tinjauan pustaka - Universitas Sumatera Utara

advertisement
TINJAUAN PUSTAKA
Ikan Mas (Cyprinus carpio)
Klasifikasi ikan mas menurut Kottelat dkk., (1993) adalah sebagai berikut:
Kingdom
: Animalia
Filum
: Chordata
Sub filum
: Vertebrata
Kelas
: Pisces
Sub kelas
: Teleostei
Ordo
: Ostariophysi
Sub ordo
: Cyprinoidea
Famili
: Cyprinidae
Sub famili
: Cyprininae
Genus
: Cyprinus
Spesies
: Cyprinus carpio
Gambar 2. Ikan Mas
Universitas Sumatera Utara
Ikan mas memiliki bentuk tubuh yang memanjang dan sedikit memipih ke
samping (compressed). Ikan mas tergolong jenis ikan yang sangat toleran terhadap
fluktuasi suhu air antara 14 - 320 C. Namun, suhu air optimum yang baik untuk
pertumbuhan ikan mas berkisar 22 - 280 C. Ikan mas mampu beradaptasi terhadap
perubahan kandungan oksigen terlarut dalam perairan. Ikan mas juga tidak sensitif
terhadap perlakuan fisik seperti seleksi, penampungan, penimbangan dan
pengangkutan, karena sifatnya yang sangat adaptif terhadap lingkungan baru
dengan berbagai strain-nya yang tersebar hampir di seluruh penjuru dunia
(Teguh dkk., 2002).
Meskipun dengan sifat ikan mas yang adaptif terhadap lingkungan baru,
hal ini tidak menjamin bahwa ikan mas yang dibudidayakan tidak akan terserang
oleh penyakit yang dapat mengakibatkan penurunan produksi ikan budidaya.
Untuk itu serangan parasit merupakan faktor pembatas yang penting dalam usaha
budidaya ikan mas.
Penyakit
Penyakit ikan dapat didefinisikan sebagai segala sesuatu yang dapat
menimbulkan gangguan suatu fungsi atau struktur dari alat tubuh, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Pada prinsipnya penyakit yang menyerang ikan,
tidak datang begitu saja, melainkan melalui proses hubungan antara tiga faktor,
yaitu kondisi lingkungan (kondisi di dalam air), kondisi inang (ikan) dan adanya
patogen (penyakit). Dengan demikian, timbulnya serangan penyakit itu
merupakan hasil interaksi yang tidak serasi antara lingkungan, ikan dan organisme
penyakit. Interaksi yang tidak serasi ini menyebabkan stres pada ikan, sehingga
Universitas Sumatera Utara
mekanisme pertahanan diri yang dimilikinya menjadi lemah dan akhirnya mudah
diserang oleh penyakit (Kabata, 1985).
Penyakit merupakan salah satu faktor penyebab kegagalan dan dapat
menghambat perkembangan sektor budidaya. Penyakit pada komoditas perikanan
timbul sebagai akibat dari adanya interaksi yang tidak seimbang di dalam
lingkungan budidaya. Menurut Teguh dkk., (2002) penyebab penyakit pada ikan
mas dapat dibedakan menjadi dua, yaitu penyakit parasiter dan nonparasiter.
Penyakit parasiter adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit seperti protozoa,
virus, bakteri, jamur dan cacing. Penyakit nonparasiter adalah penyakit yang
disebabkan oleh faktor fisika, kimia, kekurangan vitamin dan mineral serta pakan
yang telah membusuk.
Parasit
Parasit adalah hewan atau tumbuhan yang hidup di dalam atau pada tubuh
organisme lain (berbeda jenis), sehingga memperoleh makanan dari inangnya
tanpa adanya kompensasi apapun. Infeksi yang terjadi pada ikan karena serangan
parasit merupakan masalah yang cukup serius dibandingkan dengan gangguan
yang disebabkan oleh faktor lain. Parasit bisa menjadi wabah bila diikuti oleh
infeksi sekunder (Kordi, 2004).
Menurut Handajani dan Samsundari (2005) parasit terbagi atas dua jenis
yaitu parasit yang hidup di dalam tubuh inang disebut endoparasit dan parasit
yang hidup di luar tubuh inang disebut ektoparasit. Argulus sp. termasuk dalam
kelompok ektoparasit, yaitu parasit yang menempel di luar tubuh ikan.
Universitas Sumatera Utara
Argulus sp.
Klasifikasi Argulus sp. menurut Poly (2008) adalah sebagai berikut:
Filum
: Arthopoda
Sub filum
: Crustacea
Kelas
: Maxillopoda
Sub kelas
: Branchiura
Ordo
: Arguloida
Famili
: Argulidae
Genus
: Argulus
Spesies
: Argulus sp.
Gambar 3. Morfologi Argulus sp.
Argulus sp. adalah salah satu parasit eksternal yang paling populer dan
banyak ditemukan menyerang ikan. Argulus sp. merupakan kutu ikan penyebab
penyakit Argulosis atau juga dikenal dengan istilah penyakit kutu ikan (fish louse)
(Kurniawan, 2012). Argulus sp. memiliki sucker yang besar pada bagian ventral,
sucker merupakan modifikasi maxillae pertama dan berfungsi sebagai organ
Universitas Sumatera Utara
penempel utama pada Argulus sp. (Philip, 2004). Selain itu terdapat proboscis
untuk melukai dan menghisap sari makanan dari inang. Stylet terletak di anterior
mulut (Rohde, 1968 diacu oleh Puspitasari, 2012).
Argulus sp. dewasa berdiameter 3 - 4 mm, sedangkan panjangnya 28 mm.
Dengan ukuran ini maka parasit dapat dilihat dengan mata tanpa menggunakan
alat pembesar. Terdapat karapas pada tubuh Argulus sp. berfungsi melindungi diri
dari taxic material disekitarnya. Selain itu terdapat pula 4 pasang maxillapoda
lainnya yang tidak mengalami modifikasi, sehinnga Argulus sp. dapat bergerak
bebas dari satu ikan ke ikan lainnya (Handajani dan Samsundari, 2005).
Daur hidup Argulus sp. terjadi selama 28 hari dimana 12 hari untuk fase
telur dan menetas, sedangkan fase larva sampai dewasa membutuhkan waktu
berkisar 16 hari. Larva Argulus sp. dapat hidup tanpa ikan selama 36 jam
sedangkan individu dewasa dapat hidup tanpa inang selama 9 hari. Jumlah telur
yang dihasilkan individu betina antara 50 - 250 butir. Telur yang dihasilkan akan
diletakkan pada berbagai benda yang ada dalam perairan. Telur akan menetas
menjadi larva setelah beberapa kali berganti kulit dan berubah menjadi argulus
dewasa. Menurut Kismiyati dkk., (2009), menyatakan 5 ekor Argulus sp. sudah
dapat membuat luka dan 19 ekor Argulus sp. dapat menyebabkan peluang
terjadinya luka dan kematian pada ikan mas.
Untuk mengetahui tingkat infeksi/serangan parasit dalam populasi inang
dikenal dengan istilah prevalensi, intensitas dan kelimpahan parasit. Prevalensi
menggambarkan persentase ikan yang terinfeksi oleh parasit tertentu dalam
populasi ikan, intensitas menggambarkan jumlah parasit tertentu yang ditemukan
pada ikan yang diperiksa dan terinfeksi, sedangkan kelimpahan rata-rata adalah
Universitas Sumatera Utara
jumlah rata-rata parasit tertentu yang ditemukan dalam populasi pada ikan baik
yang terinfeksi maupun tidak (Fernando dkk., 1972 diacu oleh Yuliartati, 2011).
Pengendalian
Pengendalian merupakan langkah yang ditujukan untuk memulihkan
kondisi kesehatan ikan yang telah terinfeksi oleh penyakit parasiter. Sifat dari
patogen menentukan pilihan terhadap obat yang harus diberikan. Menurut
Supriadi (1985) diacu oleh Putra (1997) dalam menanggulangi wabah penyakit
ikan, dapat dilakukan dengan dua cara yaitu : usaha preventif dan usaha kuantitatif
dengan menggunakan zat kimia atau pestisida.
Pemilihan obat merupakan hal yang tidak mudah, berbagai pertimbangan
harus dilakukan terutama bahwa obat yang digunakan hanya bersifat racun
terhadap parasit tetapi tidak bersifat racun bagi ikan dan tidak menimbulkan
dampak terhadap lingkungan (Anshary, 2008).
Beberapa pertimbangan yang harus dilakukan untuk pengendalian
penyakit adalah ukuran parasit, siklus hidup parasit dan hubungan dengan inang.
Selain itu pertimbangan dari kemampuan ikan mentolerir obat-obatan sangat
bervariasi tergantung pada spesies ikan, ikan yang sakit cenderung untuk berhenti
makan sehingga pemberian obat lewat makanan kurang efisien (Anshary, 2008).
Argulus sp. merupakan parasit yang menyerang bagian luar tubuh ikan,
sehingga pencegahan akan lebih efisien dengan penyediaan air bersalinitas pada
media pemeliharaan
ikan dengan dosis yang tepat dan tidak mengakibatkan
pengaruh buruk bagi ikan dan lingkungan perairan. Menurut Bachtiar (2002), Ikan
Universitas Sumatera Utara
yang terinfeksi Argulus sp. dapat diobati dengan cara mencelupkan ikan ke dalam
larutan garam dapur (NaCl) 20 gram/liter selama 15 menit.
Garam Budidaya
Garam budidaya atau garam non iodium atau garam ikan adalah salah satu
bahan kimia yang dapat digunakan untuk menanggulangi penyakit ikan. Apabila
sekilas dilihat, garam ikan tidaklah begitu berbeda dengan garam dapur, baik
warna maupun rasa. Garam ikan memiliki tingkat kemurnian NaCl yang lebih
tinggi dikarenakan keberadaan senyawa kimia lainnya dapat berdampak buruk
bagi ikan, sedangkan garam dapur pada umumnya masih mengandung mineral
lain yang dibutuhkan manusia sebagai trace element (Kurniawan, 2012).
Menurut Sachlan (1978) diacu oleh Nurmatias (1993) ikan-ikan yang
hidup di perairan tawar lebih banyak diserang oleh parasit dibandingkan dengan
ikan-ikan yang hidup di air payau dan air asin. Hal ini dikarenakan air payau dan
air asin merupakan desinfektan, terbukti pada ikan yang tertangkap di laut tidak
pernah dalam keadaan sakit.
Untuk itu pemberian garam budidaya termasuk perlakuan yang aman bagi
komoditas perikanan. Garam akan membantu menyeimbangkan kembali proses
osmoregulasi cairan intraseluler dan ekstraseluler serta menstimulasi daya tahan
tubuh atau imun ikan terhadap penyakit yang akan menyerangnya. Perubahan
salinitas perairan secara tidak langsung akan mengganggu media hidup sumbersumber penyakit, seperti parasit, bakteri dan jamur (Kurniawan, 2012).
Universitas Sumatera Utara
Download