BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelapa Sawit 2.1.1. Sejarah Kelapa Sawit Kelapa sawit pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh pemerintah kolonial Belanda pada tahun 1848.Ketika itu ada empat batang bibit kelapa sawit yang dibawa dari Mauritius dan Amsterdam dan ditanam di Kebun Raya Bogor.Tanaman kelapa sawit mulai diusahakan dan dibudidayakan secara komersial pada tahun 1911.Perintis usaha perkebunan kelapa sawit di Indonesia adalah Adrian Hallet, seorang Belgia yang telah belajar banyak tentang kelapa sawit di Afrika.Budidaya yang dilakukannya diikuti oleh K. Schadt yang menandai lahirnya perkebunan kelapa sawitdi Indonesia.Sejak saat itu perkebunan kelapa sawit di Indonesia mulai berkembang. Perkebunan kelapa sawit pertama berlokasi di Pantai Timur Sumatera (Deli) dan Aceh.Luas areal perkebunannya mencapai 5.123 ha. Indonesia mulai mengekspor minyak sawit pada tahun 1919 sebesar 576 ton ke negara – negara Eropa, kemudian tahun 1923 mulai mengekspor minyak inti sawit sebesar 850 ton. Pada masa pendudukan Belanda, perkebunan kelapa sawit mengalami perkembangan yang cukup pesat.Indonesia menggeser dominasi ekspor negara Afrika pada waktu itu.Namun, kemajuan pesat yang dialami oleh Indonesia tidak Universitas Sumatera Utara diikuti dengan peningkatan perekonomian nasional.Hasil perolehan ekspor minyak kelapa sawit hanya meningkatkan perekonomian negara asing termasuk Belanda. Memasuki masa pendudukan Jepang, perkembangan kelapa sawit mengalami kemunduran.Secara keseluruhan produksi perkebunan kelapa sawit terhenti. Lahan perkebunan mengalami penyusutan sebesar 16 % dari total luas lahan yang ada sehingga produksi minyak sawit Indonesia pun hanya mencapai 56.000 ton pada tahun1948/1949. Padahal pada tahun 1940 Indonesia mengekspor 250.000 ton minyak kelapa sawit. Setelah Belanda dan Jepang meninggalkan Indonesia, pada tahun 1957, pemerintah mengambil alih perkebunan dengan alasan politik dan keamanan.Pemerintah menempatkan perwira-perwira militer di setiap jenjang manajemen perkebunan yang bertujuan mengamankan jalannya produksi.Pemerintah juga membentuk BUMIL (buruh militer) yang merupakan wadah kerjasama antara buruh perkebunan dengan militer.Perubahan manajemen dalam perkebunan dan kondisi social politik serta keamanan dalam negeri yang kondusif, menyebabkan produksi kelapa sawit mengalami penurunan.Pada periode tersebut posisi Indonesia sebagai pemasok minyak sawit dunia terbesar tergeser oleh Malaysia. Memasuki pemerintahan orde baru, pembangunan perkebunan diarahkan dalam rangka menciptakan kesempatan kerja, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan sebagai sektor penghasil devisa negara. Pemerintah terus mendorong pembukaan lahan baru untuk perkebunan.Sampai dengan tahun 1980 luas lahan mencapai 294.560 ha dengan produksi CPO sebesar 721.172 ton.Sejak Universitas Sumatera Utara saat itu lahan perkebunan kelapa sawit Indonesia berkembang pesat(Fauzi, dkk. 2008). 2.1.2. Varietas Tanaman Kelapa Sawit yang Dibedakan Berdasarkan Warna Kulit Buah Ada 3 varietas kelapa sawit yang terkenal berdasarkan perbedaanwarna kulitnya. Varietas – varietas tersebut adalah: 1. Nigrescens Buah warna ungu sampai hitam pada waktu muda dan berubah menjadi kehitam-hitaman pada waktu masak.Varietas ini banyak ditanam di perkebunan. 2. Virescens Pada waktu muda buahnya berwarna hijau dan ketika masak warna berubah menjadi jingga kemerahan, tetapi ujungnya tetap kehijauan.Varietas ini jarang dijumpai di lapangan. 3. Albescens Pada waktu muda buah berwarna keputih-putihan, sedangkan setelah masak menjadi kekuning-kuningan dan ujungnya berwarna ungu kehitaman.Varietas ini juga jarang dijumpai. Universitas Sumatera Utara 2.1.3. Varietas Tanaman Kelapa Sawit Yang Dibedakan Berdasarkan Bentuk Buah 1. Dura Tempurung cukup tebal antara 2 – 8 mm dan tidak lingkaran sabut pada bagian luar tempurung.Daging buah relatiif tipis dengan persentase daging buah terhadap buahbervariasi antara 35 – 50%.Karnel (daging biji) biasanya besar dengan kandungan minyak yang rendah.Dalam persilangan, varietas Dura dipakai sebagai pohon induk betina. Gambar 2.1. Penampang buah kelapa sawit varietas Dura 2. Pisifera Ketebalan tempurung sangat tipis, bahkan hampir tidak ada, tetapi daging buahnya tebal.Persentase daging buah terhadap buah yang cukup tinggi, sedangkan daging biji sangat tipis. Jenis Pisifera tidak dapat diperbanyak tanpa menyilangkan dengan jenis yang lain. Varietas ini dikenal sebagai tanaman betina yang steril sebab bunga batina gugur pada fase dini. Penyerbukan silang antara Pisifera dengan Dura akan menghasilkan varietas Pisifera. Universitas Sumatera Utara Gambar 2.2. Penampang buah kelapa sawit varietas Pisifera 3. Tanera Varietas ini mempunyai sifat-sifat yang berasal dari kedua induknya, yaituDura dan Pisifera. Tempurung sudah menipis, ketebalannya berkisar antara 0,5 – 4 mm. Persentase daging buah terhadap buah tinggi, antara 60 – 96%. Tandan buah yang dihasilkan oleh Tanera lebih banyak daripada Dura, tetapi ukuran tandannya relatif lebih kecil. Gambar 2.3. Penampang buah kelapa sawit varietas Tanera 4. Macro Carya Tempurung sangat tebal, sekitar 5 mm, sedang daging buahnya tipis sekali. Universitas Sumatera Utara 5. Diwikka – wakka Varietas ini mempunyai ciri khas dengan adanya dua lapisan daging buah.Diwikka–wakka dapat dibedakan menjadi diwikka-wakkadura, diwikkawakkapisifera dan diwikka-wakkatenera. Perbedaan ketebalan daging buah kelapa sawit menyebabkan perbedaan persentase atau rendamen minyak yang dikandungnya. Rendamen minyak tertinggi terdapat pada varietas Tanera yaitu sekitar 22 – 24%, sedangkan pada varietas Dura antar 16 – 18%. Jenis kelapa sawit yang diusahakan tentu yang mengandung rendamen minyak tinggi sebab minyak sawit merupakan hasil olahan yang utama( Risza,S.1994). 2.1.4. Kelebihan Minyak Kelapa Sawit Dibandingkan Minyak Nabati Lainnya Dengan kandungan asam lemak jenuh,terutama asam palmitat (C16:0), yang mencapai lebih 40%,minyak sawit pernah di anggap jenis minyak yang bersifat hiperkolestrolemik dan dapat meningkatkan resiko penyakit kardiovaskuler. Namun penelitian–penelitian klinis telah banyak membuktikan minyak sawit bersifat netral pada kadar lipid darah.Sifat hiperkolestrolemik asam palmitat yang banyak terkandung dalam minyak kelapa sawit ternyata dapat ditekan oleh sifat hiperkolestrolemik dan asal oleat (C18:1) dan juga linoleat (C18:2) (studi cook et al 1996) dan juga telah mebuktikan bahwa palmitat tidak bersifat hiperkolestrolemik apabia dikonsumsi bersama dengan asam lemak tak jenuh ganda (PUFA). Beberapa studi bahkan membukt ikan bahwa konsumsi minyak kelapa sawit dapat menurunkan kadar total kolesterol dan LDL Universitas Sumatera Utara kolestrerol,serta meningkatkan HDL kolesterol (kolestrerol baik) dalam darah (Sundram ,1997). 2.1.5. Manfaat Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit menghasilkan buah yang disebut tandan buah segar (TBS). Setelah diolah tandan buah segar akan menghasilkan minyak. Minyak yang berasal dari kelapa sawit terdiri atas dua macam. Pertama, minyak yang berasal dari daging buah (mesocarp). Kedua minyak yang berasal dari inti sawit dikenal sebagai minyak inti sawit atau palm karnel oil (PKO) (Perdamean,M. 2008). Beberapa manfaat kelapa sawit : a. Bahan Baku Makanan Lebih dari 80% minyak goreng yang ada di Indonesia terbuat dari minyak kelapa sawit. Kelebihan minyak sawit sebagai bahan baku minyak goreng adalah kandungan asam oleat yang sangat tinggi yang relatif tinggi yaitu sekitar 40%. Asam oleat adalah asam lemak yang mengandung satu ikatan rangkap, sehingga selama proses penggorengan relatif lebih stabil dibandingkan dengan minyak kedele (Sulistyo, dkk. 2006) Minyak kelapa sawit dapat juga diolah menjadi bahan makanan seperti mentega, lemak untuk masakan (shortening), bahan tambahan coklat, bahan baku es krim, pembuatan asam lemak, vanaspati, bahan baku berbagai industri ringan, bahan makan ternak. Universitas Sumatera Utara b. Bahan Baku Kosmetika dan Obat-obatan Krim, shampoo, lotion dan vitamin A adalah beberapa contoh produk yang berasal dari minyak kelapa sawit. Minyak kelapa sawit jauh lebih mudah diserap kulit dibandingkan minyak lainnya. c. Bahan Baku Industri Berat dan Ringan Pada industri kulit, minyak kelapa sawit digunakan sebagai bahan pelembut dan pelunak. Minyak kelapa sawit juga digunakan pada industri tekstil karena mudah dibersihkan. Sebagai pelumas, minyak kelapa sawit cukup baik digunakan karena tahan terhadap tekanan dan suhu tinggi. Minyak kelapa sawit digunakan sebagai “ cold rolling” dan “flixing agent” pada industri kawat dan perak dan sebagai bahan flotasi pada pemisahan biji tembaga dan kobalt. Pada industri ringan, minyak kelapa sawit dijadikan salah satu bahan baku pembuatan sabun, semir sepatu, lilin, deterjen, dan tinta cetak (Perdamean,M. 2008). 2.1.6. Spesifikasi Mutu pada Minyak Sawit Tabel 2.1. Minyak Kelapa Sawit Mentah (CPO), SNi 01-2901-2006 NO Kriteria Satuan Persyaratan 1 Warna - Jingga kemerahan 2 Kadar kotoran % fraksi masa 0,5 maks 3 Asm lemak bebas (sebagai % fraksi masa asam palmitat) 0,5 maks 4 Bilangan yodium 50-55 G yodium / 100g Universitas Sumatera Utara Tabel 2.2. Minyak Mentah Inti Kelapa Sawit (PKO), SNI 0003-1987 NO Kriteria 1 Satuan Persyaratan Maks 5,0 2 Asam Lemak Bebas (sbg asam % (W/W) laurat) Kandugan benda asing % (W/W) 3 Kadar air Maks 0,45 Maks 0,005 % (W/W) Tabel 2.3. Minyak Goreng (RBDPO), SNI 01-0018-1987 NO Kriteria Satuan Persyaratan 1 Asam Lemak Bebas %(b/b) Maks 0,1 2 Kandugan air dan kotoran %(b/b) Maks 0,15 3 Bilangan iod - Maks 55 4 Titik keruh ◦C Maks 10 5 Titik lunak ◦C Maks 24 6 Warna - 7 Rasa - Merah : maks 3 Kuning : maks 30 Normal 2.2. Asam Lemak ( Fatty Acid) Asam lemak merupakan oleokimia kimia dasar yang paling banyak digunakan. Dapat dikatakan bahwa asam lemak merupakan induk dari oleokimia dasar, karena beberapa oleokimia dasar yang lain seperti fatty ester, fatty alcohol dan fatty amina dapat disintesis dari asam lemak. Akibatnya meningkatnya kebutuhan oleokimia dasar tersebut, diperkirakan kebutuhan asam lemak dunia meningkat 3% per tahun, dari 2,65 juta ton pada tahun 1995menjadi 4 juta ton pada tahun 2010. Asam lemak yang berasal dari Amerika dan Eropa pada umumnya disintesis dari tallow, minyak kelapa, minyak kedelai, dan lain-lain. Universitas Sumatera Utara Produk turunan asam lemak seperti fatty ester, fatty alcohol, dan fatty amina lainnya digunakan untuk menggantikan produk-produk petrokimia. Dengan semakin meninkatnya kesadaran akan lingkungan, maka permintaan untuk produk asam lemak nabati akan meningkat. Disamping itu harga produk-produk petrokimia akan meningkat karena dibebani biaya pencemaran lingkungan (Sulistyo, dkk. 2006). 2.3. Biodiesel Biodiesel umumnya diproduksi dari refined vegetable oil (minyak murni) melalui proses transesterifikasi. Pada dasarnya, proses ini bertujuan mengubah trigliserida menjadi asam lemak metil ester (FEME). Kandungan asam lemak bebas (FFA) bahan baku merupakan salah satu faktor penentu jenis proses pembuatan biodiesel. Umumnya, minyak murni memiliki kadar FFA rendah (sekitar 2%) sehingga dapat langsung diproses dengan metode transesterifikasi. Jika kadar FFA minyak tersebut masih tinggi , sebelum nya perlu dilakukan proses praesterifikasi dengan menentukan terlebih dahulu harga FFA minyak. 2.3.1. Produksi Biodiesel dengan Katalis Biologis Katalis biologis merupakan jenis katalis yang sedang dikembangkan sebagai alternatif lain dalam proses produksi biodiesel. Pengembangan katalis biologis ditunjukkan untuk mengurangi konsumsi energi proses serta menghilangkan terikutnya senyawa-senyawa pengotor dalam biodiesel kasar, seperti gliserol, air, katalis alkalin, dan sabun yang umum timbul pada proses transesterifikasi dengan menggunakan katalis kimiawi. Universitas Sumatera Utara Ada beberapa macam katalis biologi yang sedang dikembangkan oleh berbagai peneliti dari berbagai perguruan tinggi dan lembaga penelitian, yaitu candida antarctica B, rizhomucor miehei, dan pseudomonas cepacia. Penggunaan katalis biologis memiliki kelemahan dibandingkan dengan katalis kimiawi sehubungan dengan harganya yang masih mahal. 2.3.2. Produksi Biodiesel Tanpa Katalis Beberapa peneliti telah mengembangkan teknologi pembuatan biodiesel tanpa menggunakan katalis. Dalam metode ini, proses transesterifikasi minyak dilakukan pada suhu dan tekanan tinggi yaitu sekitar 350̊ dan tekanan 43Mpa. Proses ini sering disebut proses transesterifikasi dengan kondisi superkritik metanol. Proses superkritik metanol memiliki beberapa kelebihan yaitu tidak dipengaruhi oleh kondisi bahan karena asam lemak bebas yang terkandung dalam bahan akan teresterifikasi menjadi metil ester secara simulan , tingkat konversi minyak menjadi metil ester tinggi, waktu proses lebih singkat, dan dipengaruhi oleh keberadaan air(Perdamean,M. 2008). 2.3.3. Keuntungan Penggunaan Biodiesel 1. Tidak perlu modifiksi mesin Pada dasarnya tidak perlu ada modifikasi mesin diesel apabila bahan bakar menggunakan biodiesel. Biodiesel bahkan mempunyai efek pembersihan terhadap tangki bahan bakar, injektor dan slang. 2. Emisi lebih murah Biodiesel dapat mengurangi emisi karbon monoksida, hidrokarbon total, partikel, dan sulfur dioksida. Penambahan 20% biodiesel pada petroleum diesel Universitas Sumatera Utara dapat mengurangi emisi partikel sebesar 13%, karbon monoksida sebesar 7% dan sulfur dioksida sebesar 20%. 3. Energi yang dihasilkan sama Energi yang dihasikan biodiesel sama dengan petroleum diesel, sehingga engine torque dan tenaga kuda yang dihasilkan serupa. 4. Ada efek pelumasan Biodiesel menghasilkan tinggkat pelumas mesin yang lebih tinggi dibandingkan dengan petroleum diesel. 5. Penanganan dan penyimpanan lebih mudah Biodiesel tidak menghasilkan uap yang berbahaya dan dapan disimpan didalam tangki yang sama dengan petroleum diesel. 6. Renewable Biodiesel dibuat dari bahan terbarukan (renewable) sehingga dapat mengurangi import dan penggunaan bahan bakar minyak bumi. 7. Biodegradable Tingkat biodegradable biodiesel sama dengan glukosa. Pencampuran biodiesel dengan petroleum diesel sampai 500%. 8. Non toksik Biodiesel lebih aman dan tingkat toksisitasnya 10 kali lebih rendah dibandingkan dengan garam dapur (Sulistyono, dkk. 2006). 2.4. Esterifikasi Esterifikasi adalah tahap konversi dari asam lemak bebas menjadi ester. Esterifikasimereaksikan minyak lemak dengan alkohol. Katalis-katalis yang cocok adalah zat berkarakterasam kuat, dan karena ini, asam sulfat, asam sulfonat Universitas Sumatera Utara organik atau resin penukar kation asamkuat merupakan katalis-katalis yang biasa terpilih dalam praktek industrial (Soerawidjaja,2006) Untuk mendorong agar reaksi bisa berlangsung ke konversi yang sempurna pada temperatur rendah (misalnya paling tinggi 120° C), reaktan metanol harus ditambahkan dalam jumlah yang sangat berlebih (biasanya lebih besar dari 10 kali nisbah stoikhiometrik) dan air produk ikutan reaksi harus disingkirkan dari fasa reaksi, yaitu fasa minyak. Melalui kombinasi-kombinasi yang tepat dari kondisikondisi reaksi dan metode penyingkiran air,konversi sempurna asam-asam lemak ke ester metilnya dapat dituntaskan dalam waktu 1 sampai beberapa jam. Reaksi esterifikasi dari asam lemak menjadi metil ester adalah : RCOOH + CH 3 OH→ RCOOH 3 + H 2 O Asam Lemak Metanol Metil Ester Air Esterifikasi biasa dilakukan untuk membuat biodiesel dari minyak berkadar asam lemak bebas tinggi (berangka-asam P 5 mg-KOH/g). Pada tahap ini, asam lemak bebas akan dikonversikan menjadi metil ester. Tahap esterifikasi biasa diikuti dengan tahap transesterfikasi. Namun sebelum produk esterifikasi diumpankan ke tahap transesterifikasi, air dan bagian terbesar katalis asam yang dikandungnya harus disingkirkan terlebih dahulu. 2.4.1. Hal-hal yang Mempengaruhi Reaksi Esterifikasi Faktor-faktor yang berpengaruh pada reaksi esterifikasi antara lain : a. Waktu Reaksi Semakin lama waktu reaksi maka kemungkinan kontak antar zat semakin besar sehingga akan menghasilkan konversi yang besar. Jika kesetimbangan reaksi Universitas Sumatera Utara sudah tercapai maka dengan bertambahnya waktu reaksi tidak akan menguntungkan karena tidak memperbesar hasil. b. Pengadukan Pengadukan akan menambah frekuensi tumbukan antara molekul zat pereaksi dengan zat yang bereaksi sehingga mempercepat reaksi dan reaksi terjadi sempurna. c. Katalisator Katalisator berfungsi untuk mengurangi tenaga aktivasi pada suatu reaksi sehingga pada suhu tertentu harga konstanta kecepatan reaksi semakin besar. Pada reaksi esterifikasi yang sudah dilakukan biasanya menggunakan konsentrasi katalis antara 1 - 4 % berat sampai 10 % berat campuran pereaksi (Mc Ketta, 1978). d. Suhu Reaksi Semakin tinggi suhu yang dioperasikan maka semakin banyak konversi yang dihasilkan, hal ini sesuai dengan persamaan Archenius. Bila suhu naik maka harga semakin besar sehingga reaksi berjalan cepat dan hasil konversi makin besar. Jika bahan baku yang digunakan adalah minyak mentah yang memiliki kadar FFA tinggi (>5%), seperti minyak jelantah, PFAD, CPO low grade, dan minyak jarak, proses transesterifikasi yang dilakukan untuk mengkonversi minyak menjadi biodiesel tidak akan berjalan efisien. Bahan-bahan diatas perlu melalui proses pra-esterifikasi untuk menurunkan kadar FFA hingga dibawah 5%. Universitas Sumatera Utara Umumnya proses esterifikasi menggunakan katalis asam. Asam-asam pekat seperti asam sulfat dan asam klorida adalah jenis asam yang sekarang banyak digunakan sebagai katalis. Pada tahap iniakan diperoleh minyakdengan campuran metil ester kasar dan metanolsisa kemudian dipisahkan. Proses esterifikasi dilanjutkan dengan proses esterifikasi alkalin (transesterifikasi) terhadap produk pertama diatas menggunakan katalis alkalin, (Hambali, dkk. 2007) 2.5.Spektroskopi Inframerah FT-IR (Fourier Transform Infra Red) telah membawa tingkat keserbagunaan yang lebih besar ke penelitian-penelitian struktur polimer. Karena spektrum-spektrum bisa di-scan, disimpan, dan ditranformasikan dalam hitungan detik. Teknik ini memudahkan penelitian reaksi-reaksi polimer seperti degradasi atau ikat silang. Persyaratan-persyaratan ukuran sampel yang sangat kecil mempermudah kopling instrument FT-IR dengan suatu mikroskop untuk analisis bagian-bagian sampel polimer yang sangat teralokalisasi, dan kemampuan untuk substraksi digital memungkinkan seseorang untuk melahirkan spektrum-spektrum lainnya yang tersembunyi (Steven, 2001). Universitas Sumatera Utara Tabel 2.4. Frekuensi Regangan Inframerah untuk Beberapa Jenis Ikatan Jenis ikatan Ikatan tunggal dengan hidrogen Ikatan rangkap Gugus C-H Golongan senyawa Alkana Kisaran frekuensi (cm-1-) 2850 – 3000 =C-H Alkena dan senyawa aromatic 3030 – 3140 ≡C-H Alkuna O-H Alkohol dan fenol O-H N-H S-H Asam karboksilat Amina Tiol C=C C=N Alkena Imina, oksim Aldehida, keton, ester, asam 1600 – 1680 1500 – 1650 Alkuna Nitril 2100 – 2260 2200 – 2400 C=O Ikatan tiga rangkap C≡C C≡N Sumber : Hart et al. 1990 3300 3500 – 3700 (bebas) 3200 – 3500 (berikatan hidrogen) 2500 – 3000 3200 – 3600 2550 – 2600 1650 – 1780 Analisis gugus yang terdapat pada bahan polimer seperti poliuretan dilakukan dengan metode FT-IR, yang berguna untuk mengetahui gugus fungsi yang terdapat dalam poliuretan dan ini merupakan kontrol untuk membandingkandengan gugus fungsi bentuk poliuretan lainnya. Umumnya gugus 3 2 yang penting adalah C-H sp , C-H sp , C=O, -OH, C=C, -N=C=O, -N-H , C-O-C dari poliuretan. Dalam pembentukan jaringan semi polimer dengan pemakaian monomer aktif toluena diisosianat maka gugus fungsi yang perlu dilihat pada serapan infra merah adalah gugus - NCO, -NH, -COO dan –CONH, dimana serapan gugus ini akan memberikan gambaran reaksi yang terjadi dalam pembentukan rantai poliuretan, diamana rantai ini boleh jadi dalam bentuk alopanat ataupun isosianat. Untuk poliuretan dalam spektrum FT-IR yang Universitas Sumatera Utara -1. ditemakan pada daerah bilangan gelombang (ν) =4000-400 cm yaitu pada daerah -1 (ν) = 3330-2340 cm yang merupakan vibrasi gugus –NH, dari amida, (ν) = 2230 -1 cm yang kemungkinan adanya gugus C=O dari –N=C=O yang tersisa, diikuti 1 -1 vibrasi C=O pada amida I (1730-1700 cm- ) dan amida II (1540-1500 cm ) dan -1 amida III (1300 -1200 cm ) yang merupakan vibrasi dari C-O-C yang terikat pada C=O amida. Dengan adanya gugus amida dalam molekul poliuretan antara molekul pada gugus –C=0 dengan molekul lainnya pada gugus –NH- akan terjadi jembatan hidrogen sehingga analisis kwantitatif melalui spektroskopi FT-IR terhadap indeks ikatan hidrogen telah banyak dikembangkan dalam mengindentifikasi suatu keberhasilan pembentukan senyawa poliuretan (Randal dan Lee, 2002). Universitas Sumatera Utara