayanan resep.
Penyusunan obat di apotek dilakukan berdasarkan jenis obat (OTC atau
ethical), bentuk sediaan, efek farmakologi, dan kerawanan dicuri. Obat untuk racikan
diletakkan di tempat tertentu yang terpisah dengan jenis obat ethical lain agar proses
peracikan lebih mudah. Obat seperti salep, krim dan obat tetes mata diletakkan di
etalase khusus agar mempermudah karyawan dalam melayani konsumen. Beberapa
obat yang memiliki efek farmakologi serupa diletakkan berdekatan. Untuk obat–obat
yang memiliki harga cukup tinggi tidak diletakkan di etalase yang dekat dengan
pengunjung. Adanya pemisahan terhadap penyusunan dan penempatan obat tersebut
juga berguna untuk mencegah terjadinya medication error. Berbeda dengan kartu
stok obat ethical, kartu stok obat OTC tidak diletakkan di samping obat, melainkan
disimpan terpisah agar susunan obat tetap terjaga kerapihannya.
Obat-obat golongan narkotika dan psikotropika diletakkan di lemari khusus
dengan tiga pintu yang terkunci dan tersusun ke atas. Lemari bagian atas diisi dengan
obat golongan narkotika, lemari kedua dari atas diisi dengan obat golongan
psikotropika yang didalamnya terdapat kartu stok yang diletakkan disamping obatobat tersebut. Lemari ketiga (paling bawah) merupakan tempat persediaan narkotika
dan psikotropik. Obat-obat di dalamnya sudah dibagi-bagi sedemikian rupa, sehingga
tiap pengeluaran obat dari persediaannya dapat dihitung dengan mudah.
Fasilitas lain di ruang dalam apotek yakni terdapat ruang peracikan. Di dalam
ruang peracikan ini terdapat meja racik serta perlengkapan meracik seperti alu,
mortar, sudip, timbangan, kertas perkamen, kapsul dan pot. Selain itu, terdapat
sebuah meja besar yang digunakan untuk berdiskusi dan melakukan pembukuan.
Terdapat pula telepon dan faksimili yang sengaja disediakan bagi karyawan untuk
memesan obat serta menerima pesan dari instansi lain.
APA dibantu oleh apoteker pendamping dan juru resep dalam melaksanakan
pelayanan kefarmasian. Pelayanan yang diberikan kepada pelanggan dilakukan
Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
51
dengan sebaik mungkin, misalnya sambutan yang ramah dari karyawan apotek,
pelayanan yang cepat, pemberian informasi obat yang jelas, sehingga pelanggan
merasa diperhatikan dan merasa puas yang akhirnya banyak di antara pelanggan
yang kembali lagi ke apotek dan menjadi regular customer.
APA bertugas mengevaluasi pemasukan dan pengeluaran uang dan barang
serta memberikan masukan kepada karyawan apotek akan hal tersebut. Terkadang
karyawan apotek berdiskusi dengan APA untuk menambah pengetahuan mereka
terutama dalam hal swamedikasi, sehingga tetap memberikan pelayanan yang baik
kepada pelanggan walaupun APA sedang tidak berada di tempat. Hubungan
kekeluargaan antara APA dan karyawan juga terjalin dengan baik sehingga mereka
memiliki sense of belonging terhadap apotek. Dengan suasana kerja yang
mendukung, karyawan dan APA dapat memberikan pelayanan yang optimal kepada
pelanggan. Pelanggan akan merasa puas terhadap pelayanan yang diberikan oleh
apotek dan tentunya hal ini akan memberi nilai lebih bagi apotek.
Pengelolaan obat yang optimal menjadi salah satu hal yang penting agar
ketersediaan obat terjaga dengan baik. Pengelolaan obat di apotek berjalan dengan
baik dan diikuti dengan administrasi yang baik. Pengelolaan obat diawali dengan
perencanaan. Perencanaan obat dilakukan berdasarkan data yang terdapat pada buku
defekta. Stok obat yang habis dan permintaan obat tertentu dari masyarakat yang
belum tersedia di apotek dicatat dalam buku defekta. Buku defekta terdiri dari dua
jenis yaitu buku defekta obat ethical dan obat OTC.
Pertimbangan jenis dan jumlah obat yang akan dipesan untuk pengadaan obat
juga dipengaruhi oleh anggaran yang ada, harga obat, pola peresepan dokter dan
jumlah persediaan minimum obat. Hal tersebut dilakukan agar apotek memiliki
ketersediaan obat yang lengkap, sehingga akan memberikan pelayanan yang optimal
kepada pelanggan serta akan menambah kepercayaan pelanggan. Dalam pengelolaan
sediaan obat di apotek, pengadaan merupakan hal yang sangat penting. Pengadaan
obat di apotek dilakukan dengan pemesanan obat ke PBF atau ke toko obat. Obat
dapat dipesan melalui telepon ataupun dipesan secara langsung lewat karyawan PBF
(sales) yang secara rutin berkunjung ke apotek.
Pemesanan obat secara langsung melalui sales yang datang ke apotek
dilakukan dengan menggunakan surat pesanan, sedangkan pemesanan melalui
telepon, surat pesanan diberikan saat obat diantar ke apotek. Pemesanan obat di
dilakukan dua kali dalam seminggu, yaitu setiap hari senin dan kamis. Pemesanan ini
Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
52
sangat penting untuk memenuhi kebutuhan penjualan harian apotek, baik penjualan
obat bebas maupun penjualan obat resep.
Pada umumnya pemesanan obat dilakukan apabila stok obat telah mencapai
stok persediaan minimum atau obat dalam kondisi habis. Jika obat-obat berada dalam
kondisi tersebut harus segera ditulis dalam buku defecta. Obat-obatan yang akan
dipesan ke PBF harus disesuaikan jumlah dan jenisnya dengan kebutuhan apotek.
Jumlah obat yang dipesan juga dipengaruhi oleh tingkat penjualan obat dan diskon
dari PBF. Apabila suatu obat termasuk obat yang laku terjual (fast moving) dan PBF
menawarkan adanya diskon, maka pemesanan obat tersebut dapat diperbanyak
jumlahnya untuk memenuhi kebutuhan stok satu bulan. Setiap pemesanan obat ke
PBF harus memenuhi batas kredit yang ditentukan, yaitu memenuhi jumlah minimal
pemesanan sehingga obat dapat dikirim. Setiap PBF menetapkan nilai batas kredit
atau jumlah minimal pemesanan yang berbeda-beda.
Obat yang datang selanjutnya diterima oleh karyawan apotek dan diperiksa
kesesuaiannya dengan daftar obat yang ada di buku pemesanan. Pengecekan juga
dilakukan terhadap barang yang datang dengan faktur pembelian yang meliputi jenis
barang, merek, ukuran sediaan, jumlah, harga satuan, jumlah harga per jenis barang
dan jumlah harga keseluruhan obat yang tertera di dalam faktur. Jika obat yang
datang tersebut sudah sesuai, maka faktur ditandatangani dan diberi stempel oleh
karyawan apotek yang menandakan bahwa obat telah diterima. Jika terdapat obat
yang tidak sesuai pesanan, kemasan/obat rusak, atau tanggal kadaluarsanya terlalu
dekat, maka obat tersebut dikembalikan kepada PBF yang bersangkutan. Selanjutnya
akan dikirim barang yang sesuai dengan pesanan dan akan diberikan faktur baru
yang sesuai dengan pesanan. Faktur pembelian obat terdiri dari 1 lembar faktur asli
dan 4 lembar salinan faktur. 1 lembar faktur asli dan 2 lembar salinan faktur
dikembalikan kepada karyawan PBF sedangkan 3 lembar salinan faktur diambil dan
disimpan oleh karyawan apotek sebagai arsip. Faktur yang masuk dicatat dalam buku
faktur masuk. Hal tersebut dilakukan untuk mengatur jadwal pembayaran kepada
PBF sesuai tanggal jatuh temponya dan anggaran yang tersedia. Obat yang telah
diterima selanjutnya dihitung harga jualnya sesuai dengan besarnya pajak dan
persentase keuntungan yang ingin diperoleh. Obat tersebut kemudian diberi label
harga dan dicatat di kartu stok sebagai obat yang masuk. Catatan yang dimuat di
kartu stok berupa tanggal obat masuk, jumlah obat, PBF asal, dan sisa obat. Alur
penerimaan barang di Apotek Keselamatan dapat dilihat pada Lampiran 23.
Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
53
Pembayaran obat yang dipesan dilakukan setelah karyawan PBF dan apotek
melakukan tukar faktur, yaitu menetapkan waktu pembayaran obat berdasarkan
periode pembayaran dan tanggal jatuh tempo yang telah disepakati. Contoh tanda
terima tukar faktur dapat dilihat pada Lampiran 23. Karyawan PBF biasanya datang
kembali ke apotek 1 minggu setelah pengiriman obat untuk melakukan tukar faktur.
Pada saat tukar faktur, sales PBF datang ke apotek membawa faktur pembelian asli,
bon pembelian rangkap dan faktur pajak. Pihak apotek mengisi tanggal pembayaran
yang akan dilakukan pada faktur pembelian asli sesuai dengan buku faktur masuk
dan memberikan bon asli kepada sales PBF untuk dibawa kembali pada saat
penagihan. Tanggal jatuh tempo pembayaran umumnya 21 hari atau 30 hari setelah
pemesanan obat. Pada tanggal jatuh tempo, apotek melakukan pembayaran dan
karyawan PBF akan menandatangani faktur asli dan menyatakan lunas serta
mengembalikan faktur asli kepada apotek.
Administrasi pencatatan penjualan di apotek dilakukan dengan baik dan rapi
oleh karyawan apotek. Setiap penjualan obat selalu dicatat di kartu stok obat dan
catatan harian penjualan. Catatan harian penjualan merupakan catatan hasil penjualan
setiap hari di apotek yang berisi nama/jenis obat, jumlah, harga jual dan modal awal
harian. Catatan harian penjualan tersebut dipisahkan antara OTC dan obat ethical
sehingga dapat diketahui rincian pemasukan apotek dari kedua golongan obat
tersebut.
Data dari catatan harian dicatat kembali dalam buku pemasukan dan
pengeluaran harian. Melalui buku tersebut, pemasukan dan pengeluaran dapat
dievaluasi setiap harinya. Data pada buku tersebut kemudian dimasukkan ke dalam
buku kas, yang digunakan sebagai data untuk mengevaluasi pemasukan dan
pengeluaran setiap bulan. Selain itu, evaluasi keuangan juga dilakukan setiap tahun
dengan membuat neraca dan laporan laba rugi. Evaluasi ini bertujuan untuk melihat
perkembangan apotek setiap tahunnya. Evaluasi terhadap pergerakan obat juga
dilakukan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui obat mana saja yang masih tersedia
dalam jumlah banyak, banyaknya obat yang sudah kadaluarsa dan jenis obat yang
tergolong fast moving dan slow moving.
Terdapat tiga jenis pelayanan yang dilakukan di apotek, yaitu pelayanan obat
OTC, pelayanan resep, pelayanan swamedikasi oleh apoteker serta pelayanan
pemeriksaan gula darah, kolesterol dan asam urat. Setelah resep diterima, obat yang
ada di resep diperiksa ketersediaannya di apotek. Jika obat yang diminta tidak ada,
pasien akan ditawarkan obat dengan komposisi sama dengan nama dagang yang
Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
54
berbeda. Jika pasien setuju, harga dikonfirmasikan juga kepada pasien dan obatnya
langsung disiapkan bila pasien setuju. Resep diskrining secara administrasi,
farmasetik dan klinis oleh apoteker. Bila terdapat ketidakrasionalan, maka dokter
yang meresepkan segera dihubungi. Pasien diberikan informasi mengenai indikasi
dan efek samping obat, cara penggunaan obat, jangka waktu pemakaian, makanan
dan minuman yang dianjurkan atau dihindari, ataupun saran terapi non farmakologis
lainnya pada saat penyerahan obat. Hal tersebut penting dilakukan agar terapi
farmakologi pasien berjalan dengan optimal dan menghindari terjadinya medication
error. Pada pelayanan resep, apoteker meminta alamat dan nomor telepon pasien,
khususnya pada resep yang mengandung obat narkotika dan psikotropika. Hal ini
bertujuan untuk mempermudah apotek melakukan pemantauan jika ada obat yang
salah dan untuk kepentingan pengarsipan. Resep-resep yang masuk disimpan,
dikelompokkan setiap bulan dan diberi keterangan berupa nomor resep, tanggal
resep, nama pasien dan harga obat pada resep. Khusus untuk resep narkotika,
penomoran resep dipisahkan dengan resep biasa untuk mempermudah pelaporan
narkotika
ke
Kementerian
Kesehatan
secara
online
melalui
website
sipnap.binfar.depkes.go.id setiap bulannya. Pelayanan swamedikasi sebagian besar
dilakukan untuk pemakaian terhadap obat OTC atau Obat Wajib Apotek (OWA).
Ada dua jenis pelanggan dalam hal ini, yaitu pelanggan yang sudah mengetahui obat
yang akan dibeli dan pelanggan yang datang dengan keluhan penyakit tertentu tanpa
mengetahui obat yang akan dibeli. Pada jenis pelanggan yang kedua, apoteker atau
karyawan apotek membantu memilihkan obat dengan mempertimbangkan usia,
penyakit yang diderita dan harga yang disanggupi pasien. Pelayanan swamedikasi di
apotek sudah berjalan cukup baik, hal ini terlihat dari kepercayaan masyarakat yang
tinggi terhadap apoteker dalam melakukan swamedikasi. Pelayanan tambahan di
apotek yakni pemeriksaan tekanan darah, pemeriksaan asam urat, pemeriksaan gula
darah dan pemeriksaan kolesterol. Pemeriksaan darah dilakukan oleh apoteker
dengan menggunakan kit khusus sehingga hasilnya dapat diketahui segera.
Apoteker juga memberikan rekomendasi dan informasi terhadap pasien
selama proses pemeriksaan. Pasien akan diberi kartu hasil pemeriksaan dan data
pasien diarsipkan dengan rapi. Data tersebut dikelompokkan berdasarkan tanggal
pemeriksaan tiap pasien yang bisa berfungsi sebagai rekam medis pasien.
Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa Apotek Keselamatan telah
berjalan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2009 tentang
Pekerjaan Kefarmasian. Apotek telah melaksanakan fungsi apoteknya sebagai sarana
Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
55
pelayanan kefarmasian yaitu tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker
seperti pengadaan, penyimpanan, pendistribusian obat, pelayanan obat atas resep
dokter serta memberikan pelayanan informasi obat. Selain itu, Apotek Keselamatan
juga telah menerapkan sebagian besar standar pelayanan kefarmasian sesuai
Keputusan Menkes RI Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 yang meliputi pelayanan
resep, promosi dan edukasi. Pelayanan kefarmasian yang belum dilaksanakan oleh
Apotek Keselamatan adalah home care.
Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan selama melaksanakan Praktek
Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek Keselamatan, terdapat beberapa hal
yang dapat disimpulkan antara lain :
a. Apoteker Pengelola Apotek memiliki peranan yang sangat penting dalam
keberlangsungan pengelolaan apotek yang meliputi kegiatan administrasi,
manajemen keuangan, pengadaan, penyimpanan, dan pelayanan kefarmasian
di apotek terutama pelayanan swamedikasi.
b. Pengelolaan apotek yang meliputi kegiatan administrasi, manajemen
keuangan, pengadaan, penerimaan dan penyimpanan, penjualan perbekalan
farmasi serta pelayanan kefarmasian terhadap pasien telah dilakukan dengan
baik serta sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
5.2
Saran
Perlunya dilaksanakan pelayanan rumah (home care), monitoring
penggunaan kerasionalan obat dan monitoring terhadap efek yang tidak
diinginkan dari penggunaan obat berdasarkan Patient Medication Record (PMR),
yang dimaksudkan untuk meningkatkan pelayanan apotek dan menjamin
keberhasilan terapi yang dilakukan.
Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
56
Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN
Badan Pengawas Obat dan Makanan. (2013). Peraturan Kepala Badan
Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia No. 40 Tahun 2013
tentang Pedoman Pengelolaan Prekursor Farmasi dan Obat Mengandung
Prekursor Farmasi. Jakarta.
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. (2008). Pedoman
Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit. Jakarta : Departemen
Kesehatan Republik Indonesia
Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia. (2010). Review Penerapan Sistem Pelaporan
Narkotika dan Psikotropika (SIPNAP) dan Sistem Pelaporan Dinamika
Obat PBF Regional I, II dan III Tahun 2010. 20 Agustus 2013.
http://binfar.depkes.go.id/index.php/berita/view/178
Menteri Kesehatan RI. (1969). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 6355/Dir.Jen/SK/1969. Jakarta.
Menteri Kesehatan RI. (1978). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 28/MENKES/PER/V/1978 Tentang Penyimpanan Narkotika.
Jakarta.
Menteri Kesehatan RI. (1983). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 2380/A/SK/VI/83 Tentang Tanda Khusus untuk Obat Bebas dan
Obat Bebas Terbatas. Jakarta.
Menteri Kesehatan RI. (1986). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 2396/A/SK/VII/86 Tentang Tanda Khusus Obat Keras Daftar G.
Jakarta.
Menteri Kesehatan RI. (1990). Keputusan Menteri Kesehatan
347/MENKES/SK/VII/1990 Tentang Obat Wajib Apotik. Jakarta.
Nomor
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (1993a). Peraturan Menteri Kesehatn
Republik Indonesia Nomor 922/Menkes/Per/X/1993 Tentang Ketentuan
dan Tata Cara Pemberian Izin Apotik. Jakarta.
Menteri Kesehatan RI. (1993b). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 919/MENKES/PER/X/1993 Tentang Kriteria Obat yang Dapat
Diserahkan Tanpa Resep. Jakarta.
Menteri Kesehatan RI. (1993c). Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
924/MENKES/Per/X/1993 tentang Daftar Obat Wajib Apotik No.2.
Jakarta.
Laporan 57
praktek…..,
Tri Vita,
FF UI, 2014
Universitas
Indonesia
58
Menteri Kesehatan RI. (1999). Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
1176/MENKES/SK/X/1999 tentang Daftar Obat Wajib Apotik No.3.
Jakarta.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2002). Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 1332/Menkes/SK/X/2002 Tentang Perubahan
Atas Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
922/Menkes/Per/X/1993 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian
Izin Apotik. Jakarta.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 Tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2008). Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 1121/Menkes/SK/XII/2008. Jakarta.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2011). Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 889/MENKES/PER/V/2011 tentang Registrasi,
Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian. Jakarta.
Presiden Republik Indonesia. (1976). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
9 Tahun 1976 Tentang Narkotika. Jakarta.
Presiden Republik Indonesia. (1980). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 25 Tahun 1980 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah
Nomor 26 Tahun 1965 Tentang Apotik. Jakarta.
Presiden Republik Indonesia (1997a). Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika. Jakarta.
Presiden Republik Indonesia. (1997b). Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika. Jakarta.
Presiden Republik Indonesia. (2009a). Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan. Jakarta.
Presiden Republik Indonesia. (2009b). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta.
Presiden Republik Indonesia (2009). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Jakarta.
Quick, Jonathan D. (1997). Managing drug supply: The selection, procurement,
distribution, and use of pharmaceuticals 2nd Edition. Connecticut:
Kumarian Press.
Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
59
Seto, Soerjono, Nita, Yunita, dan Triana, Lily. (2004). Manajemen Farmasi:
Lingkup Apotek, Farmasi Rumah Sakit, Pedagang Besar Farmasi, Industri
Farmasi. Jakarta: Airlangga University Press.
Umar, M. (2011). Manajemen Apotek Praktis. (Ed. ke-4). Jakarta: Wira Putra
Kencana.
Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
LAMPIRAN
Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
60
Lampiran 1. Contoh formulir APT-1
Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
61
Lampiran 1. (Lanjutan)
Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
62
Lampiran 2. Contoh formulir APT-2
Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
63
Lampiran 3. Contoh formulir APT-3
Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
64
Lampiran 3. (Lanjutan)
Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
65
Lampiran 3. (Lanjutan)
Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
66
Lampiran 3. (Lanjutan)
Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
67
Lampiran 3. (Lanjutan)
Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
68
Lampiran 3. (Lanjutan)
Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
69
Lampiran 4. Contoh formulir APT-4
Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
70
Lampiran 5. Contoh formulir APT-5
Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
71
Lampiran 5. (Lanjutan)
*
Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
72
Lampiran 5. (Lanjutan)
Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
73
Lampiran 6. Contoh formulir APT-6
Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
74
Lampiran 7. Contoh formulir APT-7
Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
75
Lampiran 8. Surat pesanan narkotika
Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
76
Lampiran 9. Laporan narkotika SIPNAP
No
Kode
UL
Na
ma_
UL
Nama Narkotika
Satuan
1
Codein pulvis
mg
2
Codein tablet 10 mg
Tablet
3
Codein tablet 15 mg
Tablet
4
Codein tablet 20 mg
Tablet
5
Codipront cum
expectoran kapsul
Kapsul
6
Codipront kapsul
Kapsul
7
Codipront cum
expectoran sirup
Botol
8
Codipront sirup
Botol
9
Coditam 30 mg botol
100 tablet
Tablet
10
Doveri 100 mg tablet
Tablet
11
Doveri 150 mg tablet
Tablet
12
Doveri 200 mg tablet
Tablet
13
Doveri pulvis
mg
14
Durogesic matrix 25
MU
Tablet
Stok
awal
Jumlah
pemasuk
an
PBF
Jumlah
pemasukan
sarana
Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
Jumlah
pengeluara
n
resep
Jumlah
pengelua
ran
sarana
Jumlah
pemusnaha
n
No
dan
Tgl
BAP
Stok
Akhir
77
Lampiran 9. (Lanjutan)
15
Durogesic matrix 12
MU
Tablet
16
Durogesic matrix 50
MU
Tablet
17
Fentanyl 0,05 mg/ml 2
ml injeksi
ampul
18
Fentanyl 0,05 mg/ml 10
ml injeksi
ampul
19
Jurnista (
Hydromorphone HCl )
4 mg
Tablet
20
Jurnista (
Hydromorphone HCl )
8m
Tablet
21
Jurnista (
Hydromorphone HCl )
16 mg
Tablet
22
Jurnista (
Hydromorphone HCl )
32 mg
Tablet
23
Methadone sirup 50
mg/5ml
Botol
24
Morfin tablet 10 mg
Tablet
25
Morfin injeksi 10
mg/ml 1 ml
ampul
26
MST Continus tablet 10
mg
Tablet
Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
78
Lampiran 9. (Lanjutan)
27
MST Continus tablet 15
mg
Tablet
28
MST Continus tablet 30
mg
Tablet
29
Oxycontin tablet 5 mg
Tablet
30
Oxycontin tablet 10 mg
Tablet
31
Oxycontin tablet 20 mg
Tablet
32
Oxycontin tablet 40 mg
Tablet
33
Oxycontin tablet 80 mg
Tablet
34
Pethidin injeksi 50mg/ml
2 ml
Suboxone sublingual
tab 2 mg
ampul
36
Suboxone sublingual
tablet 8 mg
Tablet
37
Subutex sublingual
tablet 2 mg
Tablet
38
Subutex sublingual
tablet 28mg
Tablet
39
Sufenta 0,005 mg/ml 10
ml injeksi
ampul
35
Tablet
Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
79
Lampiran 10. Surat pesanan psikotropika
Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
80
Lampiran 11. Laporan Psikotropika SIPNAP
No
1
Kode
UL
Nam
a_U
L
Nama Psikotropika
Satuan
Stok
awal
Tablet
2
ALPRAZOLAM 0,5
mg
AlPRAZOLAM 1 mg
3
ANALSIK
Tablet
4
Tablet
5
AMITRIPTILYLINE
25
BELLAPHEN
Tablet
6
BRAXIDIN
Tablet
7
Tablet
8
CHLORPROMAZIN
E
100 mg
CLOBAZAM 10 mg
Tablet
9
DANALGIN
Tablet
10
DIAZEPAM 2 mg
Tablet
11
EPHEDRIN 25 mg
Tablet
12
ESILGAN 1 mg
Tablet
13
ESILGAN 2 mg
Tablet
14
EXTRACK
BELLADONNAE 10
MG
Tablet
15
FRISIUM
Tablet
16
HALOPERIDOL
mg
5
Jumlah
pemasuk
an
PBF
Jumlah
pemasu
kan
sarana
Jumlah
pengeluara
n
resep
Tablet
Tablet
Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
Jumlah
pengeluara
n
sarana
Jumlah
pemusnahan
No
dan
Tgl
BAP
Stok
Akhir
81
Lampiran 11. (Lanjutan)
17
LIBRAX
Tablet
18
PHENOBARBITAL
30 mg
Tablet
19
PIPTAL DROPS
Fls
20
PRONEURON
Tablet
21
SANMAG
Tablet
22
SPASMIUM
Tablet
23
Tube
25
STESOLID
RECTAL
5 mg
STESOLID
RECTAL
10 mg
STESOLID SIRUP
26
VALISANBE 2 mg
Tablet
27
VALISANBE 5 mg
Tablet
28
XANAX 0.25 mg
Tablet
29
XANAX 0.5 mg
Tablet
30
XANAX 1 mg
Tablet
24
Tube
Fls
Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
82
Lampiran 12 . Lokasi Apotek Keselamatan
Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
1,75 m
8m
1,75 m
3,5 m 6,55 m
6m
OBAT-OBAT
ETHICAL
OBAT-OBAT
ETHICAL
1,7 m
OBAT-OBAT
OTC
3,5 m
OBATOBAT OTC
2,5 m
5,5 m
83
Lampiran 13. Denah Ruangan Apotek Keselamatan
84
Lampiran 14. Desain Eksterior Apotek Keselamatan
Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
85
Lampiran 15. Desain Obat-obat OTC Apotek Keselamatan
Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
86
Lampiran 16. Desain Obat-obat Ethical Apotek Keselamatan
Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
87
Lampiran 17. Surat pesanan Apotek Keselamatan
Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
88
Lampiran 18. Tanda terima tukar faktur Apotek Keselamatan
Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
89
Lampiran 19. Kartu stok barang Apotek Keselamatan
Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
90
Lampiran 20. Etiket obat Apotek Keselamatan
Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
91
Lampiran 21. Salinan resep Apotek Keselamatan
Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
92
Lampiran 22. Kuitansi Apotek Keselamatan
Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
93
Lampiran 23. Alur penerimaan barang di Apotek Keselamatan
Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
PEMBUATAN MEDIA PROMOSI KESEHATAN DI APOTEK
TENTANG DEMAM PADA ANAK DAN
CARA PENANGANANNYA
TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
TRI VITA PRATIWI, S.Farm
1206330204
ANGKATAN LXXVII
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JANUARI 2014
Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL……..……………………………………………............. i
DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2. Tujuan Penulisan................................................................................... 2
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA……………......................................................... 3
2.1. Etiologi Demam………......................................................................... 3
2.2. Tipe Demam…………………….......................................................... 3
2.2.1 Demam yang Sering Dijumpai………………..………………… 3
2.2.2 Demam pada Anak……………………………………………… 4
2.3. Perhatian Khusus Harus Diberikan Terhadap Anak yang
Menderita Demam………………………………………………..…… 5
2.3.1 Anamnesis……………..……………………………………….. 5
2.3.2 Pemeriksaan Fisik……………..…………………………………6
2.3.3 Pemeriksaan Laboratorium……………………………………....6
2.3.4 Diagnosis Banding………………...……………………………. 6
2.4. Penatalaksanaan Demam pada Anak ………………….……............... 7
2.4.1 Terapi non Farmakologi……………………………………….... 7
2.4.2 Terapi Farmakologi……………………………………………... 7
2.5. Media dalam Pendidikan Kesehatan..................................................... 7
2.5.1 Karakteristik Media Pendidikan Kesehatan………………………8
2.5.2 Perilaku Kesehatan………………….…………………………….8
BAB 3. METODOLOGI PELAKSANAAN……………………….……………. 10
3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Kegiatan……………………………..10
3.2 Metode Pelaksanaan……………………………………………………10
BAB 4. PEMBAHASAN ....................................................................................... 11
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 15
5.1. Kesimpulan .......................................................................................... 15
5.2. Saran .................................................................................................... 15
DAFTAR ACUAN ................................................................................................ 16
Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
ii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Diagnosis Banding untuk Demam Tanpa Disertai Tanda
Lokal……….…….............................................................................
Lampiran 2. Diagnosis Banding untuk Demam Disertai Tanda Lokal …….…….
Lampiran 3. Diagnosis Banding Demam dengan Ruam……………………...…..
Lampiran 4. Diagnosis Banding Tambahan untuk Demam yang Berlangsung
Lebih dari 7 Hari……………………………………………………
Lampiran 5. Contoh Poster Demam pada Anak dan Penanganannya…………….
Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
iii
17
19
20
21
23
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Demam merupakan salah satu gejala penyakit yang paling sering dialami oleh
anak-anak, 70% dialami oleh anak-anak prasekolah setiap tahunnya. Sebanyak 40%
anak prasekolah dibawa ke dokter karena demam setiap tahunnya (CDK, 2009).
Demam bukanlah penyakit, melainkan sebuah mekanisme pertahanan tubuh terhadap
infeksi atau masuknya zat asing ke dalam tubuh. Anak dapat dikatakan menderita
demam bila suhu yang diukur melalui rektal lebih dari 38oC, serta melalui oral dan
ketiak lebih dari 37,5oC. Oleh karena itu, penting untuk mengukur tubuh secara
berkala setiap 4-6 jam saat anak menderita demam untuk memastikan dibutuhkan
tindakan lebih lanjut atau tidak (Melindacare, 2011, p.1).
Demam dapat disebabkan oleh bakteri maupun virus, dan virus merupakan
penyebab demam yang paling sering. Infeksi virus, seperti pada flu dan
gastroenteritis dapat menyebabkan naiknya suhu tubuh, tapi secara umum akan
sembuh tanpa pengobatan. Infeksi bakteri, seperti infeksi saluran kemih dan infeksi
telinga juga bisa menyebabkan terjadinya demam (Jordaan, 2013, p.6).
Sekitar 5-20% anak yang mengalami demam sebenarnya tidak memiliki
sumber infeksi yang jelas, bahkan setelah meneliti riwayat penyakit serta melakukan
pemeriksaan fisik. Sebagian dari angka tersebut terkait dengan infeksi yang
disebabkan oleh virus sehingga akan sembuh dengan sendirinya. Namun pada
sebagian kecil anak lainnya, demam tanpa penyebab yang jelas (Fever of Unknown
Origin) mungkin terjadi karena adanya bakteri dalam darahnya. Jika tidak ditangani
dengan tepat, hal tersebut akan berbahaya karena dapat menyebabkan infeksi bakteri
akut, seperti infeksi pada paru-paru, infeksi pada selaput otak, dan infeksi pada
tulang (Melindacare, 2011, p.1).
Demam pada anak sering menimbulkan kekhawatiran yang berlebihan dari
orangtua. Keyakinan untuk segera menurunkan demam sudah melekat erat dalam
benak orangtua. Kekhawatiran yang berlebihan dari orangtua disebabkan karena
edukasi tentang demam yang tidak memadai (Tarigan, Harahap, dan Lubis, 2007).
Dengan adanya masalah tersebut, penting adanya suatu media promosi kesehatan
untuk menyampaikan informasi kesehatan kepada masyarakat mengenai tanda,
gejala, serta penanganan pertama jika anak demam. Promosi kesehatan pada
hakikatnya adalah suatu kegiatan atau usaha menyampaikan pesan kesehatan kepada
Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
1
Universitas Indonesia
2
masyarakat, kelompok, atau individu. Dengan adanya pesan tersebut maka
diharapkan masyarakat, kelompok, atau individu dapat memperoleh pengetahuan
tentang kesehatan yang lebih baik. Pengetahuan tersebut akhirnya diharapkan dapat
berpengaruh terhadap perilaku, sehingga dengan adanya promosi kesehatan
diharapkan
dapat
membawa
akibat
terhadap
perubahan
perilaku
sasaran
(Notoatmodjo, 2007). Informasi lain yang juga dibutuhkan oleh para orangtua dalam
suatu media promosi kesehatan, misalnya bahaya demam pada anak jika
penanganannya tidak tepat serta kondisi khusus ketika anak demam yang harus
diketahui oleh para orangtua untuk segera membawa anaknya ke dokter.
1.2 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan tugas khusus ini adalah sebagai berikut :
a. Mengetahui penatalaksanaan demam pada anak.
b. Mengetahui
media
promosi
kesehatan
yang
sering
digunakan
menginformasikan bahaya demam pada anak dan cara penanganannya.
Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
untuk
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Etiologi Demam
Demam merupakan suatu respon fisiologis normal dan umum tubuh sebagai
akibat peningkatan set point hipotalamus terhadap pirogen eksogen dan endogen
(Sullivan dan Farrar, 2011, p.1). Demam mungkin merupakan suatu gejala dari
penyakit atau gangguan kesehatan lainnya (Pramudianto dan Evaria, 2012). Kuman
penyebab infeksi dan zat hasil pemecahannya, atau toksin yang dihasilkannya adalah
pemicu demam tersering. Molekul lain seperti kompleks imun dan produk limfosit,
juga bisa menimbulkan respon demam (Patrick, 2006). Demam memperlambat
pertumbuhan serta reproduksi bakteri dan virus, meningkatkan jumlah neutrofil dan
proliferasi limfosit T, dan sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap reaksi fase
akut demam (Sullivan dan Farrar, 2011, p.1). Pada saat demam, kondisi suhu tubuh
secara menyeluruh bisa lebih tinggi dari normal (37oC suhu oral atau 38oC suhu
rektal).
Demam terdiri dari tiga fase klinik, yaitu chill, fever, dan flush. Pada fase chill
terjadi vasokonstriksi pada kulit dan peningkatan aktivitas otot yang mendorong
produksi panas. Pada fase fever terjadi keseimbangan antara produksi dan kehilangan
panas pada peningkatan set point. Pada fase flush kulit akan menjadi hangat,
memerah, dan kering. Ketika set point kembali ke normal, tubuh akan menjadi
terlalu hangat. Mekanisme penghilangan panas menyebabkan vasodilatasi dan
diaforesis (Dalal dan Zhukovsky, 2006, p.9).
2.2 Tipe Demam
2.2.1 Demam yang Sering Dijumpai
Beberapa tipe demam yang sering dijumpai (Nelwan, n.d), antara lain :
a. Demam Septik
Pada tipe demam septik, suhu badan berangsur naik ke tingkat yang tinggi
sekali pada malam hari, dan turun kembali ke tingkat di atas normal pada pagi hari.
Tipe demam ini sering disertai keluhan menggigil dan berkeringat. Bila demam yang
tinggi tersebut turun ke tingkat yang normal dinamakan demam hektik.
Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
3
Universitas Indonesia
4
b. Demam Remiten
Pada tipe demam remiten, suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak
pernah mencapai suhu badan normal. Perbedaan suhu yang mungkin tercatat dapat
mencapai dua derajat, dan tidak sebesar perbedaan suhu yang dicatat pada demam
septik.
c. Demam Intermiten
Pada tipe demam intermiten, suhu badan turun ke tingkat yang normal selama
beberapa jam dalam satu hari. Bila demam seperti ini terjadi setiap dua hari disebut
tersiana, dan bila terjadi dua hari bebas demam diantara dua serangan demam disebut
kuartana.
d. Demam Kontinyu
Pada tipe demam kontinyu, variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih
dari satu derajat. Pada tingkat demam yang terus menerus tinggi sekali disebut
hiperpireksia.
e. Demam Siklik
Pada tipe demam siklik terjadi kenaikan suhu badan selama beberapa hari
yang diikuti oleh periode bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian diikuti
oleh kenaikan suhu seperti semula.
2.2.2
Demam pada Anak
2.2.2.1 Umur Kurang dari 3 Bulan
Demam pada bayi yang berumur kurang dari 3 bulan dengan suhu tubuh lebih
dari 38,5oC merupakan keadaan yang serius. Penanganannya sukar dan sebaiknya
diserahkan kepada dokter spesialis anak. Dari kelompok umur ini, bayi yang sangat
sakit mungkin suhu tubuhnya akan normal atau bahkan menjadi hipotermik. Jangan
menggunakan obat antipiretik, misalnya parasetamol untuk mengontrol demam pada
bayi muda. Atur suhu lingkungan, jika perlu buka baju bayi tersebut (Sartono, 2005).
2.2.2.2 Umur 3 Bulan Sampai 2 Tahun
Pada kelompok umur 3 bulan sampai 2 tahun, jika bayi demam biasanya
mengindikasikan bahwa bayi tersebut menderita infeksi virus saluran nafas dengan
suhu tubuh antara 37,5o-38,5oC. Jika suhu tubuh meningkat lebih tinggi, perlu dicari
kemungkinan penyebab lain. Suhu tubuh yang tinggi sering menjadi penyebab
terjadinya konvulsi.
Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
5
Otitis media unilateral dengan suhu tubuh tinggi disebabkan oleh infeksi
pneumokoki, sedangkan H.influenzae menyebabkan otitis media bilateral dengan
peningkatan suhu rendah. Gastroenteritis yang disebabkan oleh virus, mungkin
disertai oleh demam dan muntah yang mendahului diare. Roseola infatum, suatu
eksantema yang disebabkan oleh virus, yang mempengaruhi bayi dalam kelompok
umur ini dapat disertai demam tinggi dengan gejala minimum, karena demam yang
tinggi bayi tidak kelihatan sakit, dan setelah 2-4 hari demamnya akan turun dengan
cepat (Sartono, 2005).
2.2.2.2 Umur Diatas 2 Tahun
Bakterimia yang terselubung tidak sering terjadi pada anak-anak umur di atas
2 tahun sehingga penyebab demam baru ditemukan setelah dilakukan pemeriksaan
klinik. Pneumonia yang disebabkan oleh pneumokoki dapat terjadi selama masa
anak-anak dengan demam tinggi biasanya di atas 40oC.
Pada orang dewasa, demam yang lebih dari dua minggu biasanya berkaitan
dengan penyakit kolagen atau beberapa penyakit sistemik yang serius. Hal ini tidak
berlaku lagi pada anak-anak karena hal tersebut sering disebabkan oleh penyakit
yang tidak berbahaya. Demam pada anak biasanya disebabkan oleh infeksi virus
(Sartono, 2005).
2.3 Perhatian Khusus Harus Diberikan Terhadap Anak yang Menderita
Demam
2.3.1 Anamnesis
Anamnesis yang dilakukan meliputi wawancara pasien (Tim Adaptasi
Indonesia, 2008) tentang :
a. Lama dan sifat demam.
b. Ruam kemerahan pada kulit.
c. Kaku kuduk atau nyeri leher.
d. Nyeri kepala (hebat).
e. Nyeri saat buang air kecil atau gangguan berkemih lainnya (frekuensi lebih
sering).
f. Nyeri telinga.
g. Tempat tinggal atau riwayat bepergian dalam 2 minggu terakhir ke daerah
endemis malaria.
Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
6
2.3.2 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada saat demam meliputi keadaan umum
dan tanda vital (Tim Adaptasi Indonesia, 2008), seperti :
a. Napas cepat.
b. Kuduk kaku.
c. Ruam kulit : makulopapular, manifestasi perdarahan pada kulit : purpura.
d. Selulitis atau pustule kulit.
e. Cairan keluar dari telinga atau gendang telinga merah pada pemeriksaan
otoskopi.
f. Pucat pada telapak tangan, bibir, dan konjunctiva.
g. Nyeri sendi atau anggota gerak.
h. Nyeri tekan lokal.
2.3.3 Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan (Tim Adaptasi Indonesia, 2008),
meliputi :
a. Pemeriksaan darah tepi lengkap : hemoglobin, hematokrit, jumlah dan hitung
jenis leukosit serta trombosit.
b. Apus darah tepi.
c. Analisis (pemeriksaan) urin rutin, khususnya mikroskopis.
d. Pemeriksaan foto dada (sesuai indikasi).
e. Pemeriksaan fungsi lumbal jika menunjukkan tanda meningitis.
2.3.4 Diagnosis Banding
Terdapat 4 kategori utama demam pada anak (Tim Adaptasi Indonesia, 2008)
yaitu :
a. Demam karena infeksi tanpa disertai tanda lokal (Lampiran 1).
b. Demam karena infeksi disertai tanda lokal (Lampiran 2).
c. Demam dengan ruam (Lampiran 3).
d. Demam yang berlangsung lebih dari 7 hari (Lampiran 4).
Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
7
2.4 Penatalaksanaan Demam pada Anak
2.4.1 Terapi non Farmakologi
Terapi non farmakologi yang dapat dilakukan oleh para orangtua jika anaknya
menderita demam yaitu mengenakan anaknya pakaian yang cukup tipis dan nyaman,
sehingga dapat membantu menurunkan suhu tubuh yang meningkat. Pakaian yang
tebal dapat membuat panas tubuh menjadi tertahan (panas menjadi tidak turun) dan
menyebabkan tubuh menjadi tidak nyaman. Hal lain yang bisa dilakukan untuk
membantu mengurangi suhu tubuh yaitu mengompres dahi anak dengan air hangat.
Kompres dengan air hangat akan membantu penguapan dan keluarnya panas dari
dalam tubuh.
Demam sering meningkatkan resiko anak terkena dehidrasi, oleh karena itu
dianjurkan untuk meningkatkan asupan cairan dengan cara minum air putih dalam
jumlah yang banyak. Jika anak tidak dapat minum, disarankan untuk segera
berkonsultasi ke dokter (Jordaan , 2013, p.6).
2.4.2 Terapi Farmakologi
Terapi
farmakologi
untuk
mengatasi
demam
adalah
menggunakan
parasetamol dan ibuprofen. Anak yang umurnya dibawah 2 tahun dihindari untuk
menggunakan
asetosal.
Parasetamol
dapat
diberikan
dengan
dosis
10-15
mg/KgBB/kali diberikan 4 kali sehari, tidak lebih dari 5 kali sehari. Ibuprofen
diberikan dengan dosis 5-10 mg/KgBB/kali, 3-4 kali sehari (CDK, 2008).
2.5 Media dalam Pendidikan Kesehatan
Upaya pembangunan kesehatan meliputi upaya-upaya kesehatan seperti
upaya kuratif (pengobatan), rehabilitatif (pemulihan), preventif (pencegahan), dan
promotif (promosi). Upaya promotif dalam bidang kesehatan ditekankan pada
peningkatkan kemampuan masyarakat untuk dapat melakukan upaya-upaya
kesehatan secara mandiri melalui pendidikan kesehatan. Keberadaan media dalam
pendidikan kesehatan sangat mutlak karena media akan membantu dalam melakukan
pendidikan kesehatan kepada masyarakat. Pesan-pesan kesehatan akan dapat
disampaikan secara lebih jelas sehingga sasaran (masyarakat) akan menerima pesan
tersebut dengan jelas dan tepat (Suiraoka dan Supariasa, 2012).
Media kesehatan dapat digunakan dalam berbagai situasi yang sesuai. Situasi
pertama adalah suatu media kesehatan digunakan jika konsep kerangka waktu sangat
penting. Media akan memberikan peluang terbaik untuk memberikan informasi
Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
8
kepada banyak orang atau kelompok tertentu dalam kerangka waktu tertentu. Pada
situasi kedua, media kesehatan digunakan jika kewaspadaan akan sesuatu menjadi
tujuan utama. Jika kewaspadaan terhadap masalah kesehatan sangat penting untuk
mengatasi masalah tersebut, media kesehatan akan meningkatkan tingkat
kewaspadaan dengan cepat dan efektif (Egger, Donovan, dan Spark, 1993).
2.5.1 Karakteristik Media Pendidikan Kesehatan
Poster merupakan salah satu media yang digunakan dalam memberikan
pendidikan kesehatan. Dalam karakteristik media pendidikan kesehatan, poster
termasuk media visual yang tidak diproyeksikan. Poster adalah sajian kombinasi
visual yang jelas, menyolok, dan menarik dengan maksud untuk menarik perhatian
orang lain pada sesuatu atau mempengaruhi agar seseorang bertindak. Poster yang
baik harus dinamis serta menonjolkan kualitas. Poster harus sederhana dan tidak
memerlukan pemikiran secara terperinci oleh pengamat. Kesederhanaan desain dan
sedikit kata-kata yang dipergunakan mencirikan poster yang kuat.
Poster digunakan untuk meningkatkan kesadaran terhadap kesehatan dan
merangsang kepercayaan, sikap, dan perilaku. Poster dapat dibuat dengan biaya yang
murah.
Dengan menggunakan
poster, informasi yang disampaikan
dapat
mengarahkan orang lain untuk melihat sumber yang lain.
Disamping beberapa kegunaan poster, juga terdapat beberapa kelemahan
poster. Sasaran audiens poster sangat terbatas dan bersifat sangat lokal karena
pengaruhnya hanya di tempat pemasangan poster. Isi poster umumnya hanya dibaca
sekilas, sehingga seringkali pesan tidak terbaca secara utuh. Poster juga sering
terlihat mudah rusak dan diacuhkan. Untuk materi poster yang berkualitas tinggi
memerlukan ahli grafis dan peralatan cetak yang baik sehingga memerlukan biaya
yang mahal (Suiraoka dan Supariasa, 2012).
2.5.2 Perilaku Kesehatan
Perilaku kesehatan adalah suatu respons seseorang terhadap stimulus atau
objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan,
makanan dan minuman, serta lingkungan (Notoatmodjo, 2007).
2.5.2.1 Perilaku Pemeliharaan Kesehatan
Perilaku pemeliharaan kesehatan adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang
untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha penyembuhan
Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
9
jika sakit. Perilaku pemeliharaan kesehatan terdiri dari 3 (tiga) aspek (Notoatmodjo,
2007), yaitu :
a. Perilaku pencegahan penyakit dan penyembuhan penyakit bila sakit, serta
pemulihan kesehatan bila telah sembuh dari penyakit.
b. Perilaku peningkatan kesehatan apabila seseorang dalam keadaan sehat.
c. Perilaku gizi (makanan) dan minuman. Makanan dan minuman dapat memelihara
serta meningkatkan kesehatan seseorang dan sebaliknya.
2.5.2.2 Perilaku Pencarian dan Penggunaan Sistem atau Fasilitas Pelayanan
Kesehatan
Perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan kesehatan
merupakan upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita penyakit dan atau
kecelakaan. Tindakan ini dimulai dari mengobati diri sendiri sampai mencari
pengobatan di luar negeri (Notoatmodjo, 2007).
2.5.2.3 Perilaku Kesehatan Lingkungan
Perilaku kesehatan lingkungan merupakan suatu perilaku seseorang dalam
merespon lingkungan, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial budaya
sehingga lingkungan tersebut tidak mempengaruhi kesehatannya. Perilaku kesehatan
lingkungan meliputi perilaku hidup sehat, perilaku sakit, dan perilaku peran sakit.
Perilaku hidup sehat adalah perilaku-perilaku berkaitan dengan upaya atau
kegiatan seseorang untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya.
Perilaku sakit merupakan respon seseorang terhadap sakit dan penyakit, persepsinya
terhadap sakit, pengetahuan tentang penyebab dan gejala penyakit, serta pengobatan
penyakit. Sementara itu, perilaku peran sakit merupakan tindakan untuk memperoleh
kesembuhan,
mengenal
serta
mengetahui
fasilitas
atau
sarana
pelayanan/penyembuhan penyakit yang layak, mengetahui hak (misalnya hak
memperoleh perawatan) dan kewajiban orang sakit (memberitahukan penyakitnya
kepada dokter) (Notoatmodjo, 2007).
Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
BAB 3
METODOLOGI PELAKSANAAN
3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Kegiatan
Pelaksanaan kegiatan dilakukan pada tanggal 17 Juni-26 Juli 2013, bertempat
di Apotek Keselamatan Jalan Keselamatan No. 27 Manggarai Jakarta Selatan.
3.2 Metode Pelaksanaan
Pembuatan laporan dimulai dengan melakukan studi literatur dari berbagai
sumber pustaka seperti buku teks/e-book, review artikel, dan jurnal penelitian yang
dipublikasi sejak tahun 2000. Setelah itu dilakukan penyusunan laporan tugas khusus
berdasarkan sumber pustaka dan dilakukan penyusunan draft untuk pembuatan
poster tentang demam pada anak dan cara penanganannya.
Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
10
Universitas Indonesia
BAB 4
PEMBAHASAN
Demam merupakan suatu respon fisiologis normal dan umum tubuh sebagai
akibat peningkatan set point hipotalamus terhadap pirogen eksogen dan endogen
(Sullivan dan Farrar, 2011, p.1). Demam mungkin merupakan suatu gejala dari
penyakit atau gangguan kesehatan lainnya (Pramudianto dan Evaria, 2012).
Pada sebagian kecil anak, demam dapat disebabkan oleh virus. Infeksi virus,
seperti pada flu dan gastroenteritis dapat menyebabkan naiknya suhu tubuh, tapi
secara umum akan sembuh tanpa pengobatan. Namun pada sebagian kecil anak
lainnya, demam tanpa penyebab yang jelas (FUO/Fever of Unknown Origin)
mungkin terjadi karena adanya bakteri dalam darahnya. Jika tidak ditangani dengan
tepat, hal tersebut akan berbahaya karena dapat menyebabkan infeksi bakteri akut,
seperti infeksi pada paru-paru, infeksi pada selaput otak, dan infeksi pada tulang.
Pada saat demam, kondisi suhu tubuh secara menyeluruh bisa lebih tinggi dari
normal (37oC suhu oral, atau 38oC suhu rektal). Anak dapat dikatakan menderita
demam bila suhu yang diukur melalui rektal lebih dari 38oC, serta melalui oral dan
ketiak lebih dari 37,5oC (Melindacare, 2011, p.1).
Demam pada anak biasanya diikuti banyak gejala lain yang menyertainya.
Jika anak terkena demam tetapi masih bisa melakukan aktivitas fisik seperti berjalan,
makan, minum, bahkan bermain, maka orangtua tidak perlu khawatir yang
berlebihan. Orangtua hanya perlu mengawasi kondisi fisik anak dan gejala-gejala
lain yang menyertai demam. Orangtua perlu khawatir jika anak yang demam tampak
sakit. Gejala yang menyertai misalnya cenderung lemas, muntah-muntah, dehidrasi,
tidak mau makan, dan sangat rewel. Orangtua sebaiknya lebih waspada lagi jika anak
mengalami gejala-gejala tertentu yang mencurigakan dan mengeluhkan sakit pada
bagian tertentu dari tubuhnya. Jika gejala-gejala tersebut muncul, anak harus segera
dibawa ke dokter. Jika bayi dibawah 6 (enam) bulan mengalami demam sebaiknya
langsung dibawa ke dokter. Pada usia tersebut, bayi biasanya masih memiliki daya
tahan tubuh yang tinggi, dan jika bayi mengalami demam kemungkinan ada penyakit
yang lebih serius. Penanganan yang dapat dilakukan oleh para orangtua bisa
mencakup terapi non farmakologi dan terapi farmakologi. Terapi farmakologi perlu
diberikan jika anak merasa gelisah dan tidak nyaman dengan kondisi panas tubuhnya
(Nova, 2013 p.1).
Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
11
Universitas Indonesia
12
Terapi non farmakologi yang dapat dilakukan oleh para orangtua jika
anaknya mengalami demam yaitu mengenakan anaknya pakaian yang cukup tipis
dan nyaman sehingga dapat membantu menurunkan suhu tubuh yang meningkat.
Pakaian yang tebal dapat membuat panas tubuh menjadi tertahan (panas menjadi
tidak turun), dan menyebabkan tubuh menjadi tidak nyaman. Hal lain yang juga bisa
dilakukan untuk membantu mengurangi suhu tubuh yaitu dengan mengompres dahi
anak dengan air hangat. Kompres dengan air hangat akan membantu penguapan dan
keluarnya panas dari dalam tubuh (Jordaan, 2013, p.6).
Demam sering meningkatkan resiko anak terkena dehidrasi. Oleh karena itu,
dianjurkan untuk meningkatkan asupan cairan dengan cara minum air putih dalam
jumlah yang banyak. Jika anak tidak dapat minum, disarankan untuk segera
berkonsultasi ke dokter (Jordaan, 2013, p.6).
Terapi
farmakologi
untuk
mengatasi
demam
adalah
menggunakan
parasetamol dan ibuprofen. Parasetamol dapat diberikan dengan dosis 10-15
mg/KgBB/kali diberikan 4 kali sehari, tidak lebih dari 5 kali sehari. Ibuprofen
diberikan dengan dosis 5-10 mg/KgBB/kali, 3-4 kali sehari (CDK, 2008).
Demam pada anak sering menimbulkan kekhawatiran yang berlebihan dari
orangtua. Kekhawatiran yang berlebihan tersebut disebabkan karena edukasi tentang
demam yang tidak memadai (Tarigan, Harahap, dan Lubis, 2007). Oleh karena itu
suatu pendidikan kesehatan mengenai demam sangat penting untuk para orangtua.
Pendidikan kesehatan pada hakekatnya adalah untuk membantu masyarakat
agar bisa mengambil sikap yang bijaksana terhadap kesehatan dan kualitas hidup
mereka. Masyarakat harus mampu berperan aktif mempromosikan pola hidup sehat
dan terlibat dalam mempertahankan kesehatan lingkungannya. Oleh karena itu,
dibutuhkan masyarakat
yang memiliki pengetahuan yang cukup dalam bidang
kesehatan, memiliki sikap yang positif terhadap kesehatan, serta mempunyai
kemauan dan kemampuan dalam melaksanakan upaya-upaya kesehatan secara
mandiri. Pengetahuan, sikap, dan keterampilan sebagai ranah perilaku kesehatan
masyarakat tersebut dapat ditingkatkan melalui upaya pendidikan kesehatan yang
dilakukan oleh tenaga kesehatan (Suiraoka dan Supariasa, 2012).
Apotek merupakan salah satu fasilitas pelayanan kesehatan yang di dalamnya
terdapat apoteker sebagai tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan harus bisa
menyampaikan informasi yang tepat dan dalam bentuk yang dapat dimengerti. Fakta
dan gagasan yang sama juga perlu disampaikan dengan penyajian yang berbeda-beda
dan dengan beragam media (Suiraoka dan Supariasa, 2012).
Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
13
Keberadaan media dalam pendidikan kesehatan menjadi sangat mutlak
diperlukan oleh para tenaga kesehatan, karena media akan membantu memberikan
pendidikan kesehatan kepada masyarakat. Pesan-pesan kesehatan akan dapat
disampaikan secara lebih jelas sehingga sasaran (masyarakat) akan menerima pesan
tersebut dengan jelas dan tepat (Suiraoka dan Supariasa, 2012). Media kesehatan
yang digunakan dalam pendidikan kesehatan jika diterima dengan baik oleh audiens
tentu akan mengubah perilaku kesehatan audiens. Perilaku kesehatan adalah suatu
respons seseorang terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan
penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan minuman, serta lingkungan
(Notoatmodjo, 2007).
Poster merupakan salah satu media yang sering digunakan dalam
memberikan pendidikan kesehatan. Dalam karakteristik media pendidikan kesehatan,
poster termasuk media visual yang tidak diproyeksikan. Poster adalah sajian
kombinasi visual yang jelas, menyolok, dan menarik dengan maksud untuk menarik
perhatian orang lain pada sesuatu atau mempengaruhi agar seseorang bertindak.
Poster yang baik harus dinamis serta menonjolkan kualitas. Poster harus sederhana
dan tidak memerlukan pemikiran secara terperinci oleh pengamat. Kesederhanaan
desain dan sedikit kata-kata yang dipergunakan mencirikan poster yang kuat. Poster
digunakan untuk meningkatkan kesadaran terhadap kesehatan dan merangsang
kepercayaan, sikap, dan perilaku. Poster dapat dibuat dengan biaya yang murah.
Dengan menggunakan poster, informasi yang disampaikan dapat mengarahkan orang
lain untuk melihat sumber yang lain (Suiraoka dan Supariasa, 2012).
Disamping beberapa kegunaan poster, juga terdapat beberapa kelemahan
poster. Sasaran audiens poster sangat terbatas dan bersifat sangat lokal karena
pengaruhnya hanya di tempat pemasangan poster. Isi poster umumnya hanya dibaca
sekilas, sehingga seringkali pesan tidak terbaca secara utuh. Poster juga sering
terlihat mudah rusak dan diacuhkan. Untuk materi poster yang berkualitas tinggi
memerlukan ahli grafis dan peralatan cetak yang baik sehingga memerlukan biaya
yang mahal. Poster tidak dapat mengajar dengan sendirinya karena keterbatasan
penggunaan kata-kata. Oleh karena itu tidak cocok untuk orang-orang yang tidak
kenal dengan ide-ide yang dituliskan. Tujuan poster adalah untuk mengarahkan
pembaca ke arah tindakan tertentu sesuai dengan keinginan komunikator (Suiraoka
dan Supariasa, 2012).
Pemasangan poster dapat dilakukan di dalam ruangan maupun di luar
ruangan terutama di tempat-tempat umum misalnya di fasilitas pelayanan kesehatan.
Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
14
Apotek termasuk salah satu fasilitas pelayanan kesehatan yang sering dikunjungi
banyak orang, terlebih jika di apotek tersebut terdapat tempat praktek dokter.
Pemasangan poster di apotek tentang suatu informasi kesehatan secara tidak
langsung akan memberikan pendidikan kesehatan kepada setiap pengunjung.
Informasi mengenai demam serta penanganannya sangat penting diketahui
oleh masyarakat khususnya para orangtua yang memiliki bayi dan anak. Dengan
adanya poster tentang demam yang dipasang di apotek, diharapkan para orangtua
mengetahui tanda, gejala, serta penanganan pertama jika anak demam. Informasi lain
yang bisa didapat dari pemasangan poster yaitu bahaya demam pada anak jika
penanganannya tidak tepat serta kondisi khusus yang harus diketahui oleh para
orangtua jika anak mereka demam untuk segera dibawa ke dokter. Contoh poster
yang memberikan informasi mengenai demam pada anak serta penanganannya dapat
dilihat dalam Lampiran 5.
Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
a. Penanganan yang bisa dilakukan jika anak demam adalah sebagai berikut :
1) Kenakan anak pakaian yang cukup tipis dan nyaman sehingga dapat membantu
menurunkan suhu tubuh yang meningkat.
2) Kompres dahi anak dengan air hangat untuk membantu penguapan dan keluarnya
panas dari dalam tubuh.
3) Untuk mencegah terjadi dehidrasi pada anak, dianjurkan untuk meningkatkan
asupan cairan dengan cara minum air putih dalam jumlah yang banyak.
4) Terapi farmakologi menggunakan parasetamol dan ibuprofen. Parasetamol dapat
diberikan dengan dosis 10-15 mg/KgBB/kali diberikan 4 kali sehari, tidak lebih
dari 5 kali sehari. Ibuprofen diberikan dengan dosis 5-10 mg/KgBB/kali, 3-4 kali
sehari.
b. Media kesehatan yang paling sering digunakan dalam memberikan pendidikan
kesehatan adalah poster. Contoh poster tentang demam serta penanganannya
dapat dilihat dalam Lampiran 5.
5.2 Saran
Perlu dilakukan penyuluhan mengenai demam serta penanganannya secara
berkala di apotek oleh apoteker sebagai tenaga kesehatan, agar masyarakat bisa lebih
waspada jika salah satu dari keluarga mereka ada yang menderita demam.
Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
15
Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN
Cermin Dunia Kedokteran. (2009). Kombinasi ibuprofen dengan parasetamol untuk
menurunkan demam pada anak. Jakarta.
Dalal, Shalini, & Donna S. Zhukovsky. (2006). Pathophysiology and management of
fever. J Support Oncol, 9-11.
Davey, Patrick, (2006). At a glance medicine (Anisa Rahmalia & Cut Novianty,
Penerjemah). Jakarta : Erlangga.
Egger, Garry, Rob D., dan Ross Spark. (1993). Health and media : Principles and
practices for health promotion. Sydney : McGraw Hill.
Jordaan, Kirsty. (2013). Fever in children. SA Pharmasist’s Assistant, 6.
Melindacare. (2011, Mei 26). Anak demam kenali penyebabnya. September 22, 2013.
http://melindahospital.com/modul/use/detail_artikel.php
Nelwan, R.H.H, Buku Ajar Ilmu penyakit dalam : Demam : tipe dan pendekatan
(Edisi III). Jakarta : Interna
Notoatmodjo, Soekidjo. (2007). Promosi kesehatan dan ilmu perilaku. Jakarta :
Rineka Cipta.
Nova Group (n.d.). Demam pada anak, waspadai gejala lain yang menyertai.
September 22, 2013. http://tabloidnova.com.
Pramudianto, Arlina, & Evaria. MIMS Indonesia petunjuk konsultasi (Edisi 12).
Jakarta : Bhuana Ilmu Populer
Sartono. (2005). Obat dan anak. Bandung : Penerbit ITB
Sullivan, Janice. E., & Henry C.Farrar. (2011). Fever and antipyretic use in children.
Journal of Pediatrics, 580-584.
Suiraoka, I Putu, & I Dewa Nyoman Supariasa. (2012). Media Pendidikan
Kesehatan. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Tarigan, Terapul, Chairul A. Harahap, dan Syamsidah Lubis. (2007). Pengetahuan,
sikap, dan perilaku orangtua tentang demam dan pentingnya edukasi oleh
dokter. Sari Pediatri, 27-31
Tim Adaptasi Indonesia. (2008). Pelayanan kesehatan anak di Rumah Sakit. Jakarta :
WHO
Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
16
Universitas Indonesia
LAMPIRAN
Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
17
Lampiran 1. Diagnosis banding untuk demam tanpa disertai tanda lokal
Diagnosis Demam
Didasarkan pada keadaan
Infeksi virus dengue : Demam
a. Demam atau riwayat demam mendadak
Dengue,
Demam
Berdarah
Dengue, dan Sindrom Syok
tinggi selama 2-7 hari
b. Manifestasi
Dengue
perdarahan
(sekurang-
kurangnya uji bendung postif)
c. Pembesaran hati
d. Tanda-tanda gangguan sirkulasi
e. Peningkatan
nilai
hematokrit,
trombositopenia, dan leukopenia
f.
Ada riwayat keluarga atau tetangga
sekitar menderita atau suspect Demam
Berdarah Dengue
Malaria
a. Demam tinggi khas bersifat intermiten
b. Demam terus menerus
c. Menggigil, nyeri kepala, berkeringat dan
nyeri otot
d. Anemia
e. Hepatomegali, splenomegali
f.
Sepsis
Hasil apus darah positif (Plasmodium)
a. Terlihat jelas sakit berat dan kondisi
serius tanpa penyebab yang jelas
b. Hipo atau hipertermia
c. Takikardi, takipnea
d. Gangguan sirkulasi
e. Leukositosis atau leukopenia
Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
18
(lanjutan)
Diagnosis Demam
Demam Tifoid
Didasarkan pada keadaan
a. Demam lebih dari 7 hari
b. Terlihat jelas sakit dan kondisi serius tanpa
sebab yang jelas
c. Nyeri perut, kembung, mual, muntah, diare,
konstipasi
d. Delirium
Infeksi saluran kemih
a. Demam terutama di bawah umur 2 tahun
b. Nyeri ketika berkemih
c. Berkemih lebih sering dari biasanya
d. Mengompol (di atas usia 3 tahun)
e. Ketidakmampuan untuk menahan kemih pada
anak yang sebelumnya bisa dilakukannya
f.
Nyeri ketok sudut kostovertebral atau nyeri
tekan supra publik
g. Hasil
urinalisis
menunjukkan
proteinuria,
leukosituria (>5/LPB) dan hematuria (>5/LPB)
[Sumber : Tim Adaptasi Indonesia, 2008]
Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
19
Lampiran 2. Diagnosis banding untuk demam disertai tanda lokal
Diagnosis Demam
Didasarkan pada keadaan
Infeksi virus pada
a. Gejala batuk/pilek, nyeri telan
saluran pernapasan
b. Tanda peradangan di saluran napas atas
bagian atas
c. Tidak terdapat gangguan sistemik
Pneumonia
Demam
lebih
dari
39oC
yang
tampaknya
menyebabkan distress
Otitis media
a. Nyeri telinga
b. Otoskopi tampak membran Timpani Hiperemia
(ringan-berat)
cembung
keluar
(desakan
cairan/mukopus), perforasi
c. Riwayat Otorrhea kurang dari 2 minggu
Sinusitis
a. Pada saat perkusi wajah, ada tanda radang pada
daerah sinus yang terserang
b. Cairan hidung yang berbau
Mastoiditis
a. Benjolan lunak dan nyeri di daerah mastoid
b. Radang setempat
Infeksi Jaringan lunak
Selulitis
Demam Rematik akut
a. Panas pada sendi, nyeri, dan bengkak
b. Karditis, Eritema marginatum, nodul subkutan
c. Peningkatan LED dan kadar ASTO
Abses Tenggorokan
a. Nyeri tenggorokan pada anak yang lebih besar
b. Kesulitan menelan/mendorong masuk air liur
c. Teraba nodus servikal
Meningitis
a. Kejang, kesadaran menurun, nyeri kepala,
muntah
b. Kuduk kaku
c. Ubun-ubun cembung
d. Fungsi lumbal positif
[Sumber : Tim Adaptasi Indonesia, 2008]
Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
20
Lampiran 3. Diagnosis banding demam dengan ruam
Diagnosis Demam
Didasarkan pada keadaan
Campak
a. Ruam yang khas
b. Batuk, hidung berair, mata merah
c. Luka di mulut
d. Kornea keruh
e. Baru saja terpajan dengan kasus campak
f.
Tidak memiliki catatan sudah diimunisasi
campak
Campak Jerman (Rubella)
a. Ruam yang khas
b. Pembesaran kelenjar getah bening postaurikular,
suboksipital, dan Colli-posterior
Eksantema Subitum
a. Terutama pada bayi (6-18 bulan)
b. Ruam muncul setelah suhu turun
Demam Skarlet (infeksi a. Demam tinggi, tampak sakit berat
Streptococcus hemoliticus b. Ruam merah kasar seluruh tubuh, biasanya
didahului di daerah lipatan (leher, ketiak)
Grup A)
c. Peradangan
hebat
pada
tenggorokan
dan
kelainan pada lidah (Strawberry tongue)
d. Pada penyembuhan terdapat kulit bersisik
DBD
a. Demam atau riwayat demam mendadak tinggi
selama 2-7 hari
b. Manifestasi perdarahan (sekurang-kurangnya uji
bendung postif)
c. Pembesaran hati
d. Tanda-tanda gangguan sirkulasi
e. Peningkatan nilai hematokrit, trombositopenia,
dan leukopenia
f.
Ada riwayat keluarga atau tetangga sekitar
menderita atau tersangka Demam Berdarah
Dengue
Infeksi virus lain
a. Gangguan sistemik ringan
b. Ruam non spesifik
[Sumber : Tim Adaptasi Indonesia, 2008]
Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
21
Lampiran 4. Diagnosis banding tambahan untuk demam yang berlangsung lebih
dari 7 hari
Diagnosis Demam
Demam Tifoid
Didasarkan pada keadaan
a. Demam lebih dari 7 hari
b. Terlihat jelas sakit dan kondisi serius tanpa
sebab yang jelas
c. Nyeri perut, kembung, mual,muntah, diare,
konstipasi
TB (Milier)
a. Demam tinggi
b. Berat badan turun
c. Anoreksia
d. Pembesaran hati dan atau limpa
e. Batuk
f.
Tes tuberkulin +/-
g. Riwayat TB dalam keluarga
h. Pola milier yang halus pada foto polos dada
Endokarditis Infektif
a. Berat badan turun
b. Pucat
c. Jari tabuh (Clubbing fingers)
d. Bising jantung
e. Pembesaran limpa
f.
Petekie
g. Splinter Haemorrages in nail beds
h. Hematuri mikroskopis
Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
22
(lanjutan)
Diagnosis Demam
Demam Rematik Akut
Didasarkan pada keadaan
a. Bising jantung yang dapat berubah sewaktuwaktu
b. Artritis/atralgia
c. Gagal jantung
d. Denyut nadi cepat
e. Pericardial friction rub
f.
Korea
g. Diketahui baru terinfeksi Streptococcal
Abses dalam
a. Demam tanpa fokus infeksi yang jelas
b. Radang setempat atau nyeri
c. Tanda-tanda
spesifik
yang
bergantung
tempatnya seperti paru, hati, otak, subfronik,
ginjal.
[Sumber : Tim Adaptasi Indonesia, 2008]
Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
23
Lampiran 5. Contoh poster demam
emam pada anak dan penanganannya
Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014
Download