LA P O RA N K H USUS Asian Oncology Summit (AOS) 2011 Bertempat di Regal Airport Hotel, 8 - 10 April 2011, Asian Oncology Summit (AOS) 2011 dilangsungkan. Simposium yang diikuti oleh lebih dari 500 peserta dari berbagai negara ini mengangkat tema “Building Capacity. For Today. For Tommorow”. Seusai dibuka oleh Emma Grainger selaku ketua panitia, acara dipadati dengan beragam topik terkini di bidang onkologi, seperti gastrointestinal cancer, women’s health, haematology-oncology, thoracic cancer, radiation oncology, hingga supportive oncology. Dibagi menjadi lima satellite symposium, AOS 2011 menampilkan para pakar onkologi dari berbagai negara, baik regional maupun internasional. Beberapa topik pilihan: Management of Patients with Locally Advanced NSCLC – Masahiro Fukuoka (Cancer Center, Izumi City Hospital) • Hasil meta-analisis kemoterapi + radioterapi vs kemoterapi saja menunjukkan superioritas terapi kombinasi dengan hazard ratio 0,90 (p=0,006). Perbandingan antara kemoterapi bersamaan dengan radioterapi dibandingkan sekuensial dari 3 uji klinis (JCOG-WJLCSG, RTOG, dan GLOT) menunjukkan superioritas terapi bersamaan (concurrent) dalam hal respon terapi, median survival time, dan angka harapan hidup 3 dan 5 tahun. Namun, insidens efek samping leukopenia, dan esofagitis terapi bersamaan lebih tinggi secara bermakna. C DK 1 8 5 / Vo l. 38 no. 4/M ei -Juni 2011 • Hasil uji klinis fase III yang membandingkan 3 regimen kemoradioterapi terhadap 456 pasien kanker paru jenis non-small-cell carcinoma menghasilkan kesimpulan bahwa regimen carboplatin + paclitaxel merupakan regimen standar terpilih dalam kombinasi dengan radioterapi karena menghasilkan profil efektifitas sebanding dan toksisitas yang lebih baik—terkait insidens neutropenia derajat 3-4, demam neutropenia, dan gangguan saluran cerna—dibandingkan regimen lainnya (cisplatin-mitomycin-vindesine dan irinotecan-carboplatin). • Perkembangan terapi kanker paru saat ini meliputi perkembangan dalam bidang radioterapi maupun kemoterapi. Perkembangan radioterapi yaitu 4D-TRT, IMRT, dsb. Sedangkan perkembangan dalam bidang kemoterapi yaitu berkembangan obat baru seperti S-1 dan pemetrexed, serta terapi target seperti antibodi EGFR (cetuximab, panitumumab, nimotuzumab), EGFR-TKI (gefitinib, erlotinib) obat target VEGF, dan vaksin. • Disimpulkan bahwa kemoterapi berbasis platinum dan radioterapi saat ini merupakan terapi standar bagi pasien kanker paru jenis bukan sel kecil stadium lokal lanjut. Pemberian kemoterapi bersama radioterapi lebih efektif dibandingkan pemberian kemoterapi sekuensial radioterapi dan menghasilkan harapan hidup median sekitar 20 bulan serta angka ketahanan hidup 5 tahun sekitar 20%. Terapi target EGFR maupun terapi target lainnya perlu dipertimbangkan sebagai strategi terapi untuk pasien tersebut. Hormone Therapy for Metastatic Breast Cancer – Louis Chow (Honorary Clinical Professor, Clinical Trials Centre, The University of Hong Kong) • Saat ini, tamoxifen tetap menjadi terapi endokrin lini pertama. Aromatase inhibitor (anastrozole, letrozole, dan exemestane) merupakan terapi terpilih pada pasien postmenopause sebab hasil uji klinis menunjukkan superioritas dibandingkan tamoxifen dalam hal respons terapi, time to progression, dan—khusus untuk letrozole—dalam hal angka harapan hidup 2 tahun. • Pilihan terapi hormonal lini kedua meliputi tamoxifen, aromatase inhibitor, fulvestrant, megestrol acetate, dan androgen. Pada pasien yang resistan terhadap terapi endokrin, pilihannya adalah kemoterapi atau partisipasi dalam uji klinis. Hasil uji klinis yang membandingkan berbagai terapi hormonal untuk kanker payudara menunjukkan hasil terapi yang sebanding antara exemestane, exemestane dilanjutkan letrozole/anastrozole, maupun letrozole/anastrozole dilanjutkan exemestane. Pada uji klinis lain, juga ditunjukkan bahwa hasil terapi exemestane sebanding dengan anastrozole maupun fulvestrant. • Pada kelompok pasien dengan HER2 positif, trastuzumab merupakan obat terpilih. Hasil 309 LA PO R A N K H USUS beberapa uji klinis fase III mengindikasikan bahwa penggunaan trastuzumab yang diteruskan setelah terjadinya progresivitas menghasilkan hasil terapi yang superior dibandingkan penghentian terapi. Namun, sejak lapatinib disetujui sebagai terapi kanker payudara metastatik, muncul pertanyaan tentang strategi terapi terbaik, apakah meneruskan trastuzumab atau memulai terapi lapatinib segera setelah terjadinya progresivitas. • Pemberian lapatinib dalam kombinasi dengan capecitabine menghasilkan perbaikan bermakna dalam hal time to progression pada pasien yang progresif pasca pemberian trastuzumab. Penambahan anti HER-2, yaitu trastuzumab dan lapatinib, terhadap terapi endokrin bermanfaat meningkatkan progressionfree survival dan dapat menjadi pilihan pada pasien dengan status reseptor estrogen/ progesteron positif dan HER-2 positif. Obat yang bekerja terhadap HER-2 maupun pananti-HER, seperti pertuzumab dan HKI-272, saat ini sedang tahap penelitian untuk mengatasi permasalahan resistensi terhadap trastuzumab. Latest Developments in Ovarian Cancer: Available Agents and a View to the Future – Eric Pujade-Lauraine (Hospital Hotel Dieu, Paris, France) • Target baru yang berpotensi pada pengembangan terapi masa depan untuk kanker ovarium, antara lain, adalah angiogenesis, folate Receptor alpha (FRα), PARP, dsb. • Uji klinis perbandingan fase III pada 3 kelompok pasien (kelompok 1: carboplatin-paclitaxel; kelompok 2: carboplatin-paclitaxelbevacizumab hingga 6 siklus; kelompok 3: carboplatin-paclitaxel-bevacizumab hingga 15 bulan) menunjukkan bahwa pemberian bevacizumab yang diteruskan hingga 15 bulan (kelompok 3) meningkatkan progression-free survival median (18,0 bulan vs 12,0 dan 12,6 bulan untuk kelompok pertama dan kedua; hazard ratio 0,65; p <0,0001). Disimpulkan bahwa terapi pemeliharaan dengan bevacizumab secara bermakna superior dibandingkan kemoterapi saja dan ditoleransi dengan baik dengan efek samping (termasuk perforasi saluran cerna) sebanding dengan penelitian bevacizumab lainnya. • Anti-VEGF lainnya yang saat ini telah memasuki fase uji klinis fase III pada pasien kanker 310 ovarium ialah pazopanib, cediranib, dan BIBF 1120. • Pada sekitar 90% jenis kanker ovarium non-musinosa, FRα diekspresikan tinggi dan umumnya tidak terdapat pada sel tubuh normal sehingga FRα berpotensi sebagai target terapi. Ferletuzumab, sebuah antibodi monoklonal dengan target FRα, saat ini sedang diuji sebagai terapi lini kedua (dalam kombinasi dengan carboplatin dan taxane) pasien kanker ovarium rekuren yang sensitif terhadap platinum. The Estrogen Receptor Pathway: Resistance to Endocrine Therapy and New Therapeutic Approaches – Richard de Boer (Royal Melbourne Hospital) • Resistensi terhadap terapi hormonal terjadi pada hingga 25% pasien kanker payudara. Berbagai faktor memberi kontribusi terhadap terjadinya resistensi endokrin ini, seperti teraktifkannya reseptor faktor pertumbuhan, misalnya, EGFR/HER2/IGF1R. • Sebanyak 21% pasien terpantau mengalami perubahan status reseptor pada kondisi relaps regional atau jauh. Karena itu, perlu dilakukan tes ulang untuk status ER dan HER2 pada jaringan kanker di tempat metastasis. • Terapi kombinasi antara terapi hormonal dengan terapi target menghasilkan peningkatan dalam hal progression-free survival median pada 3 penelitian dan kemaknaan secara statistik terpantau pada 1 penelitian (TAnDEM; uji klinis fase III). The Treatment of High-risk and Locallyadvanced Prostate Cancer – Andrew K.Lee (Associate Professor, Departemen of Radiation Oncology, MD Anderson Cancer Center) • Terapi deprivasi androgen bersama dengan radioterapi telah terlihat menghasilkan peningkatan cancer control dan harapan hidup pasien kanker prostat, sedangkan monoterapi lokal umumnya tidak bersifat kuratif. • Terapi hormonal adjuvan (setelah radioterapi) membuahkan hasil terapi yang lebih baik (termasuk dalam hal harapan hidup) dibandingkan terapi hormonal yang diberikan saat terjadinya rekurensi. • Pemberian terapi hormonal sebagai terapi neoadjuvan hanya terlihat meningkatkan harapan hidup pada pasien dengan Gleason 2-6. Terapi hormonal yang diberikan selama 3 – 6 bulan sebelum radioterapi (neoadjuvan) secara umum terlihat menghasilkan hasil terapi yang lebih baik dibandingkan pasien yang tidak mendapat terapi hormonal (hanya radioterapi). • Dari studi EORTC 22863, diketahui bahwa pemberian radioterapi bersama terapi hormonal selama 3 tahun menghasilkan peningkatan angka harapan hidup 5 tahun dibandingkan pasien yang mendapat radioterapi saja (78% vs 62%; p <0,0001). Lebih jauh, hasil pemantauan selama 10 tahun masih menunjukkan perbedaan yang bermakna. • Implikasi klinis dari berbagai penelitian yang disampaikan: terapi hormonal harus diberikan setidaknya 2 bulan sebelum radioterapi. Management of Mucositis – Dorothy Keefe (President, Multinational Association for Supportive Care in Cancer) • Proses terjadinya mukositis akibat terapi kanker bukan hanya terjadi di epitel, melainkan hingga pada lapisan sub-epitel. Berbagai patofisiologi yang melibatkan jalur-jalur kerusakan epitel terjadi pada kondisi mukositis. Hasil akhirnya adalah amplifikasi sitokin, inflamasi, nyeri, dan risiko terjadinya bakteremia dan/ atau sepsis. • Terjadinya mukositis membawa komplikasi yang saling terkait satu sama lain. Misalnya, mukositis menyebabkan terjadinya disfagia sehingga mengurangi asupan makanan. Lebih lanjut, keadaan ini mengakibatkan malnutrisi yang dapat menimbulkan keluhan fatigue dan meningkatkan risiko mortalitas. • Toksisitas akibat kemoterapi/radioterapi pada saluran cerna umumnya tidak terjadi setempat, tetapi mengenai seluruh saluran cerna. • Berdasarkan patofisiologinya, strategi penanganan mukositis terkait dengan waktu. Dalam 24 jam pertama, ketika terjadi kerusakan pada sel punca epitel, diperlukan supresor spesifik. Pada hari ke-1 hingga ke-10, ketika terjadi kerusakan epitel, diperlukan obat yang dapat mengendalikan kerusakan. Setelahnya, saat terjadi proses penyembuhan hingga hari ke-14, diperlukan obat yang mempercepat proses penyembuhan. • Panduan penanganan mukositis menurut MASCC yang saat ini berlaku adalah versi tahun 2006 yang pada tahun ini (2011) sedang diperbaharui dan akan dipublikasikan pada bulan Juni 2011. C D K 1 8 5 / V o l . 3 8 n o . 4 / Me i- J u n i 2 0 1 1 LA P O RA N K H USUS Asian Oncology Summit (AOS) 2011 Bertempat di Regal Airport Hotel, 8 - 10 April 2011, Asian Oncology Summit (AOS) 2011 dilangsungkan. Simposium yang diikuti oleh lebih dari 500 peserta dari berbagai negara ini mengangkat tema “Building Capacity. For Today. For Tommorow”. Seusai dibuka oleh Emma Grainger selaku ketua panitia, acara dipadati dengan beragam topik terkini di bidang onkologi, seperti gastrointestinal cancer, women’s health, haematology-oncology, thoracic cancer, radiation oncology, hingga supportive oncology. Dibagi menjadi lima satellite symposium, AOS 2011 menampilkan para pakar onkologi dari berbagai negara, baik regional maupun internasional. Beberapa topik pilihan: Management of Patients with Locally Advanced NSCLC – Masahiro Fukuoka (Cancer Center, Izumi City Hospital) • Hasil meta-analisis kemoterapi + radioterapi vs kemoterapi saja menunjukkan superioritas terapi kombinasi dengan hazard ratio 0,90 (p=0,006). Perbandingan antara kemoterapi bersamaan dengan radioterapi dibandingkan sekuensial dari 3 uji klinis (JCOG-WJLCSG, RTOG, dan GLOT) menunjukkan superioritas terapi bersamaan (concurrent) dalam hal respon terapi, median survival time, dan angka harapan hidup 3 dan 5 tahun. Namun, insidens efek samping leukopenia, dan esofagitis terapi bersamaan lebih tinggi secara bermakna. C DK 1 8 5 / Vo l. 38 no. 4/M ei -Juni 2011 • Hasil uji klinis fase III yang membandingkan 3 regimen kemoradioterapi terhadap 456 pasien kanker paru jenis non-small-cell carcinoma menghasilkan kesimpulan bahwa regimen carboplatin + paclitaxel merupakan regimen standar terpilih dalam kombinasi dengan radioterapi karena menghasilkan profil efektifitas sebanding dan toksisitas yang lebih baik—terkait insidens neutropenia derajat 3-4, demam neutropenia, dan gangguan saluran cerna—dibandingkan regimen lainnya (cisplatin-mitomycin-vindesine dan irinotecan-carboplatin). • Perkembangan terapi kanker paru saat ini meliputi perkembangan dalam bidang radioterapi maupun kemoterapi. Perkembangan radioterapi yaitu 4D-TRT, IMRT, dsb. Sedangkan perkembangan dalam bidang kemoterapi yaitu berkembangan obat baru seperti S-1 dan pemetrexed, serta terapi target seperti antibodi EGFR (cetuximab, panitumumab, nimotuzumab), EGFR-TKI (gefitinib, erlotinib) obat target VEGF, dan vaksin. • Disimpulkan bahwa kemoterapi berbasis platinum dan radioterapi saat ini merupakan terapi standar bagi pasien kanker paru jenis bukan sel kecil stadium lokal lanjut. Pemberian kemoterapi bersama radioterapi lebih efektif dibandingkan pemberian kemoterapi sekuensial radioterapi dan menghasilkan harapan hidup median sekitar 20 bulan serta angka ketahanan hidup 5 tahun sekitar 20%. Terapi target EGFR maupun terapi target lainnya perlu dipertimbangkan sebagai strategi terapi untuk pasien tersebut. Hormone Therapy for Metastatic Breast Cancer – Louis Chow (Honorary Clinical Professor, Clinical Trials Centre, The University of Hong Kong) • Saat ini, tamoxifen tetap menjadi terapi endokrin lini pertama. Aromatase inhibitor (anastrozole, letrozole, dan exemestane) merupakan terapi terpilih pada pasien postmenopause sebab hasil uji klinis menunjukkan superioritas dibandingkan tamoxifen dalam hal respons terapi, time to progression, dan—khusus untuk letrozole—dalam hal angka harapan hidup 2 tahun. • Pilihan terapi hormonal lini kedua meliputi tamoxifen, aromatase inhibitor, fulvestrant, megestrol acetate, dan androgen. Pada pasien yang resistan terhadap terapi endokrin, pilihannya adalah kemoterapi atau partisipasi dalam uji klinis. Hasil uji klinis yang membandingkan berbagai terapi hormonal untuk kanker payudara menunjukkan hasil terapi yang sebanding antara exemestane, exemestane dilanjutkan letrozole/anastrozole, maupun letrozole/anastrozole dilanjutkan exemestane. Pada uji klinis lain, juga ditunjukkan bahwa hasil terapi exemestane sebanding dengan anastrozole maupun fulvestrant. • Pada kelompok pasien dengan HER2 positif, trastuzumab merupakan obat terpilih. Hasil 309 LA PO R A N K H USUS beberapa uji klinis fase III mengindikasikan bahwa penggunaan trastuzumab yang diteruskan setelah terjadinya progresivitas menghasilkan hasil terapi yang superior dibandingkan penghentian terapi. Namun, sejak lapatinib disetujui sebagai terapi kanker payudara metastatik, muncul pertanyaan tentang strategi terapi terbaik, apakah meneruskan trastuzumab atau memulai terapi lapatinib segera setelah terjadinya progresivitas. • Pemberian lapatinib dalam kombinasi dengan capecitabine menghasilkan perbaikan bermakna dalam hal time to progression pada pasien yang progresif pasca pemberian trastuzumab. Penambahan anti HER-2, yaitu trastuzumab dan lapatinib, terhadap terapi endokrin bermanfaat meningkatkan progressionfree survival dan dapat menjadi pilihan pada pasien dengan status reseptor estrogen/ progesteron positif dan HER-2 positif. Obat yang bekerja terhadap HER-2 maupun pananti-HER, seperti pertuzumab dan HKI-272, saat ini sedang tahap penelitian untuk mengatasi permasalahan resistensi terhadap trastuzumab. Latest Developments in Ovarian Cancer: Available Agents and a View to the Future – Eric Pujade-Lauraine (Hospital Hotel Dieu, Paris, France) • Target baru yang berpotensi pada pengembangan terapi masa depan untuk kanker ovarium, antara lain, adalah angiogenesis, folate Receptor alpha (FRα), PARP, dsb. • Uji klinis perbandingan fase III pada 3 kelompok pasien (kelompok 1: carboplatin-paclitaxel; kelompok 2: carboplatin-paclitaxelbevacizumab hingga 6 siklus; kelompok 3: carboplatin-paclitaxel-bevacizumab hingga 15 bulan) menunjukkan bahwa pemberian bevacizumab yang diteruskan hingga 15 bulan (kelompok 3) meningkatkan progression-free survival median (18,0 bulan vs 12,0 dan 12,6 bulan untuk kelompok pertama dan kedua; hazard ratio 0,65; p <0,0001). Disimpulkan bahwa terapi pemeliharaan dengan bevacizumab secara bermakna superior dibandingkan kemoterapi saja dan ditoleransi dengan baik dengan efek samping (termasuk perforasi saluran cerna) sebanding dengan penelitian bevacizumab lainnya. • Anti-VEGF lainnya yang saat ini telah memasuki fase uji klinis fase III pada pasien kanker 310 ovarium ialah pazopanib, cediranib, dan BIBF 1120. • Pada sekitar 90% jenis kanker ovarium non-musinosa, FRα diekspresikan tinggi dan umumnya tidak terdapat pada sel tubuh normal sehingga FRα berpotensi sebagai target terapi. Ferletuzumab, sebuah antibodi monoklonal dengan target FRα, saat ini sedang diuji sebagai terapi lini kedua (dalam kombinasi dengan carboplatin dan taxane) pasien kanker ovarium rekuren yang sensitif terhadap platinum. The Estrogen Receptor Pathway: Resistance to Endocrine Therapy and New Therapeutic Approaches – Richard de Boer (Royal Melbourne Hospital) • Resistensi terhadap terapi hormonal terjadi pada hingga 25% pasien kanker payudara. Berbagai faktor memberi kontribusi terhadap terjadinya resistensi endokrin ini, seperti teraktifkannya reseptor faktor pertumbuhan, misalnya, EGFR/HER2/IGF1R. • Sebanyak 21% pasien terpantau mengalami perubahan status reseptor pada kondisi relaps regional atau jauh. Karena itu, perlu dilakukan tes ulang untuk status ER dan HER2 pada jaringan kanker di tempat metastasis. • Terapi kombinasi antara terapi hormonal dengan terapi target menghasilkan peningkatan dalam hal progression-free survival median pada 3 penelitian dan kemaknaan secara statistik terpantau pada 1 penelitian (TAnDEM; uji klinis fase III). The Treatment of High-risk and Locallyadvanced Prostate Cancer – Andrew K.Lee (Associate Professor, Departemen of Radiation Oncology, MD Anderson Cancer Center) • Terapi deprivasi androgen bersama dengan radioterapi telah terlihat menghasilkan peningkatan cancer control dan harapan hidup pasien kanker prostat, sedangkan monoterapi lokal umumnya tidak bersifat kuratif. • Terapi hormonal adjuvan (setelah radioterapi) membuahkan hasil terapi yang lebih baik (termasuk dalam hal harapan hidup) dibandingkan terapi hormonal yang diberikan saat terjadinya rekurensi. • Pemberian terapi hormonal sebagai terapi neoadjuvan hanya terlihat meningkatkan harapan hidup pada pasien dengan Gleason 2-6. Terapi hormonal yang diberikan selama 3 – 6 bulan sebelum radioterapi (neoadjuvan) secara umum terlihat menghasilkan hasil terapi yang lebih baik dibandingkan pasien yang tidak mendapat terapi hormonal (hanya radioterapi). • Dari studi EORTC 22863, diketahui bahwa pemberian radioterapi bersama terapi hormonal selama 3 tahun menghasilkan peningkatan angka harapan hidup 5 tahun dibandingkan pasien yang mendapat radioterapi saja (78% vs 62%; p <0,0001). Lebih jauh, hasil pemantauan selama 10 tahun masih menunjukkan perbedaan yang bermakna. • Implikasi klinis dari berbagai penelitian yang disampaikan: terapi hormonal harus diberikan setidaknya 2 bulan sebelum radioterapi. Management of Mucositis – Dorothy Keefe (President, Multinational Association for Supportive Care in Cancer) • Proses terjadinya mukositis akibat terapi kanker bukan hanya terjadi di epitel, melainkan hingga pada lapisan sub-epitel. Berbagai patofisiologi yang melibatkan jalur-jalur kerusakan epitel terjadi pada kondisi mukositis. Hasil akhirnya adalah amplifikasi sitokin, inflamasi, nyeri, dan risiko terjadinya bakteremia dan/ atau sepsis. • Terjadinya mukositis membawa komplikasi yang saling terkait satu sama lain. Misalnya, mukositis menyebabkan terjadinya disfagia sehingga mengurangi asupan makanan. Lebih lanjut, keadaan ini mengakibatkan malnutrisi yang dapat menimbulkan keluhan fatigue dan meningkatkan risiko mortalitas. • Toksisitas akibat kemoterapi/radioterapi pada saluran cerna umumnya tidak terjadi setempat, tetapi mengenai seluruh saluran cerna. • Berdasarkan patofisiologinya, strategi penanganan mukositis terkait dengan waktu. Dalam 24 jam pertama, ketika terjadi kerusakan pada sel punca epitel, diperlukan supresor spesifik. Pada hari ke-1 hingga ke-10, ketika terjadi kerusakan epitel, diperlukan obat yang dapat mengendalikan kerusakan. Setelahnya, saat terjadi proses penyembuhan hingga hari ke-14, diperlukan obat yang mempercepat proses penyembuhan. • Panduan penanganan mukositis menurut MASCC yang saat ini berlaku adalah versi tahun 2006 yang pada tahun ini (2011) sedang diperbaharui dan akan dipublikasikan pada bulan Juni 2011. C D K 1 8 5 / V o l . 3 8 n o . 4 / Me i- J u n i 2 0 1 1 LA P O RA N K H USUS • Selain edukasi dan modifikasi teknik radioterapi, salah satu obat yang berperan dalam menangani mukositis ialah benzydamine, untuk mencegah mukositis yang diinduksi radioterapi pada pasien kanker kepala dan leher yang mendapat radioterapi dosis menengah. Selain itu, palifermin direkomendasikan untuk mencegah mukositis oral pada pasien dengan keganasan hematologi yang mendapat kemoterapi dosis tinggi. Strategi lainnya yang direkomendasikan adalah krioterapi oral dan terapi laser dosis rendah. Sementara itu, pemberian chlorhexidine, acyclovir, atau analognya tidak dianjurkan. • Untuk menangani mukositis pada saluran cerna bagian atas, dapat digunakan ranitidine, omeprazole, dan amifostine. Untuk penanganan mukositis pada saluran cerna bagian bawah atau pelvis, dapat digunakan sulphasalazine atau enema sucralfat. Jika pasien mengalami diare, dapat diberikan loperamide bersama rehidrasi dan, jika tidak ada respons, dapat diberikan ocreotide dan dipertimbangkan pemberian antibiotik, seperti golongan fluoroquinolone oral. C DK 1 8 5 / Vo l. 38 no. 4/M ei -Juni 2011 Anorexia Cachexia Syndrome – Declan Walsh (The Harry R. Horvitz Center for Palliative Medicine, Cleveland Clinic) • Kaheksia merupakan penyebab mortalitas utama pada pasien kanker. Semakin berkurang persentase massa bebas lemak (fatfree mass), semakin menurun kemampuan fisik dan kualitas hidup yang pada akhirnya menyebabkan mortalitas. • Perbedaan patofisiologi kaheksia dengan kelaparan terletak pada mobilisasi jaringan, laju metabolisme basal, ukuran hati, abnormalitas siklus energi dan glukosa, serta pemecahan protein. Pada kaheksia, juga terjadi perubahan pengecapan, yaitu kepekaan terhadap rasa manis, asam, dan asin meningkat, sementara kepekaan terhadap rasa pahit menurun. • Pada kondisi kaheksia akibat kanker, terjadi kondisi inflamasi sistemik, perubahan metabolisme akibat sitokin, katabolisme jaringan otot dan lemak, serta penurunan asupan kalori (perannya sedikit). Diagnosis sindrom anoreksia kaheksia ditegakkan bila terdapat penurunan berat badan 10% bersamaan dengan asupan makanan yang menurun dan kadar CRP 10 mg/dL. • Terapi kondisi kaheksia pada pasien kanker meliputi: edukasi diet, intervensi nutrisi, terapi obat, dan psikis. Stimulan nafsu makan meliputi prokinetik (metoclopramide), hormon (megestrol acetate, dexamethasone), psikotropika, dan anti-sitokin. Pemberian omega-3 dalam dosis 2-18 g/hari dapat menurunkan kadar interleukin-6 dan PIF (proteolysisinducing factor) di samping menstabilkan dan meningkatkan berat badan. (LHS) 311 LA PO R A N K H USUS Kongres ini merupakan kongres (tahunan) yang ke-46, dilaksanakan di International Congress Centrum Berlin - Jerman sejak 30 Maret hingga 3 April 2011, diikuti oleh lebih dari 8000 peserta. Acara diawali dengan workshop di hari pertama, dilanjutkan simposium untuk empat hari berikutnya. Secara umum, topik yang diangkat mencakup hepatitis virus, ASH/NASH, komplikasi penyakit hati, dan keganasan. ASH (Alcoholic Steatohepatitis)/ NASH (Non Alcoholic Steatohepatitis) • NASH secara independen berkaitan dengan peningkatan plasminogen activator inhibitor-1 (PA-1). PA-1 berhubungan dengan penumpukan lemak viseral dan inflamasi sehingga dapat meningkatkan kejadian tromboemboli pada obesitas. • Peranan pioglitazone dalam manajemen NASH (non alcoholic steato hepatitis) adalah dalam pengaturan gen yang terlibat dalam oksidasi lemak dan meningkatkan jalur antiinflamasi serta mengurangi proliferasi sel. • Studi in vitro pioglitazone menunjukkan efek hambatan terhadap proliferasi kultur sel stellate dan aktivasi PDGFBB (platelet derived growth factor BB). • Data preliminary menunjukkan bahwa kombinasi terapi rosiglitazone dan metformin atau rosiglitazone dan losartan selama 48 minggu tidak menunukkan manfaat yang berarti dibandingkan terapi rosiglitazone tunggal jika dinilai melalui parameter histopatologi . • Data epidemiologi di Amerika menunjukkan bahwa meskipun prevalensi penyebab mayoritas dan penyakit hati kronik tetap stabil atau menurun, prevalensi NASH terus meningkat. Suplementasi omega 3 (3000 mg/hari selama 1 tahun) dibandingkan dengan plasebo mampu menurunkan rasio omega-6 dan omega-3 eritrosit serta menurunkan kadar lemak hati tanpa tergantung olahraga atau penurunan berat badan, akan tetapi tidak memperbaiki kerusakan sel dan metabolisme insulin. • Terapi kombinasi silymarin-fosfatidilkolinvitamin E memperlihatkan perbaikan yang nyata pada studi multisenter, acak, tersamar ganda dengan pembanding plasebo di Italia atas 179 pasien steatosis/steatohepatitis. • Suplemen vitamin E 700 IU plus asam lipoat alfa memberikan perbaikan nyata dalam skor inflamasi dan steatosis pada pasien NAFLD (non alcoholic fatty liver disease) dan NASH. 312 • Studi nasional skala besar, berbasis populasi • positif berhasil mencapai serokonversi dengan menyatakan bahwa konsumsi kopi dapat menurunkan kejadian sindrom metabolik. Selain itu konsumsi kopi juga memiliki efek hepatoprotektif pada pasien NAFLD dengan cara meningkatkan ekspresi dari sitokrom P450S serta memiliki efek anti fibrosis. Kombinasi fosfatidilkolin 300 mg-4 kali/hari dan metformin 850 mg-2 kali sehari selama 60 hari memiliki kemaknaan klinis yang nyata dalam penurunan kadar ALT dan trigliserida pada pasien NASH. Melalui pemeriksaan proton magnetic resonance spectroscopy, pemberian probiotik strain Lactobacillus dan Bifidobacterium selama 6 bulan menurunkan kadar trigliserida sel hati. Olah raga dengan tingkat aktivitas sedang (tanpa penurunan berat badan) memperbaiki kerusakan sel hati secara histologis, sedangkan penurunan sedikit berat badan selain memperbaiki kerusakan sel juga memperbaiki aktivitas insulin. Studi imunohistokimia memperlihatkan peningkatan ekspresi protein p90RSK, fosforilasi dan translokasi nukleus pada sel hati pasien hepatitis alkoholik, sehingga p90RSK mungkin dapat menjadi target terapi hepatitis alkoholik. Sel induk untuk sel hati terkait erat dengan kondisi penyakit hati alkoholik, pada kondisi tersebut kemampuan regenerasi menjadi tidak efisien. Kombinasi losartan dengan simvastatin memperbaiki derajat perlemakan hati dan diameter VAT (visceral adipose tissue). Controlled Attenuation Parameter (CAP) merupakan metode yang efisien untuk mendeteksi steatosis minimalis; metode ini dapat diimplementasikan pada alat Fibroscan®. terapi peginterferon alfa-2a 180 µg selama 48 minggu. Kadar HbsAg<100 IU/mL dapat memprediksi serokonversi hingga tahun ke 3. Efek modulasi sistem imun dari terapi peginterferon alfa adalah melalui peningkatan jumlah sel NK CD56, ekspresi TRAIL (TNFrelated apoptosis inducing ligand) dan produksi interferon g. Terapi analog nukleosida seperti telbivudine memiliki efek samping miopati dan neuropati. Penambahan vitamin D pada terapi telbivudine pasien hepatitis B kronik dengan genotype D dapat memperbaiki nyeri otot dan mencegah perburukan stadium penyakitnya. Dari penelitian di Beijing, perpanjangan durasi terapi peginterferon alfa-2a/adefovir pada pasien hepatitis B kronik dengan HBeAg negatif dapat meningkatkan klirens HbsAg/serokonversi. Antara 1/5-1/10 pasien hepatitis B memperlihatkan gangguan fungsi ginjal, baik pada pasien yang mendapat terapi maupun tidak. Khusus pasien yang diterapi dengan adevofir dan memiliki gangguan fungsi ginjal, harus dipertimbangkan untuk mencari jenis regimen lainnya. Penelitian lain dengan terapi yang sama pada pasien hepatitis B kronik dengan HbeAg positif menunjukkan bahwa perpanjangan terapi (72 minggu) lebih menurunkan rasio HbsAg, rasio serokonversi HbeAg, rasio HBV DNA negatif serta lebih rendahnya kejadian relaps. Studi meta-analisis menunjukkan bahwa terapi jangka panjang analog nukleosida pada hepatitis B kronik dapat menurunkan risiko komplikasi termasuk kejadian sirosis dekompensasi, hepatokarsinoma dan kematian. Terapi antivirus harus diberikan sesegera mungkin pada pasien yang membutuhkan. Pemberian lamivudine pada kehamilan trimester terakhir meskipun relatif aman untuk bayi, harus terus dipantau ketat karena dapat memperpanjang peningkatan kadar ALT ibu. • • • • • • • Hepatitis B • Serokonversi HBV DNA adalah faktor prediksi paling penting penurunan risiko kanker hepatoseluler. • NEPTUNE Study: 37,6% dari 114 pasien HbeAg • • • • • • • • C D K 1 8 5 / V o l . 3 8 n o . 4 / Me i- J u n i 2 0 1 1