Peret kandung - Arsip Galeri Nasional Indonesia

advertisement
toMY> ~.,..---
Media
~Ta_n::=:e.:..ea_1__·--:..
l -
Hlm/klm
:
~(J
_ IJ-6t>
_
•
I
I
•
•
Oleh Abd Rahem
Pengamat Kebudayaan, tinggal di Yogyakarta
asihkah anak-anak muda
Madura abad 21 mengenal
peret kandung? Peret
ung adalah salah satu
kebudayaan Madura yang kini mulai
diabaikan. Tradisi ini merniliki genealogi
kebudayaan Madura yang tidak bisa
dianggap tidak populer. Tradisi yang
merupakan warisan nenek moyang
Madura ini pelan-pelan tergeser oleh
arogansi budaya modem.
Kebudayaan ini sangat ken tal dengan
nilai-nilai relegius. Tapi saat ini, nilainilai itu sudah dikikis perubahan zaman
apalagi dengan adanya perkembangan
teknologi.
Bila ditinjau dari segi fungsi dan tujuan, tradisi peret kandung adalah tradisi
untuk menyelamatkan bayi yang masih
berumur tujuh bulan (terutama orang
yang pertama kali harnil) baik dari keguguran ataupun dari kecacatan fisik
serta mental.
Peret kandung yang di Jawa disebut
ritus mitoni ini merupakan tradisi yang
mempunyai karakter dan keunikan tersendiri jika dibandingkan dengan tradisi Madura lainnya. Secara terminologis, peret kandung berasal dari kata
peretan dan kandungan. Itu mempunyai
makna bahwa perempuan yang pertama kali hamil perlu diperiksa atau
dipijat (peret) kandungannya oleh
nyisayane (dukun ah1i yang biasa
memeriksa.keharnilan). Pijatan itu
bertujuan agar bayi yang dikandung
dalam keadaan baik dan selamat sampai
lamr. Peret kandung dilaksanakan de- .
ngan memandikan pasangan suarni-istri
yang duduk berbaris di tempat duduk
khusus yang telah disediakan.
Sa at ini, tradisi ini masih bisa ditemukan di bagian paling tirnur Madura, yaitu Sumenep. Tradisi·ini biasanya
dilakukan pada hari yang menurut
bubukon (hari yang baik untuk melaksanakan sesuatu). Pelaksanaan serta tata
caranya adalah mencampur air dengan
Medio
••
Ton8901
•
Hlm/klm
•
;
/)J
./
berbagai macam bunga dan pasangan
suami-istri menggendong kelapa gading
muda serta gayungnya juga terbuat dari
kelapa gading (cengkir gadhing) dan gagangnya terbuat dari ranting pohon
beringin. Di kelapa itu, tertulis narnanama agung misalnya, Yusuf, Fatima
putri Rasul, dan lain sebagainya. Lalu
orang-orang yang hadir mengisi kegembiraan secara bergiliran memandikannya.
Dalam tradisi Madura, peret kandung
dilakukan atas dasar kepercayaan pada
yang gaib. Intinya, ada rasa syukur pada
yang mahakuasa atas limpahan rahmat
dan kasih sayangnya yang telah
mengamlgerahkan kehamilan kepada
seorang perempuan. Dalam konteks ini,
hamil secara umum merupakan sebuah
harapan dan dambaan setiap pasangan
suami-istri. Tentunya, bagi oranz Madura yang tingkat religiusitasnya tinggi,
hamil adalah bentuk dari keberhasilan
dari doa yang selalu dipanjatkan setiap
waktu, bukan semata karena hubungan
•
•
~
Media
•
•
Tan9901
•
Hlm/klm
suami-istri. Maka dari itu, perwujudannya adalah dengan melaksanakan pere!
kandung.
.
Dulu, pere! kandung dilaksanakan hanya terbatas pada sekeluarga, tidak mengundang banyak orang. Seiring waktu
. berselang, oleh masyarakat dianggap sebagai warisan nenek moyang yang bersifat positif, kegiatan ini kemudian dijadikan tradisi setiap perempuan yang
utamanya hamil pertama kali. Di dalamnya dapat terlihat nilai-nilai sosial maupun religius, terlihat sebelum memandikan yang di-pereti kandung, yaitu acara
selawatan terlebih dulu.
Madura yang mayoritas masyarakatnya adalah beragama Islam yang sangat
khas dengan berbagai macam kebudayaan yang pada kebudayaan tersebut tidak
lepas dari nilai-nilai religius. Terbukti
dalam acara peret kandung, masyarakat
tidak lupa menyelipkan surat AI-Fatihah, tahlil maupun selawat sebagai tanda bahwa dalam kehidupan ada sesuatu
yang menuliskan, yaitu Allah.
.
Ada maksud tertentu di dalam peret
kandung, orang-orang mempercayainya
adalah sebagai bagian dari rutinitas
yang dirasa perlu untuk dilaksanakan
sebab bagi orang Madura, warisan dari
nenek moyang adalah sakral dan contoh
dari rasa sosial. Nuansa nilai-nilai sosial
dalam transisi tampak saat warga berkumpul dan bersama-sama memandikan
yang di-pereti kandung, lalu setelah selesai, kaum laki-laki berkumpul di amper
dan antarmereka terdapat perbincangan
yang membahas berbagai macam per- .
soalan sambil menikmati hidangan yang
telah disediakan tuan rumah.
Wujud yang terkandung dalam aturan
yang harus dilaksanakan dalam tradisi
ini, antara lain, pertama, membacakan
kidung selawat, yang dimaksudkan agar
anak yang masih dikandung, ketika
laror, akan dibukakan pikiran dan akan
selalu patuh kepada orang tuanya serta
selalu taat beribadah sebagaimana keinginan orang tua.
Kedua, air yang dicampuri berbagai
•
•
•
macam bunga. Artinya bunga yang diidentikkan dengan keindahan ini dimaksudkan agar kelak anak yang lahir akan
cantik (hila perempuan) dan tampan (bila
laki-laki). Kelapa gading yang dituliskan
nama-nama, seperti Fatimah putri Rasul,
yang kita ketahui dari sejarah bukan hanya cantik, melainkan juga sempurna
dari segala hal, atau pun Yusuf yang ketampanan dan kelakuannya memikat
Zulaika. Dalam Islam, nama-nama tersebut adalah nama yang agung, dimaksudkan agar anaknya yang dilahirkan
akan sama seperti nama-nama yang di-'
tuliskan di kelapa gading tersebut, baik
dari segi fisiknya maupun pada sikap
dan kelakuannya. Gagang dari gayung
gading (cengkir gading) dibuat dari tangkai pohon beringin. Beringin yang selalu
menaungi sesuatu yang ada di bawahnya
menunjukkan bahwa anak yang diinginkan dapat memberi keteduhan bagi
orang tua, bangsa, dan negara.
Ketiga, biasanya setelah selesai dimandikan, istri menjatuhkan telur, artinya
anak yang akan dilahirkan supaya tidak
menyusahkan (keluar sebagaimana telur
yang jatuh itu).
.
Celakanya, di tengah majunya dunia
yang justru membutakan masyarakat
akan pentingnya kebudayaan dan tradisi
serta masuknya budaya barat yang condong hedonis, masyarakat lupa akan
pentingnya kebudayaan maupun tradisi.
Lambat laun, semua itu hanya akan hilang digerus zaman. Makanya tidak
salah Bustami (Kompas, 24/9/04) mengatakan bahwa masuknya industrialisasi
ke Pulau Madura akan 'mencekoki' masyarakat dengan berbagai gay a hidup
modern yang buruk.
KinI pengaruh segala macam budaya
luar tidak dapat dihindari, menyerbu secara deras melalui pelbagai media. Seiring dengan kemajuan zaman, Madura
mengalami suatu proses modernisasi
yang pada akhirnya membuat Madura
kehilangan identitasnya. Pere! kandung
hanya akan menjadi cerita dari mulut ke
mulut (mouth to mouth).
Download