9 BAB 2 LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

advertisement
BAB 2
LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
2.1
Pengetahuan Umum Perpajakan
2.1.2
Definisi Pajak
Berikut ini adalah beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para
ahli dalam buku Perpajakan Indonesia (2011:2) diantaranya :
a. Menurut Mr. Dr. NJ. Feldmann dalam buku De Over Heidsmiddelen Van
Indonesia (terjemahan): Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihan
oleh dan terutang kepada pengusaha ( menurut norma-norma yang
diterapkan secara umum), tanpa adanya kontra prestasi, dan semata-mata
digunakan untuk menutup pegeluaran-pengeluaran umum.
b. Menurut Prof. Dr. MJH. Smeets dalam buku De Economische Betekenis
Belastigen (terjemahan): Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang
terutang melalui norma-norma umum dan yang dapat dipaksakanya, tanpa
adanya kontraprestasi yang dapat ditunjukan dalam hal individual,
dimaksudkan untuk membiayai pengeluaran pemerintah.
c. Menurut Dr. Soeparman Soemahamidjaja : Pajak adalah
iuran wajib
berupa uang atau barang yang dipungut oleh pengusa berdasarkan normanorma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa
kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum.
d. Menurut Prof. Dr. Rochmat. Soemitro, S.H. : Pajak adalah iuran kepada
kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan
tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestsi), yang langsung dapat
ditunjukkan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
Sedangkan menurut Undang-Undang No 28 Tahun 2007, pajak adalah
kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan
yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara
bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri
yang melekat pada pengertian pajak, adalah sebagai berikut.
9
10
1. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan pelaksanaanya
dapat dipaksakan.
2. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukan adanya kontraprestasi
individual oleh pemerintah.
3. Pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah
daerah.
4. Pajak diperuntukan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila
dari pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk
membiayai public investment.
5. Pajak dapat pula mempunyai tujuan selain budgeter , yaitu mengatur.
2.1.2
Fungsi Pajak
Menurut buku Perpajakan Teori dan Kasus , Siti Resmi (2011:3)
terdapat dua fungsi pajak yaitu fungsi budgeter (sumber keuangan negara)
dan fungsi regulerend (pengatur).
a. Fungsi Budgeter (sumber keuangan negara)
Pajak merupakam salah satu sumber penerimaan pemerintah untuk
membiayai pengeluaran baik rutin maupun pembangunan.
b. Fungsi Regulerend (pengatur)
Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksakan kebijakan pemerintah
dalam bidang sosial dan ekonomi, serta mencapai tujuan-tujuan tertentu
di bidang keuangan.
2.1.3
Jenis Pajak
Menurut buku Perpajakan Teori dan Kasus , Siti Resmi (2011:7) jenis
pajak dapat dikelompokan menjadi tiga yaitu :
1. Menurut Golongan
Pajak dikelompokan menjadi dua, yaitu :
a. Pajak langsung
Pajak harus dipikul atau ditanggung sendiri oleh wajib pajak dan
tidak dapat dilimpahkan atau dibebankan kepada orang lain atau
pihak lain.
11
b. Pajak Tidak Langsung
Pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan
kepada orang lain atau pihak ketiga. Pajak tidak langsung terjadi
jika terdapat suatu kegiatan, peristiwa, atau perbuatan yang
menyebabkan terutangnya pajak, misalnya terjadi penyerahan
barang atau jasa.
2. Menurut Sifat
Pajak dikelompokan menjadi dua :
a. Pajak Subjektif
Pajak yang pengenaanya memperhatikan keadaan pribadi Wajib
Pajak atau pengenaan pajak yang memerhatikan keadaan
subjeknya.
b. Pajak Objektif
Pajak yang pengenaanya memperhatikan objek baik berupa benda,
keadaan,
perbuatan,
atau
peristiwa
yang
mengakibatkan
timbulnya kewajiban membayar pajak, tanpa memperhatikan
keadaan pribadi subjek pajak (wajib pajak) maupun tempat
tinggal.
3. Menurut lembaga Pemungut
Pajak dikelompokan mejadi dua, yaitu
a. Pajak negara (Pajak Pusat)
Pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk
membiayai rumah tangga negara umumnya.
b. Pajak Daerah
Pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah baik daerah tingkat I
(pajak provinsi) maupun daerah tingkat II (pajak kabupaten/kota)
dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah masingmasing.
2.1.4
Sistem Pemungutan Pajak
Sistem pemungutan pajak menurut Siti Resmi
(2011:11) dibagi
menjadi tiga diantaranya Official Assessment System, Self Assessment System
dan With Holding System .
12
a. Official Assessment System
Yaitu sistem pemungutan yang memberi kewenangan aparat
perpajakan untuk menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang
setiap tahunnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan
perpajakan dan memungut pajak sepenuhnya berada ditangan para
aparat perpajakan.
b. Self Assessment System
Yaitu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang Wajib
Pajak dalam menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap
tahunnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan
yang berlaku.
c. With Holding system
Yaitu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada
pihak ketiga yang ditunjuk untuk menentukan besarnya pajak yang
terutang oleh Wajib Pajak sesuai dengan peraturan perundangundangan perpajakan yang berlaku.”
Berdasarkan
ketiga sistem
pemungutann
pajak
di
Indonesia
mewajibkan kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, dan
membayar sendiri jumlah pajak yang seharusnya terutang sesuai dengan
ketentuan peraturan-peraturan perundangan yang berlaku. Undang-undang
yang mendasarinya adalah UU No.6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan yang hingga sekarang telah mengalami beberapa
kali perubahan hingga sampai dengan UU No.28 tahun 2007 yang
melatarbelakangi penerapan sistem perpajakan di Indonesia dengan
menggunakan sistem Self Assesment.
2.2
Pajak Penghasilan
2.2.1
Definisi Pajak Penghasilan dan Dasar Hukum Tentang Pajak
Penghasilan
Menurut Siti Resmi (2011:74) , Pajak Penghasilan adalah pajak yang
dikenakan terhadap Subjek pajak penghasilan yang diterima atau diperoleh
dalam suatu tahun pajak. Dasar Hukum yang mengatur tentang Pajak
Penghasilan adalah UU No.7 Tahun 1983 sebagimana telah beberapa kali
13
disempunakan dengan UU. No.7 tahun 1991, UU No.10 tahun 1994, UU
No.17 Tahun 2000, UU No.36 Tahun 2008, Peraturan Pemerintah, Keputusan
Presiden, Keputusan Menteri Keuangan, Keputusan Direktur Jendral Pajak
maupun Surat Edaran Diretur Jendral Pajak.
2.2.2
Subjek dan Bukan Subjek Pajak Penghasilan
Subjek pajak Penghasilan adalah segala sesuatu yang mempunyai
potensi untuk memperoleh penghasilan dan menjadi sasaran untuk dikenakan
Pajak Penghasilan. Berdasarkan pasal 2 ayat 1 UU No.36 Tahun 2008,
Subjek Pajak penghasilan dikelompokan menjadi 4 yaitu :
1. Subjek Pajak orang pribadi
Orang pribadi sebagai subjek pajak dapat bertempat tinggal atau berada di
Indonesia ataupun di luar Indonesia.
2. Subjek Pajak warisan yng belum terbagi sebagi satu kesatuan,
menggantikan yang berhak.
3. Subjek Pajak Badan
4. Subjek Pajak Bentuk Usaha tetap (BUT)
Namun yang bukan tergolong sebagai subjek pajak penghasilan adalah
1. Kantor perwakilan negara asing
2. Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-pejabat
lain dari negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada
mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka
dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak
menerima atau memperoleh penghasilan di luar jabatan atau pekerjaanya
tersebut serta negara bersangkutan memberikan timbal balik.
3. Organisasi-organisasi internasional dengan syarat Indonesia menjadi
anggota organisasi tersebut dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan
lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain memberikan
pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para
anggota.
14
2.2.3
Objek dan Bukan Termasuk Objek Pajak Penghasilan
Objek pajak merupakan segala sesuatu (barang, jasa, kegiatan, atau
keadaan) yang dikenakan pajak. Objek Pajak penghasilan adalah penghasilan,
yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh
wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia,
yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib
pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dakam bentuk apapun.
Berdasarkan pasal 4 UU No 36 tahun 2008 penghasilan yang termasuk
dalam objek pajak penghasilan adalah
1. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang
diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium,
komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk
lainya, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini,
2. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan,
3. Laba usaha,
4. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta,
5. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai
biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak,
6. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan
pengembalian uang,
7. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apaun, termasuk dividen dari
perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pengembalian sisa
hasil usaha koperasi,
8. Royalti atau imbalan atau pengunaan hak,
9. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta,
10. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala,
11. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah
tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah,
12. Keuntungan selisih kurs mata uang asing,
13. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva,
14. Premi asuransi,
15. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang
terdiri dari wajib pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas,
15
16. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum
dikenakan pajak,
17. Penghasilan dari usaha berbasis syariah,
18. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang yang
mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan,
19. Surplus bank Indonesia.
Namun yang tidak termasuk objek pajak penghasilan menurut pasal 4 ayat 3
adalah
1. Bantuan atau sumbangan,termasuk zakat yang diterima oleh badan amil
zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh
pemerintah dan diterima oleh penerima zakat yang berhak atau
sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang
diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang
dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima
sumbangan yang berhak, yang ketenttuanya diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Pemerintah. Harta hibahan yang diterima oleh
keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan
keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi,
atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang diataur
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak
ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di
antara pihak-pihak yang bersangkutan.
2. Warisan
3. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana
dimaksudkan dalam pasal 2 ayat 1 huruf UU PPh sebagaimana pengganti
saham atau sebagai pengganti penyertaan modal.
4. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang
diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/ atau kenikmatan dari
Wajib Pajakatau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib
Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak
yang menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit)
sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 15 UU PPh.
16
5. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan
dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi
dwiguna, dan asuransi beasiswa.
6. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas
sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara,
atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha
yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:
a. Dividen berasal dari cadangan laba ditahan, dan
b. Bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha
milik daerah yang menerima deviden, kepemilikan saham pada badan
yang memberikan deviden paling rendah 25% dari jumlah modal yang
disetor.
7. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensium yang pendirianya telah
disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja
maupun pegawai.
8. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebgaimana
dimaksud pada angka 7 , dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan
dengan Keputusan Menteri Keuangan.
9. Bagian lab yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan
komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan,
perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan
kontrak investasi kolektif.
10. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura
berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan
menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan
pasangan usaha tersebut:
a. Merupakan
perusahaan
mikro,
kecil,
menengah,
atau
yang
menjalankan dalam sektor-sektir usaha yang diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Mentri Keuangan
b. Sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia.
11. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuanya diataur
lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Mentri Keuangan
12. Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang
bergerak dalam bidang pendidikan dan / atau bidang penelitian dan
17
pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya
yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan
pendidikan dam / atau penelitian dan pengembangan dalam jangka waktu
paling lama 4 tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang
ketentuanya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan.
13. Bantuan atau sumbangan yang dibayarkan oleh badan Penyelenggara
Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuanya diatur
lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
2.2.4
Kewajiban pajak Subjektif
Kewajiban pajak subjektif bearti bahwa kewajiban pajak yang
melekat pada subjeknya dan tidak dapat dilimpahkan pada orang atau pihak
lain. Pada umumnya setiap orang yang bertempat tinggal di Indonesia
memenuhi kewajiban pajak subjektif. Sedangkan untuk orang yang bertempat
tinggal di luar Indonesia kewajiban pajak subjektifnya ada bila mempunyai
hubungan ekonomi dengan Indonesia. Berikut ini adalah tabel saat mulai dan
berakhirnya kewajiban pajak subjektif untuk setiap subjek pajak.
Jenis Subjek Pajak
Saat Dimulai Kewajiban Saat Bearkhirnya Pajak
Pajak Subjektif
Dalam
Negeri-Orang
Pribadi
Subjektif
• Saat dilahirkan
• Saat
berada
Indonesia
berniat
• Saat meninggal
di
atau
bertempat
• Saat
meninggalkan
Indonesia
untuk
selama-lamanya.
tinggal di Indonesia
Dalam Negeri-Badan
• Saat didirikan atau
bertempat
• Saat dibubarkan atau
bertempat
kedudukan
di
keduduakn
di Indonesia.
Indonesia.
Luar Negeri Tidak Melalui
BUT
• Saat
menjalankan
usaha
atau
• Saat
tidak
menjalankan
lagi
usaha
melakukan kegiatan
atau
melaui
kegiatan melaui BUT
BUT
di
melakukan
18
Indonesia.
Luar Negeri tidak Melalui
BUT
di Indonesia.
• Saat menerima atau
memperoleh
penghasilan
• Saat
tidak
menerima
dari
Indonesia.
lagi
atau
memperoleh
penghasilan
dari
Indonesia.
Warisan Belum Terbagi
• Saat timbul warisan
yang belum terbagi.
2.2.5
• Saat warisan selesai
dibagikan.
Tarif Pajak Penghasilan
Tarif pajak merupakan persentase tertentu yang digunakan untuk
menghitung besarnya PPh. Tarif PPh yang berlaku di Indonesia
dikelompokan menjadi dua yaitu tarif umum sesuai dengan Pasal 17 UU No.
7 tahun 1983 (sebagaimana telah diubah beberapa kali dan yang terakhir
adalah UU No. 36 Tahun 2008 ) dan tarif lainya. Sistem penerapan tarif Pajak
Penghasilan sesuai dengan Pasal 17 UU PPh dibagi menjadi dua, yaitu Wajib
Pajak orang pribadi dalam negeri dan Wajib Pajak dalam negeri badan dan
bentuk usaha tetap. Tarif PPh untuk Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri
adalah sampai dengan Rp 50 juta dikenai pajak sebesar 5 persen, Rp 50 juta
sampai dengan Rp 250 juta sebesar 15 persen, Rp 250 juta sampai dengan Rp
500 juta sebesar 25 persen dan di atas Rp 500 juta dikenai pajak sebesar 30
persen. Tarif PPh untuk wajib Pajak Badan Dalam Negeri dan bentuk Usaha
Tetap adalah 25% mulai berlaku sejak tahun Pajak 2010.
2.3
Sensus Pajak
2.3.1
Definisi Sensus Pajak
Sensus pajak adalah pengumpulan data mengenai kewajiban perpajakan
dalam rangka memperluas basis pajak dengan mendatangi subjek pajak (orang
pribadi atau badan) di seluruh wilayah Indonesia yang dilakukan oleh Direktorat
Jendral Pajak.Sensus Pajak Nasional mempunyai sasaran agar wajib pajak yang
belum ber-NPWP, maka bisa diberikan NPWP. Yang belum bayar pajak, agar
membayar pajak. Yang belum menyampaikan SPT, agar menyampaikan SPT. Yang
memiliki utang pajak, agar melunasinya.
19
2.3.2
Dasar-dasar Hukum Sensus Pajak Nasional (SPN)
1. Undang-undang Nomor 6 tahun 1983 tentang KUP sebagaimana telah
diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomer 16 tahun 2009.
2. Undang-Undang Nomor 12 tahun 1985
tentang Pajak Bumi
dan
Bangunan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 12 tahun 1994.
3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 149/PMK.03/2011 tanggal 12
September 2011 tentang Sensus Pajak Nasional (SPN).
2.4
Sosialisasi Pajak
2.4.1
Definisi Sosialisasi Pajak
Sosialisasi perpajakan adalah salah satu upaya yang dilakukan oleh
Direktorat Jendral Pajak untuk memberikan pengertian, informasi dan
pembinaan kepada masyarakat pada umunya dan kepada wajib pajak
khususnya mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan peraturan dan
perundangan tentang perpajakan. Pemeintah berharap dengan adanya
sosialisai pajak, masyarakat akan lebih berpatisipasi dan lebih efektif untuk
memenuhi hak dan kewajiban sebagai wajib pajak sehingga meningkatkan
penerimaan pajak di Indonesia.
2.4.2
Bentuk Sosialisasi Pajak
Berikut ini ada beberapa startegi yang dikemukan oleh Samudra yang
telah dikutip oleh Susanti dalam penelitiannya (2012) untuk melakukan
sosialisasi pajak diantaranya :
1. Publikasi
Cara ini bisa dilakukan dengan menggunakan media komunikasi baik
media cetak seperti koran dan majalah maupun media audiovisual seperti
radio dan televisi .
2. Kegiatan
Menyelenggarakan
aktivitas-aktivitas
yang
dapat
meningkatkan
kesadaran masyarakat akan pentingnya membayar pajak , pada acaraacara tertentu seperti pada saat olahraga, rapat dll.
3. Pemberitahuan
20
Pemberitahuan dalam hal ini mempunyai pengertian khusus yaitu menjadi
bahan berita dalam arti positif, sehingga menjadi sasaran promosi yang
efektif, seperti dengan bentuk berita kepada masyarakat tentang informasi
pajak.
4. Keterlibatan komunitas
Melibatkan komunitas adalah cara untuk mendekatkan pajak dengan
masyarakat, dimana budaya di Indonesia menghendaki adat ketimuran
untuk saling bersilaturahmi dengan tokoh-tokoh setempat sebelum istitusi
pajak dibuka.
5. Pencantuman identitas
Berkaitan dengan pencantuman logo otoritas pajak pada berbagai media
yang ditujukan untuk sarana promosi.
6. Pendekatan pribadi
Lobbying adalah pendekatan pribadi yang dilakukan secara informal
untuk mencapai tujuan tertentu.
2.5
Pengetahuan Pajak
2.5.1
Definisi Pengetahuan Pajak
Pengetahuan perpajakan adalah pengetahuan mengenai konsep
ketentuan umum di bidang perpajakan, jenis pajak yang berlaku di Indonesia
mulai dari subjek pajak, objek pajak, tarif pajak, perhitungan pajak terutang,
pencatatan pajak terutang, sampai dengan bagaimana pengisian pelaporan
pajak. Pengetahuan perpajakan ini tidak hanya pemahaman konseptual
berdasarkan Undang-Undang Perpajakan, Keputusan Menteri Keuangan,
Surat Edaran, Surat Keputusan tetapi juga adanya tuntutan kemampuan atau
ketrampilan teknis bagaimana menghitung besarnya pajak yang terutang.
Pengetahuan dan wawasan tinggi dalam diri Wajib Pajak berdampak semakin
tingginya tingkat kepatuhan Wajib Pajak.
2.6
Wajib Pajak Patuh
2.6.1
Definisi Wajib Pajak Patuh
Wajib pajak patuh adalah wajib pajak yang ditetapkan oleh Direktorat
Jendral Pajak sebagai wajib pajak yang memenuhi kriteria tertentu [KEP213/PJ/2003]. Wajib pajak patuh dapat didefinisikan wajib pajak yang tetap
21
waktu dalam penyampaian SPT selama dua tahun terakhir, dan dalam tahun
terakhir penyampaian SPT masa yang terlambat tidak lebih dari 3 (tiga)
Masa Pajak, serta tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak.
2.7
Perdangangan Secara Online (E-Commerce)
2.7.1
Definisi E-Commerce
Perdagangan sebenarnya merupakan kegiatan yang dilakukan manusia
sejak awal peradabannya. Sejalan dengan perkembangan manusia, cara dan
sarana yang digunakan untuk berdagang senantiasa berubah. Bentuk
perdagangan terbaru yang kian memudahkan penggunanya kini ialah ecommerce. Makhluk apa sesungguhnya e-commerce itu, bagaimana ia dapat
mempermudah penggunanya, serta peran pentingnya akan dibahas dalam
tulisan ini.
Secara umum e-commerce dapat didefinisikan sebagai segala bentuk
transaksi perdagangan/perniagaan barang atau jasa (trade of goods and
service) dengan menggunakan media elektronik. Jelas, selain dari yang telah
disebutkan di atas, bahwa kegiatan perniagaan tersebut merupakan bagian
dari kegiatan bisnis. Kesimpulannya, “e-commerce is a part of e-business”.
Media elektronik yang dibicarakan di dalam tulisan ini untuk
sementara hanya difokuskan dalam hal penggunaan media internet. Pasalnya,
penggunaan internetlah yang saat ini paling populer digunakan oleh banyak
orang, selain merupakan hal yang bisa dikategorikan sebagai hal yang sedang
‘booming’. Perlu digaris bawahi, dengan adanya perkembangan teknologi di
masa mendatang, terbuka kemungkinan adanya penggunaan media jaringan
lain selain internet dalam e-commerce. Jadi pemikiran kita jangan hanya
terpaku pada penggunaan media internet belaka.
Penggunaan internet dipilih oleh kebanyakan orang sekarang ini
karena kemudahan-kemudahan yang dimiliki oleh jaringan internet, yaitu
Internet sebagai jaringan publik yang sangat besar, layaknya yang dimiliki
suatu jaringan publik elektronik, yaitu murah, cepat dan kemudahan akses.
Menggunakan electronik data sebagai media penyampaian pesan/data
sehingga dapat dilakukan pengiriman dan penerimaan informasi secara
mudah dan ringkas, baik dalam bentuk data elektronik analog maupun
digital. Di dalam e-commerce, para pihak yang
melakukan kegiatan
22
perdagangan/perniagaan hanya berhubungan melalui suatu jaringan publik
(public network) yang dalam perkembangan terakhir menggunakan media
internet. Ada tiga jenis pelaku usaha di dalam e-commerce yaitu:
a.
Penyelengara media
Penyelengara media eletronik adalah mereka yang sengaja menyediakan
pasar virtual. Contohnya Kaskus.co.id, Tokobagus.com, Berniaga.com.
b.
Merchant
Pengertian merchant disini tidak berbeda dengan merchant pada toko
fisik. Mereka adalah penjual yang memanfaatkan fasilitas tempat
berjualan yang disediakan oleh penyelengara media.
c.
Penyelengara media sekaligus merchant
Kategori ketiga ini yakni penyelengara media sekaligus mechant.
Penjual di sosial media juga termasuk dalam e-commerce yang dimana
sekarang jumlahnya justru paling besar. Mereka adalah yang menawarkan
barang atau jasa melalui sosial media atau jejaring aplikasi ngobrol, seperti
Facebook, Instagram, dan Blackberry Messenger. Menurut Kementrian
Perdagangan dan Kementrian Komunikasi dan Informasi pelaku e-commerce
dengan sosial media ini tidak wajib mendaftarkan diri. Namun Kementrian
Perdangangan tetap menghimbau agar para pelaku e-commerce yang
termasuk kategori ini berinisiatif untuk mengajukan sampel. Terdaftar di
Kementrian Perdagangan sehingga dapat menaikan nilai jual dimata para
konsumen karena terdaftar secara legal.
2.7.2
Mekanisme E-Commerce
Transaksi elektronik antara e-merchant (pihak yang menawarkan
barang atau jasa melalui internet) dengan e-customer (pihak yang membeli
barang atau jasa melalui internet) yang terjadi di dunia maya atau di internet
pada umumnya berlangsung secara paperless transaction, sedangkan
dokumen yang digunakan dalam transaksi tersebut bukanlah paper document,
melainkan dokumen elektronik (digitaldocument).
Para konsumen harus menyediakan informasi personal dan harus
menyertakan nomor kartu kredit. Selanjutnya, mekanismenya adalah sebagai
berikut:
23
1. Untuk produk online yang berupa software, pembeli diizinkan untuk mendownload-nya
2. Untuk produk yang berwujud fisik, pengiriman barang dilakukan sampai
di rumah konsumen
3. Untuk pembelian jasa, supplier menyediakan untuk melayani konsumen
sesuai dengan waktu dan tempat yang telah ditentukan dalam perjanjian
Mekanisme transaksi elektronik dengan e-commerce dimulai dengan
adanya penawaran suatu produk tertentu oleh penjual di suatu website,
aplikasi atau jejaring sosial melalui server. Apabila konsumen melakukan
pembelian, maka konsumen tersebut akan mengisi order mail, chat langsung
atau comment pada tempat yang telah disediakan oleh pihak penjual.
Untuk cara pembayaran dapat dilakukan dengan mudah, antara lain
dengan :
1. Transfer via ATM atau dengan kartu kredit,
2. Cost on delivery, bertemu secara langsung dengan yang bersangkutan,
3. Dengan perantara, seperti menggunakan kurir.
24
Berikut ini adalah proses pemasaran hingga barang / jasa ke
konsumen yang akan dibahas melalui gambar 2.1
Pemilik Online Shop
(produksi barang
sendiri)
Membuat foto
barang
produksinya.
Mengupload foto barang ke
Website, aplikasi atau jejaring
sosial.
Pemilik Online Shop
(mengambil barang
dari supplier)
Mencantumkan keterangan
barang seperti harga dan lainlain.
Konsumen yang
tertarik akan
melakukan order
melalui message,
telepon.
Bagi konsumen yang tertarik
atau bingung, akan bertanyatanya seputar barang tersebut
Gambar 2.1
Gambar Mekanisme Pemasaran kepada Konsumen
Setelah proses pengunggahan dilakukan, selanjutnya penjual tinggal
menunggu respon dari para konsumenya, seperti ada yang bertanya seputar
dengan produk yang dipasarkan sampai membeli dan melakukan pembayaran
untuk produk tersebut. Kemudian produk tersebut dikirim menggunakan kurir
atau dengan jasa pengiriman lain seperti JNE atau TIKI sampai ke tangan
konsumen.
25
Untuk lebih jelasnya berikut ini adalah gambar 2.2 yang menjelaskan
proses pembelian yang dilakukan oleh konsumen
Konsumen memesan dengan rincian
jenis barang, kuantiti, dan alamat
Penjual memberikan total pembelian
kepada konsumen
Konsumen mentransfer lewat rekening
bank
Konsumen memberi tahu bahwa uang
sudah ditransfer, dan penjual
mengeceknya
Penjual memberikan barang kepada kurir
atau jasa pengiriman
Konsumen memesan dengan rincian
jenis barang, kuantiti, dan alamat
Penjual memberikan total pembelian
kepada konsumen
Gambar 2.2
Gambar Mekanisme Pembelian Sampai Barang Sampai ke Tangan Pembeli
2.7.3
Pasal-Pasal Pajak yang Terkait dengan E-Commerce
Menurut Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE -
62/PJ/2013 Tentang Penegasan Ketentuan Perpajakan Atas Transaksi ECommerce Direktur Jenderal Pajak, ada beberapa pasal yang terkait dalam
pemenuhan perpajakan bagi yang melakukan perdagangan E-Commerce
yaitu:
1. PPh 15
PPh pasal 15 adalah pajak yang harus dipenuhi bagi Wajib Pajak apabila
yang bersangkutan menggunakan perhitungan norma (deemed profit).
Omset selama satu tahun akan dikurangkan dengan besarnya omset
tersebut dikalikan dengan norma yang ada pada tabel norma perhitungan
terakhir yang dikeluarkan berdasarkan pada keputusan Dirjen Pajak
26
Nomor KEP-536/Pj./ 2000 yaitu untuk jenis transaksi e-commerce masuk
ke dalam transaksi yang belum tercantum dengan nomer KLU 000
sebesar 40% untuk wilayah Ibu Kota. Hasil perhitungan dikurangkan
dengan PTKP sehungga menghasilkan Penghasilan Kena Pajak (PKP)
yang akan dikalikan dengan Pasal 17 sehingga menghasilkan PPh
terutang.
2. PPh 25
PPh pasal 25 adalah besarnya angsuran perbulan yang harus dibayar
sendiri oleh Wajib Pajak dalam satu tahun pajak berjalan. Menurut UU
No 36 Tahun 2008 , besarnya angsuran pajak penghasilan pasal 25
disamakan dengan besarnya angsuran pajak untuk bulan terakhir tahun
pajak yang lalu, sehingga akhir tahun baru akan dihitung kurang bayar
atau lebih bayar dari pajak yang telah kita angsur setiap bulan selama satu
tahun. SPT yang dilaporkan yaitu SPT masa dengan batas waktu
penyampaian yaitu 20 hari setelah masa pajak berakhir.
3. PPh 29
PPh pasal 29 adalah kurang bayar nominal pajak penghasilan yang harus
dilunasi, karena pajak terutang untuk suatu tahun pajak ternyata lebih
besar daripada kredit pajaknya. Untuk hal transaksi e-commerce,
perhitungan PPh pasal 29 baru akan diketahui setelah SPT Tahunan diisi
oleh Wajib Pajak yang bersangkutan atau sama seperti Wajib Pajak lain.
4. Pasal 4 ayat 2
Bila Wajib Pajak yang menjalankan usaha e-commerce memiliki
penghasilan lain berupa sewa bangunan, sewa tanah, atau penghasilan
dari transaksi saham dan sekuritas, bunga deposito dan tabungan, serta
hadiah undian maka Wajib Pajak tersebut akan dipotong PPh final.
5. Peraturan Pemerintah No 46 Tahun 2013
Karena tidak ada perbedaaan perlakuan, setiap pelaku usaha e-commerce
juga terkena kewajiban perpajakan yang sama. Setiap pengusahan yang
sudah memenuhi persyaratan objektif dan subjektif, harus mendaftarkan
diri sebagai wajib pajak dan memperoleh NPWP. Pengusaha e-commerce
dengan omzet dibawah Rp 4,8 miliar per tahun akan terkena pajak
penghasilan (PPh) final sebesar 1% sesuai dengan PP 46 Tahun 2013.
27
2.8
Penelitian terdahulu
Menurut Ghoni (2012) dalam penelitian Pengaruh Motivasi dan Pengetahuan
Wajib Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Daerah menyimpulkan bahwa
motivasi dari wajib pajak dan penggunaan Official Assesment tidak mempengaruhi
kepatuhan wajib pajak daerah dalam melaksanakan kewajiban perpajakanya,
sedangkan pengetahuan wajib pajak mempengaruhi kepatuhan wajib pajak daerah
dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Penelitian ini dilakukan dengan
menyebar kuesioner kepada Perusahaan Reklame di Kota Surabaya.
Menurut Shofia (2012) dalam penelitian Pengaruh Program Sensus Pajak
Nasional Terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Di Kota Malang
menyimpulkan bahwa. Berdasarkan hasil pengujian menyatakan bahwa Sensus Pajak
Nasional berpengaruh terhadap Kepatuhan Wajib Pajak adalah diterima. Program
Sensus Pajak Nasional memberikan pengaruh positif terhadap tingkat kepatuhan
Wajib Pajak.
Menurut Benno Torgler 2011 , dalam penelitian Tax Morale and Compliance
: Review of Evidence and Case Studies for Europe , moral pajak menunjukkan bahwa
sikap positif terhadap otoritas pajak dan sistem pajak secara signifikan meningkatkan
semangat pajak. Lalu menunjukkan juga bahwa jika administrasi perpajakan
mencoba untuk jujur, adil, informatif, membantu dan bertindak sebagai lembaga
layanan. Dengan demikian memperlakukan wajib pajak sebagai mitra dan bukan
bawahan dalam hubungan hirarkis, peningkatan moral pajak dan wajib pajak
memiliki insentif yang kuat untuk membayar pajak jujur.
Menurut Herryanto dan Toly (2013) faktor-faktor yang mempengaruhi
penerimaan pajak penghasilan adalah kesadaran wajib pajak, kegiatan sosialisasi, dan
pemeriksaan perpajakan. Peneliti melakukan penelitian dengan menggunakan data
berupa angka dari KPP Pratama Surabaya Sawahan dari hasil penerimaan yang
diperoleh dari wajib pajak orang pribadi. Hasilnya di penelitian tersebut adalah
kegiatan sosialisasi perpajakan secara parsial tidak berpengaruh terhadap penerimaan
Pajak Penghasilan, pemeriksaan pajak secara partial secara parsial berpengaruh
terhadap penerimaan Pajak Penghasilan dan kesadaran wajib pajak berpengaruh
terhadap pajak penghasilan.
Berdasarkan penelitian sebelumnya, penulis mengambil tiga faktor yang
dapat mempengaruhi wajib pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakan khususnya
untuk pengusaha online (e-commerce) yaitu faktor sensus pajak, pengetahuan pajak
28
dan sosialisasi pajak. Penulis meneliti dengan menggunakan kuesioner kepada
pengusaha online sebagai responden, dan melalui penelitian tersebut digunakan
untuk menganalisa dari ketiga faktor tersebut, faktor yang mana yang memiliki
pengaruh paling signifikan terhadap kewajiban perpajakan penghasilannya.
2.9
Hipotesis Penelitian
Segala sesuatu yang yang dapat menambah nilai ekomonis bagi Wajib Pajak
dapat dikatakan sebagai pendapatan, tidak terkecuali pendapat yang diterima oleh
para pelaku bisnis online. Meskipun belum ada undang-undang yang berlaku secara
khusus untuk mengatur pajak bagi pelaku bisnis online, namum tidak dapat
dipungkiri bahwa sekarang ini penghasilan-penghasilan lewat bisnis online terus
bertambah dari waktu ke waktu yang dapat dijadikan sumber penghasilan untuk
negara lewat pajak.
Penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah pengembangan dari penelitian
yang dilakukan sebelumnya yang menganalisa mengenai kepatuhan kewajiban
perpajakan penghasilan pemilik online shop dengan jejaring sosial saja sedangkan
sekarang ini online shop tidak hanya menggunakan jejaring sosial aja melainkan
mengggunakan semua media yang ada sepeti aplikasi atau website, yang dapat
diakses dengan mudah asal memiki jaringan internet. Namun susah untuk dilacak
saat transaksinya karena sifatnya privat. Variabel yang digunakan yaitu tiga variabel
independent (X) dan satu variabel dependent (Y). Dari penelitian tersebut diperoleh
bahwa kepatuhan untuk membayar kewajiban perpajakan pemilik bisnis online masi
belum sesuai dengan peraturan-peraturan yang sudah ada saat ini.
Dari hasil penelitian tersebut, makan penulis tertarik untuk melakukan
penelitian lebih dalam lagi mengenai faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
kepatuhan pengusaha online shop untuk memenuhi kewajiban pajaknya. Berikut ini
adalah faktor-faktor yang digunakan penulis yang membedakan dengan penelitian
sebelumnya :
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi :
a. Sensus Pajak
b. Sosialisasi pajak
c. Pengetahuan pajak
2. Situs yang digunakan tidak hanya menggunakan media jejaring sosial saja,
karena bisnis online saat ini terus mengikuti perkembangan zaman, tidak
29
hanya jejaring sosial yang dapat digunakan. Saat ini para pelaku online shop
menggunakan website, aplikasi hingga jejaring sosial (facebook, twitter, path,
instagram,dll). Dimana dengan media-media tersebut pemasaran produk
mereka menjadi lebih luas karena masing-masing media tersebut mempunyai
kelebihan yang berbeda.
3. Metode penelitian yang digunakan adalah empat variabel independent yaitu
X, X2, X3 dan satu variabel dependent Y.
4. Jumlah sample yang digunakan adalah 49 responden.
Definisi hipotesis menurut Sekaran (2006: 135) adalah hubungan yang
diperkirakan secara logis di antara dua atau lebih variabel yang diungkapkan dalam
bentuk pernyataan yang dapat diuji. Hubungan tersebut dapat diperkirakan
berdasarkan jaringan asosiasi yang ditetapkan dalam kerangka teoritis yang
dirumuskan untuk penelitian. Dengan menguji hipotesis dan menegaskan perkiraan
hubungan, diharapkan bahwa solusi dapat ditemukan untuk mengatasi masalah yang
dihadapi. Pengujian dalam penelitian ini dilakukan dengan melibatkan variabelvariabel berikut ini, yaitu :
X1 :
Sensus Pajak
X2 :
Sosialisasi Pajak
X3 :
Pengetahuan Perpajakan
Y :
Kepatuhan dalam Pemenuhan Kewajiban Perpajakan Penghasilan
Hipotesis 1 :
Apakah ada pengaruh sensus pajak terhadap kepatuhan dalam pemenuhan kewajiban
perpajakan bagi pengusaha online shop?
Ho :
Ada pengaruh yang signifikan antara sensus pajak terhadap kepatuhan dalam
pemenuhan kewajiban perpajakan pengusaha online
Ha :
Tidak ada pengaruh yang signifikan antara sensus pajak terhadap kepatuhan
dalam pemenuhan kewajiban perpajakan pengusaha online.
Hipotesis 2 :
Apakah ada pengaruh sosialisasi pajak yang dilakukan oleh fiskus terhadap
kepatuhan dalam pemenuhan kewajiban perpajakan bagi pengusaha online shop?
30
Ho : Ada pengaruh yang signifikan antara sosialisasi pajak terhadap kepatuhan dalam
pemenuhan kewajiban perpajakan pengusaha online shop.
Ha : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara sosialisasi pajak terhadap kepatuhan
dalam pemenuhan kewajiban perpajakan pengusaha online shop.
Hipotesis 3 :
Apakah ada pengaruh pengetahuan perpajakan yang dilakukan oleh fiskus terhadap
kepatuhan dalam pemenuhan kewajiban perpajakan bagi pengusaha online shop?
Ho : Ada pengaruh yang signifikan antara pengetahuan perpajakan pemilik online
shop terhadap kepatuhan dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya.
Ha : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara pengetahuan perpajakan pemilik
online shop terhadap kepatuhan dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya.
Hipotesis 4 :
Bagaimana pengaruh sensus pajak, sosialisasi pajak, dan pengetahuan perpajakan
secara bersama-sama terhadap kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan
pengusaha online shop ?
Ho :
Ada pengaruh yang signifikan antara sensus pajak, sosialisasi pajak, dan
pengetahuan perpajakan secara bersama-sama terhadap kepatuhan pemenuhan
kewajiban perpajakan. Pengusaha online shop.
Ha :
Tidak ada pengaruh yang signifikan antara sensus pajak, sosialisasi pajak,
dan pengetahuan perpajakan secara bersama-sama terhadap kepatuhan pemenuhan
kewajiban perpajakan pengusaha online shop.
Download