BAB 2 LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 Pengetahuan Umum Perpajakan 2.1.2 Definisi Pajak Berikut ini adalah beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para ahli dalam buku Perpajakan Indonesia (2011:2) diantaranya : a. Menurut Mr. Dr. NJ. Feldmann dalam buku De Over Heidsmiddelen Van Indonesia (terjemahan): Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihan oleh dan terutang kepada pengusaha ( menurut norma-norma yang diterapkan secara umum), tanpa adanya kontra prestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup pegeluaran-pengeluaran umum. b. Menurut Prof. Dr. MJH. Smeets dalam buku De Economische Betekenis Belastigen (terjemahan): Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui norma-norma umum dan yang dapat dipaksakanya, tanpa adanya kontraprestasi yang dapat ditunjukan dalam hal individual, dimaksudkan untuk membiayai pengeluaran pemerintah. c. Menurut Dr. Soeparman Soemahamidjaja : Pajak adalah iuran wajib berupa uang atau barang yang dipungut oleh pengusa berdasarkan normanorma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum. d. Menurut Prof. Dr. Rochmat. Soemitro, S.H. : Pajak adalah iuran kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestsi), yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Sedangkan menurut Undang-Undang No 28 Tahun 2007, pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak, adalah sebagai berikut. 9 10 1. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan pelaksanaanya dapat dipaksakan. 2. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah. 3. Pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. 4. Pajak diperuntukan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai public investment. 5. Pajak dapat pula mempunyai tujuan selain budgeter , yaitu mengatur. 2.1.2 Fungsi Pajak Menurut buku Perpajakan Teori dan Kasus , Siti Resmi (2011:3) terdapat dua fungsi pajak yaitu fungsi budgeter (sumber keuangan negara) dan fungsi regulerend (pengatur). a. Fungsi Budgeter (sumber keuangan negara) Pajak merupakam salah satu sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran baik rutin maupun pembangunan. b. Fungsi Regulerend (pengatur) Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi, serta mencapai tujuan-tujuan tertentu di bidang keuangan. 2.1.3 Jenis Pajak Menurut buku Perpajakan Teori dan Kasus , Siti Resmi (2011:7) jenis pajak dapat dikelompokan menjadi tiga yaitu : 1. Menurut Golongan Pajak dikelompokan menjadi dua, yaitu : a. Pajak langsung Pajak harus dipikul atau ditanggung sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dilimpahkan atau dibebankan kepada orang lain atau pihak lain. 11 b. Pajak Tidak Langsung Pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain atau pihak ketiga. Pajak tidak langsung terjadi jika terdapat suatu kegiatan, peristiwa, atau perbuatan yang menyebabkan terutangnya pajak, misalnya terjadi penyerahan barang atau jasa. 2. Menurut Sifat Pajak dikelompokan menjadi dua : a. Pajak Subjektif Pajak yang pengenaanya memperhatikan keadaan pribadi Wajib Pajak atau pengenaan pajak yang memerhatikan keadaan subjeknya. b. Pajak Objektif Pajak yang pengenaanya memperhatikan objek baik berupa benda, keadaan, perbuatan, atau peristiwa yang mengakibatkan timbulnya kewajiban membayar pajak, tanpa memperhatikan keadaan pribadi subjek pajak (wajib pajak) maupun tempat tinggal. 3. Menurut lembaga Pemungut Pajak dikelompokan mejadi dua, yaitu a. Pajak negara (Pajak Pusat) Pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara umumnya. b. Pajak Daerah Pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah baik daerah tingkat I (pajak provinsi) maupun daerah tingkat II (pajak kabupaten/kota) dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah masingmasing. 2.1.4 Sistem Pemungutan Pajak Sistem pemungutan pajak menurut Siti Resmi (2011:11) dibagi menjadi tiga diantaranya Official Assessment System, Self Assessment System dan With Holding System . 12 a. Official Assessment System Yaitu sistem pemungutan yang memberi kewenangan aparat perpajakan untuk menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan dan memungut pajak sepenuhnya berada ditangan para aparat perpajakan. b. Self Assessment System Yaitu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang Wajib Pajak dalam menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. c. With Holding system Yaitu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga yang ditunjuk untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak sesuai dengan peraturan perundangundangan perpajakan yang berlaku.” Berdasarkan ketiga sistem pemungutann pajak di Indonesia mewajibkan kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, dan membayar sendiri jumlah pajak yang seharusnya terutang sesuai dengan ketentuan peraturan-peraturan perundangan yang berlaku. Undang-undang yang mendasarinya adalah UU No.6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang hingga sekarang telah mengalami beberapa kali perubahan hingga sampai dengan UU No.28 tahun 2007 yang melatarbelakangi penerapan sistem perpajakan di Indonesia dengan menggunakan sistem Self Assesment. 2.2 Pajak Penghasilan 2.2.1 Definisi Pajak Penghasilan dan Dasar Hukum Tentang Pajak Penghasilan Menurut Siti Resmi (2011:74) , Pajak Penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap Subjek pajak penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu tahun pajak. Dasar Hukum yang mengatur tentang Pajak Penghasilan adalah UU No.7 Tahun 1983 sebagimana telah beberapa kali 13 disempunakan dengan UU. No.7 tahun 1991, UU No.10 tahun 1994, UU No.17 Tahun 2000, UU No.36 Tahun 2008, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Keputusan Menteri Keuangan, Keputusan Direktur Jendral Pajak maupun Surat Edaran Diretur Jendral Pajak. 2.2.2 Subjek dan Bukan Subjek Pajak Penghasilan Subjek pajak Penghasilan adalah segala sesuatu yang mempunyai potensi untuk memperoleh penghasilan dan menjadi sasaran untuk dikenakan Pajak Penghasilan. Berdasarkan pasal 2 ayat 1 UU No.36 Tahun 2008, Subjek Pajak penghasilan dikelompokan menjadi 4 yaitu : 1. Subjek Pajak orang pribadi Orang pribadi sebagai subjek pajak dapat bertempat tinggal atau berada di Indonesia ataupun di luar Indonesia. 2. Subjek Pajak warisan yng belum terbagi sebagi satu kesatuan, menggantikan yang berhak. 3. Subjek Pajak Badan 4. Subjek Pajak Bentuk Usaha tetap (BUT) Namun yang bukan tergolong sebagai subjek pajak penghasilan adalah 1. Kantor perwakilan negara asing 2. Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan di luar jabatan atau pekerjaanya tersebut serta negara bersangkutan memberikan timbal balik. 3. Organisasi-organisasi internasional dengan syarat Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain memberikan pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota. 14 2.2.3 Objek dan Bukan Termasuk Objek Pajak Penghasilan Objek pajak merupakan segala sesuatu (barang, jasa, kegiatan, atau keadaan) yang dikenakan pajak. Objek Pajak penghasilan adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dakam bentuk apapun. Berdasarkan pasal 4 UU No 36 tahun 2008 penghasilan yang termasuk dalam objek pajak penghasilan adalah 1. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainya, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini, 2. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan, 3. Laba usaha, 4. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta, 5. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak, 6. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian uang, 7. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apaun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pengembalian sisa hasil usaha koperasi, 8. Royalti atau imbalan atau pengunaan hak, 9. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, 10. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala, 11. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah, 12. Keuntungan selisih kurs mata uang asing, 13. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva, 14. Premi asuransi, 15. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari wajib pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas, 15 16. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak, 17. Penghasilan dari usaha berbasis syariah, 18. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan, 19. Surplus bank Indonesia. Namun yang tidak termasuk objek pajak penghasilan menurut pasal 4 ayat 3 adalah 1. Bantuan atau sumbangan,termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketenttuanya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang diataur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan. 2. Warisan 3. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 2 ayat 1 huruf UU PPh sebagaimana pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal. 4. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/ atau kenikmatan dari Wajib Pajakatau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit) sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 15 UU PPh. 16 5. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa. 6. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat: a. Dividen berasal dari cadangan laba ditahan, dan b. Bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah yang menerima deviden, kepemilikan saham pada badan yang memberikan deviden paling rendah 25% dari jumlah modal yang disetor. 7. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensium yang pendirianya telah disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai. 8. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebgaimana dimaksud pada angka 7 , dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan. 9. Bagian lab yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif. 10. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut: a. Merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan dalam sektor-sektir usaha yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Mentri Keuangan b. Sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia. 11. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuanya diataur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Mentri Keuangan 12. Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan / atau bidang penelitian dan 17 pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dam / atau penelitian dan pengembangan dalam jangka waktu paling lama 4 tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuanya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. 13. Bantuan atau sumbangan yang dibayarkan oleh badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuanya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. 2.2.4 Kewajiban pajak Subjektif Kewajiban pajak subjektif bearti bahwa kewajiban pajak yang melekat pada subjeknya dan tidak dapat dilimpahkan pada orang atau pihak lain. Pada umumnya setiap orang yang bertempat tinggal di Indonesia memenuhi kewajiban pajak subjektif. Sedangkan untuk orang yang bertempat tinggal di luar Indonesia kewajiban pajak subjektifnya ada bila mempunyai hubungan ekonomi dengan Indonesia. Berikut ini adalah tabel saat mulai dan berakhirnya kewajiban pajak subjektif untuk setiap subjek pajak. Jenis Subjek Pajak Saat Dimulai Kewajiban Saat Bearkhirnya Pajak Pajak Subjektif Dalam Negeri-Orang Pribadi Subjektif • Saat dilahirkan • Saat berada Indonesia berniat • Saat meninggal di atau bertempat • Saat meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya. tinggal di Indonesia Dalam Negeri-Badan • Saat didirikan atau bertempat • Saat dibubarkan atau bertempat kedudukan di keduduakn di Indonesia. Indonesia. Luar Negeri Tidak Melalui BUT • Saat menjalankan usaha atau • Saat tidak menjalankan lagi usaha melakukan kegiatan atau melaui kegiatan melaui BUT BUT di melakukan 18 Indonesia. Luar Negeri tidak Melalui BUT di Indonesia. • Saat menerima atau memperoleh penghasilan • Saat tidak menerima dari Indonesia. lagi atau memperoleh penghasilan dari Indonesia. Warisan Belum Terbagi • Saat timbul warisan yang belum terbagi. 2.2.5 • Saat warisan selesai dibagikan. Tarif Pajak Penghasilan Tarif pajak merupakan persentase tertentu yang digunakan untuk menghitung besarnya PPh. Tarif PPh yang berlaku di Indonesia dikelompokan menjadi dua yaitu tarif umum sesuai dengan Pasal 17 UU No. 7 tahun 1983 (sebagaimana telah diubah beberapa kali dan yang terakhir adalah UU No. 36 Tahun 2008 ) dan tarif lainya. Sistem penerapan tarif Pajak Penghasilan sesuai dengan Pasal 17 UU PPh dibagi menjadi dua, yaitu Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri dan Wajib Pajak dalam negeri badan dan bentuk usaha tetap. Tarif PPh untuk Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri adalah sampai dengan Rp 50 juta dikenai pajak sebesar 5 persen, Rp 50 juta sampai dengan Rp 250 juta sebesar 15 persen, Rp 250 juta sampai dengan Rp 500 juta sebesar 25 persen dan di atas Rp 500 juta dikenai pajak sebesar 30 persen. Tarif PPh untuk wajib Pajak Badan Dalam Negeri dan bentuk Usaha Tetap adalah 25% mulai berlaku sejak tahun Pajak 2010. 2.3 Sensus Pajak 2.3.1 Definisi Sensus Pajak Sensus pajak adalah pengumpulan data mengenai kewajiban perpajakan dalam rangka memperluas basis pajak dengan mendatangi subjek pajak (orang pribadi atau badan) di seluruh wilayah Indonesia yang dilakukan oleh Direktorat Jendral Pajak.Sensus Pajak Nasional mempunyai sasaran agar wajib pajak yang belum ber-NPWP, maka bisa diberikan NPWP. Yang belum bayar pajak, agar membayar pajak. Yang belum menyampaikan SPT, agar menyampaikan SPT. Yang memiliki utang pajak, agar melunasinya. 19 2.3.2 Dasar-dasar Hukum Sensus Pajak Nasional (SPN) 1. Undang-undang Nomor 6 tahun 1983 tentang KUP sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomer 16 tahun 2009. 2. Undang-Undang Nomor 12 tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 tahun 1994. 3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 149/PMK.03/2011 tanggal 12 September 2011 tentang Sensus Pajak Nasional (SPN). 2.4 Sosialisasi Pajak 2.4.1 Definisi Sosialisasi Pajak Sosialisasi perpajakan adalah salah satu upaya yang dilakukan oleh Direktorat Jendral Pajak untuk memberikan pengertian, informasi dan pembinaan kepada masyarakat pada umunya dan kepada wajib pajak khususnya mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan peraturan dan perundangan tentang perpajakan. Pemeintah berharap dengan adanya sosialisai pajak, masyarakat akan lebih berpatisipasi dan lebih efektif untuk memenuhi hak dan kewajiban sebagai wajib pajak sehingga meningkatkan penerimaan pajak di Indonesia. 2.4.2 Bentuk Sosialisasi Pajak Berikut ini ada beberapa startegi yang dikemukan oleh Samudra yang telah dikutip oleh Susanti dalam penelitiannya (2012) untuk melakukan sosialisasi pajak diantaranya : 1. Publikasi Cara ini bisa dilakukan dengan menggunakan media komunikasi baik media cetak seperti koran dan majalah maupun media audiovisual seperti radio dan televisi . 2. Kegiatan Menyelenggarakan aktivitas-aktivitas yang dapat meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya membayar pajak , pada acaraacara tertentu seperti pada saat olahraga, rapat dll. 3. Pemberitahuan 20 Pemberitahuan dalam hal ini mempunyai pengertian khusus yaitu menjadi bahan berita dalam arti positif, sehingga menjadi sasaran promosi yang efektif, seperti dengan bentuk berita kepada masyarakat tentang informasi pajak. 4. Keterlibatan komunitas Melibatkan komunitas adalah cara untuk mendekatkan pajak dengan masyarakat, dimana budaya di Indonesia menghendaki adat ketimuran untuk saling bersilaturahmi dengan tokoh-tokoh setempat sebelum istitusi pajak dibuka. 5. Pencantuman identitas Berkaitan dengan pencantuman logo otoritas pajak pada berbagai media yang ditujukan untuk sarana promosi. 6. Pendekatan pribadi Lobbying adalah pendekatan pribadi yang dilakukan secara informal untuk mencapai tujuan tertentu. 2.5 Pengetahuan Pajak 2.5.1 Definisi Pengetahuan Pajak Pengetahuan perpajakan adalah pengetahuan mengenai konsep ketentuan umum di bidang perpajakan, jenis pajak yang berlaku di Indonesia mulai dari subjek pajak, objek pajak, tarif pajak, perhitungan pajak terutang, pencatatan pajak terutang, sampai dengan bagaimana pengisian pelaporan pajak. Pengetahuan perpajakan ini tidak hanya pemahaman konseptual berdasarkan Undang-Undang Perpajakan, Keputusan Menteri Keuangan, Surat Edaran, Surat Keputusan tetapi juga adanya tuntutan kemampuan atau ketrampilan teknis bagaimana menghitung besarnya pajak yang terutang. Pengetahuan dan wawasan tinggi dalam diri Wajib Pajak berdampak semakin tingginya tingkat kepatuhan Wajib Pajak. 2.6 Wajib Pajak Patuh 2.6.1 Definisi Wajib Pajak Patuh Wajib pajak patuh adalah wajib pajak yang ditetapkan oleh Direktorat Jendral Pajak sebagai wajib pajak yang memenuhi kriteria tertentu [KEP213/PJ/2003]. Wajib pajak patuh dapat didefinisikan wajib pajak yang tetap 21 waktu dalam penyampaian SPT selama dua tahun terakhir, dan dalam tahun terakhir penyampaian SPT masa yang terlambat tidak lebih dari 3 (tiga) Masa Pajak, serta tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak. 2.7 Perdangangan Secara Online (E-Commerce) 2.7.1 Definisi E-Commerce Perdagangan sebenarnya merupakan kegiatan yang dilakukan manusia sejak awal peradabannya. Sejalan dengan perkembangan manusia, cara dan sarana yang digunakan untuk berdagang senantiasa berubah. Bentuk perdagangan terbaru yang kian memudahkan penggunanya kini ialah ecommerce. Makhluk apa sesungguhnya e-commerce itu, bagaimana ia dapat mempermudah penggunanya, serta peran pentingnya akan dibahas dalam tulisan ini. Secara umum e-commerce dapat didefinisikan sebagai segala bentuk transaksi perdagangan/perniagaan barang atau jasa (trade of goods and service) dengan menggunakan media elektronik. Jelas, selain dari yang telah disebutkan di atas, bahwa kegiatan perniagaan tersebut merupakan bagian dari kegiatan bisnis. Kesimpulannya, “e-commerce is a part of e-business”. Media elektronik yang dibicarakan di dalam tulisan ini untuk sementara hanya difokuskan dalam hal penggunaan media internet. Pasalnya, penggunaan internetlah yang saat ini paling populer digunakan oleh banyak orang, selain merupakan hal yang bisa dikategorikan sebagai hal yang sedang ‘booming’. Perlu digaris bawahi, dengan adanya perkembangan teknologi di masa mendatang, terbuka kemungkinan adanya penggunaan media jaringan lain selain internet dalam e-commerce. Jadi pemikiran kita jangan hanya terpaku pada penggunaan media internet belaka. Penggunaan internet dipilih oleh kebanyakan orang sekarang ini karena kemudahan-kemudahan yang dimiliki oleh jaringan internet, yaitu Internet sebagai jaringan publik yang sangat besar, layaknya yang dimiliki suatu jaringan publik elektronik, yaitu murah, cepat dan kemudahan akses. Menggunakan electronik data sebagai media penyampaian pesan/data sehingga dapat dilakukan pengiriman dan penerimaan informasi secara mudah dan ringkas, baik dalam bentuk data elektronik analog maupun digital. Di dalam e-commerce, para pihak yang melakukan kegiatan 22 perdagangan/perniagaan hanya berhubungan melalui suatu jaringan publik (public network) yang dalam perkembangan terakhir menggunakan media internet. Ada tiga jenis pelaku usaha di dalam e-commerce yaitu: a. Penyelengara media Penyelengara media eletronik adalah mereka yang sengaja menyediakan pasar virtual. Contohnya Kaskus.co.id, Tokobagus.com, Berniaga.com. b. Merchant Pengertian merchant disini tidak berbeda dengan merchant pada toko fisik. Mereka adalah penjual yang memanfaatkan fasilitas tempat berjualan yang disediakan oleh penyelengara media. c. Penyelengara media sekaligus merchant Kategori ketiga ini yakni penyelengara media sekaligus mechant. Penjual di sosial media juga termasuk dalam e-commerce yang dimana sekarang jumlahnya justru paling besar. Mereka adalah yang menawarkan barang atau jasa melalui sosial media atau jejaring aplikasi ngobrol, seperti Facebook, Instagram, dan Blackberry Messenger. Menurut Kementrian Perdagangan dan Kementrian Komunikasi dan Informasi pelaku e-commerce dengan sosial media ini tidak wajib mendaftarkan diri. Namun Kementrian Perdangangan tetap menghimbau agar para pelaku e-commerce yang termasuk kategori ini berinisiatif untuk mengajukan sampel. Terdaftar di Kementrian Perdagangan sehingga dapat menaikan nilai jual dimata para konsumen karena terdaftar secara legal. 2.7.2 Mekanisme E-Commerce Transaksi elektronik antara e-merchant (pihak yang menawarkan barang atau jasa melalui internet) dengan e-customer (pihak yang membeli barang atau jasa melalui internet) yang terjadi di dunia maya atau di internet pada umumnya berlangsung secara paperless transaction, sedangkan dokumen yang digunakan dalam transaksi tersebut bukanlah paper document, melainkan dokumen elektronik (digitaldocument). Para konsumen harus menyediakan informasi personal dan harus menyertakan nomor kartu kredit. Selanjutnya, mekanismenya adalah sebagai berikut: 23 1. Untuk produk online yang berupa software, pembeli diizinkan untuk mendownload-nya 2. Untuk produk yang berwujud fisik, pengiriman barang dilakukan sampai di rumah konsumen 3. Untuk pembelian jasa, supplier menyediakan untuk melayani konsumen sesuai dengan waktu dan tempat yang telah ditentukan dalam perjanjian Mekanisme transaksi elektronik dengan e-commerce dimulai dengan adanya penawaran suatu produk tertentu oleh penjual di suatu website, aplikasi atau jejaring sosial melalui server. Apabila konsumen melakukan pembelian, maka konsumen tersebut akan mengisi order mail, chat langsung atau comment pada tempat yang telah disediakan oleh pihak penjual. Untuk cara pembayaran dapat dilakukan dengan mudah, antara lain dengan : 1. Transfer via ATM atau dengan kartu kredit, 2. Cost on delivery, bertemu secara langsung dengan yang bersangkutan, 3. Dengan perantara, seperti menggunakan kurir. 24 Berikut ini adalah proses pemasaran hingga barang / jasa ke konsumen yang akan dibahas melalui gambar 2.1 Pemilik Online Shop (produksi barang sendiri) Membuat foto barang produksinya. Mengupload foto barang ke Website, aplikasi atau jejaring sosial. Pemilik Online Shop (mengambil barang dari supplier) Mencantumkan keterangan barang seperti harga dan lainlain. Konsumen yang tertarik akan melakukan order melalui message, telepon. Bagi konsumen yang tertarik atau bingung, akan bertanyatanya seputar barang tersebut Gambar 2.1 Gambar Mekanisme Pemasaran kepada Konsumen Setelah proses pengunggahan dilakukan, selanjutnya penjual tinggal menunggu respon dari para konsumenya, seperti ada yang bertanya seputar dengan produk yang dipasarkan sampai membeli dan melakukan pembayaran untuk produk tersebut. Kemudian produk tersebut dikirim menggunakan kurir atau dengan jasa pengiriman lain seperti JNE atau TIKI sampai ke tangan konsumen. 25 Untuk lebih jelasnya berikut ini adalah gambar 2.2 yang menjelaskan proses pembelian yang dilakukan oleh konsumen Konsumen memesan dengan rincian jenis barang, kuantiti, dan alamat Penjual memberikan total pembelian kepada konsumen Konsumen mentransfer lewat rekening bank Konsumen memberi tahu bahwa uang sudah ditransfer, dan penjual mengeceknya Penjual memberikan barang kepada kurir atau jasa pengiriman Konsumen memesan dengan rincian jenis barang, kuantiti, dan alamat Penjual memberikan total pembelian kepada konsumen Gambar 2.2 Gambar Mekanisme Pembelian Sampai Barang Sampai ke Tangan Pembeli 2.7.3 Pasal-Pasal Pajak yang Terkait dengan E-Commerce Menurut Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE - 62/PJ/2013 Tentang Penegasan Ketentuan Perpajakan Atas Transaksi ECommerce Direktur Jenderal Pajak, ada beberapa pasal yang terkait dalam pemenuhan perpajakan bagi yang melakukan perdagangan E-Commerce yaitu: 1. PPh 15 PPh pasal 15 adalah pajak yang harus dipenuhi bagi Wajib Pajak apabila yang bersangkutan menggunakan perhitungan norma (deemed profit). Omset selama satu tahun akan dikurangkan dengan besarnya omset tersebut dikalikan dengan norma yang ada pada tabel norma perhitungan terakhir yang dikeluarkan berdasarkan pada keputusan Dirjen Pajak 26 Nomor KEP-536/Pj./ 2000 yaitu untuk jenis transaksi e-commerce masuk ke dalam transaksi yang belum tercantum dengan nomer KLU 000 sebesar 40% untuk wilayah Ibu Kota. Hasil perhitungan dikurangkan dengan PTKP sehungga menghasilkan Penghasilan Kena Pajak (PKP) yang akan dikalikan dengan Pasal 17 sehingga menghasilkan PPh terutang. 2. PPh 25 PPh pasal 25 adalah besarnya angsuran perbulan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak dalam satu tahun pajak berjalan. Menurut UU No 36 Tahun 2008 , besarnya angsuran pajak penghasilan pasal 25 disamakan dengan besarnya angsuran pajak untuk bulan terakhir tahun pajak yang lalu, sehingga akhir tahun baru akan dihitung kurang bayar atau lebih bayar dari pajak yang telah kita angsur setiap bulan selama satu tahun. SPT yang dilaporkan yaitu SPT masa dengan batas waktu penyampaian yaitu 20 hari setelah masa pajak berakhir. 3. PPh 29 PPh pasal 29 adalah kurang bayar nominal pajak penghasilan yang harus dilunasi, karena pajak terutang untuk suatu tahun pajak ternyata lebih besar daripada kredit pajaknya. Untuk hal transaksi e-commerce, perhitungan PPh pasal 29 baru akan diketahui setelah SPT Tahunan diisi oleh Wajib Pajak yang bersangkutan atau sama seperti Wajib Pajak lain. 4. Pasal 4 ayat 2 Bila Wajib Pajak yang menjalankan usaha e-commerce memiliki penghasilan lain berupa sewa bangunan, sewa tanah, atau penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas, bunga deposito dan tabungan, serta hadiah undian maka Wajib Pajak tersebut akan dipotong PPh final. 5. Peraturan Pemerintah No 46 Tahun 2013 Karena tidak ada perbedaaan perlakuan, setiap pelaku usaha e-commerce juga terkena kewajiban perpajakan yang sama. Setiap pengusahan yang sudah memenuhi persyaratan objektif dan subjektif, harus mendaftarkan diri sebagai wajib pajak dan memperoleh NPWP. Pengusaha e-commerce dengan omzet dibawah Rp 4,8 miliar per tahun akan terkena pajak penghasilan (PPh) final sebesar 1% sesuai dengan PP 46 Tahun 2013. 27 2.8 Penelitian terdahulu Menurut Ghoni (2012) dalam penelitian Pengaruh Motivasi dan Pengetahuan Wajib Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Daerah menyimpulkan bahwa motivasi dari wajib pajak dan penggunaan Official Assesment tidak mempengaruhi kepatuhan wajib pajak daerah dalam melaksanakan kewajiban perpajakanya, sedangkan pengetahuan wajib pajak mempengaruhi kepatuhan wajib pajak daerah dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Penelitian ini dilakukan dengan menyebar kuesioner kepada Perusahaan Reklame di Kota Surabaya. Menurut Shofia (2012) dalam penelitian Pengaruh Program Sensus Pajak Nasional Terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Di Kota Malang menyimpulkan bahwa. Berdasarkan hasil pengujian menyatakan bahwa Sensus Pajak Nasional berpengaruh terhadap Kepatuhan Wajib Pajak adalah diterima. Program Sensus Pajak Nasional memberikan pengaruh positif terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak. Menurut Benno Torgler 2011 , dalam penelitian Tax Morale and Compliance : Review of Evidence and Case Studies for Europe , moral pajak menunjukkan bahwa sikap positif terhadap otoritas pajak dan sistem pajak secara signifikan meningkatkan semangat pajak. Lalu menunjukkan juga bahwa jika administrasi perpajakan mencoba untuk jujur, adil, informatif, membantu dan bertindak sebagai lembaga layanan. Dengan demikian memperlakukan wajib pajak sebagai mitra dan bukan bawahan dalam hubungan hirarkis, peningkatan moral pajak dan wajib pajak memiliki insentif yang kuat untuk membayar pajak jujur. Menurut Herryanto dan Toly (2013) faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan pajak penghasilan adalah kesadaran wajib pajak, kegiatan sosialisasi, dan pemeriksaan perpajakan. Peneliti melakukan penelitian dengan menggunakan data berupa angka dari KPP Pratama Surabaya Sawahan dari hasil penerimaan yang diperoleh dari wajib pajak orang pribadi. Hasilnya di penelitian tersebut adalah kegiatan sosialisasi perpajakan secara parsial tidak berpengaruh terhadap penerimaan Pajak Penghasilan, pemeriksaan pajak secara partial secara parsial berpengaruh terhadap penerimaan Pajak Penghasilan dan kesadaran wajib pajak berpengaruh terhadap pajak penghasilan. Berdasarkan penelitian sebelumnya, penulis mengambil tiga faktor yang dapat mempengaruhi wajib pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakan khususnya untuk pengusaha online (e-commerce) yaitu faktor sensus pajak, pengetahuan pajak 28 dan sosialisasi pajak. Penulis meneliti dengan menggunakan kuesioner kepada pengusaha online sebagai responden, dan melalui penelitian tersebut digunakan untuk menganalisa dari ketiga faktor tersebut, faktor yang mana yang memiliki pengaruh paling signifikan terhadap kewajiban perpajakan penghasilannya. 2.9 Hipotesis Penelitian Segala sesuatu yang yang dapat menambah nilai ekomonis bagi Wajib Pajak dapat dikatakan sebagai pendapatan, tidak terkecuali pendapat yang diterima oleh para pelaku bisnis online. Meskipun belum ada undang-undang yang berlaku secara khusus untuk mengatur pajak bagi pelaku bisnis online, namum tidak dapat dipungkiri bahwa sekarang ini penghasilan-penghasilan lewat bisnis online terus bertambah dari waktu ke waktu yang dapat dijadikan sumber penghasilan untuk negara lewat pajak. Penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah pengembangan dari penelitian yang dilakukan sebelumnya yang menganalisa mengenai kepatuhan kewajiban perpajakan penghasilan pemilik online shop dengan jejaring sosial saja sedangkan sekarang ini online shop tidak hanya menggunakan jejaring sosial aja melainkan mengggunakan semua media yang ada sepeti aplikasi atau website, yang dapat diakses dengan mudah asal memiki jaringan internet. Namun susah untuk dilacak saat transaksinya karena sifatnya privat. Variabel yang digunakan yaitu tiga variabel independent (X) dan satu variabel dependent (Y). Dari penelitian tersebut diperoleh bahwa kepatuhan untuk membayar kewajiban perpajakan pemilik bisnis online masi belum sesuai dengan peraturan-peraturan yang sudah ada saat ini. Dari hasil penelitian tersebut, makan penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih dalam lagi mengenai faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kepatuhan pengusaha online shop untuk memenuhi kewajiban pajaknya. Berikut ini adalah faktor-faktor yang digunakan penulis yang membedakan dengan penelitian sebelumnya : 1. Faktor-faktor yang mempengaruhi : a. Sensus Pajak b. Sosialisasi pajak c. Pengetahuan pajak 2. Situs yang digunakan tidak hanya menggunakan media jejaring sosial saja, karena bisnis online saat ini terus mengikuti perkembangan zaman, tidak 29 hanya jejaring sosial yang dapat digunakan. Saat ini para pelaku online shop menggunakan website, aplikasi hingga jejaring sosial (facebook, twitter, path, instagram,dll). Dimana dengan media-media tersebut pemasaran produk mereka menjadi lebih luas karena masing-masing media tersebut mempunyai kelebihan yang berbeda. 3. Metode penelitian yang digunakan adalah empat variabel independent yaitu X, X2, X3 dan satu variabel dependent Y. 4. Jumlah sample yang digunakan adalah 49 responden. Definisi hipotesis menurut Sekaran (2006: 135) adalah hubungan yang diperkirakan secara logis di antara dua atau lebih variabel yang diungkapkan dalam bentuk pernyataan yang dapat diuji. Hubungan tersebut dapat diperkirakan berdasarkan jaringan asosiasi yang ditetapkan dalam kerangka teoritis yang dirumuskan untuk penelitian. Dengan menguji hipotesis dan menegaskan perkiraan hubungan, diharapkan bahwa solusi dapat ditemukan untuk mengatasi masalah yang dihadapi. Pengujian dalam penelitian ini dilakukan dengan melibatkan variabelvariabel berikut ini, yaitu : X1 : Sensus Pajak X2 : Sosialisasi Pajak X3 : Pengetahuan Perpajakan Y : Kepatuhan dalam Pemenuhan Kewajiban Perpajakan Penghasilan Hipotesis 1 : Apakah ada pengaruh sensus pajak terhadap kepatuhan dalam pemenuhan kewajiban perpajakan bagi pengusaha online shop? Ho : Ada pengaruh yang signifikan antara sensus pajak terhadap kepatuhan dalam pemenuhan kewajiban perpajakan pengusaha online Ha : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara sensus pajak terhadap kepatuhan dalam pemenuhan kewajiban perpajakan pengusaha online. Hipotesis 2 : Apakah ada pengaruh sosialisasi pajak yang dilakukan oleh fiskus terhadap kepatuhan dalam pemenuhan kewajiban perpajakan bagi pengusaha online shop? 30 Ho : Ada pengaruh yang signifikan antara sosialisasi pajak terhadap kepatuhan dalam pemenuhan kewajiban perpajakan pengusaha online shop. Ha : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara sosialisasi pajak terhadap kepatuhan dalam pemenuhan kewajiban perpajakan pengusaha online shop. Hipotesis 3 : Apakah ada pengaruh pengetahuan perpajakan yang dilakukan oleh fiskus terhadap kepatuhan dalam pemenuhan kewajiban perpajakan bagi pengusaha online shop? Ho : Ada pengaruh yang signifikan antara pengetahuan perpajakan pemilik online shop terhadap kepatuhan dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya. Ha : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara pengetahuan perpajakan pemilik online shop terhadap kepatuhan dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya. Hipotesis 4 : Bagaimana pengaruh sensus pajak, sosialisasi pajak, dan pengetahuan perpajakan secara bersama-sama terhadap kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan pengusaha online shop ? Ho : Ada pengaruh yang signifikan antara sensus pajak, sosialisasi pajak, dan pengetahuan perpajakan secara bersama-sama terhadap kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan. Pengusaha online shop. Ha : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara sensus pajak, sosialisasi pajak, dan pengetahuan perpajakan secara bersama-sama terhadap kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan pengusaha online shop.