UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO.27 MANGGARAI JAKARTA SELATAN LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER TRI VITA PR ATIWI, S. Far6330204 TRI VITA PRATIWI, S.Farm 1206330204 ANGKATAN LXXVII FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2014 Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO.27 MANGGARAI JAKARTA SELATAN LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker TRI VITA PRATIWI, S.Farm 1206330204 ANGKATAN LXXVII T Farm. FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2014 ii Vita, FF UI, 2014 Laporan praktek….., Tri Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 iv Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 KATA PENGANTAR Alhamdulillahirobbil’alamin, rasa syukur tak henti-hentinya penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas kuasa Allah jualah penulis dapat melaksanakan kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek Keselamatan, Jalan Keselamatan No 27 Manggarai Jakarta Selatan yang dilaksanakan mulai tanggal 17 Juni - 26 Juli 2013 dan menyelesaikan laporan ini. Kegiatan PKPA dan penyusunan laporan PKPA ini merupakan bagian dari kegiatan perkuliahan Program Pendidikan Profesi Apoteker yang bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh selama masa perkuliahan. Penulisan laporan ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan, dan arahan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada : 1. Dr. Mahdi Jufri, M.Si., Apt., sebagai Dekan Fakultas Farmasi Universitas Indonesia yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini. 2. Prof. Dr. Yahdiana Harahap, MS., Apt., sebagai Pjs. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Indonesia sampai dengan tanggal 20 Desember 2013. 3. Dr. Harmita, Apt., sebagai ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis selama masa perkuliahan dan PKPA berlangsung. 4. Dra. Azizahwati, M.S., Apt., sebagai dosen pembimbing PKPA di Apotek Keselamatan yang telah membimbing dengan sabar dan mengarahkan penulis dengan penuh kesungguhan hati selama PKPA berlangsung 5. Dr. Dra. Nelly D. Leswara, M.Sc., Apt., sebagai dosen internal yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis selama PKPA berlangsung. 6. Seluruh staf Apotek Keselamatan yang telah menerima, mendukung, dan membantu penulis selama melaksanakan kegiatan PKPA 7. Seluruh staf pengajar, Tata Usaha, dan karyawan di Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi UI yang telah banyak membagi ilmu dan hikmah yang akan menjadi penerang dan penuntun dalam menjalani kehidupan. 8. Orang tua, kakak-kakak, dan Mas Aji yang penulis kasihi, yang cinta dan kasihnya tak pernah berhenti, selalu mendo’akan dan memberikan perhatian baik moril maupun materil. v Vita, FF UI, 2014 Laporan praktek….., Tri 9. Rekan-rekan seperjuangan mahasiswa Apoteker angkatan 77 yang selalu bersemangat dan saling menyemangati untuk terus belajar. 10. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga Allah SWT yang Maha Pengasih dan Penyayang membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu penulis. Penulis berharap semoga pengalaman, pengetahuan, dan pembelajaran hidup yang penulis dapat selama PKPA yang dituangkan dalam laporan ini dapat memberikan manfaat khususnya bagi perkembangan ilmu farmasi, umumnya ilmu pengetahuan lainnya. Penulis, 2014 vi Vita, FF UI, 2014 Laporan praktek….., Tri vii Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 ABSTRAK Nama Program Studi Judul : Tri Vita Pratiwi, S.Farm : Profesi Apoteker : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Keselamatan Jalan Keselamatan No.27 Manggarai Jakarta Selatan Apotek merupakan suatu tempat pengabdian profesi apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan, tempat dilakukannya praktek kefarmasian, dan tempat penyaluran perbekalan farmasi kepada masyarakat. Apoteker perlu mengetahui cara melakukan pengelolaan sediaan farmasi yang tepat sehingga sediaan farmasi selalu tersedia di apotek dan siap disalurkan pada masyarakat yang memerlukan. Apoteker juga harus mengetahui praktek pelayanan kefarmasian terhadap pasien secara profesional yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan etika profesi. Untuk itu Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia mengadakan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Keselamatan periode 17 Juni-26 Juli 2013. Berdasarkan pengamatan selama praktek kerja di apotek, pengelolaan sediaan farmasi di apotek meliputi kegiatan administrasi, manajemen keuangan, pengadaan, penyimpanan, dan pelayanan kefarmasian terutama pelayanan swamedikasi. Semua pengelolaan sediaan farmasi di apotek tersebut telah dilakukan dengan baik sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan etika profesi yang berlaku. Pembuatan media promosi kesehatan dalam bentuk poster tentang demam pada anak menjadi tugas khusus yang diberikan dalam praktek kerja profesi apoteker ini. Kata Kunci : apotek, apoteker, praktek kerja, pelayanan kefarmasian, pengelolaan sediaan farmasi. Laporan Tugas Umum : xiv+ 93 halaman; 5 gambar; 2 tabel; 23 lampiran Laporan Tugas Khusus : iii +23 halaman; 5 lampiran Daftar Acuan Laporan Tugas Umum : 26 (1976-2013) Daftar Acuan Laporan Tugas Khusus : 15 (1993-2013) viii Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 ABSTRACT Name Program Study Title : Tri Vita Pratiwi, S.Farm : Apothecary : The Professional Field Work of Apothecary Report at Keselamatan Pharmacy, Keselamatan st. No 27 ManggaraiSouth Jakarta Pharmacy is place for Pharmacists who have taken an occupation oath to make a professional dedication. It is also place for pharmaceutical professional practice and pharmacy goods distribution to society. Pharmacists have to know managing the pharmacy goods with the right method for its availability. They must also ready to distribute pharmacy goods for society who needed. They also must know about pharmaceutical care to patient professionally appropriate with rules and professional ethics. Therefore, the Professional of Apothecary Program, Faculty of Pharmacy University of Indonesia held a Professional Field Work of Apothecary at Keselamatan Pharmacy, period of June17th- July26th, 2013. Based on an observation, managing goods of pharmacy consist of administration, financial management, procurement, storage, and pharmaceutical care especially self-medication. All managing of goods in pharmacy has been done well appropriate with rules and professional ethics. The special assignment which given during this fieldwork is making a health promotion media about fever in children. Key Words : pharmacy, pharmacist, fieldwork, pharmaceutical care, managing goods of pharmacy. General Assignment Report : xiv+ 93 pages; 5 pictures; 2 table; 23 appendix Special Assignment Report : iii +23 pages; 5 appendix General Assignment Report Bibliography: 26 (1976-2013) Special Assignment Report Bibliography : 15 (1993-2013) ix Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL ............................................................................. HALAMAN JUDUL................................................................................. HALAMAN PENGESAHAN................................................................... HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS…………………………. KATA PENGANTAR .............................................................................. HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS……………... ABSTRAK………………………………………………………………….. ABSTRACT………………………………………………………………… DAFTAR ISI............................................................................................. DAFTAR GAMBAR………………………………………………………. DAFTAR TABEL…………………………………………………………. DAFTAR LAMPIRAN............................................................................. Halaman i ii iii iv v vii viii ix x xii xiii xiv BAB 1 PENDAHULUAN ......................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ..................................................................... 1 1.2 Tujuan………………………………………………………... 2 BAB 2 TINJAUAN UMUM ....................................................................... 2.1. Definisi Apotek……………………………………………… .. 2.2. Landasan Hukum Apotek…………………………………… ... 2.3 Tugas dan Fungsi Apotek…………………………………… ... 2.4. Studi Kelayakan Pendirian Apotek……………………………. 2.5. Tata Cara Perizinan Apotek…………………………………… 2.6. Persyaratan Sarana dan Prasarana Apotek…………………….. 2.7. Pecabutan Izin Apotek………………………………………… 2.8. Apoteker Pengelola Apotek…………………………………… 2.9. Pengalihan Tanggung Jawab Apoteker..................................... 2.10. Pengelolaan Apotek………………………………………...... 2.11. Sediaan Farmasi………………………………………… ....... 2.12. Pelayanan Apotek……………………………………............. 2.13. Pengadaan Persediaan Apotek………...................................... 2.14. Pengendalian Persediaan Apotek…………………………….. 2.15. Strategi Pemasaran Apotek……………………………… ...... 3 3 3 4 4 6 7 9 10 11 12 13 21 28 29 35 BAB 3 TINJAUAN KHUSUS APOTEK KESELAMATAN ........... ...... 3.1. Pendahuluan ……………………………………………… ...... 3.2. Lokasi dan Tata Ruang ……………………………………...... 3.3 Sumber Daya Manusia………..…… ........................................ 3.4. Tugas dan Fungsi Tiap Jabatan …………………………… ..... 3.5. Pengelolaan Obat dan Perbekalan Kesehatan Lainnya……… .. 3.6. Pelayanan Apotek ……………………..................................... 3.7. Pengelolaan Narkotika ………………………………………... 3.8. Pengelolaan Psikotropika …………………………………… .. 3.9. Kegiatan Administrasi dan Keuangan....................................... 37 37 37 38 38 40 42 44 45 46 BAB 4 PEMBAHASAN............................................................................ 48 Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 x BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................... 5.1 Kesimpulan .......................................................................... 5.2 Saran……………………………………………………… ... 56 56 56 DAFTAR ACUAN.................................................................................... 57 Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 xi DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Penandaan Obat Bebas ……………………………………… . Gambar 2.2 Penandaan Obat Bebas Terbatas ……………………………... Gambar 2.3 Penandaan Obat Keras ……………………………………...... Gambar 2.4 Penandaan Obat Narkotika …………………………............... Gambar 2.5 Diagram Model Pengendalian Persediaan …………………… Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 xii 13 13 14 15 32 DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Penggolongan Tanda Peringatan Obat Bebas Terbatas ................ Tabel 2.2 Matriks Analisis ABC-VEN …………………………… ............ Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 xiii 14 34 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Contoh Formulir APT-1 ………………………… ............... Lampiran 2. Contoh Formulir APT-2 ………………………… ................ Lampiran 3. Contoh Formulir APT-3 …………………………… ............ Lampiran 4. Contoh Formulir APT-4 ………………………… ................ Lampiran 5. Contoh Formulir APT-5 ……………………........................ Lampiran 6. Contoh Formulir APT-6 ………………………… ................ Lampiran 7. Contoh Formulir APT-7 ………………………… ................ Lampiran 8. Surat Pesanan Narkotika ……………………………............ Lampiran 9. Laporan Narkotika SIPNAP ………………………… .......... Lampiran 10. Surat Pesanan Psikotropika …………………… ................... Lampiran 11. Laporan Psikotropika SIPNAP ………………………… ...... Lampiran 12. Lokasi Apotek Keselamatan ………………………… .......... Lampiran 13. Denah Ruangan Apotek Keselamatan ……………………… Lampiran 14. Desain Eksterior Apotek Keselamatan …………………… .. Lampiran 15. Desain Obat-obat OTC Apotek Keselamatan……………… . Lampiran 16. Desain Obat-obat Ethical Apotek Keselamatan ……………. Lampiran 17. Surat Pesanan Apotek Keselamatan ………………………... Lampiran 18. Tanda Terima Tukar Faktur Apotek Keselamatan …………. Lampiran 19. Kartu stok barang Apotek Keselamatan ……………………. Lampiran 20. Etiket obat Apotek Keselamatan ………………………….... Lampiran 21. Salinan resep Apotek Keselamatan ………………………… Lampiran 22. Kuitansi Apotek Keselamatan …………………………….... Lampiran 23. Alur Penerimaan Barang di Apotek Keselamatan ………… . Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 xiv 60 62 63 69 70 73 74 75 76 79 80 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan Hak Asasi Manusia (HAM) dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia. Oleh karena itu setiap kegiatan dan upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dilaksanakan prinsip non-diskriminatif, partisipatif, perlindungan, dan berkelanjutan yang sangat penting artinya bagi pembentukan Sumber Daya Manusia Indonesia, peningkatan ketahanan dan daya saing bangsa, serta pembangunan nasional. Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi masyarakat, diselenggarakan upaya kesehatan yang terpadu dan menyeluruh dalam bentuk upaya kesehatan perseorangan dan upaya kesehatan masyarakat. Upaya kesehatan diselenggarakan dalam bentuk kegiatan dengan pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang dilaksanakan secara terpadu, menyeluruh, dan berkesinambungan. Pembangunan sarana-sarana pelayanan kesehatan termasuk di dalam upaya kesehatan. Hal ini dimaksudkan agar masyarakat mendapatkan pelayanan kesehatan dengan baik dan optimal sehingga meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan untuk hidup sehat (Presiden RI, 2009a). Apotek merupakan suatu sarana pelayanan kesehatan, tempat pengabdian profesi apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan, tempat dilakukannya praktek kefarmasian, dan tempat penyaluran perbekalan farmasi kepada masyarakat. Keberadaan apotek di lingkungan masyarakat ditujukan untuk menjamin tersedianya sediaan farmasi yang cukup bagi masyarakat. Untuk mencapai tujuan ini, maka apoteker perlu mengetahui cara melakukan pengelolaan sediaan farmasi yang tepat sehingga sediaan farmasi selalu tersedia di apotek dan siap disalurkan pada masyarakat yang memerlukan. Pengelolaan sediaan farmasi oleh apoteker merupakan suatu siklus yang berkesinambungan, dimulai dari tahap perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, distribusi, pemantauan, evaluasi, dan kembali lagi pada tahap perencanaan. Keterampilan seorang apoteker dalam mengendalikan siklus pengelolaan sediaan farmasi akan menentukan keberhasilan suatu apotek dalam menjalankan fungsinya bagi masyarakat (Presiden RI, 2009b). Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 1 Universitas Indonesia 2 Berdasarkan hal tersebut, Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia mengadakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di apotek bagi para calon apoteker sebagai salah satu upaya untuk menyiapkan diri agar memiliki bekal pengetahuan dan pemahaman tentang apotek yaitu dalam hal pelaksanaan pelayanan kefarmasian dan pengelolaan apotek. Salah satu apotek yang menjadi tempat pelaksanaan PKPA tersebut adalah Apotek Keselamatan. PKPA dilaksanakan mulai tanggal 17 Juni hingga 26 Juli 2013 dan diharapkan calon apoteker dapat meningkatkan wawasan, pengetahuan, dan keterampilan dalam melakukan pengelolaan sediaan farmasi dan pelayanan pasien di apotek. 1.2 Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Keselamatan bertujuan agar calon apoteker : a Mengetahui dan memahami peran seorang apoteker dalam pengelolaan apotek yang meliputi kegiatan administrasi, manajemen keuangan, pengadaan, penyimpanan, dan penjualan perbekalan farmasi. b Mempelajari dan memahami praktek pelayanan kefarmasian terhadap pasien di apotek secara profesional sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan etika yang berlaku dalam sistem pelayanan kefarmasian di Indonesia. Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 Universitas Indonesia BAB 2 TINJAUAN UMUM 2.1. Definisi Apotek Definisi apotek menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1332/MENKES/SK/X/2002 yaitu sebagai suatu tempat tertentu dilakukannya pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian Pasal 1, yang dimaksud dengan apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker. Menurut PP No 51 tahun 2009, pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. Pelayanan kefarmasian yang dilakukan oleh apoteker meliputi pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan kualitas kehidupan pasien. 2.2. Landasan Hukum Apotek Dalam menjalankan praktek kefarmasiannya, apotek sebagai fasilitas pelayanan kefarmasian berlandaskan pada: a. Undang-Undang Negara: 1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. 2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. 3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika. b. Peraturan Pemerintah: 1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian. Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 3 Universitas Indonesia 4 2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1980 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1965 tentang Apotek. 3) Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1965 tentang Apotek. c. Peraturan Menteri Kesehatan: 1) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 889/Menkes/Per/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian. 2) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 922/Menkes/Per/X/1993 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. d. Keputusan Menteri Kesehatan: 1) Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. 2) Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1332/Menkes/SK/X/2002 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 922/Menkes/Per/X/1993 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. 2.3 Tugas dan Fungsi Apotek Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1980, tugas dan fungsi apotek adalah sebagai berikut : a. Tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan. b. Sarana farmasi yang melaksanakan peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran dan penyerahan atau obat atau bahan obat. c. Sarana penyalur perbekalan farmasi yang harus menyebarkan obat yang diperlukan masyarakat secara meluas dan merata. 2.4 Studi Kelayakan Pendirian Apotek Studi kelayakan (feasibility study) adalah suatu metode penjajakan gagasan (idea) suatu proyek, dalam hal ini adalah pendirian usaha apotek, mengenai kemungkinan usaha tersebut layak atau tidak untuk dilaksanakan. Fungsi dari studi kelayakan sebagai pedoman pelaksanaan pekerjaan karena dibuat berdasarkan datadata dari berbagai sumber yang dianalisis dariFFbanyak Laporan praktek….., Tri Vita, UI, 2014 aspek. Keberhasilan studi Universitas Indonesia 5 kelayakan dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu kemampuan sumber daya internal (kemampuan manajemen, kualitas pelayanan, produk) dan lingkungan eksternal (pertumbuhan pasar, pesaing, perubahan peraturan) (Umar, 2011). Tahapan pembuatan studi kelayakan terdiri dari tahap penemuan gagasan, penelitian lapangan, evaluasi data, pembuatan rencana, dan pelaksanaan rencana kerja. Pada tahap penemuan gagasan harus selalu diperhatikan tentang kriteria gagasan yang baik untuk selanjutnya didiskusikan dan dianalisis. Adapun kriteria gagasan yang baik adalah sesuai dengan visi organisasi, menguntungkan organisasi, sesuai dengan kemampuan sumber daya organisasi, tidak bertentangan dengan peraturan yang berlaku, dan aman untuk jangka panjang. Apabila hasil analisis gagasan memberikan gambaran yang baik bagi organisasi di masa mendatang, maka gagasan tersebut ditindaklanjuti dengan penelitian di lapangan. Data-data yang dibutuhkan saat melakukan penelitian lapangan adalah data ilmiah (nilai strategis lokasi, data kelas konsumen, peraturan yang berlaku, tingkat persaingan) dan data non ilmiah (intuisi yang diperoleh setelah melihat lokasi dan kondisi lingkungan di sekitarnya) (Umar, 2011). Menurut Umar (2011), setelah penelitian lapangan selesai dilakukan, data-data hasil penelitian tersebut dievaluasi dengan cara: a Memperhatikan beberapa faktor yang berpengaruh, yang terdiri dari faktor eksternal (tipe konsumen, tingkat keuntungan yang akan diperoleh, kondisi keamanan, peraturan yang berlaku) dan faktor internal (keuangan, produk, tenaga kerja, kemampuan manajemen). b Membuat usulan proyek yang meliputi: 1) Pendahuluan, mengenai latar belakang dan tujuan. 2) Analisis teknis, mengenai peta lokasi dan lingkungan sekitar, desain interior dan eksterior, serta jenis produk. c Analisis pasar, mengenai potensi pasar dan target pasar. d Analisis manajemen, mengenai struktur organisasi, jenis pekerjaan, jumlah kebutuhan tenaga kerja, dan program kerja. e Analisis keuangan, mengenai jumlah biaya investasi dan modal kerja, sumber pendanaan, dan aliran kas. Apabila usulan proyek disetujui, maka dilakukan penetapan waktu untuk memulai pekerjaan sesuai dengan skala prioritas seperti penyediaan dana biaya investasi dan modal kerja, pengurusan izin, pembangunan gedung, perekrutan karyawan, penyiapan barang dagangan, Dalam pelaksanaan Laporan praktek…..,pelaksanaan Tri Vita, FF UI,operasional. 2014 Universitas Indonesia 6 setiap jenis pekerjaan, dibuat suatu format yang berisi jadwal pelaksanaan pekerjaan, catatan penyimpangan yang terjadi, dan hasil evaluasi serta solusi penyelesaiannya. 2.5 Tata Cara Perizinan Apotek Apoteker Pengelola Apotek wajib memiliki Surat Izin Apotek sebelum melaksanakan pekerjaan kefarmasian di apotek (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 1993a). Surat Izin Apotek atau SIA adalah surat izin yang diberikan kepada apoteker atau apoteker yang bekerja sama dengan pemilik sarana untuk menyelenggarakan apotek di suatu tempat tertentu. Surat izin ini diberikan oleh menteri kesehatan yang kemudian dilimpahkan wewenang pemberian izin apotek kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota wajib melaporkan pelaksanaan pemberian izin, pembekuan izin, pencairan izin, dan pencabutan izin apotek sekali setahun kepada Menteri dan tembusan disampaikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2002). Izin apotek berlaku untuk seterusnya selama apotek yang bersangkutan masih aktif melakukan kegiatan dan Apoteker Pengelola Apotek dapat melaksanakan pekerjaannya dan masih memenuhi persyaratan (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 1993a). Adapun prosedur untuk mendapatkan SIA adalah sebagai berikut (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 1993a ; Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2002) : a. Permohonan izin apotek diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-1 (Lampiran 1). b. Dengan menggunakan Formulir APT-2 (Lampiran 2), Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah menerima permohonan dapat meminta bantuan teknis kepada Kepala Balai POM untuk melakukan pemeriksaan setempat terhadap kesiapan apotek untuk melakukan kegiatan. c. Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM selambatlambatnya 6 (enam) hari kerja setelah permintaan bantuan teknis dari Kepala Dinas Kesehatan kabupaten/Kota melaporkan hasil pemeriksaan setempat dengan menggunakan contoh formulir APT-3 (Lampiran 3). d. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud nomor b dan nomor c tidak dilaksanakan, apoteker pemohon dapat surat pernyataan siap Laporan praktek….., Tri Vita, FFmembuat UI, 2014 Universitas Indonesia 7 melakukan kegiatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dengan menggunakan contoh formulir Model APT-4 (Lampiran 4). e. Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja setelah diterima laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud nomor c atau nomor d, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat mengeluarkan Surat Izin Apotek dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-5 (Lampiran 5). f. Dalam hal hasil pemeriksaan Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM sebagaimana dimaksud nomor c masih belum memenuhi syarat, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam waktu 12 (dua belas) hari kerja mengeluarkan Surat Penundaan dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-6 (Lampiran 6). g. Terhadap surat penundaan sebagaimana dimaksud dalam nomor f, apoteker diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi selambatlambatnya dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal surat penundaan. h. Terhadap permohonan izin apotek yang ternyata tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud nomor e dan atau nomor f, atau lokasi apotek tidak sesuai permohonan, maka Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam jangka waktu selambat-lambatnya 12 (dua belas) hari kerja wajib mengeluarkan surat penolakan disertai dengan alasan-alasannya dengan mempergunakan contoh Formulir Model APT-7 (Lampiran 7). Bila apoteker menggunakan sarana milik pihak lain dalam pendirian apotek dengan mengadakan kerja sama dengan pemilik sarana apotek, maka harus memenuhi ketentuan sebagai berikut (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 1993a): a. Penggunaan sarana apotek yang dimaksud, wajib didasarkan atas perjanjian kerja sama antara apoteker dan pemilik sarana. b. Pemilik sarana yang dimaksud harus memenuhi persyaratan tidak pernah terlibat dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang obat sebagaimana dinyatakan dalam surat pernyataan yang bersangkutan. 2.6 Persyaratan Sarana dan Prasarana Apotek Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 922/MENKES/SK/X/1993 pasal 6 disebutkan persyaratan-persyaratan pendirian apotek sebagai berikut : Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 Universitas Indonesia 8 a. Untuk mendapatkan izin apotek, apoteker atau apoteker yang bekerjasama dengan pemilik sarana yang telah memenuhi persyaratan, harus siap dengan tempat, perlengkapan termasuk sediaan farmasi dan perbekalan farmasi yang lain yang merupakan milik sendiri atau milik pihak lain. b. Sarana apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan pelayanan komoditi yang lain diluar sediaan farmasi. c. Apotek dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi yang lain diluar sediaan farmasi. Beberapa persyaratan yang harus diperhatikan dalam pendirian sebuah apotek adalah tempat atau lokasi, bangunan, perlengkapan apotek, tenaga kerja apotek dan perbekalan farmasi (Umar, 2011): a. Tempat/Lokasi Persyaratan jarak minimum antar apotek tidak dipermasalahkan lagi, namun ketentuan ini dapat berbeda sesuai dengan kebijakan/peraturan daerah masingmasing. Lokasi apotek dapat dipilih dengan mempertimbangkan segi pemerataan pelayanan kesehatan, jumlah penduduk, jumlah praktek dokter, sarana pelayanan kesehatan lain serta sanitasi. b. Bangunan Suatu apotek harus mempunyai bangunan yang memenuhi persyaratan teknis sehingga dapat menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi apotek. Suatu apotek minimal memiliki ruang tunggu pasien, ruang peracikan dan penyerahan obat, ruang administrasi dan ruang kerja apoteker, tempat pencucian alat, dan kamar kecil. Bangunan apotek dilengkapi dengan sumber air yang memenuhi syarat kesehatan, sumber penerangan yang memadai, alat pemadam kebakaran, ventilasi, dan sanitasi yang baik, serta papan nama apotek. c. Perlengkapan Apotek Suatu apotek baru yang ingin beroperasi harus memiliki perlengkapan apotek yang memadai agar dapat mendukung pelayanan kefarmasiannya. Perlengkapan apotek yang harus dimiliki antara lain: 1) Peralatan pembuatan, pengolahan, dan peracikan seperti gelas ukur (10 ml, 100 ml dan 250 ml), labu erlenmeyer (100 ml, 250 ml, 1 L), gelas piala (100 ml, 500 ml dan 1L), panci pengukur 1L, corong berbagai ukuran, timbangan miligram dan gram dengan anak timbangan yang sudah ditara, termometer, mortir berdiameter 5-10 cm dan 10-15 cm beserta alu, spatel logam/tanduk/plastik dan porselen, cawan penguap porselen Tri diameter 5-15 Laporan praktek….., Vita, FF UI, 2014 cm, batang pengaduk dan Universitas Indonesia 9 pemanas air, kompor/alat pemanas yang sesuai, panci dan rak tempat pengeringan alat. 2) Peralatan dan tempat penyimpanan alat perbekalan farmasi seperti lemari obat, lemari pendingin (kulkas), dan lemari khusus untuk narkotika dan psikotropika. 3) Wadah pengemas dan pembungkus. 4) Perlengkapan administrasi, seperti blanko pesanan, salinan resep, buku catatan penjualan, buku catatan pembelian, kartu stok obat dan kuitansi. 5) Buku wajib (Farmakope Indonesia) dan literatur penunjang lainnya yang dibutuhkan seperti Informasi Spesialite Obat (ISO), MIMS serta buku tentang peraturan/undang-undang yang berhubungan dengan kegiatan apotek. d. Tenaga Kerja Apotek Tenaga kerja yang terlibat dalam kegiatan operasional apotek yaitu: 1) Apoteker Pengelola Apotek (APA), yaitu apoteker yang telah diberi SIPA. 2) Apoteker pendamping adalah apoteker yang bekerja di apotek di samping APA dan/atau menggantikan pada jam-jam tertentu pada hari buka apotek. 3) Tenaga teknis kefarmasian adalah tenaga yang membantu apoteker dalam menjalani pekerjaan kefarmasian. Tenaga teknis kefarmasian terdiri dari sarjana farmasi, ahli madya farmasi, analisis farmasi, dan tenaga menengah farmasi/asisten apoteker. 4) Tenaga non kefarmasian, seperti tenaga administrasi, kasir, dan petugas kebersihan. 2.7 Pencabutan Izin Apotek Setiap pelanggaran apotek terhadap ketentuan yang berlaku dapat dikenakan sanksi, baik sanksi administratif maupun sanksi pidana. Sanksi administratif yang diberikan menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1332/MENKES/SK/X/2002 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan No. 922/MENKES/PER/X/1993 adalah pencabutan surat izin apotek yang dilakukan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Pencabutan izin dilakukan apabila : a. Apoteker sudah tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai APA. b. Apoteker tidak memenuhi kewajiban yang seharusnya dilakukan. c. APA berhalangan melakukan tugasnya lebih dari 2 tahun secara terus-menerus. d. Terjadi pelanggaran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang obat. e. Surat Izin Praktek Apoteker (SIPA) APA dicabut. Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 Universitas Indonesia 10 f. Pemilik Sarana Apotek terbukti terlibat dalam pelanggaran perundang-undangan di bidang obat. g. Apotek tidak lagi memenuhi persyaratan untuk memperoleh izin apotek. Adapun pelaksanaan pencabutan izin apotek dilakukan setelah dikeluarkan : a. Peringatan secara tertulis kepada APA sebanyak 3 kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing 2 bulan. b. Pembekuan izin apotek untuk jangka waktu selama-lamanya 6 bulan sejak dikeluarkannya penetapan pembekuan kegiatan apotek. Apabila Surat Izin Apotek dicabut, APA atau apoteker pengganti wajib mengamankan perbekalan farmasi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pengamanan yang dilakukan wajib mengikuti tata cara sebagai berikut: a. Dilakukan inventarisasi terhadap seluruh persediaan narkotika, psikotropika, obat keras tertentu, dan obat lainnya, serta seluruh resep yang tersedia di apotek. b. Narkotika, psikotropika, dan resep harus dimasukkan dalam tempat yang tertutup dan terkunci. c. APA wajib melaporkan secara tertulis kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tentang penghentian kegiatan disertai laporan inventarisasi yang dimaksud dalam huruf a. Pembekuan izin apotek dapat dicairkan kembali apabila apotek telah membuktikan memenuhi seluruh persyaratan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pencairan izin apotek dilakukan setelah menerima laporan pemeriksaan dari Tim Pemeriksaan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat. 2.8 Apoteker Pengelola Apotek Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, apotek harus dikelola oleh seorang apoteker yang profesional dengan kompetensi sebagai berikut: a. Mampu menyediakan dan memberikan pelayanan yang baik. Apoteker sebagai pengelola apotek harus dapat memberikan pelayanan kefarmasian yang profesional. Dalam memberikan pelayanan, apoteker harus dapat mengintegrasikan keseluruhan pelayanannya sehingga dalam dihasilkan sistem sistem pelayanan pelayanan kesehatan secara kesehatan yang berkesinambungan. b. Mampu untuk mengambil keputusan Laporan praktek…..,profesional. Tri Vita, FF UI, 2014 Universitas Indonesia 11 Apoteker harus mampu mengambil keputusan yang tepat, yang berdasarkan pada efikasi, efektifitas, dan efisiensi penggunaan obat dan alat kesehatan. c. Mampu berkomunikasi dengan baik. Apoteker harus mempunyai kemampuan berkomunikasi yang baik dengan pasien dan profesi kesehatan lainnya secara verbal dan nonverbal, serta menggunakan bahasa yang sesuai dengan pendengarnya. d. Menempatkan diri sebagai pimpinan dalam situasi multidisipliner. Apoteker harus mampu menjadi pemimpin, yaitu mampu mengambil keputusan yang tepat dan efektif, mampu mengkomunikasikannya, dan mampu mengelola hasil keputusan tersebut. e. Mempunyai kemampuan dalam mengelola sumber daya (manusia, fisik, anggaran) dan informasi secara efektif. f. Harus dapat dipimpin dan memimpin orang lain dalam tim kesehatan. g. Selalu belajar di sepanjang kariernya. Apoteker harus selalu belajar, baik pada jalur formal maupun informal, disepanjang kariernya, sehingga ilmu dan keterampilan yang dipunyai selalu baru (up to date). h. Membantu memberi pendidikan dan memberi peluang untuk meningkatkan pengetahuan. Apoteker mempunyai tanggung jawab mendidik dan melatih sumber daya yang ada, serta memberi kesempatan untuk memperoleh pengalaman yang dapat meningkatkan keterampilan. 2.9 Pengalihan Tanggung Jawab Apoteker Pengalihan tanggung jawab Apoteker dalam sebuah apotek diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1332/MENKES/SK/X/2002 (Pasal 19 dan 24) dimana tanggung jawab pengelolaan apotek dapat dialihkan dalam kondisi sebagai berikut: a Apabila Apoteker Pengelola Apotek berhalangan melakukan tugasnya pada jam buka apotek, Apoteker Pengelola Apotek harus menunjuk apoteker pendamping. b Apabila Apoteker Pengelola Apotek dan apoteker pendamping berhalangan melakukan tugasnya, Apoteker Pengelola Apotek menunjuk apoteker pengganti. Apoteker yang menggantikan APA selama APA tersebut tidak berada ditempat lebih dari 3 bulan secara terus-menerus, telah memiliki SIPA dan tidak bertindak Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 Universitas Indonesia 12 sebagai Apoteker Pengelola Apotek di apotek lain yang disebut apoteker pengganti. c Penunjukkan apoteker pendamping dan apoteker pengganti harus dilaporkan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi setempat. d Apabila APA meninggal dunia, dalam jangka waktu dua kali dua puluh empat jam, ahli waris APA wajib melaporkan kejadian tersebut secara tertulis kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Apabila pada apotek tersebut tidak terdapat Apoteker pendamping, maka pelaporan kejadian wajib mengikutsertakan penyerahan resep, narkotika, psikotropika, obat keras dan kunci tempat penyimpanan narkotika dan psikotropika. Penyerahan tersebut dibuat Berita Acara Serah Terima dengan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat,dengan tembusan Kepala Balai POM setempat. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 922/Menkes/Per/X/1993 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek, setiap pengalihan tanggung jawab pengelolaan kefarmasian yang disebabkan karena penggantian APA wajib dilakukan serah terima resep, narkotika, obat dan perbekalan farmasi lainnya, serta kunci-kunci tempat penyimpanan narkotika dan psikotropika. 2.10 Pengelolaan Apotek Kegiatan pengelolaan apotek dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu pengelolaan teknis kefarmasian dan pengelolaan non teknis kefarmasian. Kegiatan pengelolaan non teknis kefarmasian meliputi semua kegiatan administrasi, keuangan, personalia, pelayanan komoditi selain perbekalan farmasi dan bidang lainnya yang berhubungan dengan fungsi apotek. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 922/MENKES/PER/X/1993, pengelolaan apotek meliputi : a. Pembuatan, pengolahan, peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, penyimpanan dan penyerahan obat dan bahan obat. b. Pengadaan, penyimpanan, penyaluran, dan penyerahan perbekalan farmasi lainnya. c. Pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi. Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 Universitas Indonesia 13 2.11 Sediaan Farmasi Menurut PP No. 51 Tahun 2009 yang termasuk dalam sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetik. Untuk menjaga keamanan penggunaan obat oleh masyarakat, maka pemerintah menggolongkan obat menjadi obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras, narkotika dan psikotropika (Menteri Kesehatan RI, 1983). 2.11.1 Obat Bebas Obat bebas adalah obat tanpa peringatan yang dapat diperoleh tanpa resep dokter. Tanda khusus yang terdapat pada obat bebas adalah lingkaran bulat berwarna hijau dengan garis tepi hitam (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 1983). Gambar 2.1. Penandaan obat bebas [Sumber : Menkes RI, 1983, telah diolah kembali] 2.11.2 Obat bebas terbatas Obat bebas terbatas adalah obat dengan peringatan, yang dapat diperoleh tanpa resep dokter. Tanda khusus yang terdapat obat bebas terbatas adalah lingkaran bulat berwarna biru dengan garis tepi hitam (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 1983). Gambar 2.2. Penandaan obat bebas terbatas [Sumber : Menkes RI, 1983, telah diolah kembali] Pada golongan obat bebas terbatas harus mencantumkan tanda peringatan pada wadah atau kemasan berwarna hitam dengan ukuran panjang 5 cm dan lebar 2 cm atau disesuaikan dengan kemasan dan memuat pemberitahuan dengan huruf berwarna putih (Menteri Kesehatan RI, 1969). Tanda peringatan tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.1. Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 Universitas Indonesia 14 Tabel 2.1. Penggolongan Tanda Peringatan Obat Bebas Terbatas Penggolongan Tanda Peringatan Gambar Tanda Peringatan Tanda P no.1 Tanda P no.2 Tanda P no.3 Tanda P no.4 Tanda P no.5 Tanda P no.6 [Sumber : Menkes RI, 1969, telah diolah kembali] 2.11.3 Obat keras daftar G Obat keras adalah obat yang dapat diperoleh dengan resep dokter. Tanda pada obat keras berupa lingkaran bulat berwarna merah dengan garis tepi hitam dengan huruf K yang menyentuh garis tepi dan harus mencantumkan kalimat “Harus Dengan Resep Dokter” (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 1986). Gambar 2.3. Penandaan obat keras [Sumber : Menkes RI, 1986, telah diolah kembali] Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 15 2.11.4 Narkotika Menurut Undang-undang No 35 Tahun 2009, narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan. Narkotika dibagi menjadi tiga golongan yaitu: a. Narkotika Golongan I Narkotika golongan I adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan, tidak digunakan dalam terapi, dan mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh : tanaman Papaver somniferum (kecuali bijinya), opium, kokain, heroin, psilosibin, amfetamin. b. Narkotika Golongan II Narkotika golongan II adalah narkotika berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh : difenoksilat, metadon, morfin, petidin. c. Narkotika Golongan III Narkotika golongan III adalah narkotika berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. Contoh : kodein, dihidrokodein, norkodein. Tanda khusus yang terdapat pada narkotika adalah palang medali berwarna merah dengan dasar putih. Gambar 2.4. Penandaan obat narkotika 2.11.4.1 Pengelolaan Narkotika Narkotika hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Menurut Undang-undang Nomor 22 tahun 1997 tentang Narkotika, adanya pengaturan tentang narkotika memiliki tujuan, antara lain : a. Menjamin ketersediaan narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan atau perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 Universitas Indonesia 16 b. Mencegah, melindungi, dan menyelamatkan bangsa Indonesia dari penyalahgunaan narkotika. c. Memberantas peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika. d. Menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi penyalahgunaan dan pencandu narkotika. 2.11.4.2 Perencanaan Narkotika Narkotika termasuk salah satu sediaan farmasi sehingga perencanaan narkotika sama seperti perencanaan sediaan farmasi. Kegiatan dalam perencanaan narkotika meliputi penetapan jenis dan jumlah narkotika sesuai dengan kebutuhan. Kegiatan ini bertujuan untuk mendapatkan perkiraan jenis dan jumlah narkotika mendekati kebutuhan (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2004). 2.11.4.3 Pengadaan/Pemesanan Narkotika Apoteker hanya dapat memesan narkotika melalui Pedagang Besar Farmasi (PBF) yang telah ditunjuk khusus oleh Menteri Kesehatan yaitu PT. Kimia Farma dengan tujuan untuk memudahkan pengawasan peredaran narkotika. Pemesanan dilakukan dengan membuat surat pesanan narkotika asli yang terdiri dari empat rangkap. Surat pesanan narkotika dilengkapi dengan nama dan tanda tangan APA, nomor Surat Izin Apotek (SIA), tanggal dan nomor surat, alamat lengkap dan stempel apotek. Satu surat pesanan hanya untuk satu jenis narkotika (Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2013). Contoh Surat Pesanan Narkotika dapat dilihat dalam Lampiran 8. 2.11.4.4 Penyimpanan Narkotika Berdasarkan permenkes Nomor 28/MENKES/PER/V/1978 tentang penyimpanan narkotika, apotek harus memiliki tempat khusus untuk penyimpanan narkotika yang memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. Harus dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan lain yang kuat. b. Harus mempunyai kunci yang kuat. c. Dibagi dua masing-masing dengan kunci yang berlainan; bagian pertama dipergunakan untuk menyimpan morfin, petidin, dan garam-garamnya serta untuk persediaan, bagian kedua digunakan untuk menyimpan persediaan narkotika lainnya yang dipakai sehari-hari. Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 Universitas Indonesia 17 d. Apabila tempat khusus tersebut berupa lemari berukuran kurang dari 40 x 80 x 100 cm, maka lemari tersebut harus dibaut pada tembok atau lantai. e. Lemari harus dikunci dengan baik. f. Lemari khusus tidak boleh dipergunakan untuk menyimpan barang lain selain narkotika. g. Anak kunci lemari khusus harus dikuasai oleh penanggung jawab atau pegawai lain yang dikuasakan. h. Lemari khusus harus ditaruh di tempat yang aman dan tidak terlihat oleh umum. 2.11.4.5 Pelayanan/penyerahan Narkotika Menurut Undang-undang nomor 35 tahun 2009 pasal 43, Apotek hanya dapat melakukan penyerahan narkotika kepada Rumah Sakit, Pusat Kesehatan Masyarakat, apotek lainnya, balai pengobatan, dokter, dan kepada pasien berdasarkan resep dari dokter. Apotek dilarang mengulangi menyerahkan narkotika atas dasar resep yang sama dari seorang dokter atau atas dasar salinan resep dokter (Undang-Undang Nomor 9 tahun 1976 Pasal 7). Pada resep narkotika yang baru dilayani sebagian, apotek boleh membuat salinan resep tetapi salinan resep tersebut hanya boleh dilayani di apotek yang menyimpan resep asli. Apotek tidak boleh melayani resep yang berisi narkotika dengan tulisan “iter” . 2.11.4.6 Pemusnahan Narkotika Tujuan dilakukannya pemusnahan narkotika adalah menghapus pertanggungjawaban apoteker terhadap pengelolaan narkotika, menjamin narkotika yang sudah tidak memenuhi persyaratan dikelola sesuai dengan standar yang berlaku dan mencegah penyalahgunaan bahan narkotika serta mengurangi resiko terjadinya penggunaan obat yang sub standar (Departemen Kesehatan RI, 2008). Berdasarkan Undang-undang nomor 22 tahun 1997 tentang Narkotika bahwa pemusnahan narkotika dilakukan ketika hasil produksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku dan/atau tidak dapat digunakan dalam proses produksi, kadaluarsa, tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan dan/atau berkaitan untuk pengembangan ilmu pengetahuan atau berkaitan dengan tindak pidana. Pemusnahan dilakukan oleh apotek disertai dengan membuat Berita Acara pemusnahan narkotika dan dilaporkan kepada pihak-pihak terkait. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 Universitas Indonesia 18 No.28/MENKES/PER/I/1978 Tentang Penyimpanan Narkotika dan Undang- Undang nomor 22 tahun 1997 tentang Narkotika, Berita Acara pemusnahan memuat : a. Keterangan tempat, hari, tanggal, bulan, dan tahun pemusnahan. Nama pemegang izin khusus, apoteker pimpinan apotek dan dokter pemilik narkotika. b. Nama seorang saksi dari pemerintah dan seorang saksi dari perusahaan atau badan tersebut. c. Nama dan jumlah narkotika yang dimusnahkan. d. Cara pemusnahan. e. Tanda tangan penanggung jawab apotek/pemegang izin khusus, dokter pemilik narkotika dan saksi-saksi. Berita acara pemusnahan tersebut dibuat rangkap empat untuk ditujukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, Kepala Balai Pengawasan Obat dan Makanan, dan satu disimpan sebagai arsip di apotek. 2.11.4.7 Pencatatan dan Pelaporan Narkotika Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika menyatakan bahwa apotek wajib membuat, menyampaikan, dan menyimpan laporan berkala mengenai pemasukan dan/atau pengeluaran narkotika yang berada dalam penguasaannya. Pelaporan penggunaan narkotika telah dikembangkan dalam bentuk perangkat lunak atau program Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika (SIPNAP) sejak tahun 2006 oleh Kementerian Kesehatan (Lampiran 9). Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika (SIPNAP) adalah sistem yang mengatur pelaporan penggunaan Narkotika dan Psikotropika dari Unit Layanan (Puskesmas, Rumah Sakit dan Apotek) ke Bina Farmasi dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan RI dengan menggunakan pelaporan elektronik melalui mekanisme pelaporan online yang menggunakan fasilitas internet (Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010). 2.11.5 Psikotropika Menurut Undang-undang Nomor 5 Tahun 1997, psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Psikotropika digolongkan menjadi empat golongan : Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 Universitas Indonesia 19 a. Psikotropika Golongan I Psikotropika golongan I adalah psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat kuat mengakibatkan sindrom ketergantungan. Contoh : Psilosibin, lisergida. b. Psikotropika Golongan II Psikotropika golongan II adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindrom ketergantungan. Contoh: Amfetamin, deksamfetamin, metamfetamin, sekobarbital. c. Psikotropika Golongan III Psikotropika golongan III adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh : amobarbital, pentazosin, pentobarbital, siklobarbital. d. Psikotropika Golongan IV Psikotropika golongan IV adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat khas digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindrom ketergantungan. Contoh: alobarbital, alprazolam, barbital, diazepam, fenobarbital, ketazolam. 2.11.5.1 Pengelolaan Psikotropika Menurut Undang-undang No. 5 tahun 1997, yang dimaksud dengan psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Psikotropika hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan atau ilmu pengetahuan. Tujuan pengaturan di bidang psikotropika adalah : a. Menjamin ketersediaan psikotropika guna kepentingan pelayanan kesehatan dan ilmu pengetahuan. b. Mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika. c. Memberantas peredaran gelap psikotropika. Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 Universitas Indonesia 20 2.11.5.2 Pemesanan Psikotropika Pemesanan psikotropika dilakukan dengan menggunakan Surat Pesanan Psikotropika yang ditandatangani oleh APA dengan mencantumkan nomor SIA (Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2013). Contoh Surat Pesanan Psikotropika dapat dilihat dalam Lampiran 10. Surat pesanan tersebut dibuat rangkap tiga dan diberikan stempel apotek. Satu surat pesanan dapat digunakan untuk memesan beberapa jenis psikotropika. 2.11.5.3 Penyimpanan Psikotropika Penyimpanan psikotropika belum diatur di dalam perundang-undangan atau peraturan lainnya. Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika maka sebaiknya obat golongan psikotropika disimpan pada rak atau lemari khusus. 2.11.5.4 Penyerahan Psikotropika Penyerahan psikotropika oleh apotek hanya dapat dilakukan kepada apotek lain, Rumah Sakit, Puskesmas, Balai Pengobatan, dokter dan pasien. Penyerahan psikotropika oleh apotek dilaksanakan berdasarkan resep dokter. 2.11.5.5 Pemusnahan Psikotropika Pada Undang-undang No. 5 tahun 1997 pasal 53 disebutkan bahwa pemusnahan psikotropika dilaksanakan dalam hal yang berhubungan dengan tindak pidana, diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku dan/atau tidak dapat digunakan dalam proses produksi psikotropika, kadaluwarsa, dan tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan dan/atau untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Setiap pemusnahan psikotropika, wajib dibuatkan berita acara. 2.11.5.6 Pelaporan Psikotropika Apotek berkewajiban menyusun dan mengirimkan laporan bulanan melalui perangkat lunak atau program Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika (SIPNAP) (Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010). Mekanisme pelaporan psikotropika sama dengan pelaporan narkotika. Contoh laporan psikotropika dapat dilihat dalam Lampiran 11. Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 Universitas Indonesia 21 2.12 Pelayanan Apotek Pelayanan Apotek diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 922/MENKES/PER/X/1993, meliputi : a. Apoteker berkewajiban menyediakan, menyimpan, dan menyerahkan perbekalan farmasi yang bermutu baik dan yang keabsahannya terjamin. b. Apoteker wajib melayani resep dokter, dokter gigi, dan dokter hewan. Pelayanan resep di apotek sepenuhnya atas tanggung jawab APA, sesuai dengan tanggung jawab dan keahlian profesi yang dilandasi pada kepentingan masyarakat. c. Apoteker tidak diizinkan untuk menggantikan obat generik yang ditulis di dalam resep dengan obat paten. d. Dalam hal pasien tidak mampu menebus obat yang tertulis dalam resep, apoteker wajib berkonsultasi dengan dokter untuk pemilihan obat yang lebih tepat. e. Apoteker wajib memberikan informasi yang berkaitan dengan penggunaan obat yang diserahkan kepada pasien dan penggunaan obat secara tepat, aman, dan rasional. f. Apabila Apoteker menganggap bahwa dalam resep terdapat kekeliruan atau penulisan resep yang tidak tepat, maka apoteker harus memberitahukan kepada dokter penulis resep. Apabila karena pertimbangan tertentu dokter penulis resep tetap pada pendiriannya, dokter wajib menyatakannya secara tertulis atau membubuhkan tanda tangan yang lazim di atas resep. g. Salinan resep harus ditandatangani oleh apoteker. h. Resep harus dirahasiakan dan disimpan di apotek dengan baik dalam jangka waktu tiga tahun. i. Resep atau salinan resep hanya boleh diperlihatkan kepada dokter penulis resep, penderita yang bersangkutan atau yang merawat penderita, petugas kesehatan atau petugas lain yang berwenang menurut perundang-undangan yang berlaku. j. APA, apoteker pendamping atau apoteker pengganti diijinkan untuk menjual obat keras yang dinyatakan sebagai Daftar Obat Wajib Apotek tanpa resep yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. k. Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya pada jam buka apotek, APA dapat menunjuk apoteker pendamping. Apabila APA dan apoteker pendamping berhalangan melakukan tugasnya, maka APA dapat menunjuk apoteker pengganti. Penunjukkan ini harus dilaporkan kepada Kepala Kantor Wilayah dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Laporan praktek….., Tri Vita, dan FF UI,Kepala 2014 Balai POM setempat. Universitas Indonesia 22 l. APA turut bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan yang dilakukan oleh apoteker pendamping dan apoteker pengganti di dalam pengelolaan Apotek. m. Apoteker pendamping bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas pelayanan kefarmasian selama yang bersangkutan bertugas menggantikan APA. n. Dalam pelaksanaan pengelolaan apotek, APA dapat dibantu oleh asisten apoteker di bawah pengawasan apoteker. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 mengatur tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care) adalah bentuk pelayanan dan tanggung jawab langsung profesi apoteker dalam pekerjaan kefarmasian untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah bergeser orientasinya dari obat ke pasien yang mengacu kepada pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care). Kegiatan pelayanan kefarmasian yang semula hanya berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditi menjadi pelayanan yang komprehensif yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dari pasien. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004, pelayanan kefarmasian terdiri dari pelayanan resep, promosi dan edukasi, serta pelayanan residensial (Home Care). 2.12.1 Pelayanan Resep Pelayanan resep meliputi skrining resep, penyiapan obat, serta penyerahan obat yang disertai dengan informasi tentang penggunaan obat. Apoteker melakukan skrining resep meliputi : a. Persyaratan administratif : 1) Nama, SIP dan alamat dokter. 2) Tanggal penulisan resep. 3) Tanda tangan/paraf dokter penulis resep. 4) Nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan berat badan pasien. 5) Nama obat , potensi, dosis, jumlah yang minta. 6) Cara pemakaian yang jelas. 7) Informasi lainnya. b. Kesesuaian farmasetik: bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian. c. Pertimbangan klinis: adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan lain-lain). Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 Universitas Indonesia 23 Jika ada keraguan terhadap resep hendaknya dikonsultasikan kepada dokter penulis resep dengan memberikan pertimbangan dan alternatif seperlunya bila perlu menggunakan persetujuan setelah pemberitahuan. Setelah dilakukan skrining resep oleh apoteker, dilakukan kegiatan kefarmasian sebagai berikut : a. Peracikan Peracikan merupakan kegiatan menyiapkan, menimbang, mencampur, mengemas dan memberikan etiket pada wadah. Dalam melaksanakan peracikan obat harus dibuat suatu prosedur tetap dengan memperhatikan dosis, jenis dan jumlah obat serta penulisan etiket yang benar. b. Etiket, dimana harus jelas dan dapat dibaca. c. Kemasan obat yang diserahkan. Obat hendaknya dikemas dengan rapi dalam kemasan yang cocok sehingga terjaga kualitasnya. d. Penyerahan Obat. Pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep harus dilakukan sebelum obat diserahkan pada pasien. Penyerahan obat dilakukan oleh apoteker disertai pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien dan tenaga kesehatan. e. Informasi obat Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini. Informasi obat pada pasien minimal meliputi cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas, serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi. f. Konseling Konseling adalah suatu proses komunikasi dua arah yang sistematik antara apoteker dan pasien untuk mengidentifikasi dan memecahkan masalah yang berkaitan dengan obat dan pengobatan. Apoteker harus memberikan konseling, mengenai sediaan farmasi, pengobatan dan perbekalan kesehatan lainnya sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau penggunaan salah sediaan farmasi atau perbekalan kesehatan lainnya. Untuk penderita penyakit tertentu seperti kardiovaskular, diabetes, TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya, apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan. Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 Universitas Indonesia 24 g. Pemantauan Penggunaan Obat Setelah penyerahan obat kepada pasien, apoteker harus melaksanakan pemantauan penggunaan obat, terutama untuk pasien tertentu seperti kardiovaskular, diabetes , TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya. 2.12.2 Promosi dan Edukasi Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, apoteker harus berpartisipasi secara aktif dalam promosi dan edukasi. Apoteker ikut membantu diseminasi informasi, antara lain dengan penyebaran leaflet /brosur, poster, penyuluhan, dan lain-lain (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2004). 2.12.3 Pelayanan Residensial (Home Care) Pelayanan residensial (Home care) adalah pelayanan apoteker sebagai care giver dalam pelayanan kefarmasian di rumah-rumah, khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan terapi kronis lainnya. Apoteker sebagai care giver diharapkan juga dapat melakukan pelayanan kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya. Untuk aktivitas ini apoteker harus membuat catatan berupa catatan pengobatan pasien (Patient medication record). 2.12.4 Pelayanan Swamedikasi Apoteker mempunyai peran yang sangat penting dalam memberikan bantuan, nasihat, dan petunjuk kepada masyarakat yang ingin melakukan swamedikasi agar masyarakat dapat melakukan swamedikasi secara bertanggung jawab. Apoteker harus dapat menekankan kepada pasien, bahwa walaupun dapat diperoleh tanpa resep dokter, penggunaan obat bebas, obat bebas terbatas, dan obat wajib apotek tetap dapat menimbulkan bahaya dan efek samping yang tidak dikehendaki jika dipergunakan secara tidak semestinya. Dalam pelaksanaan swamedikasi, apoteker memiliki dua peran yang sangat penting, yaitu menyediakan produk obat yang sudah terbukti keamanan, khasiat dan kualitasnya serta memberikan informasi yang dibutuhkan atau memberikan informasi kepada pasien dan keluarganya agar obat digunakan secara aman, tepat dan rasional. Pemberian informasi dilakukan terutama dalam mempertimbangkan : a. Ketepatan penentuan indikasi atau penyakit. b. Ketepatan pemilihan obat yang efektif, Tri aman, dan Laporan praktek….., Vita, FF UI,ekonomis. 2014 Universitas Indonesia 25 c. Ketepatan dosis dan cara penggunaan obat. Penggunaan obat bebas, obat bebas terbatas dan Obat Wajib Apotek (OWA) dalam pengobatan sendiri (swamedikasi) harus mengikuti prinsip penggunaan obat secara aman dan rasional. Pelaksanaan swamedikasi yang bertanggung jawab membutuhkan produk obat yang sudah terbukti keamanan, khasiat dan kualitasnya, serta membutuhkan pemilihan obat yang tepat sesuai dengan indikasi penyakit dan kondisi pasien. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 919/MENKES/PER/X/1993 Tentang Kriteria Obat yang Dapat Diserahkan Tanpa Resep, obat-obat yang dapat diserahkan tanpa resep harus memenuhi kriteria sebagai berikut : a. Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak di bawah usia 2 tahun, dan orangtua di atas 65 tahun. b. Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan risiko pada kelanjutan penyakit. c. Penggunaannya tidak memerlukan cara dan atau alat khusus yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan. d. Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di Indonesia. e. Obat dimaksud memiliki risiko khasiat keamanan yang dapat dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri. Satu hal yang sangat penting dalam informasi swamedikasi adalah meyakinkan agar produk yang digunakan tidak berinteraksi negatif dengan produk-produk yang sedang digunakan pasien. Selain itu, apoteker juga diharapkan dapat memberikan petunjuk kepada pasien bagaimana memantau penyakitnya dan kapan harus menghentikan pengobatannya atau kapan harus berkonsultasi kepada dokter. Informasi yang perlu disampaikan oleh apoteker pada masyarakat dalam pelaksanaan swamedikasi antara lain: a. Khasiat obat Apoteker perlu menerangkan dengan jelas khasiat obat yang bersangkutan, sesuai atau tidak dengan indikasi atau gangguan kesehatan yang dialami pasien. b. Kontraindikasi Pasien perlu diberi tahu dengan jelas kontraindikasi dari obat yang diberikan, agar tidak menggunakannya jika memiliki kontra indikasi dimaksud. c. Efek samping dan cara mengatasinya (jika ada) Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 Universitas Indonesia 26 Pasien juga perlu diberi informasi tentang efek samping yang mungkin muncul dan apa yang harus dilakukan untuk menghindari atau mengatasinya. d. Cara pemakaian Cara pemakaian harus disampaikan secara jelas kepada pasien untuk menghindari salah pemakaian, apakah ditelan, dihirup, dioleskan, dimasukkan melalui anus, atau cara lain. e. Dosis Dosis harus disesuaikan dengan kondisi kesehatan pasien. Apoteker dapat menyarankan dosis sesuai dengan yang disarankan oleh produsen (sebagaimana petunjuk pemakaian yang tertera di etiket) atau dapat menyarankan dosis lain sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya. f. Waktu pemakaian Waktu pemakaian juga harus diinformasikan dengan jelas kepada pasien, misalnya sebelum atau sesudah makan atau saat akan tidur. g. Lama penggunaan Lama penggunaan obat juga harus diinformasikan kepada pasien, agar pasien tidak menggunakan obat secara berkepanjangan karena penyakitnya belum hilang atau sudah memerlukan pertolongan dokter. h. Hal yang harus diperhatikan sewaktu minum obat tersebut, misalnya pantangan makanan atau tidak boleh minum obat tertentu dalam waktu bersamaan. i. Hal yang harus dilakukan jika lupa meminum obat j. Cara penyimpanan obat yang baik k. Cara memperlakukan obat yang masih tersisa l. Cara membedakan obat yang masih baik dan sudah rusak Selain itu, apoteker juga perlu memberi informasi kepada pasien tentang obat generik yang memiliki khasiat sebagaimana yang dibutuhkan, serta keuntungan yang dapat diperoleh dengan menggunakan obat generik. Hal ini penting dalam pemilihan obat harus selalu memperhatikan aspek farmakoekonomi dan hak pasien. Selain konseling dalam farmakoterapi, apoteker juga memiliki tanggung jawab lain yang lebih luas dalam swamedikasi. Dalam pernyataan bersama yang dikeluarkan oleh IPF (International Pharmaceutical Federation) dan WMI (World Self-Medication Industry) tentang swamedikasi yang bertanggung jawab (Responsible SelfMedication) dinyatakan sebagai berikut: Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 Universitas Indonesia 27 a. Apoteker memiliki tanggung jawab profesional untuk memberikan nasehat dan informasi yang benar, cukup dan objektif tentang swamedikasi dan semua produk yang tersedia. b. Apoteker memiliki tanggung jawab profesional untuk merekomendasikan kepada pasien agar segera mencari nasehat medis yang diperlukan, apabila dipertimbangkan swamedikasi tidak mencukupi. c. Apoteker memiliki tanggung jawab profesional untuk memberikan laporan kepada lembaga pemerintah yang berwenang, dan untuk menginformasikan kepada produsen obat yang bersangkutan, mengenai efek yang tidak dikehendaki yang terjadi pada pasien yang menggunakan obat tersebut dalam swamedikasi. d. Apoteker memiliki tanggung jawab profesional untuk mendorong anggota masyarakat agar memperlakukan obat sebagai produk khusus yang harus dipergunakan dan disimpan secara hati-hati, dan tidak boleh dipergunakan tanpa indikasi yang jelas. 2.12.5 Pelayanan Obat Wajib Apotek (OWA) Daftar Obat Wajib Apotek (DOWA) merupakan obat yang termasuk golongan obat keras yang dapat diperoleh tanpa menggunakan resep dokter dan diserahkan oleh apoteker di apotek. Apoteker di apotek dalam melayani pasien yang memerlukan obat wajib (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 1990; Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 1993c; Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 1999): a. Memenuhi ketentuan dan batasan tiap jenis obat per pasien sesuai dengan yang disebutkan dalam Daftar Obat Wajib Apotek. b. Membuat catatan pasien serta obat yang telah diserahkan. c. Memberikan informasi meliputi dosis dan aturan pakainya, kontraindikasi, efek samping, dan hal-hal lain yang perlu diperhatikan oleh pasien. Obat-obat yang termasuk ke dalam daftar obat wajib apotek antara lain: a. Obat kontrasepsi oral, baik tunggal maupun kombinasi. b. Obat saluran cerna, yang terdiri dari : a. Antasida + sedatif/spasmodik. b. Anti spasmodik. c. Spasmodik + analgesik. d. Antimual. e. Laksan. Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 Universitas Indonesia 28 c. Obat mulut dan tenggorokan. d. Obat saluran napas. e. Obat yang mempengaruhi sistem neuromuskular, yang terdiri dari : a. Analgetik. b. Antihistamin. f. Antiparasit yang terdiri dari obat cacing 7. Obat topikal untuk kulit yang terdiri dari: a. Semua salep/krim antibiotik. b. Semua salep/krim kortikosteroid. c. Semua salep/krim/gel anti inflamasi nonsteroid (AINS). d. Antijamur. e. Antiseptik lokal. f. Enzim anti radang topikal. g. Pemutih kulit. 2.13 Pengadaan Persediaan Apotek Pengadaan merupakan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan perbekalan farmasi berdasarkan fungsi perencanaan dan penganggaran yang bertujuan memperoleh barang atau jasa yang dibutuhkan dalam jumlah yang cukup dengan kualitas harga yang dapat dipertanggungjawabkan dalam waktu dan tempat tertentu secara efektif dan efisien menurut tata cara dan ketentuan yang berlaku (Quick, 1997). Pengadaan harus memenuhi beberapa syarat, yaitu (Seto, Nita dan Triana, 2004): a. Doematig, artinya sesuai tujuan/sesuai rencana. Pengadaan harus sesuai kebutuhan yang sudah direncanakam sebelumnya. b. Rechtmatig, artinya sesuai hak/sesuai kemampuan. c. Wetmatig, artinya sistem/cara pengadaannya harus sesuai dengan ketentuan ketentuan yang berlaku. Secara umum, jenis pengadaan berdasarkan waktu terdiri dari (Quick, 1997): a. Annual purchasing, yaitu pemesanan dilakukan satu kali dalam satu tahun b. Scheduled purchasing, yaitu pemesanan dilakukan secara periodik dalam waktu tertentu misalnya mingguan, bulanan dan sebagainya. c. Perpetual purchasing, yaitu pemesanan dilakukan setiap kali tingkat persediaan rendah. d. Kombinasi antara annual purchasing, scheduled Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014purchasing dan perpetual Universitas Indonesia 29 purchasing. Pengadaan dengan pemesanan yang bervariasi waktunya seperti cara ini dapat diterapkan tergantung dari jenis obat yang dipesan. Misalnya, obat impor dari suatu negara dimana devaluasi mata uang menjadi masalah utama atau obat berharga murah yang jarang digunakan cukup dipesan sekali dalam setahun saja. Obat-obat yang relatif slow moving, tetapi digunakan secara reguler dapat dipesan secara periodik setiap tahun (scheduled purchasing). Obat-obat yang banyak diminati serta harganya sangat mahal, maka pemesanannya dilakukan secara perpetual purchasing. Setelah menentukan jenis pengadaan yang akan diterapkan berdasarkan frekuensi dan waktu pemesanan, maka pengadaan barang di apotek dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu (Seto, Nita, dan Triana, 2004): a. Pembelian kontan. Dalam pembelian kontan, pihak apotek langsung membayar harga obat yang dibeli dari distributor. Biasanya dilakukan oleh apotek yang baru dibuka karena untuk melakukan pembayaran kredit apotek harus menunjukkan kemampuannya dalam menjual. b. Pembelian kredit, adalah pembelian yang pembayarannya dilakukan pada waktu jatuh tempo yang telah ditetapkan, misalnya 30 hari setelah obat diterima apotek. c. Konsinyasi (titipan obat), adalah titipan barang dari pemilik kepada apotek, dimana apotek bertindak sebagai agen komisioner yang menerima komisi bila barang tersebut terjual. Bila barang tersebut tidak terjual sampai batas waktu kedaluwarsa atau waktu yang telah disepakati, maka barang tersebut dapat dikembalikan pada pemiliknya 2.14 Pengendalian Persediaan Apotek Pengendalian persediaan berhubungan dengan aktivitas dalam pengaturan persediaan obat di apotek untuk menjamin kelancaran pelayanan pasien di apotek secara efektif dan efisien. Pengendalian persediaan mencakup penentuan cara pemesanan atau pengadaannya hingga jumlah persediaan yang optimum dan yang harus ada di apotek untuk menghindari kekosongan persediaan. 2.14.1 Parameter – parameter dalam pengadaan persediaan a. Konsumsi rata-rata Hal ini sering juga disebut permintaan (demand) yang merupakan permintaan yang diharapkan pada pemesanan selanjutnya merupakan variabel kunci yang menentukan berapa banyak stok barang yang harus dipesan (Quick, 1997). Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 Universitas Indonesia 30 b. Waktu tunggu/waktu tenggang (Lead Time/LT) Merupakan waktu tenggang yang dibutuhkan mulai dari pemesanan sampai dengan penerimaan barang. Waktu tunggu ini dapat berbeda beda untuk setiap pemasok. Faktor-faktor yang dapat berpengaruh pada waktu tunggu adalah jarak antara pemasok dengan apotek, jumlah pesanan dan kondisi pemasok (Quick, 1997). Pada umumnya waktu tunggu berkisar antara 10-20% dari jumlah konsumsi rata-rata. Waktu tunggu untuk obat golongan slow moving adalah 10% dari konsumsi rata-rata dan untuk obat golongan fast moving adalah 20% dari konsumsi rata-rata (Menteri Kesehatan, 2008). c. Persediaan Pengaman (Safety Stock/SS) Persediaan pengaman merupakan persediaan yang dicadangkan untuk kebutuhan selama menunggu barang datang untuk mengantisipasi keterlambatan barang pesanan atau untuk menghadapi suatu keadaan tertentu yang diakibatkan karena perubahan pada permintaan misalnya karena adanya permintaan barang yang meningkat secara tiba-tiba karena adanya wabah penyakit (Quick, 1997). Persediaan pengaman dapat dihitung dengan rumus (Quick, 1997): SS = LT x CA Keterangan : SS = Safety stock (persediaan pengaman) LT = Lead Time (waktu tunggu) CA = Average Consumption (konsumsi rata-rata) d. Persediaan Minimum (Minimum Stock) Merupakan jumlah persediaan terendah yang masih tersedia. Apabila penjualan telah mencapai nilai persediaan minimum, maka pemesanan harus langsung dilakukan agar kontinuitas usaha dapat berlanjut. Jika barang yang tersedia jumlahnya sudah kurang dari jumlah persediaan minimum maka dapat terjadi stok kosong (Quick, 1997). Persediaan minimum dapat dihitung dengan rumus (Quick, 1997): S min = (LT x CA) + SS Keterangan: S min = Persediaan minimum LT = Lead Time (waktu tunggu) CA = Average Consumption (konsumsi rata-rata) SS = Safety stock (persediaan pengaman) Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 Universitas Indonesia 31 e. Persediaan Maksimum (Maximum Stock) Merupakan jumlah persediaan terbesar yang telah tersedia. Jika jumlah persediaan telah mencapai jumlah maksimum maka tidak perlu lagi melakukan pemesanan untuk menghindari terjadinya stok mati yang dapat menyebabkan kerugian (Quick, 1997). Persediaan maksimum dapat dihitung dengan rumus (Quick, 1997): S max = S min + (PP x CA) Keterangan: S max = Persediaan maksimum S min = Persediaan minimum PP = Procurement period (waktu hingga pemesan selanjutnya sampai) CA = Average Consumption (konsumsi rata-rata) f. Perputaran persediaan Adalah menggambarkan jumlah siklus yang dialami barang dari mulai pembelian hingga penjualan kembali. Jika suatu barang memiliki angka perputaran persediaan yang besar maka barang tersebut dikategorikan sebagai barang fast moving. Sebaliknya, jika angka perputaran persediaan suatu barang terbilang kecil maka barang tersebut termasuk slow moving (Quick, 1997). Keterangan : So = Persediaan awal Sr = Persediaan rata-rata P = Jumlah pembelian Sn = Persediaan Akhir g. Jumlah pesanan (Economic Order Quantity/EOQ/Economic Lot Size) Persediaan dirancang agar setiap saat harus tersedia dan sekaligus untuk mengantisipasi permintaan yang tidak menentu, kemampuan suplier yang terbatas, waktu tenggang pesanan yang tidak menentu, ongkos kirim mahal dan sebagainya. Faktor yang dipertimbangkan untuk membangun persediaan berkaitan dengan biaya dan resiko penyimpanan, biaya pemesanan dan biaya pemeliharaan (Quick, 1997). Keterangan: EOQ = √ R = Jumlah kebutuhan dalam setahun 2RS PI P = Harga barang/unit S = Biaya memesan tiap kali pemesanan Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 I = % Harga persediaan rata-rata Universitas Indonesia 32 h. Titik Pemesanan (Reorder Point/ROP) Titik pemesanan merupakan saat dimana harus diadakan pemesanan kembali sedemikian rupa sehingga penerimaan barang yang dipesan tepat waktu, dimana persediaan di atas stok pengaman sama dengan nol atau saat mencapai nilai persediaan minimum. Pada keadaan mendesak, dapat dilakukan pemesanan langsung tanpa harus menunggu hari pembelian yang telah ditentukan bersama antar apotek dan pemasok (Quick, 1997). ROP = SS + LT Keterangan : ROP = titik pemesanan kembali (Reorder point) SS = stok pengaman (Safety stock) LT = waktu tunggu (Lead time) Berbagai parameter pengendalian persediaan tersebut saling berkesinambungan satu sama lain untuk dapat menjamin ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan. Jika produk berada dalam kuantitas persediaan rata-rata, kebutuhan permintaan produk oleh konsumen akan terpenuhi. Gambar 2.5. Diagram model pengendalian persediaan [Sumber : Quick,1997,telah diolah kembali ] Model siklus pengendalian persediaan obat yang ideal dapat dilihat pada Gambar 2.5. Idealnya kuantitas persediaan rata-rata dari suatu produk di apotek perlu mempertimbangkan dua komponen, yaitu stok kerja (working stock) dan stok pengaman (safety stock). Jika tingkat persediaan sudah semakin menurun dan berada dalam level persediaan minimum, maka diperlukan pemesanan kembali terhadap Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 33 agar tidak terjadi kekosongan persediaan obat ketika menunggu obat yang dipesan datang. Saat obat yang dipesan datang (Qo), maka tingkat persediaan meningkat kembali pada level persediaan maksimum SS+Qo. Dengan berjalannya waktu, persediaan akan kembali turun dan perlu dilakukan pemesanan kembali dan begitu seterusnya. Siklus ini akan terus berputar untuk menjamin ketersediaan obat. 2.14.2 Penentuan Prioritas Pengadaan Metode ini mengelompokan obat berdasarkan nilai kepentingan dan vitalitas obat terhadap pelayanan kesehatan untuk melayani permintaan untuk pengobatan. Dalam melakukan pengadaan, dibutuhkan penentuan prioritas barang yang akan dipesan. Pemilihan prioritas pengadaan dapat dilakukan dengan berbagai metode. Penyusunan prioritas dapat dilakukan dengan menggunakan metode sebagai berikut (Quick, 1997): a. Analisis VEN (Vital, Esensial, Non esensial) Analisis VEN merupakan analisis yang digunakan untuk menetapkan prioritas pembelian obat berdasarkan kepentingannya serta menentukan tingkat stok yang aman (Quick, 1997). Kategori dari obat-obat VEN yaitu: 1) V (Vital) Obat yang tergolong dalam kategori vital adalah obat untuk menyelamatkan hidup manusia atau untuk pengobatan karena penyakit yang mengakibatkan kematian. Pengadaan obat golongan ini diprioritaskan (Quick, 1997). 2) E (Esensial) Kategori esensial digunakan untuk obat-obat yang banyak diminta untuk digunakan dalam tindakan atau pengobatan penyakit terbanyak di masyarakat. Dengan kata lain, obat-obat golongan ini adalah obat yang fast moving (Quick, 1997). 3) N (Non-esensial) Kategori non-esensial untuk obat-obat pelengkap yang sifatnya tidak esensial, tidak digunakan untuk menyelamatkan hidup manusia maupun pengobatan penyakit terbanyak, contohnya suplemen vitamin (Quick, 1997). b. Analisis ABC (Pareto) Analisis ABC disusun berdasarkan penggolongan persediaan yang mempunyai nilai harga yang paling tinggi. Analisis ABC membagi persediaan berdasarkan atas nilai rupiah (volume persediaan yang dibutuhkan dalam satu periode dikalikan harga per unit). Kriteria kelas dalam klasifikasi ABC adalah: Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 Universitas Indonesia 34 1) Kelas A Persediaan yang memiliki volume rupiah yang tinggi. Kelas ini mewakili sekitar 75-80% dari total nilai persediaan, meskipun jumlahnya hanya sekitar 1020% dari seluruh item. Kelas A memiliki dampak biaya yang tinggi terhadap biaya pengadaan. Pengendalian khusus dilakukan secara intensif (Quick, 1997). 2) Kelas B Persediaan yang memiliki volume rupiah yang menengah. Kelas ini mewakili sekitar 15-20% dari total nilai persediaan, jumlah itemnya sekitar 10-20% dari seluruh item (Quick, 1997). 3) Kelas C Persediaan yang memiliki volume rupiah yang rendah. Kelas ini mewakili sekitar 5-10% dari total nilai persediaan, tapi terdiri sekitar 60-80% dari seluruh barang (Quick, 1997). Analisis ABC dilakukan dengan menghitung nilai investasi dari tiap sediaan obat dengan cara : a) Menghitung total investasi tiap jenis obat. b) Mengelompokan obat berdasarkan nilai investasi dan diurutkan mulai dari nilai investasi terbesar hingga terkecil. c. Analisis VEN-ABC Metode analisis ini mengkombinasi kedua metode sebelumnya. Dalam metode ini pengelompokan barang berdasarkan volume dan nilai penggunaannya selama periode waktu tertentu. Analisis VEN-ABC menggabungkan analisis ABC dan VEN dalam suatu matriks sehingga analisis menjadi lebih tajam (Quick, 1997). Matriks analisis ABC-VEN dapat dilihat pada Tabel 2.2. Tabel 2.2. Matriks analisis ABC-VEN V E N A VA EA NA B VB EB NB C VC EC NC Berdasarkan Tabel 2.2 prioritas yang pertama dalam pemilihan obat adalah VC dilanjutkan VB dan VA karena obat kategori vital dapat berupa jenis obat slow moving atau fast moving. EA adalah obat yang terlebih dahulu dibeli, karena obat tersebut adalah obat yang fast moving dengan harga Tri tinggi. EB, lalu obat EC yang Laporan praktek….., Vita, FF Kemudian UI, 2014 Universitas Indonesia 35 biasa digunakan untuk resep racikan. Apabila anggaran tidak mencukupi, maka obat yang non-essensial tetapi menyerap banyak anggaran (NA) lebih diprioritaskan untuk keluar dari daftar anggaran belanja. Apabila anggaran masih ada setelah membeli golongan obat vital dan essensial, maka golongan obat nonessensial (NC) yang diprioritaskan untuk dibeli kemudian NB. 2.15 Strategi Pemasaran Apotek Strategi pemasaran yang umumnya dilakukan oleh apotek adalah analisis AIDA (Attention, Interest, Desire, Action). Analisis AIDA merupakan suatu rangkaian proses dimulai dari menarik perhatian calon pembeli hingga pembeli memutuskan untuk membeli di apotek (Umar, 2011). 2.15.1 Attention Strategi ini merupakan upaya apotek untuk dapat menarik perhatian pengunjung/konsumen, yang dapat dilakukan dengan: a. Membuat desain eksterior apotek yang menarik, seperti papan nama yang besar dan memasang neon box agar mudah terlihat oleh orang yang lewat dari arah kiri dan kanan. b. Mendesain bangunan agar terlihat menarik dan juga memperhatikan kondisi ekonomi di lingkungan tempat pendirian apotek. c. Menggunakan kaca transparan pada sisi depan apotek agar desain interior apotek dapat terlihat dari luar. 2.15.2 Interest Strategi ini bertujuan untuk menimbulkan keinginan pengunjung untuk masuk ke dalam apotek, dapat dilakukan dengan cara menyusun obat yang dijual dengan menarik seperti memperhatikan warna kemasan dan disusun berdasarkan efek farmakologis sehingga obat terlihat lengkap baik jenis maupun jumlahnya serta ruang tunggu yang bersih dan nyaman. Hal tersebut dapat langsung terlihat oleh pengunjung saat memasuki apotek. 2.15.3 Desire Langkah selanjutnya setelah pengunjung masuk ke dalam apotek adalah menimbulkan keinginan mereka untuk membeli obat. Upaya yang dapat dilakukan adalah melayani pengunjung dengan ramah, cepat tanggap dengan keinginan Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 Universitas Indonesia 36 pelanggan, meningkatkan kelengkapan obat, kecepatan pelayanan, pelayanan informasi dan memberikan harga yang bersaing. 2.15.4 Action Setelah melalui beberapa tahap diatas, akhirnya pengunjung apotek tersebut memutuskan mengambil sikap untuk menjadi pembeli obat di apotek. Pada tahap ini pembeli akan merasakan sendiri pelayanan yang diberikan apotek. Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 Universitas Indonesia BAB 3 TINJAUAN KHUSUS APOTEK KESELAMATAN 3.1 Pendahuluan Apotek Keselamatan didirikan pada bulan April tahun 2004. Apotek ini dikelola oleh seorang APA (Apoteker Pengelola Apotek) bernama Ibu Dra. Azizahwati, M.S., Apt., dengan SIK Nomor 2621/B dan SIA Nomor 87.SIA.0/04./YANKES/04. Nama Apotek Keselamatan diambil dari nama jalan tempat apotek tersebut berada. 3.2. Lokasi dan Tata Ruang 3.2.1. Lokasi Apotek Keselamatan berlokasi di Jalan Keselamatan Nomor 27, Jakarta Selatan. Letak apotek sekitar 200 m dari Jalan Raya Abdullah Syafie arah Kampung Melayu dan berada di pusat pertigaan jalan sehingga apotek cukup ramai dilalui oleh pengendara. Meskipun tidak terletak di tepi jalan raya, jalan di depan apotek cukup ramai dan digunakan sebagai jalan alternatif, selain itu posisi apotek terletak di tengah pemukiman penduduk yang padat dan terdapat cukup banyak fasilitas kesehatan di sekitar apotek, contohnya klinik dokter dan Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) sehingga dapat memperluas sasaran pasar apotek. Apotek pesaing yang berada di sekitar apotek tersebut adalah Apotek Barkah yang terletak sekitar 400 m dari Apotek. Apotek lainnya seperti Apotek K-24, Apotek Amani, dan Apotek La Rose berada cukup jauh, yaitu terletak di sepanjang Jalan Raya Lapangan Rose. Lokasi Apotek Keselamatan dapat dilihat pada Lampiran 12. 3.2.2 Tata Ruang Bangunan apotek berukuran 3 x 25 m terdiri dari halaman parkir, ruang tunggu pasien, etalase obat OTC (Over The Counter), meja kasir dan tempat penerimaan resep, ruang peracikan, meja kerja apoteker, ruang istirahat karyawan dan tempat pencucian atau wastafel. Denah ruangan apotek dapat dilihat pada Lampiran 13 dan desain eksterior apotek pada Lampiran 14. Ruang untuk obat OTC dibuat lebih lebar dari ruang peracikan karena Apotek berorientasi pada pengobatan sendiri/swamedikasi. Desain obat-obat OTC dapat dilihat pada Lampiran 15. Desain obat-obat Ethical dapat dilihat pada Lampiran 16. Laporan praktek….., 37 Tri Vita, FF UI, 2014 Universitas Indonesia 38 3.3 Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia di Apotek Keselamatan adalah sebagai berikut: a. Tenaga kefarmasian APA : 1 orang yang merangkap sebagai PSA Apoteker Pendamping : 1 orang b. Tenaga non kefarmasian 3.4 Juru resep : 1 orang Tenaga pembantu : 1 orang Tugas dan Fungsi tiap jabatan 3.4.1 Apoteker Pengelola Apotek (APA) Tugas dan tanggung jawab APA adalah: a. Memimpin seluruh kegiatan manajerial apotek. b. Berusaha meningkatkan omset penjualan dan mengembangkan hasil usaha apotek dengan berpedoman terhadap peraturan perundangan yang berlaku serta mempertimbangkan masukan dari karyawan demi kemajuan dan perkembangan apotek. c. Melakukan pelayanan kefarmasian, termasuk pelayanan swamedikasi sesuai dengan perundang-undangan di bidang perapotekan yang berlaku. d. Melakukan pemesanan serta pembelian obat narkotika dan psikotropika kepada PBF. e. Melayani permintaan obat bebas dan obat bebas terbatas. f. Melayani permintaan resep dokter, mulai dari penerimaan resep, skrining resep, pemberian harga resep, dispensing, penulisan etiket, sampai dengan penyerahan obat. g. Memeriksa kebenaran obat yang akan diserahkan, meliputi nomor resep, nama pasien, nama obat, bentuk sediaan obat, jumlah obat, aturan pemberian obat, kemudian menyerahkan obat kepada pasien disertai dengan pemberian informasi obat untuk mendukung penggunaan obat yang rasional. h. Membuat salinan resep dan kuitansi bila dibutuhkan. i. Membuat pelaporan narkotika dan psikotropika secara berkala. j. Mengatur dan mengawasi pengamanan hasil penjualan tunai harian. k. Merencanakan pengadaan obat. Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 Universitas Indonesia 39 3.4.2 Apoteker Pendamping Tugas dan fungsi apoteker pendamping sama seperti APA pada saat APA tidak ada ditempat, antara lain: a. Melakukan pelayanan kefarmasian, termasuk pelayanan swamedikasi sesuai dengan perundang-undangan di bidang perapotekan yang berlaku. b. Melayani permintaan obat bebas dan obat bebas terbatas. c. Melayani permintaan resep dokter, mulai dari penerimaan resep, skrining resep, pemberian harga resep, dispensing, penulisan etiket, sampai dengan penyerahan obat. d. Memeriksa kebenaran obat yang akan diserahkan, meliputi nomor resep, nama pasien, nama obat, bentuk sediaan obat, jumlah obat, aturan pemberian obat, kemudian menyerahkan obat kepada pasien disertai dengan pemberian informasi obat untuk mendukung penggunaan obat yang rasional. e. Mendata kebutuhan obat dan bahan habis pakai apotek. f. Melakukan pemesanan serta pembelian obat kecuali obat narkotika dan psikotropika, dan bahan habis pakai apotek secara berkala kepada PBF. g. Menyusun daftar masuknya obat dan bahan habis pakai apotek serta menandatangani faktur obat yang masuk setiap harinya. h. Mengatur, mengontrol dan menyusun obat pada tempat penyimpanan obat. i. Mencatat setiap kejadian mutasi obat dan bahan habis pakai apotek. j. Membuat salinan resep dan kuintasi bila dibutuhkan. 3.4.3 Juru Resep Tenaga yang membantu apoteker dalam meracik obat di apotek adalah juru resep. Tugas dan kewajiban juru resep adalah: a. Membantu tugas APA dan apoteker pendamping dalam penyiapan obat atau pembuatan obat racikan. b. Menyiapkan dan membersihkan alat-alat peracikan. c. Membuat obat-obat racikan standar di bawah pengawasan apoteker. d. Menjaga kebersihan apotek. Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 Universitas Indonesia 40 3.4.4 Tenaga Pembantu Tenaga pembantu di Apotek Keselamatan mempunyai tanggung jawab untuk menjaga kebersihan dan kerapihan apotek termasuk sarana apotek seperti etalase, rak obat, dan lain-lain. 3.5 Pengelolaan Obat dan Perbekalan Kesehatan Lainnya 3.5.1 Pengadaan Pengadaan obat dan perbekalan kesehatan lain menjadi tugas dan wewenang apoteker pendamping, kecuali untuk pengadaan narkotika dan psikotropika menjadi tanggung jawab APA. Prinsip pengadaan barang di Apotek Keselamatan yaitu: berasal dari sumber yang jelas; macam dan jumlah barang disesuaikan dengan kondisi keuangan dan kategori arus barang fast moving atau slow moving; berdasarkan epidemiologi atau penyakit yang sedang banyak diderita oleh pasien dan produk-produk bermerek yang sedang digemari oleh masyarakat. Kondisi yang paling menguntungkan (mempertimbangkan mengenai harga, diskon, syarat pembayaran dan ketepatan barang datang). Pengadaan barang bisa dilakukan dengan cara Cash On Delivery (COD) konsinyasi, atau kredit. Pembelian barang di Apotek Keselamatan menggunakan cara pembelian secara terbatas. Hal tersebut untuk menghindari penumpukan barang yang menyebabkan modal terhenti. Langkah-langkah pengadaan barang di apotek, antara lain: a. Pemeriksaan dan pencatatan jumlah obat dan perbekalan kesehatan. Setiap hari dilakukan pemeriksaan jumlah obat dan perbekalan kesehatan. Jika jumlahnya telah berada pada stok minimum, maka harus dicatat pada buku defekta untuk kemudian dilakukan pemesanan setelah disetujui oleh APA. Selain itu, ditulis juga dalam buku defekta untuk obat-obat yang belum tersedia di apotek tapi sudah mulai banyak diresepkan dan banyak permintaan dari pelanggan. b. Pemesanan obat dan perbekalan kesehatan kepada Pedagang Besar Farmasi (PBF) yang dilakukan berdasarkan buku defekta. Pemesanan yang dilakukan bisa menggunakan surat pesanan seperti pada Lampiran 17 langsung kepada salesman atau melalui telepon. Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam melakukan kerjasama dengan PBF, yaitu: ketepatan dan kecepatan dalam pelayanan; bertanggung jawab terhadap barang pesanan apabila Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 Universitas Indonesia 41 terjadi kerusakan; memberikan jaminan terhadap barang pesanan; ada kepastian memperoleh barang yang dipesan; diskon yang diberikan; lama waktu kredit. c. Penerimaan obat dan perbekalan kesehatan. Obat dan perbekalan kesehatan yang disertai faktur pembelian dan Surat Pesanan dikirim ke Apotek Keselamatan yang diterima oleh apoteker pendamping dan dilakukan pengecekan kesesuaian terhadap jumlah, jenis, bentuk dan tanggal kadaluarsa serta kondisi fisik terhadap Surat Pemesanan dan faktur. Apabila barang yang datang sesuai dengan pesanan, maka faktur tersebut ditandatangani oleh apoteker pendamping disertai dengan nama terang, tanggal penerimaan, dan stempel apotek. Apabila ada obat yang dikirim tidak sesuai dengan surat pemesanan atau obat sudah mendekati tanggal kadaluarsa, maka obat tersebut akan dikembalikan langsung. Obat dan barang yang datang dicatat dalam buku penerimaan barang. Form tanda terima tukar faktur terdapat pada Lampiran 18. Perbekalan farmasi yang baru datang tersebut kemudian diberi harga sesuai dengan rumus perhitungan harga jual yang telah ditetapkan oleh apotek. Faktur yang diterima dicatat pada buku faktur masuk untuk menginventaris barang yang diterima dan mengetahui jumlah nilai yang akan dibayarkan ketika jatuh tempo. 3.5.2 Penyimpanan Penyimpanan barang di Apotek Keselamatan menggunakan sistem First In First Out (FIFO) dan First Expired First Out (FEFO). Pada sistem FIFO, barang yang keluar lebih dahulu adalah barang yang lebih dahulu masuk sedangkan pada sistem FEFO, obat/barang yang mempunyai tanggal kadaluarsa lebih cepat maka obat tersebut yang paling pertama keluar. Pengambilan barang dilakukan dari depan etalase maka barang yang baru datang ditempatkan di belakang barang yang lama. Etalase depan apotek digunakan untuk penempatan obat bebas, obat bebas terbatas, jamu, obat herbal terstandar, fitofarmaka maupun perbekalan kesehatan lainnya seperti kassa steril, kassa non steril, sarung tangan, masker, termometer dan lain-lain. Untuk produk obat bebas, obat bebas terbatas, jamu, obat herbal terstandar, fitofarmaka atau perbekalan kesehatan lainnya, penyusunannya dilakukan sedemikian rupa untuk mempermudah pada saat pengambilan serta memperhatikan penampilan warna sehingga akan menarik perhatian pelanggan yang datang ke apotek. Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 Universitas Indonesia 42 Di bagian dalam apotek terdapat rak-rak obat yang digunakan untuk penyimpanan obat-obat keras, obat narkotika, dan psikotropika. Penyimpanan obat di bagian dalam apotek, dilakukan dengan cara sebagai berikut: a. Obat dikelompokkan berdasarkan bentuk sediaan. b. Setiap kelompok obat disusun secara alfabetis untuk mempermudah dalam pencarian/pengambilan. c. Narkotika disimpan dalam lemari narkotika. d. Psikotropika disimpan dalam lemari psikotropika. e. Obat-obat yang dipersyaratkan disimpan pada suhu dingin disimpan dalam lemari pendingin (suppositoria, ovula, tablet, serbuk). 3.5.3 Pencatatan Apotek keselamatan menerapkan pencatatan di kartu stok untuk obat dan perbekalan kesehatan lainnya yang meliputi tanggal, jumlah barang masuk beserta sumbernya, jumlah barang keluar, saldo dan keterangan. Pencatatan dilakukan setiap ada barang yang datang dan barang terjual maupun kadaluarsa. Untuk barang-barang yang terletak di etalase depan, kartu stok tersimpan terpisah dan dikelompokkan berdasarkan penyusunan obatnya sehingga memudahkan pencarian. Kartu stok untuk obat-obat yang terletak di rak dalam apotek ditempatkan masing-masing tepat di samping dus obat tersebut. Hal tersebut memudahkan pencatatan serta pengecekan kesesuaian catatan dengan kondisi nyata obat. Contoh kartu stok Apotek dilihat dalam Lampiran 19. 3.6 Pelayanan Apotek 3.6.1 Pelayanan Obat Bebas (Swamedikasi) Pelayanan obat kepada konsumen tanpa resep dokter merupakan pelayanan obat bebas. Obat-obat yang dapat dijual bebas adalah obat yang termasuk dalam daftar obat bebas, obat bebas terbatas, kosmetika dan alat kesehatan tertentu. Pembayaran obat dilakukan di kasir dan setelah lunas obat diserahkan kepada pelanggan. Pelayanan swamedikasi yang diberikan oleh Apotek Keselamatan telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku, yaitu hanya dilakukan untuk kondisi-kondisi penyakit ringan tertentu seperti penyakit kulit, diare, demam, batuk, dan nyeri persendian, dengan pemberian obat bebas, obat bebas terbatas dan Obat Wajib Apotek. APA atau apoteker pendamping akan merujuk pasien pada dokter apabila Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 Universitas Indonesia 43 keadaan pasien memang perlu untuk dirujuk ke dokter. Dalam melakukan swamedikasi, peran apoteker sangat terlihat dalam memilih obat yang efektif, aman dan ekonomis, serta ketepatan dosis obat yang diberikan. 3.6.2 Pelayanan Obat dengan Resep Pelayanan atau penjualan dengan resep diberikan kepada pasien yang membeli obat dengan resep dokter secara tunai, proses pelayanan resep di apotek Keselamatan adalah sebagai berikut : a. Resep dari pasien diterima oleh apoteker, kemudian dilakukan skrining resep, ketersediaan obat di apotek dan diberi harga. b. Pasien diberitahukan tentang harga obat, jika pasien setuju maka pasien dapat langsung membayar di kasir dan diminta menunggu untuk disiapkan obatnya. Bila pasien merasa harga obat terlalu mahal, maka apoteker dapat menawarkan obat generik. c. Resep dibawa ke bagian peracikan untuk dikerjakan. Lembaran resep diberi kertas penanda, yang berisi: nomor resep, tanggal resep, harga, dan nama pasien. Obat yang telah selesai disiapkan kemudian diberi etiket (Lampiran 20) dan diperiksa oleh apoteker baik bentuk sediaan, nama pasien, etiket, dan kesesuaian jumlah obat dengan resep. d. Obat diserahkan kepada pasien dengan pemberian informasi kemudian dicatat alamat dan nomor telepon pasien, jumlah dan harga resep ke dalam buku resep. e. Salinan resep seperti pada Lampiran 21 atau kuitansi seperti pada Lampiran 22 dapat dibuat atas permintaan pasien. f. Pada pelayanan resep yang mengandung narkotika, tidak diperbolehkan menyerahkan narkotika atas dasar salinan resep dokter dan resep tersebut disimpan terpisah dengan resep obat non narkotika. 3.6.3 Pelayanan Obat Wajib Apotek (OWA) Pelayanan obat wajib apotek (OWA) di Apotek Keselamatan disertai dengan pemberian informasi obat. 3.6.4 Pelayanan Informasi Obat Setiap penyerahan obat di apotek disertai dengan pemberian informasi obat (PIO) kepada pasien. Pelayanan ini terutama diberikan oleh apoteker. PIO dilakukan Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 Universitas Indonesia 44 bukan hanya apabila pasien membeli obat, namun juga saat pasien tidak membeli dan sekedar bertanya. Pertanyaan mengenai informasi obat yang biasa ditanyakan di apotek meliputi indikasi, cara pemakaian, efek samping obat, interaksi dengan obat lain dan makanan, hal yang harus dihindari selama menggunakan obat dan sebagainya. 3.6.5 Pelayanan Pemeriksaan Glukosa Darah, Asam Urat dan Kolesterol Apotek juga melayani pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu, asam urat, dan kolesterol. Pemeriksaan dilakukan menggunakan alat digital khusus dan dilakukan oleh apoteker. Pelayanan pemeriksaan tersebut dilakukan mulai pukul 08.00-12.00 WIB. Setiap melakukan pelayanan pemeriksaan, maka dicatat pada buku pelayanan pemeriksaan nama pasien dan hasil pemeriksaan. Setelah itu, pasien dapat berkonsultasi dengan apoteker tentang hasil pemeriksaannya. Pelayanan pemeriksaan ini dilakukan dengan latar belakang kebutuhan masyarakat di sekitar apotek. APA melihat bahwa kebutuhan tersebut merupakan suatu peluang dalam mengembangkan pelayanan apotek untuk masyarakat sekitar. 3.7 Pengelolaan Narkotika Pengelolaan narkotika di Apotek Keselamatan terdiri dari pemesanan, penerimaan, penyimpanan, dan pelaporan keluar masuknya obat narkotika di apotek. 3.7.1 Pemesanan Narkotika Narkotika dipesan melalui PBF Kimia Farma dan wajib menggunakan surat pesanan khusus narkotika. Pemesanan narkotika yang dilakukan memenuhi ketentuan sebagai berikut: a. Dalam satu lembar surat pesanan hanya untuk satu jenis narkotika. b. Mencantumkan nama dan alamat apotek, Surat Izin Apotek, nama APA, dan SIPA. c. Surat pesanan harus ditandatangani oleh APA dan terdapat stempel apotek pemesan. d. Surat pesanan dibuat empat rangkap, satu untuk arsip di apotek, tiga rangkap diserahkan kepada Pedagang Besar Farmasi Kimia Farma yang bersangkutan. Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 Universitas Indonesia 45 3.7.2 Penerimaan dan Penyimpanan Narkotika Penerimaan narkotika di Apotek Keselamatan dilakukan oleh apoteker pendamping. Narkotika disimpan pada lemari khusus yang terdiri dari dua bagian untuk narkotika sehari-hari maupun untuk persediaan. Satu lemari digunakan sebagai tempat persediaan dan satu lemari untuk kebutuhan sehari-hari untuk menyimpan narkotika. Di lemari penyimpanan terdapat kartu stok untuk mencatat pemasukan dan pengeluaran narkotika serta mengetahui stok akhir narkotika. 3.7.3 Laporan Pemasukan dan Pengeluaran Narkotika Setiap bulan Apotek Keselamatan wajib untuk membuat laporan narkotika berdasarkan pemasukan dan pengeluaran narkotika yang tercatat di buku harian penggunaan narkotika. Data pemasukan dan pengeluaran narkotika dimasukkan ke dalam sebuah software aplikasi SIPNAP (Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika) yang diisi secara online dan hasil data dikirim ke Bina Farmasi dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan RI dalam bentuk softcopy yang disimpan di CD dan tembusan ke balai besar POM dalam bentuk hardcopy. 3.8 Pengelolaan Psikotropika Pengelolaan sediaan psikotropika di apotek meliputi pemesanan, penerimaan, penyimpanan dan pelaporan penggunaan sediaan psikotropika. 3.8.1 Pemesanan Psikotropika Pemesanan psikotropika di apotek memenuhi ketentuan sebagai berikut: a. Dalam satu lembar surat pesanan boleh terdapat lebih dari satu jenis psikotropika. b. Dalam surat pesanan mencantumkan nama apotek, alamat apotek, nomor Surat Izin Apotek (SIA), nama Apoteker Pengelola Apotek (APA), dan nomor Surat Izin Praktek Apoteker (SIPA). c. Surat pesanan harus ditandatangani oleh APA dan terdapat stempel apotek. d. Surat pesanan dibuat tiga rangkap, dua surat salinannya digunakan untuk pengarsipan di apotek, sedangkan lembar yang asli diserahkan ke PBF yang bersangkutan. Pemesanan psikotropika tidak harus dilakukan di PBF Kimia Farma. Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 Universitas Indonesia 46 3.8.2 Penerimaan dan Penyimpanan Psikotropika Penerimaan psikotropika di apotek dapat dilakukan oleh apoteker pendamping. Bukti penerimaan obat diterima dan ditandatangi oleh APA. Obat psikotropika di Apotek Keselamatan disimpan di lemari khusus yang terkunci dan terjamin keamanannya yang disertai dengan kartu stok. 3.8.3 Pelaporan Penggunaan Psikotropika Laporan pemakaian psikotropika di Apotek Keselamatan dilakukan sebulan sekali melalui form aplikasi software SIPNAP secara online ke Bina Farmasi dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dengan tembusan ke balai besar POM. 3.9 Kegiatan Administrasi dan Keuangan 3.9.1 Kegiatan Administrasi Apotek selain menjalankan fungsi kefarmasiannya juga melakukan kegiatan administrasi yang berfungsi untuk mencatat segala proses kegiatan kerja yang ada di apotek tersebut. Kegiatan administrasi yang dilakukan di Apotek Keselamatan meliputi: a. Administrasi penjualan Administrasi penjualan yang dilakukan meliputi kegiatan pencatatan terpisah obat-obat yang terjual antara obat ethical dan obat bebas di apotek. b. Administrasi pembelian kredit atau hutang dagang Pencatatan terhadap pembelian kredit yang dibuat berdasarkan faktur hutang yang masuk dari PBF ke apotek. Pencatatan dilakukan terhadap nomor faktur, harga, jatuh tempo pembayaran, dan diskon. Hal tersebut dilakukan untuk memudahkan pengawasan terhadap pembayaran sehingga pembayaran dapat dilakukan sesuai dengan waktunya. c. Administrasi pembukuan Hal ini dilakukan untuk mencatat transaksi-transaksi penjualan yang telah dilaksanakan oleh apotek baik pengeluaran maupun pemasukan. 3.9.2 Sistem Administrasi Apotek Keselamatan memiliki sistem administrasi yang dikelola dengan baik. Sistem administrasi tersebut meliputi perencanaan, pengadaan, pengelolaan, dan Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 Universitas Indonesia 47 pelaporan barang yang masuk dan keluar. Pengelolaan ini dilakukan oleh apoteker pendamping yang dibantu oleh karyawan. Kelengkapan administrasi di Apotek Keselamatan meliputi: a. Buku defekta Buku ini digunakan untuk mencatat daftar nama obat atau sediaan yang sudah mendekati persediaan minimum atau yang harus segera dipesan untuk dapat memenuhi kebutuhan di apotek. Buku defekta terdiri dari dua jenis, yaitu buku defekta untuk obat ethical dan obat Over The Counter (OTC). Dengan adanya buku defekta, karyawan ataupun apoteker dapat mengetahui dengan pasti perbekalan farmasi yang harus dipesan dan menghindari pemesanan ganda di apotek sehingga pemesanan dapat dikontrol dengan baik setelah disetujui oleh APA. b. Surat Pesanan (SP) Surat pesanan diberikan kepada PBF untuk melakukan pemesanan perbekalan farmasi. Surat pesanan terdiri dari dua lembar yang harus ditandatangani oleh apoteker. Dalam surat pesanan terdapat tanggal pemesanan, nama PBF yang ditunjuk, nomor dan nama barang, jenis kemasan yang dipesan, jumlah pesanan, tanda tangan pemesanan dan stempel apotek. 3.9.3 Kegiatan Keuangan Kegiatan keuangan meliputi kegiatan yang meliputi aliran uang masuk yang berasal dari setiap transaksi penjualan produk dan jasa di apotek, serta aliran uang keluar yang berasal dari berbagai macam pengeluaran atau pembiayaan hutang dagang dan biaya operasional apotek lainnya. Setiap tahun, Apotek Keselamatan melakukan stock opname untuk mengetahui jumlah aset obat yang tersisa akhir tahun. Administrasi kegiatan keuangan yang dilakukan meliputi : a. Buku kas untuk mencatat kegiatan yang terkait dengan uang yang ada di kas apotek setiap bulannya. b. Laporan laba rugi untuk mengetahui keuntungan dan kerugian yang dialami apotek selama satu tahun. c. Neraca tahunan untuk mengetahui aset apotek, baik berupa harta lancar, maupun harta tetap. Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 Universitas Indonesia BAB 4 PEMBAHASAN Apotek Keselamatan merupakan salah satu fasilitas pelayanan kefarmasian yang berada di wilayah Jakarta Selatan tepatnya di Jalan Keselamatan No.27. Lokasi apotek dinilai sebagai lokasi yang cukup strategis karena terletak di sisi pertigaan jalan. Walaupun tidak berada di tepi jalan raya, jalan menuju apotek ramai oleh pengendara yang menjadikan jalan tersebut sebagai jalan alternatif dari jalan utama seperti Jalan KH. Abdullah Syafi’i dan Jalan dr. Saharjo. Hal ini menjadi peluang apotek untuk menambah jumlah drop in customer. Keberadaan apotek bisa dikenali dengan adanya dua papan nama yang terpasang di apotek dan neon box di depan halaman apotek. Pada siku jalan menuju apotek terdapat papan penunjuk apotek yang di pasang di tiang listrik sehingga memudahkan masyarakat mengetahui lokasi apotek. Lingkungan sekitar apotek merupakan lingkungan yang padat penduduknya, dihuni oleh penduduk asli maupun pendatang yang menyewa kos. Tingkat kepadatan penduduk tersebut mempengaruhi jumlah domestic customer apotek. Di sekitar apotek juga terdapat beberapa sarana pelayanan kesehatan seperti praktek dokter, praktek dokter gigi, klinik Yashika dan Puskesmas kecamatan. Sarana pelayanan kesehatan tersebut menguntungkan apotek karena dapat menambah jumlah resep yang masuk. Selain sarana pelayanan kesehatan tersebut, di sekitar lingkungan apotek juga terdapat apotek kompetitor seperti Apotek La Rose, apotek Amani, apotek K-24 dan Apotek Barkah. Keberadaan apotek kompetitor menyebabkan masyarakat memiliki banyak alternatif dalam memilih apotek. Lokasi apotek yang strategis dan desain eksterior yang baik juga dibutuhkan untuk menjaring drop in costumer, yang diharapkan bisa menjadi regular costumer. Apotek memiliki desain eskterior yang tidak menimbulkan kesan mahal terhadap produk yang dijual di apotek, mengingat masyarakat yang tinggal di sekitar apotek merupakan masyarakat dari kalangan ekonomi menengah kebawah. Dari luar apotek, terlihat obat disusun rapi, tampak penuh di lemari dan etalase sehingga memberi kesan lengkap akan ketersediaan obat. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No 1027 tahun 2004, apotek harus memiliki ruang tunggu, ruang racikan, keranjang sampah dan tempat menampilkan informasi. Sarana dan prasarana di apotek terdiri dari ruang tunggu, Laporan praktek….., 48Tri Vita, FF UI, 2014 Universitas Indonesia 49 ruang racik, meja kasir, meja kerja apoteker, ruang istirahat karyawan, ruang sholat, toilet, wastafel, halaman parkir dan keranjang sampah. Apoteker atau karyawan ketika melayani pelanggan, baik pada saat menyerahkan ataupun memberikan informasi obat, hanya dibatasi etalase kaca yang ketinggiannya disesuaikan dengan kenyamanan pelanggan dan karyawan. Fasilitas ruang tunggu dilengkapi dengan beberapa kursi dan juga televisi yang diharapkan bisa memberikan kenyamanan bagi pelanggan yang sedang menunggu. Warna cat apotek yang dominan biru serta tanaman hias dan pohon di halaman sekitar apotek memberikan kesan bersih, teduh dan asri pada apotek. Selain itu, apotek juga dilengkapi dengan fasilitas halaman yang cukup luas, sehingga memudahkan pengunjung untuk parkir secara aman dan gratis. Dengan demikian, secara umum sarana dan prasarana di apotek sudah sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/MENKES/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Desain interior apotek dinilai cukup baik. Kondisinya yang bersih dan rapi dapat memberikan kenyamanan bagi karyawan dan pelanggan. Kerapihan Apotek dapat dilihat dari penyusunan obatnya. Penyusunan obat dikelompokan berdasarkan obat OTC (Over The Counter), obat ethical, obat narkotika dan psikotropika, obat untuk pemakaian topikal, jamu, fitofarmaka, obat untuk racikan dan obat yang membutuhkan penyimpanan khusus di lemari pendingin. Selain itu, juga tersedia perbekalan farmasi, produk kosmetik dan produk bayi. Obat OTC disusun di etalase bagian depan apotek dengan memperhatikan estetika, bentuk dan warna kemasan obat agar tampak menarik dari luar. Sebagian besar obat OTC sediaan cair disusun berdasarkan efek farmakologinya. Obat bebas lainnya yang berbentuk cair, solid dan semisolid diletakkan di etalase depan. Penempatan obat yang tepat sangat penting agar obat mudah dikenali pengunjung seperti suplemen herbal yang di tempatkan di etalase khusus di dekat kasir pembayaran. Obat ethical yang terdiri dari obat generik, obat paten dan obat nama dagang disimpan di bagian dalam apotek. Obat ethical disusun secara alphabetis dengan kartu stok yang disisipkan di sebelah kiri obat. Penempatan obat generik, obat paten dan obat nama dagang dipisahkan. Adanya penyusunan obat secara alphabetis atau berdasarkan efek farmakologi serta pemisahan penempatan obat generik, obat nama dagang dan obat paten akan memudahkan karyawan dalam pengambilan obat dan mempercepat gerak karyawan dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan. Hal Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 Universitas Indonesia 50 ini tentunya akan memuaskan serta menambah kepercayaan pelanggan terhadap apotek. Penyimpanan obat harus memperhatikan kestabilan obat agar kualitas obat tetap terjaga. Untuk tujuan tersebut, apotek memiliki sebuah lemari pendingin. Lemari pendingin ini digunakan untuk menyimpan obat-obat yang membutuhkan suhu khusus dalam penyimpanannya seperti suppositoria, ovula, kapsul lunak (soft capsule) dan vitamin untuk menjaga stabilitas obat-obat tersebut. Penyimpanan dan penyusunan obat yang rapi juga dilakukan dengan memperhatikan kemudahan dalam mengambil obat sehingga mempercepat pelayanan resep. Penyusunan obat di apotek dilakukan berdasarkan jenis obat (OTC atau ethical), bentuk sediaan, efek farmakologi, dan kerawanan dicuri. Obat untuk racikan diletakkan di tempat tertentu yang terpisah dengan jenis obat ethical lain agar proses peracikan lebih mudah. Obat seperti salep, krim dan obat tetes mata diletakkan di etalase khusus agar mempermudah karyawan dalam melayani konsumen. Beberapa obat yang memiliki efek farmakologi serupa diletakkan berdekatan. Untuk obat–obat yang memiliki harga cukup tinggi tidak diletakkan di etalase yang dekat dengan pengunjung. Adanya pemisahan terhadap penyusunan dan penempatan obat tersebut juga berguna untuk mencegah terjadinya medication error. Berbeda dengan kartu stok obat ethical, kartu stok obat OTC tidak diletakkan di samping obat, melainkan disimpan terpisah agar susunan obat tetap terjaga kerapihannya. Obat-obat golongan narkotika dan psikotropika diletakkan di lemari khusus dengan tiga pintu yang terkunci dan tersusun ke atas. Lemari bagian atas diisi dengan obat golongan narkotika, lemari kedua dari atas diisi dengan obat golongan psikotropika yang didalamnya terdapat kartu stok yang diletakkan disamping obatobat tersebut. Lemari ketiga (paling bawah) merupakan tempat persediaan narkotika dan psikotropik. Obat-obat di dalamnya sudah dibagi-bagi sedemikian rupa, sehingga tiap pengeluaran obat dari persediaannya dapat dihitung dengan mudah. Fasilitas lain di ruang dalam apotek yakni terdapat ruang peracikan. Di dalam ruang peracikan ini terdapat meja racik serta perlengkapan meracik seperti alu, mortar, sudip, timbangan, kertas perkamen, kapsul dan pot. Selain itu, terdapat sebuah meja besar yang digunakan untuk berdiskusi dan melakukan pembukuan. Terdapat pula telepon dan faksimili yang sengaja disediakan bagi karyawan untuk memesan obat serta menerima pesan dari instansi lain. APA dibantu oleh apoteker pendamping dan juru resep dalam melaksanakan pelayanan kefarmasian. Pelayanan yang diberikan kepada pelanggan dilakukan Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 Universitas Indonesia 51 dengan sebaik mungkin, misalnya sambutan yang ramah dari karyawan apotek, pelayanan yang cepat, pemberian informasi obat yang jelas, sehingga pelanggan merasa diperhatikan dan merasa puas yang akhirnya banyak di antara pelanggan yang kembali lagi ke apotek dan menjadi regular customer. APA bertugas mengevaluasi pemasukan dan pengeluaran uang dan barang serta memberikan masukan kepada karyawan apotek akan hal tersebut. Terkadang karyawan apotek berdiskusi dengan APA untuk menambah pengetahuan mereka terutama dalam hal swamedikasi, sehingga tetap memberikan pelayanan yang baik kepada pelanggan walaupun APA sedang tidak berada di tempat. Hubungan kekeluargaan antara APA dan karyawan juga terjalin dengan baik sehingga mereka memiliki sense of belonging terhadap apotek. Dengan suasana kerja yang mendukung, karyawan dan APA dapat memberikan pelayanan yang optimal kepada pelanggan. Pelanggan akan merasa puas terhadap pelayanan yang diberikan oleh apotek dan tentunya hal ini akan memberi nilai lebih bagi apotek. Pengelolaan obat yang optimal menjadi salah satu hal yang penting agar ketersediaan obat terjaga dengan baik. Pengelolaan obat di apotek berjalan dengan baik dan diikuti dengan administrasi yang baik. Pengelolaan obat diawali dengan perencanaan. Perencanaan obat dilakukan berdasarkan data yang terdapat pada buku defekta. Stok obat yang habis dan permintaan obat tertentu dari masyarakat yang belum tersedia di apotek dicatat dalam buku defekta. Buku defekta terdiri dari dua jenis yaitu buku defekta obat ethical dan obat OTC. Pertimbangan jenis dan jumlah obat yang akan dipesan untuk pengadaan obat juga dipengaruhi oleh anggaran yang ada, harga obat, pola peresepan dokter dan jumlah persediaan minimum obat. Hal tersebut dilakukan agar apotek memiliki ketersediaan obat yang lengkap, sehingga akan memberikan pelayanan yang optimal kepada pelanggan serta akan menambah kepercayaan pelanggan. Dalam pengelolaan sediaan obat di apotek, pengadaan merupakan hal yang sangat penting. Pengadaan obat di apotek dilakukan dengan pemesanan obat ke PBF atau ke toko obat. Obat dapat dipesan melalui telepon ataupun dipesan secara langsung lewat karyawan PBF (sales) yang secara rutin berkunjung ke apotek. Pemesanan obat secara langsung melalui sales yang datang ke apotek dilakukan dengan menggunakan surat pesanan, sedangkan pemesanan melalui telepon, surat pesanan diberikan saat obat diantar ke apotek. Pemesanan obat di dilakukan dua kali dalam seminggu, yaitu setiap hari senin dan kamis. Pemesanan ini Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 Universitas Indonesia 52 sangat penting untuk memenuhi kebutuhan penjualan harian apotek, baik penjualan obat bebas maupun penjualan obat resep. Pada umumnya pemesanan obat dilakukan apabila stok obat telah mencapai stok persediaan minimum atau obat dalam kondisi habis. Jika obat-obat berada dalam kondisi tersebut harus segera ditulis dalam buku defecta. Obat-obatan yang akan dipesan ke PBF harus disesuaikan jumlah dan jenisnya dengan kebutuhan apotek. Jumlah obat yang dipesan juga dipengaruhi oleh tingkat penjualan obat dan diskon dari PBF. Apabila suatu obat termasuk obat yang laku terjual (fast moving) dan PBF menawarkan adanya diskon, maka pemesanan obat tersebut dapat diperbanyak jumlahnya untuk memenuhi kebutuhan stok satu bulan. Setiap pemesanan obat ke PBF harus memenuhi batas kredit yang ditentukan, yaitu memenuhi jumlah minimal pemesanan sehingga obat dapat dikirim. Setiap PBF menetapkan nilai batas kredit atau jumlah minimal pemesanan yang berbeda-beda. Obat yang datang selanjutnya diterima oleh karyawan apotek dan diperiksa kesesuaiannya dengan daftar obat yang ada di buku pemesanan. Pengecekan juga dilakukan terhadap barang yang datang dengan faktur pembelian yang meliputi jenis barang, merek, ukuran sediaan, jumlah, harga satuan, jumlah harga per jenis barang dan jumlah harga keseluruhan obat yang tertera di dalam faktur. Jika obat yang datang tersebut sudah sesuai, maka faktur ditandatangani dan diberi stempel oleh karyawan apotek yang menandakan bahwa obat telah diterima. Jika terdapat obat yang tidak sesuai pesanan, kemasan/obat rusak, atau tanggal kadaluarsanya terlalu dekat, maka obat tersebut dikembalikan kepada PBF yang bersangkutan. Selanjutnya akan dikirim barang yang sesuai dengan pesanan dan akan diberikan faktur baru yang sesuai dengan pesanan. Faktur pembelian obat terdiri dari 1 lembar faktur asli dan 4 lembar salinan faktur. 1 lembar faktur asli dan 2 lembar salinan faktur dikembalikan kepada karyawan PBF sedangkan 3 lembar salinan faktur diambil dan disimpan oleh karyawan apotek sebagai arsip. Faktur yang masuk dicatat dalam buku faktur masuk. Hal tersebut dilakukan untuk mengatur jadwal pembayaran kepada PBF sesuai tanggal jatuh temponya dan anggaran yang tersedia. Obat yang telah diterima selanjutnya dihitung harga jualnya sesuai dengan besarnya pajak dan persentase keuntungan yang ingin diperoleh. Obat tersebut kemudian diberi label harga dan dicatat di kartu stok sebagai obat yang masuk. Catatan yang dimuat di kartu stok berupa tanggal obat masuk, jumlah obat, PBF asal, dan sisa obat. Alur penerimaan barang di Apotek Keselamatan dapat dilihat pada Lampiran 23. Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 Universitas Indonesia 53 Pembayaran obat yang dipesan dilakukan setelah karyawan PBF dan apotek melakukan tukar faktur, yaitu menetapkan waktu pembayaran obat berdasarkan periode pembayaran dan tanggal jatuh tempo yang telah disepakati. Contoh tanda terima tukar faktur dapat dilihat pada Lampiran 23. Karyawan PBF biasanya datang kembali ke apotek 1 minggu setelah pengiriman obat untuk melakukan tukar faktur. Pada saat tukar faktur, sales PBF datang ke apotek membawa faktur pembelian asli, bon pembelian rangkap dan faktur pajak. Pihak apotek mengisi tanggal pembayaran yang akan dilakukan pada faktur pembelian asli sesuai dengan buku faktur masuk dan memberikan bon asli kepada sales PBF untuk dibawa kembali pada saat penagihan. Tanggal jatuh tempo pembayaran umumnya 21 hari atau 30 hari setelah pemesanan obat. Pada tanggal jatuh tempo, apotek melakukan pembayaran dan karyawan PBF akan menandatangani faktur asli dan menyatakan lunas serta mengembalikan faktur asli kepada apotek. Administrasi pencatatan penjualan di apotek dilakukan dengan baik dan rapi oleh karyawan apotek. Setiap penjualan obat selalu dicatat di kartu stok obat dan catatan harian penjualan. Catatan harian penjualan merupakan catatan hasil penjualan setiap hari di apotek yang berisi nama/jenis obat, jumlah, harga jual dan modal awal harian. Catatan harian penjualan tersebut dipisahkan antara OTC dan obat ethical sehingga dapat diketahui rincian pemasukan apotek dari kedua golongan obat tersebut. Data dari catatan harian dicatat kembali dalam buku pemasukan dan pengeluaran harian. Melalui buku tersebut, pemasukan dan pengeluaran dapat dievaluasi setiap harinya. Data pada buku tersebut kemudian dimasukkan ke dalam buku kas, yang digunakan sebagai data untuk mengevaluasi pemasukan dan pengeluaran setiap bulan. Selain itu, evaluasi keuangan juga dilakukan setiap tahun dengan membuat neraca dan laporan laba rugi. Evaluasi ini bertujuan untuk melihat perkembangan apotek setiap tahunnya. Evaluasi terhadap pergerakan obat juga dilakukan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui obat mana saja yang masih tersedia dalam jumlah banyak, banyaknya obat yang sudah kadaluarsa dan jenis obat yang tergolong fast moving dan slow moving. Terdapat tiga jenis pelayanan yang dilakukan di apotek, yaitu pelayanan obat OTC, pelayanan resep, pelayanan swamedikasi oleh apoteker serta pelayanan pemeriksaan gula darah, kolesterol dan asam urat. Setelah resep diterima, obat yang ada di resep diperiksa ketersediaannya di apotek. Jika obat yang diminta tidak ada, pasien akan ditawarkan obat dengan komposisi sama dengan nama dagang yang Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 Universitas Indonesia 54 berbeda. Jika pasien setuju, harga dikonfirmasikan juga kepada pasien dan obatnya langsung disiapkan bila pasien setuju. Resep diskrining secara administrasi, farmasetik dan klinis oleh apoteker. Bila terdapat ketidakrasionalan, maka dokter yang meresepkan segera dihubungi. Pasien diberikan informasi mengenai indikasi dan efek samping obat, cara penggunaan obat, jangka waktu pemakaian, makanan dan minuman yang dianjurkan atau dihindari, ataupun saran terapi non farmakologis lainnya pada saat penyerahan obat. Hal tersebut penting dilakukan agar terapi farmakologi pasien berjalan dengan optimal dan menghindari terjadinya medication error. Pada pelayanan resep, apoteker meminta alamat dan nomor telepon pasien, khususnya pada resep yang mengandung obat narkotika dan psikotropika. Hal ini bertujuan untuk mempermudah apotek melakukan pemantauan jika ada obat yang salah dan untuk kepentingan pengarsipan. Resep-resep yang masuk disimpan, dikelompokkan setiap bulan dan diberi keterangan berupa nomor resep, tanggal resep, nama pasien dan harga obat pada resep. Khusus untuk resep narkotika, penomoran resep dipisahkan dengan resep biasa untuk mempermudah pelaporan narkotika ke Kementerian Kesehatan secara online melalui website sipnap.binfar.depkes.go.id setiap bulannya. Pelayanan swamedikasi sebagian besar dilakukan untuk pemakaian terhadap obat OTC atau Obat Wajib Apotek (OWA). Ada dua jenis pelanggan dalam hal ini, yaitu pelanggan yang sudah mengetahui obat yang akan dibeli dan pelanggan yang datang dengan keluhan penyakit tertentu tanpa mengetahui obat yang akan dibeli. Pada jenis pelanggan yang kedua, apoteker atau karyawan apotek membantu memilihkan obat dengan mempertimbangkan usia, penyakit yang diderita dan harga yang disanggupi pasien. Pelayanan swamedikasi di apotek sudah berjalan cukup baik, hal ini terlihat dari kepercayaan masyarakat yang tinggi terhadap apoteker dalam melakukan swamedikasi. Pelayanan tambahan di apotek yakni pemeriksaan tekanan darah, pemeriksaan asam urat, pemeriksaan gula darah dan pemeriksaan kolesterol. Pemeriksaan darah dilakukan oleh apoteker dengan menggunakan kit khusus sehingga hasilnya dapat diketahui segera. Apoteker juga memberikan rekomendasi dan informasi terhadap pasien selama proses pemeriksaan. Pasien akan diberi kartu hasil pemeriksaan dan data pasien diarsipkan dengan rapi. Data tersebut dikelompokkan berdasarkan tanggal pemeriksaan tiap pasien yang bisa berfungsi sebagai rekam medis pasien. Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa Apotek Keselamatan telah berjalan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Apotek telah melaksanakan fungsi apoteknya sebagai sarana Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 Universitas Indonesia 55 pelayanan kefarmasian yaitu tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker seperti pengadaan, penyimpanan, pendistribusian obat, pelayanan obat atas resep dokter serta memberikan pelayanan informasi obat. Selain itu, Apotek Keselamatan juga telah menerapkan sebagian besar standar pelayanan kefarmasian sesuai Keputusan Menkes RI Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 yang meliputi pelayanan resep, promosi dan edukasi. Pelayanan kefarmasian yang belum dilaksanakan oleh Apotek Keselamatan adalah home care. Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 Universitas Indonesia BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan pengamatan yang dilakukan selama melaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek Keselamatan, terdapat beberapa hal yang dapat disimpulkan antara lain : a. Apoteker Pengelola Apotek memiliki peranan yang sangat penting dalam keberlangsungan pengelolaan apotek yang meliputi kegiatan administrasi, manajemen keuangan, pengadaan, penyimpanan, dan pelayanan kefarmasian di apotek terutama pelayanan swamedikasi. b. Pengelolaan apotek yang meliputi kegiatan administrasi, manajemen keuangan, pengadaan, penerimaan dan penyimpanan, penjualan perbekalan farmasi serta pelayanan kefarmasian terhadap pasien telah dilakukan dengan baik serta sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 5.2 Saran Perlunya dilaksanakan pelayanan rumah (home care), monitoring penggunaan kerasionalan obat dan monitoring terhadap efek yang tidak diinginkan dari penggunaan obat berdasarkan Patient Medication Record (PMR), yang dimaksudkan untuk meningkatkan pelayanan apotek dan menjamin keberhasilan terapi yang dilakukan. Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 56 Universitas Indonesia DAFTAR ACUAN Badan Pengawas Obat dan Makanan. (2013). Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia No. 40 Tahun 2013 tentang Pedoman Pengelolaan Prekursor Farmasi dan Obat Mengandung Prekursor Farmasi. Jakarta. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. (2008). Pedoman Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010). Review Penerapan Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika (SIPNAP) dan Sistem Pelaporan Dinamika Obat PBF Regional I, II dan III Tahun 2010. 20 Agustus 2013. http://binfar.depkes.go.id/index.php/berita/view/178 Menteri Kesehatan RI. (1969). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 6355/Dir.Jen/SK/1969. Jakarta. Menteri Kesehatan RI. (1978). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 28/MENKES/PER/V/1978 Tentang Penyimpanan Narkotika. Jakarta. Menteri Kesehatan RI. (1983). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2380/A/SK/VI/83 Tentang Tanda Khusus untuk Obat Bebas dan Obat Bebas Terbatas. Jakarta. Menteri Kesehatan RI. (1986). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2396/A/SK/VII/86 Tentang Tanda Khusus Obat Keras Daftar G. Jakarta. Menteri Kesehatan RI. (1990). Keputusan Menteri Kesehatan 347/MENKES/SK/VII/1990 Tentang Obat Wajib Apotik. Jakarta. Nomor Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (1993a). Peraturan Menteri Kesehatn Republik Indonesia Nomor 922/Menkes/Per/X/1993 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotik. Jakarta. Menteri Kesehatan RI. (1993b). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 919/MENKES/PER/X/1993 Tentang Kriteria Obat yang Dapat Diserahkan Tanpa Resep. Jakarta. Menteri Kesehatan RI. (1993c). Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 924/MENKES/Per/X/1993 tentang Daftar Obat Wajib Apotik No.2. Jakarta. Laporan 57 praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 Universitas Indonesia 58 Menteri Kesehatan RI. (1999). Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1176/MENKES/SK/X/1999 tentang Daftar Obat Wajib Apotik No.3. Jakarta. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2002). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1332/Menkes/SK/X/2002 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 922/Menkes/Per/X/1993 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotik. Jakarta. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2008). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1121/Menkes/SK/XII/2008. Jakarta. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2011). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 889/MENKES/PER/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian. Jakarta. Presiden Republik Indonesia. (1976). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1976 Tentang Narkotika. Jakarta. Presiden Republik Indonesia. (1980). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1980 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1965 Tentang Apotik. Jakarta. Presiden Republik Indonesia (1997a). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika. Jakarta. Presiden Republik Indonesia. (1997b). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika. Jakarta. Presiden Republik Indonesia. (2009a). Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Jakarta. Presiden Republik Indonesia. (2009b). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta. Presiden Republik Indonesia (2009). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Jakarta. Quick, Jonathan D. (1997). Managing drug supply: The selection, procurement, distribution, and use of pharmaceuticals 2nd Edition. Connecticut: Kumarian Press. Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 Universitas Indonesia 59 Seto, Soerjono, Nita, Yunita, dan Triana, Lily. (2004). Manajemen Farmasi: Lingkup Apotek, Farmasi Rumah Sakit, Pedagang Besar Farmasi, Industri Farmasi. Jakarta: Airlangga University Press. Umar, M. (2011). Manajemen Apotek Praktis. (Ed. ke-4). Jakarta: Wira Putra Kencana. Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 Universitas Indonesia LAMPIRAN Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 60 Lampiran 1. Contoh formulir APT-1 Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 61 Lampiran 1. (Lanjutan) Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 62 Lampiran 2. Contoh formulir APT-2 Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 63 Lampiran 3. Contoh formulir APT-3 Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 64 Lampiran 3. (Lanjutan) Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 65 Lampiran 3. (Lanjutan) Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 66 Lampiran 3. (Lanjutan) Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 67 Lampiran 3. (Lanjutan) Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 68 Lampiran 3. (Lanjutan) Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 69 Lampiran 4. Contoh formulir APT-4 Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 70 Lampiran 5. Contoh formulir APT-5 Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 71 Lampiran 5. (Lanjutan) * Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 72 Lampiran 5. (Lanjutan) Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 73 Lampiran 6. Contoh formulir APT-6 Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 74 Lampiran 7. Contoh formulir APT-7 Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 75 Lampiran 8. Surat pesanan narkotika Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 76 Lampiran 9. Laporan narkotika SIPNAP No Kode UL Na ma_ UL Nama Narkotika Satuan 1 Codein pulvis mg 2 Codein tablet 10 mg Tablet 3 Codein tablet 15 mg Tablet 4 Codein tablet 20 mg Tablet 5 Codipront cum expectoran kapsul Kapsul 6 Codipront kapsul Kapsul 7 Codipront cum expectoran sirup Botol 8 Codipront sirup Botol 9 Coditam 30 mg botol 100 tablet Tablet 10 Doveri 100 mg tablet Tablet 11 Doveri 150 mg tablet Tablet 12 Doveri 200 mg tablet Tablet 13 Doveri pulvis mg 14 Durogesic matrix 25 MU Tablet Stok awal Jumlah pemasuk an PBF Jumlah pemasukan sarana Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 Jumlah pengeluara n resep Jumlah pengelua ran sarana Jumlah pemusnaha n No dan Tgl BAP Stok Akhir 77 Lampiran 9. (Lanjutan) 15 Durogesic matrix 12 MU Tablet 16 Durogesic matrix 50 MU Tablet 17 Fentanyl 0,05 mg/ml 2 ml injeksi ampul 18 Fentanyl 0,05 mg/ml 10 ml injeksi ampul 19 Jurnista ( Hydromorphone HCl ) 4 mg Tablet 20 Jurnista ( Hydromorphone HCl ) 8m Tablet 21 Jurnista ( Hydromorphone HCl ) 16 mg Tablet 22 Jurnista ( Hydromorphone HCl ) 32 mg Tablet 23 Methadone sirup 50 mg/5ml Botol 24 Morfin tablet 10 mg Tablet 25 Morfin injeksi 10 mg/ml 1 ml ampul 26 MST Continus tablet 10 mg Tablet Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 78 Lampiran 9. (Lanjutan) 27 MST Continus tablet 15 mg Tablet 28 MST Continus tablet 30 mg Tablet 29 Oxycontin tablet 5 mg Tablet 30 Oxycontin tablet 10 mg Tablet 31 Oxycontin tablet 20 mg Tablet 32 Oxycontin tablet 40 mg Tablet 33 Oxycontin tablet 80 mg Tablet 34 Pethidin injeksi 50mg/ml 2 ml Suboxone sublingual tab 2 mg ampul 36 Suboxone sublingual tablet 8 mg Tablet 37 Subutex sublingual tablet 2 mg Tablet 38 Subutex sublingual tablet 28mg Tablet 39 Sufenta 0,005 mg/ml 10 ml injeksi ampul 35 Tablet Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 79 Lampiran 10. Surat pesanan psikotropika Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 80 Lampiran 11. Laporan Psikotropika SIPNAP No 1 Kode UL Nam a_U L Nama Psikotropika Satuan Stok awal Tablet 2 ALPRAZOLAM 0,5 mg AlPRAZOLAM 1 mg 3 ANALSIK Tablet 4 Tablet 5 AMITRIPTILYLINE 25 BELLAPHEN Tablet 6 BRAXIDIN Tablet 7 Tablet 8 CHLORPROMAZIN E 100 mg CLOBAZAM 10 mg Tablet 9 DANALGIN Tablet 10 DIAZEPAM 2 mg Tablet 11 EPHEDRIN 25 mg Tablet 12 ESILGAN 1 mg Tablet 13 ESILGAN 2 mg Tablet 14 EXTRACK BELLADONNAE 10 MG Tablet 15 FRISIUM Tablet 16 HALOPERIDOL mg 5 Jumlah pemasuk an PBF Jumlah pemasu kan sarana Jumlah pengeluara n resep Tablet Tablet Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 Jumlah pengeluara n sarana Jumlah pemusnahan No dan Tgl BAP Stok Akhir 81 Lampiran 11. (Lanjutan) 17 LIBRAX Tablet 18 PHENOBARBITAL 30 mg Tablet 19 PIPTAL DROPS Fls 20 PRONEURON Tablet 21 SANMAG Tablet 22 SPASMIUM Tablet 23 Tube 25 STESOLID RECTAL 5 mg STESOLID RECTAL 10 mg STESOLID SIRUP 26 VALISANBE 2 mg Tablet 27 VALISANBE 5 mg Tablet 28 XANAX 0.25 mg Tablet 29 XANAX 0.5 mg Tablet 30 XANAX 1 mg Tablet 24 Tube Fls Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 82 Lampiran 12 . Lokasi Apotek Keselamatan Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 1,75 m 8m 1,75 m 3,5 m 6,55 m 6m OBAT-OBAT ETHICAL OBAT-OBAT ETHICAL 1,7 m OBAT-OBAT OTC 3,5 m OBATOBAT OTC 2,5 m 5,5 m 83 Lampiran 13. Denah Ruangan Apotek Keselamatan 84 Lampiran 14. Desain Eksterior Apotek Keselamatan Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 85 Lampiran 15. Desain Obat-obat OTC Apotek Keselamatan Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 86 Lampiran 16. Desain Obat-obat Ethical Apotek Keselamatan Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 87 Lampiran 17. Surat pesanan Apotek Keselamatan Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 88 Lampiran 18. Tanda terima tukar faktur Apotek Keselamatan Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 89 Lampiran 19. Kartu stok barang Apotek Keselamatan Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 90 Lampiran 20. Etiket obat Apotek Keselamatan Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 91 Lampiran 21. Salinan resep Apotek Keselamatan Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 92 Lampiran 22. Kuitansi Apotek Keselamatan Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 93 Lampiran 23. Alur penerimaan barang di Apotek Keselamatan Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 UNIVERSITAS INDONESIA PEMBUATAN MEDIA PROMOSI KESEHATAN DI APOTEK TENTANG DEMAM PADA ANAK DAN CARA PENANGANANNYA TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER TRI VITA PRATIWI, S.Farm 1206330204 ANGKATAN LXXVII FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2014 Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL……..……………………………………………............. i DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... iii BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1 1.2. Tujuan Penulisan................................................................................... 2 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA……………......................................................... 3 2.1. Etiologi Demam………......................................................................... 3 2.2. Tipe Demam…………………….......................................................... 3 2.2.1 Demam yang Sering Dijumpai………………..………………… 3 2.2.2 Demam pada Anak……………………………………………… 4 2.3. Perhatian Khusus Harus Diberikan Terhadap Anak yang Menderita Demam………………………………………………..…… 5 2.3.1 Anamnesis……………..……………………………………….. 5 2.3.2 Pemeriksaan Fisik……………..…………………………………6 2.3.3 Pemeriksaan Laboratorium……………………………………....6 2.3.4 Diagnosis Banding………………...……………………………. 6 2.4. Penatalaksanaan Demam pada Anak ………………….……............... 7 2.4.1 Terapi non Farmakologi……………………………………….... 7 2.4.2 Terapi Farmakologi……………………………………………... 7 2.5. Media dalam Pendidikan Kesehatan..................................................... 7 2.5.1 Karakteristik Media Pendidikan Kesehatan………………………8 2.5.2 Perilaku Kesehatan………………….…………………………….8 BAB 3. METODOLOGI PELAKSANAAN……………………….……………. 10 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Kegiatan……………………………..10 3.2 Metode Pelaksanaan……………………………………………………10 BAB 4. PEMBAHASAN ....................................................................................... 11 BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 15 5.1. Kesimpulan .......................................................................................... 15 5.2. Saran .................................................................................................... 15 DAFTAR ACUAN ................................................................................................ 16 Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 ii DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Diagnosis Banding untuk Demam Tanpa Disertai Tanda Lokal……….……............................................................................. Lampiran 2. Diagnosis Banding untuk Demam Disertai Tanda Lokal …….……. Lampiran 3. Diagnosis Banding Demam dengan Ruam……………………...….. Lampiran 4. Diagnosis Banding Tambahan untuk Demam yang Berlangsung Lebih dari 7 Hari…………………………………………………… Lampiran 5. Contoh Poster Demam pada Anak dan Penanganannya……………. Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 iii 17 19 20 21 23 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam merupakan salah satu gejala penyakit yang paling sering dialami oleh anak-anak, 70% dialami oleh anak-anak prasekolah setiap tahunnya. Sebanyak 40% anak prasekolah dibawa ke dokter karena demam setiap tahunnya (CDK, 2009). Demam bukanlah penyakit, melainkan sebuah mekanisme pertahanan tubuh terhadap infeksi atau masuknya zat asing ke dalam tubuh. Anak dapat dikatakan menderita demam bila suhu yang diukur melalui rektal lebih dari 38oC, serta melalui oral dan ketiak lebih dari 37,5oC. Oleh karena itu, penting untuk mengukur tubuh secara berkala setiap 4-6 jam saat anak menderita demam untuk memastikan dibutuhkan tindakan lebih lanjut atau tidak (Melindacare, 2011, p.1). Demam dapat disebabkan oleh bakteri maupun virus, dan virus merupakan penyebab demam yang paling sering. Infeksi virus, seperti pada flu dan gastroenteritis dapat menyebabkan naiknya suhu tubuh, tapi secara umum akan sembuh tanpa pengobatan. Infeksi bakteri, seperti infeksi saluran kemih dan infeksi telinga juga bisa menyebabkan terjadinya demam (Jordaan, 2013, p.6). Sekitar 5-20% anak yang mengalami demam sebenarnya tidak memiliki sumber infeksi yang jelas, bahkan setelah meneliti riwayat penyakit serta melakukan pemeriksaan fisik. Sebagian dari angka tersebut terkait dengan infeksi yang disebabkan oleh virus sehingga akan sembuh dengan sendirinya. Namun pada sebagian kecil anak lainnya, demam tanpa penyebab yang jelas (Fever of Unknown Origin) mungkin terjadi karena adanya bakteri dalam darahnya. Jika tidak ditangani dengan tepat, hal tersebut akan berbahaya karena dapat menyebabkan infeksi bakteri akut, seperti infeksi pada paru-paru, infeksi pada selaput otak, dan infeksi pada tulang (Melindacare, 2011, p.1). Demam pada anak sering menimbulkan kekhawatiran yang berlebihan dari orangtua. Keyakinan untuk segera menurunkan demam sudah melekat erat dalam benak orangtua. Kekhawatiran yang berlebihan dari orangtua disebabkan karena edukasi tentang demam yang tidak memadai (Tarigan, Harahap, dan Lubis, 2007). Dengan adanya masalah tersebut, penting adanya suatu media promosi kesehatan untuk menyampaikan informasi kesehatan kepada masyarakat mengenai tanda, gejala, serta penanganan pertama jika anak demam. Promosi kesehatan pada hakikatnya adalah suatu kegiatan atau usaha menyampaikan pesan kesehatan kepada Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 1 Universitas Indonesia 2 masyarakat, kelompok, atau individu. Dengan adanya pesan tersebut maka diharapkan masyarakat, kelompok, atau individu dapat memperoleh pengetahuan tentang kesehatan yang lebih baik. Pengetahuan tersebut akhirnya diharapkan dapat berpengaruh terhadap perilaku, sehingga dengan adanya promosi kesehatan diharapkan dapat membawa akibat terhadap perubahan perilaku sasaran (Notoatmodjo, 2007). Informasi lain yang juga dibutuhkan oleh para orangtua dalam suatu media promosi kesehatan, misalnya bahaya demam pada anak jika penanganannya tidak tepat serta kondisi khusus ketika anak demam yang harus diketahui oleh para orangtua untuk segera membawa anaknya ke dokter. 1.2 Tujuan Penulisan Tujuan penulisan tugas khusus ini adalah sebagai berikut : a. Mengetahui penatalaksanaan demam pada anak. b. Mengetahui media promosi kesehatan yang sering digunakan menginformasikan bahaya demam pada anak dan cara penanganannya. Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 untuk BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Etiologi Demam Demam merupakan suatu respon fisiologis normal dan umum tubuh sebagai akibat peningkatan set point hipotalamus terhadap pirogen eksogen dan endogen (Sullivan dan Farrar, 2011, p.1). Demam mungkin merupakan suatu gejala dari penyakit atau gangguan kesehatan lainnya (Pramudianto dan Evaria, 2012). Kuman penyebab infeksi dan zat hasil pemecahannya, atau toksin yang dihasilkannya adalah pemicu demam tersering. Molekul lain seperti kompleks imun dan produk limfosit, juga bisa menimbulkan respon demam (Patrick, 2006). Demam memperlambat pertumbuhan serta reproduksi bakteri dan virus, meningkatkan jumlah neutrofil dan proliferasi limfosit T, dan sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap reaksi fase akut demam (Sullivan dan Farrar, 2011, p.1). Pada saat demam, kondisi suhu tubuh secara menyeluruh bisa lebih tinggi dari normal (37oC suhu oral atau 38oC suhu rektal). Demam terdiri dari tiga fase klinik, yaitu chill, fever, dan flush. Pada fase chill terjadi vasokonstriksi pada kulit dan peningkatan aktivitas otot yang mendorong produksi panas. Pada fase fever terjadi keseimbangan antara produksi dan kehilangan panas pada peningkatan set point. Pada fase flush kulit akan menjadi hangat, memerah, dan kering. Ketika set point kembali ke normal, tubuh akan menjadi terlalu hangat. Mekanisme penghilangan panas menyebabkan vasodilatasi dan diaforesis (Dalal dan Zhukovsky, 2006, p.9). 2.2 Tipe Demam 2.2.1 Demam yang Sering Dijumpai Beberapa tipe demam yang sering dijumpai (Nelwan, n.d), antara lain : a. Demam Septik Pada tipe demam septik, suhu badan berangsur naik ke tingkat yang tinggi sekali pada malam hari, dan turun kembali ke tingkat di atas normal pada pagi hari. Tipe demam ini sering disertai keluhan menggigil dan berkeringat. Bila demam yang tinggi tersebut turun ke tingkat yang normal dinamakan demam hektik. Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 3 Universitas Indonesia 4 b. Demam Remiten Pada tipe demam remiten, suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah mencapai suhu badan normal. Perbedaan suhu yang mungkin tercatat dapat mencapai dua derajat, dan tidak sebesar perbedaan suhu yang dicatat pada demam septik. c. Demam Intermiten Pada tipe demam intermiten, suhu badan turun ke tingkat yang normal selama beberapa jam dalam satu hari. Bila demam seperti ini terjadi setiap dua hari disebut tersiana, dan bila terjadi dua hari bebas demam diantara dua serangan demam disebut kuartana. d. Demam Kontinyu Pada tipe demam kontinyu, variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih dari satu derajat. Pada tingkat demam yang terus menerus tinggi sekali disebut hiperpireksia. e. Demam Siklik Pada tipe demam siklik terjadi kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang diikuti oleh periode bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian diikuti oleh kenaikan suhu seperti semula. 2.2.2 Demam pada Anak 2.2.2.1 Umur Kurang dari 3 Bulan Demam pada bayi yang berumur kurang dari 3 bulan dengan suhu tubuh lebih dari 38,5oC merupakan keadaan yang serius. Penanganannya sukar dan sebaiknya diserahkan kepada dokter spesialis anak. Dari kelompok umur ini, bayi yang sangat sakit mungkin suhu tubuhnya akan normal atau bahkan menjadi hipotermik. Jangan menggunakan obat antipiretik, misalnya parasetamol untuk mengontrol demam pada bayi muda. Atur suhu lingkungan, jika perlu buka baju bayi tersebut (Sartono, 2005). 2.2.2.2 Umur 3 Bulan Sampai 2 Tahun Pada kelompok umur 3 bulan sampai 2 tahun, jika bayi demam biasanya mengindikasikan bahwa bayi tersebut menderita infeksi virus saluran nafas dengan suhu tubuh antara 37,5o-38,5oC. Jika suhu tubuh meningkat lebih tinggi, perlu dicari kemungkinan penyebab lain. Suhu tubuh yang tinggi sering menjadi penyebab terjadinya konvulsi. Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 Universitas Indonesia 5 Otitis media unilateral dengan suhu tubuh tinggi disebabkan oleh infeksi pneumokoki, sedangkan H.influenzae menyebabkan otitis media bilateral dengan peningkatan suhu rendah. Gastroenteritis yang disebabkan oleh virus, mungkin disertai oleh demam dan muntah yang mendahului diare. Roseola infatum, suatu eksantema yang disebabkan oleh virus, yang mempengaruhi bayi dalam kelompok umur ini dapat disertai demam tinggi dengan gejala minimum, karena demam yang tinggi bayi tidak kelihatan sakit, dan setelah 2-4 hari demamnya akan turun dengan cepat (Sartono, 2005). 2.2.2.2 Umur Diatas 2 Tahun Bakterimia yang terselubung tidak sering terjadi pada anak-anak umur di atas 2 tahun sehingga penyebab demam baru ditemukan setelah dilakukan pemeriksaan klinik. Pneumonia yang disebabkan oleh pneumokoki dapat terjadi selama masa anak-anak dengan demam tinggi biasanya di atas 40oC. Pada orang dewasa, demam yang lebih dari dua minggu biasanya berkaitan dengan penyakit kolagen atau beberapa penyakit sistemik yang serius. Hal ini tidak berlaku lagi pada anak-anak karena hal tersebut sering disebabkan oleh penyakit yang tidak berbahaya. Demam pada anak biasanya disebabkan oleh infeksi virus (Sartono, 2005). 2.3 Perhatian Khusus Harus Diberikan Terhadap Anak yang Menderita Demam 2.3.1 Anamnesis Anamnesis yang dilakukan meliputi wawancara pasien (Tim Adaptasi Indonesia, 2008) tentang : a. Lama dan sifat demam. b. Ruam kemerahan pada kulit. c. Kaku kuduk atau nyeri leher. d. Nyeri kepala (hebat). e. Nyeri saat buang air kecil atau gangguan berkemih lainnya (frekuensi lebih sering). f. Nyeri telinga. g. Tempat tinggal atau riwayat bepergian dalam 2 minggu terakhir ke daerah endemis malaria. Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 Universitas Indonesia 6 2.3.2 Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada saat demam meliputi keadaan umum dan tanda vital (Tim Adaptasi Indonesia, 2008), seperti : a. Napas cepat. b. Kuduk kaku. c. Ruam kulit : makulopapular, manifestasi perdarahan pada kulit : purpura. d. Selulitis atau pustule kulit. e. Cairan keluar dari telinga atau gendang telinga merah pada pemeriksaan otoskopi. f. Pucat pada telapak tangan, bibir, dan konjunctiva. g. Nyeri sendi atau anggota gerak. h. Nyeri tekan lokal. 2.3.3 Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan (Tim Adaptasi Indonesia, 2008), meliputi : a. Pemeriksaan darah tepi lengkap : hemoglobin, hematokrit, jumlah dan hitung jenis leukosit serta trombosit. b. Apus darah tepi. c. Analisis (pemeriksaan) urin rutin, khususnya mikroskopis. d. Pemeriksaan foto dada (sesuai indikasi). e. Pemeriksaan fungsi lumbal jika menunjukkan tanda meningitis. 2.3.4 Diagnosis Banding Terdapat 4 kategori utama demam pada anak (Tim Adaptasi Indonesia, 2008) yaitu : a. Demam karena infeksi tanpa disertai tanda lokal (Lampiran 1). b. Demam karena infeksi disertai tanda lokal (Lampiran 2). c. Demam dengan ruam (Lampiran 3). d. Demam yang berlangsung lebih dari 7 hari (Lampiran 4). Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 Universitas Indonesia 7 2.4 Penatalaksanaan Demam pada Anak 2.4.1 Terapi non Farmakologi Terapi non farmakologi yang dapat dilakukan oleh para orangtua jika anaknya menderita demam yaitu mengenakan anaknya pakaian yang cukup tipis dan nyaman, sehingga dapat membantu menurunkan suhu tubuh yang meningkat. Pakaian yang tebal dapat membuat panas tubuh menjadi tertahan (panas menjadi tidak turun) dan menyebabkan tubuh menjadi tidak nyaman. Hal lain yang bisa dilakukan untuk membantu mengurangi suhu tubuh yaitu mengompres dahi anak dengan air hangat. Kompres dengan air hangat akan membantu penguapan dan keluarnya panas dari dalam tubuh. Demam sering meningkatkan resiko anak terkena dehidrasi, oleh karena itu dianjurkan untuk meningkatkan asupan cairan dengan cara minum air putih dalam jumlah yang banyak. Jika anak tidak dapat minum, disarankan untuk segera berkonsultasi ke dokter (Jordaan , 2013, p.6). 2.4.2 Terapi Farmakologi Terapi farmakologi untuk mengatasi demam adalah menggunakan parasetamol dan ibuprofen. Anak yang umurnya dibawah 2 tahun dihindari untuk menggunakan asetosal. Parasetamol dapat diberikan dengan dosis 10-15 mg/KgBB/kali diberikan 4 kali sehari, tidak lebih dari 5 kali sehari. Ibuprofen diberikan dengan dosis 5-10 mg/KgBB/kali, 3-4 kali sehari (CDK, 2008). 2.5 Media dalam Pendidikan Kesehatan Upaya pembangunan kesehatan meliputi upaya-upaya kesehatan seperti upaya kuratif (pengobatan), rehabilitatif (pemulihan), preventif (pencegahan), dan promotif (promosi). Upaya promotif dalam bidang kesehatan ditekankan pada peningkatkan kemampuan masyarakat untuk dapat melakukan upaya-upaya kesehatan secara mandiri melalui pendidikan kesehatan. Keberadaan media dalam pendidikan kesehatan sangat mutlak karena media akan membantu dalam melakukan pendidikan kesehatan kepada masyarakat. Pesan-pesan kesehatan akan dapat disampaikan secara lebih jelas sehingga sasaran (masyarakat) akan menerima pesan tersebut dengan jelas dan tepat (Suiraoka dan Supariasa, 2012). Media kesehatan dapat digunakan dalam berbagai situasi yang sesuai. Situasi pertama adalah suatu media kesehatan digunakan jika konsep kerangka waktu sangat penting. Media akan memberikan peluang terbaik untuk memberikan informasi Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 Universitas Indonesia 8 kepada banyak orang atau kelompok tertentu dalam kerangka waktu tertentu. Pada situasi kedua, media kesehatan digunakan jika kewaspadaan akan sesuatu menjadi tujuan utama. Jika kewaspadaan terhadap masalah kesehatan sangat penting untuk mengatasi masalah tersebut, media kesehatan akan meningkatkan tingkat kewaspadaan dengan cepat dan efektif (Egger, Donovan, dan Spark, 1993). 2.5.1 Karakteristik Media Pendidikan Kesehatan Poster merupakan salah satu media yang digunakan dalam memberikan pendidikan kesehatan. Dalam karakteristik media pendidikan kesehatan, poster termasuk media visual yang tidak diproyeksikan. Poster adalah sajian kombinasi visual yang jelas, menyolok, dan menarik dengan maksud untuk menarik perhatian orang lain pada sesuatu atau mempengaruhi agar seseorang bertindak. Poster yang baik harus dinamis serta menonjolkan kualitas. Poster harus sederhana dan tidak memerlukan pemikiran secara terperinci oleh pengamat. Kesederhanaan desain dan sedikit kata-kata yang dipergunakan mencirikan poster yang kuat. Poster digunakan untuk meningkatkan kesadaran terhadap kesehatan dan merangsang kepercayaan, sikap, dan perilaku. Poster dapat dibuat dengan biaya yang murah. Dengan menggunakan poster, informasi yang disampaikan dapat mengarahkan orang lain untuk melihat sumber yang lain. Disamping beberapa kegunaan poster, juga terdapat beberapa kelemahan poster. Sasaran audiens poster sangat terbatas dan bersifat sangat lokal karena pengaruhnya hanya di tempat pemasangan poster. Isi poster umumnya hanya dibaca sekilas, sehingga seringkali pesan tidak terbaca secara utuh. Poster juga sering terlihat mudah rusak dan diacuhkan. Untuk materi poster yang berkualitas tinggi memerlukan ahli grafis dan peralatan cetak yang baik sehingga memerlukan biaya yang mahal (Suiraoka dan Supariasa, 2012). 2.5.2 Perilaku Kesehatan Perilaku kesehatan adalah suatu respons seseorang terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan minuman, serta lingkungan (Notoatmodjo, 2007). 2.5.2.1 Perilaku Pemeliharaan Kesehatan Perilaku pemeliharaan kesehatan adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha penyembuhan Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 Universitas Indonesia 9 jika sakit. Perilaku pemeliharaan kesehatan terdiri dari 3 (tiga) aspek (Notoatmodjo, 2007), yaitu : a. Perilaku pencegahan penyakit dan penyembuhan penyakit bila sakit, serta pemulihan kesehatan bila telah sembuh dari penyakit. b. Perilaku peningkatan kesehatan apabila seseorang dalam keadaan sehat. c. Perilaku gizi (makanan) dan minuman. Makanan dan minuman dapat memelihara serta meningkatkan kesehatan seseorang dan sebaliknya. 2.5.2.2 Perilaku Pencarian dan Penggunaan Sistem atau Fasilitas Pelayanan Kesehatan Perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan kesehatan merupakan upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita penyakit dan atau kecelakaan. Tindakan ini dimulai dari mengobati diri sendiri sampai mencari pengobatan di luar negeri (Notoatmodjo, 2007). 2.5.2.3 Perilaku Kesehatan Lingkungan Perilaku kesehatan lingkungan merupakan suatu perilaku seseorang dalam merespon lingkungan, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial budaya sehingga lingkungan tersebut tidak mempengaruhi kesehatannya. Perilaku kesehatan lingkungan meliputi perilaku hidup sehat, perilaku sakit, dan perilaku peran sakit. Perilaku hidup sehat adalah perilaku-perilaku berkaitan dengan upaya atau kegiatan seseorang untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya. Perilaku sakit merupakan respon seseorang terhadap sakit dan penyakit, persepsinya terhadap sakit, pengetahuan tentang penyebab dan gejala penyakit, serta pengobatan penyakit. Sementara itu, perilaku peran sakit merupakan tindakan untuk memperoleh kesembuhan, mengenal serta mengetahui fasilitas atau sarana pelayanan/penyembuhan penyakit yang layak, mengetahui hak (misalnya hak memperoleh perawatan) dan kewajiban orang sakit (memberitahukan penyakitnya kepada dokter) (Notoatmodjo, 2007). Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 Universitas Indonesia BAB 3 METODOLOGI PELAKSANAAN 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Kegiatan Pelaksanaan kegiatan dilakukan pada tanggal 17 Juni-26 Juli 2013, bertempat di Apotek Keselamatan Jalan Keselamatan No. 27 Manggarai Jakarta Selatan. 3.2 Metode Pelaksanaan Pembuatan laporan dimulai dengan melakukan studi literatur dari berbagai sumber pustaka seperti buku teks/e-book, review artikel, dan jurnal penelitian yang dipublikasi sejak tahun 2000. Setelah itu dilakukan penyusunan laporan tugas khusus berdasarkan sumber pustaka dan dilakukan penyusunan draft untuk pembuatan poster tentang demam pada anak dan cara penanganannya. Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 10 Universitas Indonesia BAB 4 PEMBAHASAN Demam merupakan suatu respon fisiologis normal dan umum tubuh sebagai akibat peningkatan set point hipotalamus terhadap pirogen eksogen dan endogen (Sullivan dan Farrar, 2011, p.1). Demam mungkin merupakan suatu gejala dari penyakit atau gangguan kesehatan lainnya (Pramudianto dan Evaria, 2012). Pada sebagian kecil anak, demam dapat disebabkan oleh virus. Infeksi virus, seperti pada flu dan gastroenteritis dapat menyebabkan naiknya suhu tubuh, tapi secara umum akan sembuh tanpa pengobatan. Namun pada sebagian kecil anak lainnya, demam tanpa penyebab yang jelas (FUO/Fever of Unknown Origin) mungkin terjadi karena adanya bakteri dalam darahnya. Jika tidak ditangani dengan tepat, hal tersebut akan berbahaya karena dapat menyebabkan infeksi bakteri akut, seperti infeksi pada paru-paru, infeksi pada selaput otak, dan infeksi pada tulang. Pada saat demam, kondisi suhu tubuh secara menyeluruh bisa lebih tinggi dari normal (37oC suhu oral, atau 38oC suhu rektal). Anak dapat dikatakan menderita demam bila suhu yang diukur melalui rektal lebih dari 38oC, serta melalui oral dan ketiak lebih dari 37,5oC (Melindacare, 2011, p.1). Demam pada anak biasanya diikuti banyak gejala lain yang menyertainya. Jika anak terkena demam tetapi masih bisa melakukan aktivitas fisik seperti berjalan, makan, minum, bahkan bermain, maka orangtua tidak perlu khawatir yang berlebihan. Orangtua hanya perlu mengawasi kondisi fisik anak dan gejala-gejala lain yang menyertai demam. Orangtua perlu khawatir jika anak yang demam tampak sakit. Gejala yang menyertai misalnya cenderung lemas, muntah-muntah, dehidrasi, tidak mau makan, dan sangat rewel. Orangtua sebaiknya lebih waspada lagi jika anak mengalami gejala-gejala tertentu yang mencurigakan dan mengeluhkan sakit pada bagian tertentu dari tubuhnya. Jika gejala-gejala tersebut muncul, anak harus segera dibawa ke dokter. Jika bayi dibawah 6 (enam) bulan mengalami demam sebaiknya langsung dibawa ke dokter. Pada usia tersebut, bayi biasanya masih memiliki daya tahan tubuh yang tinggi, dan jika bayi mengalami demam kemungkinan ada penyakit yang lebih serius. Penanganan yang dapat dilakukan oleh para orangtua bisa mencakup terapi non farmakologi dan terapi farmakologi. Terapi farmakologi perlu diberikan jika anak merasa gelisah dan tidak nyaman dengan kondisi panas tubuhnya (Nova, 2013 p.1). Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 11 Universitas Indonesia 12 Terapi non farmakologi yang dapat dilakukan oleh para orangtua jika anaknya mengalami demam yaitu mengenakan anaknya pakaian yang cukup tipis dan nyaman sehingga dapat membantu menurunkan suhu tubuh yang meningkat. Pakaian yang tebal dapat membuat panas tubuh menjadi tertahan (panas menjadi tidak turun), dan menyebabkan tubuh menjadi tidak nyaman. Hal lain yang juga bisa dilakukan untuk membantu mengurangi suhu tubuh yaitu dengan mengompres dahi anak dengan air hangat. Kompres dengan air hangat akan membantu penguapan dan keluarnya panas dari dalam tubuh (Jordaan, 2013, p.6). Demam sering meningkatkan resiko anak terkena dehidrasi. Oleh karena itu, dianjurkan untuk meningkatkan asupan cairan dengan cara minum air putih dalam jumlah yang banyak. Jika anak tidak dapat minum, disarankan untuk segera berkonsultasi ke dokter (Jordaan, 2013, p.6). Terapi farmakologi untuk mengatasi demam adalah menggunakan parasetamol dan ibuprofen. Parasetamol dapat diberikan dengan dosis 10-15 mg/KgBB/kali diberikan 4 kali sehari, tidak lebih dari 5 kali sehari. Ibuprofen diberikan dengan dosis 5-10 mg/KgBB/kali, 3-4 kali sehari (CDK, 2008). Demam pada anak sering menimbulkan kekhawatiran yang berlebihan dari orangtua. Kekhawatiran yang berlebihan tersebut disebabkan karena edukasi tentang demam yang tidak memadai (Tarigan, Harahap, dan Lubis, 2007). Oleh karena itu suatu pendidikan kesehatan mengenai demam sangat penting untuk para orangtua. Pendidikan kesehatan pada hakekatnya adalah untuk membantu masyarakat agar bisa mengambil sikap yang bijaksana terhadap kesehatan dan kualitas hidup mereka. Masyarakat harus mampu berperan aktif mempromosikan pola hidup sehat dan terlibat dalam mempertahankan kesehatan lingkungannya. Oleh karena itu, dibutuhkan masyarakat yang memiliki pengetahuan yang cukup dalam bidang kesehatan, memiliki sikap yang positif terhadap kesehatan, serta mempunyai kemauan dan kemampuan dalam melaksanakan upaya-upaya kesehatan secara mandiri. Pengetahuan, sikap, dan keterampilan sebagai ranah perilaku kesehatan masyarakat tersebut dapat ditingkatkan melalui upaya pendidikan kesehatan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan (Suiraoka dan Supariasa, 2012). Apotek merupakan salah satu fasilitas pelayanan kesehatan yang di dalamnya terdapat apoteker sebagai tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan harus bisa menyampaikan informasi yang tepat dan dalam bentuk yang dapat dimengerti. Fakta dan gagasan yang sama juga perlu disampaikan dengan penyajian yang berbeda-beda dan dengan beragam media (Suiraoka dan Supariasa, 2012). Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 Universitas Indonesia 13 Keberadaan media dalam pendidikan kesehatan menjadi sangat mutlak diperlukan oleh para tenaga kesehatan, karena media akan membantu memberikan pendidikan kesehatan kepada masyarakat. Pesan-pesan kesehatan akan dapat disampaikan secara lebih jelas sehingga sasaran (masyarakat) akan menerima pesan tersebut dengan jelas dan tepat (Suiraoka dan Supariasa, 2012). Media kesehatan yang digunakan dalam pendidikan kesehatan jika diterima dengan baik oleh audiens tentu akan mengubah perilaku kesehatan audiens. Perilaku kesehatan adalah suatu respons seseorang terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan minuman, serta lingkungan (Notoatmodjo, 2007). Poster merupakan salah satu media yang sering digunakan dalam memberikan pendidikan kesehatan. Dalam karakteristik media pendidikan kesehatan, poster termasuk media visual yang tidak diproyeksikan. Poster adalah sajian kombinasi visual yang jelas, menyolok, dan menarik dengan maksud untuk menarik perhatian orang lain pada sesuatu atau mempengaruhi agar seseorang bertindak. Poster yang baik harus dinamis serta menonjolkan kualitas. Poster harus sederhana dan tidak memerlukan pemikiran secara terperinci oleh pengamat. Kesederhanaan desain dan sedikit kata-kata yang dipergunakan mencirikan poster yang kuat. Poster digunakan untuk meningkatkan kesadaran terhadap kesehatan dan merangsang kepercayaan, sikap, dan perilaku. Poster dapat dibuat dengan biaya yang murah. Dengan menggunakan poster, informasi yang disampaikan dapat mengarahkan orang lain untuk melihat sumber yang lain (Suiraoka dan Supariasa, 2012). Disamping beberapa kegunaan poster, juga terdapat beberapa kelemahan poster. Sasaran audiens poster sangat terbatas dan bersifat sangat lokal karena pengaruhnya hanya di tempat pemasangan poster. Isi poster umumnya hanya dibaca sekilas, sehingga seringkali pesan tidak terbaca secara utuh. Poster juga sering terlihat mudah rusak dan diacuhkan. Untuk materi poster yang berkualitas tinggi memerlukan ahli grafis dan peralatan cetak yang baik sehingga memerlukan biaya yang mahal. Poster tidak dapat mengajar dengan sendirinya karena keterbatasan penggunaan kata-kata. Oleh karena itu tidak cocok untuk orang-orang yang tidak kenal dengan ide-ide yang dituliskan. Tujuan poster adalah untuk mengarahkan pembaca ke arah tindakan tertentu sesuai dengan keinginan komunikator (Suiraoka dan Supariasa, 2012). Pemasangan poster dapat dilakukan di dalam ruangan maupun di luar ruangan terutama di tempat-tempat umum misalnya di fasilitas pelayanan kesehatan. Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 Universitas Indonesia 14 Apotek termasuk salah satu fasilitas pelayanan kesehatan yang sering dikunjungi banyak orang, terlebih jika di apotek tersebut terdapat tempat praktek dokter. Pemasangan poster di apotek tentang suatu informasi kesehatan secara tidak langsung akan memberikan pendidikan kesehatan kepada setiap pengunjung. Informasi mengenai demam serta penanganannya sangat penting diketahui oleh masyarakat khususnya para orangtua yang memiliki bayi dan anak. Dengan adanya poster tentang demam yang dipasang di apotek, diharapkan para orangtua mengetahui tanda, gejala, serta penanganan pertama jika anak demam. Informasi lain yang bisa didapat dari pemasangan poster yaitu bahaya demam pada anak jika penanganannya tidak tepat serta kondisi khusus yang harus diketahui oleh para orangtua jika anak mereka demam untuk segera dibawa ke dokter. Contoh poster yang memberikan informasi mengenai demam pada anak serta penanganannya dapat dilihat dalam Lampiran 5. Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 Universitas Indonesia BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan a. Penanganan yang bisa dilakukan jika anak demam adalah sebagai berikut : 1) Kenakan anak pakaian yang cukup tipis dan nyaman sehingga dapat membantu menurunkan suhu tubuh yang meningkat. 2) Kompres dahi anak dengan air hangat untuk membantu penguapan dan keluarnya panas dari dalam tubuh. 3) Untuk mencegah terjadi dehidrasi pada anak, dianjurkan untuk meningkatkan asupan cairan dengan cara minum air putih dalam jumlah yang banyak. 4) Terapi farmakologi menggunakan parasetamol dan ibuprofen. Parasetamol dapat diberikan dengan dosis 10-15 mg/KgBB/kali diberikan 4 kali sehari, tidak lebih dari 5 kali sehari. Ibuprofen diberikan dengan dosis 5-10 mg/KgBB/kali, 3-4 kali sehari. b. Media kesehatan yang paling sering digunakan dalam memberikan pendidikan kesehatan adalah poster. Contoh poster tentang demam serta penanganannya dapat dilihat dalam Lampiran 5. 5.2 Saran Perlu dilakukan penyuluhan mengenai demam serta penanganannya secara berkala di apotek oleh apoteker sebagai tenaga kesehatan, agar masyarakat bisa lebih waspada jika salah satu dari keluarga mereka ada yang menderita demam. Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 15 Universitas Indonesia DAFTAR ACUAN Cermin Dunia Kedokteran. (2009). Kombinasi ibuprofen dengan parasetamol untuk menurunkan demam pada anak. Jakarta. Dalal, Shalini, & Donna S. Zhukovsky. (2006). Pathophysiology and management of fever. J Support Oncol, 9-11. Davey, Patrick, (2006). At a glance medicine (Anisa Rahmalia & Cut Novianty, Penerjemah). Jakarta : Erlangga. Egger, Garry, Rob D., dan Ross Spark. (1993). Health and media : Principles and practices for health promotion. Sydney : McGraw Hill. Jordaan, Kirsty. (2013). Fever in children. SA Pharmasist’s Assistant, 6. Melindacare. (2011, Mei 26). Anak demam kenali penyebabnya. September 22, 2013. http://melindahospital.com/modul/use/detail_artikel.php Nelwan, R.H.H, Buku Ajar Ilmu penyakit dalam : Demam : tipe dan pendekatan (Edisi III). Jakarta : Interna Notoatmodjo, Soekidjo. (2007). Promosi kesehatan dan ilmu perilaku. Jakarta : Rineka Cipta. Nova Group (n.d.). Demam pada anak, waspadai gejala lain yang menyertai. September 22, 2013. http://tabloidnova.com. Pramudianto, Arlina, & Evaria. MIMS Indonesia petunjuk konsultasi (Edisi 12). Jakarta : Bhuana Ilmu Populer Sartono. (2005). Obat dan anak. Bandung : Penerbit ITB Sullivan, Janice. E., & Henry C.Farrar. (2011). Fever and antipyretic use in children. Journal of Pediatrics, 580-584. Suiraoka, I Putu, & I Dewa Nyoman Supariasa. (2012). Media Pendidikan Kesehatan. Yogyakarta : Graha Ilmu. Tarigan, Terapul, Chairul A. Harahap, dan Syamsidah Lubis. (2007). Pengetahuan, sikap, dan perilaku orangtua tentang demam dan pentingnya edukasi oleh dokter. Sari Pediatri, 27-31 Tim Adaptasi Indonesia. (2008). Pelayanan kesehatan anak di Rumah Sakit. Jakarta : WHO Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 16 Universitas Indonesia LAMPIRAN Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 17 Lampiran 1. Diagnosis banding untuk demam tanpa disertai tanda lokal Diagnosis Demam Didasarkan pada keadaan Infeksi virus dengue : Demam a. Demam atau riwayat demam mendadak Dengue, Demam Berdarah Dengue, dan Sindrom Syok tinggi selama 2-7 hari b. Manifestasi Dengue perdarahan (sekurang- kurangnya uji bendung postif) c. Pembesaran hati d. Tanda-tanda gangguan sirkulasi e. Peningkatan nilai hematokrit, trombositopenia, dan leukopenia f. Ada riwayat keluarga atau tetangga sekitar menderita atau suspect Demam Berdarah Dengue Malaria a. Demam tinggi khas bersifat intermiten b. Demam terus menerus c. Menggigil, nyeri kepala, berkeringat dan nyeri otot d. Anemia e. Hepatomegali, splenomegali f. Sepsis Hasil apus darah positif (Plasmodium) a. Terlihat jelas sakit berat dan kondisi serius tanpa penyebab yang jelas b. Hipo atau hipertermia c. Takikardi, takipnea d. Gangguan sirkulasi e. Leukositosis atau leukopenia Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 18 (lanjutan) Diagnosis Demam Demam Tifoid Didasarkan pada keadaan a. Demam lebih dari 7 hari b. Terlihat jelas sakit dan kondisi serius tanpa sebab yang jelas c. Nyeri perut, kembung, mual, muntah, diare, konstipasi d. Delirium Infeksi saluran kemih a. Demam terutama di bawah umur 2 tahun b. Nyeri ketika berkemih c. Berkemih lebih sering dari biasanya d. Mengompol (di atas usia 3 tahun) e. Ketidakmampuan untuk menahan kemih pada anak yang sebelumnya bisa dilakukannya f. Nyeri ketok sudut kostovertebral atau nyeri tekan supra publik g. Hasil urinalisis menunjukkan proteinuria, leukosituria (>5/LPB) dan hematuria (>5/LPB) [Sumber : Tim Adaptasi Indonesia, 2008] Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 19 Lampiran 2. Diagnosis banding untuk demam disertai tanda lokal Diagnosis Demam Didasarkan pada keadaan Infeksi virus pada a. Gejala batuk/pilek, nyeri telan saluran pernapasan b. Tanda peradangan di saluran napas atas bagian atas c. Tidak terdapat gangguan sistemik Pneumonia Demam lebih dari 39oC yang tampaknya menyebabkan distress Otitis media a. Nyeri telinga b. Otoskopi tampak membran Timpani Hiperemia (ringan-berat) cembung keluar (desakan cairan/mukopus), perforasi c. Riwayat Otorrhea kurang dari 2 minggu Sinusitis a. Pada saat perkusi wajah, ada tanda radang pada daerah sinus yang terserang b. Cairan hidung yang berbau Mastoiditis a. Benjolan lunak dan nyeri di daerah mastoid b. Radang setempat Infeksi Jaringan lunak Selulitis Demam Rematik akut a. Panas pada sendi, nyeri, dan bengkak b. Karditis, Eritema marginatum, nodul subkutan c. Peningkatan LED dan kadar ASTO Abses Tenggorokan a. Nyeri tenggorokan pada anak yang lebih besar b. Kesulitan menelan/mendorong masuk air liur c. Teraba nodus servikal Meningitis a. Kejang, kesadaran menurun, nyeri kepala, muntah b. Kuduk kaku c. Ubun-ubun cembung d. Fungsi lumbal positif [Sumber : Tim Adaptasi Indonesia, 2008] Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 20 Lampiran 3. Diagnosis banding demam dengan ruam Diagnosis Demam Didasarkan pada keadaan Campak a. Ruam yang khas b. Batuk, hidung berair, mata merah c. Luka di mulut d. Kornea keruh e. Baru saja terpajan dengan kasus campak f. Tidak memiliki catatan sudah diimunisasi campak Campak Jerman (Rubella) a. Ruam yang khas b. Pembesaran kelenjar getah bening postaurikular, suboksipital, dan Colli-posterior Eksantema Subitum a. Terutama pada bayi (6-18 bulan) b. Ruam muncul setelah suhu turun Demam Skarlet (infeksi a. Demam tinggi, tampak sakit berat Streptococcus hemoliticus b. Ruam merah kasar seluruh tubuh, biasanya didahului di daerah lipatan (leher, ketiak) Grup A) c. Peradangan hebat pada tenggorokan dan kelainan pada lidah (Strawberry tongue) d. Pada penyembuhan terdapat kulit bersisik DBD a. Demam atau riwayat demam mendadak tinggi selama 2-7 hari b. Manifestasi perdarahan (sekurang-kurangnya uji bendung postif) c. Pembesaran hati d. Tanda-tanda gangguan sirkulasi e. Peningkatan nilai hematokrit, trombositopenia, dan leukopenia f. Ada riwayat keluarga atau tetangga sekitar menderita atau tersangka Demam Berdarah Dengue Infeksi virus lain a. Gangguan sistemik ringan b. Ruam non spesifik [Sumber : Tim Adaptasi Indonesia, 2008] Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 21 Lampiran 4. Diagnosis banding tambahan untuk demam yang berlangsung lebih dari 7 hari Diagnosis Demam Demam Tifoid Didasarkan pada keadaan a. Demam lebih dari 7 hari b. Terlihat jelas sakit dan kondisi serius tanpa sebab yang jelas c. Nyeri perut, kembung, mual,muntah, diare, konstipasi TB (Milier) a. Demam tinggi b. Berat badan turun c. Anoreksia d. Pembesaran hati dan atau limpa e. Batuk f. Tes tuberkulin +/- g. Riwayat TB dalam keluarga h. Pola milier yang halus pada foto polos dada Endokarditis Infektif a. Berat badan turun b. Pucat c. Jari tabuh (Clubbing fingers) d. Bising jantung e. Pembesaran limpa f. Petekie g. Splinter Haemorrages in nail beds h. Hematuri mikroskopis Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 22 (lanjutan) Diagnosis Demam Demam Rematik Akut Didasarkan pada keadaan a. Bising jantung yang dapat berubah sewaktuwaktu b. Artritis/atralgia c. Gagal jantung d. Denyut nadi cepat e. Pericardial friction rub f. Korea g. Diketahui baru terinfeksi Streptococcal Abses dalam a. Demam tanpa fokus infeksi yang jelas b. Radang setempat atau nyeri c. Tanda-tanda spesifik yang bergantung tempatnya seperti paru, hati, otak, subfronik, ginjal. [Sumber : Tim Adaptasi Indonesia, 2008] Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014 23 Lampiran 5. Contoh poster demam emam pada anak dan penanganannya Laporan praktek….., Tri Vita, FF UI, 2014