bab 2 tinjauan pustaka - Universitas Sumatera Utara

advertisement
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Tanaman Kayu Putih
2.1.1 Karakteristik Tanaman Kayu Putih Secara Umum
Gelam atau kayu putih (Melaleuca leucandendra sinonim dengan M.
leucadendron). Mempunyai banyak nama lain, seperti M. cajuputi Roxb.,M.
cumingiana et lancifolia Turcz., dimanfaatkan sebagai sumber minyak kayu putih
(cajuput oil). Nama ini diambil dari warna batang yang memang putih. Minyak
diekstrak (biasanya disuling dengan uap) terutama dari daun dan rantingnya
(Agoes, 2010).
Sistematika tanaman kayu putih adalah sebagai berikut:
Kingdom
: Plantae
Super Divisi : Spermathophyte
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliophyta
Ordo
: Myrtales
Famili
: Myrtaceae
Genus
: Melaleuca
Spesies
: Melaleuca leucandendra
2.1.2 Morfologi Tanaman Kayu Putih
Tumbuhan dari famili Myrtaceae merupakan salah satu sumber minyak atsiri
yang memiliki nilai komersial yang cukup tinggi. Beberapa jenis dari famili ini
yang terkenal sebagai penghasil minyak atsiri adalah tumbuhan dari marga
Eucalyptus dan Melaleuca.
Universitas Sumatera Utara
Tanaman kayu putih yang dipustakakan dalam nama ilmiah Melaleuca
leucadendron Linn. Ini tumbuh liar dipadang rumput daerah berhawa panas. Ada
yang sengaja dibudidayakan sebagai tumbuhan obat. Bentuk daunnya jorong,
mirip ujung tombak. Kulit batangnya berwarna putih, buahnya berbentuk kotak,
bijinya halus seperti sekam (Lutony, 2000).
Kayu putih tumbuh ditanah tandus, tahan panas, dan bertunas kembali
setelah terjadi kebakaran. Lokasi tumbuh didekat pantai dibelakang hutan bakau,
ditanah berawa, atau membentuk hutan kecil ditanah kering sampai basah.
Tanaman asli Asia Tenggara ini ditemukan dari dataran rendah sampai 400 mdpl
(Dalimartha, 2008).
Tinggi tanaman kayu putih biasa mencapai 10-20 m, kulit batangnya
berlapis-lapis, dan berwarna putih keabu-abuan dengan permukaan kulit yang
terkelupas tidak beraturan. Batang pohonnya tidak terlalu besar, dengan
percabangan yang menggantung kebawah. Daun berjenis tunggal, agak tebal
seperti kulit, bertangkai pendek, dan letak berseling, helaian daun berbentuk
jorong atau lanset, panjang 4,5-15 cm, lebar 0,75-4 cm, ujung dan pangkalnya
runcing, tepi rata, dan tulang daun hampir sejajar. Permukaan daun berambut,
berwarna hijau kelabu sampai hijau kecoklatan. Daun bila diremas atau
dimemarkan berbau minyak kayu putih (Agoes, 2010).
Bunga majemuk bentuk bulir, seperti lonceng, daun mahkota warna putih,
kepala putik berwarna putih kekuningan, keluar diujung percabangan. Buah
panjang 2,5-3 mm, lebar 3-4 mm, warnanya cokelat muda sampai cokelat tua,
bijinya halus, sangat ringan seperti sekam, berwarna kuning. Ada beberapa
varietas pohon kayu putih, ada yang kayunya berwarna merah dan ada yang
Universitas Sumatera Utara
kayunya berwarna putih. Rumphius (ahli tanaman obat Indonesia) membedakan
kayu putih dalam varietas daun besar dan varietas daun kecil. Kayu putih berdaun
kecil digunakan untuk membuat minyak kayu putih, melalui proses penyulingan,
daun kayu putih akan menghasilkan minyak atsiri yang disebut minyak kayu
putih, yang berwarna kekuning-kuningan sampai kehijau-hijauan. Minyak kayu
putih mudah menguap, pada hari yang panas orang yang berdekatan dengan
pohon ini akan dapat membauinya dari jarak yang cukup jauh (Agoes, 2010).
2.1.3 Syarat Tumbuh dan Budidaya Tanaman Kayu Putih
Tanaman kayu putih tidak memerlukan syarat tumbuh yang spesifik. Dari
ketinggian antara 5-450 m diatas permukaan laut, terbukti bahwa tanaman yang
satu ini memiliki toleransi yang cukup baik untuk berkembang (Lutony, 2000).
Perbanyakan kayu putih dapat dilakukan dengan biji dan anakan. Kayu
putih dirawat dengan disiram air yang cukup, dijaga kelembapan tanahnya, dan
dipupuk dengan pupuk organik (Hariana, 2009).
Pohon kayu yang ada pada saat ini kebanyakan merupakan hasil
penanaman jawatan kehutanan. Tanaman kayu putih ini diperbanyak melalui biji
yang telah disemaikan terlebih dahulu. Bagian yang paling berharga dari tanaman
kayu putih untuk keperluan produksi minyak atsiri adalah daunnya. Daun kayu
putih yang akan disuling minyaknya mulai bisa dipangkas atau dipungut setelah
berumur lima tahun. Seterusnya dapat dilakukan pemangkasan setiap enam bulan
sekali sampai tanaman berusia 30 tahun. Dibeberapa daerah yang subur, tanaman
kayu putih telah bisa dipungut daunnya pada usia dua tahun. Setiap pohon kayu
putih yang telah berumur lima tahun atau lebih dapat menghasilkan sekitar 50-100
kg daun berikut ranting (Lutony, 2000).
Universitas Sumatera Utara
Pemungutan daun kayu putih sebaiknya dilakukan pada pagi hari.
Alasannya, pada waktu pagi hari daun mampu menghasilkan rendemen minyak
atsiri lebih tinggi dengan kualitas baik. Daun kayu putih segar yang baru dipetik
sebaiknya langsung disuling karena penundaan yang lama akan menyebabkan
kehilangan minyak (Lutony, 2000).
2.1.4 Kandungan Kimia Tanaman Kayu Putih
Umumnya minyak atsiri dari jenis atau varietas tumbuhan yang berbeda juga
memiliki komponen kimia yang berbeda.
Kulit kayu putih mengandung lignin dan resinol bernama melaleucin.
Daun mengandung minyak atsiri, terdiri atas metileugenol, 1,8- sineol, dllimonen, terpinol, α-pinene, benzaldehide, butilaldehide, pentanal, propionik acid,
dan betulin. Sineol merupakan antiseptik kuat. Penelitian awal menunjukkan
bahwa buah mempunyai efek antivirus (Dalimartha, 2008).
Kulit pohon kayu putih memiliki rasa tawar, netral, dan bersifat penenang.
Daunnya berasa pedas, kelat, dan bersifat hangat. Kayu putih mengandung lignin,
melaleucin, serta minyak atsiri yang terdiri sineol 50-65%, alpha-terpineol,
valeraldehida, dan benzaldehida (Hariana, 2009).
2.2 Minyak Kayu Putih
2.2.1 Pengertian Minyak Kayu Putih
Minyak kayu putih atau dalam bahasa inggris dikenal cajuput oil, oleummelaleuca-cajeput, atau oleum cajuput adalah minyak yang dihasilkan dari
penyulingan daun dan ranting kayu putih (Agoes, 2010).
Universitas Sumatera Utara
2.2.2 Penyulingan Minyak Kayu Putih
Cara yang ditempuh untuk memproduksi minyak kayu putih biasanya langsung
dengan menyuling daunnya saja atau dengan cara menyuling daun kayu putih
tersebut berikut ranting daunnya sepanjang lebih kurang 20 cm dari pucuk daun.
Apabila yang disuling itu berikut dengan ranting daunnya, sebaiknya
menggunakan perbandingan antara berat ranting terhadap berat daun sebesar 15%,
karena ranting daun hanya mengandung 0,1% minyak (Lutony, 2000).
Daun kayu putih yang akan disuling sebaiknya masih dalam keadaan segar
atau paling tidak belum lebih dari 12 jam setelah dipanen. Apabila penyulingan
daun tersebut dilakukan setelah 12 jam kemudian (daun sudah tidak segar lagi)
maka rendemen serta kualitas minyak kayu putih yang dihasilkan akan berkurang.
Kadar sineol yang merupakan komponen yang sangat penting dalam minyak kayu
putih juga akan menurun (Lutony, 2000).
Penyulingan daun dan ranting kayu putih biasanya pada ketel-ketel
berukuran tinggi 3,5 kaki, yang terbuat dari lembaran/plat besi atau tembaga dan
dipanasi dengan api langsung. Tutup ketel, seperti halnya kondensor sederhana
(direndam dalam drum dengan arah diagonal) juga sering terbuat dari bahan
tembaga. Daun segar dimuat kedalam ketel, kemudian diisi sampai setengahnya
dengan air. Rendemen minyak yang dihasilkan kurang lebih 1 %, dan masih dapat
ditingkatkan dengan menggunakan ketel-ketel modern dilengkapi kondensor yang
efisien. Tergantung pada kapasitas kondensor, maka sebuah ketel suling dapat
menghasilkan 6 liter minyak dalam 24 jam (Guenther, 1990).
Sebaiknya daun kayu putih disuling melalui penyulingan dengan uap atau
penyulingan dengan air dan uap. Jika proses penyulingan daun kayu putih
Universitas Sumatera Utara
dilakukan dengan uap dan mula-mula dipergunakan tekanan rendah (1 atm) serta
kemudian tekanan berangsur-angsur dinaikkan sampai 1,5 atm dan pada selang
setengah jam terakhir tekanan dinaikkan lagi sampai 2 atm maka untuk ketel yang
berkapasitas 1000 kg daun akan dibutuhkan waktu penyulingan sekitar 165 menit
atau 2 jam 45 menit. Jika proses penyulingan dilakukan dengan uap dan air yang
menggunakan tekanan tidak lebih dari 1 atm dan suhu uap air kira-kira sama
dengan suhu didih air (1000 C) maka lama penyulingan untuk ketel berkapasitas
1000 kg akan membutuhkan waktu 4-5 jam atau dua kali lebih lama dibandingkan
penyulingan dengan uap (Lutony, 2000).
2.2.3 Mutu Minyak Kayu Putih
Dalam dunia perdagangan minyak kayu putih dikenal dengan nama cajeput oil
atau Melaleuca oil yang diperoleh dari hasil penyulingan daun kayu putih segar
(Lutony, 2000).
Standar mutu minyak kayu putih menurut EOA (Essential Oil Association
of USA) dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Table 2.1 Standar mutu minyak kayu putih menurut EOA
No
Jenis uji
Persyaratan
1. Warna
Cairan yang berwarna kuning atau hijau
2. Berat jenis pada 250 C
0,908-0,925
3. Putaran optic
0 - (-40)
0
4. Indeks refraksi 20 C
1,4660 – 1,4720
5. Kandungan sineol
50% – 65%
6. Minyak pelican
Negatif
7. Minyak lemak
Negatif
8. Kelarutan dalam alkohol 80%
Larut dalam 1 volume
Untuk mempertahankan mutunya, sebaiknya minyak kayu putih dikemas
dalam drum berlapis timah putih atau drum besi galvanis (Lutony, 2000).
Standar mutu minyak kayu putih belum seragam untuk seluruh dunia,
karena setiap Negara penghasil dan pengekspor menentukan standar mutu minyak
Universitas Sumatera Utara
kayu putih sendiri, misalnya standar mutu minyak kayu putih dari Indonesia ( SNI
06-3954-2006). Spesifikasi minyak kayu putih menurut SNI 06-3954-2006 dapat
dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 2.2 Spesifikasi minyak kayu putih menurut SNI 06-3954-2006
No
Jenis uji
Satuan
Persyaratan
1. Keadaan
1.1 Warna
Jernih sampai kuning
kehijauan
1.2 Bau
Khas kayu putih
2. Bobot jenis 200 C/200 C
0,900 – 0,930
20
3. Indeks bias (nD )
1,450 – 1,470
4. Kelarutan dalam etanol 70%
1:1 sampai 1:10 jernih
5. Putaran optic
(-) 40 s/d 00
6. Kandungan sineol
%
50 – 65
2.2.4 Khasiat dan Kegunaan Minyak Kayu Putih
Minyak kayu putih diperoleh dengan cara destilasi daun. Komponen kimia utama
yang dikandungnya adalah sineol. Minyak kayu putih untuk mengatasi masuk
angin, meningkatkan mood dan ketahanan tubuh terhadap infeksi. Aromanya
dapat melapangkan rongga pernapasan dan sangat membantu menghilangkan
bercak-bercak pada kulit. Minyak ini bersifat sebagai penyejuk stimulan, dan
pembangkit energi. Secara tradisional minyak kayu putih sering digunakan
sebagai antiseptik, deodoran, dan penolak serangga. Karena minyak ini dapat
menimbulkan iritasi maka sebelum digunakan harus diencerkan terlebih dahulu
(Agusta, 2000).
Minyak kayu putih banyak digunakan dalam industri farmasi. Penduduk
Indonesia telah mengenal minyak kayu putih sejak berabad- abad serta
mempergunakannya sebagai obat gosok dan obat masuk angin untuk dewasa
maupun anak-anak (Lutony, 2000).
Universitas Sumatera Utara
Penduduk Indonesia menggunakan minyak kayu putih sebagai obat gosok
kemungkinan disebabkan karena memiliki cooling effect. Sebagai obat internal
minyak tersebut berfungsi sebagai anthelmintic, terutama efektif sebagai obat
demam. Jika diteteskan kedalam gigi, dapat mengurangi rasa sakit gigi. Dinegaranegara barat, dahulu minyak ini digunakan sebagai obat luar untuk rematik
(Guenther, 1990).
Sifat- sifat kimia minyak kayu putih sangat dipengaruhi oleh komponen
sineol yang sangat dominan sebagai penyusun utama minyak. Kegunaannya
antara lain sebagai meredakan kembung (karminativum), obat gosok, melebarkan
pembuluh darah perifer (efek seperti orang kerokan), obat berbagai penyakit kulit
ringan (gatal, digigit serangga), serta baunya untuk menetralkan rasa mual,
pusing, dan mabuk (Gunawan, 2010).
Dalam kehidupan sehari-hari, minyak kayu putih dimanfaatkan untuk
mengatasi dan membantu meringankan sakit perut, perut kembung, rasa mual,
gatal-gatal akibat digigit serangga, dan yang paling penting tubuh kita akan terasa
hangat pada saat diolesi minyak ini.
Minyak kayu putih juga dapat dimanfaatkan untuk membersihkan
elektronik seperti tape, VCD, kotak computer/laptop dan layar monitor, serta
menghilangkan lem bekas stiker, bahkan dapat dipakai untuk pembersih karat
(Agoes, 2010).
2.3 Minyak Atsiri
2.3.1 Pengertian Minyak Atsiri
Minyak atsiri merupakan zat berbau yang terkandung dalam tanaman. Minyak ini
disebut juga minyak menguap, minyak eteris, atau minyak esensial karena pada
Universitas Sumatera Utara
suhu biasa (suhu kamar) mudah menguap diudara terbuka. Istilah esensial dipakai
karena minyak atsiri memiliki bau dari tanaman asalnya (Gunawan, 2010).
Minyak atsiri dapat dibagi menjadi dua kelompok. Pertama, minyak atsiri
yang dengan mudah dapat dipisahkan menjadi komponen-komponen atau
penyusun murninya. Komponen-komponen ini dapat menjadi bahan dasar untuk
diproses menjadi produk-produk lain. Contoh kelompok pertama ini adalah:
minyak sereh, minyak daun cengkeh, minyak permen, dan minyak terpentin.
Biasanya komponen utama yang terdapat dalam minyak atsiri tersebut dipisahkan
atau diisolasi dengan penyulingan bertingkat atau dengan proses kimia sederhana.
Kelompok kedua adalah minyak atsiri yang sukar dipisahkan menjadi komponen
murninya. Contoh minyak atsiri kelompok kedua ini antara lain minyak akar
wangi, minyak nilam dan minyak kenanga. Lazimnya minyak atsiri tersebut
langsung dapat digunakan, tanpa diisolasi komponen-komponennya, sebagai
pewangi berbagai produk (Sastrohamidjojo, 2004).
2.3.2 Sifat-Sifat Minyak Atsiri Secara Umum
Adapun sifat-sifat minyak atsiri secara umum diterangkan sebagai berikut:
1. Tersusun oleh bermacam-macam komponen senyawa
2. Memiliki bau khas, umumnya bau ini mewakili bau tanaman asalnya. Bau
minyak atsiri satu dengan yang lain berbeda-beda, sangat tergantung dari
macam dan intensitas bau dari masing-masing komponen penyusunya.
3. Mempunyai rasa getir, kadang-kadang berasa tajam, menggigit, memberi
kesan hangat sampai panas, atau justru dingin ketika terasa dikulit,
tergantung dari jenis komponen penyusunnya.
Universitas Sumatera Utara
4. Dalam keadaan murni (belum tercemar oleh senyawa lain) mudah
menguap pada suhu kamar sehingga bila diteteskan pada selembar kertas
maka ketika dibiarkan menguap, tidak meninggalkan bekas noda pada
benda yang ditempel.
5. Bersifat tidak bisa disabunkan dengan alkali dan tidak bias berubah
menjadi tengik (rancid). Ini berbeda dengan minyak lemak yang tersusun
oleh asam-asam lemak.
6. Bersifat tidak stabil terhadap pengaruh lingkungan, baik pengaruh oksigen
udara, sinar matahari (terutama gelombang ultra violet), dan panas karena
terdiri dari berbagai macam komponen penyusun.
7. Indeks bias umumnya tinggi.
8. Pada umumnya bersifat optis aktif dan memutar bidang polarisasi dengan
rotasi yang spesifik karena banyak komponen penyusun yang memiliki
atom C asimetrik.
9. Pada umumnya tidak dapat bercampur dengar air, tetapi cukup larut
hingga dapat memberikan baunya kepada air walaupun kelarutannya
sangat kecil.
10. Sangat mudah larut dalam pelarut organic (Gunawan, 2010).
2.3.3 Komposisi Kimia Minyak Atsiri
Pada umumnya perbedaan komposisi minyak atsiri disebabkan perbedaan jenis
tanaman penghasil, kondisi iklim, tanah tempat tumbuh, umur panenan, metode
ekstraksi yang digunakan dan cara penyimpanan minyak. Tidak satu pun minyak
atsiri tersusun dari senyawa tunggal, tetapi merupakan campuran komponen yang
terdiri dari tipe-tipe berbeda (Gunawan, 2010).
Universitas Sumatera Utara
Beberapa jenis minyak atsiri memiliki kandungan senyawa terpena dalam
porsi yang sangat besar. Senyawa terpen ini dibangun dari unit isoprena yang
dibentuk dari asam asetat melalui jalur asam mevalonat dan rantai samping
sehingga membentuk C 5 yang memiliki 2 ikatan tidak jenuh (ikatan ganda).
Terpena dalam minyak atsiri umumnya berbentuk monoterpena yang terdiri atas 2
unit isoprena yang bergabung menurut kaidah kepala-ekor, disamping senyawa
seskuiterpena yang terdiri atas 3 unit isoprena, sedangkan senyawa hasil
penggabungan dari 4 unit isoprena atau diterpena sangat jarang ditemukan dalam
substansi minyak atsiri (Agusta, 2000).
Senyawa terpen memiliki aroma kurang wangi, sukar larut dalam alkohol
encer dan jika disimpan dalam waktu lama akan membentuk resin. Golongan
hidrokarbon teroksigenasi merupakan senyawa yang penting dalam minyak atsiri
karena umumnya aroma yang lebih wangi. Fraksi terpen perlu dipisahkan untuk
tujuan tertentu, misalnya untuk pembuatan parfum, sehingga didapatkan minyak
atsiri yang bebas terpen (Ketaren, 1985).
Kelompok komponen besar lainnya dalam minyak atsiri adalah senyawa
fenilpropena. Kelompok senyawa ini terdiri dari cincin fenil (C 6 ) dengan propena
(C 3 ) sebagai rantai samping. Senyawa yang termasuk kedalam kelompok ini
adalah sinamaldehida, eugenol, anetol, metal salisilat, dll. Kelompok senyawa ini
didalam minyak atsiri umumnya terdapat dalam bentuk senyawa fenol atau ester
fenol (Agusta, 2000).
Universitas Sumatera Utara
2.3.4 Keberadaan Minyak Atsiri Dalam Tanaman
Minyak atsiri terkandung dalam berbagai organ, seperti didalam rambut kelenjar
(pada famili Labiatae), didalam sel-sel parenkim (misalnya famili Piperaceae),
didalam saluran minyak yang disebut vittae (famili Umbelliferae), didalam
rongga-rongga skizogen dan lisigen (pada famili
Pinaceae dan Rutaceae),
terkandung didalam semua jaringan (pada famili Coniferae). Pada bunga mawar,
kandungan minyak atsiri terbanyak terpusat pada mahkota bunga, pada kayu
manis (sinamon) banyak ditemui dikulit batang (korteks), pada famili
Umbelliferae banyak terdapat dalam perikarp buah, pada Menthae sp. Terdapat
dalam rambut kelenjar batang dan daun, serta pada jeruk terdapat dalam kulit
buah dan dalam helai daun (Gunawan, 2010).
2.3.5 Kegunaan Minyak Atsiri
Dalam kehidupan sehari-hari minyak atsiri dapat bermanfaat sebagai berikut:
1. Bahan pewangi atau penyedap (flavouring) masakan.
2. Bahan antiseptik (zat yang dapat menghaambat pertumbuhan dan
perkembangan
mikroorganisme
dan
bakterisida
(zat
yang
dapat
membunuh bakteri).
3. Obat cacing.
4. Bahan pewangi kosmetik atau sabun.
5. Bahan untuk menetralisir bau yang tidak sedap atau tidak enak (Guenther,
1987).
Universitas Sumatera Utara
2.3.6 Metode Isolasi Minyak Atsiri
Minyak atsiri umumnya diisolasi dengan empat metode yang lazim digunakan
sebagai berikut:
2.3.6.1 Metode Destilasi
Diantara metode-metode isolasi yang paling lazim dilakukan adalah metode
destilasi. Beberapa metode destilasi yang popular dilakukan diberbagai
perusahaan industri penyulingan minyak atsiri, antara lain:
1. Metode destilasi kering (langsung dari bahannya tanpa menggunakan air).
Metode ini paling sesuai untuk bahan tanaman yang kering dan untuk
minyak-minyak yang tahan pemanasan (tidak mengalami perubahan bau
dan warna saat dipanaskan).
2. Destilasi air, meliputi destilasi air dan uap air dan destilasi uap air
langsung. Metode ini dapat digunakan untuk bahan kering maupun bahan
segar dan terutama digunakan untuk minyak-minyak yang kebanyakan
dapat rusak akibat panas kering. Seluruh bahan dihaluskan kemudian
dimasukkan kedalam bejana yang bentuknya mirip dandang. Dalam
metode ini ada beberapa versi perlakuan:
1. Bahan tanaman langsung direbus dalam air.
2. Bahan tanaman langsung masuk air, tetapi tidak direbus. Dari
bawah aliran uap air panas.
3. Bahan tanaman ditaruh dibejana bagian atas, sementara uap air
dihasilkan oleh air mendidih dari bawah dandang.
4. Bahan tanaman ditaruh dalam bejana tanpa air dan disemburkan
uap air dari luar bejana (Gunawan, 2010).
Universitas Sumatera Utara
2.3.6.2 Metode Penyulingan
Minyak atsiri dapat diproduksi melalui tiga model metode penyulingan, yaitu:
1. Penyulingan dengan air
Pada metode ini, bahan tanaman yang akan disuling mengalami kontak
langsung dengan air mendidih. Bahan dapat mengapung diatas air atau
terendam secara sempurna, tergantung pada berat jenis dan jumlah bahan
yang disuling. Ciri khas model ini yaitu adanya kontak langsung antara
bahan dan air mendidih. Oleh karena itu, sering disebut penyulingan
langsung. Minyak atsiri dari beberapa jenis bahan seperti bubuk buah
badam dan bunga mawar cocok diproduksi dengan cara ini sebab seluruh
bagian bahan harus tercelup dan dapat bergerak bebas dalam air mendidih
(Lutony, 2000).
Kelebihan dan kekurangan metode ini yaitu meskipun dari proses
pengerjaan sangat mudah, tetapi penyulingan dengan cara langsung ini
dapat menyebabkan banyaknya rendemen minyak yang hilang (tidak
tersuling) dan terjadi pula penurunan mutu minyak yang diperoleh
(Lutony, 2000).
2. Penyulingan dengan uap
Model ini disebut juga penyulingan uap atau penyulingan tak langsung.
Pada prinsipnya, model ini sama dengan penyulingan langsung. Hanya
saja, air penghasil uap tidak diisikan bersama-sama dalam ketel
penyulingan. Uap yang digunakan berupa uap jenuh atau uap yang
kelewat panas dengan tekanan lebih dari 1 atmosfer. Didalam proses
penyulingan dengan uap ini, uap dialirkan melalui pipa. Uap berlingkar
Universitas Sumatera Utara
yang berpori dan berada dibawah bahan tanaman yang akan disuling.
Kemudian uap akan bergerak menuju kebagian atas melalui bahan yang
disimpan diatas saringan (Lutony, 2000).
Kelebihan dan kekurangan metode ini yaitu sebuah ketel uap dapat
melayani beberapa buah ketel penyulingan yang dipasang seri sehingga
proses produksi akan berlangsung lebih cepat. Namun sayangnya, proses
penyulingan dengan model ini memerlukan konstruksi ketel yang lebih
kuat, alat-alat pengaman yang lebih baik dan sempurna, biaya yang
diperlukan pun lebih mahal (Lutony, 2000).
3. Penyulingan dengan air dan uap
Pada model penyulingan ini, bahan tanaman yang akan disuling diletakkan
diatas rak-rak atau saringan berlubang. Kemudian ketel penyulingan diisi
dengan air sampai permukaannya tidak jauh dari bagian bawah saringan.
Ciri khas model ini yaitu uap selalu dalam keadaan basah, jenuh, dan tidak
terlalu panas. Bahan tanaman yang akan disuling hanya berhubungan
dengan uap dan tidak dengan air panas (Lutony, 2000).
Kelebihan dan kekurangan metode ini yaitu dari segi komersial,
penyulingan dengan air dan uap memang cukup ekonomis sehingga model
penyulingan ini paling banyak digunakan diberbagai Negara, khususnya
dinegara-negara sedang berkembang. Selain biaya yang diperlukan relatif
murah, rendemen minyak atsiri yang dihasilkan juga cukup memadai,
mutunya pun dapat diterima dengan baik oleh konsumen (Lutony, 2000).
Universitas Sumatera Utara
Pada dasarnya tidak ada perbedaan yang menyolok pada ketiga
metode penyulingan tersebut. Namun demikian pemilihan metode
tergantung pada cara yang digunakan (Sastrohamidjojo, 2004).
2.3.6.3 Metode Pengempaan
Proses memproduksi minyak atsiri dengan metode pengempaan (expression) tidak
banyak dilakukan oleh para perajin minyak atsiri diindonesia (Lutony, 2000).
Metode ini terutama dilakukan untuk minyak-minyak atsiri yang tidak
stabil dan tidak tahan pemanasan seperti minyak jeruk (citrus). Juga terhadap
minyak-minyak atsiri yang bau dan warnanya berubah akibat pengaruh pelarut
penyari. Metode ini juga cocok untuk minyak atsiri yang rendemennya relatif
besar (Gunawan, 2010).
2.3.6.4 Metode Ekstraksi dengan Pelarut
Pengambilan minyak atsiri dengan menggunakan bahan pelarut memang dapat
menghasilkan minyak yang lebih “halus” dibandingkan dengan metode
penyulingan. Metode ini juga sangat cocok untuk mengambil minyak atsiri yang
kurang stabil dan dapat rusak oleh panas uap air. Untuk skala besar dan
komersial, metode ini juga tepat diterapkan dan bahan pelarutnya tidak terbuang
percuma karena dapat digunakan berulang kali. Jenis bahan pelarut yang banyak
dipakai antara lain petroleum eter, eter, aseton, benzen, butan, dan alkohol
(Lutony, 2000).
Universitas Sumatera Utara
2.3.7 Sifat Fisika Minyak Atsiri
Minyak atsiri mempunyai konstituen kimia yang berbeda, tetapi dari segi fisiknya
sama. Minyak atsiri yang baru diekstrak biasanya tidak berwarna atau berwarna
kekuning-kuningan.
Sifat-sifat
fisik
minyak
atsiri
yaitu,
baunya
yang
karakteristik, bersifat optis aktif dan mempunyai sudut putar yang spesifik.
Parameter yang dapat digunakan untuk tetapan fisik minyak atsiri antara lain:
1. Bobot jenis
Bobot jenis merupakan salah satu kriteria penting dalam menentukan mutu
dan kemurnian minyak atsiri. Penentuan bobot jenis menggunakan alat
piknometer. Bobot jenis minyak atsiri umumnya berkisar antara 0,8001,180. Nilai bobot jenis minyak atsiri didefinisikan sebagai perbandingan
berat dari suatu volume contoh pada suhu 250 C dengan berat air pada
volume dan suhu yang sama. Cara ini dapat digunakan untuk semua
minyak dan lemak yang dicairkan. Alat yang digunakan untuk penentuan
bobot jenis ialah piknometer (Ketaren, 1985).
2. Indeks bias
Indeks bias dari suatu zat ialah perbandingan dari sinus sudut sinar jatuh
dan sinus sudut sinar pantul dari cahaya yang melalui suatu zat. Refraksi
atau pembiasan ini disebabkan adanya interaksi antara gaya elektrostatik
dan gaya elektromagnetik dari atom-atom didalam molekul cairan.
Pengujian indeks bias dapat digunakan untuk menentukan kemurnian
minyak dan dapat menentukan dengan cepat terjadinya hidrogenasi
katalisis. Alat yang digunakan pada pengujian ini ialah Refraktometer
abbe yang dilengkapi dengan pengatur suhu. Pengujian dilakukan pada
Universitas Sumatera Utara
suhu 250 C untuk minyak. Nilai indeks bias suatu jenis minyak
dipengaruhi oleh suhu yaitu pada suhu yang lebih tinggi indeks bias
semakin kecil (Ketaren, 1985).
3. Putaran optik
Setiap jenis minyak atsiri mempunyai kemampuan memutar bidang
polarisasi cahaya kearah kiri atau kanan.Besarnya pemutaran bidang
polarisasi ditentukan oleh jenis minyak atsiri, suhu dan panjang
gelombang
cahaya
yang
digunakan.
Penentuan
putaran
optik
menggunakan alat polarimeter (Ketaren, 1985)
4. Penentuan sisa penguapan
Penguapan adalah proses perubahan molekul didalam cair dengan spontan
menjadi gas. Proses ini adalah kebalikan dari kondensasi. Umumnya
penguapan dapat dilihat dari lenyapnya cairan berangsur-angsur ketika
terdapat pada gas dengan volume signifikan. Rata-rata molekul tidak
memiliki energi yang cukup untuk lepas dari cairan. Bila tidak cairan akan
berubah menjadi uap dengan cepat (Agusta, 2000).
Universitas Sumatera Utara
Download