BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hasil Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 menunjukkan adanya penurunan Angka Kematian Balita (AKABA) dibandingkan dengan tahun 2007 yaitu sebesar 44 per 1.000 kelahiran hidup menjadi 40 per 1.000 kelahiran hidup. Angka tersebut masih jauh dari target Millineum Development Goals (MDGs) pada tahun 2015 yaitu sebesar 23 per 1.000 kelahiran hidup (Badan Pusat Statistik, 2012). AKABA merupakan salah satu indikator untuk mengetahui derajat kesehatan di suatu negara seluruh dunia. Pada tahun 2012 di Provinsi Bali AKABA sebesar 5,44 per 1.000 kelahiran hidup angka ini sedikit mengalami peningkatan menjadi pada tahun 2013 menjadi sebesar 5,97 per 1.000 kelahiran hidup. AKABA di Kota Denpasar pada tahun 2014 mengalami peningkatan dibandingkan AKABA tahun 2013 yaitu sebesar 0,6 per 1.000 kelahiran hidup menjadi sebesar 0,8 per 1.000 kelahiran hidup (Dinkes Provinsi Bali, 2013). Pneumonia merupakan penyebab kematian sebesar 18 % dari perkiraan 8,8 juta kematian pada balita di Sahara Afrika (Dicko et al, 2011). Berdasarkan data World Health Organization (WHO) tahun 2013, kematian pada balita di Indonesia antara lain disebabkan oleh diare (25,2%), pneumonia (15,5%) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) (6,8%). Pneumonia merupakan penyebab kematian kedua di Indonesia yaitu 1,2 juta anak meninggal akibat pneumonia setiap tahunnya, 1/3 etiologi pneumonia disebabkan karena Haemophilus influenza tipe b (Hib), 1 2 sedangkan penyebab lainnya adalah pneumococcus, staphilococcus, streptococcus, virus dan jamur (Dinkes Provinsi Bali, 2013). Hib dan streptococcus pneumonia juga menyebabkan meningitis yang dapat menimbulkan kematian dan kecacatan pada anak. Meningitis dapat disebabkan oleh virus, bakteri, dan jamur. Meningitis akibat bakteri umumnya sangat parah dan dapat menyebabkan kerusakan otak dan kematian (Dinkes Provinsi Bali, 2013) Hib hanya ditemukan pada manusia yang disebarkan melalui percikan ludah (droplet) dari individu yang sakit kepada orang lain ketika batuk atau bersin. Sebagian besar orang yang mengalami infeksi tidak menjadi sakit, tetapi menjadi pembawa kuman karena Hib menetap di tenggorokan (kolonisasi). Prevalensi pembawa kuman cukup banyak, kemungkinan kejadian meningitis dan pneumonia akibat Hib biasanya juga tinggi (Dinkes Provinsi Bali, 2013) Data World Health Organization (WHO) tahun 2010 menunjukkan 1,5 juta anak meninggal karena penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi dan hampir 17% kematian pada anak <5 tahun dapat dicegah dengan imunisasi. Pada bulan Juli tahun 2001, imunisasi pentavalen direkomendasikan untuk suku Aborigin pada bayi yang berisiko tinggi pada umur 2, 4, dan 6 bulan di Australia. Di wilayah utara dan selatan Australia, anak-anak yang berusia kurang dari 2 tahun direkomendasikan untuk diberikan imunisasi pentavalen lanjutan (Leach et al, 2009). Setelah imunisasi pentavalen ditambahkan ke dalam program imunisasi universal, kasus rawat inap untuk penyakit pneumonia mengalami penurunan dari 13% sampai dengan 65% dari kasus yang tercatat di Amerika Serikat, Kanada, Inggris, dan Italia (Chappuy et al, 2013). Berkat kemajuan teknologi pembuatan vaksin DPT/HB dikombinasikan dalam satu preparat tunggal dalam bentuk cair (liquid) menjadi DPT-HB-Hib. Hal tersebut 3 sesuai dengan rekomendasi SAGE (Strategic Advisory Group of Experts on Immunization) tentang kombinasi vaksin Hib dengan DPT-HB menjadi vaksin DPTHB-Hib (pentavalen) untuk mengurangi jumlah suntikan pada bayi, efisien biaya, waktu dan penyimpanan. Imunisasi pentavalen diberikan pada usia 2, 3, 4 bulan dan imunisasi pentavalen lanjutan pada usia 18 bulan. Kekebalan yang terbentuk setelah pemberian pentavalen 3 dosis sebelumnya akan menurun pada anak mencapai usia 15-18 bulan (Dinkes Provinsi Bali, 2013). Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 23/Menkes/SK/I/2013 tentang Pemberian Imunisasi Difteri, Pertusis, Tetanus, Hepatitis B, dan Hib. Pemberian imunisasi DPT-HB-Hib di Indonesia akan dilakukan secara bertahap. Tahap pertama meliputi wilayah Jawa Barat, Yogyakarta, Bali dan Nusa Tenggara Baat pada bulan Juli 2013, tahap kedua pada Maret 2014 di 10 provinsi, yaitu DKI Jakarta, Banten, Jateng, Jatim, Sumut, Sumsel, Bangka Belitung, Jambi, Lampung, dan Sulsel dan tahap ketiga pada bulan Juli 2015 akan diimplementasikan ke seluruh provinsi di tanah air. Dari hasil penelitian Nugroho (2012), Hasil penelitian ini menunjukkan ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan status imunisasi dasar bayi, dengan nilai (p=0,02; OR= 3,51; (95%CI=1,31-9,36) dan x² hitung=5,458). Ada hubungan yang signifikan antara pekerjaan ibu dengan status imunisasi dasar bayi, dengan nilai (p=0,04; OR=2,66; (95%CI=1,09-6,46) dan x² hitung=3,892). Tidak ada hubungan yang signifikan antara usia ibu dengan status imunisasi dasar bayi karena nilai (p>0,05). Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Denpasar 2014, batita yang sudah mendapatkan imunisasi pentavalen lanjutan di Kota Denpasar tahun 2014sebesar 40%. Pencapaian imunisasi pentavalen lanjutan yang tertinggi terdapat di Puskesmas 4 III Denpasar Utara sebesar yaitu 52,8% pada tahun 2014. Studi pendahuluan yang dilakukan di Puskesmas III Denpasar Utara dengan wawancara terhadap 15 ibu yang memiliki batita 66,7% ibu batita sudah mengetahui tentang imunisasi pentavalen lanjutan serta sudah memberikan imunisasi pentavelen lanjutan pada anaknya dan 33,3% ibu batita tidak mengetahui tentang imunisasi pentavalen lanjutan serta tidak memberikan imunisasi pentavalen lanjutan pada anaknya. Penelitian ini penting untuk memberikan gambaran mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian imunisasi pentavalen. Selain itu, belum ditemukannya penelitian serupa di kota Denpasar, maka penelitian ini perlu dilakukan untuk mengetahui determinan pemberian imunisasi pentavalen lanjutan pada anak Batita di Puskesmas III Denpasar Utara. 1.2 Rumusan Masalah Beberapa faktor yang berhubungan dengan pemberian imunisasi di suatu daerah dilihat dari tingginya pengetahuan ibu batita yang sudah memberikan imunisasi anaknya, serta tingginya informasi tentang imunisasi program baru dari pemerintah. Maka peneliti dapat merumuskan masalah dalam penelitian ini adalah “Determinan apa sajakah yang berhubungan dengan pemberian imunisasi pentavalen lanjutan pada anak Batita di Puskesmas III Denpasar Utara?” 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Mengetahui determinan yang berhubungan pemberian imunisasi pentavalen lanjutan pada anak Batita di Puskesmas III Denpasar Utara. 5 1.3.2 Tujuan Khusus Untuk mengetahui: 1. Hubungan antara pengetahuan ibu dengan pemberian imunisasi pentavalen lanjutan pada anak batita 2. Hubungan antara sikap ibu dengan pemberian imunisasi pentavalen lanjutan pada anak batita 3. Hubungan antara umur ibu dengan pemberian imunisasi pentavalen lanjutan pada anak batita 4. Hubungan antara pendidikan ibu dengan pemberian imunisasi pentavalen lanjutan pada anak batita 5. Hubungan antara paritas ibu dengan pemberian imunisasi pentavalen lanjutan pada anak batita 6. Hubungan antara pekerjaan ibu dengan pemberian imunisasi pentavalen lanjutan pada anak batita 7. Hubungan antara ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan dengan pemberian imunisasi pentavalen lanjutan pada anak batita 8. Hubungan antara sumber informasi dengan pemberian imunisasi pentavalen lanjutan pada anak batita 9. Hubungan antara peran tenaga kesehatan dengan pemberian imunisasi pentavalen lanjutan pada anak batita 10. Hubungan antara peran tokoh masyarakat dengan pemberian imunisasi pentavalen lanjutan pada anak batita 11. Determinan yang paling berhubungan dengan pemberian imunisasi pentavalen lanjutan pada anak batita 6 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Praktis 1. Untuk Tenaga Kesehatan Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan untuk meningkatkan cakupan pemberian imunisasi, khususnya imunisasi pentavalen lanjutan. 2. Untuk ibu dan keluarga Melalui penelitian ini diharapkan ibu dan keluarga mengetahui pentingnya pemberian imunisasi pentavalen lanjutan sehingga ibu membawa anaknya ke pelayanan kesehatan untuk imunisasi sesuai jadwalnya. 1.4.2 Manfaat Teoritis 1. Untuk Institusi Pendidikan Penelitian ini diharapkan dapat menambah bahan bacaan diperpustakaan di bidang kesehatan dan memberikan masukan dalam sistem pendidikan, terutama untuk materi perkuliahan dan memberikan pengetahuan serta informasi tentang imunisasi pentavalen lanjutan. 2. Untuk Peneliti Selanjutnya Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sumber referensi dan bahan acuan bagi peneliti selanjutnya. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah dalam bidang disiplin ilmu Kesehatan Ibu dan Anak tentang determinan yang berhubungan dengan pentavalen lanjutan pada anak batita. pemberian imunisasi