joijoi - Journal | Unair

advertisement
Jurnal Oftalmologi Indonesia Vol. 5, No. 3, Desember 2007 : Hal. 235- 238
I S S N . 1 6 9 3 - 2 5 8 7
Jurnal Oftalmologi Indonesia
JOI
Jurnal Oftalmologi Indonesia Vol. 5, No. 3, Desember 2007
LIMBAL STEM CELL TRANSPLANTATION
236
JOI
LIMBAL STEM CELL TRANSPLANTATION IN LIMBAL STEM
CELL DEFICIENCY AFTER STEVEN JOHNSON SYNDROME
Delfitri Lutfi, Ismi Zuhria, Ratna Doemilah, Eddyanto
Department of Ophthalmology, Medical Faculty Airlangga University - Dr. Soetomo Hospital, Surabaya
ABSTRACT
Objective: To report a case of limbal stem transplantation in limbal stem cell deficiency patient after Steven
Johnson Syndrome. Method: Case report. A 42 years old female came to outpatient clinic with blurred vision in
her both eyes. The patient actually have had blurred vision after she suffered from Steven Johnson Syndrome
(SJS) 24 years ago. She also complained about tearing, pain and sandy feeling in her eyes. She already
underwent symblepharectomy and repair enteropion in both eyes one year ago. Examination revealed visual
acuity one meter finger counting in both eyes. There was ectropion in her right eye. There were also trichiasis,
symblepharon, and corneal conjunctivalization with neovascularization in both eyes. All of these sign due to limbal
stem cell deficiency. The patient underwent limbal stem cell transplantation in her right eye with donor from her
son. Result: Two weeks after transplantation, visual acuity in her right eye was 5/40. After six weeks follow up
visual acuity became 5/20, corneal conjunctivalization dissapeared, and cornea became clearer than before.
Conclusion: Limbal stem cell deficiency in patient after Steven Johnson Syndrome with conjunctivalization can
be corrected with limbal stem cell transplantation.
Keywords: corneal conjunctivalization, limbal stem cell deficiency, limbal stem cell transplantation, Steven
Johnson Syndrome.
Correspondence: Delfitri Lutfi, c/o.: Departemen/SMF Ilmu Kesehatan Mata Fakuktas Kedokteran Unair/RSU
shrinkage, trikiasis, dan defisiensi air mata.1
Pada kornea terutama pada fase lanjut dapat
terjadi epitheliopathy kronis, defek epitel yang tidak
sembuh, pembentukan pannus fibrovaskular, sikatrik
subepitelial dan neovaskularisasi stroma, sikatrik
dan penipisan kornea.2
Secara anatomis permukaan luar kornea mata
dilapisi oleh epitel yang penting untuk menjaga
kejernihannya. Sel progenitor epitel kornea yang
menjaga epitel berada pada sisi basal dari limbus.
PENDAHULUAN
Steven Johnson Syndrome sering terjadi pada
anak-anak dan dewasa muda terutama wanita.
Demam, nyeri otot, gejala traktus respirasi atas dan
bawah terjadi segera saat “onset”. Pada membran
mukosa mata, bibir, dan genetalia akan terjadi lesi
berupa berupa "bulla” dengan pembentukan
membran atau pseudomembran. Komplikasi lanjut
pada membran mukosa mata karena pembentukan
jaringan sikatrik sehingga menyebabkan conjunctival
1
235
Limbal stem cell ini dapat dirusak oleh beberapa
mekanisme, seperti trauma kimia atau termis,
penyakit-penyakit inflamasi seperti Steven-Johnson
Syndrome dan cicatricial pemphigoid. Pada situasi
ini, epitel kornea menjadi rusak dan permukaan
kornea diinvasi oleh konjungtiva.2
Epitel kornea mempunyai ciri cepat
memperbaiki diri. Proses ini penting untuk menjaga
struktur konstan dari sel epitel kornea. Gangguan
pada kapasitas memperbaiki diri dari epitel kornea
menghasilkan gambaran klinis defisiensi limbal stem
cell. Gambaran defisiensi limbal stem cell adalah
adanya sel goblet pada permukaan kornea.
Gambaran histologi menunjukkan epitel yang
ireguler dengan ketebalan bervariasi yang berisi
berbagai macam sel yang dapat diwarnai dengan
alcian biru dan PAS.3
Manifestasi klinis dari defisiensi limbal stem
cell dapat dibagi berdasarkan keparahannya.
Defisiensi limbal stem cell sebagian ditandai dengan
adanya variasi derajat dari konjungtivalisasi perifer
dimana visual aksis masih ditutupi oleh epitel kornea.
Sedangkan defisiensi limbal stem cell total dicirikan
dengan konjungtivalisasi pada seluruh permukaan
kornea.3
Penatalaksanaan dari penyakit permukaan
mata berat telah mengalami banyak kemajuan.
Sebelumnya, pasien dengan penyakit permukaan
mata berat mempunyai prognosis buruk. Dengan
pemahaman tentang limbal stem cell belakangan ini,
terjadi kemajuan dalam penatalaksanaan penyakit
permukaan mata berat. Ada beberapa macam
pelaksanaan transplantasi limbal stem cell
berdasarkan donor dan jaringan yang digunakan.
Jaringan donor untuk pencangkokan epitel dapat
berasal dari dirinya sendiri (autograft) atau bukan
dirinya sendiri (allograft). Autograft diambil dari mata
yang sama atau mata jiran. Pada defisiensi limbus
unilateral dengan atau tanpa disertai hilangnya
konjungtiva, dapat digunakan conjunctival limbal
autograft (CLAU). Prosedur ini memberikan
keuntungan pada penderita bila pada mata terdapat
konjungtiva dan limbus yang sehat. Defisiensi sel
induk limbus unilateral kebanyakan terjadi setelah
trauma kimia pada satu mata, dapat juga terjadi
akibat dari neoplasia intraepitel atau setelah tindakan
pembedahan pada mata.4,5,6
Hilangnya sel induk limbus secara bilateral
dapat terjadi pada sindroma Steven-Johnson,
aniridia, pemfigoid sikatrikal, atau pada keratopati
akibat lensa kontak. Pada kelainan bilateral
direkomendasikan untuk menggunakan prosedur
living-related allograft. atau cadaveric allograft. Jika
memungkinkan dipilih allograft dari donor yang cocok
dengan penderita dalam hal golongan darah ABO
dan HLA. Tindakan pembedahannya identik dengan
C L AU , te ta p i te rd a p a t re s i ko p e n o l a ka n
pencangkokan, sehingga diperlukan imunosupresi
sistemik.4,5,6
TATALAKSANA KASUS
Seorang perempuan, 42 tahun datang ke RS
Dr. Soetomo Surabaya dengan keluhan kedua mata
kabur. Kedua mata kabur terutama dirasakan sejak
24 tahun yang lalu setelah penderita terkena penyakit
kulit dan semakin lama semakin kabur. Kedua mata
dirasakan sering keluar air mata, kadang ngeres
seperti kena debu, dan nyeri tertusuk bulu mata.
Kedua mata juga sering merah dan bengkak pada
kelopak mata terutama kelopak mata atas.
Didapatkan riwayat penderita pernah opname di
ruang kulit 24 tahun yang lalu (tahun 1983) setelah
disuntik dokter karena panas. Saat itu menurut
penderita seluruh badan, bibir, dan kelopak mata
mengelupas semua. Menurut penderita, dokter kulit
saat itu mengatakan bahwa penderita menderita
penyakit kulit yang disebabkan reaksi alergi yang
berat. Kedua mata penderita pernah dioperasi 4 kali,
menurut penderita yang tiga kali untuk melepaskan
perlengketannya dan yang terakhir untuk membuka
kelopak mata atas karena bulu mata yang selalu
menusuk mata kira-kira 1 tahun yang lalu.
Dari pemeriksaan didapatkan visus ODS 1/60
proyeksi iluminasi bisa segala arah. Dari segmen
anterior didapatkan ektropion pada palpebra superior
kanan dan trichiasis pada palpebra superior kedua
mata. Simblefaron pada konjungtiva superior dan
inferior, konjungtivalisasi serta neovaskularisasi
pada kornea kedua mata.
Hal ini sesuai dengan defisiensi limbal stem cell
dikarenakan Steven Johnson Syndrome pada kedua
mata dan direncanakan akan dilakukan transplantasi
limbal stem cell pada mata kanan oleh karena
prognosisnya lebih baik dibanding mata kiri.
Jurnal Oftalmologi Indonesia Vol. 5, No. 3, Desember 2007
LIMBAL STEM CELL TRANSPLANTATION
Transplantasi limbal stem cell dengan donor berasal
dari anak kandung penderita oleh karena kedua
mata penderita menderita kondisi yang sama.
Tehnik transplantasi limbal stem cell pada
penderita ini yaitu awalnya dilakukan pengambilan
jaringan donor, dimulai dari konjungtiva ke anterior.
Sisi konjungtiva ditandai dengan gentian violet.
Setelah itu persiapan mata resipien. Dilakukan limbal
peritomy 360° diikuti dengan reseksi konjungtiva dan
reseksi tambahan seluas 3 jam pada jam 12 dan 6.
Oleh karena pada penderita ini didapatkan
simblefaron pada konjungtiva palpebra superior
kanan yang berat sehingga limbal peritomy
dilakukan pada jam 9 dan 6. Kemudian jaringan
fibrosa subkonjungtiva dibersihkan. Setelah itu
membuang konjungtivalisasi, epitel kornea
abnormal, dan pannus fibrovaskular. Dilakukan
pemindahan jaringan donor ke resipien dan dijahit
secara multiple interrupted dengan nylon 10.0.
Setelah operasi diberikan tetes mata topikal tanpa
pengawet kombinasi antibiotik dan steroid pada
donor dan resipien. Diberikan juga tetes mata
suplemen air mata tanpa pengawet pada resipien.
Dilakukan bebat mata kanan pada resipien hingga 1
minggu setelah operasi.
237
JOI
Hasil operasi setelah 2 minggu pada resipien
didapatkan visus OD 5/40 dan tidak didapatkan
keluhan mata ngeres. Pada donor jaringan di sekitar
limbal telah terbentuk sempurna. Setelah dilakukan
follow up pada resipien hingga 6 minggu setelah
operasi visus OD menjadi 5/20 dengan kondisi
segmen anterior tidak didapatkan konjungtivalisasi
dan kornea menjadi lebih jernih. Kondisi pasien pada
saat sebelum dan setelah operasi terlihat pada
gambar 2, 3, dan 4
C
B
D
E
Gambar 1. Tehnik living-related conjunctival limbal
allograft. (A) Pengambilan jaringan donor,
berapa mm dari limbus. Sisi konjungtiva
ditandai dengan gentian violet. (B) Persiapan
LIMBAL STEM CELL TRANSPLANTATION
limbal peritomy 360° diikuti dengan reseksi
konjungtiva dan reseksi tambahan seluas 3 jam
pada jam 12 dan 6. (C) Jaringan fibrosa
subkonjungtiva dibersihkan. (D) Membuang
epitel kornea abnormal dan pannus
fibrovaskular. (E) Pemindahan jaringan donor ke
resipien dan dijahit secara multiple interrupted
Gambar 2. Sebelum operasi
A
Jurnal Oftalmologi Indonesia Vol. 5, No. 3, Desember 2007
Gambar 3. 2 minggu setelah operasi
238
JOI
lingkungan yang stabil untuk limbal stem cell yang
ditransplantasikan.2 Pada pasien ini setelah diikuti
selama enam minggu terjadi perbaikan visus menjadi
5/20 dengan kondisi kornea lebih jernih dan tidak
didapatkan konjungtivalisasi.
Gambar 4. 6 minggu setelah operasi
DISKUSI
Pada pasien ini terjadi defisienci limbal stem cell
setelah Steven Johnson Syndrom yang dialami 24
tahun yang lalu. Kondisi mata kanan lebih baik
dibandingkan mata kiri karena kelopak mata atas
telah diperbaiki sehingga terjadi ektropion dan
trikiasis tidak mengenai kornea lagi. Pada kasus ini
dilakukan living-related allograft dengan donor
berasal dari anak kandung penderita.
Penatalaksanaan setelah operasi bertujuan untuk
meminimalkan inflamasi dan menunjang epitelisasi
pada mata donor dan resipien. Pada mata donor
diberikan pemberian tetes mata kombinasi antibiotik
dan steroid untuk mempercepat epitelisasi yang
dapat terjadi dalam beberapa hari. Pada mata
resipien juga diberikan tetes mata kombinasi
antibiotik dan steroid tanpa pengawet 4 kali sehari
selain untuk mempercepat epitelisasi juga
meminimalkan reaksi inflamasi. Pada mata resipien,
vaskularisasi pada graft penting untuk menunjang
tumbuhnya limbal stem cell. Oleh karena itu, graft
sebaiknya tidak bergerak karena kontak dengan
kelopak mata. Sehingga perlu dilakukan bebat mata
selama minimal 1 minggu untuk menjaga agar graft
tetap lengket pada bola mata dan tidak berpindah
tempat. Karena terjadi pengurangan produksi air
mata sebelumnya, juga diberikan suplemen air mata
tanpa pengawet pada resipien. Sehingga dalam
follow up dua minggu setelah operasi telah
didapatkan kemajuan visus dari sebelumnya 1/60
menjadi 5/40 dan tidak didapatkan keluhan mata
ngeres.
Pasien dengan penyakit autoimun aktif seperti
Steven Johnson Syndrome mengalami inflamasi
aktif kronis dalam waktu lama. Jenis inflamasi ini
menyebabkan prognosis buruk pada pasien ini
karena mata yang inflamasi tidak menyediakan
KESIMPULAN
Pada pasien ini terjadi perbaikan yang
bermakna terutama pada visus dan kondisi kornea
pada mata yang mendapatkan transplantasi limbal
stem cell. Transplantasi limbal stem cell dapat
dilakukan pada pasien yang menderita defisiensi
limbal stem cell yang diakibatkan Steven Johnson
Syndrome.
DAFTAR PUSTAKA
1. American Academy of Ophthalmology (AAO),
2006-2007. External Disease and Cornea. In
(Liesegang TJ, Skuta GL, Cantor LB, eds).
Basic and Clinical Science Course. San
Francisco: LEO, pp 216 - 219
2. Tauber J, 2002. Autoimmune Diseases
Affecting the Ocular Surface. In (Edward JH,
Mark JM, eds) Ocular Surface Disease:
Medical and Surgical Management. New York:
Springer-Verlag, pp 113 - 121
3. Kruse FE, 2002. Tsubota K, Tseng SCG,
Nordlund ML, 2002. Clasification of Ocular
Surface Disease. In (Edward JH, Mark JM, e d s )
Ocular Surface Disease: Medical and
Surgical Management. New York: SpringerVerlag, pp 28 - 30.
4. Daya SM, Holland EJ, Mannis MJ, 2002.
Living-Related Conjunctival Limbal Allograft. In
(Edward JH, Mark JM, eds) Ocular Surface
Disease: Medical and Surgical
Management. New York: Springer-Verlag, pp
201 - 207.
5. Schwartz GS et al, 2002. Preoperative Staging of
Disease Severity. In (Edward JH, Mark JM, e d s )
Ocular Surface Disease: Medical and
Surgical Management. New York: SpringerVerlag, pp 158 166.
6. Tabin GC et al, 2002. Limbal Stem Cell
Transplantation. In Corneal Transplantation.
New Delhi: Jaypee, pp 235 - 244.
Download