BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN

advertisement
BAB IV
ANALISA DAN PEMBAHASAN
4.1 Studi Kasus
Gambar 4.1 Ilustrasi studi kasus
Pada tahun 2014 telah terjadi gangguan di sisi pelanggan gardu JTU5
yang menyebabkan proteksi feeder Arsitek GI Maximangando trip. Dari sisi
proteksi tentunya hal ini tidaklah selektif, karena seharusnya proteksi di gardu
JTU5 yang bekerja, sehingga dampak pemadaman tidak meluas. Maka dari itu,
diperlukan metode yang tepat untuk menyelesaikan persoalan tersebut.
4.1.1 RCPS (Root Cause Problem Solving)
Metode analisa yang digunakan yaitu menggunakan metode
RCPS (Root Cause Problem Solving). RCPS merupakan tools yang
55
56
digunakan sebagai indentifikasi masalah hingga ke akar masalah
sehingga dapat menimbulkan berbagai solusi yang bisa di ambil dan
diterapkan demi memecahkan masalah yang biasanya terjadi.
Permasalahan :
Gangguan di sisi pelanggan di
gardu JTU5 menyebabkan PMT
feeder Arsitek Trip
Penyebab :
Proteksi di gardu JTU5
tidak bekerja
Solusi :
1. a. Pasang Back up power,
seperti Uninterrupt Power
Supply (UPS).
b. Ganti relai
c. Ganti PT
2. Ada dua opsi :
• Mengganti CT dengan
rasio yang lebih besar
• Menambah CT dengan
rasio yang lebih besar
dan relai
3. Penyetelan ulang relai dan
melakukan koordinasi
dengan proteksi feeder
Arsitek.
Karena :
1. Relai OFF
2. Input (CT) tidak
memberikan sinyal ke relai
3. Penyetelan relai tidak tepat,
sehingga koordinasi tidak
selektif
Karena :
1. a. Catu daya padam
b. Relai rusak
c. PT rusak
2. CT tidak mampu membaca
arus gangguan yang besar
(CT jenuh)
3. Tidak melakukan koordinasi
penyetelan dengan proteksi
feeder Arsitek.
Gambar 4.2 Alur RCPS
57
Penjelasan dari alur RCPS adalah sebagai berikut :
1.a. Catu daya padam
Hal ini bisa terjadi apabila sumber catu daya yang mensuplai
relai diambil dari sisi tegangan rendah, atau dari pelanggan. Karena
untuk tegangan di sisi tegangan rendah lebih mudah mengalami
padam dari pada si sisi tegangan menengah.
Maka solusi terbaik dari permasalah catu daya ini adalah
dengan memasang UPS pada power supply yang menuju ke relai,
sehingga apabila terjadi hilang tegangan, baik dari sisi tegangan
rendah maupun tegangan menengah, relai masih tetap menyala.
1.b. Relai rusak
Kondisi ini masih memungkinkan terjadi, karena ada
beberapa kasus yang disebabkan relai rusak. Tetapi pada kasus di
gardu JTU5 ini, relai tidak dalam kondisi rusak, sehingga
kemungkinan ini bisa diabaikan.
1.c. PT (Potential Transformer) rusak
Kondisi ini masih memungkinkan terjadi, tetapi setelah
dilakukan penelusuran pada kasus di gardu JTU5 ini, PT tidak dalam
kondisi rusak, sehingga kemungkinan ini bisa diabaikan.
2. CT jenuh
CT jenuh merupakan kondisi dimana arus primer yang
melewati CT melebihi batas kelas proteksi CT, maka fluks inti besi
menjadi penuh, sehingga rms di sisi primer dan sisi sekunder turun.
58
Batas Jenuh Inti
RMS Arus Primer
Arus Primer
RMS Arus Primer
Arus Primer
Batas Jenuh Inti
RMS Arus Sekunder
Arus Sekunder
a. Kurva CT Normal
RMS Arus Sekunder
Arus Sekunder
b. Kurva CT Jenuh
Gambar 4.3 Gelombang sinusoida dari arus CT
Pada gambar 4.3.a terlihat saat sisi primer CT diberi arus
bolak balik yang tidak melebihi arus yang telah ditentukan (dibawah
batas jenuh), akan mendapat arus rms di primer. Selanjutnya di sisi
sekunder akan mengalir juga arus bolak balik, yang menimbulkan
arus rms di sekunder. Arus rms ini yang diberikan ke relai sebagai
input.
Pada gambar 4.3.b terlihat saat sisi primer memperoleh arus
besar (di atas batas jenuh), arus sinusoida di sisi sekunder menjadi
cacat (menuju nol). Kecacatan ini berlangsung sampai arus bolak
baliknya kembali dibawah batas jenuhnya. Sehingga nilai rms sisi
sekunder turun yang akan mengakibatkan Over Current Relay
(OCR) tidak bekerja (Wahyudi Sarimun, 2012, hal. 282).
Untuk kasus di gardu JTU5 terlihat bahwa CT yang
digunakan memiliki rasio 10/5 A dengan kelas proteksi 5P10.
59
Artinya CT tersebut mampu membaca arus gangguan sebesar 100 A
dengan error sebesar 5%.
Bila melihat data arus gangguan hubung singkat di gardu
JTU5, nilai arus gangguan 1 fasa sebesar 922,3 A, arus gangguan 2
fasa sebesar 8313,89 A, dan arus gangguan 3 fasa sebesar 9600 A.
Tentunya dengan keadaan ini, dimana CT terpasang hanya mampu
menahan arus gangguan sebesar 100 A, maka akan menimbulkan
kejenuhan CT yang berdampak pada tidak bekerjanya relai proteksi
di gardu JTU5.
Solusi dari CT jenuh ada dua opsi pilihan :
1. Mengganti CT dengan rasio yang lebih besar,
2. Menambah CT dengan rasio yang lebih besar dan relai.
Untuk opsi pertama tidak bisa dilakukan karena CT yang
digunakan saat ini digunakan pula untuk pengukuran energi listrik.
Dimana CT pengukuran harus memiliki ketelitian yang tinggi dan
error yang rendah. Hal itu akan dapat tercapai bila rasio CT
mendekati dengan arus beban. Bila rasio CT diperbesar, akan
berdampak pada ketelitian yang rendah dan error yang besar,
sehingga pengukuran energi listrik tidak akurat.
Untuk opsi kedua, bisa dilakukan dengan menggunakan CT
tegangan rendah dengan rasio yang besar, sehinggan mampu
membaca arus gangguan yang besar pula. Menambahkan CT disertai
juga dengan penambahan relai, karena satu relai hanya memiliki satu
input dari CT.
60
3. Tidak melakukan koordinasi penyetelan dengan proteksi feeder
Arsitek
Terkadang untuk beberapa kondisi yang terjadi di lapangan
adalah penyetelan relai tidak dikoordinasikan dengan setelan relai
feeder maupun relai outgoing trafo. Tentunya hal ini akan
berdampak pada selektifitas proteksi yang tidak tepat. Selektifitas
proteksi akan tercapai dengan mengetahui nilai arus hubung singkat
pada masing-masing segmen. Sehingga nilai penyetelan relai dapat
dengan mudah ditentukan. Solusi dari permasalahan ini ialah dengan
melakukan koordinasi setelan relai antara gardu JTU5, feeder
Arsitek, dan outgoing trafo2.
4.2 Perancangan Alat Proteksi Gardu Distribusi
Penggunaan tools RCPS telah memunculkan 3 solusi yang dapat
dikerjakan untuk menyelesaikan permasalah proteksi yang tidak bekerja pada
gardu distribusi, yaitu :
1. Memasang Backup power supply, seperti Uninterrupt Power Supply
(UPS)
2. Memasang CT TR dan relai proteksi pada instalasi tegangan menengah
3. Melakukan koordinasi setelan relai antara gardu JTU5, feeder Arsitek,
dan outgoing trafo 2.
61
Dalam tahap ini, untuk solusi pertama dan kedua dapat digambarkan
melalui single line diagram berikut ini :
REL BUSBAR 20 KV
PMS
LBS
LBS
PMS
KWH METER
Power
PT
KC 279
GI MAXIMANGANDO
CB
PT
RELAY
Output
CB
RELAY
Input
CT
CT
SUTM
INSTALASI PELANGGAN
Gambar 4.4 Kondisi single line proteksi existing
Pada Gambar 4.4 menunjukkan kondisi sistem proteksi pada gardu
JTU5 saat terjadi kegagalan proteksi.
REL BUSBAR 20 KV
KWH METER
PMS
Power
UPS
PT
20kV/100V
CB
CT 1
10/5A
CT 2
800/5A
Output
RELAY 1
RELAY 2
(EXISTING)
(BARU)
Input 1
Input 2
INSTALASI PELANGGAN
Gambar 4.5 Perancangan sistem proteksi gardu JTU5
62
Pada Gambar 4.5 menunjukkan perencanaan sistem proteksi yang akan
dibuat untuk meningkatkan kinerja proteksi pada gardu JTU5. Pada Gambar 4.5
merupakan bentuk implementasi dari solusi yang diterangkan sebelumnya
dimana ada penambahan peralatan seperti CT2, relai 2, dan UPS.
CT1 dan relai 1 merupakan peralatan existing dari sistem proteksi
sebelumnya. CT1 memiliki spesifikasi rasio yang rendah, hingga mendekati
arus beban pelanggan, kelas proteksi yang rendah sehingga akan mendapatkan
akurasi yang tinggi dan error yang rendah. Nilai rasio dari CT1 sebesar 10/5A.
Nilai ini didapatkan dari arus beban maksimum pelanggan sebesar 9,96 A.
Terminal 1 (1S1 dan 1S2) dari CT1 akan menjadi input bagi kWh Meter yang
berfungsi sebagai alat pengukur energi listrik. Terminal 2 (2S1 dan 2S2) dari
CT1 akan menjadi input bagi relai 1 yang merupakan relai arus lebih.
Penggunaan relai 1 ini akan difungsikan sebagai OLR (Thermal Over Load
Relay), yang sesuai dengan TDL (Tarif Daya Listrik).
CT2 merupakan CT tegangan rendah yang memiliki rasio sebesar 800/5
A dan kelas proteksi 5P20. Penentuan nilai rasio CT2 ini didasarkan pada nilai
maksimal arus gangguan yang bisa terjadi di gardu JTU5 yaitu sebesar 9600 A.
CT2 akan menjadi input bagi relai 2. Relai 2 merupakan relai arus lebih (Over
Current Relay) yang mampu bekerja sangat cepat bila menerima arus gangguan
yang besar. Relai 2 ini akan difungsikan sebagai relai proteksi arus lebih.
Output dari relai 1 dan relai 2 akan diparalel yang akan menuju ke
Tripping Coil (Circuit Breaker). Sumber catu daya yang digunakan untuk relai
1 dan relai 2 berasal dari PT (Potential Transformer) dengan nilai 110 VAC.
Khusus untuk relai 2, akan memiliki backup power supply melalui UPS.
63
4.2.1 Pemasangan CT TR pada Instalasi Tegangan Menengah
Pemasangan CT TR pada instalasi tegangan menengah merupakan
solusi untuk menambahkan proteksi pada gardu distribusi. Terlihat pada
gambar dibawah ini bagaimana konstruksi sebuah MV Cell CBOM.
Gambar 4.6 Konstruksi MV Cell CBOM
Dari Gambar 4.7 terlihat bahwa tidak ada ruang lagi untuk memasang
CT TM, karena CT TM memiliki ukuran yang besar. Maka dari itu, untuk
menambahkan CT pada ruang yang sempit tersebut, alternatifnya ialah
dengan menggunakan CT TR. CT TR yang digunakan memiiki jenis CT ring,
yang mana desainnya yang minimalis dan cukup untuk dipasang pada
konstruksi CBOM seperti gambar di atas.
Gambar 4.7 Current Transformer Tegangan Rendah jenis ring
64
Secara teknik CT TR ini memiliki Basic Insulating Level sebesar 6
kV. Sedangkan instalasi tegangan menengah memiliki tegangan nominal
sebesar 20 kV. Tampak jelas perbedaan tegangan yang menjadi penghalang
diantara keduanya. Tetapi hal tersebut bukanlah halangan untuk memasang
CT TR pada instalasi tegangan menengah. Ada beberapa posisi dan tempat
pada peralatan instalasi 20 kV tersebut yang memiliki tahanan isolasi
melebihi 20 kV. Salah satunya ialah pada kabel jenis NA2XSEYBY atau
Single Core arah pelanggan yang memiliki tahanan isolasi tinggi.
Sumber 20 KV
CT 2
CT 1
CT 3
Ke Instalasi Pelanggan
Gambar 4.8 Pemasangan CT TR pada instalasi TM
Pada Gambar 4.9 dapat terlihat bagaimana CT TR tersebut dipasang
pada instalasi tegangan menengah. CT TR dipasang pada terminasi indoor
kabel ke pelanggan. Pada terminasi indoor tersebut dapat dijelaskan tahanan
isolasinya dari bagian A sampai D.
Pada bagian A dan B isolasi kabel hanya terdiri dari semikonduktor
dan XLPE, pada bagian ini sangat riskan untuk dipasang CT TR karena
65
tahanan isolasinya belum sempurna, tidak ada filter penyebaran tegangan
(stress control), dan tidak ada filter untuk medan magnet.
Pada bagian C, isolasi kabel terdiri dari semikonduktor, XLPE, dan
stress control. Bagian stress control ini bersifat semikonduktor yang
berfungsi untuk meratakan ketegangan (stress) elektrik pada isolasi ujung
kabel. Pada bagian ini CT TR tidak bisa dipasang karena isolasi kabel belum
sempurna.
Kemudian pada bagian D, terlihat isolasi kabel terdiri dari lapisan
semikonduktor, XLPE, stress control, dan metalic screen. Lapisan metalic
screen ini terbuat dari tembaga yang memiliki dua fungsi utama yaitu
mengalirkan arus bocor akibat kerusakan isolasi dan menetralisir medan
magnet. Metalic screen ini yang akan dihubungkan ke tanah (arde). Pada
bagian D ini lah isolasi kabel sudah berada pada titik isolasi sempurna dan
aman untuk dipasang CT tegangan rendah.
Gambar 4.9 Implementasi pemasangan CT TR
Gambar 4.9 merupakan implementasi pemasangan CT TR pada
instalasi tegangan menengah 20 kV dengan kondisi jenis kabel single core ke
66
arah pelanggan. Pada bagian tersebut, isolasi kabel memiliki isolasi yang
tinggi sehingga dapat digunakan untuk memasang CT TR.
4.2.2 Koordinasi Setelan Relai Proteksi
Pada perhitungan setelan relai arus lebih OCR dan GFR dimulai dari
gardu JTU5 selanjutnya feeder Arsitek, dan outgoing trafo 2.
a. Setelan OCR (Over Current Relay)
x
Nilai setelan arus lebih OCR dan waktu di gardu JTU5
o Setelan arus lebih pada relai 2
Setelan arus lebih pada relai 2 harus dikoodinasikan dengan
penyetelan OLR (Thermal Over load Relay) pada relai 1. Sesuai
dengan data teknik gardu JTU5, didapatkan bahwa daya kontrak
pelanggan yang disuplai dari gardu JTU5 sebesar 345 kVA. Maka
arus daya kontrak dapat dihitung dengan persamaan (2.33) :
Idaya kontrak =
Ppelanggan
ξ3×V
=
345 kVA
ξ3×20 kV
= 9,96 A
Dengan menggunakan persamaan (2.32), maka Iset untuk
relai 2 gardu JTU5 adalah :
Iset = 1,8 x I daya kontrak
Iset = 1,8 x 9,96 A
Iset = 17,928 A
Karena arus penyetelan minimum pada relai adalah sebesar
40 A, maka untuk Iset disesuaikan dengan hal tersebut. Sehingga
didapatkan :
Iset = 40 A
67
Nilai setelan ini adalah nilai setelan di sisi primer, untuk
nilai setelan di sisi sekunder atau yang akan disetkan pada relai 2,
dapat dihitung dengan persamaan (2.30). Rasio CT yang terpasang
untuk relai 2 adalah sebesar 800 : 5A = 160.
Is OCR =
Iset
40
=
= 0,05 A
Rasio CT 160
o Setelan waktu pada relai 2
Setelan waktu yang ditetapkan di sisi hulu atau gardu JTU5
ialah sebesar 0,3 s. Setelan yang dimasukkan ke relai berupa TMS,
maka dari itu setelan waktu tersebut harus dikonversikan ke dalam
bentuk TMS. Dalam hal ini kurva yang digunakan adalah Normally
Inverse.
Sesuai tabel 3.14 diketahui bahwa If 3fasa pada gardu JTU5
sebesar 9600 A. Dengan menggunakan persamaan (2.1), maka nilai
TMS adalah sebagai berikut :
TMS=
0,02
I
ቁ
-1቉
t× ቈቀ f͵ˆƒ•ƒ
Iset
0,14
9600 0,02
0,3× ቈቀ 40 ቁ -1቉
TMS=
0,14
TMS=0,248
x
Nilai setelan arus lebih OCR dan waktu di feeder Arsitek
o Setelan arus lebih
Untuk penyetelan arus lebih pada relai feeder Arsitek,
besarnya nilai Inominal didasarkan pada KHA penghantar yang
68
terpasang pada saluran transmisi tegangan menengah. Berdasarkan
Tabel 3.4 diketahui bahwa jenis saluran transmisi SKTM, jenis
penghantar NA2XEYBY dengan luas penampang 240 mm2. Maka
KHA penghantar untuk jenis tersebut adalah sebesar 358 A.
Untuk keamanan operasi feeder, pembebanan penghantar
yang aman sebesar 80% dari KHA penghantar, maka nilai arus
nominal feeder Arsitek adalah sebagai berikut :
Inominal/beban feeder = 80% x 358 A
Inominal/beban feeder = 286,4 A
Dengan menggunakan persamaan (2.29), maka Iset untuk
relai feeder Arsitek adalah :
Iset = ≥ 1,05 x Inominal/beban feeder
Iset = 1,05 x 286,4 A
Iset = 300,72 A
Nilai setelan ini adalah nilai setelan di sisi primer, untuk
nilai setelan di sisi sekunder atau yang akan disetkan pada relai,
dapat dihitung dengan persamaan (2.30) :
Is =
Iset
300,72
=
= 1,88 A
160
Rasio CT
o Setelan waktu
Setelan waktu relai feeder Arsitek mengikuti persamaan (2.34),
yaitu :
Tset = ∆t + t
Dengan :
∆t = 0,3 s
69
t pada gardu JTU5 sebesar 0,3 s
maka : Tset = 0,3 + 0,3 = 0,6 s
Sesuai Tabel 3.14 diketahui bahwa If
3fasa
pada GH161
sebesar 6380,6 A. Dengan kurva Normally Inverse, nilai TMS yang
akan disetkan pada relai didapatkan dengan menggunakan
persamaan (2.1), yaitu :
TMS =
0,02
I
ቁ
-1቉
Tset × ቈቀ f͵ˆƒ•ƒ
Iset
0,14
6380,6 0,02
0,6× ቈቀ300,72ቁ -1቉
TMS =
0,14
TMS = 0,27
Waktu kerja relai apabila terjadi gangguan di GI
Maximangando dengan arus gangguan (If 3fasa) sebesar 12103,77 A
dapat dihitung menggunakan persamaan (2.1) :
tfeeder =
0,14 × TMS
I 0,02
ቀ f ቁ -1
Is
0,14 × 0,27
tfeeder =
ቀ
12103,77 0,02
ቁ -1
300,72
tfeeder = 0,492 s
x
Nilai setelan arus lebih OCR dan waktu di Outgoing Trafo 2
o Setelan arus lebih
Berdasarkan Tabel 3.1, bahwa kapasitas trafo 2 GI
Maximangando ialah sebesar 60 MVA.
70
Maka nilai arus nominal trafo 2 yaitu :
Inominal trafo2 =
30 MVA
ξ3×20 kV
Inominal trafo2 = 1732A
Dengan menggunakan persamaan (2.29), maka Iset untuk
relai outgoing trafo 2 adalah :
Iset = ≥ 1,05 x Inominal trafo2
Iset = 1,05 x 1732 A
Iset = 1818,6 A
Nilai setelan ini adalah nilai setelan di sisi primer, untuk
nilai setelan di sisi sekunder atau yang akan disetkan pada relai,
dapat dihitung dengan persamaan (2.30) dengan rasio CT sebesar
2000/5 A :
Is =
Iset
1818,6
=
= 4,55 A
400
Rasio CT
o Setelan waktu
Setelan waktu di Outgoing Trafo 2 mengikuti persamaan (2.31) :
Tset = ∆t + tfeeder
Dengan :
∆t = 0,3 s
tfeeder pada sebesar 0,492 s
maka : Tset = 0,3 + 0,492 = 0,792 s
71
Sesuai Tabel 3.14 diketahui bahwa If
3fasa
pada GI
Maximangando sebesar 12103,77 A. Dengan kurva Normally
Inverse, nilai TMS yang akan disetkan pada relai didapatkan
dengan menggunakan persamaan (2.1), yaitu :
TMS=
0,02
I
ቁ
-1቉
Tset × ቈቀ f͵ˆƒ•ƒ
Iset
0,14
12103,77 0,02
0,792 × ቈቀ 1818,6 ቁ -1቉
TMS=
0,14
TMS=0,218
Setelah melakukan perhitungan penyetelan OCR untuk relai
proteksi di gardu JTU5, feeder Arsitek, dan outgoing trafo 2, maka hasil
tersebut dapat direkapitulasi pada Tabel 4.1 di bawah ini :
Tabel 4.1 Hasil setelan OCR
Relai
No.
Parameter
Outgoing
Trafo 2
Feeder
Arsitek
JTU5
1.
Iset (primer)
1818,6 A
300,72 A
40 A
2.
Is (sekunder)
4,55 A
1,88 A
0,05 A
3.
TMS
0,218
0,27
0,248
4.
Kurva
Normally
Inverse
Normally
Inverse
Normally
Inverse
5.
t
0,792 s
0,492 s
0,3 s
Nilai-nilai tersebut yang akan dimasukkan (setting) ke dalam relai
proteksi, kemudian dilakukan pengetesan pada masing-masing relai untuk
mengetahui persyaratan proteksi terpenuhi atau tidak.
72
b. Setelan GFR (Ground Fault Relay)
x
Nilai setelan arus lebih GFR dan waktu di gardu JTU5
o Setelan Arus Lebih
Untuk setelan ground fault relay diambil dari arus hubung
singkat 1 fasa ke tanah di gardu JTU5 yaitu sebesar 922,3 A.
Berdasarkan persamaan (2.31) bahwa besarnya Iset adalah 6%
sampai dengan 12% dari arus hubung singkat 1 fasa ke tanah. Maka
untuk penyetelan GFR di gardu JTU5 dipilih 10% dari arus hubung
singkat 1 fasa ke tanah. Sehingga didapatkan :
Iset = 10% x If 1fasa
Iset = 10% x 922,3
Iset = 92,23 A
Nilai setelan ini adalah nilai setelan di sisi primer, untuk
nilai setelan di sisi sekunder atau yang akan disetkan pada relai,
dapat dihitung dengan persamaan (2.30) :
Is =
Iset
92,23
=
= 0,576 A
160
Rasio CT
o Setelan waktu
Setelan waktu yang ditetapkan di sisi hulu atau gardu JTU5
ialah sebesar 0,3 s. Setelan yang dimasukkan ke relai berupa TMS,
maka dari itu setelan waktu tersebut harus dikonversikan ke dalam
bentuk TMS. Dalam hal ini kurva yang digunakan adalah Normally
Inverse.
73
Sesuai Tabel 3.14 diketahui bahwa If
1fasa tanah
pada gardu
JTU5 sebesar 922,3 A. Dengan menggunakan persamaan (2.1),
maka nilai TMS adalah sebagai berikut :
TMS=
If 0,02
t× ቈቀI ቁ -1቉
set
0,14
922,3 0,02
0,3× ቈቀ92,23ቁ -1቉
TMS=
0,14
TMS=0,1
x
Nilai setelan arus lebih GFR dan waktu di feeder Arsitek
o Setelan arus lebih
Untuk setelan ground fault relay diambil dari arus hubung
singkat 1 fasa di ujung feeder atau di GH161 yaitu sebesar 860,9
A. Berdasarkan persamaan (2.31), maka setelan GFR di feeder
Arsitek ini dipilih 8% dari arus hubung singkat 1 fasa ke tanah.
Sehingga didapatkan :
Iset = 8% x If 1fasa
Iset = 8% x 860,9
Iset = 68,872 A
Nilai setelan ini adalah nilai setelan di sisi primer, untuk
nilai setelan di sisi sekunder atau yang akan disetkan pada relai,
dapat dihitung dengan dengan persamaan (2.30) :
Is =
Iset
68,872
=
= 0,43 A
Rasio CT
160
74
o Setelan waktu
Setelan waktu di feeder Arsitek mengikuti persamaan (2.31) :
Tset = ∆t + t
Dengan :
∆t = 0,3 s
t pada gardu JTU5 sebesar 0,3 s
maka : Tset = 0,3 + 0,3 = 0,6 s
Sesuai Tabel 3.14 diketahui bahwa If 1fasa tanah pada GH161
sebesar 860,9 A. Dengan kurva Normally Inverse, nilai TMS yang
akan disetkan pada relai didapatkan dengan menggunakan
persamaan (2.1), yaitu :
TMS =
I 0,02
Tset × ቈቀ f ቁ -1቉
Iset
0,14
860,9 0,02
0,6× ቈቀ68,872ቁ -1቉
TMS =
0,14
TMS = 0,22
Waktu kerja relai apabila terjadi gangguan di GI
Maximangando dengan arus gangguan (If 1fasa tanah) sebesar 955,4 A
dapat dihitung menggunakan persamaan (2.1) :
tfeeder =
tfeeder =
0,14 × TMS
I 0,02
ቀ f ቁ -1
Is
0,14 × 0,22
955,4 0,02
ቀ
ቁ -1
68,872
tfeeder = 0,57 s
75
x
Nilai setelan arus lebih GFR dan waktu di Outgoing Trafo 2
o Setelan arus lebih
Untuk setelan ground fault relay diambil dari arus hubung
singkat 1 fasa di ujung feeder atau di GH161 yaitu sebesar 860,9
A. Berdasarkan persamaan (2.31), maka setelan GFR di outgoing
trafo 2 ini dipilih 6% dari arus hubung singkat 1 fasa ke tanah.
Sehingga didapatkan :
Iset = 6% x If 1fasa
Iset = 6% x 860,9
Iset = 51,654 A
Nilai setelan ini adalah nilai setelan di sisi primer, untuk
nilai setelan di sisi sekunder atau yang akan disetkan pada relai,
dapat dihitung dengan persamaan (2.30) dengan rasio CT yang
digunakan 2000/5 A :
Is =
Iset
51,654
=
= 0,129 A
Rasio CT
400
o Setelan waktu
Setelan waktu di Outgoing Trafo 2 mengikuti persamaan (2.31) :
Tset = ∆t + tfeeder
Dengan :
∆t = 0,3 s dan
tfeeder sebesar 0,57 s
maka : Tset = 0,3 + 0,57 = 0,87 s
Sesuai Tabel 3.14 diketahui bahwa If1fasa
tanah
pada GI
Maximangando sebesar 955,4 A. Dengan kurva Normally Inverse,
76
nilai TMS yang akan disetkan pada relai didapatkan dengan
menggunakan persamaan (2.1), yaitu :
I 0,02
Tset × ቈቀI f ቁ -1቉
set
TMS =
0,14
955,4 0,02
0,87 × ቈቀ51,͸54ቁ -1቉
TMS =
0,14
TMS = 0,37
Setelah melakukan perhitungan penyetelan GFR untuk relai
proteksi di gardu JTU5, feeder Arsitek, dan outgoing trafo 2, maka hasil
tersebut dapat direkapitulasi pada Tabel 4.2 di bawah ini :
Tabel 4.2 Hasil setelan GFR
Relai
No.
Parameter
Outgoing
Trafo 2
Feeder
Arsitek
JTU5
1.
Iset (primer)
51,654 A
68,872 A
92,23 A
2.
Is (sekunder)
0,129 A
0,43 A
0,576 A
3.
TMS
0,37
0,22
0,1
4.
Kurva
Normally
Inverse
Normally
Inverse
Normally
Inverse
5.
t
0,87 s
0,57 s
0,3 s
Nilai-nilai tersebut yang akan dimasukkan (setting) ke dalam relai
proteksi, kemudian dilakukan pengetesan pada masing-masing relai untuk
mengetahui persyaratan proteksi terpenuhi atau tidak.
77
4.3 Pengujian Relai Proteksi
Pengujian relai proteksi terdiri dari dua bagian, yaitu pengujian
individual relai dan pengujian selektifitas relai. Dalam pengujian tersebut
menggunakan alat Secondary current injection test system, tipe PTE-100-C.
----
A
100 A
P1
P2
0
CT TR
Proteksi
1s2
1s1
Input
PTE-100-C
Output
Relai
Proteksi
- +
---- S
Power
220 VDC
+
Gambar 4.10 Wiring pengujian relai
Pada Gambar 4.10 merupakan wiring pengujian relai proteksi yang
mana arus diberikan ke sisi primer CT TR Proteksi untuk kemudian sisi
sekundernya dibaca oleh relai. Apabila arus yang diberikan melebihi batas
pickup, maka relai akan bekerja dengan merubah saklar output menjadi close.
Lamanya waktu kerja relai akan terbaca oleh alat uji dalam satuan detik.
4.3.1 Pengujian Individual Relai
Pengujian relai dilakukan pada relai 2 gardu JTU5 dan relai
feeder Arsitek. Pengujian meliputi pengujian OCR dan pengujian GFR.
78
a. Pengujian OCR (Over Current Relay)
Tabel 4.3 Hasil pengujian OCR JTU5
Arus Uji
tstandar
tuji
Error
(detik)
(detik)
(%)
Primer
Sekunder
(A)
(A)
1,5
60
0,375
4,264
3,811
-10,62731
2
80
0,5
2,487
2,316
-6,883194
2,5
100
0,625
1,877
1,797
-4,276818
3
120
0,75
1,563
1,523
-2,551629
3,5
140
0,875
1,368
1,367
-0,105922
4
160
1
1,235
1,222
-1,05099
4,5
180
1,125
1,137
1,136
-0,08118
5
200
1,25
1,061
1,081
1,84944
x Iset
Rata-rata Error
-2,96
Pengujian dilakukan dengan memasukkan arus inject ke sisi
primer atau sekunder CT TR, yang besarnya sesuai dengan arus uji
yang tertera pada Tabel 4.3, sehingga didapatkan nilai waktu kerja
relai pengujian (tuji) yang berdasarkan pada alat uji. Waktu kerja
relai standar (tstandar) didapatkan dari perhitungan dengan
menggunakan persamaan (2.1). Nilai error yang dihasilkan
merupakan perhitungan perbandingan antara waktu kerja relai
pengujian (tuji) dengan waktu kerja relai standar (tstandar).
79
Hasil pengujian OCR pada relai 2 gardu JTU5 didapatkan
error sebesar -2,96%. Tanda minus (-) menandakan bahwa relai
bekerja lebih cepat dari waktu kerja relai standar.
Standar
Uji
4,500
Waktu Kerja Relai (detik)
4,000
3,500
3,000
2,500
2,000
1,500
1,000
0,500
0,000
0
50
100
150
200
250
Arus Uji (A)
Gambar 4.11 Grafik hasil pengujian OCR JTU5
Grafik dihasilkan dari Tabel 4.3 yang menunjukkan
perbandingan antara waktu kerja relai pengujian dengan waktu kerja
relai standar.
b. Pengujian GFR (Ground Fault Relay)
Tabel 4.4 Hasil pengujian GFR JTU5
Arus Uji
tstandar
tuji
Error
(detik)
(detik)
(%)
0,865
1,719
1,378
-19,8568
184,46
1,153
1,003
0,926
-7,66801
230,575
1,441
0,757
0,722
-4,61987
Primer
Sekunder
(A)
(A)
1,5
138,345
2
2,5
x Iset
80
3
276,69
1,729
0,630
0,615
-2,41086
3,5
322,805
2,018
0,552
0,55
-0,32515
4
368,92
2,306
0,498
0,5
0,406524
4,5
415,035
2,594
0,458
0,462
0,777277
5
461,15
2,882
0,428
0,435
1,642162
Rata-rata Error
-4,00684
Dari Tabel 4.4 didapatkan error sebesar -4,00684 %. Tanda
minus (-) menandakan bahwa relai bekerja lebih cepat dari waktu
kerja relai standar.
Standar
UJI
Waktu Kerja Relai (detik)
2,000
1,750
1,500
1,250
1,000
0,750
0,500
0,250
0,000
0
100
200
300
400
500
Arus Uji (A)
Gambar 4.12 Grafik hasil pengujian GFR JTU5
Grafik di atas dihasilkan dari Tabel 4.4 yang menunjukkan
perbandingan antara waktu kerja relai pengujian dengan waktu kerja
relai standar.
4.3.2 Pengujian Selektifitas
a. Pengujian selektifitas OCR
Pengujian selektifitas OCR dilakukan untuk mengetahui
waktu kerja relai antara relai 2 JTU5, relai feeder Arsitek, dan relai
81
outgoing trafo 2 apabila terjadi gangguan fasa-fasa. Setelan relai yang
dimasukkan berdasarkan pada Tabel 4.1 dan Tabel 4.2. Berikut ini
merupakan tabel hasil pengujian relai :
Tabel 4.5 Pengujian selektifitas OCR
Arus Uji
Relai
JTU 5
tuji
(s)
Arus
Uji
sek
(A)
Relai
Feeder
Arsitek
tstandar
(s)
tuji
(s)
Arus
Uji
sek
(A)
Relai
Outgoing
trafo
pri
(A)
sek
(A)
tstandar
(s)
100
0,62
1,877 1,815
0,62
0,25
150
0,93
1,296 1,438
0,93
0,375
200
1,25
1,061 1,186
1,25
0,5
600
3,75
0,624 0,620
3,75
2,717
2,656
1,5
1000
6,25
0,522 0,515
6,25
1,554
1,529
2,5
1300
8,13
0,482 0,485
8,13
1,272
1,264
3,25
1600
10
0,453
0,46
10
1,112
1,108
4
3200
20
0,379 0,385
20
0,780
0,780
8
4500
28,1
0,350 0,343
28,1
0,680
0,682 11,25 1,669 1,730
6000
37,5
0,329 0,331
37,5
0,613
0,619
7500
46,8
0,315 0,318
46,8
0,569
0,575 18,75 1,062 1,071
9600
60
0,300 0,307
60
0,527
0,538
15
24
tstandar
(s)
tuji
(s)
2,685 2,685
1,263 1,270
0,902 0,905
Pada Tabel 4.5 dapat dijelaskan bahwa arus uji merupakan
arus yang dimasukkan ke primer atau sekunder CT. Semakin besar
arus yang dimasukkan, semakin kecil waktu kerja relai (tuji). Kolom
yang kosong pada tabel menunjukkan bahwa relai tersebut belum
82
merasakan adanya arus gangguan, karena masih dibawah batas
penyetelan relai.
Pada relai JTU5 ketika diberikan arus sebesar 100 A, maka
relai akan bekerja dengan waktu selama 0,62 detik. Sedangkan relai
feeder Arsitek dan relai outgoing trafo 2 belum merasakan arus
tersebut.
Pada relai feeder Arsitek mulai merasakan arus gangguan
ketika diberikan arus sebesar 600 A dengan waktu kerja relai selama
2,656 detik. Sedangkan relai outgoing trafo 2 belum merasaka arus
tersebut. Relai outgoing trafo 2 akan merasakan gangguan ketika
melebihi arus penyetelannya yaitu lebih dari 1818,6 A. Untuk lebih
jelas melihat waktu kerja relai, dapat ditunjukkan pada grafik di
bawah ini.
JTU5
feeder Arsitek
Outgoing Trafo 2
3
2,75
WAKTU KERJA RELAI (DETIK)
2,5
2,25
2
1,75
1,5
1,25
1
0,75
0,5
0,25
0
ARUS UJI (A)
Gambar 4.13 Grafik selektifitas OCR
83
Terlihat pada Gambar 4.13 bahwa waktu kerja relai JTU5
lebih cepat dari relai feeder Arsitek. Kemudian waktu kerja relai
feeder Arsitek lebih cepat dari relai trafo 2. Dari Tabel 4.5, bila dirataratakan antara relai 2 JTU5 dengan relai feeder Arsitek memiliki
perbandingan waktu kerja relai (∆t) sebesar 0,302 detik. Sedangkan
rata-rata perbandingan waktu kerja relai (∆t) antara relai feeder
Arsitek dengan Outgoing trafo 2 sebesar 0,893 detik.
b. Pengujian selektifitas GFR
Pengujian selektifitas OCR dilakukan untuk mengetahui
waktu kerja relai antara relai 2 JTU5, relai feeder Arsitek dan relai
outgoing trafo 2 apabila terjadi gangguan fasa ke tanah.
Tabel 4.6 Pengujian selektifitas GFR
arus
Uji
Relai JTU 5
Relai Feeder
Arsitek
Relai Outgoing
trafo 2
Prim
(A)
tstandar
(s)
tuji
(s)
tstandar
(s)
tuji
(s)
tstandar
(s)
tuji
(s)
150
1,432
1,256
1,963
1,716
2,404
2,227
200
0,897
0,84
1,429
1,306
1,887
1,830
250
0,695
0,676
1,179
1,096
1,617
1,598
300
0,587
0,575
1,031
1,025
1,446
1,435
350
0,518
0,519
0,932
0,94
1,328
1,329
400
0,470
0,474
0,860
0,866
1,240
1,243
450
0,435
0,44
0,805
0,817
1,171
1,176
500
0,407
0,415
0,762
0,77
1,115
1,123
550
0,385
0,395
0,726
0,734
1,069
1,079
600
0,367
0,375
0,696
0,703
1,030
1,039
84
650
0,352
0,361
0,671
0,677
0,997
1,007
700
0,338
0,351
0,649
0,654
0,968
0,981
750
0,327
0,342
0,630
0,64
0,942
0,957
800
0,317
0,332
0,613
0,621
0,920
0,935
850
0,308
0,32
0,598
0,601
0,899
0,911
900
0,300
0,314
0,584
0,587
0,881
0,894
950
0,293
0,306
0,572
0,579
0,864
0,877
Dari Tabel 4.6 dapat dijelaskan bahwa relai 2 JTU5 memiliki
waktu kerja yang lebih cepat dari relai feeder Arsitek, dengan rata-rata
perbandingan waktu (∆t) sebesar 0,355 detik. Untuk relai feeder Arsitek
dengan relai outgoing trafo memiliki rata-rata perbadingan waktu sebesar
0,371 detik.
JTU 5
Feeder Arsitek
Outgoing Trafo2
2,5
Waktu Kerja Relai (Detik))
2
1,5
1
0,5
0
0
100
200
300
400
500
600
700
Arus Uji (A)
Gambar 4.14 Grafik selektifitas GFR
800
900
1000
85
Pada Gambar 4.14 merupakan grafik selektifitas GFR antara relai
2 JTU5, relai feeder Arsitek, dan relai outgoing trafo 2. Dari grafik
tersebut terlihat bahwa relai 2 JTU5 memiliki waktu kerja yang paling
cepat, sedangkan relai outgoing trafo 2 memiliki waktu kerja relai yang
paling lambat.
Download