IGM. KRISNA ERAWAN SYOK SYOK (SHOCK) Syok adalah suatu keadaan dimana pasokan darah tidak mencukupi untuk kebutuhan organ-organ di dalam tubuh disertai tekanan darah yang rendah. Shock juga didefinisikan sebagai gangguan sirkulasi yang mengakibatkan penurunan kritis perfusi jaringan vital atau menurunnya volume darah yang bersirkulasi secara efektif. Pada hewan yang mengalami syok terjadi penurunan perfusi jaringan, terhambatnya pengiriman oksigen, dan kekacauan metabolisme sel sehingga produksi energi oleh sel tidak memadai. Apabila sel tidak dapat menghasilkan energi secara adekuat, maka sel tidak akan berfungsi dengan baik sehingga pada gilirannya akan menimbulkan disfungsi dan kegagalan berbagai organ, akhirnya dapat menimbulkan kematian. Pada syok yang kurang parah, kompensasi tubuh dapat berupa peningkatan laju jantung dan konstriksi pembuluh darah perifer (keduanya secara refleks), sehingga hal tersebut dapat memelihara tahanan perifer dan aliran darah ke organ-organ vital. Ketika syok bertambah parah, kompensasi ini akan gagal. Tipe Syok Syok secara klasik dibagi menjadi tiga katagori, yaitu kardiogenik, hipovolemik, dan distributif syok. Syok kardiogenik terjadi apabila jantung gagal berfungsi sebagai pompa untuk mempertahankan curah jantung yang memadai. Disfungsi dapat terjadi pada saat sistole atau diastole atau dapat 1 IGM. KRISNA ERAWAN SYOK merupakan akibat dari obstruksi. Kegagalan sistole atau pengaliran darah dapat diakibatkan oleh kardiomiopati terkembang (dilated cardiomyopathy) yang menyebabkan buruknya kontraktilitas, atau toksin/obat yang menyebabkan depresi atau kerusakan miokardium. Kegagalan diastole atau pengisian jantung dapat diakibatkan oleh kardiomiopati hipertropik yang mengakibatkan buruknya preload, regurgitasi seperti pada cacat katup, tamponad atau fibrosis perikardiaum yang mengakibatkan rendahnya preload, atau aritmia parah yang mengakibatkan buruknya preload dan kontraktilitas takefisien. Syok hipovolemik terjadi apabila ada defisit volume darah ≥15%, sehingga menimbulkan ketidakcukupan pengiriman oksigen dan nutrisi ke jaringan dan penumpukan sisa-sisa metabolisme sel. Berkurangnya volume intravaskular dapat diakibatkan oleh kehilangan cairan tubuh secara akut atau kronik, misalnya karena oligemia, hemoragi, atau kebakaran. Syok distributif disebabkan oleh maldistribusi aliran darah karena adanya vasodilatasi perifer sehingga volume darah yang bersirkulasi secara efektif tidak memadai untuk perfusi jaringan. Vasodilatasi perifer menimbulkan hipovelemia relatif. Contoh klasik dari syok distributif adalah syok septik. Akan tetapi, keadaan vasodilatasi akibat faktor lain juga dapat menimbulkan syok distributif, seperti pacuan panas (heat stroke), anafilaksis, syok neurogenik, dan systemic inflamatory response syndrome (SIRS). Syok septik merupakan komplikasi umum yang dijumpai pada praktik hewan kecil dan dilaporkan 2 IGM. KRISNA ERAWAN SYOK merupakan penyebab kematian yang paling umum pada unit perawatan intensif bukan kardium. Tipe-tipe syok tersebut bervariasi dalam etiologi, tanda klinik, dan penanganan. Seringkali terjadi lebih dari satu tipe syok pada seekor pasien; hewan yang mengalami syok distributif juga akan mengalami hipovolemi. Syok distributif dan hipovolemik dapat menimbulkan syok kardiogenik. Etiologi Etiologi spesifik dari syok tidak diketahui, tetapi syok dapat terjadi karena stres yang serius, misalnya karena trauma yang hebat, kegagalan jantung, perdarahan, terbakar, anestesi, infeksi berat, obstruksi intestinal, anemia, dehidrasi, anafilaksis, dan intoksikasi. Tanda Klinik Tanda klinik syok bervariasi tergantung pada penyebabnya. Secara umum, tanda kliniknya dapat berupa apatis, lemah, membrana mukosa pucat, kualitas pulsus jelek, respirasi cepat, temperatur tubuh rendah, tekanan darah rendah, capillary refill time lambat, takikardia atau bradikardia (kucing), oliguria, dan hemokonsentrasi (kecuali pada hemoragi). Tekanan arteri rendah, membrana mukosa pucat, capiilarity refill time (CRT) lambat (>2 detik), temperatur rektal rendah atau normal, takipnea, dan ekstremitas terasa dingin merupakan tanda klinik syok kardiogenik dan 3 IGM. KRISNA ERAWAN SYOK hipovolemik. Untuk membedakan syok kardiogenik dengan syok hipovolemik dibutuhkan anamnesis lengkap dan evaluasi jantung. Pasien yang mengalami syok septik awal, membrana mukosanya mungkin masih merah, CRT cepat (<1 detik), takikardia, demam, dan terasa hangat saat disentuh. Pada perkembangan selanjutnya, membrana mukosa tampak “keruh”, CRT bertambah lambat (>2 detik), pulsus menjadi lemah, dan ekstremitas menjadi dingin. Gambaran unik terjadi pada syok distributif pada kucing yang seringkali menunjukkan bradikardia daripada tekikardia. Penanganan Tujuan penanganan syok tahap awal adalah mengembalikan perfusi dan oksigenasi jaringan dengan mengembalikan volume dan tekanan darah. Pada syok tahap lebih lanjut, pengembalian perfusi jaringan saja biasanya tidak cukup untuk menghentikan perkembangan peradangan sehingga perlu dilakukan upaya menghilangkan faktor toksik yang terutama disebabkan oleh bakteri. Pemberian oksigen merupakan penanganan yang sangat umum, tanpa memperhatikan penyebab syok. Terapi lainnya tergantung pada penyebab syok. Terapi cairan merupakan terapi yang paling penting terhadap pasien yang mengalami syok hipovolemik dan distributif. Pemberian cairan secara IV akan memperbaiki volume darah yang bersirkulai, menurunkan viskositas darah, dan meningkatkan aliran darah vena, sehingga membantu memperbaiki 4 IGM. KRISNA ERAWAN SYOK curah jantung. Akibat selanjutnya adalah meningkatkan perfusi jaringan dan memberikan pasokan oksigen kepada sel. pemberian cairan kristaloid atau koloid. Terapi awal dapat berupa Pada hewan yang mengalami hipovolemik dengan fungsi jantung normal, cairan Ringer laktat atau Ringer asetat diberikan dengan cepat. Dosis yang direkomendasikan untuk syok adalah 90 ml/kg IV untuk anjing dan 60 ml/kg IV untuk kucing. Seperempat dari jumlah tersebut diberikan selama 5-15 menit pertama dan bersamaan dengan itu dilakukan evaluasi terhadap respon kardiovaskular (kecepatan denyut jantung, warna membrana mukosa, kualitas pulsus, dan CRT). Koloid atau plasma pada dosis 22 ml/kg pada anjing dan 10-15 ml/kg pada kucing digunakan untuk resusitasi syok. Kecepatan dan volume terapi cairan harus dapat ditoleransi oleh individu pasien. Kecepatan dan jumlah pemberian cairan dimonitor pada tekanan vena sentral dan pengeluaran urin. Apabila perfusi jaringan berkurang karena kehilangan banyak darah, secara ideal harus dilakukan transfusi darah dengan kecepatan tidak melebihi 22 ml/kg secara IV dan kontrol perdarahan harus dilakukan dengan baik. Bila PCV menurun secara akut menjadi di bawah 20%, transfusi padatan sel darah merah (packed red blood cells) atau darah total secara nyata memperbaiki tekanan darah dan penghantaran oksigen ke jaringan. Pada syok kardiogenik, terapi cairan yang terlalu cepat dapat berakibat fatal karena akan meningkatkan beban kerja jantung dan selanjutnya membahayakan sirkulasi. Terapi syok kardiogenik tergantung pada penyebabnya. Jika syok disebabkan oleh kontraktilitas miokardium yang jelek, 5 IGM. KRISNA ERAWAN SYOK disarankan penanganan dengan beta-agonist. Dobutamin merupakan beta- agonist yang mampu meningkatkan curah jantung dan penghantaran oksigen, tanpa menyebabkan vasokonstriksi, merupakan obat yang paling umum digunakan untuk meningkatkan fungsi jantung. Jika hewan sedang diberikan obat yang menekan miokardium (misalnya anestesia), maka pemberian obat tersebut harus dihentikan. Perikardiosentesis harus dilakukan jika efusi perikardium cukup banyak dan menyebabkan tamponad. Pada syok distributif apabila hipotensi tetap terjadi walaupun telah dilakukan terapi cairan yang cukup maka dibutuhkan pemberian vasopresor. Oleh karena curah jantung dan tahanan pembuluh darah sistemik mempengaruhi penghantaran oksigen ke jaringan, maka pada pasien hipotensi harus dilakukan terapi untuk memaksimalkan fungsi jantung dengan terapi cairan dan obat inotropik, dan/atau memodifikasi tonus pembuluh darah dengan agen vasopresor. Penggunaan glukokortikoid untuk menangani syok masih kontroversial. Namun apabila digunakan, glukokortikoid harus digunakan pada penanganan awal dan tidak diulang penggunaannya. Prednisolon direkomendasikan pada dosis 22-24 mg/kg secara IV. Glukokortikoid kerja cepat (rapid-acting glucocorticoid) yang lain yang tersedia dalam bentuk parenteral adalah deksametason sodium fosfat, direkomendasikan pada dosis 2-4 mg/kg secara IV. Syok septik sering kali berkaitan dengan bakteri gram negatif, dan antibiotik yang cocok untuk itu misalnya sepalosporin atau aminoglikosida dan 6 IGM. KRISNA ERAWAN SYOK penisilin. Apabila menggunakan aminoglikosida, hewan harus dalam kondisi hidrasi yang baik, karena aminoglikosida dapat mengakibatkan nefrotoksik. Hewan yang sedang mendapatkan penanganan syok harus terus dimonitor. Dua faktor yang sangat penting untuk dimonitor adalah tekanan dan volume darah. Sebagai petunjuk dalam pemberian terapi dapat digunakan parameter kardiovaskuler (kecepatan denyut jantung, warna membrana mukosa, kualitas pulsus, CRT, tekanan vena sentral), kecepatan pernapasan, temperatur, hematokrit, dan pengeluaran urin. Untuk mengevaluasi terapi cairan pada syok karena perdarahan sangat penting dilakukan pengukuran PCV (packed cell volume) dan TS (total solid). Tekanan gas dalam darah sangat penting dalam penentuan dan memonitor keseimbangan asam-basa. DAFTAR PUSTAKA Ettinger, S. J. dan E. C. Feldman. 2005. Textbook of Veterinary Internal Medicine. Vol. 1. 6th Ed. St. Louis, Missouri: Elsevier Inc. Fox, P. R. 2007. Critical care cardiology. In Proceedings of the World Small Animal Veterinary Association. Sydney, Australia Fuentes, V. L. 2007. Cardiovascular emergencies. In Proceedings of the SCIVAC Congress. Rimini, Italy. Kahn, C. M. dan S. Line. 2008. The Merck Veterinary Manual (E-book). 9th Ed. Whitehouse Station, N.J., USA: Merck and Co., Inc. King, L. 2008. Update on feline critical care. In Proceedings of the 33rd World Small Animal Veterinary Congress. Dublin, Ireland. Kirby, R. 2007. Shock and shock resuscitation. In Proceedings of the Societa Culturale Italiana Veterinari Per Animali Da Compagnia Congress. Rimini, Italy. 7 IGM. KRISNA ERAWAN SYOK Lorenz, M. D., L. M. Cornelius, dan D. C. Ferguson. 1997. Small Animal Medical Therapeutics. Philadelphia: Lippincott Raven Publisher. Lorenz, M. D. dan L. M. Cornelius. 2006. Small Animal Medical Diagnosis. 2nd Ed. Iowa, USA: Blackwell Publishing. Sibuea, W. H., M. M. Panggabean, dan S. P. Gultom. 2005. Ilmu Penyakit Dalam. Cetakan Kedua. Jakarta: Rineka Cipta. Silverstein, D. 2006. The different types of shock. In Proccedings of the International Congress of the Italian Association of Companion Animal Veterinarians. 19-21 Mei 2006. Rimini, Italy. Silverstein, D. 2006. The use of vasopressors in shock patients. In Proccedings of the International Congress of the Italian Association of Companion Animal Veterinarians. 19-21 Mei 2006. Rimini, Italy. Tello, L. H. 2007. Septic shock: What, when and how. In Proceeding of the World Small Animal Veterinary Association Congress. Sydney, Australia. 8