I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan perkembangan ekonomi Indonesia 25 tahun terakhir ini, tampak beberapa perubahan mendasar yang penting. Ciri pokok yang menonjol dalam bidang kehutanan adalah perubahan struktur industri kayu yang semula terpusat pada kegiatan sektor industri kayu primer seperti kayu gergajian dan kayu lapis sekarang menjurus pada struktur industri kayu hilir (downstream industry), mengolah lebih lanjut produk yang dihasilkan oleh unit industri kayu primer. Jenis industri yang termasuk kelompok industri kayu hilir adalah bentukan (moulding), mebel (furniture), bahan lantai kayu (parquet flooring), komponen mebel (furniture component), barang kerajinan (handycraft), kayu lapis indah (fancy plywood), mainan (toys), peralatan music (musical instrument), peralatan olahraga (sport articels), dan sebagainya. Perkembangan industri kayu primer menjadi industri kayu hilir dimaksudkan untuk memperoleh manfaat yang sebesarbesarnya dari sumber daya alam hutan sehingga dapat mempertinggi nilai tambah produk tersebut dalam upaya meningkatkan sunber pendapatan nasional ataupun penerimaan devisa dari sub sektor kehutanan (Effendi 1993). Kayu yang digunakan untuk industri pengerjaan kayu adalah jenis kayu komersil yang berkualitas tinggi dan mempunyai corak yang dekoratif, seperti kayu Jati (Tectona gandis L.F), Mahoni (Swietenia Spp) dan jenis kayu lainnya yang berasal dari famili Dipterocarpaceae. Jenis kayu komersil tersebut memiliki kelas awet dan nilai jual yang tinggi. Bidang perforasi yang umum dipakai dalam pengerjaan kayu yaitu pada bidang tangensial. Hal tersebut dikarenakan corak yang diberikan pada bidang tangensial memberikan kesan dekoratif yang indah. Selanjutnya upaya yang dilakukan untuk meningkatkan daya tahan (penampilan dan keawetan) kayu adalah finishing. Finishing merupakan suatu kegiatan melapisi permukaan suatu produk kayu dengan bahan pelapis tertentu untuk tujuan perlindungan dan peningkatan nilai keindahan serta membuat permukaan kayu mudah dibersihkan. Bahan finishing di pasaran telah banyak dijual misalnya cat, politur, pernis, dan lain-lain. Dari semua bahan finishing, cat mempunyai daya proteksi yang lebih baik terhadap erosi permukaan. Namun, cat tidak dapat mencegah terjadinya kerusakan 2 kayu oleh serangan organisme perusak kayu. Selain itu, cat mengakibatkan keadaan asli kayu tertutup oleh bahan tersebut dan terjadi perubahan warna. Disamping itu, sebagian besar cat yang beredar di pasaran dan diaplikasikan di Indonesia berasal dari bahan finishing larut minyak yang dalam pemakaiannya menghasilkan emisi bahan-bahan kimia yang berbahaya bagi kesehatan. Oleh karena itu cat yang diminati oleh masyarakat pada umumnya adalah cat yang ramah lingkungan, tidak mengandung racun (daya toksisitasnya rendah) dan ekonomis. Bahan finishing pelarut air merupakan cat ramah lingkungan yang saat ini cukup diminati. Dengan pertimbangan bahwa bahan finishing larut air belum banyak diaplikasikan di Indonesia, maka dipandang perlu untuk meneliti bahan finishing larut air pada jenis-jenis kayu yang sering digunakan sebagai bahan baku pembuatan furniture. Kondisi aplikasi bahan finishing yang dilakukan adalah perlakuan kekentalan bahan cat. 1.2 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Membandingkan proses finishing kayu yang menggunakan bahan pelarut minyak (polyurethane) dengan bahan pelarut air (waterbased lacquer) dengan tiga perlakuan penambahan air. 2. Mengetahui daya tahan lapisan finishing larut air dan minyak terhadap bahan kimia rumah tangga, pengujian panas dan dingin serta rayap kayu kering. 1.3 Manfaat Penelitian ini diharapakan dapat memberi manfaat sebagai sumber informasi mengenai penggunaan bahan finishing larut air (waterbased lacquer) dengan kekentalan yang berbeda dan bahan finishing larut minyak (polyurethane).