BAB V KESIMPULAN Setelah kemerdekaan, Indonesia

advertisement
77
BAB V
KESIMPULAN
Setelah
kemerdekaan,
Indonesia
dihadapkan
oleh
permasalahan
perekonomian. Inflasi yang tinggi dan blokade ekonomi oleh Belanda menyebabkan
Indonesia harus menyiasatkan strategi agar dapat bertahan dari segala permasalahan
ekonomi dan politik. Salah satu upaya yang dilakukan adalah upaya untuk
mendapatkan kedaulatan dari negara lain secara de facto dan de jure. Diplomasi
perdagangan barter beras ke India adalah merupakan salah satu upaya yang berhasil
mendorong Indonesia untuk mendapatkan kedaulatan dan hubungan perdagangan dari
negara lain dalam upaya menembus blokade ekonomi. Selain itu, Indonesia juga turut
mengikuti organisasi dan konferensi perdagangan internasional.
Upaya-upaya tersebut membuahkan hasil. Setelah mendapatkan simpati dan
kedaulatan dari negara lain, secara tidak langsung Indonesia mendapat kesempatan
mengadakan hubungan perjanjian pedagangan dengan negara lain. Komoditas
perdagangan yang diperdagangkan oleh Indonesia pada tahun 1950an lebih banyak
bergantung kepada hasil perkebunan, seperti contohnya karet yang pada saat itu
menjadi ekspor utama dari Indonesia. Di sisi lain, Indonesia lebih mengutamakan
mengimpor mesin, logam, peralatan tekstil, obat-obatan, dan alat-alat perkantoran
untuk merealisasikan kebijakan industrialisasi.
Komoditas perdagangan yang diperdagangkan oleh Indonesia pada tahun
1950an lebih banyak bergantung kepada hasil perkebunan. Hampir 48% dari total
78
ekspor Indonesia dari hasil penjualan karet, 26% dari minyak, 4,1% dari timah, dan
3% dari hasil penjualan kopra. Indonesia mengalami surplus devisa pada tahun 19511952 yang disebabkan oleh Perang Korea. Akan tetapi setelah tahun berikutnya,
Indonesia mengalami defisit hingga pada tahun 1967 karena lebih sering mengimpor
pangan seperti beras dan gandum, logam, peralatan tekstil, obat-obatan, alat-alat
perkantoran untuk merealisasikan kebijakan industrialisasi, dan pupuk untuk
intensifikasi pertanian. Dari keseluruhan negara yang sering melakukan aktivitas
perdagangan dengan Indonesia adalah Jerman Barat, Perancis, dan Swedia.
Akan tetapi, dengan kondisi ekonomi Indonesia yang selalu defisit dalam
perdagangan luar negeri, menyebabkan Indonesia sulit untuk mengimpor alat-alat
produksi. Upaya nasionalisasi juga belum cukup untuk dapat mendongkrak
perekonomian Indonesia. Selain itu, kasus perdagangan gelap kopra juga
menyebabkan Indonesia berada dalam kerugian yang besar. Program kebijakan
Benteng yang sudah dijalankan tetap tidak mengalami pertumbuhan ekonomi. Pada
saat Demokrasi Terpimpin, pemerintah lebih mengutamakan persoalan politik luar
negeri dan kemajuan perusahaan negara yang sebagian besar dari hasil nasionalisasi
perusahaan Belanda dibandingkan perusahaan swasta. Hal ini berakibat banyaknya
tingkat korupsi dalam kegiatan ekspor-impor yang menyebabkan defisitnya kas
negara dan inflasi hingga keluarnya Indonesia dari PBB dan diikuti oleh berakhirnya
masa jabatan Presiden Soekarno. Pada kesimpulannya, Indonesia mengalami stagnasi
ekonomi pada periode 1945-1967.
79
Untuk mengatasi hal tersebut, Indonesia mendapatkan bantuan atau pinjaman
luar negeri dari Exim Bank untuk dapat melanjutkan aktivitas perdagangan luar
negeri dan membangun infrastruktur di dalam negeri. Selain itu, Amerika Serikat dan
Uni Sovyet juga memberikan pinjaman kepada Indonesia dengan bertujuan agar
Indonesia mendukung dan memihak salah satu dari negara tersebut dalam Perang
Dingin. Pada kenyataannya, Indonesia sempat condong ke negara sosialis meskipun
Indonesia memproklamirkan diri sebagai negara non-blok. Setelah Presiden Soekarno
turun dan digantikan oleh Presiden Soeharto, pinjaman luar negeri semakin
bertambah.
Download