39 BAB V PEMBAHASAN A. Analisis Univariat 1. Karakteristik

advertisement
BAB V
PEMBAHASAN
A. Analisis Univariat
1. Karakteristik Responden
a. Usia
Dalam penelitian ini range usia responden adalah 18 tahun
sehingga terdapat hubungan antara usia dengan kadar COHb
responden dan rata-rata usia responden adalah 46.89 tahun sehingga
dari hasil penelitian dengan rata-rata usia tersebut responden rentan
untuk mempunyai kadar COHb yang tinggi. Menurut Prof. Dr. Ny.
Sumiati Ahmad Mohammad, bahwa pada usia 40-65 tahun merupakan
usia setengah umur (Prasenium) dimana pada usia ini akan mengalami
perubahan fisik dan kemampuan paru-paru juga akan menurun.
Sehingga dari usia rata-rata hasil penelitian menunjukkan bahwa pada
usia tersebut fungsi elastisitas responden mengalami penurunan fungsi
fisiologis dan fungsi organ, termasuk penurunan sum-sum tulang yang
memproduksi sel darah merah. Dengan berkurangnya produksi sel
darah merah berarti kemampuan hemoglobin mengangkut oksigen ke
seluruh organ tubuh akan berkurang. Oleh karena itu, dalam penelitian
ini mempunyai hubungan dengan kadar COHb responden.
b. Rokok yang Dihisap
Dalam penelitian ini, rata-rata rokok yang dihisap pekerja
adalah 4 batang dalam kurun waktu satu shift bekerja yaitu 8 jam.
39
40
Dari hasil penelitian rata-rata rokok yang dihisap responden sebanyak
4 batang, akan mempengaruhi kadar COHb dalam darah dengan
median ekuilibrium COHb adalah sebesar 2.3-3.8% (Fardiaz, 2006).
Teori ini berlawanan dengan hasil penelitian dimana tidak ada
hubungan antara merokok dengan kadar COHb dalam darah
responden penelitian.
2. Lama Paparan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, didapatkan hasil ratarata lama paparan pekerja terpapar CO adalah 4.3 jam dengan lama
paparan minimal 2 jam dan maksimal adalah 8 jam. Dari hasil wawancara
yang dilakukan bahwa lama paparan pekerja bervariasi dikarenakan
adanya pembagian shift kerja dalam 1 shift 8 jam tersebut. Dalam satu area
tempat kerja bisa terdiri dari 2-4 pekerja, sehingga dalam satu area tempat
kerja, pekerja di bagi untuk pembagian kerja. Dalam satu shift kerja
tersebut, terdapat pula pekerja yang melakukan istirahat sebelum
dilakukan pengukuran, sehingga lama paparan dihitung saat pekerja
tersebut mulai bekerja kembali.
Dengan rata-rata lama paparan pekerja adalah 4.3 jam, maka CO
yang masuk ke dalam tubuh responden juga akan mempengaruhi kadar
COHb dalam darah karena sifatnya COHb dalam darah adalah akut. Untuk
responden yang bekerja maksimal 8 jam sudah sesuai dengan UndangUndang No. 13 Tahun 2003 yang menyebutkan bahwa dalam satu hari,
lama bekerja tidak boleh lebih dari 8 jam. Gas CO sebanyak 30 ppm
41
apabila dihisap oleh manusia selama 8 jam akan menimbulkan pusing dan
mual (Wardhana, 2004). Semakin lama paparan CO yang diterima oleh
seseorang, akan mempengaruhi kadar COHb dalam darahnya. Jumlah
COHb yang terbentuk bergantung pada lama paparan terhadap CO.
(Ganong, 2003).
3. Kadar CO Lingkungan
Pengambilan data kadar CO Lingkungan dilakukan dengan
menggunakan CO Meter yang diletakkan selama 10 menit untuk setiap
area kerja dari responden. Dari hasil penelitian yang dilakukan dari
pengukuran kadar CO Lingkungan didapatkan hasil bahwa rata-rata CO
Lingkungan di area Terminal Tirtonadi adalah sebesar 26.97ppm. Dari
hasil tersebut, bahwa 26.97 ppm melebihi Baku Mutu Udara Ambien
Nasional menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 41 Tahun
1999 yaitu sebesar 30.000 μg/Nm3 atau setara dengan 24 ppm. Selain itu
kadar CO Lingkungan yang disarankan oleh WHO bahwa pajanan CO
lingkungan tidak boleh melampaui 25 ppm untuk waktu 1 jam. Dengan
kadar CO Lingkungan yang telah melebihi baku mutu dan saran dari
WHO, maka CO lingkungan dalam penelitian ini akan mempengaruhi
kadar COHb dalam darah responden, karena menurut Wardhana (2004)
bahwa kadar COHb dalam darah dipengaruhi oleh konsentrasi CO udara
dan akan mencapai ekuilibrium tertentu.
4. Kadar COHb
42
Pengambilan data kadar COHb dengan melakukan pengambilan
sampel darah dari setiap responden. Terdapat 34 responden yang bersedia
diambil sampel darahnya untuk kemudian diuji dengan mengunakan alat
Spektrofotomer. Dari sampel darah 34 responden, diperoleh hasil paling
banyak sampel darah responden adalah ≤ 3.5% sebanyak 88.2% yang
menurut ACGIH bahwa kadar COHb 3.5% merupakan rekomendasi kadar
maksimal dari paparan CO yang dapat diterima dari lingkungan kerja
yang mengandung CO. Tetapi dari hasil penelitian masih ditemukan
11.8% responden mempunyai kadar COHb yang melebihi rekomendasi
dari ACGIH.
B. Analisis Bivariat
1. Hubungan Lama Paparan dengan Kadar COHb
Berdasarkan hasil penelitian dari 34 responden, didapatkan
value antara lama paparaan dengan kadar COHb adalah
p-
0.620 dan r
sebesar 0.880 yang berarti tidak ada hubungan antara lama paparan dengan
kadar COHb dalam darah. Frekuensi lama paparan petugas bervariasi yaitu
dengan minimal lama paparan 2 jam dan maksimal adalah 8 jam. Lama
paparan yang dihitung adalah lama paparan petugas saat mulai bekerja,
sampai waktu pengukuran. Pada petugas yang sebelumnya telah
melakukan istirahat, maka lama paparan petugas dihitung mulai dari
petugas itu bekerja kembali. Hal ini dilakukan karena saat istirahat, CO
yang sebelumnya terhisap, bisa keluar karena tempat pekerja istirahat
adalah tempat dengan kadar oksigen yang cukup.
43
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa lama paparan rata-rata
adalah 4.3 jam sehingga tidak adanya hubungan antara lama paparan
dengan kadar COHb dikarenakan nilai CO lingkungan Terminal Tirtonadi
adalah 26.97 ppm yang berarti bahwa nilai CO di terminal Tirtonadi
berada di bawah nilai standar CO udara dari NIOSH yaitu sebesar 1807
ppm. Menurut NIOSH bahwa untuk mempengaruhi kesehatan dengan
lama paparan 4 jam, maka kadar CO di lingkungan sebesar 1807 ppm.
Sehingga pada penelitian ini tidak terjadi hubungan antara kadar CO
Lingkungan dengan kadar COHb dalam darah Petugas Dishub Terminal
Tirtonadi. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Novitasari (2013) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara
lama paparan dengan kadar COHb dalam darah pada mahasiswa Udinus.
Tetapi berbeda pada penelitian
Mustika Chasanatusy (2011) bahwa
semakin lama para pedagang memperoleh paparan gas CO dari asap
kendaraan bermotor berisiko meningkatkan kadar COHb dalam darah.
2. Hubungan Kadar CO Lingkungan dengan Kadar COHb
Berdasarkan data hasil penelitian dari 34 responden, didapatkan pvalue antara kadar CO Lingkungan dengan kadar COHb adalah 0.001 dan
r sebesar 0.721**. Dengan p-value sebesar 0.001 menunjukkan bahwa ada
hubungan yang signifikan antara kadar CO lingkungan dengan kadar
COHb dalam darah dan dengan r sebesar 0.721 menunjukkan adanya
tingkat hubungan yang kuat dengan arah hubungan positif (+).
44
Frekuensi kadar CO lingkungan yang bervariasi dengan rata-rata
yaitu sebesar 26.97 ppm dengan minimal adalah 12 ppm dan maksimal
adalah 78 ppm. Rata-rata yaitu sebesar 26.97 ppm telah melebihi baku
mutu yang telah ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
No. 41 Tahun 1999 tentang Baku Mutu Udara Ambien Nasional untuk CO
adalah sebesar 24 ppm. Hal ini disebabkan oleh peningkatan bis yang
keluar masuk, jumlah pengguna jalan sehubungan dengan aktivitasnya
seperti dimulainya jam masuk sekolah untuk pelajar dan jam masuk kerja
oleh para pekerja pada pagi hari.
Pada hasil penelitian yang diperoleh kadar rata rata CO lingkungan
adalah sebesar 26.97 ppm dan kadar COHb adalah 2.7%. Menurut Fardiaz
2006 mengenai data ekuilibrium antara COHb di dalam darah dengan CO
di udara, untuk kadar CO lingkungan 20 ppm, maka ekuilibrium dalam
darah adalah 3.7%. Kadar COHb hasil penelitian tidak sesui dengan teori
yang disebutkan oleh Fardiaz. Dengan tingkat korelasi sebesar 0.721 yang
menunjukkan adanya tingkat hubungan yang kuat dikarenakan masih
terdapat terdapat 0.279 faktor perancu lain yang tidak dapat dikendalikan
seperti responden yang rutin berolahraga dan konsumsi gizi yang cukup
saat dilakukannya penelitian. Selain faktor dalam diri responden, terdapat
faktor dari luar yang menyebabkan hasil penelitian tidak sesuai dengan
teori yaitu kecepatan aliran udara yang menyebabkan tidak semua CO
lingkungan dihirup oleh petugas.
3. Hubungan Usia dengan Kadar COHb
45
Berdasarkan hasil penelitian dari 34 responden, berdasarkan tabel
di atas dapat diketahui bahwa uji hubungan usia dengan kadar COHb p =
0.018 atau p < 0.05 yang berarti bahwa ada hubungan usia dengan kadar
COHb. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Novitasari
(2013) bahwa terdapat hubungan antara usia ≥21 tahun dengan kadar
COHb dengan p value = 0.006. Dari hasil penelitian dan uji statistik yang
telah dilakukan juga dapat disimpulkan bahwa kadar COHb berbanding
lurus dengan umur, semakin tua seseorang akan memiliki kandungan
COHb lebih besar/tinggi dibandingkan dengan yang lebih muda seperti
yang disebutkan pula pada penelitian Ratna Juita (2009). Menurut teori
bahwa pada usia 40 – 65 tahun terjadi penurunan elastisitas paru dan
mengalami penurunan fisiologis semua fungsi organ termasuk penurunan
sumsum tulang yang memproduksi sel darah merah. Dengan berkurangnya
produksi sel darah merah berarti kemampuan hemoglobin mengangkut
oksigen ke seluruh organ tubuh akan berkurang. Dengan tingkat korelasi
sebesar 0.405 yang menunjukkan tingkat hubungan yang sedang antara
usia dengan kadar COHb sehingga masih terdapat 0.595 faktor lain dalam
diri responden yang mempengaruhi kadar COHb dalam darah responden.
C. Keterbatasan Penelitian
Dalam pelaksanaan penelitian ini, ada beberapa keterbatasan penelitian
yang berupa :
46
1. Terdapat sampel yang melakukan istirahat saat bekerja atau bergantian
shift, sehingga peneliti harus mengambil data lama paparan pada jam kerja
setelah atau sebelum beristirahat.
2. Pengukuran kadar CO lingkungan yang hanya dilakukan 1 kali dalam 1
shift kerja yang sebaiknya dilakukan selama 3 kali dalam 1 shift.
3. Pengambilan range usia terlalu besar sehingga menimbulkan bias yang
kemudian menyebabkan adanya hubungan karakteristik responden dengan
variabel terikat.
4. Tidak diukurnya faktor perancu lain yaitu gizi, kebiasaan olahraga, dan
penggunaan masker yang akan menimbulkan bias pada hasil pengukuran
COHb.
Download