BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS A. KAJIAN PUSTAKA 1. Teori Keagenan (Agency Theory) Teori keagenan ini dikembangkan oleh Jensen dan Meckling (1976). Teori keagenan merupakan sebuah teori yang berkaitan dengan hubungan principal dengan agent. Teori keagenan ini membuat sebuah model mengenai suatu hubungan kontraktual antara manajer (agent) dengan pemilik (principal). Principal mendelegasikan suatu tanggung jawab pengambilan keputusan kepada manajer (agent) sesuai dengan kontrak kerja. Tugas, wewenang, hak dan tanggung jawab agent dan principal diatur dalam kontrak kerja yang didepakati bersama. Teori keagenan mulai berlaku ketika terjadi hubungan kontraktual antara pemilik modal (principal) dan agent. Principal yang tidak mampu mengelola perusahaannya sendiri menyerahkan tanggung jawab operasional perusahaannya kepada agen sesuai dengan kontrak kerja. Pihak manajemen sebagai agen bertanggung jawab secara moral dan professional menjalankan perusahaan sebaik mungkin untuk mengoptimalkan operasi dan laba perusahaan. Sebagai imbalannya, manajer sebagai agen akan memperoleh kompensasi sesuai dengan kontrak yang ada. Sementara pihak principal melakukan kontrol terhadap kinerja agent untuk 11 12 memastikan modal yang dimiliki dikelola dengan baik. Motifnya tentu saja agar modal yang telah ditanam berkembang dengan optimal. Pihak principal sebagai pemilik modal dan pihak yang memberikan mandat terhadap manajer, memberikan kewajiban kepada agen untuk memberikan laporan mengenai kondisi perusahaan. Laporan yang diberikan dapat berupa pengungkapan informasi akuntansi seperti laporan keuangan. Hal tersebut berguna sebagai sarana pengawasan terhadap agent oleh para principal, untuk memastikan modal yang mereka tanamkan berkembang dengan baik. Jika kinerja agen yang ditunjukkan dalam laporan yang diterima oleh principal tidak memuaskan, principal dapat mengambil tindakan sesuai dengan kontrak yang telah dibuat. Dengan demikian di dalam satu perusahaan terdapat dua kepentingan yang berbeda. Kepentingan untuk mengoptimalkan keuntungan bagi perusahaan milik principal dan kepentingan pribadi agen yang memegang tanggung jawab besar untuk mendapatkan imbalan yang besar pula, dengan kata lain kepentingan pribadi agen sendiri. Teori keagenan lebih menekankan pada penentuan pengaturan kontrak yang efisien dalam hubungan principal dan agent. Kontrak yang efisien adalah kontrak yang berisi gambaran yang jelas mengenai hak dan kewajiban principal dan agent, sehingga dapat meminimumkan konflik keagenan dan meminimalisir biaya keagenan (agency cost). Hubungan antara principal dan agent ini, merupakan hal mendasar bagi praktek penerapan corporate governance secara luas. Hal ini dapat kita lihat 13 dalam teori-teori yang melandasi pengertian mengenai perusahaan sebagai tempat penerapan corporate governance (tata kelola perusahaan). Perusahaan/korporasi dapat dipandang dari dua teori, yaitu (a) teori pemegang saham (shareholding theory), dan (b) teori stakeholder (stakeholding theory) (Tjager, 2003). Shareholding theory menyatakan bahwa perusahaan didirikan dan dijalankan untuk tujuan memaksimumkan kesejahteraan pemilik/pemegang saham sebagai akibat dari investasi yang dilakukannya. Sementara itu, Stakeholding theory, menyatakan bahwa perusahaan adalah organ yang berhubungan dengan pihak lain yang berkepentingan, baik yang ada di dalam maupun di luar perusahaan. Corporate Governance berkaitan dengan bagaimana para stakeholder (principal) mendapatkan jaminan dan keyakinan bahwa manajer perusahaan (agent) akan memberikan keuntungan bagi mereka dan tidak menyalahgunakan wewenang atau menginvestasikan modal ke dalam proyek yang tidak menguntungkan. Dalam artian sempit, teori keagenan sebagai dasar penerapan corporate governance diharapkan dapat berfungsi untuk menekan atau menurunkan biaya keagenan dan sebagai rujukan bagaimana para investor mengontrol para manajer. Secara luas, corporate governance diharapkan dapat memberikan keyakinan kepada para investor bahwa mereka akan menerima tingkat pengembalian atas dana yang telah mereka investasikan. 14 2. Good Corporate Governance 2.1 Pengertian Good Corporate Governance Perusahaan terutama perusahaan go public dalam menjalankan aktivitasnya semakin bergantung dari pembiayaan eksternal, misalnya melalui modal dan pinjaman. Berkaitan dengan masalah keagenan, corporate governance yang merupakan konsep yang didasarkan pada teori keagenan, diharapkan bisa berfungsi sebagai alat untuk memberikan keyakinan kepada para investor bahwa mereka akan menerima return atas dana yang telah mereka investasikan (Darmawati dkk., 2004) Menurut Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) tahun 2001 dan Ramadhani (2008) mendefenisikan: “Good Corporate Governance sebagai seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang mengendalikan perusahaan dengan tujuan menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan”. Dan menurut The Organization for Economic Corporation dan Development (OECD) corporate governance adalah: “Sistem yang dipergunakan untuk mengarahkan dan mengendalikan kegiatan perusahaan, mengatur pembagian tugas hak dan kewajiban mereka para pemegang saham, dewan pengurus, para manager, dan yang berkepentingan terhadap kehidupan perusahaan”. Sedangkan menurut Komite Cadbury dikenal dengan sebutan Cadbury Report pada Bankir May, 2011 mempunyai arti yaitu: “prinsip yang mengarahkan dan Good Corporate Governance mengendalikan perusahaan agar mencapai keseimbangan antara kekuatan serta kewenangan perusahaan dalam memberikan pertanggungjawabannya kepada shareholder pada umumnya dan kepada stakeholder pada khususnya”. 15 Berdasarkan dari defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa corporate governance pada intinya adalah mengenai suatu sistem, proses, dan seperangkat peraturan yang digunakan untuk mengatur hubungan antara berbagai pihak yang berkepentingan sehingga dapat mendorong kinerja perusahaan bekerja secara efisien, menghasilkan nilai ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan bagi para pemegang saham maupun masyarakat sekitar secara keseluruhan. Menurut Daniri (2005) dalam Ramadhani (2008) manfaat penerapan corporate governance adalah (1) Memberikan kerangka acuan yang memungkinkan pengawasan perusahaan berjalan efektif. (2) Mengurangi agency cost, yaitu suatu biaya yang harus ditanggung pemegang saham sebagai akibat pendelegasian wewenang kepada pihak manajemen. (3) Mengurangi biaya modal (cost of capital), yaitu sebagai dampak dari pengelolaan perusahaan yang baik. (4) Meningkatkan nilai saham perusahaan sekaligus dapat meningkatkan citra perusahaan di mata public dalam jangka panjang. (5) Menciptakan dukungan para stakeholders (para pemangku kepentingan) dalam lingkungan perusahaan tersebut terhadap keberadaan perusahaan dan berbagai strategi dan kebijakan yang ditempuh perusahaan. Tujuan puncak good corporate governance di perusahaan-perusahaan menciptakan nilai perusahaan melalui kinerja yang berkesinambungan sebagai hasil dari pelaksanaan bisnis secara tepat (Global Association of Risk Professionals, 2005). Tri Gunarsih (2003) dalam Sugiarto (2006) menjelaskan : bahwa perlunya 16 corporate governance untuk mengendalikan perilaku pengelola perusahaan agar dalam bertindak tidak hanya menguntungkan dirinya sendiri, atau dengan kata lain untuk menyamakan kepentingan antara pemilik perusahaan dan pengelola perusahaan. Kepentingan utama pemilik dana adalah memperoleh return yang memadai atas dana yang ditanamkan. Pengelola akan mengutamakan kepentingan pemilik apabila aktivitas yang dilakukan dan keputusan yang diambil ditujukan untuk meningkatkan nilai perusahaan, yang berarti juga akan meningkatkan kekayaan pemilik. 2.2 Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance Prinsip Good Corporate Governance (GCG) tertuang dalam enam pilar pelaksanaan konsep GCG yaitu: (1) sistem perlindungan hak pemegang saham; (2) visi, misi, dan rencana strategi yang jelas; (3) Keseimbangan peran dan fungsi organ perusahaan; (4) Sistem akuntansi dan sistem informasi manajemen yang menjamin transparansi; (5) Manajemen pengendalian resiko, kepatuhan dan peraturan, dan sistem audit yang handal; dan (6) Sistem pengukuran kinerja dan pengembangan sumber daya manusia. Manajemen perlu memperhatikan prinsip-prinsip good corporate governance sebagaimana yang diuraikan Organization for Economic Cooperationand Development dalam FCGI (2000), yaitu : 1. Transparancy (keterbukaan). Prinsip ini menyatakan keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam 17 mengemukakan informasi materiil dan relevan mengenai perusahaan. Perusahaan harus mengambil tindakan inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga hal yang penting untuk mengambil keputusan oleh pemegang saham, kreditur, serta pemangku kepentingan lainnya. 2. Accountability (Akuntabilitas). Prinsip ini membuat kejelasan fungsi, struktur, dan sistem pertanggungjawaban organ perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif. Perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar, terukur, dan sesuai dengan kepentingan perusahaan dengan tiap memperhitungkan setiap kepentingan pemegang saham lainnya. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan. 3. Responsibility (Pertanggungjawaban). Prinsip ini menekankan pada adanya sistem yang jelas untuk mengatur mekanisme pertanggungjawaban perusahaan kepada pemegang saham dan pihak-pihak lain yang berkepentingan. Hal tersebut merealisasikan tujuan yang hendak dicapai dalam good corporate governance yaitu mengakomodasikan kepentingan pihak-pihak yang berkaitan dengan perusahaan seperti masyarakat, pemerintah, asosiasi bisnis dan sebagainya. Prinsip ini menuntut perusahaan maupun pimpinan dan manajer perusahaan melakukan kegiatannya secara bertanggung jawab. Komponen- 18 komponen GCG tersebut penting karena penerapan prinsip GCG secara konsisten terbukti dapat meningkatkan kualitas laporan keuangan dan juga dapat menjadi penghambat aktivitas rekayasa kinerja yang dapat mengakibatkan laporan keuangan tidak menggambarkan nilai fundamental perusahaan (Kaihatu, 2006). Dalam penelitian ini, elemen-elemen yang terkandung dalam mekanisme corporate governance adalah: 1. Ukuran Dewan direksi 2. Proporsi dewan komisaris independen 3. Kepemilikan instiusional 4. Independency (kemandirian). Prinsip ini merupakan suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara professional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manajemen yang tidak sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat. Untuk melancarkan pelaksanaan pinsip good corporate governance, perusahaan harus dikelola secara independen sehingga masing-masing bagian perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi. 5. Fairness (Kesetaraan dan Kewajaran). Prinsip ini menekankan pada perlakuan yang adil dan setara didalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian serta peraturan perundangan yang berlaku. Dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus senantiasa memperhatikan 19 kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan prinsip kesetaraan dan kewajaran. 2.3 Manfaat Good Corporate Governance Menurut Herawaty (2008) prinsip-prinsip corporate governance yang diterapkan memberikan manfaat diantaranya yaitu : 1. Meminimalkan agency cost dengan mengontrol konflik kepentingan yang mungkin terjadi antara principal dan agent; 2. Meminimalkan cost of capital dengan menciptakan sinyal positif kepada para penyedia modal; 3. Meningkatkan citra perusahaan; 4. Meningkatkan nilai perusahaan yang dapat dilihat dari cost of capital yang rendah; 5. Peningkatan kinerja keuangan dan persepsi stakeholder terhadap masa depan perusahaan yang lebih baik. Manfaat yang diperoleh perusahaan jika menerapkan good corporate governance menurut Gregory (2002) dalam Dewi (2005) adalah: a) Mendorong menggunakan sumber daya secara efisien oleh perusahaan dan perekonomian nasional yang lebih besar b) Membantu pengelolaan perusahaan dalam memastikan atau menjamin bahwa perusahaan telah taat pada ketentuan, peraturan, dan ekspektasi masyarakat c) Membantu manajemen dan corporate board dalam pemantauan penggunaan asset perusahaan d) Mengurangi korupsi 20 2.4 Mekanisme Good Corporate Governance Mekanisme corporate governance menurut Shleifer dan Vishny (1997) adalah suatu mekanisme yang digunakan untuk memastikan bahwa supplierkeuangan (pemegang saham atau shareholders) dan pemberi pinjaman (bondholders), dari perusahaan memperoleh pengembalian dari kegiatan yang dijalankan oleh manajer, atau dengan kata lain bagaimana supplier keuangan perusahaan melakukan kontrol terhadap manajer. Menurut Barnhart dan Rosestein (1998) dalam Misiastuty dan Machfoedz (2003) kontrol tersebut meliputi : 1. Mekanisme internal, seperti struktur dewan direksi, kepemilikan manajerial,dan komposisi eksekutif. 2. Mekanisme eksternal, seperti pasar untuk kontrol perusahaan, kepemilikan intitusional, dan tingkat pendanaan hutang. Menurut Boediono (2005), mekanisme corporate governance merupakan suatu sistem, yang terdiri atas kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, dan komposisi dewan komisaris yang mengendalikan dan mengarahkan operasional perusahaan. Siallagan dan Machfoedz (2006) menyatakan bahwa mekanisme corporate governance merupakan suatu sistem, yang terdiri atas kepemilikan institusional manajerial, proporsi jumlah anggota komisaris independen, dan ukuran dewan direksi, untuk mengatur dan mengendalikan perusahaan yang diharapkan dapat memberikan dan meningkatkan nilai perusahaan kepada pemegang saham. Dalam penelitian ini, elemen-elemen yang terkandung dalam mekanisme corporate governance 21 mencakup ukuran dewan direksi, proporsi dewan komisaris independen , dan struktur kepemilikan institusional. 2.4.1 Ukuran Dewan Direksi Wilkipedia (2011), direktur (dalam jumlah jamak disebut dewan direksi) adalah seseorang yang ditunjuk untuk memimpin Perusahaan. Direktur didapat dari seseorang yang memiliki perusahaan tersebut atau orang profesional yang ditunjuk oleh pemilik usaha untuk menjalankan dan memimpin perusahaan. Penyebutan direktur dapat bermacam-macam, yaitu dewan manager, dewan gubernur, atau dewan eksekutif. Di Indonesia pengaturan terhadap direktur terdapat dalam UU No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas dijabarkan fungsi, wewenang, dan tanggung jawab direksi. Seorang direktur atau dewan direksi dalam jumlah direktur dalam suatu perusahaan (minimal satu), yang dapat dicalonkan sebagai direktur, dan cara pemilihan direktur ditetapkan dalam anggaran dasar perusahaan. Pada umumnya direktur memiliki tugas antara lain: 1. Memimpin perusahaan dengan menerbitkan kebijakan-kebijakan perusahaan. 2. Memilih, menetapkan, mengawasi tugas dari karyawan dan kepala bagian (manajer). 3. Menyetujui anggaran tahunan perusahaan. 4. Menyampaikan laporan ke ada pemegang saham atas kinerja perusahaan. Tanggung jawab dari direktur kepada pihak ketiga dan hukum ditentukan dari jenis perusahaan 22 yang didirikan (Firma, Persekutuan Komanditer (CV), atau Perseroan Terbatas (PT)). 2.4.2 Dewan Komisaris Dewan komisaris merupakan sekelompok orang dalam perusahaan yang diangkat dan diberhentikan melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang bertugas untuk mengawasi dan memberikan petunjuk serta nasihat kepada manajemen dengan pengelolaan perusahaan. Oleh karena itu keberadaan dewan komisaris menjadi salah satu faktor yang sangat penting dalam mewujudkan keberhasilan perusahaan. Selain itu keberadaan dewan komisaris akan menjadi penghubung bagi pemegang saham dalam mengetahui kondisi perusahaan yang dikelola oleh manajemen sehingga dewan komisaris juga berfungsi untuk meminimalisasi konflik keagenan (agency problem) antara pemegang saham dengan manajemen. Dapat ditarik kesimpulan bahwa dewan komisaris merupakan salah satu aspek penting perwujudan good corporate governance. Dewan komisaris memandang aktivitas oleh komisaris eksternal sebagai pusat dari pecahan masalah agency (antara manajer dan pemegang saham) yang efektif (Fama dan Jansen, 1983 seperti yang dinyatakan oleh Pranata, 2002). Proporsi dewan komisaris harus sedemikian rupa sehingga memungkinkan pengambilan keputusan yang efektif, tepat dan cepat serta dapat bertindak secara independen. Dalam Kep339/BEJ/07-2001 menjelaskan bahwa Menurut Peraturan Pencatatan Nomor 1 A tentang Ketentuan Umum Pencatatan Efek bersifat Ekuitas di Bursa yaitu jumlah 23 komisaris independen minimum 30%. Dalam rangka penyelenggaraan pengelolaan perusahaan yang baik (good corporate governance), perusahaan tercatat wajib memiliki komisaris independen yang jumlahnya proposional sebanding dengan jumlah saham yang dimiliki oleh bukan pemegang saham dengan ketentuan jumlah komisaris independen sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh per seratus) dari jumlah seluruh anggota komisaris. Secara umum dewan komisaris ditugaskan dan diberi tanggung jawab atas pengawasan kualitas informasi yang terkandung dalam laporan keuangan. Hal ini penting mengingat adanya kepentingan dari manajemen untuk melakukan manajemen laba yang berdampak pada berkurangnya kepercayaan investor. Untuk mengatasinya dewan komisaris diperbolehkan untuk memiliki akses pada informasi perusahaan. Dewan komisaris tidak memiliki otoritas dalam perusahaan, maka dewan direksi bertanggung jawab untuk menyampaikan informasi terkait dengan perusahaan kepada dewan komisaris. Dalam Komite Nasional Kebijakan Governance (2006) menyatakan bahwa: 1. Dalam hal terjadi kekosongan dalam Direksi atau dalam keadaan tertentu sebagaimana ditentukan oleh peraturan perundang-undangan dan anggaran dasar, untuk sementara Dewan Komisaris dapat melaksanakan fungsi Direksi. 2. Dalam rangka melaksanakan fungsinya, anggota Dewan Komisaris baik secara bersama-sama dan atau sendiri-sendiri berhak mempunyai akses dan memperoleh informasi tentang perusahaan secara tepat waktu dan lengkap. 24 3. Dewan Komisaris harus memiliki tata tertib dan pedoman kerja (charter) sehingga pelaksanaan tugasnya dapat terarah dan efektif serta dapat digunakan sebagai salah satu alat penilaian kinerja mereka. Mengingat pentingnya peranan dewan komisaris dalam menerapkan good corporate governance maka perlu dijelaskan tugas-tugas utama yang harus dilakukan oleh dewan komisaris berkaitan dengan penerapan prinsip-prinsip good corporate governance itu sendiri, yaitu : 1. Menilai dan mengarahkan strategi perusahaan, garis-garis besar rencana kerja, kebijakan pengendalian risiko, anggaran tahunan dan rencana usaha, menetapkan sasaran kerja, mengawasi pelaksanaan dan kinerja perusahaan, serta memonitor penggunaan modal perusahaan, investasi dan penjualan asset. Tugas ini terkait dengan peran dan tanggungjawab, serta usaha untuk menjamin penyeimbangan kepentingan manajemen (accountability). 2. Menilai sistem penetapan penggajian pejabat pada posisi kunci dan penggajiandewan direksi, serta menjamin suatu proses pencalonan anggota direksi yang transparan dan adil (transparancy). 3. Memonitor dan mengawasi masalah benturan kepentingan pada tingkatmanajmen, anggota dewan direksi dan anggota dewan komisaris, termasuk penyalahgunaan asset perusahaan dan manipulasi transaksi perusahaan. Tugas ini memberikan perlindungan hak-hak para pemegang saham ( fairness). 25 4. Memantau proses keterbukaan dan efektifitas komunikasi yang terjadi diperusahaan (OECD Principle of Corporate Governance). Proses keterbukaan (transparancy) ini untuk menjamin tersedianya informasi yang tepat waktu dan jelas. Berdasarkan uraian di atas, variabel komposisi dewan komisaris dalam penelitian ini diwakili oleh proporsi komisaris independen dalam susunan dewan komisaris. 1. Dewan Komisaris Independen A. Pengertian Dewan Komisaris Independen Adapun komisaris independen tidak terlepas dari keberadaan komisaris pada umumnya. Menurut Surat Bapepam Nomor Kep-29/PM/2004 Peraturan Nomor IX.1.5 menyatakan bahwa : “Komisaris Independen adalah anggota komisaris yang berasal dari luar emiten / perusahaan public, tidak mempunyai saham langsung maupun tidak langsung kepada emiten / perusahaan public, tidak mempunyai hubungan usaha baik langsung maupun tidak langsungyang berkaitan dengan kegiatan usaha emiten / perusahaan public”. Komisaris independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak terafiliasi dengan manajemen, anggota dewan komisaris lainnya dan pemegang saham pengendali, serta bebas dari hubungan bisnis atau hubungan lainnya yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen atau bertindak sematamata demi kepentingan perusahaan.Komisaris independen memiliki tanggung jawab pokok untuk mendorong diterapkannya prinsip tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) di dalam perusahaan melalui pemberdayaan dewan komisaris 26 agar dapat melakukan tugas pengawasan dan pemberian nasihat kepada direksi secara efektif dan lebih memberikan nilait ambah bagi perusahaan (Komite Nasional Kebijakan Governance, 2004). Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) menyatakan bahwa keberadaan komisaris independen telah diatur Bursa Efek Jakarta melalui peraturan BEJ tanggal 1 Juli 2000. Peraturan ini menyatakan bahwa perusahaan yang listed di bursa harus mempunyai komisaris independen yang secara proporsional sama dengan jumlah saham yang dimiliki pemegang saham. B. Syarat – Syarat Dewan Komisaris Independen Persyaratan jumlah minimal komisaris independen dalam peraturan ini adalah 30% dari seluruh anggota dewankomisaris. Beberapa criteria lainnya tentang komisaris independen adalah sebagai berikut : 1. Komisaris independen tidak memiliki hubungan afiliasi dengan pemegang saham mayoritas atau pemegang saham pengendali (controlling shareholders) perusahaan tercatat yang bersangkutan. 2. Komisaris independen tidak memiliki hubungan dengan direktur dan/atau komisaris lainnya perusahaan yang tercatat yang bersangkutan. 3. Komisaris independen tidak memiliki kedudukan rangkap pada perusahaan lainnya yang terafiliansi dengan perusahaan tercatat yang bersangkutan. 4. Komisaris independen harus mengerti peraturan perundang-undangan dibidang pasar modal. 27 5. Komisaris independen diusulkan dan dipilih oleh pemegang saham minoritas yang bukan merupakan pemegang saham pengendali (bukan controlling shareholders) dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Karakteristik dewan komisaris secara umum dan khususnya komposisi dewan dapat menjadi suatu mekanisme yang menentukan tindakan manajemen laba. Melalui peranan dewan dalam melakukan fungsi pengawasan terhadap operasional perusahaan yang dijalankan oleh pihak manajemen, komposisi dewan komisaris dapat memberikan kontribusi yang efektif terhadap tercapainya proses penyusunan laporan keuangan yang berkualitas dan terhindar dari kecurangan laporan keuangan. C. Tugas Utama Dewan Komisaris Independen Dewan Komisaris Independen bertujuan untuk menyeimbangkan dalam pengembalian keputusan terkait komisaris independen bersama dewan komisaris memiliki tugas-tugas utama sebagai berikut : a) Menilai dan mengarahkan strategi perushaan, garis-garis besar, rencana kerja, kebijakan pengendalian resiko, anggaran tahunan dan neraca usaha serta memonitor penggunaan modal perusahaan, investasi dan penjualan asset. b) Menilai sistem penetapan pengkajian pejabat pada posisi kunci dan pengkajian dewan direksi, menjamin suatu proses pencalonan anggota dewan direksiy ang transparan dan adil. 28 c) Memonitori dan mengatasi masalah benturan kepentingan pada tingkat manajemen, anggota dewan direksi dan anggota dewan komisaris. d) Memonitor pelasanaan corporate governance dan mengadakan perubahan jika diperlukan. e) Memantau proses keterbukaan dan efektifitas komunikasi dalam perusahaan. Komposisi dewan komisaris harus dapat mengambil keputusan yang efektif, tepat dan cepat serta tidak bertindak secara independen dalam arti tidak mempunyai kepentingan yang dapat mengganggu kemampuannya dalam melaksanakan tugas secara mandiri dan kritis dalam hubungan satu sama lain terhadap direksi. 2.4.3 Struktur kepemilikan Salah satu mekanisme corporate governance yang digunakan untuk mengurangi agency cost adalah dengan meningkatkan kepemilikan saham oleh manajemen. Adanya pemisahan kepemilikan oleh principal dengan pengendalian oleh agen dalam suatu organisasi cenderung menimbulkan konflik keagenan diantara principal dan agent. Untuk meminimalkan konflik keagenan adalah dengan meningkatkan kepemilikan manajerial didalam perusahaan. Semakin besar kepemilkan manajemen dalam perusahaan maka manajemen akan cenderung untuk berusaha meningkatkan kinerjanya untuk kepentingan pemegang saham dan untuk kepentingan dirinya sendiri (Siallagan dan Machfoedz, 2006). Suranta dan Midiastuti (2005) dalam Palestin (2006) menguji pengaruh mekanisme corporate governance terhadap praktik manajemen. Dalam penelitian 29 tersebut membuktikan bahwa kepemilikan manajerial merupakan salah satu mekanisme corporate governance yang dapat digunakan untuk meminimalkan konflik keagenan. Struktur kepemilikan akan memiliki motivasi yang berbeda dalam memonitor perusahaan serta manajemen dan dewan direksinya. Struktur kepemilikan dipercaya memiliki kemampuan untuk mempengaruhi jalannya perusahaan yang nantinya dapat mempengaruhi kinerja perusahaan. Agency problem dapat dikurangi dengan adanya struktur kepemilikan. Struktur kepemilikan merupakan suatu mekanisme untuk mengurangi konflik antara manajemen dan pemegang saham (Faisal, 2005). Jensen dan Meckling (1976) dalam Faisal (2005) menyatakan bahwa kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional adalah dua mekanisme corporate governance yang dapat mengendalikan masalah keagenan. Pemegang saham institusional memiliki keahlian yang lebih dibandingkan dengan investor individu, terutama pemegang saham institusional mayoritas atau diatas 5 %.Pemegang saham institusional besar diasumsikan memiliki orientasi investasi jangka panjang. Kepemilikan institsional umumnya bertindak sebagai pihak yang memonitor perusahaan (Faisal, 2005). Kepemilikan institusional Kepemilikan institusional adalah jumlah persentase hak suara yang dimiliki oleh institusi (Beiner et al, 2003) dalam Pramuka dan Ujiyantho (2007). Dalam 30 penelitian ini diukur dengan menggunakan indicator persentase jumlah saham yang dimiliki institusi dari seluruh modal saham yang beredar. Dari segi kepemilikan perusahaan, maka suatu perusahaan dapat dimiliki institusi maupun non institusi (Lastanti, 2004). Institusi merupakan suatu lembaga yang memiliki kepentingan besar terhadap investasi yang dilakukan termasuk investasi saham sehingga biasanya institusi menyerahkan tanggung jawabnya pada devisi tertentu untuk mengelola investasi perusahaan tersebut. Karena institusi memantau secara professional perkembangan investasinya maka tingkat pengendalian terhadap tindakan manajemen sangat tinggi sehingga potensi kecurangan dapat ditekan. Menurut Pozen (1999) dalam Lastanti (2004) investor dibedakan menjadi dua, yaitu investor pasif dan investor aktif.Investor pasif tidak terlalu ingin terlibat dengan keputusan manajemen sebaliknya dengan investor aktif, mereka aktif terlibat dalam pengambilan keputusan strategis perusahaan. Keberadaan institusi inilah yang mampu menjadi alat monitoring efektif bagi perusahaan. Perilaku manipulasi oleh manajer berawal dari konflik kepentingan dapat diminimumkan melalui suatu mekanisme good corporate governance yang bertujuan untuk menyelaraskan berbagai kepentingan tersebut. Salah satunya adalah dengan kepemilikan saham investor institusional. Moh’d et al (1998) seperti dikutip oleh Midiastuty dan Machfoedz (2003) menyatakan bahwa investor institusional merupakan pihak yang dapat memonitor agen dengan kepemilikan yang besar. 31 3. Ukuran Perusahaan Ukuran perusahaan merupakan variabel penduga yang banyak digunakan untuk menjelaskan variasi pengungkapan dalam laporan tahunan perusahaan. Menurut Siregar dan Utama dalam Nofandrilla (2008), semakin besar ukuran perusahaan, informasi yang tersedia untuk investor dalam pengambilan keputusan sehubungan dengan investasi saham semakin banyak. Menurut Sujoko dan Soebiantoro (2007) menyatakan bahwa ukuran perusahaan merupakan gambaran besar kecilnya perusahaan yang tercermin dari nilai total aktiva perusahaan pada neraca akhir tahun yang diukur oleh len (Ln) dari total aktiva. Sehubungan dengan total aktiva, apabila perusahaan memiliki total aktiva yang besar menunjukkan bahwa perusahaan telah mencapai tahap kedewasaan (maturity) atau well established. Menurut Sembiring (2008) secara umum perusahaan yang mempunyai total aktiva yang relatif besar dapat beroperasi dengan tingkat efisiensi yang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang total aktivanya lebih rendah. Oleh karena itu, perusahaan dengan total aktiva yang besar akan lebih mampu untuk menghasilkan tingkat keuntungan yang lebih tinggi. 4. Kinerja Perusahaan 1. Pengertian Kinerja Kinerja adalah sesuatu yang dicapai atau prestasi yang diperlihatkan (Kamus 32 Besar Bahasa Indonesia, 2001). Menurut Trisnantoro dan Agastya (1996), kinerja merupakan proses yang dilakukan dan hasil yang dicapai oleh suatu organisasi dalam memberikan jasa atau produk kepada pelanggan. Kane (1993) menjelaskan, kinerja sebagai rekaman hasil kerja yang diperoleh karyawan tertentu melalui kegiatan dalam kurun waktu tertentu. Menurut Gibson (1996) menyatakan setiap karyawan mempunyai hasil kerja yang berbeda, sedangkan Casio (2003) mengemukakan, kinerja merupakan suatu jaminan bahwa seseorang pekerja atau kelompok mengetahui apa yang diharapkannya dan memfokuskan kepada kinerja yang efektif. McCloy et al. (1994), menyatakan bahwa kinerja adalah kelakuan atau kegiatan yang berhubungan dengan organisasi, di mana organisasi tersebut merupakan keputusan dari pimpinan. Dikatakan bahwa kinerja bukan outcome, konsekuensi atau hasil dari perilaku atau perbuatan, tetapi kinerja adalah perbuatan atau aksi itu sendiri, di samping itu kinerja adalah multidimensi sehingga untuk beberapa pekerjaan yang spesifik mempunyai beberapa bentuk komponen kinerja yang dibuat dalam batas hubungan variasi dengan variabel-variabel lain. 2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Menurut Darma (2005) bahwa faktor-faktor tingkat kinerja staf meliputi: mutu pekerjaan, jumlah pekerjaan, efektifitas biaya dan inisiatif. Sementara karakteristik individu yang mempengaruhi kinerja meliputi: umur, jenis kelamin, 33 pendidikan, lama kerja, penempatan kerja dan lingkungan kerja (rekan kerja, atasan, organisasi, penghargaan dan imbalan). Gibson (1996) menyatakan terdapat tiga kelompok variabel yang mempengaruhi kinerja dan perilaku yaitu: (1) variabel individu, yang meliputi kemampuan dan ketrampilan, fisik maupun mental, latar belakang, pengalaman dan demografi, umur dan jenis kelamin, asal usul dan sebagainya. Kemampuan dan ketrampilan merupakan faktor utama yang mempengaruhi kinerja individu, sedangkan demografi mempunyai hubungan tidak langsung pada perilaku dan kinerja, (2) variabel organisasi, yakni sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur dan desain pekerjaan, (3) variabel psikologis, yakni persepsi, sikap, kepribadian, belajar, kepuasan kerja dan motivasi. Persepsi, sikap, kepribadian dan belajar merupakan hal yang komplek dan sulit diukur serta kesempatan tentang pengertiannya sukar dicapai, karena seseorang individu masuk dan bergabung ke dalam suatu organisasi kerja pada usia, etnis, latar belakang, budaya dan ketrampilan yang berbeda satu sama lainnya. 3. Pengertian Kinerja Perusahaan Kinerja perusahaan adalah ukuran tingkat keberhasilan manajemen dalam mengelola sumber daya keuangan perusahaan, terutama pada pengelolaan investasi sebagai upaya untuk menciptakan nilai bagi pemegang saham (Elizabeth, 2000: 7685). Kinerja perusahaan tersebut merupakan hasil dari serangkaian proses bisnis dengan mengorbankan berbagaisumber daya, baik sumber daya manusia maupun 34 keuangan perusahaan. Di pasar modal, para investor menilai tingkat kinerja saham perusahaan menggunakan parameter laba akuntansi dan arus kas. Untuk keadaan pasar modal Indonesia pertimbangan investasi masih banyak didasarkan pada informasi non-akuntansi (Parawiyati dan Baridwan, 1998:2-3). Informasi nonakuntansi yang penting untuk mengukur kinerja saham perusahaan di antaranya adalah informasi tentang pendidikan manajer sebagai human capital yang dimiliki perusahaan. Manajer termasuk kategori human capital derajat tertinggi, yaitu intelectual capital yang paling sulit digantikan dan memiliki value added tinggi serta berperan sentral dalam mencapai kinerja saham perusahaan (Stewart, 1997). Banyaknya tantangan bisnis membawa implikasi bahwa hanya organisasi yang memiliki manajer dengan kemampuan tinggi yang bisa dengan cepat mengubah strategi menjadi tindakan, mengelola proses secara efisien, dan memaksimalkan sumbangan pekerja untuk menciptakan pertumbuhan perusahaan secara kontinyu (Ulrich,1998). Hubungan antara corporate governance dan kinerja perusahaan bukan sesuatu yang secara universal dapat diterima, walaupun saat ini ada pengakuan yang luas bahwa pembentukan corporate governance secara substansial dapat mempengaruhi pemegang saham. Hampel (1997) seperti dikutip oleh Short dkk (1999) dalam Sayidah (2005) menyatakan : 35 “bahwa tidak adanya bukti yang kuat mengenai hubungan antara kesuksesan dan corporate governance penting untuk diakui, walaupun ada kepercayaan good governance dapat meningkatkan prospek perusahaan” Perusahaan merupakan suatu bentuk entitas tempat terjadinya suatu kesatuan dari berbagai fungsi dan kinerja operasional yang bekerja secara sistematis untuk mencapai sasaran tertentu. Sasaran dari suatu perusahaan merupakan tujuan yang ingin dicapai semua pihak yang berkepentingan dalam perusahaan (stakeholder and shareholder). Untuk mencapai tujuan tersebut, pihak-pihak yang berkepentingan dalam perusahaan harus bekerja sama secara sistematis demi menghasilkan kinerja yang optimal. Salah satu cara untuk mengetahui apakah suatu perusahaan dalam menjalankan operasinya telah sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan dan sesuai dengan tujuan adalah dengan mengetahui dari kinerja perusahaan tersebut. Kinerja merupakan gambaran dari tingkat pencapaian hasil atas pelaksanaan suatu kegiatan operasional. Penilaian kinerja disini adalah suatu metode dan proses penilaian pelaksanaan tugas (performance) seseorang atau sekelompok orang atau unit-unit kerja dalam satu perusahaan atau organisasi sesuai dengan standar kinerja atau tujuan yang ditetapkan. Dalam mewujudkan visi dan misi organisasi, perusahaan perlu memiliki suatu ukuran untuk mengukur bagaimana pencapaian sasaran dan tujuan dalam periode waktu tertentu. Dengan demikian, kinerja sebagai gambaran pencapaian hasil pelaksanaan suatu kegiatan operasional merupakan hal vital dalam mewujudkan visi dan misi organisasi. Penilaian kinerja merupakan suatu bentuk refleksi kewajiban dan tanggung jawab untuk melaporkan kinerja, aktivitas dan sumber daya yang telah dipakai, 36 dicapai dan dilakukan. ditetapkan sudah dicapai bukanlah sesuatu yang mudah dilakukan. Hal ini karena hal tersebut menyangkut aspek-aspek manajemen yang tidak sedikit jumlahnya. Karena itu, kinerja perusahaan dapat dinilai melalui berbagai macam indikator atau variabel untuk mengukur keberhasilan perusahaan. Namun, secara umum penilaian kinerja perusahaan berfokus pada informasi kinerja yang berasal dari laporan keuangan. Kinerja perusahaan secara umum biasanya akan direpresentasikan dalam laporan keuangan. Laporan keuangan tersebut bermanfaat untuk membantu investor, kreditor, calon investor dan para pengguna lainya dalam rangka membuat keputusan investasi, keputusan kredit, analisis saham serta menentukan prospek suatu perusahaan dimasa yang akan datang. Melalui penilaian kinerja, maka perusahaan dapat memilih strategi dan struktur keuangannya. Karena penilaian kinerja perusahaan didasarkan pada laporan keuangan, maka untuk melakukan penilaian kinerja ini menggunakan rasio-rasio keuangan. Rasio-rasio inilah yang nantinya akan memberikan indikasi bagi manajemen mengenai penilaian investor terhadap kinerja perusahaan dan prospeknya dimasa yang akan datang. Rasio yang umum digunakan untuk melakukan penilaian kinerja keuangan antara lain adalah ROA, ROE, NPM. Kinerja perusahaan dalam penelitian ini diukur menggunakan rasio profitabilitas ROE. 37 1. ROE (Return On Equity) ROE (Return Of Equity) merupakan rasio antara laba bersih terhadap total equity. Semakin tinggi ROE menunjukkan semakin efisien perusahaan menggunakan modal sendiri untuk menghasilkan laba atau keuntungan bersih. ROE digunakan untuk mengukur tingkat pengembalian perusahaan atau efektivitas perusahaan didalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan ekuitas (shareholder’s equity) yang dimiliki oleh perusahaan. Return on Equity (ROE) merupakan rasio untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengelola modal yang ada untuk mendapatkan net income (Kasmir, 2003). Adapun rumus ROE adalah sebagai berikut : ROE = Laba Bersih Setelah Pajak Total Modal Semakin tinggi ROE maka kinerja perusahaan semakin efektif. Rasio ini juga digunakan untuk mengukur kemampuan dari modal sendiri untuk menghasilkan keuntungan bagi seluruh pemegang saham, baik saham biasa maupun saham preferen. Peningkatan harga saham perusahaan akan memberikan keuntungan (return) yang tinggi pula bagi para investor. Hal ini selanjutnya akan meningkatkan daya tarik investor terhadap perusahaan. Peningkatan daya tarik ini menjadikan perusahaan tersebut makin diminati oleh investor, karena tingkat kembalian akan semakin besar. Dengan kata lain ROE akan berpengaruh terhadap return Saham yang akan diterima oleh investor. 38 2. ROA (Return On Asset) Return On Asset (ROA) merupakan rasio untuk mengukur kemampuan manajemen dalam menghasilkan pendapatan dari pengelolaan aset (Kasmir, 2003). Adapun rumus ROA adalah sebagai berikut : ROA = Laba Bersih Sebelum Pajak Total Aset Semakin tinggi rasio ini berarti perusahaan semakin efektif dalam memanfaatkan aktiva untuk menghasilkan laba bersih setelah pajak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi ROA berarti kinerja perusahaan semakin efektif, karena tingkat kembalian akan semakin besar (Brigham, 2001:90). Hal ini selanjutnya akan meningkatkan daya tarik investor kepada perusahaan. Peningkatan daya tarik perusahaan menjadikan perusahaan tersebut makin diminati investor, karena dapat memberikan keuntungan (return) yang besar bagi investor. Dengan kata lain ROA akan berpengaruh terhadap return Saham yang akan diterima oleh investor. 3. NPM (Net Profit Margin) Net Profit Margin (NPM) menunjukan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan, dimana Net Profit Margin adalah merupakan rasio perbandingan antara laba bersih sesudah pajak terhadap penjualan. Menurut Kasmir (2012:200), “Net Profit Margin (NPM) merupakan rasio perbandingan antara laba 39 bersih setelah pajak dan bunga dengan jumlah penjualan perusahaan.” NPM menunjukkan proporsi penjualan yang dapat diubah menjadi laba bersih. NPM memberikan gambaran tentang laba untuk pemegang saham sebagai presentase dari penjualan. Menurut Kasmir (2012) secara matematis NPM dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : NPM 5. = Earning After Interest and Tax ( EAIT) Sales Hubungan Good Corporate Governance Dengan Kinerja Perusahaan Good corporate governance dapat mengurangi resiko yang mungkin akan dilakukan oleh dewan direksi dan komisaris dengan berbagai keputusan yang mementingkan kepentingan pribadi. Penerapan prinsip good corporate governance dapat meningkatkan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya pada sebuah perusahaan. Berdasarkan beberapa penelitian terdahulu banyak yang menghubungkan corporate governance dengan kinerja perusahaan, seperti pada penelitian Andilolo (2010) dan Pranata (2007) yang menyatakan terdapat pengaruh antara GCG dengan kinerja perusahaan. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mengungkap pengaruh corporate governance terhadap kinerja dan nilai perusahaan. Namun, pada umumnya penelitian yang dilakukan hanya menekankan pada salah satu aspek dari agency costs, yaitu monitoring costs. Menurut Watts dan Zimmerman (1986) agency costs terdiri dari dua, yaitu monitoring costs dan bonding costs. Corporate governance dikatakan dapat menurunkan monitoring costs akibat adanya peningkatan pengawasan dan 40 transparansi (atau penurunan information asymmetry). Banyak penelitian telah menunjukkan bahwa adanya pengaruh komposisi kepemilikan dan kompisisi dewan komisaris ( board of directors) terhadap kinerja. Penelitian yang dapat menunjukkan adanya manfaat corporate governance elemen kedua dari agency costs, yaitu bonding cost, belum banyak dilakukan. Bonding costs merupakan agency costs yang ditanggung oleh agen, yang mencerminkan upaya manajemen dalam menunjukkan kepada principal bahwa mereka tidak akan menyalahgunakan kewenangan yang diberikan kepadanya (m anajer akan berbuat demi kebaikan perusahaan). Agen sadar bahwa principal ‘curiga’ kepada mereka, dan oleh karena itu akan cenderung menyalahkan mereka jika ada sesuatu yang salah. Kesadaran akan hal ini memunculkan upaya ( efforts) dari manajemen agar mereka dipercaya oleh principal. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan menunjukkan itikad baik dan memberikan laporan yang komprehensif kepada principal. Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Booz -Allen & Hamilton (1998) dan Mc Kinsey & Company (2001) menunjukkan seberapa buruknya penilaian pasar terhadap implementasi corporate governance di Indonesia. Hasil penelitian tersebut diharapkan dapat mendorong manajemen untuk meningkatkan kualitas pengelolaan perusahaan dan memperbaiki citra governance mereka. Manajemen dapat meningkatkan citra mereka dengan menunjukkan compliance atas good corporate governance codes sebagaimana disarankan oleh lembaga yang dipercaya, yaitu 41 Komite Nasional Kebijakan atas Corporate Governance (KNKCG) dan mengungkapkan kepatuhan tersebut dalam laporan tahunan. Sejauh mana kepatuhan ini membawa dampak positif bagi perusahaan, masih merupakan pertanyaan empiris yang perlu dijawab. Penelitian ini melihat pengaruh kembali atas corporate governance terhadap kinerja. Dengan melihat beberapa contoh kasus tindakan kecurangan yang dilakukan oleh manajemen perusahaan, maka akan dipertanyakan akan bagaimana efektivitas penerapan corporate governance yang juga akan berpengaruh terhadap kinerja perusahaan. Corporate governanace merupakan salah satu elemen kunci dalam meningkatkan efesiensi ekonomis, yang meliputi serangkaian hubungan antara manajemen perusahaan, dewankomisaris, para pemegang saham dan stakeholders lainnya. Corporate governance juga memberikan suatu struktur yang memfasilitasi penentuan sasaran-sasaran dari suatu perusahaan, dan sebagai sarana untuk menentukan teknik monitoring kinerja (Deni, Khomsiyah dan Rika, 2004). 6. Pengaruh Ukuran Dewan Direksi Terhadap Kinerja Perusahaan Dewan direksi memiliki peranan yang sangat penting dalam suatu perusahaan. Dengan adanya pemisahan peran dengan dewan komisaris, dewan direksi memiliki kuasa yang besar dalam mengelola segala sumber daya yang ada dalam perusahaan. Dewan direksi memiliki tugas untuk menentukan arah kebijakan dan strategi sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan, baik untuk jangka pendek maupun jangka 42 panjang. Dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas, disebutkan bahwa dewan direksi memiliki hak untuk mewakili perusahaan dalam urusan di luar maupun di dalam perusahaan. Artinya, jika hanya terdapat satu orang dewan direksi, maka dewan direksi tersebut dapat dengan bebas mewakili perusahaan dalam berbagai urusan di luar maupun di dalam perusahaan. Hal yang mungkin akan berbeda jika jumlah dewan direksi memiliki nominal jumlah tertentu. Jumlah dewan direksi secara logis akan sangat berpengaruh terhadap kecepatan pengambilan keputusan perusahaan. Karena tentu saja dengan adanya sejumlah dewan direksi, perlu dilakukan kordinasi yang baik antar anggota dewan komisaris yang ada. Hardikasari (2011) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa banyak penelitian yang dilakukan menyatakan bahwa perusahaan yang memiliki ukuran dewan yang besar tidak bisa melakukan koordinasi, komunikasi, dan pengambilan keputusan yang lebih baik dibandingkan dengan perusahaan yang memiliki dewan yang lebih kecil. Penelitian tersebut antara lain penelitian dari Jensen (1993), Lipton dan L’orsch (1992) dan Yermack (1996). Namun demikian, Dalton et al. (dalam Hardikasari, 2011) menyatakan adanya hubungan positif antara ukuran dewan kinerja perusahaan. Dari uraian diatas, jelas bahwa ukuran dewan direksi merupakan salah satu mekanisme Corporate Governance yang sangat penting dalam menentukan kinerja perusahaan. Namun, dengan adanya perbedaan temuan para peneliti dalam penelitian sebelumnya, maka bukti yang diperlukan masih diperdebatkan. Penelitian 43 ini dimaksudkan untuk memberikan bukti yang lebih komprehensif dalam melihat peran ukuran dewan direksi terhadap kinerja perusahaan. Ha1: Terdapat pengaruh antara persentase dewan direksi dengan kinerja perusahaan. 7. Pengaruh Proporsi Komisaris Independen Terhadap Kinerja Perusahaan Proporsi dewan komisaris yang berasal dari luar perusahaan atau komisaris independen juga mempengaruhi kinerja perusahaan yang bertindak sebagai penengah dalam perselisihan yang terjadi diantara para manajer internal dan mengawasi kebijakan manajemen serta memberikan nasihat kepada manajemen. “Komisaris independen merupakan posisi terbaik untuk melaksanakan fungsi monitoring agar tercipta perusahaan yang good corporate governance” (Irmala Sari, 2010). Semakin tinggi perwakilan dari komisaris independen, maka semakin tinggi independensi dan efektivitas corporate board sehingga dapat meningkatkan nilai perusahaan. Hubungan antara komisaris independen dan kinerja perusahaan manufaktur juga didukung oleh perspektif bahwa dengan adanya komisaris independen diharapkan dapat memberikan fungsi pengawasan terhadap perusahaan secara objektif dan independen, menjamin pengelolaan yang bersih dan sehatnya operasi perusahaan sehingga dapat mendukung kinerja perusahaan. Ha2: Terdapat pengaruh antara persentase komisaris independen dengan kinerja perusahaan. 44 8. Pengaruh Kepemilikan Institusional Terhadap Kinerja Perusahaan manufaktur Tahun 2010-2012. Struktur kepemilikan yang terkonsentrasi oleh institusi akan memudahkan pengendalian terhadap perusahaan, sehingga akan berdampak pada peningkatan kinerja perusahaan. Anindita Ira Sabrina (2010) menyatakan bahwa “semakin tinggi kepemilikan institusional semakin baik kinerja perusahaan, mempunyai kemampuan untuk mengontrol kinerja perusahaan sehingga semakin hati-hati manajemen dalam menjalankan perusahaan”. Kepemilikan institusional bertindak sebagai pihak yang memonitor perusahaan pada umumnya dan manajer sehingga pengelola perusahaan pada khususnya. Investor institusional akan memantau secara professional perkembangan investasi yang ditanamkan pada perusahaan dan memiliki tingkat pengendalian yang tinggi terhadap tindakan manajemen. Hal ini memperkecil potensi manajemen untuk melakukan kecurangan, dengan demikian maka dapat menyelaraskan kepentingan manajemen dan kepentingan stakeholders lainnya untuk meningkatkan kinerja perusahaan. Menurut Faisal (2005) menemukan hubungan yang berlawanan antara kinerja saham dengan kepemilikan saham institusional. Perusahaan dengan kepemilikan institusional yang besar (lebih dari 5 persen) mengindikasikan kemampuannya dalam memonitor manajemen. Semakin besar kepemilikan institusional maka semakin efisien pemanfaatan aktiva perusahaan. Dengan demikian proporsi kepemilikan 45 institusional bertindak sebagai pencegahan terhadap pemborosan yang dilakukan manajemen Melalui mekanisme kepemilikan institusional, efektivitas pengelolaan sumber daya perusahaan oleh manajemen dapat diketahui dari informasi yang dihasilkan melalui reaksi pasar atas pengumuman laba. Kepemilikan institusional memiliki kemampuan untuk mengendalikan pihak manajemen melalui proses monitoring secara efektif sehingga mengurangi tindakan manajemen yang dapat merugikan perusahaan. Ha3: Terdapat pengaruh antara persentase kepemilikan perusahaan oleh institusi dengan kinerja perusahaan 9. Kajian Riset Terdahulu Banyak literature yang menegaskan bahwa Corporate Governance berpengaruh dan memiliki hubungan positif dengan kinerja perusahaan. Dalam penelitian empiris, beberapa kali peneliti telah mencoba umtuk mengungkapkan hal ini dalam berbagai perspektif yang berbeda. Berikut ini mengenai penelitian terdahulu yang telah dilakukan : No Penelitian Judul Penelitian Variabel Keterangan 1. Lia Parasmitha (2013) Pengaruh Struktur Corporate Governance Terhadap Kinerja Perusahaan Independensi dewan Komisaris, Kepemilikan Institusional, Kepemilikan Terkonsentrasi sebagai variabel Penelitian ini menjelaskan bahwa variabel independen (dewan komisaris, kepemilikan institusional dan kepemilikan terkonsentrasi) 46 2. Butet Oktavia M. Gultom (2013) 5. Jimi Uji Wijayanto Adi (2011) Independen dan Kinerja Perusahaan sebagai variabel dependen Pengaruh Good Good Corporate Corporate Governance Governance terhadap sebagai variabel pengungkapan independen dan corporate social Corporate responsibility dan Social dampaknya pada Responsibility, kinerja perusahaan Kinerja Perusahaan sebagai variabel dependen Pengaruh Dewan Dewan Direksi, Direksi, Dewan Dewan Komisaris Dan Komisaris, Komite Audit Komite Audit Terhadap Penerimaan sebagai variabel Opini Audit Going independen, Concern opini Auditor sebagai variabel dependen berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen (kinerja perusahaan) Hasil dari penelitian ini adalah GCG tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan CSR, GCG tidak berpengaruh signifikan terhadap Kinerja Perusahaan, CSR berpengaruh signifikan terhadap kinerja perusahaan Hasil penelitian ini adalah bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan opini audit going concern pada suatu perusahaanadalah dewan direksi yang diproksikan dengan kepemilikan manajerial. Hasil penelitian ini tidak berhasil menemukan pengaruh dewan komisaris dan komiteaudit terhadap penerimaan opini audit going concern pada suatu perusahaan. Hal tersebut memberikan bukti secara empiris bahwa ketika 47 3. Rudy Isnanta (2008) Pengaruh Corporate Governance dan Struktur Kepemilikan Terhadap Manajemen Laba dan Kinerja Keuangan Putu Ayu Winda Adi Puteri (2012) Karakteristik Good Corporate Governance dan Kinerja Perusahaan 4. auditor akan memberikanopini audit going concern auditor juga memperhatikan kepemilikan manajerialdalam suatu perusahaan sebagai pertimbangan dalam pemberian opini audit goingconcern pada suatu perusahaan Independensi Hasil dari penelitian Corporate ini adalah variabel Governance dan corporate struktur governance dan struktur kepemilikan kepemilikan sebagai variabel tidak terbukti Independen dan berpengaruh secara signifikan positif Kinerja terhadap manajemen Keuangan dan laba, variabel Manajemen corporate Laba sebagai governance dan variable struktur kepemilikan dependen terbukti berpengaruh secara signifikan positif terhadap kinerja keuangan, variabel manajemen laba tidak terbukti berpengaruh secara signifikan positif terhadap kinerja kinerja keuangan. Direksi, Proporsi Komisaris Independen, komite audit, Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah direksi, proporsi komisaris independen, dan 48 Manufaktur komite nominasi, remunerasi, komite manajemen resiko, kepemilikan manajerial, dan kepemilikan institusional sebagai variabel Independen dan Tobin’s Q dan MVE sebagai variable dependen keberadaan komite manajemen risiko berpengaruh positif pada kinerja perusahaan manufaktur, sedangkan kepemilikan manajerial berpengaruh negatif pada kinerja perusahaan manufaktur. Jumlah komite audit, keberadaan komite nominasi dan remunerasi, serta kepemilikan institusional tidak berpengaruh pada kinerja perusahaan manufaktur. Sumber : Jurnal Riset Akuntansi Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Berdasarkan penelitian terdahulu, penelitian sekarang dimaksudkan untuk menguji pengaruh mekanisme good corporate governance berupa ukuran dewan direksi, dewan komisarin independen, dan kepemilikan institusional terhadap kinerja perusahaan yang di proksi oleh ROE. B. Kerangka Pemikiran Pengaruh Corporate Governance (Ukuran Dewan Direksi dan Proporsi Dewan Komisaris Independen) dan Struktur Kepemilikan (Kempemilikan 49 Institusional) terhadap Kinerja Perusahaan (Profitabilitas). Berikut gambar dari kerangka pemikiran dalam penelitian ini: Variabel Independent (X) Variabel Dependen (Y) Kinerja Perusahaan Profitabilitas 1. Ukuran Dewan Direksi 2. Proporsi Dewan Komisaris Independen 3. Struktur Kepemilikan Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Teoritis C. Hipotesis Penelitian Berikut gambar Kerangka Hipotesis yang mempengaruhi kineja perusahaan dalam penelitian ini : Ukuran Dewan Direksi Dewan Komisaris Independen H1 H2 Kinerja Perusahaan H3 Kepemilikan Institusional Gambar 2.2 Kerangka Konseptual Hipotesis