JSM (Jurnal Sains Manajemen) Program Magister Sains Manajemen UNPAR ISSN : 2302-1411 Volume IV, Nomor 1, April 2015 Kajian Sistem Remunerasi Berbasis Kinerja YUNIANTORO SUDRAJAD Program Magister Sains Manajemen PPs UNPAR YUNIKEWATY Fakultas Ekonomi UNPAR ABSTRACS , This study was conducted to discuss the practical application of performancebased remuneration in KPP Pratama Palangkaraya. The paradigm used in this study can be classified in the post-positivism. Referring to the theoretical perspectives and research paradigm of this research is descriptive analysis research studies using qualitative analysis. The results of the analysis determine that the employee performance measurement on KPP Pratama Palangkaraya has the shape or pattern that repeats every year. The position where the employee was also distinguish the remuneration received by the employee. Although employees have the same value of the same performance but because of different duties, the remuneration will be different too. Supposed to value the same performance, the employee will receive the same remuneration as well. Keywords: Remuneration, Employee Performance PENDAHULUAN Suatu organisasi atau perusahaan didirikan oleh sekelompok orang untuk mencapai tujuan. Pada dasarnya tujuan tersebut adalah penciptaan kemakmuran bagi anggotanya. Pencapaian perusahaan bukanlah hal yang mudah dilakukan karena diperlukan suatu strategi untuk mencapainya. Berhasil atau tidaknya organisasi tersebut mencapai tujuan dapat dilihat dari kinerja organisasional secara keseluruhan.Kinerja organisasi sangatlah tergantung pada individu-individu didalamnya. Seluruh pekerjaan dalam perusahaan itu, para pegawailah yang menentukan keberhasilannya. Upaya untuk meningkatkan kinerja organisasional harus dimulai dari perbaikan kinerja pegawai. Salah satu cara untuk memperbaiki kinerja pegawai adalah pemberian penghargaan atau dalam hal ini berupa kompensasi. Remunerasi diberikan pegawai dalam rangka untuk mencapai keberhasilan strategi perusahaan. Tercapainya strategi perusahaan biasanya diukur dengan kinerja perusahaan. Pengukuran kinerja perusahaan tidak terlepas dari pencapaian kinerja perusahaan itu sendiri. Kinerja pegawai diartikan sebagai hasil kerja selama periode tertentu dibandingkan dengan berbagai kemungkinan misalnya standar, target atau sasaran serta criteria yang telah disepakati bersama. Pada instansi , Kinerja dikatakan baik apabila instansi tersebut dapat memberikan pelayanan yang memuaskan. Sebaliknya kinerja dikatakan buruk apabila instansi tersebut tidak mampu memberikan pelayanan yang memadai bagi masyarakat. Dengan memperhatikan permasalahan yang terjadi pada sistem remunerasi di KPP Pratama Palangkaraya , maka peneliti tertarik untuk melakukan pengkajian terhadap sistem remunerasi berbasis kinerja di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Palangkaraya. Berdasarkan uraian yang dikemukakan pada latar belakang masalah, maka permasalahan yang diteliti adalah 1) bagaimana pengaruh sistem remunerasi berbasis kinerja di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Palangkaraya dengan peningkatan kinerja dan perilaku kerja Yuniantoro, dan Yunikewati / Jurnal Sains Manajemen (IV/1) 2015 / 31 – 49 | 31 JSM (Jurnal Sains Manajemen) Program Magister Sains Manajemen UNPAR ISSN : 2302-1411 Volume IV, Nomor 1, April 2015 pegawai, 2) bagaimana kelemahan-kelemahan yang ada pada penerapan sistem remunerasi berbasis kinerja di KPP Pratama Palangkaraya. Tujuan penelitian ini menjelaskan dampak penerapan sistem remunerasi berbasis kinerja di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Palangkaraya, dan menganalisis strategi yang dilakukan oleh Kant or P e lay anan P ajak P ratama Palangk aray a untuk mengatasi permasalahan yang timbul akibat penerapan sistem remunerasi berbasis kinerja. KAJIAN PUSTAKA Sumber Daya Manusia Fenomena baru yang terlahir dalam pengelolaan Manajemen Sumber Daya Manusia adalah bentuk pengelolaan organisasi yang mengacu kepada budaya kerja serta efektif dan efisien pengelolaan SDM dimana pegawai diharapkan mempunyai performance (kinerja yang tinggi). Ancaman kompetisi internasional, kondisi perekonomian yang tidak menentu dan perubahan teknologi yang cepat merupakan faktor eksternal yang perlu diwaspadai dalam pengelolaan organisasi dan sdm. Tahun 2007-2010 ketika krisis keuangan Sub prime Mortgage melanda Amerika Serikat disadari bahwa perusahaan harus dengan cepat mengubah strategi organisasi dalam mencari berbagai kiat baru agar dapat memberdayakan sumber daya manusia secara lebih efektif. Pendapat dari Kadarman (2011) dapat disimpulkan bahwa manajemen adalah serangkaian proses mengelola (merencanakan, melaksanakan dan mengendalikan) sumber daya organisasi untuk mencapai suatu tujuan tertentu. s umber daya organisasi mencakup organisasi dalam arti sistem dan seluruh tata aturan, sumber daya manusia dalam arti kualifikasi SDM berupa pendidikan, pengalaman hingga kuantitasnya dan sumber daya fisik yang berupa sarana prasarana. Semua yang ada dalam cakupan ini bersifat terukur, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Dengan menggunakan definisi ini, maka anatomi krisis keuangan tersebut dapat dipetakan sebagai berikut: Sumber daya organisasi, yaitu hal-hal yang bersifat aturan atau kebijakan misalkan kebijakan, aturan main di bursa saham, aturan main di perbankan dan lain lain. Sumber daya fisik yaitu hal-hal yang bersifat material dan bernilai uang/modal misalkan aset,saham, dana dan lain-lain. Sumber daya manusia didalamnya adalah pelaku bursa/pialang saham, bankir dan lain-lain yang berwujud manusia. Gaji Dalam kehidupan sehari- hari sering dikenal istilah gaji dan upah sehingga ada sebagian masyarakat yang menganggap sama kedua istilah tersebut, tetapi ada pula yang membedakannya. Menurut As’ad (2010: 93) gaji sebenarnya juga upah hanya sedikit perbedaanya, gaji adalah banyaknya uang yang diterima dan sudah pasti dan waktunya selalu tepat, misalnya setiap awal bulan, seorang karyawan akan menerima sejumlah uang yang disebut gaji,sedangkan upah adalah banyaknya uang yang diterimanya tidak selalu sama atau pasti dan waktunyapun tidak selalu tepat. Jadi jelaslah tepat perbedaan gaji dan upah adalah jaminan ketepatan waktu dan dan kepastian banyaknya uang yang diterimanya. Dalam siklus penggajian perusahaan terdiri dari jaringan prosedur sebagai berikut: (Swastha, 2012: 267 ) Prosedur pencatatan waktu hadir dan waktu kerja. Prosedur ini bertujuan untuk mencatat waktu hadir dan waktu kerja karyawan yang dipakai sebagai dasar perhitungan gaji. Prosedur pembuatan daftar gaji dan upah. Dalam prosedur ini, fungsi pembuat daftar gaji dan upah membuat daftar gaji dan upah karyawan. Prosedur pembayaran gaji dan upah. Prosedur pembiyaan gaji dan upah melibatkan fungsi pencatat utang dan fungsi pembayaran gaji dan upah. Yuniantoro, dan Yunikewati / Jurnal Sains Manajemen (IV/1) 2015 / 31 – 49 | 32 JSM (Jurnal Sains Manajemen) Program Magister Sains Manajemen UNPAR ISSN : 2302-1411 Volume IV, Nomor 1, April 2015 Prosedur distribusi yang terkait. Dalam prosedur distribusi biaya gaji dan upah, biaya tenaga kerja didistribusikan kepada departemen - departemen yang menikmati manfaat tenaga kerja. Berikut ini adalah beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemberian gaji atau kompensasi terhadap karyawan, a) harus dapat memenuhi kebutuhan minimal b) harus dapat meningkat, c) harus dapat menimbulkan semangat dan kegairahan kerja, d) harus adil, e) tidak boleh bersifat statis, dan f) komposisi yang diberikan sebenarnya. Remunerasi Untuk mengelola dan mempertahankan sumber daya manusia diperlukan suatu sistem kompensasi yang baik. Hal ini sangat penting, karena dengan kompensasi yang baik maka sumberdaya akan merasa dihargai sesuai dengan apa yang telah diberikan kepada perusahaan dan akan memunculkan perasaan keadilan atas perlakuan sistem kompensasi yang baik. Pada dasarnya manusia bekerja juga ingin memeroleh uang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kerja keras dan loyalitas ditunjukan dan diharapkan akan mendapatkan penghargaan dari perusahaan terhadap prestasi kerja pe g awai yaitu dengan jalan memberikan kompensasi. Salah satu cara manajemen untuk meningkatkan prestasi kerja, memotivasi dan meningkatkan kinerja para pegawai adalah melalui kompensasi. R e m u n e r a s i penting bagi pegawai sebagai individu karena besarnya kompensasi mencerminkan ukuran karya mereka diantara para pegawai itu sendiri, keluarga dan masyarakat. remunerasi dapat didefinisikan sebagai bentuk penghargaan yang diberikan kepada pegawai sebagai balas jasa atas kontribusi yang mereka berikan kepada organisasi. Kata remunerasi menurut Oxford American Dictionary , Remuneration adalah Payment atau Reward yang Berardi pembayaran, penghargaan, imbalan yang mana istilah imbalan sering juga dalam Bahasa Indonesia digunakan istilah kompensasi. Berbagai buku-buku Management sumber daya Marusia yang banyak beredar di Indonesia terutama buku yang merupakan terjemahan yang berasal dari Amerika menggunakan istilah kompensasi untuk mengungkapkan istilah remunerasi. Namun Bahasa Inggris maupun Organisasi Buruh Internasional (International Labour Organization/ILO) menyebutnya dengan istilah Remuneration. Remunerasi adalah imbalan kerja yang dapat berupa gaji, honorarium, tunjangan tetap, insentif, bonus atas prestasi, pesangon, atau pensiun. sedangkan pengertian remunerasi menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah “Pembelian hadiah, (jasa Atau lainnya), imbalan. Bagi Pegawai Negeri Sipil, remunerasi berarti imbalan kerja di luar gaji yang dikaitkan dengan system penilaian kinerja. Remunerasi yang ada ditubuh Kementerian Keuangan adalah penataan kembali pemberian imbalan kerja berupa tunjangan yang dikenal dengan Tunjangan Khusus Pembinaan Keuangan Nagara (TKPKN) dengan didasari atas tingkat tanggung jawab dan resiko jabatan/pekerjaan yang di emban (Efendi, 2009). Tunjangan Pengertian tunjangan menurut Simamora (2004) adalah pembayaranpembayaran dan jasa-jasa yang melindungi dan melengkapi gaji pokok, dan organisasi dapat membayar semua atau sebagian dari tunjangan tersebut. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, pengertian tunjangan yang disesuaikan dengan topik bahasan ini adalah tambahan pendapatan di luar gaji sebagai bantuan, sokongan. Menurut Hariandja (2002) tunjangan adalah jenis kompensasi lain dimana hampir semua organisasi memberikannya dan sangat luas dan penting, termasuk juga peningkatan kesejahteraan yang pemberiannya tidak didasarkan pada kinerja pegawai Yuniantoro, dan Yunikewati / Jurnal Sains Manajemen (IV/1) 2015 / 31 – 49 | 33 JSM (Jurnal Sains Manajemen) Program Magister Sains Manajemen UNPAR ISSN : 2302-1411 Volume IV, Nomor 1, April 2015 tetapi didasarkan pada keanggotaannya sebagai bagian dari organisasi serta pegawai sebagai seorang Marusia yang memiliki banyak kebutuhan agar dapat menjalankan kehidupannya secara normal dan dapat bekerja lebih baik, seperti rasa aman dari kemungkinan terjadinya resiko dilakukannya pemutusan hubungan kerja, mengalami gangguan kesehatan, kebutuhan untuk beristirahat dari pekerjaan, kebutuhan untuk berinteraksi secara akrab dengan orang lain, dan lain-lain. Kinerja P e g a w a i Kinerja (performance) yaitu proses melalui mana organisasi mengevaluasi atau menilai prestasi kerja karyawan. Berikut ini adalah beberapa pengertian kinerja oleh beberapa pakar yang dikutip oleh Bambang Guritno dan Waridin (2013: 20) yaitu: Menurut Winardi , kinerja merupakan konsep yang bersifat universal yang merupakan efektivitas operasional suatu organisasi, bagian organisasi dan bagian karyawannya berdasarkan standard dan kriteria yang telah ditetapkan. Sebelumnya,karena organisasi pada dasarnya dijalankan oleh manusia, maka kinerja sesungguhnya merupakan perilaku manusia dalam memainkan peran mereka yang dilakukan dalam suatu organisasi untuk memenuhi standar perilaku yang telah ditetapkan agar membuahkan tindakan dan hasil yang diinginkan. Menurut Gomes , kinerja merupakan catatan terbesar terhadap hasil produksi dari sebuah pekerjaan tertentu atau aktivitas tertentu dalam periode waktu tertentu. Dessler menyatakan bahwa penilaian kinerja adalah memberikan umpan balik kepada karyawan dengan tujuan memotivasi orang tersebut untuk menghilangkan kemerosotan kinerja atau berkinerja lebih tinggi lagi. Menurut Dessler (2012:45) penilaian kerja terdiri dari tiga langkah, pertama mendifinisikan pekerjaan berarti memastikan bahwa atasan dan bawahan sepakat dengan tugas-tugasnya dan standar jabatan. Kedua, menilai kinerja berarti membandingkan kinerja aktual atasan dengan standar-standar yang telah ditetapkan, dan ini mencakup beberapa jenis tingkat penilaian. Ketiga, sesi umpan balik berarti kinerja dan kemajuan atasan dibahas dan rencana-rencana dibuat untuk perkembangan apa saja yang dituntut. Penilaian Kinerja Menurut De Pora Antonio (2010:23) Penilaian kinerja (performance appraisal) memainkan peranan yang sangat penting dalam peningkatan motivasi di tempat kerja. Pegawai menginginkan dan memerlukan umpan balik berkenaan dengan prestasi mereka dan penilai menyediakan kesempatan untuk memberikan waktu kepada mereka. Jika kinerja tidak sesuai dengan standar, maka penilai memberikan kesempatan untuk meninjau kemajuan pegawai dan untuk menyusun rencana peningkatan kinerja selanjutnya. Penilaian kinerja merupakan upaya membandingkan prestasi aktual p e g a w a i dengan prestasi kerja dengan yang diharapkan darinya. Dalam penilaian kinerja pegawai tidak hanya menilai hasil fisik, tetapi pelaksanaan pekerjaan secara keseluruhan yang menyangkut berbagai bidang seperti kemampuan kerja, kerajinan, kedisiplinan, hubungan kerja atau hal- hal khusus sesuai dengan bidang dan level pekerjaan yang dijabatnya. Pengukuran kinerja adalah usaha untuk merencanakan dan mengontrol proses pengelolaan pekerjaan sehingga dapat dilaksanakan sesuai tujuan yang telah ditetapkan, penilaian prestasi kerja juga merupakan proses mengevaluasi dan menilai prestasi pegawai diwaktu yang lalu atau untuk memprediksi prestasi kerja diwaktu yang akan datang dalam suatu organisasi. Kinerja pegawai pada dasarnya adalah hasil kerja pegawai selama periode tertentu. Pemikiran tersebut dibandingkan dengan target/sasaran yang telah disepakati bersama. Tentunya dalam penilaian tetap mempertimbangkan berbagai keadaan dan perkembangan yang mempengaruhi kinerja tersebut. Yuniantoro, dan Yunikewati / Jurnal Sains Manajemen (IV/1) 2015 / 31 – 49 | 34 JSM (Jurnal Sains Manajemen) Program Magister Sains Manajemen UNPAR ISSN : 2302-1411 Volume IV, Nomor 1, April 2015 Penilaian Kinerja PNS dalam PP Nomor 46 Tahun 2011 Penilaian kinerja PNS telah banyak menuai kritik. Kritik tidak hanya pada soal penerapannya, juga diarahkan pada mekanisme dan parameter pengukurannya. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1979 Tentang Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan PNS ada delapan unsur dalam penilaian kinerja seorang PNS, yaitu; kesetiaan, prestasi kerja, tanggungjawab, ketaatan, kejujuran, kerjasama dan khusus bagi PNS yang menduduki jabatan struktural ditambah satu unsur lagi yaitu kepemimpinan. Setelah melewati proses kajian yang panjang dan mendalam mengenai efektifitas penilaian DP-3 PNS maka pemerintah menetapkan kebijakan baru dalam penilaian prestasi kerja PNS dengan ditetapkannya PP Nomor 46 Tahun 2011 Tentang Penilaian Prestasi Kerja PNS yang akan berlaku efektif pada bulan Januari Tahun 2014 nanti. Dalam kebijakan ini digunakan pendekatan baru dalam mengukur kinerja PNS yaitu melalui penyusunan Sasaran Kerja Pegawai (SKP) dan penilaian perilaku kerja. Bobot penilaian unsur SKP sebesar 60 % dan perilaku kerja sebesar 40 %. Penyusunan SKP ini adalah hal baru. Setiap PNS memiliki job description (kegiatan tugas jabatan) yang berbeda-beda, termasuk variasi dan tingkat eselon, jabatan struktural maupun fungsional. Jadi, setiap PNS tentu memiliki SKP yang berbeda dan tentu berbeda pula target kuantitas, kualitas, waktu dan biayanya. Hal ini tentu berbeda dengan penilaian DP-3 sebelumnya yang berlaku sama untuk seluruh PNS. Diperlukan sosialisasi khusus bagi setiap PNS supaya paham tehnis dan tata cara menyusun SKP. Paradigma dan Theoretical Frame (Alur Pikir) Salah satu cara manajemen untuk meningkatkan prestasi kerja dan meningkatkan kepuasan kerja para karyawan adalah melalui kompensasi . Secara sederhana kompensasi merupakan sesuatu yang diterima karyawan untuk balas jasa kerja mereka. Kompensasi dalam bentuk financial adalah penting bagi karyawan, sebab dengan kompensasi ini mereka dapat memenuhi kebutuhannya secara langsung, terutama kebutuhan fisiologisnya. Dewasa ini salah satu penjelasan yang dapat diterima secara luas mengenai remunerasi dapat memotivasi kinerja karyawan adalah teori pengharapan (ekspektasi) dari Victor Vroom. Teori ini beragumen bahwa kekuatan pengharapan bahwa tindakan itu akan diikuti oleh output tertentu dan tergantung pada daya tarik output itu bagi individu tersebut. . Oleh karena itu, teori tersebut berfokus pada 3 (tiga) hubungan, yaitu : Hubungan upaya - kinerja. Probabilitas yang dipersepsikan oleh individu yang mengeluarkan sejumlah upaya tertentu itu akan mendorong kinerja Hubungan kinerja - imbalan. Sampai sejauh mana individu itu meyakini bahwa berkinerja pada tingkat tertentu akan mendorong tercapainya output. 3. Hubungan imbalan - sasaran pribadi. Sampai sejauh mana imbalanimbalan organisasi memenuhi sasaran atau kebutuhan pribadi individu serta potensi daya tarik imbalan tersebut bagi individu tersebut. Dari uraian diatas maka dapat dijelaskan bahwa organisasi mempunyai kompetensi terhadap pegawai-pegawainya sebagaimana yang telah ditetapkan. Kompetensi yang baik akan menghasilkan reposisi/perubahan kedudukan antar pegawai dengan adanya jabatan, posisi dan grading. Reposisi dibuat untuk melakukan penilaian kinerja yang mana kinerja ini akan mengahasilkan 2 (dua) sebab yaitu rendah dan tinggi sehingga kinerja pegawai bisa dilihat dari hasil penilaian ini. Remunerasi sebagai hasil dari penilaian kinerja bisa dibagi antara lain gaji,insentif,kompensasi dan jaminan kesehatan dimana apabila kinerja pegawai meingkat maka akan dilakukan promosi,mutasi dan rotasi agar tidak terjadi kejenuhan dan dalam rangka pengembangan pegawai itu sendiri . Yuniantoro, dan Yunikewati / Jurnal Sains Manajemen (IV/1) 2015 / 31 – 49 | 35 JSM (Jurnal Sains Manajemen) Program Magister Sains Manajemen UNPAR ISSN : 2302-1411 Volume IV, Nomor 1, April 2015 METODE PENELITIAN Bab ini akan membahas mengenai metode penelitian yang mencakup desain penelitian, lokasi penelitian, informan dan peran peneliti, teknik pengumpulan data dan teknis analisis data. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan desain kualitatif untuk mengetahui bagaimana sistem kompensasi (remunerasi) berbasis kinerja di KPP Pratama Palangkaraya sesuai dengan butir-butir rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian. Karena dengan pendekatan ini data yang didapat akan lebih lengkap, lebih mendalam, kredibel dan bermakna sehingga tujuan penelitian dapat tercapai. Pendekatan kualitatif karena pendekatan ini dapat memberikan rincian yang komplek tentang fenomena yang sulit diungkapkan oleh kuantitatif . Selain itu pendekatan kualitatif ini dipilih karena memiliki karakteristik yang sama dengan ciri-ciri penelitian kualitatif . Penelitian kualitatif ini bersifat deskriptif dimana data yang dikumpulkan berbentuk kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka. Kalaupun ada angka-angka , sifatnya hanya sebagai penunjang. Data yang diperoleh meliputi transkrip interview catatan lapangan, foto, dokumen dan lain-lain. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Palangkaraya di Jalan Yos Sudarso No.5 Palangkaraya. Pemilihan ini didasarkan karena Kantor Pelayanan Pajak Pratama Palangkaraya memiliki peran yang sangat strategis didalam pemungutan pajak dan juga untuk menilai kinerjanya yang akan dideskripsikan melalui kajian remunerasi berbasis kinerja, selain itu karena lokasi ini representatif untuk mewakili penelitian kinerja organisasi pemerintah. Informan dan Peran Peneliti Narasumber/informan dalam penelitian ini disesuaikan dengan fokus dan tujuan penelitian. Dalam penelitian kualitatif ini menggunakan narasumber atau informan kunci sebagai sumber data yang dipilih sesuai kebutuhan dan dengan pertimbangan tertentu sesuai dengan kegunaan. Pengambilan narasumber dari 81 pegawai dan 10 tenaga honorer/kontrak , setidaknya dapat memenuhi kriteria narasumber atau informan yang ideal. Tabel 1. Perhitungan Jumlah Informan Kunci No Kelompok Jabatan Jumlah Pegawai 1. Kepala Kantor 1 2. KaSubbag 1 3. Kepatuhan Internal 1 4. Tenaga Honorer 10 Jumlah Sampel Pegawai 1 1 1 2 Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik sampling yakni Purposive Sampling . Hal ini dikarenakan teknik pengambilan sampel sumber data dilakukan dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan tersebut misalnya orang itu dianggap paling tahu tentang apa yang kita harapkan. Menurut Nasution (2013:56) peran peneliti dalam penelitian kualitatif sangat kompleks. Selain sebagai perencana, ia juga bertugas sebagai pengumpul data, penafsir data, dan pada akhirnya juga ia harus berperan sebagai pelapor hasil penelitian itu sendiri . Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling penting dalampenelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data (Sugiyono, 2010:62). Yuniantoro, dan Yunikewati / Jurnal Sains Manajemen (IV/1) 2015 / 31 – 49 | 36 JSM (Jurnal Sains Manajemen) Program Magister Sains Manajemen UNPAR ISSN : 2302-1411 Volume IV, Nomor 1, April 2015 Dalam usaha pengumpulan data serta keterangan yangdiperlukan, penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data sebagai berikut: Observasi Observasi adalah bagian dalam pengumpulan data. Observasi berarti mengumpulkan data langsung dari lapangan. Sedangkan menurut Nasution (2013:56) observasi adalah dasar semua ilmu pengetahuan. Para ilmuwan hanya dapat bekerja berdasarkan data yaitu fakta mengenai dunia kenyataan yang diperoleh melalui observasi. Dalam melakukan observasi peneliti menggunakan observasi terbuka dimana peneliti dalam melakukan pengumpulan data menyatakan sebenarnya kepada sumber data, bahwa sedang melakukan penelitian. Wawancara Menurut Moleong (2014:186) mendeskripsikan wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak,yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara(interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan.. Untuk mendapatkan informasi dalam penelitian ini, wawancara dilakukan dengan Kepala Kantor KPP Pratama Palangkaraya dan beberapa pegawai yang memiliki peran yang relevan dan sekiranya dapat membantu memberikan informasi terkait permasalahan yang diambil. Dalam melakukan wawancara peneliti menggunakan metode wawancara semi terstruktur, dimana dalam pelaksanaannya lebih bebas. Penulis menggunakan alat bantu recorder/perekam suara dalam melakukan wawancara ini agar setiap percakapan bisa didokumentasikan. Tujuan dari wawancara ini adalah untuk menemukan permasalahan lebih terbuka, dimana pihak yang diajak wawancara diminta pendapat, tentang pengalamannya terkait dengan pengukuran kinerja dan remunerasi yang diperolehnya tersebut. Dokumentasi Suryana (2010:192) mengungkapkan dokumen merupakan rekaman yang bersifat tertulis atau film dan isinya merupakan peristiwa yang telah berlalu. Jadi,dokumen bukanlah catatan peristiwa yang terjadi saat ini dan masa yang akan datang, namun catatan masa lalu. Adapun Moleong (2014:161) dokumentasi adalah setiap bahan tertulis atau film dari record yang tidak dipersiapkan karena adanya permintaan dari seorang penyelidik. Ditambahkan pula oleh Andi (2010:192) bahwa data-data yang dikumpulkan dengan teknik dokumentasi cenderung merupakan data sekunder sedangkan data-data yang dikumpulkan dengan teknik pengamatan, dan wawancara cenderung merupakan data primer atau data yang langsung didapat dari pihak pertama. Dokumentasi merupakan benda-benda tertulis seperti buku-buku, majalah, dokumen, peraturan-peraturan, notulen, catatan harian, dan sebagainya. Triangulasi Menurut Jonatan Sarwono (2012: 43) Dalam teknik pengumpulan data, triangulasi diartikan sebagai teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada, bila peneliti melakukan pengumpulan data dengan triangulasi, maka sebenarnya peneliti mengumpulkan data yang sekaligus menguji kredibilitas data, yaitu mengecek kredibilitas data dengan berbagai teknik pengumpulan data dan berbagai sumber. Tujuan dari triangulasi bukan untuk mencari kebenaran tentang beberapa fenomena, tetapi lebih pada peningkatan pemahaman peneliti terhadap apa yang telah ditemukan. Oleh karena itu, teknik triangulasi yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah pengecekan data yang diperoleh dari berbagai teknik pengumpulan data. Data dari observasi dikonfirmasi melalui wawancara dan dokumentasi, data hasil wawancara di konfirmasi melalui observasi dan dokumentasi, dan data dari dokumentasi juga dikonfirmasi dari wawancara dan observasi. Tabel 2. Sumber Data No. Indikator/Pengamatan Sumber Teknik Pengumpulan Data 1. Indikator Remunerasi Dokumen Studi Dokumen Yuniantoro, dan Yunikewati / Jurnal Sains Manajemen (IV/1) 2015 / 31 – 49 | 37 JSM (Jurnal Sains Manajemen) Program Magister Sains Manajemen UNPAR 2. 3. 4. 5. 6. Indikator Kinerja Data Pegawai Indikator Keadilan Kesamaan Perlakuan Usulan Pengukuran Kinerja Dokumen Dokumen Informan Informan Informan ISSN : 2302-1411 Volume IV, Nomor 1, April 2015 Studi Dokumen Studi Dokumen Wawancara Wawancara Wawancara Teknik Analisis Data. Teknik analisis data kualitatif adalah analisis yang dilakukan terhadap data- data non-angka seperti hasil wawancara atau catatan laporan bacaan dari buku-buku, artikel, dan termasuk non tulisan seperti foto, gambar atau film, dengan tujuan mencari suatu pola umum dalam bentuk diskripsi kata-kata . Mengacu kepada analisa data kualitatif , maka analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif dengan metode narrative dengan ciri salah satunya menyajikan informasi secara lengkap dan jelas dalam menunjukan proses atau peristiwa yang spesifik. Metode ini memiliki kemampuan untuk menangkap suatu permasalahan dengan kompleksitas tinggi dan menyampaikan suatu pemahaman bagaimana suatu peristiwa satu dengan yang lainnya. Pengujian Keabsahan Data Menurut Nasution ( 2013:30) Keabsahan merupakan derajat ketepatan antara data yang terjadi pada objek penelitian dengan data yang dapat dilaporkan oleh peneliti dengan kata lain data yang valid adalah data yang tidak berbeda antara data yang dilaporkan dengan data yang sesungguhnya terjadi pada objek penelitian. Melalui teknik ini, diyakini bahwa fakta, data dan informasi yang diperoleh dapat dipertanggungjawabkan. Pada tahap pertama, data/materi yang dimiliki (data sekunder) yang terkait dengan pengukuran kinerja pegawai KPP Pratama Palangkaraya. Kemudian dari informan tersebut di-recheck melalui observasi penelitian lapangan, yang selanjutnya di- cross check dengan apa yang menjadi persepsi peneliti yang menghasilkan data ke-1. Pada tahap kedua data/materi yang dimiliki (data sekunder) di-check kepada pegawai yang diukur kinerjanya sesuai remunerasi yang didapatnya. Kemudian hasilnya, di-recheck melalui observasi penelitian lapangan, yang selanjutnya menjadi persepsi peneliti, yang kemudian menghasilkan data ke-2. Validitas Instrumen Penelitian Validasi instrumen penelitian kualitatif berbeda dengan penelitian kuantitatif, keduanya adalah sangat penting mengingat bahwa alat pengumpul data yang digunakan untuk menghimpun informasi penelitian tersebut agar mampu memperoleh data yang akurat, diperlukan validasi atau verifikasi ( Jonathan Sarwono 2012: 45). Validasi instrumen atau alat bantu dimaksudkan sebagai upaya peneliti untuk memperoleh keabsahan data hasil penelitian. Keabsahan data dalam penelitian kualitatif meliputi uji validitas (credibality), reliabilitas (dependability), dan obyektivitas (confirmability). Dalam penelitian kualitatif uji obyektivitas dan uji validitas (dependability) merupakan hal yang penting. Menurut Andi ( 2010: 24) Obyektifitas menjadi hal mendasar karena suatu penelitian tanpa dibarengi oleh tingkat kebenaran informasi yang tinggi, dimungkinkan hasil penelitian akan menjadi sia-sia belaka. Untuk itu dalam tahapan ini peneliti melakukan konsultasi daftar wawancara, FGD (Focus Group Discussion) dan panduan pengamatan kepada: a. Kepala Kantor. b. Kepala Seksi dan Pegawai c. Karyawan kontrak / honorer HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Deskripsi Data Penelitian Yuniantoro, dan Yunikewati / Jurnal Sains Manajemen (IV/1) 2015 / 31 – 49 | 38 JSM (Jurnal Sains Manajemen) Program Magister Sains Manajemen UNPAR ISSN : 2302-1411 Volume IV, Nomor 1, April 2015 Pada bagian awal Bab IV ini telah dijelaskan mengenai gambaran umum instansi tempat dilakukannya penelitian ini. Untuk melengkapi gambaran umum pada bab ini, akan dipaparkan pula mengenai PNS yang berada di lingkungan KPP Pratama Palangkaraya yang dapat dilihat dari jumlahnya, baik berdasarkan golongannya maupun tingkat pendidikan masing-masing pegawai. Adapun penjelasan lebih lanjut akan dijelaskan sebagai berikut: Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia merupakan salah satu unsur yang paling menentukan keberhasilan pelaksanaan tugas dan fungsi pelayanan pajak di KPP Pratama Palangkaraya. Jumlah Pegawai KPP Pratama Palangkaraya sebanyak 81 (delapan puluh satu) orang yang terbagi dalam tiap seksi dan subbag sebagai berikut: Tabel 3. Data Pegawai berdasarkan jumlah No Keterangan 1. Kepala Kantor 2. Sub Bagian Umum. 3. Seksi Pengolahan Data dan Informasi (PDI). 4. Seksi Pengawasan dan Konsultasi I. 5. Seksi Pengawasan dan Konsultasi II. 6. Seksi Pengawasan dan Konsultasi III. 7. Seksi Pengawasan dan Konsultasi IV. 8. Seksi Ekstensifikasi Perpajakan 9. Seksi Penagihan. 10. Seksi Pemeriksaan 11. Seksi Pelayanan 12. Kelompok fungsional pemeriksa/Penilai Jumlah Jumlah Pegawai 1 6 7 11 5 2 4 8 7 7 7 15 81 Hasil Analisis Dalam hasil analisis yang dilakukan di KPP Pratama palangkaraya ditemukan hal-hal yang menjadi dasar dalam penerapan sistem remunerasi berbasis kinerja yaitu Pada tahun 2007, Kementerian Keuangan R.I mulai menerapkan sistem remunerasi seiring dengan berjalannya program reformasi birokrasi yang pada saat itu gencar dilakukan beberapa instansi di Indonesia termasuk KPP Pratama Palangkaraya. Secara harfiah remunerasi berarti payment atau penggajian (Warta Pajak,2010) atau dapat juga diartikan sebagain uang ataupun subtitusi dari uang yang ditetapkan dengan peraturan tertentu sebagai imbal balik suatu pekerjaan dan bersifat rutin. Selain itu, remunerasi juga dapat diartikan sebagai imbalan atau balas jasa yang diberikan kepada pegawai sebagai akibat dari prestasi yang telah diberikan dalam rangka mencapai tujuan organisasi (HRM Plan Pajak, 2009). Tahun 2007, Direktorat Jenderal Pajak mulai melakukan perbaikan sistem remunerasi. Remunerasi di DJP disusun berdasarkan peringkat jabatan ( Job Grade) atas dasar bobot jabatan yang diperoleh dengan melakukan perbaikan strukur remunerasi. Remunerasi merupakan salah satu upaya yang dilakukan KPP Pratama Palangkaraya untuk meningkatkan motivasi dan kinerja dalam rangka pencapaian visi dan misi. Peranan remunerasi dalam memotivasi pegawai harus dapat mempengaruhi perilaku pegawai atau kinerja. Oleh karena itu, sistem remunerasi harus dikaitkan dengan kinerja sesuai dengan gambar dibawah ini: Salary Efek pada kinerja lebih tinggi Yuniantoro, dan Yunikewati / Jurnal Sains Manajemen (IV/1) 2015 / 31 – 49 | 39 JSM (Jurnal Sains Manajemen) Program Magister Sains Manajemen UNPAR ISSN : 2302-1411 Volume IV, Nomor 1, April 2015 Dibandingkan A A Flat Salary A ----------------------------------------------------------------------Kinerja Gambar 1. Keterkaitan antara remunerasi dengan kinerja pegawai. Sistem remunerasi terdiri dari sistem remunerasi rata dan sistem remunerasi yang berkembang dinamis. Pada sistem remunerasi rata (Flat salary) tidak ada kaitan antara kenaikan kinerja dengan kenaikan gaji dan upah. Sebaliknya sistem remunerasi yang berkembang dinamis, kenaikan kinerja akan berpengaruh signifikan terhadap kenaikan remunerasi. Kesalahan dalam penetapan sistem remunerasi akan berpengaruh terhadap motivasi dan kinerja pegawai. Pegawai yang tidak berkinerja dengan baik tetapi berada pada suatu unit satuan kerja yang performed maka akan ikut dianggap performed atau kesuksesan pegawai yang bersembunyi dibalik suksesnya satuan kerja (free Rider). Dengan demikian, KPP Pratama Palangkaraya perlu mengatur indikator kinerja individu dan melakukan asesmen secara transparan dan obyektif agar tidak ada kesalahan dalam pemberian remunerasi. Kemudian, DJP pun telah menetapkan sistem remunerasi baru yang dapat meningkatkan penghasilan secara signifikan bagi pegawai KPP Pratama Palangkaraya. Sistem remunerasi tersebut saat ini belum dikaitkan melalui pendekatan job grade, namun remunerasi tersebut saat ini belum dikaitkan dengan kinerja individual melalui suatu penilaian. Job grade di KPP Pratama Palangkaraya disusun dengan memperhatikan faktor kemampuan, proses pekerjaan dan dampak pekerjaan tersebut, selanjutnya KPP Pratama Palangkaraya menyusun jabatan-jabatan apa saja yang termasuk job grade tersebut. Evaluasi atas job grade dilakukan secara regular sesuai dengan perubahan faktor-faktor yang mendasarinya. Lebih lanjut, remunerasi di KPP Pratama Palangkaraya mencakup sesuatu yang berupa finansial dan non finansial. Hal tersebut sesuai dengan Peraturan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No.20 tahun 2010 tentang Roadmap Reformasi Birokrasi 2010-2014. Remunerasi finansial di KPP Pratama Palangkaraya yaitu berupa gaji,upah dan TKPKN (Tunjangan kegiatan dan pembinaan khusus negara), sedangkan remunerasi non finansial yaitu dapat berupa fasilitas kesehatan, fasilitas konsultasi dan penghargaan. Dengan demikian, remunerasi di KPP Pratama Palangkaraya yang berlaku hingga saat ini meliputi beberapa komponen yaitu remunerasi finansial dan remunerasi non finansial . Deskripsi Informan Metode pengumpulan data kualitatif dilakukan dengan wawancara dari sejumlah informan/ narasumber untuk mendapatkan data/pendapat/ penilaian tentang variabel Yuniantoro, dan Yunikewati / Jurnal Sains Manajemen (IV/1) 2015 / 31 – 49 | 40 JSM (Jurnal Sains Manajemen) Program Magister Sains Manajemen UNPAR ISSN : 2302-1411 Volume IV, Nomor 1, April 2015 yang ada pada kuisioner serta pendapat lain terkait sistem remunerasi berbasis kinerja di KPP Pratama Palangkaraya dan data yang berasal dari dokumen dokumen lainnya. Informan/narasumber diambil dari beberapa pihak yang mewakili dan dianggap kompeten terkait pelaksanaan sistem remunerasi di KPP Pratama Palangkaraya. Seperti yang dijelaskan oleh Maykut dan Morehouse (1994: 40) bahwa informan dipilih secara selektif dan dipilih berdasarkan kemampuannya menjadi sampel penelitian. Wawancara dilakukan kepada nara sumber/ informan, untuk memenuhi keterwakilan dan kelengkapan informasi mengenai penerapan sistem remunerasi pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Palangkaraya, maka peneliti mengambil perwakilan dari masing-masing pihak yang terlibat. Uji Keabsahan Data Kebenaran yang objektif adalah suatu hal yang harus diungkap dalam penelitian kualitatif. Keabsahan data dalam penelitian kualitatif mutlak harus ada(penting). Dalam penelitian ini , penulis menggunakan keabsahan data dengan menggunakan Triangulation. Trianggulasi adalah pengumpulan data dengan menggunakan dua atau lebih metode dalam mempelajari beberapa aspek perilaku manusia ( Cohen dan Manion,1989 :269). Trianggulasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan beberapa sumber data (sumber data ganda) dan penggunaan beberapa metode pengumpulan data. Dengan data sumber data ganda , peneliti membandingkan dan mengecek data yang diperoleh dari informan satu ke informan yang lainnya. Penggunaan beberapa metode data yang berbeda ditunjukkan agar peneliti mengecek kebenaran data yang diperoleh secara berulang-ulang sehingga data yang dimiliki dapat dipercaya. HASIL ANALISIS Dalam penelitian ini ditemukan beberapa hasil penelitian yang berkaitan dengan kinerja pegawai KPP Pratama Palangkaraya dan sistem remunerasi yang berlaku di KPP Pratama Palangkaraya. Dimana didalam analisis hasil penelitian akan diuraikan komponenkomponen dan faktor pendukung terjadinya remunerasi yaitu Analisis Kinerja Pegawai Direktorat Jenderal pajak Kementerian Keuangan RI dalam rangka mewujudkan misi dan visi, telah menetapkan sasaran strategis yang kemudian ditetapkan sebagai Indikator Kinerja Utama (IKU). Sesuai bidang tugas masing-masing satuan kerja, IKU organisasi diturunkan menjadi IKU setiap satuan kerja . Selanjutnya IKU satuan kerja akan dijabarkan men jadi Rencana Penyelesaian Tugas (RPI) sesuai dengan tugas dan tanggungjawab (UTPPJ) masing-masing pegawai yang berkontribusi terhadap sasaran strategis satuan kerja. Melalui analisis balance scorecard, Indikator Kinerja Individu Pegawai dibedakan menjadi 3 struktur yaitu: IKU Jabatan yang bersifat output, terdiri dari 1 s.d 2 kegiatan yang merupakan hasil/manfaat dalam rangka memenuhi kebutuhan ekspetasi stakeholder utama pegawai yang bersangkutan. IKU Jabatan yang bersifat proses/aktivitas terdiri dari 2 s.d 4 kegiatan yang merupakan proses/aktivitas pegawai dalam rangka mencapai hasil/outcome yang ditentukan. IKU Pengembangan yang bersifat learning/growth, terdiri dari 1 s.d 2 kegiatan yang merupakan hasil dan proses yang dilakukan pegawai untuk meningkatkan kompetensi sehingga dapat melaksankan proses kerja dengan lebih baik dan berkesinambungan. Penilaian kinerja pegawai KPP Pratama Palangkaraya merupakan hasil kumulatif dari pelaksanaan program dan kegiatan kerja selama periode penilaian. Informasi kinerja pegawai ini pasti diketahui dan dapat dinilai oleh Line Manager yang bekerja bersama pegawai dimaksud. Pegawai harus akuntabel dan bertanggungjawab atas jabatannya. Akuntabilitas dalam bentuk individual value added yang spesifik dan jelas atas jabatan tersebut tercermin dalam kinerja pegawai. Yuniantoro, dan Yunikewati / Jurnal Sains Manajemen (IV/1) 2015 / 31 – 49 | 41 JSM (Jurnal Sains Manajemen) Program Magister Sains Manajemen UNPAR ISSN : 2302-1411 Volume IV, Nomor 1, April 2015 Penilaian kinerja pegawai tersebut merupakan proses yang panjang (selama periode penilaian) dan bukan “snapshot” waktu tertentu dari periode penilaian. Alat ukur dan indikator yang digunakan untuk menilai pencapaian kinerja setiap individu pegawai harus memiliki keterkaitan yang jelas (aligned) dengan proses pencapaian sasaran dan kinerja tim, satker dan organisasi. Alat ukur kinerja yang obyektif dan konsisten dan diketahui/disepakati bersama antara penilai dan pegawai yang dinilai di awal periode penilaian. Pada prinsipnya sistem penilaian kinerja individu harus memenuhi prinsip: adil,obyektif dan transparan serta konsisten proses dan mekanisme penilaian yang govern, transparan dan adil dengan difasilitasi oleh pihak yang netral. Pemimpin satuan kerja dan line manager memahami dan melaksanakan tanggung jawabnya untuk menilai (asses), memberi penghargaan (reward) dan membina pegawai (punishment) sehingga tujuan penilaian kinerja dapat tercapai. Pegawai mengetahui dan memahami penilaian kinerja individu (proses/mekanisme yang governence ,transparan dan adil dengan alat ukur yang obyektif dan konsisten). Pemimpin satuan kerja dan line manager harus memiliki kompetensi sebagai assessor dan motivator yang handal, sedangkan pegawai yang dinilai harus memiliki behaviour dan attitude yang tepat untuk berfikir dalam rangka kepentingan kelangsungan organisasi dimasa datang. Dengan demikian hasil penilaian kinerja pegawai tidak akan berpola dan dapat diprediksi setiap tahunnya. Adapun tujuan penilaian kinerja pegawai KPP Pratama Palangkaraya yaitu: Memberikan penghargaan dan pembinaan kepada pegawai sesuai dengan kinerjanya (reward and punishment). Menjamin pegawai agar selalu memiliki motivasi kerja yang tinggi dalam melahirkan kebijakan dan produk organisasi yang lebih berkualitas. Pengelolaan kinerja pegawai terdiri dari ruang lingkup pegawai. Pegawai yang dinilai kinerjanya adalah setiap pegawai di Lingkungan Kementerian Keuangan yang memiliki Kontrak Kinerja, yaitu Pejabat Eselon I, II, III, IV, V, Pelaksana dan Pejabat Fungsional. Termasuk Pegawai adalah Pegawai yang bekerja dalam kelompok (Tim kerja pejabat Fungsional). Komponen Penilaian Kinerja Pegawai Capaian Kinerja Pegawai (CKP), adalah nilai capaian IKU pada Kontrak Kinerja dari tiap-tiap pegawai dicapai tiap pegawai Kementerian Keuangan. Khusus untuk pimpinan unit yang memiliki Peta Strategi, CKP sama dengan NKO unit yang bersangkutan apabila pimpinan unit tersebut bekerja selama kurun waktu 1 (satu) tahun berjalan pada unit yang sama berjalan. Nilai Perilaku (NP), adalah nilai yang didasarkan pada penilaian terhad perilaku sehari-hari terhadap setiap pegawai yang ditunjukkan untuk mendukung kinerjanya pegawai. Penilaian perilaku dilakukan melalui pengisian kuesioner dengan metode 360 derajat. Penilaian perilaku didasarkan pada penerapan core values Kementerian Keuangan yang meliputi 5 (lima) Nilai dengan 22 (dua puluh dua) indikator perilaku. Khusus untuk penilaian perilaku pejabat struktural, selain berdasarkan 5 (lima) Nilai dengan 22 (dua puluh dua) indikator perilaku juga ditambah dengan penilaian 7 (tujuh) kompetensi manajemen dengan 14 (empat belas) indikator perilaku. Nilai Kinerja Pegawai (NKP), NKP merupakan hasil penjumlahan antara CKP dengan NP setelah sebelumnya dilakukan pembobotan terhadap CKP dan NP. Yuniantoro, dan Yunikewati / Jurnal Sains Manajemen (IV/1) 2015 / 31 – 49 | 42 JSM (Jurnal Sains Manajemen) Program Magister Sains Manajemen UNPAR ISSN : 2302-1411 Volume IV, Nomor 1, April 2015 Bobot Komponen Nilai Kinerja Pegawai (NKP) memperhitungkan CKP dan NP setelah dilakukan pembobotan antara keduanya. Bobot NKP diatur sebagai berikut dibawah ini : Tabel 4. Bobot NKP JABATAN CKP NILAI PERILAKU ESELON I 70 30 ESELON II 70 30 ESELON III 70 – 75 25 – 30 ESELON IV 75 – 80 20 – 25 ESELON V 75 – 80 20 – 25 PELAKSANA 75 – 80 20 – 25 FUNGSIONAL 70 - 80 20 – 30 Sumber : PMK No.454/KMK.01/2011 CKP dan NP untuk Pejabat Eselon III, IV, V, Pejabat Fungsional dan Pelaksana, ditetapkan tersendiri untuk masing-masing Unit Eselon I yang bersangkutan dengan keputusan pimpinan mengacu kepada range yang telah ditentukan pada tabel di atas dan ditetapkan paling lambat 3 (tiga) bulan setelah Keputusan Menteri Keuangan ini ditetapkan. Adapun rumus NKP yaitu NKP = (CKP x Bobot) + (NP x Bobot) NILAI TOTAL X<75% 75%<X<90 % 90%<X<120 % KRITERIA Rendah Sedang Tinggi Adapun penilaian kinerja yang telah dilakukan oleh KPP Pratama Palangkaraya berdasarkan tabel diatas diatur di Keputusan Menteri Keuangan R.I No.454/MK.01/2011 tentang Pengelolaan Kinerja di Lingkungan Kementerian Keuangan yang dimulai tahun 2012 s/d 2014 dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel 5. Jumlah pegawai berdasarkan golongan dan nilai kinerja tahun 2012. GOLONGAN Total NKP Nilai Rata-rata G.II 4988 98% G.III 3190 110% G.IV 8288 100% Total 8288 308% Sumber : KPP Pratama Palangkaraya tahun 2014 Tabel diatas dapat dilihat bahwa kinerja pegawai KPP Pratama Palangkaraya tahun 2012, termasuk kriteria tinggi dimana untuk golongan III mendapatkan nilai rata-rata 110% dan golongan II rata-rata 98% dari hasil penilaian kinerja pegawai. Selanjutnya untuk tahun 2013 dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 6. Jumlah pegawai berdasarkan golongan dan nilai kinerja tahun 2013. GOLONGAN Total NKP Nilai Rata-rata G.II 4896 96% G.III 3045 105% G.IV 98 98% Total 8039 299% Tabel diatas dapat dilihat bahwa kinerja pegawai KPP Pratama Palangkaraya tahun 2013, termasuk kriteria tinggi dimana untuk golongan III mendapatkan nilai rata-rata Yuniantoro, dan Yunikewati / Jurnal Sains Manajemen (IV/1) 2015 / 31 – 49 | 43 JSM (Jurnal Sains Manajemen) Program Magister Sains Manajemen UNPAR ISSN : 2302-1411 Volume IV, Nomor 1, April 2015 105% dan untuk golongan II mendapatkan nilai rata-rata 96% dalam hasil penilaian kinerja pegawai. Selanjutnya untuk tahun 2013 dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 7. Jumlah pegawai berdasarkan golongan dan nilai kinerja tahun 2014. GOLONGAN Total NKP Nilai Rata-rata G.II 4845 95% G.III 3016 104% G.IV 97 97% Total 7958 296% Sumber : KPP Pratama Palangkaraya tahun 2014 Tabel diatas dapat dilihat bahwa kinerja pegawai KPP Pratama Palangkaraya tahun 2014, termasuk kriteria tinggi dengan nilai rata-rata 95% untuk golongan II dan untuk golongan III mendapatkan nilai rata-rata 104% dalam hasil penilaian kinerja pegawai. Analisis sistem remunerasi pegawai Sistem remunerasi yang baik akan mampu memotivasi dan meningkatkan dedikasi serta rasa memiliki karyawan terhadap organisasi. Dengan memotivasi dan dedikasi yang baik, maka pegawai akan bersedia untuk melakukan yang terbaik, bahkan diluat tanggung jawab yang ada pada kontrak kerjanya demi kemajuan organisasi (yang bahkan bukan miliknya). Sistem remunerasi yang berbasis kinerja harus mempertimbangkan secara seimbang imbalan yang diberikan kepada pegawai tersebut dengan melihat input dan output serta kompetensi yang dimiliki. Hal ini penting mengingat remunerasi berbasis kinerja berlandaskan pada output dan input. Input dalam hal ini adalah bagaimana seorang pegawai melakukan pekerjaan untuk dapat mencapai kinerjanya. Hal ini berkaitan dengan kompetensi apa yang perlu dikuasai oleh orang tersebut. Untuk itulah, perlu dilakukan imbalan untuk kompetensi apa yang telah dikuasai oleh orang tersebut sesuai dengan yang dipersyaratkan. Begitu juga dengan output adalah apa hasil kerja yang dicapai oleh pegawai tersebut dalam pekerjannya. Analisis Mutasi Jabatan Berdasarkan Kompetensi Sistem remunerasi yang berbasis kinerja harus secara seimbang yaitu dengan mempertimbangkan 3 faktor dalam penetapan imbalan yang diberikan sebagai total pendapatan yang diterima oleh setiap orang yaitu 1) Jabatan atau posisi, adalah nilai dari konstribusi yang diberikan oleh fungsi jabatan atau posisi bagi organisasi yang umunya dapat dilihat dari 3 hal yaitu tuntutan kemampuan, pemecahan masalah dan tanggungjawab. Faktor inilah yang menentukan besarnya gaji dasar yang diterima orang sebagai imbalan terhadap jabatan atau posisi yang didudukinya. 2) Kompetensi Individual Adalah kompetensi yang dimiliki dan dibawa oleh orang untuk melakukan pekerjannya seperti yang dipersyaratkan. Faktor ini biasanya diperhitungkan dalam imbalan sebagai tamabahan pendapatan yang diterima dalam bentuk tunjangan atau insentif. 3)Kinerja Adalah prestasi atau hasil kerja yang ditunjukkan baik secara individu, tim ataupun organisasi yang berhasil mencapai target kinerja yang ditetapkan oleh organisasi. Faktor ini biasanya diperhitungkan dalam imbalan dalam bentuk insentif atau bonus. PEMBAHASAN Yuniantoro, dan Yunikewati / Jurnal Sains Manajemen (IV/1) 2015 / 31 – 49 | 44 JSM (Jurnal Sains Manajemen) Program Magister Sains Manajemen UNPAR ISSN : 2302-1411 Volume IV, Nomor 1, April 2015 Remunerasi bermakna sangat strategis terhadap suksesnya manajemen sumber daya manusia di KPP Pratama Palangkaraya, mengingat dampak yang paling signifikan terhdap kinerja lembaga akan sangat ditentukan oleh perubahan kultur birokrasi dialam melaksanakan tugas pokoknya. Sedangkan keberhasilan kultur tersebut akan sangat ditentukan oleh tingkat kesejahteraan pegawainya. Namun tanpa iming-iming remunerasi , sesungguhnya perubahan sistem remunerasi di KPP Pratama Palangkaraya sudah dilaksanakan sejak tahun 2007 yang lalu yaitu dengan mencanangkan dan melaksanakan beberapa perubahan dibidang instrumental, bidang struktural dan bidang kultural pegawai. Prinsip dasar kebijakan remunerasi adalah adil dan proposional artinya kalau kebijakan masa lalu menerapkan pola sama rata (generalisir) sehingga dikenal adanya PGPS (Pinter Goblok Penghasilan Sama). Maka dengan kebijakan remunerasi yang berbasis kinerja, besar penghasilan (reward) yang diterima oleh seorang pegawai/pejabat akan sangat ditentukan oleh bobot dan harga jabatan yang disandangnya. Remunerasi mencakup semua pengeluaran yang dikeluarkan oleh organisasi untuk pegawai dan diterima atau dinikmati oleh pegawai, baik secara langsung , rutin atau tidak langsung. Tujuan dan sasaran perbaikan sistem remunerasi pegawai KPP Pratama Palangkaraya yaitu menyiapkan dan menerapkan sistem remunerasi yang memenuhi prinsip-prinsip merit, equity, kompetitif guna meningkatkan profesionalisme dan memacu kinerja pegawai. Sasaran dari sistem tersebut yaitu tersusunnya sistem remunerasi yang dapat mendorong peningkatan profesionalisme dan kinerja serta dorongan untuk tidak melakukan korupsi. Tiga konsep dalam sistem remunerasi Pay for position, pay for people dan pay for performance. Pay for position artinya membayar seseorang sesuai dengan posisi dan jabatannya. Biasanya dihitung dengan rumus tertentu, berupa gaji pokok dan tunjangan tertentu untuk posisi dan jabatannya. Lalu, pay for people artinya membayar sesuai dengan keunggulan yang dimiliki karyawan. Karyawan dengan keahlian khusus akan memperoleh tunjangan khusus. Selanjutnya pay for performance yaitu membayar sesuai dengan prestasi atau kinerja karyawan yang biasanya berbentuk prestasi. Oleh sebab itu, dalam pelaksanaannya KPP Pratama Palangkaraya melakukan penilaian terhadap seluruh jabatan yang ada yaitu sekitar 27 Jabatan dengan menggunakan pendekatan Global Grading System (GGS) dengan basis kompetensi yang dilakukan melalui 3 tahap yaitu dengan 1) menetapkan jumlah grade jabatan, 2) menetapkan level jabatan (band) dari setiap jabatan yang akan diukur dan 3) menghitung nilai jabatan (job grading) Bila jabatan yang akan diukur jumlahnya relatif banyak, maka proses penilaian jabatan dilakukan melalui 2 cara, yaitu pertama, melakukan pengukuran menggunakan GGS calculator yang menghasilkan sejumlah jabatan acuan (benchmark job). Kedua, melakukan proses slotting yang dilakukan dengan membandingkan jabatan yang akan diukur terhadap jabatan acuan. Penilaian jabatan ditempuh dengan tahapan berikut: Menetapkan jabatan yang akan diukur berikut cara pengukurannya. Melakukan verifikasi terhadap UTPPJ. Melaksanakan penilaian jabatan. Melakukan validasi terhadap nilai jabatan yang diukur. Menetapkan nilai jabatan. Pada dasarnya proses pengukuran tersebut harus dilakukan secara berlapis oleh beberapa pihak yang dijamin independensinya. Mereka tidak dapat mempengaruhi hasil akhir perhitungan atau dipengaruhi oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Pelaksanaan penilaian jabatan di KPP Pratama Palangkaraya dilakukan oleh Tim Kerja Evaluasi Jabatan yang melibatkan dari seluruh seksi/bidang. Hasil penilaian jabatan selanjutnya akan divalidasi oleh tim validasai dari Kantor Pusat. Tim validasi terdiri dari mulai tingkat pimpinan dari beberapa satuan kerja dengan memperhatikan kemampuan dan pengalaman pegawai tersebut. Hasil validasi tersebut selanjutnya ditetapkan sebagai nilai jabatan oleh Direktur Jenderal Pajak. Dalam hal tertentu, sebelum penetapan oleh Dirjen Yuniantoro, dan Yunikewati / Jurnal Sains Manajemen (IV/1) 2015 / 31 – 49 | 45 JSM (Jurnal Sains Manajemen) Program Magister Sains Manajemen UNPAR ISSN : 2302-1411 Volume IV, Nomor 1, April 2015 Pajak dilakukan pembahasan oleh Bagian Kepegawaian. Seluruh proses yang berlapis dan melibatkan banyak pihak itu bertujuan untuk menjamin bahwa nilai jabatan yang ditetapkan oleh organisasi didasarkan atas penghitungan kompetensi yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Grading jabatan juga digunakan saat melakukan proses mutasi pegawai. Implementasinya dengan grading jabatan pegawai diberikan kesempatan memilih jabatan yang paling sesuai dengan minat dan kompetensinya melalui proses seleksi (assessment) yang adil. Tujuan akhir dari mutasi adalah menempatkan pegawai sesuai dengan kompetensinya (man to job fit). Proses mutasi ini sangat penting dan krusial, mengingat jabatan-jabatan yang sebelumnya berada pada suatu golongan tertentu dapat menghasilkan nilai jabatan yang berbeda setelah dilakukan evaluasi jabatan. Meskipun setelah mutasi, posisi pegawai tidak berbeda dengan posisi sebelumnya, pelaksanaan mutasi mempertimbangkan grading jabatan akan mengurangi keluhan pegawai. Penilaian kinerja pegawai dilakukan berdasarkan perilaku pegawai yang bersangkutan karena merupakan syarat mutlak yang harus dilakukan agar merit pay dapat diterapkan dengan baik, sebab asumsi umum dalam bisnis bahwa merit pay merupakan pembayaran imbalan kepada pegawai yang memiliki kinerja tinggi serta pemberian insentif untuk kelanjutan kinerja yang baik. Untuk mengetahui kinerja pegawai tersebut tinggi atau rendah maka diperlukan penilaian yang baik dari pihak manajemen. Sebab jika sistem penilaian tidak baik maka penerapan merit pay juga tidak akan efektif. Jadi salah satu kunci penerapan konsep merit pay akan tergantung pada seberapa baik sistem penilaian kinerja ( performance appraisal) dalam organisasi tersebut dalam rangka meningkatkan motivasi kerja Dari penilaian pegawai tersebut diharapkan pegawai harus akuntabel dan bertanggungjawab atas jabatannya. Akuntabilitas dalam bentuk individual value added yang spesifik dan jelas atas jabatan tersebut tercermin dalam kinerja pegawai. Alat ukur dan indikator yang digunakan untuk menilai pencapaian kinerja setiap individu harus memiliki keterkaitan yang jelas (aligned) dengan proses pencapaian sasaran dan kinerja tim, satker dan organisasi. Sistem kinerja individu harus memenuhi prinsip adil,objektif dan transparan serta konsisten. Kelemahan-kelemahan pada penerapan sistem remunerasi berbasis kinerja dikarenakan pelaksanaan reformasi birokrasi salah satunya untuk mewujudkan kepemerintahan yang baik, secara ontologisme perubahan paradigma government menuju good governance berwujud pada pergeseran pola pikir dan orientasi yang semula melayani kepentingan kekuasaan menjadi peningkatan kualitas pelayanan publik. (Sedarmayanti 2009: 115). Pelayanan publik merupakan produk birokrasi publik yang diterima oleh warga pengguna maupun masyarakat secara luas. Karena itu, pelayanan publik dapat didefinisikan sebagai serangkaian aktivitas yang dilakukan oleh birokrasi publik untuk memenuhi kebutuhan warga pengguna. (Dwiyanto 2006 : 136). Penerapan remunerasi berbasis kinerja di KPP Pratama Palangkaraya selain bagian dari reformasi birokrasi di Kementerian Keuangan sangat berdampak pada peningkatan pelayanan kepada masyarakat yaitu wajib pajak. Pelayanan wajib pajak yang semakin baik dipengaruhi oleh semakin meningkatkannya penghasilan pegawai termasuk dengan adanya remunerasi. Meskipun tidak nampak, proses penyelenggaraanya bisa diamati dan dirasakan, misalnya suatu layanan dapat dinilai cepat, lambat, menyenangkan, murah atau mahal. Menurut Buckingham dan coffman (2010) bahwa salah satu dari pengukuran kinerja dan prestasi kerja adalah adanya motivasi dan keinginan yang kuat untuk terus maju yang menjadi indikator signifikan tujuan organisasi yang diinginkan seperti kepuasan pelanggan,retensi,profitabilitas dan produktivitas. Dalam implementasinya, Remunerasi yang berlaku di KPP Pratama Palangkaraya memang belum berdasarkan prestasi dan kinerja pegawai sebagaimana seharusnya, Yuniantoro, dan Yunikewati / Jurnal Sains Manajemen (IV/1) 2015 / 31 – 49 | 46 JSM (Jurnal Sains Manajemen) Program Magister Sains Manajemen UNPAR ISSN : 2302-1411 Volume IV, Nomor 1, April 2015 namun masih berdasarkan senioritas. Remunerasi yang diberikan kepada pegawai KPP Pratama Palangkaraya pun didasarkan atas tingkat kehadiran pegawai di kantor. Jika pegawai datang terlambat, maka tunjangannya akan dipotong sebesar 1% atau jika ada pegawai yang tidak masuk sama sekali dan tidak melakukan absen dengan finger print, maka tunjangannya akan dipotong sebesar 3%. Berbeda dengan pemberlakuan Remunerasi untuk jabatan fungsional pemeriksa yang sudah benar-benar diterapkan sesuai dengan evaluasi jabatan yaitu dalam arti memperhatikan peran dan analisa beban kerja pegawai dan tidak berdasarkan golongan, Remunerasi yang diberlakukan pada unit non pemeriksa masih didasarkan atas senioritas. Senioritas yang dimaksud ialah dengan melihat golongan dan pangkat dari pegawai tersebut dan belum benar-benar berdasarkan evaluasi jabatan atau analisa beban kerja. Hal tersebut dapat terjadi karena analisa beban kerja pada unit non pemeriksa hanya melihat dari golongan saja, misalnya pegawai dengan golongan IV a akan mendapatkan tunjangan yang lebih tinggi dibandingkan dengan pegawai golongan IIId dengan dasar pemikiran bahwa pegawai dengan golongan IVa lebih senior dan memiliki beban kerja yang lebih berat dibandingkan dengan pegawai pada golongan IIId. Dari kelemahan-kelemahan yang ada pada penerapan sistem remunerasi berbasis kinerja di KPP Pratama Palangkaraya , bahwa sistem remunerasi yang adil dan transparan perlu dilakukan: Mengkaitkan sistem penggajian dengan sistem penilaian kinerja dengan tujuan untuk memacu prestasi dan motivasi kerja. Merumuskan struktur gaji berdasarkan klasifikasi jabatan dan bobot jabatan (harga jabatan). Merumuskan jenis tunjangan yang dianggap layak untuk diberikan kepada pegawai. Menata sumber-sumber pembiayaan gaji agar tercipta transparansi dalam sistem penggajian dan mendorong pengintegrasian dengan tersedia dana yang cukup bagi pembayaran gaji pegawai secara layak. Dengan penerapan struktur gaji pegawai maka tidak ada lagi honor-honor dan penghasilan lain diluar gaji dan tunjangan resmi. Mengupayakan agar penghasilan pegawai disesuaikan dengan tingkat inflasi antara lain dengan membuat indeks untuk dijadikan dasar bagi penyesuaian gaji dan tunjangan. KESIMPULAN Sistem remunerasi di KPP Pratama Palangkaraya berkaitan erat dengan peningkatan kinerja pegawai. Dalam mengimplementasikan keberhasilan sistem remunerasi supaya dapat terlaksana secara efektif dan efisien telah dilakukan perubahan paradigma pengelolaan SDM dari Seniority and Hierarchy Culture menuju Performance Based Culture, agar tercipta iklim kerja yang memacu pegawai berinovasi. Perubahan sistem grading dan personal grading berdasarkan posisi/jabatan yang berimplikasi kepada remunerasi dan sistem career planning, pegawai yang berkinerja rendah dan tidak mempunyai kesempatan berkarir lagi di KPP Pratama Palangkaraya , mempunyai pilihan keluar (exit) serta promosi bukan menjadi tujuan untuk menaikan gaji. Sistem remunerasi berbasis kinerja .. berpengaruh pada perilaku kerja para pegawai. Hal ini dikarenakan dengan adanya penilaian kinerja pegawai yang terdiri dari berbagai indikator-indikator baik perilaku pegawai maupun capaian kerja pegawai itu sendiri. Sehingga setiap pegawai mempunyai kontrak kinerja masing-masing yang harus dicapainya. Sistem penilaian kinerja pegawai yang diterapkan sejak tahun 2007 disatu sisi dirasakan sudah cukup adil , namun disisi lainnya perlu dilakukan evaluasi walaupun penerapan sistem penilaian pegawai sudah diusahakan obyektif dan transparan, namun pada kenyataannya belum sepenuhnya dapat dilaksanakan. Kelemahan sistem remunerasi berbasis kinerja yaitu dengan adanya penilaian kinerja yang Yuniantoro, dan Yunikewati / Jurnal Sains Manajemen (IV/1) 2015 / 31 – 49 | 47 JSM (Jurnal Sains Manajemen) Program Magister Sains Manajemen UNPAR ISSN : 2302-1411 Volume IV, Nomor 1, April 2015 menganggap sistem dalam organisasi tersebut konsisten dan dapat diprediksi. Kedua, penilain kinerja menuntut persyaratan proses penilaian yang obyektif,konsisten dapat dipercaya serta adil tetapi disisi lain penilaian kinerja akan dapat dilihat oleh pegawai sebagai hal yang mendadak dan didasarkan favoritisme. Ketiga yaitu sistem mutasi atau rotasi pegawai dimana seseorang dimungkinkan akan mengalami penurunan atau kenaikan remunerasi bukan karena kinerjanya melainkan seksi/bagian tempat tugasnya. Hal ini bertentangan dengan remunerasi berbasis kinerja yang berkeadilan dan obyektif. Selain itu sistem promosi pegawai dengan konsep pay for position,pay for person dan pay for performance belum dapat sepenuhnya diterapkan ketika pegawai berlomba untuk promosi. Temuan Tim Internal Ditjen Pajak memperlihatkan masih adanya pegawai di sektor kebijakan yang dipromosikan ke sektor operasional/administrasi yang mempunyai grading rendah dari posisi awal sehingga berpengaruh kepada penurunan saat yang bersangkutan dipromosikan. Saran Penurunan atau kenaikan remunerasi seseorang pegawai seharusnya berdasarkan penurunan/kenaikan kinerja bukan karena sistem gradingnya. Dalam menerapkan sistem remunerasi berbasis kinerja suatu organisasi yang dinamis seperti KPP Pratama Palangkaraya perlu mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: Azas keadilan internal dan obyektif dalam pengelolaan sumber daya manusia dimana konsep pay for position (membayar orang sesuai dengan posisi dan jabatannya), pay for people ( membayar orang sesuai dengan keunggulan yang dimiliki) serta pay for performance (membayar sesuai dengan kinerjanya) harus dapat diterapkan dengan sangat hati-hati khususnya bagi pegawai yang promosi, mutasi/rotasi. Aturan dan ketentuan promosi,mutasi dan rotasi pegawai perlu dievaluasi kembali agar sesuai dengan prinsip yang diterapkan dalam sistem remunerasi di KPP Pratama Palangkaraya. Didalam sistem remunerasi perlu adanya perhitungan komponen penghasilan variabel tidak tetap (berubah) . Variabel tetap dapat diterapkan kedalam perhitungan komponen gaji pokok untuk setiap golongan (band), sedangkan untuk variabel tidak tetap dapat diterapkan kedalam perhitungan tunjangan jabatan/posisi, merit increase dan tunjangan lainnya berdasarkan keunggulan kompetensi yang dmiliki pegawai. Dengan demikian apabila terjadi mutasi dan rotasi ke seksi/bagian manapun, variabel yang berubah hanya variabel tidak tetap sedangkan gaji pokok tidak berubah. Kementerian Keuangan RI khususnya Ditjen Pajak harus siap dengan sumber keuangannya apabila pegawainya memiliki kinerja yang baik atau tinggi maka pegawai tersebut berhak mendapatkan remunerasi yang sesuai. Implikasi Penelitian Pentingnya sistem remunerasi dalam suatu organisasi perlu diperhatikan guna meningkatkan kinerja pegawainya. Faktor penting yang menentukan kinerja dan kemampuan organisasi beradaptasi dengan perubahan lingkungan menurut Bass et al.(2003), Locander et al..(2002), serta Yammarino et al.(1993) adalah sistem penggajian dan tunjangan (incentive) . Dalam kaitan dengan peningkatan kinerja pegawai perlu diperhatikan mengingat penggajian merupakan faktor terpenting dalam menentukan kinerja karyawan. Adapun faktor paling kritikal yang dipandang mempengaruhi kinerja karyawan adalah sistem penilaian kinerja pegawai . Penilaian kinerja didalam organisasi dikenal sebagai fondasi sistem dan aktivitas manajemen dalam setiap organisasi (Harber etal 1997). Hubungan antara Peningkatan / penurunan remunerasi dan penilaian kinerja pegawai yang baik akan menimbulkan lingkungan kerja yang kondusif sehingga kinerja pegawai akan semakin tinggi seiring dengan semakin meningkatnya sistem remunerasi yang diterapkan semakin baik. Yuniantoro, dan Yunikewati / Jurnal Sains Manajemen (IV/1) 2015 / 31 – 49 | 48 JSM (Jurnal Sains Manajemen) Program Magister Sains Manajemen UNPAR ISSN : 2302-1411 Volume IV, Nomor 1, April 2015 Implikasi kebijakan manajemen, berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan baik melalui kajian telaah pustaka maupun analisis data, dengan melihat pengaruh sistem remunerasi pada peningkatan kinerja pegawai di KPP Pratama Palangkaraya diperoleh bukti bahwa Peningkatan remunerasi belum berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai pada KPP Pratama Palangkaraya, maka usaha yang dapat dilakukan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan RI penyususnan misi dan visi, Penyempurnaan struktur organisasi, Penataan/reposisi pegawai, Penyempurnaan sistem penilaian kinerja pegawai dan Penerapan sistem perencanaan dan penganggaran yang berbasis kinerja. Yuniantoro, dan Yunikewati / Jurnal Sains Manajemen (IV/1) 2015 / 31 – 49 | 49