BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumput Laut

advertisement
14 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Rumput Laut
Rumput laut atau seaweeds sangat populer dalam dunia perdagangan,
dalam ilmu pengetahuan dikenal sebagai algae. Algae atau ganggang terdiri
dari empat kelas, yaitu
Rhodophyceae (ganggang merah), Phaeophyceae
(ganggang coklat), Cholorophyceae (ganggang
hijau), dan Cyanophyceae
(ganggang hijau- biru). Bila dilihat dari ukurannya, ganggang terdiri dari
mikroskopik dan makroskopik. Ganggang makroskopik inilah yang kita kenal
sebagai rumput laut (DKP, 2011b).
Rumput laut dikenal pertama kali di China kira-kira 2700 SM. Pada
masa tersebut, rumput laut digunakan untuk obat-obatan dan sayuran. Tahun
65 SM bangsa Romawi menggunakan rumput laut sebagai bahan baku
kosmetik, namun dari waktu ke waktu pengetahuan tentang rumput laut
semakin berkembang. Spanyol, Perancis, dan Inggris menjadikan rumput
laut sebagai bahan baku pembuatan gelas (DKP, 2011c).
Pertumbuhan dan penyebaran rumput laut sangat tergantung dari faktorfaktor
oseanografi (fisika, kimia, dan dinamika air laut) serta jenis
substratnya. Rumput laut banyak dijumpai pada daerah perairan yang dangkal
(intertidal dan sublitorral) dengan kondisi perairan berpasir, sedikit lumpur,
atau campuran keduanya.
Kandungan rumput laut umumnya adalah mineral esensial (besi, iodin,
alluminium, mangan, calsium, nitrogen terlarut, fosfor, sulfur, chlor
silicon, rubidium, strontium, barium, titanium, cobalt, boron, copper, kalium,
15 dan unsur- unsur lainnya yang dapat dilacak), protein, tepung, gula, vitamin
A, D, dan C. Presentase keberadaan bahan-bahan ini bervariasi, tergantung dari
jenisnya. Umumnya rumput laut banyak digunakan sebagai bahan makanan
bagi
manusia,
sebagai
bahan
obat-obatan (anticoagulant,
antibiotics,
antimehmetes, antihypertensive agent, pengurang kolesterol, dilatory agent,
dan insektisida). Rumput laut juga banyak digunakan sebagai bahan pakan
organisme di laut, sebagai pupuk tanaman dan penyubur tanah, sebagai
pengemas transportasi yang sangat baik untuk lobster dan clam hidup
(khususnya dari jenis Ascophyllum dan focus), sebagai stabilizer larutan, dan
juga kegunaan lainnya. Perkembangan produk turunan dewasa ini juga sudah
banyak diolah menjadi kertas, cat, bahan kosmetik, bahan laboratorium,
pasta gigi, es krim, dan lain-lain. Tumbuhan ini bernilai ekonomis tinggi
karena
penggunaannya
yang sangat luas dalam industri kembang gula,
kosmetik, es krim, media cita rasa, roti, susu, sutera, pengalengan ikan/daging,
obat-obatan dan batang besi untuk solder atau las. Jenis rumput laut yang
memiliki nilai ekonomis tinggi dapat dilihat pada tabel dibawah ini (DKP,
2011c).
Tabel 2.1 Jenis Rumput Laut yang Memiliki Nilai Ekonomis Tinggi
Produk
Jenis
Rumput
Agar-agar
Acantthopeltia
Karaginan
Chondrus
Alginat
Ascophyllum
Gracilaria
Euchema
Durvillea
Gelidella
Gigartina
Ecklonia
Gelidium
Hypnea
Turbinaria
Iriclaea
Pterrocclaidia
Sumber : Eka (2006)
Phyllophora
Furcelaran
Furcellaria
16 Agar-agar digunakan sebagai bahan pemantap, bahan penolong atau
pembuat
emulsi, bahan pengental, bahan pengisi, dan bahan pembuat
gel. Karaginan merupakan senyawa polisakarida yang memiliki kegunaan
hampir sama
dengan
agar-agar,
antara
lain
sebagai
keseimbangan,
bahan pengental, pembentuk gel dan pembuat
pengatur
emulsi.
Sedangkan algin, merupakan polimer murni dari asam uronat yang tersusun
dalam bentuk rantai linier panjang. Kegunaannya
adalah
sebagai
bahan
pengental, pengatur keseimbangan, peng- emulsi dan pembentuk lapisan tahan
terhadap minyak. Perdagangan
sebagai
internasional
menggunakan
kode
dagang
tanda pengenal (id) untuk mewakili komoditas dagang tertentu,
dinamakan kode HS (Harmonized system). Berdasarkan kode HS, komoditas
rumput laut termasuk dalam kategori HS.12.12.20, seaweeds and other alga,
fresh and dried whether or not ground (ganggang laut dan ganggang lainnya)
(DKP, 2011a).
2.2
Tinjauan Teoritis
2.2.1 Perdagangan Internasional
Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh
penduduk suatu
negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan
bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa antar perorangan (individu
dengan individu), antara individu dengan pemerintah suatu negara atau
pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. Perdagangan
internasioanl yang didalamnya terdapat kegiata ekspor dan impor suatu negara
merupakan salah satu komponen pembentukan PDB (Produk Domestik Bruto)
17 dari sisi pengeluaran suatu negara. Konsep perdagangan internasional telah
berumur ribuan tahun lebih, meskipun dampaknya terhadap kepentingan
ekonomi, sosial, dan politik baru terasa belakangan. Ilmu perdagangan
internasional merupakan bagian dari ilmu ekonomi yang menganalisis arus
barang, jasa, pembayaran – pembayaran suatu negara, kebijakan yang mengatur
arus tersebut serta pengaruhnya pada kesejahteraan negara. Dalam perdagangan
internasional setiap negara yang melakukan perdagangan bertujuan mencari
keuntungan dari perdagangan tersebut, namun perdagangan internasional juga
terjadi karena:
1. Negara- negara berdagang karena mereka berbeda satu sama lain
2. Negara – negara melakukan perdagangan dengan tujuan untuk mencapai skala
ekonomi( economics of scale)
Dewasa ini, pembahasan mengenai perdagangan internasional dirasa
semakin penting karena dunia memasuki era globalisasi dunia yang memiliki
pengaruh sebagai berikut:
1. Keterbukaan ekonomi terutama dengan adanya liberalisasi pasar dan arus uang
serta transfer teknologi secara internasional
2. Keterkaitan dan ketergantungan ekonomi, keuangan, perdagangan dan industri
antar negara atau perusahaan yang ditunjukkan oleh adanya oembentukkan
perusahaan multinasional dan kecenderungan integrasi ekonomi regional
3. Persaingan yang semakin ketat antar negara ataupun perusahaan untuk
meningkatkan produktivitas, efisiensi dan efektivitas yang optimal
Dalam kegiatan ekspor suatu komoditi volume ekspor suatu komoditi
tertentu dari suatu negara ke negara lain merupakan selisih antara penawaran
18 domestik dan permintaan domestik yang disebut sebagai kelebihan penawaran
(excess supply). Di lain pihak kelebihan penawaran dari negara tersebut
merupakan permintaan impor bagi negara lain atau merupakan kelebihan
permintaan (excess demand). Selain dipengaruhi oleh permintaan dan penawaran
domestik, ekspor juga dipengaruhi oleh faktor-faktor pasar dunia seperti harga
komoditas itu sendiri dan komoditas substitusinya dipasar internasional serta halhal yang dapat memengaruhi harga baik langsung maupun tidak langsung.
Perdagangan internasional timbul utamanya karena perbedaan-perbedaan
yang berasal dari perbedaan dalam biaya produksi yang diakibatkan oleh antara
lain, perbedaan dalam karunia Tuhan atas faktor produksi, perbedaan dalam
efisiensi pemanfaatan faktor-faktor tersebut dan kurs valuta asing. Mekanisme
perdagangan internasional antara dua negara atau lebih dapat terjadi dengan
gambaran sebagai berikut : suatu negara (misalnya negara A) akan mengekspor
suatu komoditi (misalnya kain) ke negara lain (negara B) apabila harga domestik
di negara B adalah PB dan harga domestik di negara A adalah PA. Struktur harga
yang terjadi di negara A lebih rendah karena produksi domestiknya lebih besar
dari pada konsumsi domestiknya sehingga dinegara A terjadi excess supply
(memiliki kelebihan produksi) dengan demikian negara A mempunyai
kesempatan untuk menjual kelebihan produksinya ke negara lain. Dilain pihak, di
negara B terjadi kekurangan supply karena konsumsi domestiknya lebih besar
dari pada produksi domestiknya (excess demand) sehingga harga yang terjadi
dinegara B lebih tinggi. Dalam hal ini negara B berkeinginan untuk membeli
produk kain dari negara lain yang harganya relatif lebih murah. Jika kemudian
19 terjadi komunikasi antara negara A dan negara B, maka akan terjadi perdagangan
antara keduanya dengan harga yang diterima oleh kedua negara adalah sama
2.2.2
Ekspor
Menurut Undang-undang Perdagangan Tahun 1996 tentang Ketentuan
Umum di Bidang Ekspor, ekspor adalah kegiatan mengeluarkan dari Daerah
Pabean (wilayah yuridiksi Indonesia). Definisi lain menyebutkan bahwa ekspor
merupakan upaya mengeluarkan barang-barang dari peredaran dalam masyarakat
dan mengirimkan ke luar negeri sesuai ketentuan pemerintah dan mengharapkan
pembayaran dalam valuta asing.
Perkembangan ekspor dari suatu negara tidak hanya ditentukan oleh
faktor-faktor keunggulan komparatif, tetapi juga oleh faktor-faktor keunggulan
kompetitif. Inti dari paradigma keunggulan kompetitif adalah keunggulan suatu
negara di dalam persaingan global selain ditentukan oleh keunggulan komparatif
(teori-teori klasik dan H-O) yang dimilikinya dan juga karena adanya proteksi
atau bantuan fasilitas dari pemerintah, juga sangat ditentukan oleh keunggulan
kompetitifnya. Keunggulan kompetitif tidak hanya dimiliki oleh suatu negara,
tetapi juga dimiliki oleh perusahaan-perusahaan di negara tersebut secara
individu atau kelompok. Perbedaan lainnya dengan keunggulan komparatif
adalah bahwa keunggulan kompetitif sifatnya lebih dinamis dengan perubahanperubahan, misalnya teknologi dan sumber daya manusia.
Dalam perkembangannya terdapat beberapa tokoh yang membahas tentang
ekspor (perdagangan internasional) ( Oktaviani dan Tanti, 2009), yaitu:
1. Adam Smith (1729 – 1790)
20 Buah pemikiran dari Adam Smith adalah teori “keunggulan absolut
(absolute advantage)”. Teori ini sering disebut sebagai teori murni
perdagangan internasional. Dasar pemikiran dari teori ini adalah bahwa
suatu negara akan melakukan spesialisasi dan ekspor terhadap suatu jenis
barang tertentu, dimana negara tersebut memiliki keunggulan absolut dan
tidak memproduksi atau melakukan impor terhadap jenis barang lain yang
tidak memiliki keunggulan absolut. Dengan kata lain, suatu negara akan
mengekspor suatu jenis barang jika negara tersebut dapat membuatnya
lebih efisien atau lebih murah daripada negara lain. Jadi, teori ini
menekankan pada efisiensi dalam penggunaan input, misalnya tenaga
kerja, didalam proses produksi yang sangat menetukan keunggulan atau
tingkat daya saing.
2. David Ricardo
David Ricardo dikenal melalui teorinya “keunggulan komparatif
(comparative adavantage)”. Menurut Ricardo, perdagangan internasional
dapat saja terjadi, meskipun suatu negara tidak memiliki keunggulan
absolut terhadap kedua barang yang diciptakan. Misalnya, Indonesia
unggul secara absolut atas Vietnam dalam memproduksi beras dan buahbuahan. Walaupun begitu, Vietnam bisa saja memiliki keunggulan
komparatif paling besar dibandingkan Indonesia dalam memproduksi
salah satu dari kedua komoditi tersebut. Dengan kata lain, Vietnam akan
berspesialisasi pada dan mengekspor suatu komoditi tertentu, dimana
Vietnam
memiliki
keunggulan
komparatif.
Menurut
Ricardo,
perdagangan antara dua negara tersebut akan timbul bila masing-masing
21 negara memilki biaya relatif yang terkecil untuk jenis barang yang
berbeda. Oleh karena itu, teori Ricardo sering disebut teori biaya relatif.
Titik pangkal dari teori ini adalah nilai atau harga suatu suatu barang
ditentukan oleh jumlah waktu atau jam kerja yang diperlukan tiap pekerja
dan jumlah tenaga kerja yang digunakan untuk memproduksi suatu
barang. Jadi, dalam model Richardo, penilaian terhadap keunggulan suatu
negara atas negara lain dalam membuat suatu jenis barang didasarkan
pada tingkat efisiensi atau produktivitas tenaga kerja. Teori ini merupakan
yang sering digunakan didalam banyak penelitian empiris mengenai
kinerja ekspor.
3. Eli Heckscher dan Bertil Ohlin
Teori Heckscher dan Ohlin (H-O) termasuk dalam kelompok teori
modern. Teori H-O disebut juga sebagai factor proportion theory atau
teori ketersediaan faktor. Dasar pemikiran teori ini adalah bahwa
perdagangan internasional, misalnya antara Indonesia dan Jepang, terjadi
karena biaya alternatif (opportunity cost) berbeda antara kedua negara
tersebut. Perbedaan tersebut disebabkan oleh adanya perbedaan dalam
jumlah faktor produksi (tenaga kerja, modal, dan tanah) yang dimiliki
oleh kedua negara tersebut. Indonesia memliki tanah yang lebih luas dan
tenaga kerja yang jauh lebih banyak, namun memiliki modal yang lebih
kecil daripada Jepang. Maka sesuai hukum pasar (permintaan dan
penawaran), harga faktor-faktor produksi tersebut juga berbeda antara
Indonesia dan Jepang. Upah tenaga kerja dan harga tanah di Indonesia
lebih murah, sebaliknya harga modal di Indonesia lebih mahal
22 dibandingkan di Jepang. Namun, bukan berarti Indonesia lebih unggul
daripada Jepang. Hal ini tergantung pada tingkat intensitas pemakaian
tenaga kerja, tanah, dan modal dalam memproduksi barang tersebut.
Intensitas pemakaian faktor produksi dapat diukur dengan rasio antara
nilai faktor produksi dengan nilai output. Jelas bahwa pertanian adalah
jenis sektor yang proses produksinya lebih padat tenaga kerja dan tanah
daripada sektor industri manufaktur. Oleh sebab itu, paling tidak secara
teori, Indonesia memiliki keunggulan atas Jepang dalam menghasilkan
komoditi pertanian. Jadi menurut teori H-O, struktur perdagangan luar
negeri dari suatu negara tergantung pada ketersediaan dan intensitas
pemakaian faktor-faktor produksi dan yang terakhir ini ditentukan oleh
teknologi. Suatu negara akan berspesialisasi dalam produksi dan
mengekspor barang-barang yang input (faktor produksi) utamanya lebih
banyak di negara tersebut dan sebaliknya.
Potensi ekspor nasional pada dasarnya searah dengan kemampuan
eksportir untuk menyusun export marketing mix yang kompetitif dan mampu
menyesuaikan diri dengan waktu, situasi dan kondisi yang dihadapi, termasuk
dalam menghadapi tindakan dari pesaing.
Potensi ekspor nasional tergantung pada faktor intern dan ekstern. Hal ini
dapat dijelaskan sebagai perikut:
1. Faktor intern, meliputi kemampuan untuk memproduksi barang dalam hal
jumlah dan variasi atau standar kualitas yang berbeda-beda yang melebihi
kebutuhan nasional.
23 2. Faktor ekstern, meliputi permintaan dan daya beli di pasar atau negara
tujuan.
Hal ini tergantung pada kebijaksanaan politik maupun ekonomi (izin impor,
peraturan lalu lintas devisa dan lain-lain) dari pemerintah di negara tujuan serta
perundangan di negara eksportir. Teori permintaan ekspor bertujuan untuk
menentukan faktor yang memengaruhi permintaan. Permintaan ekspor suatu
negara adalah selisih antara produksi/penawaran domestik dikurangi dengan
konsumsi/permintaan domestik negara yang bersangkutan ditambah dengan stok
tahun sebelumnya.
Secara sistematis dapat ditulis sebagai berikut :
Xt = Qt – Ct + St – 1 ………………………………………………… …….(2.1)
Dimana, Xt: jumlah ekspor komoditi pada tahun t, Qt: jumlah produksi domestik
pada tahun t, Ct: jumlah konsumsi domestik pada tahun t, dan St – 1: Stok tahun
sebelumnya (t-1). Jika jumlah stok tahun sebelumnya diasumsikan nol, karena
produksi pada tiap tahun semuanya diekspor maka dengan demikian fungsi
ekspor dapat dirumuskan sebagai berikut:
Xt = Qt – Ct …………………………………………………………………..(2.2)
Untuk komoditi ekspor, permintaan komoditi yang bersangkutan akan
dialokasikan untuk memenuhi permintaan masyarakat dalam negeri (konsumsi
domestik) atau luar negeri (ekspor). Sedangkan yang tersisa akan menjadi
persediaan yang akan dijual pada tahun berikutnya. Ekspor suatu negara akan
dipengaruhi oleh faktor-faktor yang memengaruhi permintaan negara tujuan
ekspor terhadap komoditi yang dihasilkan, yaitu harga domestik negara tujuan
24 ekspor, harga impor negara tujuan ekspor, pendapatan negara perkapita penduduk
negara tujuan ekspor, dan selera penduduk negara tujuan ekspor.
Secara umum, ada beberapa manfaat atau peranan yang dapat diperoleh
dari kegiatan ekspor, antara lain: Meningkatkan laba perusahaan melalui
perluasan serta untuk memperoleh nilai jual yang lebih baik (optimalisasi laba),
membuka pasar baru di luar negeri sebagai perluasan pasar domestik (membuka
pasar ekspor), memanfaatkan kelebihan kapasitas terpasang (idle capacity),
membiasakan diri bersaing di pasar internasional sehingga terlatih dalam
persaingan yang ketat dan terhindar dari sebutan “jago kandang”.
2.2.3 Teori Permintaan
Permintaan pasar suatu produk adalah volume total yang akan dibeli oleh
kelompok pelanggan tertentu di wilayah geografis tertentu pada periode waktu
tertentu di lingkungan pemasaran tertentu dengan program pemasaran tertentu
(Yustika, 2005). Ada tiga hal penting yang perlu diperhatikan dalam konsep
permintaan yaitu : (1) jumlah yang diminta merupakan kuantitas yang diinginkan
(desire), ini menunjukkan berapa banyak yang ingin dibeli atas dasar harga
komoditi tersebut, harga produk lain, penghasilan, selera dan sebagainya, (2) apa
yang diinginkan tidak merupakan harapan kosong, tetapi merupakan permintaan
efektif, dan (3) kuatitas yang diminta merupakan arus pembelian yang kontinyu,
Faktor - faktor lain yang memengaruhi permintaan yaitu :
1. Pendapatan. Kenaikan pendapatan akan menyebabkan kenaikan
permintaan sehingga akan menyebabkan kurva permintaan naik ke kanan
atas.
25 2. Selera dan preferensi. Selera adalah detereminan non harga, oleh karena
itu biasanya diasumsikan bahwa selera konstan dan mencari sifat-sifat
lain yang memengaruhi perilaku.
3. Harga barang-barang yang berkaitan: substitusi dan komplemen.
Jika harga barang substitusi naik maka permintaan komoditi akan
meningkat, jika harga komoditi komplementer naik maka permintaan
komoditi akan turun.
4. Perubahan dugaan tentang harga relatif dimasa depan. Jika semua
harga naik 10 persen per tahun, dan bahwa situasi ini diduga akan terus
berlangsung, laju inflasi yang telah diantisipasi sepenuhnya tidak
mempunyai pengaruh terhadap posisi posisi kurva permintaan akan suatu
komoditas.
5. Penduduk. Kenaikan jumlah penduduk dalam suatu perekonomian
(dengan pendapatan konstan) akan meningkatkan permintaan.
2.2.4. Harga Ekspor Komoditi
Harga ekspor relatif komoditi yang rendah atau lebih murah merupakan
harga yang diinginkan oleh setiap negara. Dengan harga yang murah, mampu
meningkatkan permintaan komoditi/produk yang diekspor ke negara tujuan. Pada
hakikatnya makin rendah harga suatu barang maka makin banyak permintaan
terhadap barang tersebut. Sebaliknya, makin tinggi harga suatu barang maka
makin sedikit permintaan terhadap barang tersebut. Dari Hipotesa di atas dapat
disimpulkan, bahwa:
1. Apabila harga suatu barang naik, maka pembeli akan mencari barang lain
yang dapat digunakan sebagai pengganti barang tersebut, dan sebaliknya
26 apabila harga barang tersebut turun, konsumen akan menambah
pembelian terhadap barang tersebut.
2. Kenaikan harga menyebabkan pendapatan riil konsumsn berkurang,
sehingga memaksa konsumen mengurangi pembelian, terutama barang
yang akan naik harganya.
2.2.5. Teori Nilai Tukar
Dalam perdagangan internasional pertukaran antara satu mata uang
dengan mata uang lain menjadi hal yang terpenting untuk mempermudah proses
transaksi jual-beli barang dan jasa. Dari pertukaran ini, terdapat perbandingan
nilai atau harga antara kedua mata uang tersebut, dan inilah yang dinamakan
kurs. Abimanyu (2004) mendefenisikan kurs sebagai harga relatif mata uang
suatu negara terhadap mata uang negara lain. Kurs adalah harga mata uang
domestik terhadap mata uang asing dihitung berdasarkan rata-rata tertimbang
nilai tukar riil dari negara mitra dagang Indonesia. Nilai tukar rupiah digunakan
sebagai proyeksi dari nilai tukar negara mitra dagang Indonesia. Kurs merupakan
salah satu harga yang terpenting dalam perekonomian terbuka mengingat
pengaruhnya yang sedemikian besar bagi transaksi berjalan maupun terhadap
variabel-variabel ekonomi lainnya. Kurs juga memerankan peranan sentral dalam
perdagangan internasional. Dalam mekanisme pasar, kurs dari suatu mata uang
akan mengalami fluktuasi yang berdampak langsung pada harga barang-barang
ekspor dan impor. Perubahan yang dimaksud adalah:
1. Apresiasi, yaitu peristiwa menguatnya nilai tukar mata uang secara
otomatis akibat bekerjanya kekuatan-kekuatan penawaran dan permintaan
atas mata uang yang bersangkutan dalam sistem pasar bebas. Sebagai
27 akibat dari perubahan kurs ini adalah harga produk negara itu bagi pihak
luar negeri makin mahal, sedangkan harga impor bagi penduduk domestik
menjadi lebih murah.
2. Depresiasi, yaitu peristiwa penurunan nilai tukar mata uang secara
otomatis akibat bekerjanya kekuatan penawaran dan permintaan atas mata
uang yang bersangkutan dalam sistem pasar bebas. Sebagai akibat dari
perubahan kurs ini adalah produk negara itu bagi pihak luar negeri menjadi
murah, sedangkan harga impor bagi penduduk domestik menjadi mahal.
2.2.6. GDP Per Kapita
GDP per kapita merupakan ukuran berapa banyak perolehan
pendapatan setiap individu dalam perekonomian. Untuk mengetahui kemampuan
daya beli negara tujuan ekspor terhadap produk yang diekspor digunakan variabel
GDP per kapita riil sebab pada GDP per kapita riil memperhatikan adanya
pengaruh dari harga, sedangkan GDP per kapita nominal merupakan nilai GDP
yang tidak memperhatikan adanya pengaruh dari harga. Dengan demikian,
tingkat konsumsi atau kemampuan daya beli suatu negara atas suatu komoditi
dapat diukur dari pendapatan per kapita riil suatu negara. Jika pendapatan per
kapita suatu negara dinilai cukup tinggi, maka dapat dikatakan suatu negara
tersebut merupakan pasar potensial bagi pemasaran suatu komoditi ataupun
produk tertentu. Ada dua macam pendekatan yang digunakan dalam perhitungan
GDP yaitu pendekatan pengeluaran yaitu dengan menjumlahkan
seluruh
pengeluaran aggregat pada seluruh barang dan jasa akhir yang diproduksi selama
satu tahun dan yang berikutnya adalah dengan pendekatan pendapatan yaitu
dengan cara menjumlahkan seluruh pendapatan aggregat yang diterima selama
28 satu tahun oleh mereka yang memproduksi output tersebut. Pendekatan
penghitungan GDP yang umum digunakan dalam beberapa negara didunia adalah
dengan pendekatan pengeluaran agregat. Pengeluaran agregat terdiri dari empat
komponen yaitu konsumsi (C), investasi (I), pembelian/pengeluaran pemerintah
(G) dan ekspor bersih (X-M).
2.2.7. Populasi
Pertambahan populasi atau penduduk dapat memengaruhi ekspor melalui
dua sisi, yaitu sisi penawaran dan sisi permintaan. Pada sisi penawaran,
pertambahan penduduk dapat menyebabkan terjadinya penambahan tenaga kerja
untuk melakukan proses produksi suatu komoditi/produk yang akan diekspor.
Sedangkan pada sisi permintaan, pertambahan penduduk akan menyebabkan
bertambah besarnya permintaan akan komoditi/produk yang diekspor.
2.3 Tinjauan Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai rumput laut dan daya saingnya hingga saat ini
masih belum banyak dilakukan. Setelah melakukan studi literatur, terdapat
beberapa hasil penelitian yang cukup relevan dengan penelitian daya saing
ekspor rumpur laut yang dilakukan peneliti, baik dengan komoditas yang
berbeda. Wirawan (2007) meneliti tentang aspek-aspek permintaan rumput
laut Indonesia di pasar Jepang. Penelitian ini bersifat kuantitatif yang
dilakukan dengan data empirik, dengan metode analisis regresi.
Jenis data
yang digunakan adalah data sekunder kuantitatif, yang terdiri dari harga ratarata produk rumput laut Indonesia di Jepang, nilai tukar Yen terhadap Rupiah,
Ekspor rumput laut dari negara pesaing, dan pendapatan nasional Jepang.
Hasil yang diperoleh dari penelitian tersebut adalah bahwa perubahan
29 permintaan rumput laut Indonesia oleh Jepang tidak dipengaruhi oleh nilai
tukar. Hal ini terjadi karena pemenuhan kebutuhan rumput laut di Jepang
sudah terpenuhi untuk spesialialisasi tertentu, jadi penggunaan rumput laut di
Jepang yang diimpor dari negara-negara lain memiliki penggunaan kekhasan
tersendiri. Oleh karena itu, impor rumput laut di Jepang tidak saling substitusi.
Faktor lain juga yang memengaruhi adalah GDP Jepang, dimana terdapat
hubungan positif antara GDP dengan jumlah permintaan rumput laut Indonesia.
Risman (2007) mengangkat judul penelitian “Analisis Faktor-Faktor
yang Memengaruhi Ekspor Rumput Laut Indonesia”. Penelitian dilakukan
untuk mengetahui faktor apa yang mempegaruhi ekspor rumput laut Indonesia
dan juga mencari strategi untuk
meningkatkan ekspornya. Data yang
digunakan dalam penelitian berupa data sekunder tahun 1986-2005 yang
diperoleh dari instansi seperti BPS, DKP, dan instansi terkait lainnya. Data
kemudian dianalisis dengan menggunakan tabulasi dan
analisis regresi
berganda dengan persamaan tunggal yaitu dari sisi ekspor saja.
Hasil dari penelitian Risman menunjukkan bahwa faktor yang
berpengaruh nyata terhadap ekspor ke Hongkong adalah variabel harga
ekspor rumput laut. Sedang untuk Jepang, tidak ada satupun faktor yang
dianalisis berpengaruh nyata terhadap ekspor rumput laut Indonesia. Untuk
Denmark, ekspor dipengaruhi oleh nilai tukar rupiah. Alternatif strategi yang
dihasilkan dalam penelitian adalah pemerintah melakukan observasi lokasi
perairan yang
memperluas
cocok
area
untuk dijadikan budidaya rumput
budidaya, meningkatkan
kualitas,
laut
kuantitas,
untuk
dan
kontinuitas produksi melalui budidaya rumput laut, melakukan kerjasama
30 antara
pembudidaya
dengan
pemerintah,
membuat
situs
jaringan
sumberdaya setiap daerah, kelompok pembudidaya rumput laut kerjasama
dengan pengusaha lokal mendirikan
koperasi, pemerintah
memberikan
penyuluhan, pendidikan dan ketrampilan bagi pembudidaya rumput laut,
dan pemerintah sering melakukan pengawasan/pemeriksaan
produk untuk
mencegah hal-hal yang tidak diinginkan termasuk penolakan produk oleh negara
importir.
Rajagukguk (2009) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Daya
Saing Rumput Laut Indonesia di Pasar Internasional”. Penelitian ini dilakukan
untuk menganalisis
pangsa pasar ekspor rumput laut Indonesia di pasar
internasional, dimana dianalisis menurut negara tujuan ekspor yang diurutkan
berdasarkan nilai ekspor terbesar. Dalam penelitian ini juga diketahui faktorfaktor yang diduga memengaruhi perubahan penguasaan pangsa pasar ekspor di
negara tujuan serta pengaruhnya terhadap pangsa pasar ekspor rumput laut
di negara tujuan ekspor. Apabila pangsa pasar lebih besar atau sama dengan
20 persen, maka dapat dikatakan bahwa rumput laut Indonesia memiliki daya
saing di negara bersangkutan. Penelitian dilakukan dengan
menggunakan
data-data sekunder yang diperoleh dari badan-badan yang kompeten seperti
DKP (Departemen Kelautan dan Perikanan) Republik Indonesia, FAO (Food
and Agricultural Organization), UN Comtrade (United Nations Commodity of
Trade), FED (Federal Reserved), Departemen Perdagangan RI, Badan Pusat
Statistik, serta lembaga-lembaga lain yang diperlukan untuk penelitian. Analisis
faktor-faktor yang memengaruhi pangsa pasar ekspor rumput laut Indonesia di
negara tujuan ekspor dilakukan dengan regresi data panel, yakni dengan
31 melakukan metode Pooled OLS, metode Fixed effect, dan metode Random
effect. Metode
terbaik
yang
digunakan
berdasarkan
uji
yang
telah
dilakukan adalah metode Fixed effect.
Hasil dari penelitian Rajagukguk ternyata tidak semua variabel yang
dinyatakan berpengaruh nyata secara statistik terhadap pangsa pasar ekspor
rumput laut Indonesia. Variabel yang dinyatakan berpengaruh nyata secara
statistik terhadap pangsa pasar adalah volume ekspor ke negara tujuan (Q), nilai
tukar (NT), dan GDP per kapita negara tujuan (GDP). Sedangkan variabel
harga ekspor (PX), dan produksi rumput laut nasional (PR) adalah variabel
yang tidak berpengaruh nyata secara statistik. Model pangsa pasar yang telah
dihasilkan dapat dimanfaatkan untuk mengetahui posisi daya saing ekspor
rumput laut di negara tujuan ekspor pada tahun-tahun tertentu. Berdasarkan
penelitian, Indonesia memiliki daya saing di negara
Hongkong, Filipina,
Spanyol,
pada
dan
Denmark.
Hal
berbeda ditemukan
negara
China
dimana pada negara tersebut Indonesia baru berdaya saing setelah tahun
2004. Sedangkan untuk negara USA, Indonesia baru mempunyai daya saing
pada tahun 2006, demikian juga dengan di Korea Selatan baru pada tahun 2005.
Sedangkan di negara Jepang, United Kingdom, dan Perancis, Indonesia sama
sekali tidak memiliki daya saing. Hal ini terjadi karena beberapa permasalahan
seperti mutu dan kualitas produk Indonesia yang masih rendah.
Yuliastuti (2010) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Aliran
Perdagangan Ekspor Rumput Laut Indonesia periode 1999-2008”. Tujuan
penelitian tersebut adalah untuk menganalisis faktor yang memengaruhi
permintaan ekspor rumput laut Indonesia ke 10 negara tujuan ekspor. Penelitian
32 ini menggunakan analisis gravity model dan panel data, dengan menganilisis
negara Jepang, Hongkong, dan Denmark. Hasil penelitian menunjukkan ada
beberapa faktor yang memengaruhi aliran ekspor rumput laut Indonesia,
diantaranya faktor yang paling berpengaruh positif terhadap ekspor rumput laut
Indonesia adalah populasi negara tujuan ekspor. Artinya jika populasi penduduk
di negara tujuan ekspor meningkat maka akan meningkatkan volume ekspor
rumput laut Indonesia ke negara tersebut. Sedangkan faktor yang paling
berpengaruh negatif adalah jarak ekonomi, yang berarti semakin jauh jarak
ekonomi antara Indonesia dengan negara tujuan ekspor maka akan menurunkan
permintaan ekspor rumput laut Indonesia ke negara tersebut.
Sulastry (2011) melakukan penelitian yang berjudul “Analisis FaktorFaktor yang Memengaruhi Penawaran Ekspor Rumput Laut Indonesia ke
China(periode 1993-2010)”. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk
menganalisis perkembangan ekspor rumput laut Indonesia serta untuk
menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi penawaran ekspor rumput laut
Indonesia ke China. Variabel yang dianalisis dalam penelitian ini adalah produksi
rumput laut dalam negeri, harga ekspor rumput laut, kurs riil, lag ekspor, dummy
revitalisasi, dan dummy krisis. Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode Ordinary Least Square untuk menganalisis faktor-faktor yang
memengaruhi penawaran ekspor rumput laut Indonesia ke China dan Metode
Regresi Komponen Utama untuk mengatasi masalah multikolinearitas.
Dari hasil analisis kuantitatif OLS diperoleh hasil estimasi bahwa ekspor
rumput laut Indonesia ke China memiliki pengaruh signifikan terhadap produksi,
harga ekspor, kurs riil, lag ekspor, dummy krisis, dan dummy revitalisasi.
33 Produksi dalam negeri, harga ekspor, lag ekspor, dummy krisis, dan dummy
revitalisasi berpengaruh positif terhadap ekspor rumput laut Indonesia ke China,
sedangkan kurs riil berpengaruh negatif.
Dari penelitian terdahulu di atas penulis membandingkan modelmodel yang digunakan untuk menganalisis hubungan antar variabel dalam
persamaan permintaan ekspor komoditi rumut laut. Berdasarkan informasi
tersebut
kemudian penulis
menganalisis
permintaan
merumuskan
model
yang
sesuai
untuk
ekspor komoditi rumput laut Indonesia yang
disesuaikan dengan kondisi saat ini.
2.4. Kerangka Pemikiran
Mengacu
pada teori
yang diungkapkan
Lipsey
(1995)
bahwa
harga merupakan variabel penting yang memiliki hubungan negatif dengan
permintaan, untuk itu variabel harga dalam penelitian ini dijadikan sebagai
salah satu variabel independen yang diduga memengaruhi permintaan ekspor
komoditi rumput laut. Seperti yang diungkapkan oleh Mankiw (2003) mengenai
nilai tukar riil dan nilai tukar nominal, variabel nilai tukar juga dimasukkan
kedalam variabel independen dalam model karena pada dasarnya suatu
perdagangan antar negara akan melibatkan mata uang yang berbeda. Kemudian
mengacu pada teori yang diungkapkan oleh Salvatore (1997) bahwa volume
ekspor suatu negara merupakan selisih antara
penawaran
domestik
dan
permintaan domestik, penulis memasukkan variabel volume ekpor rumput laut
Indonesia pada tahun sebelumnya sebagai variabel independen yang diduga
memengaruhi
permintaan
ekspor.Selain itu penulis memasukkan variabel
GDP per kapita negara importir dan jumlah populasi penduduk negara importir
34 sebagai variabel yang berpengaruh pada permintaan ekspor komoditi rumput
laut Indonesia.
Perkembangan Ekspor Indonesia
Ekspor Subsektor Perikanan
Ekspor Subsektor Lain
Komoditi Perikanan
Komoditi Rumput
Unggul Lain
Laut
Faktor-faktor yang memengaruhi
permintaan ekspor rumput laut
Analisis Regresi Data
•
•
•
•
•
Harga ekspor
Nilai tukar
Populasi
Penduduk Negara
Importir
GDP per kapita
negara importir
Volume Ekspor
tahun sebelumnya
Analisis Deskriptif
Strategi dan kebijakan untuk meningkatkan ekspor
komoditi rumput laut Indonesia
Peningkatan GDP Indonesia dan Kesejahteraan
masyarakat Indonesia
Ruang Lingkup Penelitian
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
2.5 Hipotesis Penelitian
Perdagangan internasional suatu komoditi ekspor banyak dipengaruhi oleh
beberapa faktor, baik faktor yang terdapat dalam negara produsen, negara
tujuan ekspor, ataupun harga internasional. Berdasarkan studi literatur,
faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap daya saing ekspor rumput
35 laut Indonesia (dalam penelitian ini dengan pendekatan pangsa pasar) adalah:
(1) volume ekspor rumput laut Indonesia tahun sebelumnya, (2) harga ekspor
rumput laut, (3) nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara pengimpor
rumput laut Indonesia, (4) GDP per kapita negara pengimpor rumput laut
Indonesia, dan (5) Populasi penduduk negara importir
Faktor-faktor yang diduga berpengaruh tersebut kemudian akan dimasukkan
sebagai variabel-variabel penjelas dalam model daya saing ekspor rumput laut
Indonesia. Hipotesis terhadap variabel-variabel di atas akan dijelaskan sebagai
berikut :
1. Volume ekspor rumput laut Indonesia tahun sebelumnya berpengaruh
positif, artinya peningkatan volume ekspor komoditi rumput laut di
tahun sebelumnya akan meningkatkan permintaan ekspor rumput laut
Indonesia.
2. Harga ekspor komoditi rumput laut Indonesia berpengaruh negatif
terhadap permintaan ekspor rumput laut, artinya kenaikan harga
ekspor rumput laut akan menyebabkan penurunan volume ekspor
komoditi rumput laut.
3. Nilai tukar mata uang negara pengimpor terhadap dollar Amerika
Serikat diduga mempunyai hubungan positif, artinya kenaikan nilai
tukar
mata uang negara pengimpor terhadap
dollar
Amerika
(terapresiasi) akan menyebabkan harga produk rumput laut Indonesia
relatif lebih murah di pasar internasional dan hal ini membuat daya
saing produk
rumput laut
Indonesia
menjadi
akhirnya meningkatkan permintaan ekspornya.
tinggi
dan
pada
36 4. GDP per kapita negara tujuan ekspor berpengaruh positif terhadap
permintaan ekspor rumput laut Indonesia,
artinya
jika
GDP
per
kapita negara tujuan ekspor mengalami peningkatan, maka permintaan
ekspor rumput laut Indonesia juga meningkat, begitu sebaliknya.
5. Populasi penduduk negara tujuan ekspor berpengaruh positif terhadap
permintaan ekspor rumput laut Indonesia. Apabila jumlah penduduk
negara tujuan ekspor meningkat maka permintaan ekspor komoditi rumput
laut Indonesia akan meningkat.
Download