UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT PERIODE 21 FEBRUARI - 28 MARET 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER WINIE KARUNIA RAHMANI, S.Farm. 1206313886 ANGKATAN LXXVI FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JUNI 2013 Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT PERIODE 21 FEBRUARI - 28 MARET 2013 Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker WINIE KARUNIA RAHMANI, S.Farm. 1206313886 ANGKATAN LXXVI FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JUNI 2013 ii Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 ESAH HALAMAN PENGESAHAN Laporan Praktek Kerja Profesi ini diajukan oleh : Nama : Winie Karunia Rahmani, S. Farm. NPM : 1206313886 Program Studi : Apoteker – Fakultas Farmasi UI Judul Laporan : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Atrika Jalan Kartini Raya No. 34, Jakarta Pusat Periode 21 Februari – 28 Maret 2013 Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Apoteker pada Program Studi Apoteker, Fakultas Farmasi, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI Pembimbing I : Dr. Harmita, Apt. ( .................................... ) Pembimbing II : Dra. Sabarijah Witto Eng, S.KM.,Apt (.................................... ) Penguji I : .............................................. ( .................................... ) Penguji II : .............................................. ( .................................... ) Penguji III : .............................................. ( .................................... ) Ditetapkan di : Depok Tanggal : iii Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur hanyalah untuk Allah SWT atas limpahan nikmat, rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Praktek Kerja Profesi Apoteker dan penyusunan laporan ini tepat waktu. Shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabatnya. Dalam ruang yang terbatas ini, dengan segala kerendahan hati, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan rasa hormat kepada : 1. Bapak Dr. Harmita, Apt. selaku Ketua Program Profesi Apoteker, Fakultas Farmasi UI sekaligus pembimbing dari Apotek Atrika yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis selama penulisan laporan PKPA. 2. Dra. Sabarijah WittoEng, S.KM ., Apt selaku pembimbing dari Departemen Farmasi yang telah memberikan ilmu, bimbingan, dan nasehat yang begitu bermanfaat. 3. Bapak Winardi Hendrayanta selaku Pemilik Sarana Apotek Atrika. 4. Ibu Prof. Dr. Yahdiana Harahap, M.S. selaku Dekan Fakultas Farmasi UI. 5. Para karyawan Apoteker Atrika (Mbak Shinta, Mbak Ayu, Mbak Ratna, Ibu Meta, Ibu Mimin, Ibu Tuti, Mbak Febi, Mbak Ponah, dan lain-lain) atas ilmu, arahan dan bantuan yang telah diberikan selama pelaksanaan PKPA ini. 6. Seluruh dosen dan staf tata usaha Fakultas Farmasi UI atas ilmu dan bantuan yang diberikan selama penulis menjalani pendidikan di Program Profesi Apoteker. 7. Keluarga tercinta, Ayah, Ibu dan Linda atas kesabarannya, kasih sayang, dukungan, perhatian dan doanya untuk menyelesaikan pendidikan profesi Apoteker dengan sebaik mungkin. 8. Rekan-rekan PKPA di Apotek Atrika yang telah berbagi ilmu, pengalaman dan juga menghibur selama pelaksanaan PKPA. 9. Seluruh sahabat dan teman Program Profesi Apoteker, Fakultas Farmasi UI selaku teman seperjuangan yang telah memberikan dukungan dan semangat. Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan PKPA ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis dengan senang hati menerima segala kritik dan saran demi perbaikan di masa yang akan datang. Tak ada yang penulis iv Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 harapkan selain sebuah keinginan agar laporan PKPA ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu farmasi pada khususnya. Penulis 2013 di : Apoteker – Departemen Farmasi FMIPA UI : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Atrika Jalan Judul Laporan Kartini Raya No. 34, Jakart v Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama NPM Program Studi Fakultas Jenis karya : Winie Karunia Rahmani : 1206313886 : Profesi Apoteker : Farmasi : Karya Akhir demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Di Apotek Atrika Jalan Kartini Raya No. 34 Jakarta Pusat Periode 21 Februari - 28 Maret 2013 beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di : Depok Pada tanggal : 1 Juli 2013 Yang menyatakan (Winie Karunia Rahmani)a Pusat Periode Februari dan vi Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 Universitas Indonesia DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL ........................................................................................ i HALAMAN JUDUL .......................................................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... iii KATA PENGANTAR ....................................................................................... iv LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH. ......................... vi DAFTAR ISI .................................................................................................... vii DAFTAR GAMBAR....................................................................................... viii DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... ix BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................. 1 1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1 1.2 Tujuan........................................................................................... 2 BAB 2 TINJAUAN UMUM APOTEK ............................................................ 3 2.1 Definisi Apotek ............................................................................. 3 2.2 Landasan Hukum Apotek…………………………………………. 3 2.3 Tugas dan Fungsi Apotek .............................................................. 4 2.4 Persyaratan Sarana dan Prasarana Apotek ..................................... 4 2.5 Persyaratan Apoteker Pengelola Apotek ........................................ 5 2.6 Pengalihan Tanggung Jawab Pengelolaan Apotek ......................... 7 2.7 Tata Cara Perizinan Apotek........................................................... 8 2.8 Pencabutan Surat Izin Apotek ..................................................... 11 2.9 Tenaga Kerja di Apotek .............................................................. 13 2.10 Sediaan Farmasi di Apotek.......................................................... 14 2.11 Pengelolaan Apotek .................................................................... 24 2.12 Pengadaan Persediaan Apotek ..................................................... 28 2.13 Pengendalian Persediaan Apotek ................................................. 29 2.14 Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek .................................. 31 BAB 3 TINJAUAN KHUSUS APOTEK ATRIKA ...................................... 38 3.1 Sejarah dan Lokasi ...................................................................... 38 3.2 Tata Ruang.................................................................................. 38 3.3 Struktur Organisasi ..................................................................... 39 3.4 Tugas dan Fungsi Jabatan............................................................ 39 3.5 Kegiatan di Apotek Atrika........................................................... 43 BAB 4 PEMBAHASAN ................................................................................. 52 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 58 5.1 Kesimpulan ................................................................................. 58 5.2 Saran ........................................................................................... 58 DAFTAR REFERENSI ................................................................................... 59 vii Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 Universitas Indonesia DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Gambar 2.2 Gambar 2.3 Logo golongan obat .................................................................... 15 Tanda peringatan pada kemasan obat bebas terbatas .................... 16 Matriks VEN – ABC ................................................................... 31 viii Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 Universitas Indonesia DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Lampiran 2. Lampiran 3. Lampiran 4. Lampiran 5. Lampiran 6. Lampiran 7. Lampiran 8. Lampiran 9. Lampiran10. Lampiran 11. Lampiran 12. Lampiran 13. Lampiran 14. Lampiran 15. Lampiran 16. Peta lokasi Apotek Atrika............................................................ 61 Denah ruangan Apotek Atrika ..................................................... 62 Struktur organisasi Apotek Atrika ............................................... 63 Surat Pesanan (SP) Apotek Atrika ............................................... 64 Surat Pesanan (SP) Narkotika...................................................... 65 Laporan penggunaan narkotika.................................................... 66 Surat Pesanan (SP) psikotropika .................................................. 67 Laporan Penggunaan psikotropika ............................................... 68 Alur penanganan resep ................................................................ 69 Kartu stok besar Apotek Atrika ................................................... 70 Kartu stok kecil Apotek Atrika .................................................... 71 Faktur pengiriman barang ke cabang Apotek Atrika .................... 72 Berita acara pemusnahan resep Apotek Atrika............................. 73 Etiket Apotek Atrika ................................................................... 74 Salinan resep Apotek Atrika ........................................................ 75 Kuitansi Apotek Atrika ............................................................... 76 ix Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu unsur kesejahteraan umum yang dapat diwujudkan melalui pembangunan kesehatan. Pembangunan kesehatan besar artinya bagi pembangunan dan pembinaan sumber daya manusia Indonesia serta sebagai modal bagi pelaksanaan pembangunan nasional. Dengan memperhatikan peranan kesehatan tersebut maka diperlukan upaya yang memadai bagi peningkatan derajat kesehatan dan pembinaan penyelenggaraan upaya kesehatan secara menyeluruh dan terpadu (PP No.51,2009). Penyelenggaraan berbagai upaya pembangunan kesehatan dilakukan diantaranya dengan pemerataan dan peningkatan pelayanan kesehatan yang didukung oleh penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan yang memadai, penyediaan jumlah obat yang mencukupi, bermutu baik dan terdistribusi merata dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat luas. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1332/MENKES/SK/ X/2002, apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Apotek merupakan suatu bisnis eceran (retail) yang komoditasnya (barang yang diperdagangkan) terdiri dari perbekalan farmasi (obat dan bahan obat) dan perbekalan kesehatan (alat kesehatan) (Umar, 2011). Apotek merupakan suatu institusi yang mempunyai dua fungsi yaitu sebagai unit pelayanan kesehatan (patient oriented) dan unit bisnis (profit oriented). Dalam fungsinya sebagai unit pelayanan kesehatan, fungsi apotek adalah menyediakan obatāobatan yang dibutuhkan masyarakat untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal. Fungsi apotek sebagai institusi bisnis adalah untuk memperoleh keuntungan karena bagaimana pun investasi yang ditanam pada apotek cukup besar dan biaya operasionalnya juga tidak sedikit. Komoditas bisnis apotek yang paling utama adalah sediaan farmasi yang dapat mempengaruhi kesehatan manusia sehingga apabila tidak dikelola oleh 1 Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 Universitas Indonesia orang yang memiliki ilmu kefarmasian akan dapat membahayakan kesehatan masyarakat. Seorang apoteker pengelola apotek (APA) dalam menjalankan profesi apotekernya di apotek tidak hanya pandai sebagai penanggung jawab teknis kefarmasian saja, melainkan juga dapat mengelola apotek sesuai dengan prinsipprinsip bisnis yang dapat memberikan keuntungan kepada pihak-pihak yang memiliki kepentingan (stake holder) tanpa harus menghilangkan fungsi sosialnya di masyarakat (Umar, 2011). Di satu sisi seorang Apoteker dituntut untuk dapat berkomunikasi kepada masyarakat dan memberikan pelayanan informasi obat yang tepat, aman dan rasional. Di sisi lain, seorang Apoteker juga dituntut untuk memiliki kemampuan berwiraswasta. Untuk mempersiapkan para apoteker yang profesional maka perlu dilakukan praktek kerja di Apotek sebagai pelatihan untuk menerapkan ilmu yang telah didapatkan di masa kuliah serta dapat mempelajari segala kegiatan dan permasalahan yang ada di suatu apotek. Dengan dilatarbelakangi hal tersebut maka diadakan kerjasama antara Program Pendidikan Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia dengan Apotek Atrika, berupa Pelatihan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek Atrika, Jalan Kartini Raya No.34, Jakarta Pusat. Dengan kegiatan ini diharapkan para calon apoteker dapat mengenal, mengerti, serta menghayati peran dan tanggung jawab seorang apoteker di apotek. Selain itu juga dapat menambah pengetahuan serta meningkatkan keterampilan dalam pekerjaan kefarmasiannya. 1.2 Tujuan Tujuan dari PKPA di Apotek Atrika adalah untuk memahami tugas pokok dan tanggung jawab Apoteker di sebuah apotek. Selain itu, tujuan lain yaitu untuk memahami cara pengelolaan apotek dalam kegiatan teknis dan non teknis kefarmasian. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 BAB 2 TINJAUAN UMUM APOTEK 2.1 Definisi Apotek Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No.1332/Menkes/SK/X/2002, apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Sediaan farmasi yang dimaksud adalah obat, bahan obat, obat asli Indonesia, alat kesehatan, dan kosmetika, sedangkan perbekalan kesehatan adalah semua bahan dan peralatan yang diperlukan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan. Menurut Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009, pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan, dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat, dan obat tradisional. 2.2 Landasan Hukum Apotek Apotek memiliki landasan hukum yang diatur dalam: a. Undang – Undang Negara, yaitu: 1) Undang-Undang No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika. 2) Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. 3) Undang-Undang Kesehatan RI No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. b. Peraturan Pemerintah, yaitu: 1) Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1980 tentang perubahan atas PP No.26 Tahun 1965 tentang Apotek. 2) Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. c. Peraturan Menteri Kesehatan, yaitu: 1) Peraturan Menteri Kesehatan No. 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Kententuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. 3 Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 Universitas Indonesia 4 2) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 889/MENKES/PER/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktek, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian. d. Keputusan Menteri Kesehatan, yaitu: 1) Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332/MENKES/SK/X/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan RI No.922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. 2) Keputusan Kementerian Kesehatan RI No. 1027/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. 2.3 Tugas dan Fungsi Apotek Menurut Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1980, tugas dan fungsi apotek adalah: a. Tempat pengabdian profesi seorang Apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan. b. Sarana farmasi yang melaksanakan peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, dan penyerahan obat atau bahan obat. c. Sarana penyalur perbekalan farmasi yang harus mendistribusikan obat yang diperlukan masyarakat secara meluas dan merata. d. Sebagai sarana tempat pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi kepada masyarakat dan tenaga kesehatan lainnya. 2.4 Persyaratan Sarana dan Prasarana Apotek (Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1027/MENKES/SK/ IX/2004) Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1027/MENKES/SK/ IX/2004, apotek harus berlokasi pada daerah yang mudah dikenali oleh masyarakat. Pada halaman terdapat papan petunjuk yang dengan jelas tertulis kata “APOTEK”. Apotek harus dapat dengan mudah diakses oleh anggota masyarakat. Pelayanan produk kefarmasian diberikan pada tempat yang terpisah dari aktivitas pelayanan dan penjualan produk lainnya. Hal tersebut berguna untuk menunjukkan integritas dan kualitas produk serta mengurangi risiko kesalahan Universitas Indonesia Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 5 penyerahan. Masyarakat harus diberi akses secara langsung dan mudah oleh Apoteker untuk memperoleh informasi dan konseling. Kebersihan lingkungan apotek harus dijaga. Apotek harus bebas dari hewan pengerat, serangga, dan hama. Apotek harus memiliki suplai listrik yang konstan, terutama untuk lemari pendingin. Perabotan apotek harus tertata rapi, lengkap dengan rak-rak penyimpanan obat dan barang-barang lain yang tersusun dengan rapi, terlindung dari debu, kelembaban, dan cahaya yang berlebihan serta diletakkan pada kondisi ruangan dengan temperatur yang telah ditetapkan. Apotek harus memiliki : a. Ruang tunggu yang nyaman bagi pasien. b. Tempat untuk menempatkan informasi bagi pasien, termasuk penempatan brosur atau materi informasi. c. Ruangan tertutup untuk konseling bagi pasien yang dilengkapi dengan meja dan kursi serta lemari untuk menyimpan catatan medikasi pasien. d. Ruang racikan. e. Keranjang sampah yang tersedia untuk staf maupun pasien. 2.5 Persyaratan Apoteker Pengelola Apotek Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No.1332/Menkes/SK/X/2002, disebutkan bahwa Apoteker adalah Sarjana Farmasi yang telah lulus dan telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker, yang berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku berhak melakukan pekerjaan kefarmasian di Indonesia sebagai Apoteker. Setiap tenaga kefarmasian yang menjalankan pekerjaan kefarmasian harus telah terdaftar dan memiliki izin kerja atau praktek. Sebelumnya, Apoteker yang melakukan pekerjaan kefarmasian harus memiliki surat izin berupa Surat Penugasan (SP) atau Surat Izin Kerja (SIK) bagi Apoteker. Namun sejak tanggal 1 Juni 2011, diberlakukan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 889/Menkes/Per/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktek, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian. Berdasarkan Permenkes ini, setiap Tenaga Kefarmasian wajib memiliki surat tanda registrasi. Untuk tenaga kefarmasian yang merupakan seorang Apoteker, maka wajib memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA). Setelah memiliki STRA, Apoteker wajib Universitas Indonesia Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 6 memiliki surat izin sesuai tempat kerjanya. Surat izin tersebut dapat berupa Surat Izin Praktek Apoteker (SIPA) untuk Apoteker yang bekerja di fasilitas pelayanan kefarmasian atau Surat Izin Kerja Apoteker (SIKA) untuk Apoteker yang bekerja di fasilitas produksi atau distribusi farmasi. Apoteker yang telah memiliki SP atau SIK wajib mengganti SP atau SIK dengan STRA dan SIPA/SIKA dengan cara mendaftar melalui website Komite Farmasi Nasional (KFN). Setelah mendapatkan STRA, Apoteker wajib mengurus SIPA dan SIKA di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tempat pekerjaan kefarmasian dilakukan. STRA dikeluarkan oleh Menteri, dimana Menteri akan mendelegasikan pemberian STRA kepada KFN. STRA berlaku selama lima tahun dan dapat diregistrasi ulang selama memenuhi persyaratan. Untuk memperoleh SIPA atau SIKA, Apoteker mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tempat pekerjaan kefarmasian dilaksanakan. Permohonan SIPA atau SIKA harus melampirkan: a. Fotokopi STRA yang dilegalisisr oleh KFN; b. Surat pernyataan mempunyai tempat praktek profesi atau surat keterangan dari pimpinan fasilitas pelayanan kefarmasian atau dari pimpinan fasilitas produksi atau distribusi/penyaluran; c. Surat rekomendasi dari organisasi profesi; d. Pas foto berwarna ukuran 4 x 6 cm sebanyak dua lembar dan 3 x 4 cm sebanyak dua lembar. Dalam mengajukan permohonan SIPA sebagai Apoteker pendamping harus dinyatakan permintaan SIPA untuk tempat pekerjaan kefarmasian pertama, kedua, atau ketiga. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota harus menerbitkan SIPA atau SIKA paling lama dua puluh hari kerja sejak surat permohonan diterima dan dinyatakan lengkap. Apoteker Pengelola Apotek (APA) adalah Apoteker yang telah diberi Surat Izin Apotek (SIA). Seorang Apoteker Pengelola Apotek harus memenuhi kualifikasi sebagai berikut: a. Memiliki ijazah yang telah terdaftar pada Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. b. Telah mengucapkan sumpah atau janji sebagai Apoteker. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 7 c. Memiliki SIK dari Menteri Kesehatan Republik Indonesia. d. Memenuhi syarat-syarat kesehatan fisik dan mental untuk melaksanakan tugasnya sebagai Apoteker. e. Tidak bekerja di suatu perusahaan farmasi secara penuh dan tidak menjadi APA di apotek lain. Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya pada jam buka apotek, APA harus menunjuk Apoteker Pendamping. Apabila APA dan Apoteker Pendamping karena hal-hal tertentu berhalangan melakukan tugasnya, APA menunjuk Apoteker Pengganti. Penunjukan tersebut harus dilaporkan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi setempat. Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya lebih dari 2 (dua) tahun secara terus menerus, SIA atas nama Apoteker bersangkutan dicabut. 2.6 Pengalihan Tanggung Jawab Pengelolaan Apotek Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.922/MenKes/Per/X/1993 pasal 23 dan Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1332/MenKes/SK/X/2002 pasal 24, pengalihan tanggung jawab pengelolaan apotek dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut: a. Pada setiap pengalihan tanggung jawab pengelolaan kefarmasian yang disebabkan karena penggantian APA kepada Apoteker pengganti, wajib dilakukan serah terima resep, narkotika, obat dan perbekalan farmasi lainnya serta kunci-kunci tempat penyimpanan narkotika dan psikotropika (Pasal 23 ayat 1); b. Pada kegiatan serah terima tersebut wajib dibuat berita acara serah terima sesuai dengan bentuk yang telah ditentukan dalam rangkap empat yang ditandatangani oleh kedua belah pihak (Pasal 23 ayat 2); c. Apabila APA meninggal dunia, dalam jangka waktu dua kali dua puluh empat jam, ahli waris APA wajib melaporkan kejadian tersebut secara tertulis kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (Pasal 24 ayat 1). d. Apabila pada apotek tersebut tidak terdapat Apoteker pendamping, pada pelaporan dimaksud Pasal 24 ayat (1) wajib disertai penyerahan resep, Universitas Indonesia Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 8 narkotika, psikotropika, obat keras, dan kunci tempat penyimpanan narkotika dan psikotropika (Pasal 24 atay 2); e. Pada penyerahan yang dimaksud pada pasal 24 ayat (1) dan (2), dibuat berita acara seperti yang dimaksud pasal 23 ayat (2) dan dilaporkan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada Kepala Balai POM setempat (Pasal 24 ayat 3). 2.7 Tata Cara Perizinan Apotek (Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332/MENKES/SK/X/2002) Di dalam Keputusan Menteri Kesehatan No.1332/Menkes/SK/X/2002 disebutkan bahwa SIA adalah surat izin yang diberikan oleh Menteri kepada Apoteker atau Apoteker bekerjasama dengan pemilik sarana untuk menyelenggarakan apotek di suatu tempat tertentu. Izin apotek diberikan oleh Menteri, kemudian Menteri melimpahkan wewenang pemberian izin apotek kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota wajib melaporkan pelaksanaan pemberian izin, pembekuan izin, pencairan izin, dan pencabutan izin apotek sekali setahun kepada Menteri dan tembusan disampaikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi. Sesuai dengan pasal 7 dan 9 Keputusan Menteri Kesehatan tersebut, ketentuan dan tata cara pemberian izin apotek adalah sebagai berikut: a. Permohonan izin apotek diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. b. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah menerima permohonan dapat meminta bantuan teknis kepada Kepala Balai POM untuk melakukan pemeriksaan setempat terhadap kesiapan apotek untuk melakukan kegiatan. c. Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM selambatlambatnya 6 (enam) hari kerja setelah permintaan bantuan teknis dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan hasil pemeriksaan setempat. d. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam poin (b) dan (c) tidak dilaksanakan, Apoteker Pemohon dapat membuat surat pernyataan siap Universitas Indonesia Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 9 melakukan kegiatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dengan tembusan kepada Kepala Dinas Provinsi. e. Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja setelah diterima laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud poin (c), atau pernyataan dimaksud, poin (d) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat mengeluarkan Surat Izin Apotek. f. Dalam hal hasil pemeriksaan Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM dimaksud poin (c) masih belum memenuhi syarat, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam waktu 12 (dua belas) hari kerja mengeluarkan Surat Penundaan. g. Terhadap Surat Penundaan sebagaimana dimaksud dalam poin (f), Apoteker diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi selambat-lambatnya dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal Surat Penundaan. h. Terhadap permohonan izin apotek yang ternyata tidak memenuhi persyaratan atau lokasi apotek tidak sesuai dengan permohonan, maka Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam jangka waktu selambatlambatnya 12 (dua belas) hari kerja wajib mengeluarkan Surat Penolakan disertai dengan alasan-alasannya . Secara umum persyaratan izin apotek untuk Apotek yang bekerja sama dengan pihak lain adalah sebagai berikut: a. Surat permohonan APA yang ditujukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat sebanyak 3 (tiga) rangkap, 1 (satu) rangkap di atas materai Rp. 6000,00. b. Fotokopi akte notaris badan hukum dan fotokopi pengesahan badan hukum dari Departemen Kehakiman dan HAM bila dalam bentuk PT yang disahkan/terdaftar pada Departemen Kehakiman dan HAM RI. c. Fotokopi KTP setempat dari APA. d. Fotokopi Surat Izin Kerja (SIK)/ Surat Penugasan (SP) Apoteker, dengan lampiran surat keterangan selesai masa bakti apoteker bagi non pegawai negeri. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 10 e. Fotokopi surat status kepemilikan tanah: Fotokopi sertifikat, bila gedung milik sendiri; fotokopi surat perjanjian kontrak bangunan minimal 2 (dua) tahun dan KTP pemilik bangunan yang masih berlaku minimal dua tahun, bila kontrak/sewa. f. Fotokopi Undang-Undang Gangguan (UUG). g. Fotokopi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) h. Surat keterangan domisili dari kelurahan setempat. i. Surat pernyataan pemohon yang menyatakan akan tunduk serta patuh kepada peraturan perundangan yang berlaku di atas materai Rp. 6000,00. j. Peta lokasi dan denah ruangan. k. Surat pernyataan dari pemilik sarana apotek tidak pernah terlibat dan tidak akan terlibat dalam pelanggaran peraturan di bidang farmasi/obat dan tidak akan ikut campur dalam pengelolaan obat di atas materai Rp. 6000,00. l. Surat pernyataan APA bahwa yang bersangkutan tidak bekerja pada bidang farmasi lain di atas materai Rp. 6000,00. m. Surat pernyataan tidak melakukan penjualan narkotika, obat keras tertentu tanpa resep di atas materai Rp.6000,00. n. Struktur organisasi dan tata kerja/tata laksana (dalam bentuk Organogram). o. Daftar ketenagaan berdasarkan pendidikan. p. SIK Asisten Apoteker/D3 farmasi. q. Rencana jadwal buka apotek. r. Daftar peralatan peracikan obat. s. Buku wajib peraturan perundangan di bidang farmasi. t. Formulir pelaporan narkotika dan psikotropika. u. Akte notaris perjanjian kerjasama APA dan PSA (asli/legalisir). v. Surat izin atasan bagi apoteker Pegawai Negeri Sipil. Persyaratan izin apotek praktek profesi adalah sebagai berikut: a. Surat permohonan apoteker praktek profesi ditujukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat sebanyak 3 (tiga) rangkap, 1 (satu) rangkap diatas materai Rp.6000,00. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 11 b. Surat rekomendasi dari Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) setempat yang menyatakan bahwa yang bersangkutan layak untuk melakukan apotek profesi yang diterbitkan setiap tahun sekali. c. Fotokopi KTP Apoteker apotek praktek profesi. d. Status kepemilikan bangunan, IMB, dan surat sewa menyewa minimal 2 tahun. e. Denah bangunan beserta peta lokasi. f. Daftar peralatan peracikan, etiket, dll. g. Fotokopi NPWP apoteker. h. SIK/SP Apoteker dan pas foto 2x3 sebanyak 2 lembar dengan melampirkan surat selesai masa bakti Apoteker. i. Surat pernyataan dari apotek bahwa selama buka apotek harus ada apotekernya (bila tidak ada apotekernya maka harus tutup). j. Jadwal buka apotek bersama dengan petugas/apoteker yang lain yang ikut melakukan praktek profesi dengan melampirkan SIK dan KTP setempat. 2.8 Pencabutan Surat Izin Apotek Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No.1332/Menkes/SK/X/2002, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat wajib melaporkan pemberian izin, pembekuan izin, pencairan izin, dan pencabutan izin apotek dalam jangka waktu setahun sekali kepada Menteri dan tembusan disampaikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi. Surat izin apotek dapat dicabut oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota apabila: a. Apoteker tidak lagi memenuhi kewajibannya untuk menyediakan, menyimpan dan menyerahkan sediaan farmasi yang bermutu baik dan keabsahannya terjamin. Sediaan farmasi yang sudah dikatakan tidak bermutu baik atau karena sesuatu hal tidak dapat dan dilarang untuk digunakan seharusnya dimusnahkan dengan cara dibakar atau ditanam atau dengan cara lain yang ditetapkan oleh Menteri. b. APA berhalangan melakukan tugasnya lebih dari dua tahun secara terus menerus. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 12 c. Pelanggaran terhadap Undang-Undang Obat Keras Nomor, St. 1937 N. 541, Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, Undang-Undang No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika, Undang-Undang No. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika, serta ketentuan peraturan perundang-undangan lain yang berlaku. d. Surat Izin Kerja APA dicabut. e. Pemilik Sarana Apotek terbukti terlibat dalam pelanggaran perundangundangan di bidang obat. f. Apotek tidak dapat lagi memenuhi persyaratan mengenai kesiapan tempat pendirian apotek serta kelengkapan sediaan farmasi dan perbekalan lainnya baik merupakan milik sendiri atau pihak lain. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sebelum melakukan pencabutan surat izin apotek berkoordinasi dengan Kepala Balai POM setempat. Pelaksanaan pencabutan surat izin apotek dilaksanakan setelah dikeluarkan: a. Peringatan secara tertulis kepada APA sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing 2 (dua) bulan. b. Pembekuan izin apotek untuk jangka waktu selama-lamanya 6 (enam) bulan sejak dikeluarkannya penetapan pembekuan kegiatan apotek. Pembekuani izin apotek sebagaimana dimaksud dalam huruf (b) di atas, dapat dicairkan kembali apabila apotek telah membuktikan memenuhi seluruh persyaratan sesuai dengan ketentuan dalam peraturan ini. Pencairan izin apotek dilakukan setelah menerima laporan pemeriksaan dari Tim Pemeriksaan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat. Apabila SIA dicabut, APA atau Apoteker Pengganti wajib mengamankan perbekalan farmasi sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku. Pengamanan tersebut wajib mengikuti tata cara sebagai berikut: a. Dilakukan inventarisasi terhadap seluruh persediaan narkotika, obat keras tertentu dan obat lain serta seluruh resep yang tersedia di apotek. b. Narkotika, psikotropika, dan resep harus dimasukkan dalam tempat yang tertutup dan terkunci. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 13 c. Apoteker Pengelola Apotek wajib melaporkan secara tertulis kepada Kepala Wilayah Kantor Kementerian Kesehatan atau petugas yang diberi wewenang olehnya, tentang penghentian kegiatan disertai laporan inventarisasi yang dimaksud dalam huruf (a). 2.9 Tenaga Kerja di Apotek Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 menyebutkan bahwa tenaga kefarmasian adalah tenaga yang melakukan pekerjaan kefarmasian, yang terdiri dari Apoteker dan tenaga teknis kefarmasian. Tenaga teknis kefarmasian adalah tenaga yang membantu Apoteker dalam menjalani pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas sarjana farmasi, ahli madya farmasi, analis farmasi dan tenaga menengah farmasi/Asisten Apoteker. Tenaga pendukung untuk menjamin kelancaran kegiatan pelayanan kefarmasian di suatu apotek, yaitu Apoteker Pengelola Apotek (APA), Asisten Apoteker, juru resep, kasir, dan pegawai administrasi/ tata usaha. APA adalah Apoteker yang telah diberi Surat Izin Apotek. APA bertanggung jawab penuh terhadap semua kegiatan yang berlangsung di apotek, juga bertanggung jawab kepada pemilik modal (jika bekerja sama dengan Pemilik Sarana Apotek). Tugas dan kewajiban APA di apotek adalah sebagai berikut: a. Memimpin seluruh kegiatan apotek, baik kegiatan teknis maupun non-teknis kefarmasian sesuai dengan ketentuan maupun perundangan yang berlaku. b. Menyediakan, menyimpan, dan menyerahkan sediaan farmasi yang bermutu baik dan yang keabsahannya terjamin. c. Mengatur, melaksanakan, dan mengawasi administrasi. d. Mengusahakan agar apotek yang dipimpinnya dapat memberikan hasil yang optimal sesuai dengan rencana kerja dengan cara meningkatkan omset, mengadakan pembelian yang sah dan penekanan biaya serendah mungkin. e. Melakukan pengembangan apotek. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. 1332 tahun 2002, dalam melakukan tugasnya, seorang APA dapat dibantu oleh Apoteker Pendamping dan Apoteker Pengganti. Apoteker Pendamping yaitu Apoteker yang bekerja di apotek selain APA dan/atau menggantikan APA pada jam-jam tertentu pada hari buka apotek. Apoteker Pengganti adalah Apoteker yang menggantikan APA jika APA Universitas Indonesia Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 14 berhalangan hadir selama lebih dari tiga bulan secara terus-menerus, telah memiliki Surat Izin Kerja (SIK) dan tidak bertindak sebagai APA di tempat lain. Tenaga pendukung lainnya untuk menjamin kelancaran kegiatan pelayanan kefarmasian di suatu apotek adalah Asisten Apoteker. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1332/MENKES/SK/ X/2002, Asisten Apoteker adalah mereka yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku berhak melakukan pekerjaan kefarmasian sebagai Asisten Apoteker. Tenaga pendukung yang tidak kalah pentingnya adalah juru resep, kasir dan pegawai administrasi atau tata usaha. Juru resep adalah orang yang membantu Asisten Apoteker dalam menyiapkan (meracik) obat menurut resep. Kasir merupakan petugas yang mencatat penerimaan dan pengeluaran uang yang dilengkapi dengan kuitansi, nota, tanda setoran, dan lain-lain. Pegawai administrasi atau tata usaha bertugas membantu Apoteker dalam kegiatan administrasi seperti membuat laporan harian. 2.10 Sediaan Farmasi di Apotek Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1332/MENKES/SK/ X/2002, sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat asli Indonesia, alat kesehatan, dan kosmetika. Obat merupakan satu di antara sediaan farmasi yang dapat ditemui di apotek. Menurut Undang-Undang No. 36 Tahun 2009, obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia. Obat-obat yang beredar di Indonesia digolongkan oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) dalam 4 (empat) kategori, yaitu obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras, dan obat golongan narkotika. Penggolongan ini berdasarkan tingkat keamanan dan dimaksudkan untuk memudahkan pengawasan terhadap peredaran dan pemakaian obat-obat tersebut. Setiap golongan obat diberi tanda pada kemasan yang terlihat. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 15 Obat Bebas Obat Bebas Terbatas Obat Keras dan Psikotropika Golongan Narkotika Gambar 2.1 Logo golongan obat 2.10.1 Obat OTC (Over the Counter) Obat-obat yang boleh dibeli oleh pasien tanpa resep dokter disebut obat OTC (Over the Counter). Contoh dari obat OTC ini adalah obat bebas dan obat bebas terbatas. 2.10.1.1 Obat Bebas Obat yang dijual bebas di pasaran dan dapat dibeli tanpa resep dokter adalah obat bebas. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas adalah lingkaran hijau dengan garis tepi berwarna hitam. Contohnya adalah parasetamol. (Kementerian Kesehatan, 2006). 2.10.1.2 Obat Bebas Terbatas Obat keras tetapi masih dapat dijual atau dibeli bebas tanpa resep dokter dan disertai dengan tanda peringatan disebut obat bebas terbatas. Tanda khusus Universitas Indonesia Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 16 pada kemasan dan etiket obat bebas terbatas adalah lingkaran biru dengan garis tepi berwarna hitam (Kementerian Kesehatan, 2006). Wadah atau kemasan obat bebas terbatas perlu dicantumkan tanda peringatan dan penyerahannya harus dalam bungkus aslinya. Tanda peringatan tersebut berwarna hitam dengan ukuran panjang 5 cm dan lebar 2 cm (atau disesuaikan dengan kemasannya) dan diberi tulisan peringatan penggunaannya dengan huruf berwarna putih (Kementerian Kesehatan, 2006). Terdapat enam golongan peringatan untuk obat bebas terbatas, yaitu: a. P no.1: Awas! Obat Keras. Bacalah aturan memakainya. Contoh obat golongan ini adalah Stopcold, Inza, dan obat flu lainnya. b. P no.2: Awas! Obat Keras. Hanya untuk kumur, jangan ditelan. Contoh obat golongan ini adalah Listerine dan Betadine Gargle. c. P no.3: Awas! Obat Keras. Hanya untuk bagian luar badan. Contoh obat golongan ini adalah Rivanol dan Canesten. d. P no.4: Awas! Obat Keras. Hanya untuk dibakar e. P no.5: Awas! Obat Keras. Tidak boleh ditelan. Contoh obat golongan ini adalah Suppositoria untuk laksatif. f. P no.6: Awas! Obat Keras. Obat wasir, jangan ditelan. Contoh obat golongan ini adalah Suppositoria untuk wasir. Contoh tanda peringatan dapat dilihat pada Gambar 2.2 Gambar 2.2 Tanda peringatan pada kemasan obat bebas terbatas Universitas Indonesia Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 17 2.10.2 Obat Ethical Obat yang dapat diperoleh oleh pasien dengan adanya resep dari dokter disebut obat ethical. Contoh dari obat ethical ini adalah obat keras, psikotropika, dan narkotika. 2.10.2.1 Obat Keras Obat yang hanya dapat dibeli di apotek dengan resep dokter disebut obat keras. Tanda khusus pada kemasan dan etiket adalah huruf K dalam lingkaran merah dengan garis tepi berwarna hitam. Obat-obat yang masuk ke dalam golongan ini antara lain obat jantung, antihipertensi, antihipotensi, obat diabetes, hormon, antibiotika, psikotropika, dan beberapa obat ulkus lambung dan semua obat injeksi. 2.10.2.2 Psikotropika (Undang-Undang No. 5 Tahun 1997) Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Psikotropika yang digolongkan menjadi: a. Psikotropika golongan I Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi serta mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh dari obat psikotropika golongan I adalah ecstasy (MDMA), psilosin (jamur meksiko/jamur tahi sapi), LSD (lisergik deitilamid), dan meskalin (kaktus amerika). b. Psikotropika golongan II Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi dan/ atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh obat golongan psikotropika golongan II adalah amfetamin, metakualon, dan metilfenidat. Sekarang obat psikotropika golongan I dan II dikategorikan dalam obat narkotika golongan I. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 18 c. Psikotropika golongan III Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh obat psikotropika golongan III adalah amorbarbital, flunitrazepam, dan kastina. d. Psikotropika golongan IV Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh obat psikotropika golongan IV adalah barbital, bromasepam, diazepam, estazolam, fenorbarbital, klobazam, dan klorazepam. Pengelolaan psikotropika di apotek adalah sebagai berikut : a. Pemesanan Surat Pesanan (SP) psikotropika harus ditandatangani oleh APA serta dilengkapi dengan nama jelas, stempel apotek, nomor SIPA dan SIA. Satu surat pesanan ini dapat terdiri dari berbagai macam nama obat psikotropika dan dibuat tiga rangkap. Berbeda dengan narkotika, pemesanan psikotropika dapat ditujukan kepada PBF mana saja yang menjual jenis psikotropika yang diperlukan. b. Penyimpanan Obat-obatan golongan psikotropika cenderung disalahgunakan sehingga disarankan agar menyimpan obat-obatan tersebut dalam suatu rak atau lemari khusus. c. Penyerahan Obat golongan narkotika dan psikotropika hanya dapat diserahkan oleh apotek, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dan dokter. Penyerahan psikotropika oleh apotek hanya dapat dilakukan kepada apotek lainnya, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter, dan kepada pengguna/ pasien. Penyerahan psikotropika oleh rumah sakit, balai pengobatan, puskesmas hanya dapat dilakukan kepada pengguna/ pasien. Penyerahan psikotropika oleh apotek, rumah sakit, puskesmas, dan balai pengobatan dilaksanakan berdasarkan resep Universitas Indonesia Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 19 dokter. Penyerahan psikotropika oleh dokter hanya boleh dilakukan dalam keadaan menjalankan praktek terapi dan diberikan melalui suntikan, menolong orang sakit dalam keadaan darurat dan menjalankan tugas di daerah terpencil yang tidak ada apotek. Psikotropika hanya dapat diserahkan oleh apotek dengan adanya resep dokter. d. Pelaporan Apotek wajib membuat dan menyimpan catatan kegiatan yang berhubungan dengan psikotropika dan melaporkan kepada Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten setempat setiap satu bulan sekali, paling lambat tanggal 10, dengan tembusan kepada Balai Besar POM atau Balai POM setempat. e. Pemusnahan Pada pemusnahan psikotropika, Apoteker wajib membuat berita acara dan disaksikan oleh pejabat yang ditunjuk dalam tujuh hari setelah mendapat kepastian. Menurut pasal 53 Undang-Undang No. 5 Tahun 1997, pemusnahan psikotropika dilakukan apabila berkaitan dengan tindak pidana, psikotropika yang diproduksi tidak memenuhi standar dan persyaratan bahan baku yang berlaku, kadaluarsa, serta tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan dan/ atau pengembangan ilmu pengetahuan. Pemusnahan psikotropika dilakukan dengan pembuatan berita acara yang sekurang-kurangnya memuat tempat dan waktu pemusnahan; nama pemegang izin khusus; nama, jenis, dan jumlah psikotropika yang dimusnahkan; cara pemusnahan; tanda tangan dan identitas lengkap penanggung jawab apotek dan saksi-saksi pemusnahan. Tujuan pengaturan di bidang psikotropika adalah untuk menjamin ketersediaan psikotropika guna kepentingan pelayanan kesehatan dan ilmu pengetahuan, mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika dan memberantas peredaran gelap psikotropika. 2.10.2.3 Narkotika (Undang-Undang No. 35 Tahun 2009) Definisi narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan Universitas Indonesia Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 20 penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Narkotika dibagi menjadi tiga golongan, yaitu: a. Narkotika golongan I Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh narkotika golongan ini adalah heroin, kokain, ganja, dan obat-obat psikotropika golongan I dan II. b. Narkotika golongan II Narkotika berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/ atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh narkotika golongan ini adalah morfin, petidin, dan metadon. c. Narkotika golongan III Narkotika berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. Contoh narkotika golongan ini adalah kodein. Pengaturan narkotika dalam Undang-Undang nomor 35 tahun 2009 meliputi segala bentuk kegiatan dan/atau perbuatan yang berhubungan dengan narkotika dan prekursor narkotika. Peraturan ini perlu dilakukan dengan tujuan untuk: a. Menjamin ketersediaan narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; b. Mencegah, melindungi, dan menyelamatkan Bangsa Indonesia dari penyalahgunaan narkotika; c. Memberantas peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika; dan d. Menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi penyalah guna dan pecandu narkotika. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 21 Pengelolaan narkotika di apotek adalah sebagai berikut : a. Pemesanan Pemesanan narkotika hanya dapat dilakukan di Pedagang Besar Farmasi (PBF) Kimia Farma dengan menggunakan Surat Pesanan Narkotika yang ditandatangani oleh APA, dilengkapi nama jelas, nomor SIK, dan stempel apotek. Satu lembar surat pesanan hanya dapat digunakan untuk memesan satu macam narkotika. Surat pesanan tersebut terdiri dari empat rangkap yang masing-masing akan diserahkan ke BPOM, Dinas Kesehatan, distributor, dan untuk arsip apotek. b. Penerimaan dan Penyimpanan Penerimaan narkotika dilakukan oleh APA atau AA yang mempunyai SIK dengan menandatangani faktur, mencantumkan nama jelas, nomor SIA, dan stempel apotek (Kemenkes RI, 1978). Apotek harus mempunyai tempat khusus yang dikunci dengan baik untuk menyimpan narkotika. Tempat penyimpanan narkotika di apotek harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : 1. Harus dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan lain yang kuat. 2. Harus mempunyai kunci yang kuat. 3. Dibagi dua, masing-masing dengan kunci yang berlainan; bagian pertama dipergunakan untuk menyimpan morfin, petidin, dan garam-garamnya serta persediaan narkotika; bagian kedua dipergunakan untuk menyimpan narkotika lainnya yang dipakai sehari-hari. 4. Apabila tempat khusus tersebut berupa lemari berukuran kurang dari 40x80x100 cm, maka lemari tersebut harus dibaut pada tembok atau lantai. 5. Lemari khusus tidak boleh digunakan untuk menyimpan barang lain selain narkotika, kecuali ditentukan oleh Menteri Kesehatan. 6. Anak kunci lemari khusus harus dipegang oleh penanggung jawab atau pegawai lain yang dikuasakan. 7. Lemari khusus harus ditempatkan di tempat yang aman dan tidak terlihat oleh umum. c. Pelayanan resep Universitas Indonesia Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 22 Menurut Undang-Undang No. 35 Tahun 2009, disebutkan bahwa narkotika hanya dapat diserahkan kepada pasien untuk pengobatan penyakit berdasarkan resep dokter. Selain itu, berdasarkan Surat Edaran Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (sekarang Badan POM) No. 336/E/SE/1997 disebutkan bahwa apotek dilarang melayani salinan resep yang mengandung narkotika. Untuk resep narkotika yang baru dilayani sebagian atau belum sama sekali, apotek boleh membuat salinan resep tetapi salinan resep tersebut hanya boleh dilayani oleh apotek yang menyimpan resep asli. Salinan resep dari narkotika dengan tulisan iter tidak boleh dilayani sama sekali. Dengan demikian dokter tidak boleh menambahkan tulisan iter pada resep-resep yang mengandung narkotika. d. Pelaporan Apotek berkewajiban menyusun dan mengirimkan laporan bulanan yang ditandatangani oleh APA dengan mencantumkan nomor SIK, SIA, nama jelas dan stempel apotek. Laporan tersebut terdiri dari laporan penggunaan bahan baku narkotika, laporan penggunaan sediaan jadi narkotika, dan laporan khusus pengunaan morfin, petidin dan derivatnya. Laporan penggunaan narkotika ini harus dilaporkan setiap bulan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya yang ditujukan kepada Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten setempat dengan tembusan Balai Besar POM/Balai POM dan berkas untuk disimpan sebagai arsip. e. Pemusnahan Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 28/Menkes/Per/I/1978 pasal 9 mengenai pemusnahan narkotika, APA dapat memusnahkan narkotika yang rusak, kadaluarsa, dan tidak memenuhi syarat untuk digunakan dalam pelayanan kesehatan dan/ atau untuk pengembangan ilmu pengetahuan. Pemusnahan narkotika dilakukan dengan pembuatan berita acara yang sekurangkurangnya memuat: tempat dan waktu (jam, hari, bulan, dan tahun); nama pemegang izin khusus, APA atau dokter pemilik narkotika; nama, jenis, dan jumlah narkotika yang dimusnahkan; cara pemusnahan; tanda tangan dan identitas lengkap penanggung jawab apotek dan saksi-saksi pemusnahan. Berita acara Universitas Indonesia Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 23 pemusnahan narkotika tersebut dikirimkan kepada Dinas Pelayanan Kesehatan setempat dengan tembusan kepada Balai Besar POM setempat. 2.10.3 Obat Wajib Apotek Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 347/MENKES/SK/ VII/1990, Obat Wajib Apotek (OWA) adalah obat keras yang dapat diserahkan tanpa resep dokter oleh Apoteker di apotek. OWA bertujuan untuk pelaksanaan swamedikasi di apotek. Swamedikasi adalah pelayanan farmasi yang memberikan kesempatan kepada pasien untuk memilih sendiri tindakan pengobatan berdasarkan penyakit yang diderita dengan bantuan rekomendasi dari apoteker. Obat-obat yang digunakan untuk pelaksanaan swamedikasi meliputi obat bebas, obat bebas terbatas, dan OWA. Swamedikasi bertujuan untuk: a. Meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menolong dirinya sendiri guna mengatasi masalah kesehatan dengan ditunjang melalui sarana yang dapat meningkatkan pengobatan sendiri secara tepat, aman, dan rasional. b. Meningkatkan peran apoteker di apotek dalam pelayanan KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi) serta pelayanan obat kepada masyarakat. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 919/MENKES/PER/X/1993, obat yang dapat diserahkan tanpa resep dokter harus memenuhi kriteria sebagai berikut: a. Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak di bawah usia dua tahun, dan orang tua di atas 65 tahun. b. Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan risiko pada kelanjutan penyakit. c. Penggunaan tidak memerlukan cara dan/atau alat khusus yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan. d. Penggunaan diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di Indonesia. e. Obat yang dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 24 Dalam melayani pasien yang memerlukan OWA, Apoteker di apotek diwajibkan untuk : a. Memenuhi ketentuan dan batasan tiap jenis obat per pasien yang disebutkan dalam OWA yang bersangkutan. b. Membuat catatan pasien serta obat yang telah diserahkan. c. Memberikan informasi, meliputi dosis dan aturan pakainya, kontraindikasi, efek samping dan lain-lain yang perlu diperhatikan oleh pasien. 2.11 Pengelolaan Apotek Sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku, apotek harus dikelola oleh seorang Apoteker yang profesional. Dalam mengelola apotek, Apoteker harus memiliki kemampuan menyediakan dan memberikan pelayanan yang baik, mengambil keputusan yang tepat, kemampuan berkomunikasi antar profesi, menempatkan diri sebagai pimpinan dalam situasi multidisiplin, kemampuan mengelola sumber daya manusia secara efektif, selalu belajar sepanjang karir, dan membantu memberikan pendidikan dan peluang untuk meningkatkan pengetahuan. Pengelolaan apotek dapat dibedakan atas pengelolaan teknis farmasi dan non teknis farmasi. Sebagai pengelola teknis farmasi, APA bertanggung jawab mengawasi pelayanan resep, mengawasi mutu obat yang dijual, memberikan pelayanan informasi obat dan membuat laporan mengenai penggunaan obat-obat khusus (narkotika dan psikotropika). Adapun sebagai pengelola non teknis farmasi, seorang APA bertanggung jawab terhadap semua kegiatan administrasi, keuangan, dan bidang lain yang berhubungan dengan apotek. Pengelolaan persediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya dilakukan sesuai ketentuan perundangan yang berlaku meliputi: perencanaan, pengadaan, penyimpanan, administrasi, dan pelayanan. 2.11.1 Perencanaan Kegiatan perencanaan meliputi penyusunan rencana keperluan yang tepat, mencegah terjadinya kekurangan dan sedapat mungkin mencegah terjadinya kelebihan perbekalan farmasi yang tersimpan lama dalam gudang. Banyaknya Universitas Indonesia Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 25 jenis perbekalan farmasi yang dikelola mendorong diperlukannya suatu perencanaan yang dilakukan secara cermat sehingga pengelolaan persediaan dapat berjalan dengan efektif dan efisien. Dalam membuat perencanaan pengadaan sediaan farmasi perlu diperhatikan pola penyakit, kemampuan masyarakat, dan budaya masyarakat. 2.11.2 Pengadaan Pengadaan perbekalan farmasi harus diterapkan sebaik mungkin agar pengendalian, keamanan, dan jaminan mutu perbekalan farmasi dapat dilakukan secara efektif dan efisien. Prinsip pengadaan tidak hanya sekedar membeli barang, tetapi juga mengandung pengertian meminta kerja sama pemasok dalam menyediakan barang yang diperlukan. Pengadaan harus sesuai dengan keperluan yang direncanakan sebelumnya dan harus sesuai dengan kemampuan atau kondisi keuangan yang ada. Sistem atau cara pengadaannya harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 2.11.3 Penyimpanan Obat atau bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Ketika isi harus dipindahkan ke dalam wadah lain, maka harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas pada wadah baru yang memuat sekurang-kurangnya nomor batch dan tanggal kadaluarsa. Semua bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai untuk menjamin kestabilan bahan. Penataan perbekalan farmasi perlu memperhatikan peraturan yang berlaku dan kemudahan dalam melakukan kegiatan pelayanan serta memiliki nilai estetika. Penataan sedemikan rupa pada desain lemari harus menjamin kebersihan dan keamanan perbekalan farmasi senantiasa terjaga. 2.11.4 Administrasi Dalam menjalankan pelayanan kefarmasian di apotek, perlu dilaksanakan kegiatan administrasi yang meliputi administrasi umum dan administrasi pelayanan. Kegiatan administrasi umum meliputi pencacatan, pengarsipan, pelaporan narkotika dan psikotropika, dan dokumentasi sesuai dengan ketentuan Universitas Indonesia Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 26 yang berlaku. Administrasi pelayanan meliputi pengarsipan resep, pengarsipan catatan pengobatan pasien dan pengarsipan hasil monitoring penggunaan obat. 2.11.5 Pelayanan Pelayanan apotek diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 922/MenKes/Per/X/1993 pasal 14 sampai dengan pasal 22, dan perubahan terhadap ketentuan pasal 19 dalam Peraturan tersebut ditetapkan dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332/MenKes/SK/X/2002 pasal 19, yang meliputi : a. Apotek wajib melayani resep dokter, dokter gigi, dan dokter hewan. Pelayanan resep ini sepenuhnya atas tanggung jawab APA dan sesuai dengan keahlian profesinya yang dilandasi pada kepentingan masyarakat (Pasal 12 ayat 1 dan 2); b. Apoteker wajib melayani resep sesuai dengan tanggung jawab dan keahlian profesinya yang dilandasi pada kepentingan masyarakat (Pasal 15 ayat 1); c. Apotek tidak diizinkan untuk mengganti obat generik yang ditulis dalam resep dengan obat paten (Pasal 15 ayat 2); d. Dalam hal pasien tidak mampu menebus obat yang tertulis dalam resep, Apoteker wajib berkonsultasi dengan dokter penulis resep untuk pemilihan obat yang lebih tepat (Pasal 15 ayat 3); Namun, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, apoteker dapat mengganti obat merek dagang dengan obat generik yang sama komponen aktifnya/ obat merek dagang lain atas persetujuan dokter dan/atau pasien. e. Apoteker wajib memberikan informasi yang berkaitan dengan penggunaan obat yang diserahkan secara tepat, aman, dan rasional atas permintaan masyarakat (Pasal 15 ayat 4a dan 4b); f. Apabila Apoteker menganggap bahwa dalam resep terdapat kekeliruan atau penulisan resep yang tidak tepat, Apoteker harus memberitahukan kepada dokter penulis resep. Apabila atas pertimbangan tertentu dokter penulis resep tetap pada pendiriannya, dokter wajib melaksanakan secara tertulis atau membubuhkan tanda tangan yang lazim di atas resep (Pasal 16 ayat 1 dan 2); Universitas Indonesia Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 27 g. Salinan resep harus ditandatangani oleh Apoteker (Pasal 17 ayat 1); h. Resep harus dirahasiakan dan disimpan di apotek dengan baik dalam jangka waktu tiga tahun (Pasal 17 ayat 2); i. Resep dan salinan resep hanya boleh diperlihatkan kepada dokter penulis resep atau yang merawat penderita, penderita yang bersangkutan, petugas kesehatan atau petugas lain yang berwenang menurut perundang-undangan yang berlaku (Pasal 17 ayat 3); j. APA, apoteker pendamping, atau apoteker pengganti diijinkan untuk menjual obat keras yang dinyatakan sebagai Daftar Obat Wajib Apotek (DOWA) tanpa resep. DOWA ditetapkan oleh Menteri Kesehatan RI (Pasal 18 ayat 1 dan 2); k. Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya pada jam buka Apotik, APA harus menunjuk Apoteker pendamping (Pasal 19 ayat 1); l. Apabila APA dan Apoteker Pendamping karena hal-hal tertentu berhalangan melakukan tugasnya, APA menunjuk Apoteker Pengganti (Pasal 19 ayat 2); m. Penunjukan dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) dan (2) harus dilaporkan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten /Kota dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi (Pasal 19 ayat 3); n. Apoteker pendamping dan apoteker pengganti harus memenuhi persyaratan seperti persyaratan yang ditetapkan untuk APA (Pasal 19 ayat 4); o. Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya lebih dari dua tahun secara terus menerus, Surat Izin Apotek atas nama Apoteker bersangkutan dicabut (Pasal 19 ayat 5); p. APA turut bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan yang dilakukan Apoteker pendamping dan Apoteker pengganti dalam hal pengelolaan apotek (Pasal 20); q. Apoteker Pendamping yang dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1), bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas pelayanan kefarmasian selama yang bersangkutan bertugas menggantikan APA (Pasal 21); r. Dalam pelaksanaan pengelolaan apotek, APA dapat dibantu oleh Asisten Apoteker (Pasal 22 ayat 1); s. Asisten Apoteker melakukan pekerjaan kefarmasian di Apotek di bawah pengawasan Apoteker (Pasal 22 ayat 2). Universitas Indonesia Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 28 2.12 Pengadaan Persediaan Apotek (Quick, 1997; Seto, Yunita & Lily, 2004) Pengadaan merupakan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan perbekalan farmasi berdasarkan fungsi perencanaan dan penganggaran. Tujuan pengadaan yaitu untuk memperoleh barang atau jasa yang dibutuhkan dalam jumlah yang cukup dengan kualitas harga yang dapat dipertanggungjawabkan dalam waktu dan tempat tertentu secara efektif dan efisien menurut tata cara dan ketentuan yang berlaku. Persyaratan yang perlu diperhatikan dalam fungsi pengadaan, yaitu: a. Doematig, artinya sesuai tujuan atau rencana. Pengadaan harus sesuai kebutuhan yang sudah direncanakam sebelumnya. b. Rechtmatig, artinya sesuai hak atau kemampuan. c. Wetmatig, artinya sistem atau cara pegadaannya harus sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku Model pengadaan secara umum berdasarkan waktu adalah sebagai berikut: a. Annual purchasing, yaitu pemesanan satu kali dalam satu tahun. b. Scheduled purchasing, yaitu pemesanan secara periodik dalam waktu tertentu misalnya mingguan, bulanan, dan sebagainya. c. Perpetual purchasing, yaitu pemesanan dilakukan setiap kali tingkat persediaan rendah. d. Kombinasi antara annual purchasing, scheduled purchasing, dan perpetual purchasing yaitu pengadaan dengan pemesanan yang bervariasi waktunya, seperti cara ini dapat diterapkan tergantung dari jenis obat yang dipesan. Misalnya obat impor yang mahal cukup dipesan sekali dalam setahun saja. Obat-obatan yang termasuk slow moving dapat dipesan secara periodik setiap tahun (scheduled purchasing), dan obat-obatan yang banyak diminati oleh pembeli maka pemesanan dilakukan secara perpetual purchasing. Setelah menentukan jenis pengadaan yang akan diterapkan berdasarkan frekuensi dan waktu pemesanan maka pengadaan atau pembelian barang di apotek dapat dilakukan dengan cara: a. Pembelian kontan atau kredit Pembelian kontan adalah pihak apotek langsung membayar harga obat yang dibeli dari distributor, biasanya untuk apotek yang baru dibuka karena untuk Universitas Indonesia Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 29 melakukan pembayaran kredit apotek harus menunjukkan kemampuannya dalam menjual, sedangkan pembelian kredit adalah pembelian yang pembayarannya sampai jatuh tempo. b. Pembelian konsinyasi (kredit atau titipan obat) Pembelian konsinyasi adalah titipan barang dari pemilik kepada apotek, di mana apotek bertindak sebagai agen komisioner yang menerima komisi bila barang tersebut terjual. Bila barang tersebut tidak terjual sampai batas waktu kadaluarsa atau waktu yang telah disepakati maka barang tersebut dapat dikembalikan pada pemiliknya. 2.13 Pengendalian Persediaan Apotek Aktivitas pengendalian persediaan bertujuan untuk pengaturan persediaan obat di apotek agar menjamin kelancaran pelayanan pasien di apotek secara efektif dan efisien. Unsur dari pengendalian persediaan ini mencakup penentuan cara pemesanan atau pengadaannya, menentukan jenis persediaan yang menjadi prioritas pengadaan, hingga jumlah persediaan yang optimal dan yang harus ada di apotek untuk menghindari kekosongan persediaan. Oleh karena itu, pengelolaan dan pengendalian persediaan obat di apotek berfungsi untuk memastikan pasien memperoleh obat yang diperlukan, mencegah risiko kualitas barang yang dipesan tidak baik sehingga harus dikembalikan, dan mendapatkan keuntungan dari pembelian dengan memilih distributor obat yang memberi harga obat bersaing, pengiriman cepat, dan kualitas obat yang baik. Salah satu cara untuk menentukan dan mengendalikan jenis persediaan yang seharusnya dipesan adalah dengan melihat pergerakan keluar masuknya obat dan mengidentifikasi jenis persediaan yang menjadi prioritas pemesanan. Metode pengendalian persediaan dengan menyusun prioritas tersebut dapat dibuat dilakukan dengan menggunakan metode sebagai berikut (Quick, 1997) : a. Analisis VEN (Vital, Esensial, Non-esensial) Pengendalian obat dengan memperhatikan kepentingan dan vitalitas obat yang harus selalu tersedia untuk melayani permintaan untuk pengobatan. Vital dalam analisis VEN maksudnya adalah obat untuk penyelamatan hidup manusia atau untuk pengobatan karena penyakit yang mengakibatkan kematian. Pengadaan Universitas Indonesia Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 30 obat golongan ini diprioritaskan. Contohnya adalah obat-obat hipertensi dan diabetes. Obat esensial adalah obat yang banyak diminta untuk digunakan dalam tindakan atau pengobatan penyakit terbanyak, yang resepnya sering datang ke apotek. Dengan kata lain, obat-obat golongan ini adalah obat yang fast moving. Obat non-esensial adalah obat pelengkap yang tidak banyak diminta dan tidak esensial. b. Analisis Pareto (ABC) Analisis pareto disusun berdasarkan penggolongan persediaan yang mempunyai nilai harga yang paling tinggi. Pareto membagi persediaan berdasarkan atas nilai rupiah sehingga untuk mengendalikan persediaan barang difokuskan pada item persediaan yang bernilai tinggi daripada yang bernilai rendah. Kelas A merupakan persediaan yang memiliki volume rupiah yang tinggi. Kelas ini mewakili sekitar 70% dari total nilai persediaan. Meskipun jumlahnya hanya sekitar 20% dari seluruh ítem tetapi memiliki dampak biaya yang tinggi. Kelas B merupakan persediaan yang memiliki volume rupiah yang menengah. Kelas ini mewakili sekitar 20% dari total nilai persediaan, meskipun jumlahnya hanya sekitar 30% dari seluruh item. Kelas C adalah persediaan yang memiliki volume rupiah yang rendah. Kelas ini mewakili sekitar 10% dari total nilai persediaan, tapi terdiri sekitar 50% dari seluruh item. Pengendalian persediaan untuk kelas A dilakukan secara intensif, untuk kelas B dilakukan secara moderat, dan kelas C dilakukan secara sederhana. Analisis pareto dilakukan dengan menghitung nilai investasi dari tiap sediaan obat dengan cara menghitung total investasi tiap jenis obat kemudian mengelompokan berdasarkan nilai investasi dan diurutkan mulai dari nilai investasi terbesar hingga terkecil. Kelompok A memiliki nilai investasi 70% dari total investasi obat keseluruhan, kelompok B memiliki nilai investasi 20% dari total investasi obat keseluruhan dan kelompok C memiliki nilai investasi 10% dari total investasi obat keseluruhan. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 31 c. Analisis VEN-ABC Mengkategorikan item berdasarkan volume dan nilai penggunaannya selama periode waktu tertentu, biasanya 1 tahun. Analisis VEN-ABC menggabungkan analisis pareto dan VEN dalam suatu matriks sehingga analisis menjadi lebih tajam. Matriks dapat dibuat sebagai berikut: V E N A VA EA NA B VB EB NB C VC EC NC Gambar 2.3 Matriks VEN - ABC Matriks di atas dapat dijadikan dasar dalam menetapkan prioritas untuk menyesuaikan anggaran atau perhatian dalam pengelolaan persediaan. Semua obat vital dan esensial dalam kelompok A, B, dan C hendaknya disediakan, tetapi kuantitasnya disesuaikan dengan kebutuhan konsumen apotek. Untuk obat nonesensial dalam kelompok A tidak diprioritaskan, sedangkan kelompok B dan C pengadaannya disesuaikan dengan kebutuhan. 2.14 Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Pharmaceutical care (PC) seringkali diartikan sebagai Asuhan Kefarmasian atau Pelayanan Kefarmasian. Pharmaceutical care adalah tanggung jawab farmakoterapi dari seorang Apoteker untuk mencapai dampak tertentu dalam meningkatkan kualitas hidup pasien. PC diimplementasikan dengan Good Pharmacy Practice (Cara Praktek di Apotek yang Baik). Dengan demikian Good Pharmacy Practice merupakan suatu pedoman yang digunakan untuk menjamin bahwa layanan yang diberikan Apoteker kepada setiap pasien telah memenuhi kualitas yang tepat. Pedoman tersebut perlu disusun secara nasional dengan inisiatif dari organisasi profesi Apoteker dan pemerintah. Dengan adanya pedoman tersebut diharapkan bahwa masyarakat dapat menggunakan obat-obatan dan produk serta jasa kesehatan dengan lebih tepat sehingga tercapai tujuan terapi yang diinginkan. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 32 Pelaksanaan Good Pharmacy Practice di farmasi komunitas adalah sebagai berikut: a. Melakukan serah terima obat kepada pasien atas resep dokter dengan beberapa kriteria. b. Melakukan pemilihan obat pada pasien dalam upaya pengobatan diri sendiri (swamedikasi). c. Memonitor kembali penggunaan obat oleh pasien akan tujuan yang optimal melalui telepon atau kunjungan residensial. d. Melakukan ceramah tentang kesehatan dan obat, memberdayakan masyarakat tentang penggunaan obat yang baik dan upaya dalam pencegahan penyakit di masyarakat. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004, standar pelayanan kefarmasian di apotek meliputi peayanan resep, promosi dan edukasi, serta pelayanan residensial (home care). a. Pelayanan Resep 1) Skrining resep Apoteker melakukan skrining resep yang meliputi persyaratan administratif, kesesuaian farmasetik, dan pertimbangan klinis. Skrining terhadap persyaratan administratif meliputi nama, SIP dan alamat dokter; tanggal penulisan resep; tanda tangan/ paraf dokter penulis resep; nama, alamat, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien; nama obat, potensi, dosis dan jumlah yang minta; cara pemakaian yang jelas; dan informasi lainnya. Skrining kesesuaian farmasetik meliputi bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian. Skrining pertimbangan klinis meliputi adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan lain-lain). Jika ada keraguan terhadap resep hendaknya dikonsultasikan kepada dokter penulis resep dengan memberikan pertimbangan dan alternatif seperlunya bila perlu menggunakan persetujuan setelah pemberitahuan. 2) Penyiapan obat Penyiapan obat dimulai dengan peracikan. Peracikan merupakan kegiatan menyiapkan, menimbang, mencampur, mengemas, dan memberikan etiket pada wadah. Dalam melaksanakan peracikan obat harus dibuat suatu prosedur tetap Universitas Indonesia Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 33 dengan memperhatikan dosis, jenis, dan jumlah obat, serta penulisan etiket yang benar. Etiket harus jelas dan dapat dibaca. Obat hendaknya dikemas dengan rapi dalam kemasan yang cocok sehingga terjaga kualitasnya. Sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep. Penyerahan obat dilakukan oleh Apoteker disertai pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien dan tenaga kesehatan. Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas, dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas, serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi. Apoteker harus memberikan konseling, mengenai sediaan farmasi, pengobatan, dan perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau penggunaan salah sediaan farmasi atau perbekalan kesehatan lainnya. Untuk penderita penyakit tertentu seperti kardiovaskuler, diabetes, TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya, Apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan. Setelah penyerahan obat kepada pasien, Apoteker harus melaksanakan pemantauan penggunaan obat, terutama untuk pasien tertentu seperti kardiovaskuler, diabetes, TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya. b. Promosi dan Edukasi Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, Apoteker harus berpartisipasi secara aktif dalam promosi dan edukasi. Apoteker ikut membantu diseminasi informasi, antara lain dengan penyebaran leaflet atau brosur, poster, penyuluhan, dan lain-lainnya. c. Pelayanan Residensial (Home Care) Apoteker sebagai care giver diharapkan juga dapat melakukan pelayanan kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya. Untuk aktivitas ini Apoteker harus membuat catatan berupa catatan pengobatan (medication record). Universitas Indonesia Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 34 2.14.1 Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) di bidang kefarmasian merupakan rangkaian kegiatan interaksi positif antara Apoteker dengan pasien, keluarga pasien, atau dengan tenaga kesehatan. Tujuannya adalah untuk membangun hubungan dan kepercayaan dengan pasien, mendapatkan informasi dari pasien, memberikan instruksi pada pasien yang berkaitan dengan obat, serta untuk memberikan dukungan maupun semangat kepada pasien supaya penyakitnya cepat sembuh. Konseling dan informasi yang diberikan berupa informasi mengenai efek samping, dosis, cara penggunaan, interaksi obat, harga obat, dan lain-lain. Seorang Apoteker harus dapat menyarankan pengobatan yang rasional dan dapat memberikan alternatif pengobatan lain yang lebih aman dan efektif. Latar belakang perlunya KIE adalah sebagai berikut: a. Ketidakpatuhan pasien Berbagai macam penyebab ketidakpatuhan antara lain status ekonomi pasien maupun adanya interaksi antara pasien dengan tenaga kesehatan yang kurang baik. Ketidakpatuhan ini dapat terjadi dalam bentuk resep tidak ditebus oleh pasien, resep yang lama tidak ditebus kembali, atau dosis yang tidak efektif membuat pasien menggandakan dosis sendiri. b. Penggunaan obat yang tidak rasional Hal ini dapat berupa obat tidak tepat indikasi, tidak tepat pasien, jenis obat, dosis, rute pemberian, waktu pemberian, durasi pemberian dan obat tidak terjangkau oleh pasien. c. Penggunaan obat yang tidak benar Hal ini lebih ditekankan pada teknik penggunaan obat oleh pasien. Terdapat beberapa bentuk sediaan obat yang memerlukan teknik khusus dalam penggunaannya agar lebih efektif, antara lain obat asma yang menggunakan inhaler, suppositoria, dan obat tetes. KIE dapat memberikan manfaat, baik bagi pasien, keluarga pasien, tenaga kesehatan, maupun Apoteker. Beberapa manfaat tersebut, antara lain : 1) Bagi pasien, keluarga, atau tenaga kesehatan a) Menurunkan kesalahan dalam menggunakan obat Universitas Indonesia Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 35 b) Menurunkan ketidakpatuhan. c) Menurunkan efek samping obat. d) Menurunkan biaya pengobatan. e) Meningkatkan pemahaman tentang penyakit. f) Meningkatkan penggunaan obat yang rasional. 2) Bagi Apoteker a) Meningkatkan citra profesi. b) Meningkatkan kepuasan kerja. c) Menarik customer. 2.14.2 Pelayanan Informasi Obat (PIO) Peranan terhadap keberadaan Apoteker di apotek dalam pemberian informasi obat kepada pasien, dokter, maupun tenaga medis lainnya sangat penting. Pelaksanaan PIO di apotek bertujuan untuk tercapainya penggunaan obat yang rasional, yaitu tepat indikasi, tepat pasien, tepat regimen (dosis, cara, saat dan lama pemberian), tepat obat, dan waspada efek samping. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi cara pemakaian, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi. Dalam memberikan informasi obat, seorang Apoteker harus memiliki ciri-ciri sebagai berikut: a. Mandiri, berarti Apoteker bebas dari segala bentuk keterikatan dengan pihak lain sehingga menyebabkan informasi yang diberikan menjadi tidak objektif. b. Objektif c. Seimbang, berarti Apoteker dalam memberikan informasi harus melihat dari berbagai sudut pandang yang mungkin berlawanan. d. Ilmiah, berarti Apoteker dalam menyampaikan informasi harus berdasarkan sumber data atau referensi yang dapat dipercaya. e. Berorientasi pada pasien, berarti informasi yang disampaikan tidak hanya mencakup informasi produk, seperti ketersediaan, kesetaraan generik, melainkan juga mencakup informasi yang mempertimbangkan kondisi pasien. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 36 2.14.3 Konseling Salah satu bentuk standar pelayanan kefarmasian yang dilakukan Apoteker di apotek adalah pemberian konseling. Apoteker harus memberikan konseling mengenai sediaan farmasi, pengobatan, dan perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau pasien dapat terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau penggunaan obat yang salah. Untuk penderita penyakit tertentu seperti kardiovaskular, diabetes, TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya, Apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan. 2.14.4 Swamedikasi Swamedikasi adalah melakukan pengobatan mandiri tanpa melalui dokter ketika sedang sakit. Umumnya, swamedikasi dilakukan untuk mengatasi gangguan kesehatan ringan mulai dari batuk pilek, demam, sakit kepala, maag, masalah pada kulit, hingga iritasi ringan pada mata. Konsep modern dari swamedikasi adalah upaya pencegahan terhadap penyakit, dengan mengonsumsi vitamin dan suplemen kesehatan atau suplemen makanan untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Beberapa hal yang menjadi faktor berkembangnya swamedikasi di masyarakat adalah : a. Harga obat yang melambung tinggi dan biaya pelayanan kesehatan yang semakin mahal mendorong masyarakat berinisiatif untuk mengobati dirinya sendiri dengan obat-obatan yang tersedia di pasaran tanpa melalui konsultasi dengan dokter. Biasanya penggunaan obat yang dipilih adalah kategori obat OTC dan obat DOWA. b. Pergeseran pola pengobatan dari kuratif rehabilitatif menjadi preventif rehabilitatif. Penyebabnya adalah tingkat pengetahuan masyarakat yang semakin tinggi; penghasilan per individu yang meningkat; teknologi informasi semakin cepat, mudah, dan jelas; dan lain-lain. Untuk itu, upaya yang dilakukan adalah pencegahan terhadap kemungkinan terserang penyakit, sehingga obat-obatan yang dicari adalah obat-obat bebas dan suplemen makanan atau suplemen kesehatan. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 37 Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan saat melakukan swamedikasi, antara lain : 1) Membaca secara teliti informasi yang tertera pada kemasan atau brosur di dalam kemasan. Informasi yang diberikan meliputi komposisi zat aktif,indikasi, kontraindikasi, efek samping, interaksi obat, dosis, dan cara penggunaan. 2) Memilih obat dengan jenis kandungan zat aktif sesuai keperluan, misalnya apabila gejala penyakit hanya batuk maka obat yang dipilih hanya mengatasi batuk saja, tidak perlu obat penurun demam. 3) Penggunaan obat hanya jangka pendek (seminggu), jika gejala menetap atau memburuk maka segera konsultasikan ke dokter. 4) Memperhatikan aturan pemakaian, bagaimana cara memakainya, berapa jumlahnya, berapa kali sehari, dipakai sebelum atau sesudah makan atau menjelang tidur, serta berapa lama pemakaiannya. 5) Perlu diperhatikan masalah kontraindikasi (pada keadaan mana obat tidak boleh digunakan) dan bagaimana cara penyimpanan obat (obat disimpan dimana dan apakah sisa obat yang disimpan dapat digunakan lagi). Universitas Indonesia Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 BAB 3 TINJAUAN KHUSUS APOTEK ATRIKA 3.1 Sejarah dan Lokasi Apotek Atrika didirikan pada tanggal 21 Juli 2001 dengan nomor SIA 1387.01/KANWIL/SIA/01/0. Apotek ini merupakan apotek kerjasama dengan Pemilik Sarana Apotek (PSA) Atrika yaitu Bapak Winardi Hendrayanta. Sebagai Apoteker Pengelola Apotek (APA) Atrika adalah Bapak Dr. Harmita, Apt. Apotek Atrika terletak di Jalan Kartini Raya No. 34 Jakarta Pusat yang merupakan kawasan pemukiman penduduk. Gambar Peta Lokasi Apotek Atrika dapat dilihat pada Lampiran1. Apotek Atrika terletak di tepi jalan yang mudah dijangkau oleh kendaraan dan dilalui oleh angkutan umum serta merupakan jalan dua arah dengan badan jalan yang tidak terlalu lebar. Di sekitar apotek terdapat banyak praktek dokter umum, dokter spesialis, dan dokter hewan. Apotek Atrika buka dari hari Senin hingga Sabtu, mulai pukul 08.00 sampai 22.00 WIB, kecuali untuk hari Sabtu hanya sampai pukul 17.00 WIB, sedangkan hari Minggu dan hari libur nasional tutup. 3.2 Tata Ruang Bagian depan Apotek Atrika memiliki halaman yang dapat digunakan sebagai tempat parkir. Bangunan Apotek Atrika terbagi menjadi dua bagian, yaitu ruang depan dan ruang dalam. Ruang depan terdiri dari ruang tunggu, kasir, tempat penerimaan resep sekaligus tempat penyerahan obat, dan etalase untuk obat OTC. Ruang dalam terdiri atas ruang racik yang dikelilingi lemari untuk obat ethical, kamar mandi, dan tempat pencucian atau wastafel. Gambar denah Apotek Atrika dapat dilihat pada Lampiran 2. Penyusunan obat dilakukan berdasarkan susunan abjad dan disesuaikan berdasarkan jenis sediaannya. Sediaan yang terdapat di Apotek Atrika dibagi menjadi tiga, yaitu sediaan oral padat (tablet, kapsul), sediaan oral cair (sirup, suspensi), dan sediaan topikal (salep, krim, suppositoria, obat tetes mata, obat tetes telinga, dan sebagainya). Selain itu, juga terdapat lemari terpisah untuk 38 Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 Universitas Indonesia 39 menyimpan obat generik, obat golongan narkotika, psikotropika, dan obat yang telah mendekati waktu kadaluarsa. 3.3 Struktur Organisasi Pembentukan struktur organisasi dan pembagian tugas serta wewenang tiap jabatan dilakukan oleh APA. Seorang APA harus dapat memprediksi dan membentuk struktur organisasi apotek, disertai dengan uraian fungsi dan tugas, wewenang dan tanggung jawabnya. APA harus mengetahui kegiatan apa saja yang akan dilakukan dan tipe orang yang bagaimana yang dapat melaksanakan fungsi kegiatan tersebut sehingga apotek dapat beroperasional sesuai rencana. Struktur Organisasi Apotek Atrika dapat dilihat pada Lampiran 3. Apotek Atrika mempunyai beberapa orang karyawan dengan rincian sebagai berikut: a. Tenaga teknis farmasi, yaitu: Pemilik Sarana Apotek : 1 orang Apoteker Pengelola Apotek : 1 orang Apoteker Pendamping : 1 orang Asisten Apoteker : 2 orang Juru resep : 1 orang b. Tenaga non teknis farmasi, yaitu: 3.4 Tenaga keuangan dan kasir : 2 orang Kurir : 1 orang Tugas dan Fungsi Jabatan 3.4.1 Apoteker Pengelola Apotek (APA) Tugas dan tanggung jawab APA adalah sebagai berikut: a. Menyelenggarakan pelayanan kefarmasian yang sesuai dengan fungsinya (apotek sebagai tempat pengabdian profesi) dan memenuhi segala kebutuhan perundang-undangan di bidang perapotekan yang berlaku. b. Memimpin seluruh kegiatan manajerial apotek termasuk mengkoordinasikan dan mengawasi dinas kerja karyawan lainnya antara lain mengatur daftar Universitas Indonesia Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 40 giliran kerja, menetapkan pembagian beban kerja, dan tanggung jawab masingmasing karyawan. c. Secara aktif berusaha sesuai dengan bidang tugasnya untuk meningkatkan omset penjualan dan mengembangkan hasil usaha apotek dengan mempertimbangkan masukan dari karyawan lainnya untuk perbaikan pelayanan dan kemajuan apotek. d. Melayani permintaan obat bebas dan resep dokter, mulai dari penerimaan resep, menyiapkan obat, meracik, menulis etiket, mengemas, sampai dengan menyerahkan obat. e. Memberikan Pelayanan Informasi Obat (PIO) kepada pasien untuk mendukung penggunaan obat yang rasional. Dalam hal ini Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini. f. Melaksanakan pelayanan swamedikasi. g. Memeriksa kebenaran obat yang akan diserahkan kepada pasien meliputi bentuk sediaan obat, jumlah obat, nama obat, nomor resep, nama pasien kemudian menyerahkan obat kepada pasien dan memberikan informasi tentang penggunaan obat tersebut serta informasi tambahan lain yang diperlukan. h. Membuat salinan resep dan kuintasi bila dibutuhkan. i. Mengatur dan mengawasi pengamanan hasil penjualan tunai harian. j. Bertanggung jawab atas pengadaan obat, terutama obat-obat golongan narkotika dan psikotropika. 3.4.2 Apoteker Pendamping Tugas dan tanggung jawab Apoteker Pendamping adalah sebagai berikut: a. Melaksanakan tugas dan tanggung jawab APA ketika APA sedang tidak berada di tempat. b. Menjamin penyampaian informasi obat kepada pasien. c. Memeriksa kebenaran obat yang akan diserahkan kepada pasien meliputi bentuk sediaan obat, jumlah obat, nama obat, nama pasien, dan cara pakainya. d. Mencatat dan menghitung bon penjualan kredit untuk resep-resep kredit. e. Bertanggung jawab atas pengadaan obat. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 41 3.4.3 Asisten Apoteker Tugas dan fungsi Asisten Apoteker adalah sebagai berikut: a. Melakukan pendataan kebutuhan barang. b. Mengatur, mengontrol, dan menyusun obat pada tempat penyimpanan obat di ruang peracikan. c. Melayani permintaan obat bebas dan resep dokter, mulai dari penerimaan resep, menyiapkan obat, meracik, menulis etiket, mengemas, sampai dengan menyerahkankan obat. d. Memberi harga untuk resep-resep yang masuk dan memeriksa kelengkapan resep. e. Memeriksa kebenaran obat yang akan diserahkan kepada pasien meliputi bentuk sediaan obat, jumlah obat, nama obat, nomor resep, nama pasien kemudian menyerahkan obat kepada pasien dan memberikan informasi tentang penggunaan obat tersebut serta informasi tambahan lain yang diperlukan. f. Mencatat keluar masuk barang. g. Melakukan pengecekan terhadap obat-obat yang mempunyai kadaluarsa. h. Menyusun daftar masuknya barang dan menandatangani faktur obat yang masuk setiap harinya. i. Mencatat penerimaan uang setelah dihitung terlebih dahulu, begitu juga dengan pengeluaran yang harus dilengkapi dengan kuitansi, nota dan tanda setoran yang sudah diparaf APA atau karyawan yang ditunjuk. 3.4.4 Juru Resep Tenaga yang membantu Asisten Apoteker dalam meracik obat di apotek adalah juru resep. Tugas dan kewajiban juru resep adalah: a. Membantu tugas Apoteker dan Asisten Apoteker dalam penyediaan atau pembuatan obat jadi maupun obat racikan. b. Menyiapkan dan membersihkan alat-alat peracikan serta melaporkan hasil sediaan yang sudah jadi kepada Asisten Apoteker. c. Membuat obat-obat racikan standar di bawah pengawasan Asisten Apoteker. d. Menjaga kebersihan apotek. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 42 3.4.5 Kasir Tugas dan tanggung jawab kasir adalah sebagai berikut: a. Menerima pembayaran tunai maupun dengan kartu kredit. b. Menerima barang masuk. c. Memberi harga untuk resep-resep yang masuk. d. Melayani penjualan obat bebas dan bebas terbatas. e. Mencatat, menghitung, dan menyimpan uang hasil penjualan. f. Menyetor uang hasil penjualan ke bagian keuangan. g. Bertanggung jawab terhadap kesesuaian uang yang masuk dengan penjualan. 3.4.6 Keuangan Tugas dan kewajiban bagian keuangan adalah sebagai berikut: a. Bertanggung jawab terhadap kondisi aliran kas yang terjadi. b. Menerima uang yang disetor oleh kurir dan penjualan obat tunai, baik obat bebas dan bebas terbatas maupun penjualan obat dengan resep. c. Mengeluarkan uang yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan operasional apotek, seperti listrik dan telepon. d. Menyimpan bukti pembayaran dan pembelian barang, serta bukti pertukaran faktur dengan PBF. 3.4.7 Pesuruh Tugas dan tanggung jawab pesuruh adalah sebagai berikut: a. Menjaga kebersihan apotek. b. Menjamin kerapian apotek. c. Membantu petugas apotek lain yang memerlukan bantuan non-teknis kefarmasian. 3.4.8 Kurir Tugas dari seorang kurir adalah sebagai berikut: a. Mengantar obat dan sediaan farmasi untuk pelayanan pesan antar. b. Menjamin obat yang tepat sampai kepada pasien yang tepat. c. Menerima uang hasil pembayaran obat. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 43 3.5 Kegiatan di Apotek Atrika Tenaga kerja Apotek Atrika bekerja secara bergantian berdasarkan jam kerja yang telah dibagi menjadi dua shift, yaitu shift I pukul 08.00-16.00 dan shift II pukul 16.00-22.00. Apotek Atrika buka hari Senin sampai Jumat mulai pukul 08.00-22.00 WIB, hari Sabtu pukul 08.00-17.00, sedangkan hari Minggu dan hari libur nasional tutup. Kegiatan yang dilakukan di Apotek Atrika dikelompokkan menjadi dua bidang, yaitu kegiatan di bidang teknis kefarmasian dan kegiatan non-teknis kefarmasian. 3.5.1 Kegiatan Teknis Kefarmasian 3.5.1.1 Pengelolaan Perbekalan Farmasi a. Pengadaan Barang APA merupakan orang yang bertanggung jawab dalam pengadaan perbekalan farmasi, tetapi untuk menjaga kelancaran dan ketepatan persediaan barang, Asisten Apoteker dapat melakukan pengadaan barang untuk keperluan mendesak yang dilakukan pada pagi hari dengan surat pesanan sementara yang diparaf oleh Asisten Apoteker. Pengadaan barang di Apotek Atrika, baik jenis maupun jumlah barang disesuaikan dengan kondisi keuangan dan kategori arus barang fast moving atau slow moving. Pengadaan juga didasarkan pada obat-obat yang banyak diresepkan oleh dokter yang praktek di sekitar apotek. Pengadaan barang bisa dilakukan dengan cara konsinyasi, COD (cash order delivery), atau kredit. Konsinyasi adalah penitipan barang dari distributor kepada apotek, di mana apotek bertindak sebagai agen komisioner yang menerima komisi bila barang terjual, bila tidak terjual barang tersebut dapat dikembalikan. Biasanya konsinyasi dilakukan untuk obat-obat baru yang belum dijual di apotek, di mana sedang dalam masa promosi, sementara pembayaran dilakukan hanya terhadap barang yang telah terjual. COD adalah pembelian barang di mana pembayaran dilakukan secara langsung pada saat barang datang, sedangkan pembayaran yang dilakukan secara kredit dilakukan setelah jatuh tempo. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 44 b. Pemesanan Barang Berdasarkan buku defekta, pemesanan dilakukan kepada PBF dan menggunakan surat pesanan langsung kepada salesman atau melalui telepon. Contoh surat pesanan (SP) Apotek Atrika terdapat pada lampiran 4. c. Penerimaan Barang Asisten Apoteker memeriksa barang yang diterima berdasarkan surat pesanan dan faktur, baik kuantitas maupun kualitas (tanggal kadaluarsa, keadaan fisik barang, kode produksi/bets dan lain-lain). Apabila barang yang diterima sesuai dengan surat pesanan, maka petugas selanjutnya menandatangani dan memberi stempel apotek pada faktur. Selanjutnya, faktur asli diserahkan kembali ke PBF dan salinan faktur disimpan di apotek sebanyak dua lembar. Pembelian dicatat dalam buku pembelian yang berisi tanggal pembelian, nama PBF, no. faktur, nama dan jumlah barang yang diterima, tanggal kadaluarsa, harga satuan, potongan harga, dan harga total. Jumlah barang yang diterima kemudian ditambahkan ke dalam kartu stok besar dan kartu stok kecil. Bila terjadi perubahan harga barang maka perubahan harga dicatat di buku perubahan harga kemudian juga di buku daftar harga barang dan komputer kasir. d. Penyimpanan Barang Apotek Atrika melakukan penyimpanan barang berdasarkan bentuk sediaan obat dan menurut abjad, baik untuk obat ethical, maupun untuk obat OTC. Obat disusun berdasarkan sistem FIFO (First In First Out) dan FEFO (First Expired First Out), di mana obat yang memiliki tanggal kadaluarsa terlebih dahulu diletakkan di bagian yang paling depan dan/ atau paling atas, agar keluar terlebih dahulu. Selain itu, terdapat juga lemari khusus untuk menyimpan barangbarang yang mendekati waktu kadaluarsa. Penyimpanan narkotika dilakukan di lemari khusus yang menempel di dinding dan kunci lemari tersebut disimpan oleh Apoteker Pendamping. e. Pengeluaran Barang Universitas Indonesia Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 45 Apotek Atrika melakukan pengeluaran barang dengan sistem FEFO (First Expired First Out), yaitu barang yang memiliki batas kadaluarsa lebih awal dikeluarkan terlebih dahulu. Barang yang keluar dari penjualan bebas dicatat pada buku penjualan barang bebas (OTC), sedangkan barang yang keluar dari penjualan resep dicatat pada buku resep. f. Pemeriksaan dan Pencatatan Stok Barang Kegiatan ini dilakukan setiap hari berdasarkan buku penjualan dan buku resep. Jumlah barang yang ada dicocokkan dengan jumlah yang tertera pada kartu stok kecil. Barang yang habis dicatat pada buku defekta untuk dilakukan pemesanan. g. Pembuatan Sediaan Standar (Anmaak) Obat-obat yang dibuat oleh apotek berdasarkan resep-resep standar dalam buku resmi untuk dijual bebas ataupun berdasarkan resep dokter disebut dengan sediaan standar. Beberapa sediaan standar yang dibuat di Apotek Atrika adalah minyak kayu putih, minyak telon, lisol, obat batuk putih, obat batuk hitam, obat biang keringat, rivanol, salicyl spiritus, dan bedak salisilat. Sediaan standar ini ditempatkan di rak obat bebas dan disusun berdasarkan abjad. 3.5.1.2 Pengelolaan Narkotika a. Pengadaan Narkotika Kegiatan ini telah dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Penerimaan narkotika dilakukan oleh Apoteker Pendamping atau Asisten Apoteker yang memiliki SIK dan bukti penerimaannya diterima dan disimpan oleh Apoteker Pengelola Apotek. Pengadaaan Narkotika dilakukan dengan menggunakan Surat Pesan Narkotika. Contoh Surat Pesan Narkotika terdapat pada Lampiran 5. b. Penyimpanan Narkotika Narkotika disimpan di dalam lemari khusus yang menempel di dinding dan kuncinya dipegang oleh Apoteker Pendamping. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 46 c. Pelayanan Narkotika Pelayanan resep yang mengandung narkotika telah dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku. Setiap pengeluaran narkotika harus dicatat di kartu stok dan diperiksa kesesuaian jumlahnya. Narkotika pada resep digaris bawah merah, dan resepnya disimpan terpisah dari resep lain. d. Pelaporan Narkotika Laporan penggunaan narkotika dibuat setiap bulan dan dikirim ke Suku Dinas Kesehatan Jakarta Pusat, paling lambat tanggal 10 setiap bulannya dengan tembusan kepada Balai Besar POM dan untuk arsip. Contoh laporan penggunaan narkotika terdapat pada lampiran 6. 3.5.1.3 Pengelolaan Psikotropika a. Pengadaan Psikotropika Pemesanan psikotropika dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pemesanan psikotropika dilakukan dengan menggunakan surat khusus pesanan psikotropika. Surat pesanan psikotropika terdapat pada lampiran 7. b. Penyimpanan Psikotropika Di Apotek Atrika, psikotropika disimpan dalam lemari khusus dan kunci lemari dipegang oleh Apoteker Pendamping. c. Pelayanan Psikotropika Pelayanan resep prikotropika diserahkan atas dasar resep dokter dan salinan resep. Resep yang mengandung psikotropika disimpan terpisah dari resep lain. d. Pelaporan Psikotropika Laporan penggunaan psikotropika dibuat setiap bulan dan dikirimkan ke Suku Dinas Kesehatan Jakarta Pusat paling lambat setiap tanggal 10 setiap Universitas Indonesia Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 47 bulannya dengan tembusan kepada balai Besar POM dan untuk arsip. Contoh laporan penggunaan psikotropika terdapat pada lampiran 8. 3.5.1.4 Pelayanan Apotek a. Pelayanan Obat dengan Resep Proses pelayanan obat dengan resep di Apotek Atrika dilakukan sesuai dengan prinsip HTKP (Harga, Timbang, Kemas, Penyerahan). Asisten Apoteker menerima resep dari pasien, kemudian dilakukan skrining resep dan diberi harga pada huruf H dari HTKP berdasarkan harga yang terdapat pada komputer kasir. Setelah itu, pada huruf H tersebut diberi paraf. Apabila resep berasal dari dokter untuk dipakai sendiri atau pada keadaan tertentu lainnya, harga yang telah dihitung kemudian dikurangi diskon sejumlah yang ditentukan. Pasien membayar harga obat yang disetujui di kasir dan kasir mencatat alamat dan nomor telepon pasien. Resep kemudian dibawa ke bagian peracikan untuk dikerjakan oleh Asisten Apoteker dan juru resep. Setelah semua bahan dalam resep ditimbang, maka huruf T pada HTKP diberi paraf. Resep yang telah selesai dikerjakan dan diberi etiket diperiksa oleh Apoteker atau Asisten Apoteker, kemudian huruf K dari HTKP diberi paraf. Resep yang telah diperiksa kemudian diserahkan kepada pasien. Apoteker atau Asisten Apoteker yang menyerahkan obat menyampaikan informasi yang berkaitan dengan obat tersebut memberikan paraf pada huruf P pada HTKP. Resep yang telah selesai dikumpulkan berdasarkan nomor urut resep per hari dan dicatat dalam buku resep. Pelayanan resep secara tunai sama dengan pelayanan resep secara kredit, tetapi untuk pelayanan resep secara kredit, kuitansi pembayarannya tidak diserahkan ke pasien tetapi disimpan untuk dilakukan penagihan pada awal bulan berikutnya. Alur penanganan resep terdapat pada lampiran 9. b. Pelayanan Obat Tanpa Resep Apotek Atrika melakukan penjualan obat tanpa menggunakan resep dokter (obat bebas, obat bebas terbatas, dan obat wajib apotek) dan penjualan sediaan Universitas Indonesia Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 48 lain di luar obat-obatan. Pembayarannya dilakukan di kasir secara tunai kemudian barang dan struk pembayaran diserahkan kepada pembeli. 3.5.2 Kegiatan Non-Teknis Kefarmasian 3.5.2.1 Kegiatan Administrasi a. Administrasi Personalia Apotek Atrika melakukan administrasi personalia yang berkaitan dengan semua hal mengenai urusan pegawai yang meliputi absensi, gaji, hak cuti, dan fasilitas lain yang berhubungan dengan pegawai. b. Administrasi Umum Apotek Atrika melakukan administrasi umum yang meliputi laporan penggunaan bahan baku dan sediaan jadi narkotika, laporan penggunaan psikotropika dan segala hal yang berhubungan dengan urusan administrasi. c. Administrasi Penjualan Apotek Atrika melakukan kegiatan administrasi penjualan dengan melakukan pencatatan terhadap semua penjualan resep dan penjualan bebas secara tunai. Pengaturan juga dilakukan terhadap harga jual yang dimasukkan ke dalam buku daftar harga jual yang dijadikan sebagai acuan. Apabila terdapat perubahan harga, maka harga yang tertera pada buku harga jual akan diubah. d. Administrasi Pembelian Apotek Atrika melakukan kegiatan administrasi pembelian dengan melakukan pencatatan terhadap semua pembelian di buku pembelian dan pengumpulan faktur-faktur berdasarkan debitur. Tanggal tukar faktur yang ditentukan oleh Apotek Atrika adalah setiap tanggal 5 dan 15, sedangkan tanggal pembayaran akan ditentukan pada tanggal tukar faktur. e. Administrasi Pajak Apotek Atrika melakukan administrasi pajak dengan melakukan pencatatan dan pengumpulan faktur pajak serta menghitung jumlah pajak yang Universitas Indonesia Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 49 harus dibayarkan oleh apotek. Kegiatan administrasi pajak juga menangani pajak lain yang harus dibayarkan oleh apotek, seperti pajak reklame. f. Administrasi Pergudangan Apotek Atrika melakukan administrasi pergudangan dengan melakukan pencatatan pemasukan dan pengeluaran obat menggunakan kartu stok yang tersedia untuk setiap obat sehingga dapat diketahui sisa persediaan. g. Administrasi Piutang Pengumpulan kuitansi piutang dilakukan terhadap penjualan kredit kepada suatu badan sosial dan melakukan pencatatan apabila telah dilunasi. 3.5.2.2 Sistem Administrasi Apotek Atrika memiliki sistem administrasi yang dikelola dengan baik, dimulai dari perencanaan, pengadaan, pengelolaan, dan pelaporan barang yang masuk dan keluar, pengelolaan ini dilakukan oleh Apoteker dan Asisten Apoteker yang dibantu oleh karyawan administrasi. Kelengkapan administrasi di Apotek Atrika meliputi: a. Buku Defekta Buku ini digunakan untuk mencatat daftar nama obat atau sediaan yang telah habis atau hampir habis sehingga harus segera dipesan agar dapat memenuhi kebutuhan di apotek. Dengan adanya buku ini, proses pemesanan menjadi lebih cepat sehingga tersedianya barang di apotek dapat terkontrol dan terjamin dengan baik. b. Surat Pesanan (SP) Surat ini digunakan untuk melakukan pemesanan barang ke PBF. Terdiri dari 2 lembar, di mana 1 lembar pertama untuk diberikan kepada PBF dan lembar terakhir untuk keperluan arsip di apotek. Dalam surat pesanan terdapat tanggal pemesanan, nama PBF yang ditunjuk, nomor dan nama barang, jumlah pesanan, tanda tangan pemesanan, dan stempel apotek. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 50 c. Buku Faktur Berfungsi sebagai buku penerimaan barang, dalam buku ini tercantum tanggal, nomor urut faktur, nama PBF, nomor faktur, jumlah barang, nama barang, tanggal kadaluarsa, harga satuan, diskon, harga setelah potongan, dan jumlah harga seluruh barang. Buku penerimaan barang depan dan barang dalam dipisahkan. d. Buku Perubahan Harga Buku ini berfungsi untuk mencatat perubahan harga barang. Jika ada perubahan harga barang, maka harga terkini barang tersebut dicatat di buku perubahan harga, kemudian dilakukan perubahan harga barang pada buku daftar harga, komputer kasir, dan juga dilakukan pemberitahuan pada Apotek Atrika cabang. e. Buku Daftar Harga Buku ini berfungsi untuk mencatat harga barang untuk penjualan bebas dan untuk penjualan resep. Pada buku ini tercantum nama obat dengan merek dagang, generik, maupun bahan baku. Penyusunan nama obat berdasarkan abjad dan dipisahkan antara obat dengan nama dagang dan generik. f. Kartu Stok Besar Kartu ini berfungsi untuk mencatat barang-barang yang masuk atau baru dibeli. Kartu stok besar memuat tanggal penerimaan barang, jumlah barang, nama PBF, nomor faktur, harga satuan, diskon, nomor batch, dan tanggal kadaluarsa. Contoh kartu stok besar terdapat pada lampiran 10. g. Kartu Stok Kecil Kartu ini berfungsi untuk mencatat jumlah barang yang keluar dan masuk serta sisa stok barang di lemari. Kartu stok kecil memuat tanggal keluar/ masuk barang, keterangan (nomor resep/penjualan untuk pengeluaran barang, tanggal kadaluarsa untuk pemasukan barang), jumlah yang masuk, jumlah yang keluar, Universitas Indonesia Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 51 dan sisa stok barang pada lemari. Contoh kartu stok kecil terdapat pada lampiran 11. h. Buku Pemasukan Barang Dalam Buku ini berfungsi untuk mencatat pemasukan obat-obat ethical. Di dalam buku ini tercantum nama barang, jumlah barang dalam satuan terkecil, dan tanggal kadaluarsa. i. Buku Pemasukan Barang Luar Buku ini berfungsi untuk mencatat pemasukan obat-obat OTC. j. Buku Resep Buku ini berfungsi untuk mencatat pengeluaran obat berdasarkan resep. Buku ini memuat tanggal dibuatnya resep, nomor resep, nama obat, jumlah obat serta bentuk dan jumlah sediaan yang dibuat. k. Buku Penjualan Obat Bebas Buku ini berfungsi untuk mencatat pengeluaran obat-obat bebas yang memuat tanggal penjualan, nama obat, jumlah, dan harga obat. l. Buku Pembelian dan Penggunaan Narkotika dan Psikotropika Buku ini bertujuan untuk mencatat pemasukan dan pengeluaran golongan narkotika dan psikotropika, yang mencantumkan nama obat, bulan, persediaan awal, penambahan jumlah yang meliputi tanggal pembelian, jumlah, nama PBF, pengurangan, dan sisa serta keterangan lain jika ada. m. Buku Pengiriman Barang ke Cabang Buku ini berfungsi untuk mencatat barang-barang yang dikirimkan ke Apotek Atrika cabang. Terdapat buku berbeda untuk setiap cabang. Buku ini memuat nama barang, jumlah barang, dan tanggal kadaluarsa. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 BAB 4 PEMBAHASAN Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2009, apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh Apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker. Apotek juga merupakan sarana yang digunakan untuk melakukan Pekerjaan Kefarmasian meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluranan obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. Apotek Atrika yang terletak di Jalan Kartini Raya nomor 34, Jakarta Pusat dengan nomor nomor SIA 1387.01/KANWIL/SIA/01/0 merupakan sebuah apotek kerja sama antara Bapak Winardi Hendrayanta sebagai pemilik sarana apotek (PSA) dengan Dr. Harmita, Apt., sebagai apoteker pengelola apotek (APA), Apotek Atrika telah beroperasi selama hampir 9 tahun, terhitung sejak didirikan pada 21 Juli 2001. Apotek Atrika terletak pada lokasi yang cukup strategis, yaitu berada di sekitar pemukiman dan perumahan penduduk yang cukup padat, serta dekat dengan beberapa praktek dokter, yaitu dokter umum, dokter gigi, dokter spesialis (spesialis anak dan spesialis kulit dan kelamin), dan dokter hewan. Apotek ini juga terletak di jalan dua arah dengan lebar badan jalan yang tidak terlalu besar serta cukup ramai dilalui kendaraan, termasuk kendaraan umum, sehingga mudah untuk dicapai. Lokasi yang strategis juga didukung dengan keberadaan sarana kesehatan lain di sekitar apotek, seperti puskesmas dan rumah sakit, serta keberadaan apotek pesaing yang cukup jauh letaknya. Keberadaan Apotek Atrika cukup mudah dilihat dengan adanya papan nama apotek berwarna kuning dengan tulisan “Apotik” berwarna merah. Dari segi bangunan dan fasilitas, Apotek Atrika memiliki ukuran bangunan sekitar 7×7,2 meter persegi yang dibagi menjadi dua ruangan, yaitu ruang depan dan ruang dalam. Ruang depan apotek digunakan sebagai tempat untuk penerimaan resep, penyerahan obat, kasir, dan ruang tunggu. Peralatan apotek, seperti timbangan, mortir dan alu, gelas ukur, dan buku-buku referensi 52 Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 Universitas Indonesia 53 tertata dengan rapi pada tempatnya. Obat-obat juga tersusun dengan rapi dalam lemari sehingga terlindung dari debu, kelembapan, dan cahaya yang berlebihan, serta diletakkan pada kondisi ruangan dan temperatur yang sesuai. Dalam ruangan penyimpanan baik untuk obat ethical maupun OTC terdapat 1 buah AC yang diset suhunya pada 22oC. Meja racik terletak pada bagian tengah di antara lemari obat dimana tata letak seperti itu dapat mempermudah pekerjaan peracikan obat. Meja kerja diletakkan di sudut ruangan agar tidak mengganggu pekerjaan meracik obat. Proses pengadaan barang di Apotek Atrika dilakukan melalui pembelian secara kredit dengan memperhatikan arus barang (fast moving atau slow moving) dan arus uang. Pemesanan obat dilakukan setiap hari, baik melalui telefon maupun melalui medical representative yang datang ke apotek. Administrasi pembelian dalam hal pembayaran terhadap sediaan atau perbekalan farmasi yang dipesan dari Pedagang Besar Farmasi (PBF) juga sudah terencana dan terlaksana dengan baik. Pembayaran diatur pada tanggal tukar faktur yaitu pada tanggal 5 dan 15 setiap bulannya sehingga apotek tidak harus membayar setiap hari dan tidak terbebani dengan tanggal pembayaran yang tidak teratur. Barang pesanan selalu diantar dalam jangka waktu tidak lebih dari 1 hari (24 jam), sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati dengan pihak PBF. Ketika obat pesanan diantar ke apotek, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan apakah faktur dan barang pesanan (jenis dan jumlah barang) telah sesuai dengan surat pesanan barang. Jika sesuai, maka akan ditandatangani dan diberi cap Apotek oleh Apoteker/Asisten Apoteker. Obat pesanan yang sudah diterima kemudian diperiksa nomor bets dan tanggal kadaluarsanya, lalu dicatat pada faktur untuk menghindari kemungkinan diterimanya obat yang sudah kadaluarsa atau mendekati kadaluarsa. Pemesanan narkotik dan psikotropik memiliki prosedural yang berbeda. Untuk pemesanan narkotik dilakukan dengan SP (Surat Pemesanan) khusus yaitu SP model N. 9. Di mana untuk satu SP untuk satu jenis narkotik yang dipesan. Pemesanan dilakukan secara langsung, ke PBF yang telah ditunjuk oleh pemerintah yaitu Kimia Farma, dan pembayaran atas pesanan narkotik dilakukan secara COD (Cash On Delivery). Untuk psikotropik pemesanan juga dilakukan secara langsung namun menggunakan SP yang berbeda, di mana untuk satu SP Universitas Indonesia Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 54 dapat digunakan untuk memesan lebih dari satu jenis psikotropik. Pembayaran obat psikotropik juga dapat dilakukan secara kredit kepada PBF. Penyimpanan obat diletakkan dalam lemari kaca sehingga memudahkan proses pengambilan obat ketika diperlukan. Obat-obat Over the Counter (OTC) diletakkan pada lemari penyimpanan di ruang depan, sedangkan obat-obat ethical diletakkan pada lemari penyimpanan di ruang dalam. Penyimpanan obat disusun secara abjad dan berdasarkan jenis sediaan, baik pada lemari obat ethical maupun OTC. Masing-masing kelompok sediaan disusun berdasarkan abjad dari bagian atas lemari hingga ke bagian bawah lemari secara zig-zag sehingga memudahkan pencarian. Pada lemari OTC, dilakukan pemisahan berdasarkan jenis sediaan yaitu padat, cair, dan setengah padat. Di ruang depan apotek terdapat 3 buah etalase untuk menyimpan OTC sediaan padat, 1 buah lemari untuk menyimpan OTC sediaan cair, dan 1 buah lemari untuk menyimpan OTC sediaan obat luar. Pada lemari obat ethical di bagian dalam, dilakukan pemisahan berdasarkan jenis sediaan yaitu padat, cair, dan setengah padat serta dilakukan pula pemisahan antara obat generik dengan obat paten dan untuk penyimpanan obat sediaan padat terdapat 4 buah lemari, dimana 3 buah lemari digunakan untuk menyimpan obat paten dan 1 buah lemari digunakan untuk menyimpan obat generik. Untuk penyimpanan obat sediaan cair terdapat 1 buah lemari. Untuk penyimpanan sediaan setengah padat terdapat 1 buah lemari. Pemisahan ini berguna untuk memudahkan dalam pengambilan barang dan meminimalkan risiko tertukarnya barang. Beberapa obat yang sering digunakan dalam obat racikan, seperti teofilin dan CTM, juga memiliki tempat khusus di meja racik sehingga dapat mempermudah pekerjaan meracik obat. Untuk obat-obat ethical yang memiliki kecenderungan fast moving seperti Interdoxin® diletakkan di tempat terpisah. Obat golongan narkotika dan psikotropika disusun berdasarkan abjad dan disimpan sesuai dengan peraturan yang berlaku, yakni dalam lemari khusus berkunci yang terpisah dari lemari obat ethical lain, dan letaknya tersembunyi dari penglihatan umum. Kunci lemari narkotik dan psikotropik dipegang oleh penanggung jawab apotek. harus diperhatikan untuk obat golongan narkotika dan psikotropika penyimpanan dan penggunaannya untuk menghindari risiko kehilangan atau penyalahgunaan obat. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 55 Obat yang akan kadaluarsa (dalam waktu tiga hingga enam bulan ke depan) diletakkan di tempat terpisah, dikelompokkan sesuai bulan kadaluarsa, dan dilakukan pencatatan pada buku khusus “obat yang akan expired”. Obat-obat tersebut akan didahulukan untuk dijual atau dipersiapkan untuk dikembalikan kepada PBF. Pada lemari obat dari obat yang akan kadaluarsa diberi catatan untuk mengingatkan agar jika terdapat permintaan terhadap obat tersebut maka obat yang akan kadaluarsa diserahkan terlebih dahulu. Perjualan obat dengan tanggal kaduluarsa yang dekat, harus mempertimbangkan penyakit yang diderita oleh pasien apakah penyakit yang derita berat atau ringan. Bila pasien menderita penyakit berat (kronis) maka obat yang diberikan bukan obat dengan tanggal kaduluarsa yang dekat. Jika obat dengan tanggal kaduluarsa yang dekat sudah terjual atau dikembalikan pada PBF, maka statusnya akan dicatat pada buku khusus “obat yang akan expired”. Jika obat-obat tersebut tidak terjual atau tidak dapat dikembalikan ke PBF hingga batas kadaluarsanya, maka obat-obat tersebut akan dimusnahkan. Penjualan atau pengeluaran barang atau obat di Apotek Atrika dilakukan dengan menggunakan sistem FEFO (First Expired First Out). Hal ini dilakukan dengan menyusun barang dengan tanggal kadaluarsa yang lebih jauh pada bagian dalam atau bagian bawah tumpukan obat sehingga obat-obat dengan tanggal kadaluarsa yang lebih dekat akan terjual lebih dahulu. Pengeluaran obat pada Apotek Atrika dapat terjadi karena pembelian, baik pembelian dengan resep maupun pembelian untuk swamedikasi, dan pengiriman ke cabang Apotek Atrika sesuai permintaan. Setiap pengeluaran barang atau obat, baik karena pembelian maupun karena pengiriman, dicatat pada kartu stok dan buku yang sesuai dengan jenis pengeluaran, yaitu buku catatan resep, buku penjualan bebas, dan buku pengiriman. Untuk pengiriminan barang ke cabang Apotek Atrika sejak tanggal 1 Maret 2012 ditulis di buku nota sebagai faktur pengiriman yang berisi informasi mengenai jumlah, jenis, expired date, dan batch number barang yang dikirim. Contoh faktur pengiriman barang ke cabang Apotek Atrika terdapat pada lampiran 12. Pengelolaan resep di Apotek Atrika sudah dilakukan dengan baik. Semua resep yang sudah diterima, disimpan per hari berdasarkan nomor urut resep. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 56 Setiap pengeluaran obat-obat yang diresepkan, dilakukan pencatatan informasi mengenai tanggal pembuatan resep, nomor resep, nama obat, dan jumlah obat yang diberikan dalam buku catatan resep. Resep-resep tersebut akan disimpan selama 3 tahun. Selain pengelolaan obat ethical dan obat OTC, Apotek Atrika juga melakukan pengelolaan terhadap obat-obat golongan narkotika dan psikotropika. Pemesanan obat-obat golongan narkotika dan psikotropika dilakukan dengan menggunakan surat pesanan khusus, diisi dan ditandatangani oleh APA. Penerimaan obat golongan narkotika dan psikotropika juga dilakukan oleh APA, Apoteker Pendamping, atau Asisten Apoteker. Pembayaran obat golongan narkotika berbeda dengan obat ethical, dimana dilakukan pembayaran tunai pada saat obat datang. Obat-obat golongan narkotika dan psikotropika disimpan dalam lemari tersendiri yang terpisah dari lemari penyimpanan obat lainnya. Lemari penyimpanan narkotika dan psikotropika menempel pada dinding dan tidak dapat dipindah-pindahkan. Obat golongan narkotika hanya dapat diberikan kepada pasien yang membawa resep asli dari dokter. Resep yang mengandung narkotika tidak boleh diulang dan jika tidak ditebus semua, maka sisa obat yang belum diambil hanya bisa dibeli pada apotek yang sama (apotek asal yang menyimpan resep aslinya). Jika resep yang diterima mengandung narkotika, maka pada resep diberi garis merah dan disimpan terpisah dari resep obat non narkotika. Untuk obat golongan psikotropika dapat diberikan berdasarkan resep asli dari dokter atau salinan resep. Resep yang mengandung psikotropika dapat diulang jika perlu. Selanjutnya, setiap pengeluaran obat-obat ini (golongan narkotika dan psikotropika) dicatat pada buku pengeluaran khusus narkotika dan psikotropika dan pada kartu stok masing-masing. Kartu stok narkotika dan psikotropika tidak disimpan bersama kartu stok lainnya melainkan di dalam lemari penyimpanan narkotika dan psikotropika. Apotek Atrika melakukan pelaporan penggunaan obat golongan narkotika dan psikotropika kepada Suku Dinas Kesehatan Kotamadya Jakarta Pusat setiap periode, yakni setiap bulan untuk obat golongan narkotika dan setiap tiga bulan sekali untuk obat golongan psikotropika. Pelaporan narkotika dan psikotropika Universitas Indonesia Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 57 dilakukan sebelum tanggal 10. Untuk obat-obat golongan narkotika dan psikotropika yang rusak dan sudah kadaluarsa, harus dilakukan pemusnahan dengan disaksikan oleh APA, Asisten Apoteker dan petugas dinas kesehatan dan dibuat berita acara pemusnahannya. Resep-resep yang telah disimpan selama 3 tahun, setelah 3 tahun dilakukan pemusnahan resep dengan membuat berita acara yang selanjutnya dilaporkan kepada Suku Dinas Kesehatan Kotamadya Jakarta Pusat. (Lampiran 13). Pelayanan resep pada Apotek Atrika, mulai dari penerimaan resep, pemberian harga, penimbangan, pengemasan, hingga penyerahan obat, dilakukan berdasarkan HTKP (Harga, Timbang, Kemas, dan Penyerahan) sehingga mempermudah pengawasan terhadap pelaksanaan tugas setiap bagian dan menelusuri kesalahan pada pelayanan resep. Pada awalnya, resep yang akan ditebus akan diberi kertas kecil berisi tabel HTKP disertai kolom paraf. Pada kertas HTKP, setiap orang yang melakukan salah satu fungsi HTKP harus menandatangani pada huruf yang ia lakukan fungsinya. Pemberian etiket selalu dilakukan dengan baik dan benar sesuai dengan peraturan. Contoh etiket terdapat pada lampiran 14. Penulisan salinan resep dilakukan untuk resep dengan tanda itter dan tidak dilakukan untuk resep yang mengandung narkotika. Contoh salinan resep terdapat pada lampiran 15. Pemberian kuitansi sebagai bukti pembelian barang dilakukan jika pasien meminta saja. Kuitansi apotek atrika terdapat pada lampiran 16. Untuk mempermudah penelusuran resep, dilakukan pemisahan antara resep yang mengandung narkotika dengan resep golongan non narkotika, berdasarkan warna kertas HTKP. Untuk resep yang mengandung narkotika, berwarna kuning, sedangkan untuk resep golongan non narkotika, berwarna putih. Proses administrasi dalam hal pencatatan obat juga telah dilakukan secara terkomputerisasi. Sistem ini menggunakan program khusus yang meliputi pencatatan pembelian, persediaan, dan penjualan beserta keterangan dari barang tersebut. Sistem ini berguna dalam mengintegrasikan informasi mengenai arus barang apotek, termasuk dalam hal pengeluaran barang. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5. 1. Kesimpulan Apoteker memiliki fungsi dan peranan yang penting di apotek. Apoteker di Apotek Atrika berperan sebagai professional, retailer, dan manajer. Sebagai professional, apoteker di apotek atrika dapat menjamin mutu dan rasionalitas pengobatan pasien. Sebagai retailer, apoteker di Apotek Atrika dapat memuaskan pelayanan kepada pelanggan sehingga dapat meningkatkan omset apotek. Sedangkan sebagai manajer, apoteker di Apotek Atrika dapat mengelola sistem manajerial apotek dengan baik untuk kelangsungan apoteknya. Apotek Atrika telah menunjukkan sistem pengelolaan apotek yang baik, meliputi manajemen dan administrasi di apotek secara keseluruhan yaitu cara pengadaan, penyimpanan, pendistribusian atau pengeluaran barang, termasuk sistem pelayanannya kepada masyarakat, serta pelaksanaan pengelolaan dan pengawasan keuangan dan administrasi. Selain itu, swamedikasi dilakukan dengan baik dan benar oleh apoteker. 5. 2. Saran Sistem administrasi yang ada di Apotek Atrika sebaiknya menggunakan sistem komputerisasi untuk meningkatkan sistem pelayanan delivery order sehingga proses menjadi cepat, efektif dan efisien. Pelayanan KIE (komunikasi, informasi, dan edukasi) kepada para pelanggannya perlu ditingkatkan sebagai wujud peran apoteker dalam menjalankan keprofesiannya sehingga keberhasilan terapi dapat tercapai. Untuk meningkatkan kenyamanan konsumen saat menunggu proses pelayanan, maka perlu dilakukan peningkatan fasilitas di ruang depan Apotek Atrika seperti majalah, koran atau televisi. Pelatihan untuk karyawan perlu dilakukan untuk meningkatkan keprofesioanlan karyawan dalam melakukan pelayanan terhadap masyarakat. 58 Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 Universitas Indonesia DAFTAR ACUAN Kementerian Kesehatan. (1978). Peraturan Menteri Kesehatan No. 28/Menkes/Per/I/1978 Tentang Tata Cara Penyimpanan Narkotika. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan. (1990). Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 347/MenKes/SK/VII/1990 Tentang Obat Wajib Apotek. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan. (1990). Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 347/MenKes/SK/VII/1990 Tentang Obat Wajib Apotek. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan. (1993). Peraturan Menteri Kesehatan No. 919/MENKES/PER/X/1993 Tentang Kriteria Obat yang Dapat Diserahkan Tanpa Resep. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan. (1993). Peraturan Menteri Kesehatan No. 922/MENKES/PER/X/1993 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Ijin Apotik. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan. (2002). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 1332/MENKES/SK/X/2002 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor. 922/MENKES/PER/X/1993 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotik. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 Tentang Standard Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan. (2006). Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Bebas Terbatas. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan. (2011). Peraturan Menteri Kesehatan No. 889/MENKES/PER/V/2011 Tentang Registrasi, Izin Praktek, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia. (1980). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1980 Tentang Perubahan dan Tambahan Atas Peraturan Pemerintah RI Nomor 26 Tahun 1965 Tentang Apotek. Jakarta. 59 Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 Universitas Indonesia 60 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia. (2009). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta. Quick, J. (1997). Managing Drug Supply, The selection, Procurement, Distribution, and Use of Pharmaceuticals, 2nd ed Revised and Expanded. Kumarian Pers. Seto, S., Yunita, N., & T, L. (2004). Manajemen Farmasi. Jakarta : Airlangga University Pers. Umar, M. (2011). Manajemen Apotek Praktis. Jakarta : Wira Putra Kencana Undang-Undang Republik Indonesia. (1997). Undang-Undang Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika. Jakarta. Republik Undang-Undang Republik Indonesia. (2009a). Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Jakarta. Undang-Undang Republik Indonesia. (2009b). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Jakarta. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 61 Lampiran 1. Peta lokasi Apotek Atrika [Sumber: Holtrof, 2003, “telah diolah kembali”] Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 62 Lampiran 2. Denah ruangan Apotek Atrika Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 63 Lampiran 3. Struktur organisasi Apotek Atrika Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 64 Lampiran 4. Surat Pesanan (SP) Apotek Atrika Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 65 Lampiran 5. Surat Pesanan (SP) narkotika Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 66 Lampiran 6. Laporan penggunaan narkotika LAPORAN PENGGUNAAN NARKOTIKA Nama Apotek Alamat dan Telepon : Atrika Form : : Jalan Kartini Raya No. 34 A Jakarta Pusat Lembar :1 6394153, 6260276 Bulan : Tahun : PEMASUKAN Nama Satuan Codein Pulveres Codein 10 mg Pulveres Tablet Codein 15 mg Tablet Codein 20 mg Codipront Caps Codipront Exp. Caps Codipront-C Exp. Caps Codipront Syrup Codipront-C Exp. Syr Tablet Kapsul Kapsul Saldo Awal Dari Jumlah Kapsul Sirup Sirup Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 PENGGUNAAN Untuk Jumlah Saldo Akhir 67 Lampiran 7. Surat Pesanan (SP) psikotropika Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 68 Lampiran 8. Laporan penggunaan psikotropika LAPORAN PENGGUNAAN PSIKOTROPIKA Nama Apotek :Atrika Form : Alamat dan Telepon : Jalan Kartini Raya No. 34 A Jakarta Pusat Lembar :1 6394153, 6260276 Bulan : Nama Tahun Satuan Saldo Awal : PEMASUKAN Dari Alganax 0,25 mg Alganax 0,5 mg Alganax 1 mg Analsik Apisate Ativan 0,5 mg Ativan 1 mg Ativan 2 mg Bellaphen Braxidin Cetabrium 10 mg Cetalgin Danalgin Diazepam 2 mg Dumolid 5 mg Esilgan 1 mg Esilgan 2 mg Frisium 10 mg Librax mentalium 5 mg Neoropyron Phenobarbital 30 mg Phenobarbital 50 mg Spasmium 5 mg Stesolid 2 mg Stesolid 5 mg Valisanbe 5 mg Xanax 0,25 mg tab Xanax 0,5 mg tab Xanax 1 mg tab Jumlah PENGGUNAAN Untuk Tablet Tablet Tablet Tablet Tablet Tablet Tablet Tablet Tablet Tablet Tablet Tablet Tablet Tablet Tablet Tablet Tablet Tablet Tablet Tablet Tablet Tablet Tablet Tablet Tablet Tablet Tablet Tablet Tablet Tablet Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 Jumlah Saldo Akhir 69 Lampiran 9. Alur penanganan resep Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 70 Lampiran 10. Kartu stok besar Apotek Atrika a. Kartu stok besar untuk sediaan solid b. Kartu stok besar untuk sediaan semisolid c. Kartu stok besar untuk sediaan liquid Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 71 Lampiran 11. Kartu stok kecil Apotek Atrika a. Kartu stok kecil untuk sediaan solid b. Kartu stok kecil untuk sediaan semisolid c. Kartu stok kecil untuk sediaan liquid Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 72 Lampiran 12. Faktur pengiriman barang ke cabang Apotek Atrika Lampiran 12. Berita acara pemusnahan resep Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 73 Lampiran 13. Berita acara pemusnahan resep Apotek Atrika POM.53.OB.53.AP.53.P1 BERITA ACARA PEMUSNAHAN RESEP Pada hari ini tanggal bulan tahun sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 280/Men.Kes/SK/V/1981 tentang Ketentuan dan Tata cara Pengelolaan Apotek, Kami yang bertanda tangan di bawah ini : Nama Apoteker Pengelola Apotek S.I.P.A Nomor Nama Apotek Alamat Apotek : : : : Dengan disaksikan oleh : 1. Nama Jabatan S.I.K Nomor 2. Nama Jabatan S.I.K Nomor : : : : : : tanggal tanggal tanggal Telah melakukan pemusnahan resep pada Apotek kami yang telah melewati batas waktu penyimpanan selama tiga tahun, yaitu : resep dari tanggal sampai dengan tanggal seberat kg. Tempat dilakukan pemusnahan : Demikian berita acara ini kami buat sesungguhnya dengan penuh tanggung jawab. Berita acara ini dibuat dalam rangkap empat dan dikirimkan kepada : 1. Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2. Kepala Kantor Wilayah Departemen Kesehatan Propinsi 3. Kepala Balai Pemeriksaan Obat dan Makanan 4. Satu sebagai arsip di Apotek ..……………….…..20…...... Saksi-saksi : Yang membuat berita acara, 1. ( S.I.K. No : ) 2. ( S.I.K. No : ) Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 ( S.I.P.A. no : ) 74 Lampiran 14. Etiket Apotek Atrika Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 75 Lampiran 15. Salinan resep Apotek Atrika Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 76 Lampiran 16. Kuitansi Apotek Atrika Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JL. KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT PERIODE 21 FEBRUARI-28 MARET 2013 REKAPITULASI DAN ANALISIS RESEP YANG MENGANDUNG OBAT WAJIB APOTEK UNTUK TERAPI ANTIFUNGI GOLONGAN IMIDAZOL PADA PERDIODE JULI-DESEMBER 2012 DI APOTEK ATRIKA JL. KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT WINIE KARUNIA RAHMANI, S.Farm. 1206313886 ANGKATAN LXXVI FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JUNI 2013 Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ..................................................................................... DAFTAR ISI ................................................................................................. DAFTAR TABEL ......................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. i ii iii iv BAB 1. PENDAHULUAN ........................................................................... 1.1 Latar Belakang ......................................................................... 1.2 Tujuan ...................................................................................... 1 1 2 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 2.1 Obat Wajib Apotek .................................................................. 2.2 Infeksi Mikosis Permukaan........................................................ 2.3 Bentuk Jamur ............................................................................ 2.4 Patologi dan Gejala Klinis. ........................................................ 2.5 Antifungi ................................................................................... 3 3 4 5 6 7 BAB 3. METODOLOGI PENELTIAN ...................................................... 3.1 Lokasi dan Waktu Pengkajian ................................................... 3.2 Metode Pengumpulan Data ....................................................... 3.3 Metode Pengolahan Data .......................................................... 13 13 13 13 BAB 4. PEMBAHASAN .............................................................................. 14 4.1 Penyelesaian Kasus Resep ........................................................ 17 4.2 Analisis Kerasionalan Resep...................................................... 22 BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 25 5.1 Kesimpulan ............................................................................... 25 5.2 Saran ......................................................................................... 25 DAFTAR ACUAN ........................................................................................ 26 ii Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 Universitas Indonesia DAFTAR TABEL Tabel 2.1. Karakteristik tiga genus jamur dermatofita, Trichophyton, Microsporum dan Epidermophyton Lambung ............................. Tabel 2.2. Klasifikasi dermatofitosis berdasarkan lokalisasi kelainan pada bada dilihat dari gejala klinis ....................................................... Tabel 4.1. Frekuensi peresepan untuk resep yang mengandung obat wajib apotek untuk terapi fungi golongan Imidazol di Apotek Atrika pada bulan Juli-Desember 2012. ................................................... Tabel 4.2. Frekuensi peresepan untuk resep yang mengandung obat wajib apotek untuk terapi fungi golongan Ketokonazol di Apotek Atrika pada bulan Juli-Desember 2012. .................................................. Tabel 4.3 Keterangan Sagalon® .................................................................. Tabel 4.4. Keterangan Nizoral® .................................................................. Tabel 4.5. Keterangan Pirotop® ................................................................... iii Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 6 7 16 16 18 19 21 Universitas Indonesia DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Lampiran 2. Lampiran 3 Lampiran 4 Lampiran 5 Lampiran 6 Daftar obat wajib apotek I, II, III .............................................. Tabel Nama Dagang Obat dengan Zat Aktif Mikonazol Nitrat dan Ketokonazol di Indonesia .................................................. Tabel Nama Dagang Obat dengan Zat Aktif Mikonazol Nitrat dan Ketokonazol di Apotek Atrika. .......................................... Tabel Nama Dagang Obat dengan zat aktif Mikonazol Nitrat dan Ketokonazol pada resep di Apotek Atrika. ......................... Tabel Nama Dagang Obat dengan Zat Aktif Mikonazol Nitrat dan Ketokonazol beserta data distributor. ................................. Tabel Nama Obat yang ada dalam resep beserta data distributor obat yang ada di Apotek Atrika. .............................. iv Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 27 40 41 42 43 52 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerintah Indonesia telah melaksanakan berbagai upaya untuk meningkatkan pelayanan kesehatan dan menjadikannya lebih efisien, efektif serta terjangkau oleh masyarakat. Hal tersebut bertujuan untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat, ditetapkan bahwa orientasi pembangunan kesehatan yang semula menekankan upaya kuratif dan rehabilitatif, secara bertahap diubah menjadi upaya kesehatan terintegrasi menuju kawasan sehat dengan peran aktif masyarakat. Pendekatan baru ini menekankan pentingnya upaya promotif dan preventif tanpa mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif (Kementerian Kesehatan, 2003). Sarana yang dapat meningkatkan pengobatan sendiri secara tepat, aman dan rasional merupakan salah satu penunjang untuk meningkatkan masyarakat dalam menolong dirinya sendiri dalam mengatasi masalah kesehatan. Daftar obat wajib apotek (DOWA) merupakan daftar obat yang dapat diserahkan oleh seorang apoteker tanpa resep dokter. Penggunaan DOWA merupakan salah satu upaya pengobatan sendiri secara tepat, aman dan rasional dapat dicapai melalui peningkatan penyediaan obat yang dibutuhkan untuk pengobatan sendiri. Salah satu dari daftar obat wajib apotek yaitu antifungi topikal.(Kementrian Kesehatan, 1990) Indonesia merupakan Negara yang beriklim tropis yang memiliki kelembaban yang tinggi, sehingga memungkinkan untuk tumbuhnya berbagai tanaman dan mikroorganisme dengan baik. Salah satu mikroorganisme yang dapat tumbuh dengan baik diindonesia yaitu jamur (Nurhayati, Iroh, dkk). Jamur dapat tumbuh pada kulit yang lembab seperti didaerah lipatan-lipatann ydang berada pada tubuh manusia. Bagian-bagian tersebut seringkali lembab, juga tidak kering setiap kali habis mandi. Pada prinsipnya penyakit jamur dapat bisa disembuhkan dengan mudah asal diketahui dengan jelas penyebabnya. Infeksi jamur seringkali tidak terobati tuntas karena kesalahan dalam pemilihan obat jamur dan anti parasit topikal. 1 Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 Universitas Indonesia 2 Berdasarkan hal tersebut, mahasiswa Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di apotek Atrika, Mangga Besar, mengambil tugas khusus mengenai antifungi topikal dalam daftar obat wajib apoteker. Diharapkan tugas ini dapat meningkatkan pengetahuan mengenai pengobatan antifungi topikal baik masyarakat pada umumnya maupun tenaga medis pada khususnya. 1.2 Tujuan Penyusunan laporan tugas khusus Praktek Kerja Profesi Apoteker ini bertujuan untuk mengetahui jenis obat pada terapi antifungi yang paling banyak diresepkan oleh dokter kepada pasien berdasarkan resep yang diterima Apotek Atrika selama periode Juli hingga Desember 2012. Selain itu, penyususnan laporan ini bertujuan untuk mengkaji peresepan obat pada terapi antifungi yang diterima Apotek Atrika selama periode Juli hingga Desember 2012 dari sisi kerasionalan resep, interaksi obat, dan pemberian informasi. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Obat Wajib Apotek Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 347/MENKES/SK/ VII/1990, Obat Wajib Apotek (OWA) adalah obat keras yang dapat diserahkan tanpa resep dokter oleh Apoteker di apotek. OWA bertujuan untuk pelaksanaan swamedikasi di apotek. Swamedikasi adalah pelayanan farmasi yang memberikan kesempatan kepada pasien untuk memilih sendiri tindakan pengobatan berdasarkan penyakit yang diderita dengan bantuan rekomendasi dari apoteker. lampiran dafat obat wajib apotek I, II, dan III terdapat pada lampiran 1. Obat-obat yang digunakan untuk pelaksanaan swamedikasi meliputi obat bebas, obat bebas terbatas, dan OWA. Swamedikasi bertujuan untuk: a. Meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menolong dirinya sendiri guna mengatasi masalah kesehatan dengan ditunjang melalui sarana yang dapat meningkatkan pengobatan sendiri secara tepat, aman, dan rasional. b. Meningkatkan peran apoteker di apotek dalam pelayanan KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi) serta pelayanan obat kepada masyarakat. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 919/MENKES/PER/X/1993, obat yang dapat diserahkan tanpa resep dokter harus memenuhi kriteria sebagai berikut: a. Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak di bawah usia dua tahun, dan orang tua di atas 65 tahun. b. Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan risiko pada kelanjutan penyakit. c. Penggunaan tidak memerlukan cara dan/atau alat khusus yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan. d. Penggunaan diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di Indonesia. e. Obat yang dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri. 3 Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 Universitas Indonesia 4 Dalam melayani pasien yang memerlukan OWA, Apoteker di apotek diwajibkan untuk : a. Memenuhi ketentuan dan batasan tiap jenis obat per pasien yang disebutkan dalam OWA yang bersangkutan. b. Membuat catatan pasien serta obat yang telah diserahkan. c. Memberikan informasi, meliputi dosis dan aturan pakainya, kontraindikasi, efek samping dan lain-lain yang perlu diperhatikan oleh pasien. 2.2 Infeksi Mikosis Permukaan Infeksi mikosis permukaan atau mikosis superficial merupakan penyakit jamur yang mengenai lapisan permukaan kulit, yaitu stratum korneum, rambut, dan kuku. Mikosis permukaan dibagi dalam dua kelompok. Kelompok pertama yaitu jamur bukan golongan dermatofita yaitu Tinea versikolor, Otomikosis, Piedra hitam, Piedra putih, Onikomikosis dan Tinea nigra palmaris. Kelompok kedua yaitu jamur golongan dermatofita.(Gandahusada, Srisasi. 2006) Dermatofitosis merupakan mikosis permukaan pada jaringan yang mengandung zat tanduk (keratin). Infeksi ini biasa disebabkan oleh dermatopita yang terdiri dari Trichophyton, Epidermophyton atau Microsporum. Dermatopita memiliki kemampuan untuk berpenetrasi kedalam lapisan keratin tubuh. Infeksi ini dapat saja menyerang semua gender wanita dan pria. Infeksi ini dapat saja berkembang jika terjadi kontak antara individu yang terinfeksi dengan individu yang memiliki kondisi yang cocok untuk pertumbuhan jamur. (Dipiro, Joseph T., et al, 2008). Infeksi ini jauh lebih sering terjadi, terbatas pada kulit, rambut, kuku dan mukosa. Mikosis kulit juga dinamakan Tinea disusul dengan lokasinya, misalnya Tinea corporis, T. cruris, T. capitis, dan T. pedis, masing-masing berarti infeksi di tubuh lipat paha, kepala dan kaki. Penyebaran luas infeksi karena jamur mungkin disebabkan oleh meningkatnya penggunaan antibiotika berspektrum luas dan pil anti hamil yang merusak keseimbangan biologi flora kuman normal. Faktor lain untuk timbulnya mikosis adalah daya tahan tubuh yang menurun akibat antara lain infeksi HIV (AIDS), Kanker dan leukemia, radioterapi dan kemoterapi (sitostatistika), transpalnatasi sumsum tulang atau organ. Begitu pula kerusakan pada kulit (luka bakar) dan Universitas Indonesia Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 5 mukosa serta penggunaan lama kortikosteroid, imunosupresiva dan hormon kelamin (pil anti hamil), yang menstimulir terjadinya infeksi dengan Candida (canidiasis). Faktor-faktor kebersihan kolam renang, sauna dan sebagainya serta bertambahnya kontak internasional dibidang kepariwisataan dan perdagangan memegang peranan pula dalam penyebaran infeksi tersebut. Spora dan serpih kulit penderita infeksi fungi merupakan sumber utama penularan. Setelah terjadi infeksi, spora tumbuh dan membentuk mycelium dengan dengan menggunakan serpih kulit sebagai bahan makanan. Enzim-enzim yang diproduksi oleh jamur mampu menembus kulit dan menimbulkan peradangan. Bila fungi ini tumbuh kedalam tabung rambut (folikel), maka rambut akan rontok. Fungi yang menembus ke dalam kuku mengakibatkan apa yang disebut kuku kapur (oncychomycosis) yang berwarna keputih-putihan dan kuku menjadi regas. 2.3 Bentuk Jamur Jamur atau fungi merupakan tumbuhan yang tidak memiliki klorofil sehingga tidak mampu melakukan fotosintesa untuk memelihara sendiri kehidupannya. Oleh karena itu Jamur hanya bisa hidup sebagai parasit pada organisme hidup lain atau sebagai saprofit pada makhluk hidup yang mati. (Tjay, Tan Hoan & Kirana Rahardja, 2007) Berlainan dengan bentuk jamur yang lazim kita kenal, yakini yang menyerupai payung, sebagian besar jamur hanya terdiri dari benang-benang halus sekali disebut juga hyphen yang terdiri dari rangkaian sel-sel. Sekelompok hyphen kemudian membentuk suatu jaringan yang disebut mycelium. (Tjay, Tan Hoan & Kirana Rahardja, 2007) Untuk proses perkembangbiakan jamur, organisme ini membentuk sel-sel yang disebut spora, yang resisten terhadap lingkungan yang kurang menguntungkan bagi kehidupannya. Bila keadaannya membaik terutama suhu dan kelembaban, spora dapat tumbuh lagi dan membentuk mycelium. (Tjay, Tan Hoan & Kirana Rahardja, 2007) Jamur golongan dermatofita membentuk koloni filamen pada biakan agar Sabouraud. Walaupun semua spesies membentuk koloni filament, tetapi masingUniversitas Indonesia Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 6 masing memiliki sifat koloni hifa dan spora yang berbeda. (Gandahusada, Srisasi. 2006). Karakteristik masing-masing genus tersebut dapat dilihat pada tabel 2.1 Tabel 2.1 Karakteristik tiga genus jamur dermatofita, Trichophyton, Microsporum dan Epidermophyton. (Gandahusada, Srisasi. 2006) Genus Jamur Dermatofita Trichophyton Karakteristik • Makrokonidia berbentuk panjang menyerupai pensil dan semua dermatofita dapat membentuk hifa spiral Microsporum • Berdinding tipis • Makrokonidia berbentuk kumparan yang berujung runcing dan terdiri dari 6 sel atau lebih Epidermophyton • Berdinding tebal • Makrokodia berbentuk gada • Berdinding tebal 2.4 Patologi dan Gejala Klinis Gejala dermatofitosis terjadi karena jamur mengadakan kolonisasi pada kulit, kuku atau rambut. Gambaran klinis bervariasi bergantung pada kulit, kuku atau rambut. Gambaran klinis bervariasi bergantung pada lokasi kelainan, respon imun selular penderita terhadap penyabab, serta jenis spesies. Spesies jamur antropofilik, yaitu jamur yang menghinggapi manusia, umumnya menyebabkan kelainan yang tenang tanpa peradangan serta menahun. Sedangkan infeksi species zoofilik dan geofilik pada manusia, yaitu jamur yang menghinggapi binatang dan jamur yang hidup ditanah, memberikan gambaran lebih akut dengan peradangan. (Gandahusada, Srisasi. 2006) Pada umumnya dermatofitosis pada kulit mempunyai morfologi yang khas, yaitu kelainan berbentuk lingkaran yang berbatas tegas oleh vesikel-vesikel kecil, dengan dasar kelainan berwarna kemerahan dan tertutup dengan sisik. Jamurnya terdapat disisik-sisik tersebut dan didinding vesikel. Keluhan penderita ialah gatal terutama bila berkeringat. (Corwin, Elizabeth J. 2008) Universitas Indonesia Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 7 Dermatofita dan banyak jamur dapat menimbulkan reaksi alergi yang disebut dermatofitid. Dermatofita menimbulkan dermatofitid berbentuk vesikel-vesikel yang biasanya timbul di telapak jari tangan dan kaki. Reaksi tersebut juga dapat timbul dibagian tubuh lain. Vesikel-vesikel tidak mengandung jamur dan disertai rasa gatal. Bila kemudian terjadi infeksi oleh kuman, maka vesikel berubah menjadi pustula yang disertai rasa sakit. Infeksi tdermatofita juga dikenal dengan infeksi tinea. Infeksi tinea yang paling sering terjadi pada kulit tubuh yaitu Tinea pedis, Tinea corporis, dan Tinea cruriti. (Chisholm-Burns, Marie A., et al.2008). Klasifikasi dermatofitosis yang umum terjadi pada kulit berdasarkan lokalisasi kelainan pada badan dilihat dari gejala klinis dapat dilihat pada tabel 2.2. Tabel 2.2 Klasifikasi dermatofitosis berdasarkan lokalisasi kelainan pada badan dilihat dari gejala klinis. (Gandahusada, Srisasi. 2006) Jenis Tinea Tinea pedis Patologi dan Gejala Klinis Kelainan mengenai kulit diantara jari-jari kaki, terutama antara jari ke-3 – 4 ke 4 – 5, telapak kaki dan bagian lateral kaki. Bila terjadi infeksi sekunder oleh kuman dapat timbul pustule dan rasa nyeri Tinea corporis Kelainan mengenai kulit badan, lengan, tungkai. Pada stadium akut, gambaran klinis khas, bila telah menahun batas sering tidak jelas dan dapat terlihat infeksi sekunder oleh kuman karena garukan. Tinea cruritis Kelainan mengenai kulit di daerah ingual, paha bagaian dalam dan perineum. 2.5 Terapi antifungi 2.5.1 Terapi Non Farmakologi Tindakan preventif untuk menghindari infeksi jamur yaitu memelihara kebersihan (hygiene) tubuh sebaik-baiknya, terutama ditempat yang potensial Universitas Indonesia Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 8 merupakan sumber infeksi, misalnya kolam renang, kamar ganti pakaian dan ruang olahraga. Di tempat-tempat ini pada umumnya orang tidak mengenakan alas kaki. Sumber infeksi lain yang perlu dihindari adalah hewan peliharaan yang sering kali dipeluk oleh anak-anak. Kemudiaan yang juga penting sekali untuk diwaspadai adalah kecendrungan beberapa jenis obat yang menimbulkan predisposisi untuk superinfeksi jamur. 2.5.2 Terapi Farmakologi (Tjay, Tan Hoan & Kirana Rahardja, 2007) Antifungi atau antimikotik adalah obat-obat yang berdaya menghentikan pertumbuhan atau memastikan jamur yang menghinggapi manusia. Pada hakikatnya semua antimikotika tersebut berkhasiat fungistatis pada dosis yang digunakan. Pengecualian adalah itrakonazol dan terbinafin, yang bekerja fungisid. Pada dosis tinggi amfoterisin dan nistatin juga dapat berkhasiat fungisid. Nistatin dan amfoterisin B sering kali digunakan dalam kombinasi dengan tetrasiklin guna menghindari terjadinya candidasis usus. Penggunaan antimikotika terutama digunakan pada mycosis permukaan atau setempat (topical). Pada mycosis umum (sistemis) yang meliputi organ dalam (misalnya candidasis, actinomycosis dan aspergillosis), sejumlah obat juga digunakan secara sistemis, yakini peroral. Begitu pula lazimnya pada infeksi ditubuh dan pityriasis versicolor yang luas (tinea corporis), juga pada infeksi jamur di kepala dan mycosis kuku Antimikotika oral yang digunakan meliputi a.l griseofulfin, ketokonazol, itrakonazol, flukonazol, terbinafin dan flusitosin. Ketokonazol tidak dianjurkan berhubung resiko necrosis hati yang dapat timbul dengan akut. Itrokonazol dianjurkan pada infeksi pityrosporum dan pada candidiasis, juga flukonazol. Griseofulvin dan terbinafin dapat digunakan terhadap tinea capitis pada anakanak. Untuk penggunaan setempat di dalam usus tersedia amfoterisin B dan nistatin yang buruk absorbsinya. Terhadap infeksi kuku pada jari-jari kaki dan tangan (Onchomycosis) Khusus digunakan obat yang ditimbun dalam lapisan tanduk (Stratum corneum), yakini griseofulvin, ketokonazol, itrakonazol dan terbinafin. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 9 Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati infeksi jamur dapat digolongkan sebagai berikut : a. Antibiotika Griseofulfin dan senyawa-senyawa polien (amfoterisin B, nistatin) yang pada umumnya bekerja fungistatis. Mekanisme kerjanya adalah melalui pengikatan diri pada zat-zat sterol di dinding sel jamur. Akibatnya adalah kerusakan membran sel dan pengikatan diri pada zat-zat sterol di dinding sel jamur. Akibatnya adalah kerusakan membran sel dan peningkatan permeabilitasnya, sehingga komponen sel merembas keluar. Akhirnya sel-sel tersebut mati. Griseofulvin dewasa ini jarang digunakan lagi karena antimikotika lain lebih efektif dengan efek samping lebih ringan. b. Derivat imidazol Mikonazol, ketokonazol, klotrimazol, bifonazol, ekonazol, isokonazol dan tiokonazol (trosyd) merupakan merupakan derivat imidazol. Mekanisme kerjanya berdasarkan pengikatan pada enzim sitokrom P450, sehingga sintesa ergosterol yang perlu untuk pembinaan membran sel jamur, dirintangi dan terjadi kerusakan membran itu. Pada penggunaan sistemis, sistem enzim manusia juga dapat dirintangi, yang mengakibatkan efek-efek samping tertentu. Bekerja fungistatis terhadap dermatofit dan ragi, juga bakteriostatis lemah terhadap kuman Gram-positif. Obat ini terutama digunakan sebagai obat topical, kecuali ketokonazol yang juga dapat digunakan secara sistemis c. Derivat triazol Flukonazol dan itrakonazol merupakan obat mikosis derivat triazol. Pada umumnya juga bekerja fungistatis dengan mekanisme kerja seperti imidazol, tetapi bersifat lebih selektif bagi sistem enzim jamur daripada terhadap sistem enzim manusia, maka kurang menghambat sintesa steroida. Bekerja terhadap dermatofit dan candida, itrokonazol juga terhadap aspergilus. Obat-obat ini khusus digunakan secara sistemis. d. Asam-asam organis Asam-asam organis yang dapat digunakan sebagai terapi mikosis yaitu asam benzoat, asam salisilat, asam propionate, asam kaprilat dan asam undesilinat. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 10 e. Golongan lain Golongan lain yang bisa digunakan sebagai terapi antimikosis yaitu terbinafin, flusitosin, tolnaftat, haloprogin, naftifin, siklopiroks, selensulfida dan pirition 2.4.1 Anti Mikosis Golongan Imidazol (Syarif, Amir et al. 2007) Umumnya senyawa imidazol berkhasiat fungistatis, memiliki spectrum anti-fungal luas dan pada dosis tinggi bekerja fungisid terhadap fungi tertentu. Zat-zat ini menghambat sintesa sterol di membrane sel fungi dan mengakibatkan peningkatan permeabilitasnya dinding sel yang membuatnya rentan terhadap tekanan osmotis. Terutama digunakan secara local terhadap dermatofit dan Candida; Ketokonazol bisa digunakan secara oral namun bersifat toksik bagi hati. 3.4.1.1 Mikonazol Mikonazol berkhasiat fungisid kuat dengan spectrum kerja luas, lebih aktif dan efektif terhadap dermatofit biasa dan Candida daripada fungistatika lainnya tetapi kurang berkhasiat terhadap aspergilus. Zat ini juga bekerja bakterisid pada dosis terapi terhadap sejumlah kuman Gram-positif, kecuali basilbasil duderlein yang terdapat dalam vagina. Absorbs dari usus ringan dengan Bioavailibilitas 25% maka mikonazol terutama digunakan untuk mengobati infeksi kulit dan kuku. Penggunaannya juga sebagai krem/ tablet vaginal yang dapat digunakan oleh wanita hamil. Efek sampingnya dapat berupa iritasi, raksi alergi dan rasa terbakar di kulit. mikonazol dan juga ketokonazol meningkatkan daya kerja antikoagulan warfarin. Dosis untuk infeksi kulit 1-2 kali sehari salep 2% (dalam garam nitrat) selama 3-5 minggu. Sedangkan dosis untuk infeksi kuku 1-2 kali sehari sediaanya tingtur 2 % selama 8 bulan atau lebih. Krem vagianl 2 % (gyno-Daktarin) malam hari selama 2 minggu. Isokonazol adalah isomer dari mikonazol dengan khasiat dan penggunaan yang sama. Zat ini terutama digunakan untuk canidiasis vagina (keputihan) dalam bentuk krem 1% dan dosis tunggal tablet vaginal dari 600 mg malam hari. Ekonazol adalah derivate mikonazol, dimana satu dari 4 atom-klor diganti atomUniversitas Indonesia Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 11 H. spectrum kerja kurang lebih sama dengan mikonazol, hanya lebih aktif terhadap aspergillus. Zat ini terutama digunakan pada candidasis dengan dosis malam hari 1 ovula selama 3 hari; pada infeksi kulit: salep atau serbuk 1%. Ekonazol dapat digunakan pada waktu hamil. 3.4.1.2 Ketokonazol Ketokonazol adalah fungistatiskum imidazol pertama yang digunakan per oral. Spectrum kerjanya mirip dengan mikonazol dan meliputi banyak fungi patogen. Zat ini digunakan pada infeksi jamur sistemis yang parah dan kronis, secara local pada gangguan ketombe hebat. Namun tidak efektif terhadap infeksi Aspergillus. Absorbs dari lambung sampai usus sempurna pada pH di bawah 3. Akan tetapi mengalami metabolism lintas pertama yang besar. T ½ bersifat bifasis 2 dan 8 jam. Di dalam hati, zat ini dirombak menjadi metabolit tidak aktif. Eksresinya terutama pada empedu dan feses. Efek samping dari ketokonazol yaitu gangguan alat cerna (mual, muntah, diare) sakit kepala, pusing dan gatal-gatal. yang lebih serius adalah sifat hepatotoksik karena dapat mengakibatkan hepatitis pada 1 per 2000-10.000 pasien, terutama bila digunakan lebih dari 14 hari. Pada dosis tinggi (lebih dari 600 mg seharinya) ketokonazol dapat menghambat sintesa hormone testosterone, yang mengakibatkan terganggunya produksi sperma dan impotensi. Oleh karena itu dianjurkan untuk menggunakan antimikotika lain. Resistensi belum dilaporkan. Bila digunakan per oral lebih lama dari 2 minggu, dianjurkan memantau fungsi hati setiap 14 hari pada pasien-pasien tertentu. Wanita hamil dan yang menyusui tidak dianjurkan menggunakan obat ini, karena data mengenai efek teratogenik yang masih belum diketahui. Dosis ketokonazol oral 1 kali sehari 200 mg pada waktu makan sampai 7 hari setelah gejala hilang, bila perlu maksimal 400 mg sehari. Dosis ketokonazol pada anakanak 3 mg/kg berat badan. Antasida, antikolinergik dan H2- bloker meningkatkan pH lambung dan dengan demikian menurunkan absorbsinya. Oleh karena itu, penggunaan harus 2 jam setelah pemberian ketokonazol. Untuk penyakit vaginitis Candida : oral 2 kali sehari 200 mg untuk 5 hari. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 12 3.4.1.3 Klotrimazol Derivat-imidazol ini memiliki spectrum fungistatis yang relative lebih sempit dari pada mikonazol. Pada konsentrasi tinggi ini zat ini juga berdaya bakteriostatis terhadap kuman gram positif. Pada vaginitis candida: malam hari tablet vaginal 200 mg selama 3 hari atau single dose 1 tablet vaginal dari 500 mg; pada infeksi kulit (panu): krem atau lotion 1 % dengan catatan jangan dikenakan pada selaput lender atau mata. Klotrimazol dapat digunakan pada waktu hamil. Dosis kotrimazol krem atau spray 1 % 2x sehari selama minimal 3-4 minggu. Bifanazol adalah derivate imidazol yang berkhasiat terhadap beberapa jenis jamur terutama jamur penyebab panu yang patogen bagi manusia, serta terhadap beberapa kuman Gram positif. Absorbsinya oleh tubuh cukup rendah sedangkan daya kerjanya berlangsung lebih kurang 48 jam. Wanita hamil dapat menggunakan bifonazol sebagai obat luar. Dosis untuk mikosis kaki krem 1 % diolesi selama malam hari, candidiasis permukaan selama 4 minggu. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 BAB 3 METODOLOGI PENGKAJIAN 3.1 Waktu dan Tempat Pengkajian Pengkajian dilakukan pada tanggal 1-19 Maret 2013 yang bertempat di Apotek Atrika, Jalan Kartini Raya No. 34, Jakarta Pusat 3.2 Metode Pengumpulan Data Data – data obat antifungi topikal golongan imidazol di Indonesia diperoleh dari ISO tahun 2012 – 2013 dan MIMS tahun 2011 - 2012 . Data obat antifungi topikal golongan imidazol di Apotek Atrika diperoleh dengan mengumpulkan resep bulan Juli – Desember 2012, kemudian dilakukan pencatatan terhadap jumlah penjualan obat – obat antifungi golongan imidazol yang dituliskan di dalam resep pada periode tersebut. selain itu, dikumpulkan juga data mengenai jenis obat antifungi golongan imidazol yang tersedia di Apotek Atrika dengan cara melihat kartu stok harian (kecil). Kemudian, data obat yang paling banyak digunakan dibahas. Pengambilan satu resep kompleks untuk terapi mikosis dilakukan untuk dianalisis berdasarkan profil dari masing-masing obat yang diresepkan. 3.3 Metode Pengolahan Data Data obat antifungi di Indonesia diperoleh dan dibuat pendataannya sesuai dengan nama, bentuk sediaan, industri farmasi dan distributor farmasi. Data yang telah diperoleh dicatat dan dihitung frekuensi peresepannya. Data tersebut kemudian disajikan dalam bentuk tabel serta dilakukan analisis data sesuai dengan literatur. 13 Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 Universitas Indonesia BAB 4 PEMBAHASAN Penelusuran dan pengkajian dilakukan terhadap resep-resep yang mengandung obat wajib apotek untuk terapi mikosis golongan imidazol pada pelaksanaan PKPA (Praktek Kerja Profesi Apoteker) di Apotek Atrika, baik terhadap obat dengan merek dagang maupun obat generik selama periode JuliDesember 2012. Hal ini dilakukan untuk mengetahui profil peresepan obat yang paling sering diresepkan dan yang paling banyak terjual di Apotek Atrika berdasarkan resep yang mengandung obat wajib apotek untuk terapi mikosis dengan golongan imidazol. Golongan anti fungi yang terdapat pada Daftar Obat Wajib Apotek No. 1 terdiri dari 4 jenis obat yaitu Mikonazol Nitrat, Tolnaftat, Nistatin, Ekanazol. Sedangkan antifungi yang terdapat pada Daftar Obat Wajib Apotek No.2 terdiri dari 5 jenis obat yaitu Ketokonazol, Isokonazol, Oksikonazol, Polimiksin B Sulfat, Tiokonazol. Antifungi yang terdapat dalam Daftar Obat Wajib Apotek No. 3 yaitu Tolsiklat. Dari ketiga DOWA tersebut yang termasuk kedalam antifungi topikal golongan imidazol yaitu Mikonazol dan Ketokonazol. Sehingga, data yang dikaji hanya dua jenis obat tersebut. Hasil penelusuran data nama dagang dan obat generik berdasarkan ISO tahun 2012-2013 dan MIMS tahun 2011-2012. Terdapat 10 obat nama dagang untuk zat aktif mikonazol nitrat dan 19 obat nama dagang dan 1 obat generik untuk zat aktif ketokonazol. Pengadaan obat antifungi topikal di Apotek Atrika terdiri dari 2 obat nama dagang untuk zat aktif mikonazol serta 4 obat nama dagang dan 1 obat generik untuk zat aktif ketokonazol. Dalam bentuk presentase, pengadaan obat antifungi topikal dengan zat aktif mikonazol yaitu 20 % dari jumlah nama dagang yang terdapat di ISO dan MIMS. Sedangkan antifungi topikal untuk zat aktif ketokonazol 25% dari jumlah nama dagang yang terdapat di ISO dan MIMS. Hasil penelusuran resep selama PKPA di Apotek Atrika, diketahui bahwa total resep yang diterima atau dilayani selama bulan Juli hingga bulan Desember 14 Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 Universitas Indonesia 15 2012 berjumlah 1194 lembar resep. Sedangkan, jumlah resep yang mengandung obat wajib apotek dengan zat aktif mikonazol nitrat untuk terapi mikosis berjumlah 3 lembar resep atau 0,25 % dari jumlah keseluruhan resep yang diterima selama periode tersebut. Sedangkan, jumlah resep yang mengandung obat wajib apotek dengan zat aktif ketokonazol untuk terapi mikosis berjumlah 17 lembar atau 1,42 % dari jumlah keseluruhan resep yang diterima selama periode tersebut. Pada Gambar 4.1 menunjukkan bahwa jumlah resep terbanyak yang mengandung obat wajib apotek untuk terapi mikosis golongan imidazol selama periode Juli-Desember 2012 adalah pada bulan Juli, Agustus dan Oktober 2012 dengan jumlah resep sebanyak empat lembar untuk obat ketokonazol serta Bulan November 2012 dengan jumlah resep sebanyak dua lembar untuk obat mikonazol. 4,5 4 3,5 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0 4 4 4 2 2 1 0 0 Juli 2 1 0 Agustus 0 September Oktober November Desember Jumlah Resep 1 Mikonazol Nitrat 2 Ketokonazol Gambar 4.1. Jumlah resep yang mengandung obat wajib apotek untuk terapi mikosis golongan Imidazol antara obat Mikonazol dan Ketokonazol di Apotek Atrika pada bulan Juli-Desember 2012. Frekuensi peresepan yang mengandung obat wajib apotek untuk terapi mikosis golongan imidazol di Apotek Atrika selama periode Juli-Desember 2012 dapat dilihat pada Tabel 4.1. Pada tabel tersebut terlihat bahwa Ketokonazol merupakan obat antifungi yang paling banyak dilayani di Apotek Atrika dibanding dengan Mikonazol. Hal ini mungkin disebabkan karena pertimbangan bahwa Ketokonazol memiliki spektrum kerja yang lebih kuat dibandingkan Mikonazol. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 16 Tabel 4.1 Frekuensi peresepan untuk resep yang mengandung obat wajib apotek untuk terapi fungi golongan Imidazol di Apotek Atrika pada bulan Juli-Desember 2012. No Zat Aktif 1 Mikonazol Nitrat 2 Ketokonazol Juli 0 4 Agust 0 4 Jumlah Resep Sep Okt Nov 0 1 2 2 4 1 Des 0 2 Total Resep 3 17 Mikonazol Nitrat pada golongan anti mikosis imidazol yang terdapat di atrika tidak termasuk kedalam obat wajib apotek karena bentuk sediaan yang tersedia di apotek atrika yaitu dalam bentuk powder dan ovula, bukan dalam bentuk salep atau krim. Sehingga, yang dibahas lebih lengkap yaitu hanya golongan Ketokonazol. Nama dagang dari ketokonazol yang paling banyak dilayani pada periode tersebut yaitu Nizoral. Nama dagang dari ketokonazol yang paling sedikit dilayani pada periode tersebut yaitu obat generik Ketokonazol. Frekuensi Peresepan yang yang mengandung obat wajib apotek untuk terapi mikosis golongan ketokonazol selama periode Juli-Desember 2012 dapat dilihat pada tabel 4.2. Tabel 4.2 Frekuensi peresepan untuk resep yang mengandung obat wajib apotek untuk terapi fungi golongan Ketokonazol di Apotek Atrika pada bulan JuliDesember 2012. Frekuensi Peresepan Obat Nama Obat Persentase (%) Tunggal Kombinasi Fungasol ® 0 4 23,53 Ketokonazol ® 0 1 5,88 Nizoral ® 0 12 70,59 Dari 17 resep yang mengandung obat wajib apotek untuk terapi fungi golongan Imidazol yang dilayani di Apotek Atrika, seluruhnya merupakan resep obat antifungi dengan terapi kombinasi. Selain obat antifungi juga diberikan adjunctive drug, seperti : kortikosteroid dan antihistamin. Hal ini menunjukkan bahwa terapi tunggal seringkali kurang efektif dalam mencapai efek yang Universitas Indonesia Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 17 diinginkan atau adjunctive drug pada resep terapi kombinasi digunakan untuk meredakan gejala yang sering menyertai penyakit fungi (Chisholm-Burns, Marie A., et al.2008) . Setelah semua resep yang mengandung obat wajib apotek untuk terapi mikosis golongan imidazol selama bulan Juli-Desember 2012 direkapitulasi dan dilihat profil peresepannya, selanjutnya dipilih satu resep untuk dianalisis. 4.1 Penyelesaian Kasus Resep Resep kedua dipilih resep nomor 9 yang diterima dan dilayani di Apotek Atrika pada tanggal 15 Oktober 2012. Pasien bernama Ny. X. Beliau memeriksakan dirinya ke praktek dokter Spesialis Kulit dan Kelamin di Jalan Kartini 4/163 pada 15 Oktober 2012 dan dokter memberikan resep yang berisi: 1. Sagalon® 2. Nizoral® dioleskan pada malam hari ditempat yang gatal pada muka 3. Pirotop ® : dioleskan pada tempat luka 4.1.1 Penulisan ulang resep Dr. Freddy S. Hardjoko, Sp. KK Spesialis Penyakit Kulit & Kelamin Nomor : DS. 0517/ P – 20 – 03 / 04.91 Praktek: Senin – Jum’at Jam 6 – 8 malam. Jl. Kartini 4/163 Telp. 6288951 Jakarta Pusat Rumah Sakit : RS. Graha Medika Jl. Raya Perjuangan Telp. 5300bb7-9 Kebon Jeruk- Jakarta barat Jakarta, 15-10-2012 ` R/ Sagalon Nizoral Malam prn Gatal muka R/ Pirotop Sue luka Pro No Telpon Umur aa 10 I : Ny. X : 6397312 : Dewasa Universitas Indonesia Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 18 4.1.2 Data Obat 4.1.2.1 Sagalon Tabel 4.3. Keterangan Sagalon ® (Sumber : leaflet Sagalon® dari PT Surya Dermato Medica Laboratories; Pramudianto & Evaria, 2011) Nama Obat Sagalon ® Komposisi Doxepin Hydrochloride 5 % Indikasi Untuk pengobatan jangka pendek (8 hari) pada pasien yang menderita pruritus sedang sampai berat dengan eczematous dermatitis seperti atopik dermatitis dan lichen simplex chronicus Peringatan Hanya untuk pemakaian luar, tidak digunakan untuk mata, oral atau intravaginal. Gunakan sesuai aturan, jangan lebih dari 8 hari. Gunakan sagalon cream tipis dan merata pada daerah yang diobati saja. Jangan gunakan pembalut karena dapat meningkatkan adsorbsi doxepin. Konsultasikan pada dokter bila setelah 8 hari tidak terlihat kemajuan atau makin bertambah parah. Selama penggunaan Sagalon ® cream jangan meminum alkohol/ sediaan yang mengandung alkohol, jangan meminum obat lain selain yang dianjurkan oleh dokter Jangan mengemudikan kendaraan, menjalankan mesin, atau pekerjaan lain yang membutuhkan konsentrasi tinggi pada saat pengobatan dengan Sagalon ® cream. Rasa mengantuk mungkin saja terjadi terutama pada penderita dengan luas pengobatan lebih dari 10% permukaan tubuh. Bila rasa mengatuk terlalu berat , kurangi dosis pemakaian Sagalon ® cream, dan hentikan pemakaian setelah konsultasi dengan dokter. Kemungkinan terjadi kekeringan mulut. Makanlah permen. Periksakan ke dokter gigi bila kekeringan mulut Universitas Indonesia Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 19 lebih dari 2 minggu. Tidak dianjurkan untuk wanita hamil dan menyusui Hati-hatipenggunaan pada penderita retensi urin, kegagalan fungsi hati. Efek samping Efek samping mungkin terjadi bila luas pengobatan lebih dari 10% permukaan tubuh. Mengantuk, mulut atau bibir kering, haus, pusing, lelah, perubahan emosi, rasa terbakar atau tegang pada tempat pemakaian, iritasi kulit,menyengat, merangsang gatal. Kemungkinan terjadi mual, demam, gelisah eksim dan pruritus lebih parah, kekeringan kulit, parasthesias, edema, tetapi sangat jarang Aturan pakai Dioleskan tipis dan merata pada kulit yang akan diobati 4 kali sehari dengan rentang waktu 3- 4 jam. Pengobatan dapat dilanjutkan sampai 8 hari Anak-anak : Tidak boleh digunakan pada anak dibawah 12 tahun Bentuk sediaan Cream 4.1.2.2 Nizoral (antifungi) Tabel 4.4. Nizoral ® (Sumber : Leaflet Nizoral ® dari PT Janssen-Cilag; Pramudianto & Evaria, 2011) Nama Obat Nizoral® Komposisi 20 mg Ketokonazol Indikasi Krem nizoral diindikasikan untuk penggunaan topikal pada pengobatan infeksi dermatofit pada kulit seperti; Tinea korporis, tinea kruris, Tinea manus, dan tinea pedis yang disebabkan oleh trichophyton rubrum, trichophyton mentagrophytes, microsporum canis dan epidermophyton floccosum, juga pengobatan pada kandidosis kutis dan Tinea (Pityriasis) versicolor. Krem Nizoral juga diindikasikan untuk pengobatan Universitas Indonesia Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 20 dermatitis seboroik, penyakit kulit yang disebabkan pityrosporum ovale Kontraindikasi Krem nizoral dikontraindikasikan pada mereka yang menunjukan hipersensitivitas terhadap salah satu zat yang terkandung didalamnya Peringatan - Tidak digunakan untuk mata - Untuk mencegah terjadinya ”rebound effect” setelah penghentian pengobatan jangka panjang dengan kortikosteroid topikal, dianjurkan untuk melanjutkan penggunaan kortikosteroid ringan pada pagi hari dan menggunakan krem nizoral pada malam hari, dan secara bertahap terapi dengan steroid dihentikan setelah 203 minggu - Kehamilan dan laktasi : tidak berpengaruh terhadap kehamilan karena digunakan secara topikal sehingga tidak terjadi absorbsi secara sistemik Efek samping Sedikit rasa iritasi dan rasa panas ditemukan selama pengobatan dengan krem nizoral. Pada kasus yang jarang, penggunaan krem nizoral atau salah satu komponen obat seperti natrium sulfit atau propilen glikol dapat menimbulkan alergi kulit seperti dermatitis kontak Dosis Krim nizoral (ketokonazol) 2% dioleskan sekali sehari pada daerah yang terinfeksi dan sekitarnya pada penderita; kandidosis kutis, tinea korporis, tinea kruris, tinea manus, tinea pedis dan tinea (pityriasis) versikolor. Pada penderita dermatitis seboroik, krem nizoral 2% dapat digunakan pada daerah yang terinfeksi sekali atau 2 kali sehari tergantung dari beratnya infeksi. Pengobatan harus dilanjutkan untuk beberapa waktu, sedikitnya samapai beberapa hari setelah gejala-gejala hilang. Diagnosa harus dipertimbangkan kembali apabila tidak ada perbaikan klinik setelah 4 minggu pengobatan. Faktor kebersihan Universitas Indonesia Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 21 harus di perhatikan untuk mengetahui sumber infeksi dan reinfeksi Lama pengobatan : Tinea kruris : 2 – 4 minggu Tinea korporis : 3 – 4 minggu Tinea pedis : 4 – 6 minggu Lama pengobatan pada dermatitis seboroik 2 – 4 minggu. Terapi penunjang untuk dermatitis sereboroik oleskan 1 atau 2 kali seminggu Bentuk sediaan Cream 4.1.2.3 Pirotop ® Tabel 4.5. Keterangan Pirotop ® (Sumber : leaflet Pirotop ® dari PT Surya Dermato Medica Laboratories; Pramudianto & Evaria, 2011) Nama Obat Pirotop ® Komposisi Mupiron calcium 20 mg Indikasi Untuk pengobatan topikal lesi kulit traumatik infeksi sekunder, luka terinfeksi yang disebabkan oleh staphylococcus aureus dan Streptococcus pyogens Peringatan Penggunaan Jangka panjang mengakibatkan pertumbuhan berlebihan dari mikroorganisme yang tidak rentan, termasuk fungi. Konsultasikan pada dokter jika terjadi efek samping lokal Hentikan pengobatan jika terjadi iritasi, gatal dan ruam yang berlebihan Konsultasikan pada dokter bila tidak terjadi perbaikan dalam 3-5 hari. Kejadian jarang : hentikan penggunaan pirotop apabila terjadi reaksi sensitasi atau iritasi lokal yang berat, segera cuci hingga bersih dan gunakan alternatif terapi untuk mengatasi infeksi Seperti produk antibakteri lainnya, penggunaan obat dalam Universitas Indonesia Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 22 jangka panjang dapat menyebabkan pertumbuhan berlebihan organisme yang tidak peka Efek samping Ruam, pusing, mual, rasa terbakar pada tempat pemakaian, dermatitis, pruritus. Aturan pakai Dewasa dan anak-anak : oleskan tipis dan merata 3 kali sehari selama 10 hari, bila perlu tutuplah menggunakan perban Bentuk sediaan Cream 4.2 Analisis Kerasionalan Resep Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1027/MENKES/SK/IX/ 2004 tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek, persyaratan administratif dalam penulisan resep adalah sebagai berikut : a. Nama, SIP, dan alamat dokter b. Tanggal penulisan resep c. Tanda tangan/paraf dokter penulis resep d. Nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan berat badan pasien e. Nama obat, potensi, dosis, dan jumlah yang diminta f. Cara pemakaian yang jelas g. Informasi lainnya Berdasarkan persyaratan di atas, diketahui bahwa resep tersebut belum lengkap karena pada resep tidak terdapat alamat pasien. Sebaiknya dalam resep dicantumkan alamat pasien untuk memudahkan penelusuran apabila terjadi halhal yang tidak diinginkan. Walaupun, resep tersebut tidak tercantum alamat pasien, tetapi masih tercantum nomor telepon pasien. Oleh karena itu, resep masih dapat diproses dan di racik. Berdasarkan resep yang ditujukan kepada Nyonya X (dewasa) menderita mikosis dan gatal pada muka disertai dengan luka pada bagian tubuh lain. Sagalon®, Nizoral®,dan Pirotop® diresepkan oleh dokter dengan tujuan untuk mengurangi infeksi yang diakibatkan oleh jamur, mengurangi rasa gatal pada bagian muka dan menyembuhkan luka pada bagian tubuh lain. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 23 Pendekatan umum untuk pengobatan infeksi mikosis permukaan termasuk diantaranya menjaga daerah yang terinfeksi agar selalu kering dan bersih serta membatasi diri dari individu yang telah terinfeksi penyakit ini. pengobatan topikal merupakan pengobatan lini pertama untuk infeksi pada kulit. sedangkan oral terapi dipilih ketika penyakit infeksi tersebut sudah terjadi keparahan. (Dipiro, Joseph T., et al, 2008) Penyakit dermatopita sering berpenetrasi hingga ke dalam lapisan kulit hingga stratum korneum. Sehingga kebanyakan dari infeksi dapat diobati dengan antifungi topikal. Infeksi yang memiliki area yang cukup luas dari tubuh bisa saja membutuhkan terapi oral. Selain itu, terapi oral dibutuhkan apabila pengobatan topikal tidak cukup kuat untuk melawan infeksi. (Chisholm-Burns, Marie A., et al.2008). Namun, pada kasus ini infeksi hanya ditemukan pada area wajah saja sehingga tidak diperlukan terapi oral. Untuk infeksi yang disertai dengan inflamasi, terapi kombinasi dengan menggunakan obat steroid bisa saja diresepkan. Untuk obat steroid topikal bisa saja digunakan golongan kortikosteroid seperti hidrokortison dengan merek dagang Visancort® atau mometason furoate anhiydrous 0,1% dengan merek dagang Mofacort®. Selain golongan steroid, obat golongan anti histamin bisa saja diresepkan pada kasus jamur yang disertai dengan gatal-gatal atau pruritus. Karena keparahan pruritus sering terjadi pada malam hari, anti-histamin yang dapat menyebabkan sedasi mungkin dapat mengurangi frekuensi gatal, seperti hydroxyzine atau diphenhydramin. Salah satu antidepresan trisiklik, doxepin, dapat menghambat reseptor histamine-1 dan histamin-2. Dan ini dapat digunakan untuk mengobati pruritus pada pasien dewasa dengan dosis 10 sampai 75 mg pada malam hari atau 75 mg dua kali sehari. Untuk antihistamin topikal, seperti 5% doxepin krim dan diphenhidramin krim, dapat juga mengurangi atau menetralkan pruritus. Namun, obat ini tidak direkomendasikan karena dapat menimbulkan sensitisasi pada kutaneus dari bahan-bahan tambahan atau excipient dalam formulasi.(National Institute for Health and Clinical Excellence, 2007) Pada kasus ini, juga diresepkan antibiotik yaitu pirotop dengan komposisi mupirocin calcium. Obat ini diindikasikan untuk melawan infeski sekunder dari Universitas Indonesia Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 24 luka yang diderita oleh nyonya X. Sehingga, pada resep ini pemberian pirotop tepat indikasi yaitu untuk mencegah adanya infeksi sekunder akibat infeksi bakteri. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan resep yang diterima Apotek Atrika selama periode Juli hingga Desember 2012, resep yang yang mengandung obat wajib apotek untuk terapi Antifungi golongan imidazol di Apotek Atrika sebanyak 20 lembar resep dengan terapi kombinasi. Obat yang paling banyak diresepkan adalah golongan ketokenazol dengan nama dagang Nizoral®. Berdasarkan analisis kerasionalan resep yang mengandung obat wajib apotek untuk terapi antifungi golongan Imidazol yang dilayani Apotek Atrika, resep pilihan tersebut dinilai rasional. Sagalon®, Nizoral®,dan Pirotop® diresepkan oleh dokter dengan tujuan untuk mengurangi infeksi yang diakibatkan oleh jamur, mengurangi rasa gatal pada bagian muka dan menyembuhkan luka pada bagian tubuh lain. 5.2 Saran Apoteker yang memberikan obat dowa, harus memenuhi kewajiban untuk memenuhi ketentuan dan batasan tiap jenis obat per pasien yang disebutkan dalam daftar obat wajib apotek yang bersangkutan, membuat catatan pasien serta obat yang telah diserahkan, memberikan informasi, meliputi dosis dan aturan pakainya, kontraindikasi, efek samping dan lain-lain yang perlu diperhatikan oleh pasien. Selain itu, dapat disarankan juga untuk melakukan pelayanan terapi antifungi sebaiknya dilakukan diagnosis terhadap penyakit kulit yang diderita pasien untuk memasitikan apakah disebabkan oleh fungi atau tidak. Sehingga pengobatan akan lebih efisien dan tepat indikasi. 25 Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 Universitas Indonesia DAFTAR ACUAN Chisholm-Burns, Marie A., et al.(2008). Pharmacotheraphy principle and practice. New York : Mc Graw Hill :1247 Corwin, Elizabeth J. (2008). Handbook of pathophysiology, 3rd edition. Ohio: Williams & Wilkins Dipiro, Joseph T., et al. (2008). Pharmacotherapy a pathophysiologic approach seventh edition. New York: MC Graw Hill Medical : 2000 Gandahusada, Srisasi., Herry D.I., Wita P. (2006). Parasitologi Kedokteran Edisi ketiga. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Kementerian Kesehatan. (1990). Keputusan Menteri Kesehatan 347/MenKes/SK/VII/1990 Tentang Obat Wajib Apotek. Jakarta. Nomor Kementerian Kesehatan. (1993). Peraturan Menteri Kesehatan No. 919/MENKES/PER/X/1993 Tentang Kriteria Obat yang Dapat Diserahkan Tanpa Resep. Jakarta. Kementerian Kesehatan. (1993). Peraturan Menteri Kesehatan No. 924/MENKES/PER/X/1993 Tentang Lampiran Daftar obat Wajib Apotik No.2. Jakarta. Kementerian Kesehatan. (1999). Surat Keputusan No.1176/MENKES/SK/X/1999 TentangLampiran Obat Wajib Apotik No.3. Jakarta. Kementerian Kesehatan. (2003). Indikator Indonesia Sehat 20120 dan Pedoman Penetapan Indikator Provinsi Sehat dan Kabupaten/ Kota Sehat : Keputusan Menteri Kesehatan nomor 1202/Menkes/SK/VIII/2003. Jakarta : National Institute for Health and Clinical Excellence. (2007). Atopic eczema in children. London : RCOG Pramudianto, Arlina & Evaria. (2011). MIMS Indonesia : Petunjuk Konsultasi Edisi 11 2011/2012. Jakarta : PT. Bhuana Ilmu Populer. Syarif, Amir et al. (2007). Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta: Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Tan Hoan Tjay & Rahardja, Kirana. (2002). Obat-Obat Penting : Khasiat, Penggunaan, dan Efek-Efek Sampingnya Edisi Kelima. Jakarta : PT Elex Media Komputindo. (249-261) 26 Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 Universitas Indonesia 27 Lampiran 1. Daftar obat wajib apotek I, II, III DOWA I Nomor :347/MenKes/SK/VII/1990 Tanggal : 16 Juli 1990 No. I Kelas Terapi Oral Kontrasepsi Nama Obat Tunggal Linesterol Kombinasi Etinodiol diasetat mestranol Indikasi Jumlah Tiap Jenis Obat Per Pasien Kontrasepsi 1 siklus Untuk siklus pertama harus dengan resep dokter Akseptor dianjurkan kontrol ke dokter tiap 6 bulan Kontrasepsi 1 siklus Akseptor dianjurkan kontrol ke dokter tiap 6 bulan Untuk akseptor tingkatan baru wajib menunjukkan kartu Norgestrel - etinil estradiol Linesterol - etinil estradiol Levonorgestrol - etinil estradiol Norethindrone mestranol Desogestrel - etinil estradiol II Obat Saluran Cerna Catatan A. Antacid + Sedativ / Spasmodik Hiperasiditas • Al Hidroksida, Mg. trisilikat + Papaverin lambung, HCl, Klordiazepoksid gastritis yg disertai Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 Maksimal 20 tablet 28 • Mg. trisilikat + Papaverin HCl, Klordiazepoksi+ diazepam + sodium bikarbonat • Mg. trisilikat, Al. hidroksida + Papaverin HCl, diazepam • Mg. Al. silikat + beladona + Klordiazepoksid + diazepam • Al. oksida, Mg. oksida + hiosinamin HBr, atropine SO4, hiosin HBr • Mg. trisilikat, Al. hidroksida + Papaverin HCl • Mg. trisilikat, Al. hidroksida + papaverin HCl + Klordiazeoksid + beladona • Mg. karbonat, Mg. oksida, Al. Hidroksida + Papaverin HCl, beladona • Mg. oksida, Bi. Subnitrat + beladona, papverin, klordiazepoksid • Mg. oksida, Bi. Subnitrat + beladona, klordiazepoksid • Mg. trisilikat, alukol + papaverin HCl, beladona, klordiazepoksid dengan ketegangan Hipermotilitas Maksimal 20 dan kejang tablet saluran cerna akibat hiperasidi-tas lambung gastritis B. Anti Spasmodik Papaverin/ Hiosin butilbromide/ Altropin Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 29 SO4/ekstrak beladon C. Anti Spasmodik analgesik • Metamizole, Fenpiverinium bromide • Hyoscine Nbutilbromide, dipyrone • Methampyro-ne, beladona, papaverin HCl • Methampyro-ne, hyoscine, butilbromide, diazepam • Pramiverin, metamizole • Tremonium metil sulfat, sodium noramidopyrin methane sulphonate • Prifinium bromide, sulpyrin • Anti mual Metoklopramid HCl • Laksan Bisakodil Supp. III Obat Mulut dan Tenggorokan A. Hexetidine Kejang saluran cerna Maksimal 20 tablet Kejang saluran cerna yang disertai nyeri hebat Maksimal 20 tablet Mual, muntah Maksimal 20 tablet Konstipasi Maksimal 3 supp. Sariawan, radang tenggorokan Maksimal 1 botol Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 Bila mual muntah berkepanjangan ppasien dianjurkan kontrol ke dokter 30 IV V Obat Saluran Nafas B. Triamcinolone acetonide Sariawan berat Maksimal 1 tube A. Obat Asma 1.Aminofilin supp Asma Maksimal 3 supp Maksimal 10 tablet, sirup 1 botol Maksimal 20 tablet, sirup 1 botol 2.Ketotifen Asma 3.Terbutalin SO4 Asma 4.Sabutamol Asma Inhaler 1 tabung, Maksimal 10 tablet, sirup 1 botol B. Sekretolitik, Mukolitik 1. Bromheksin Mukolitik Maksimal 20 tablet, Sirup 1 botol 2. Karbosistein Mukolitik Maksimal 20 tablet, Sirup 1 botol 3. Asetilsistein Mukolitik 4. Oksalamin sitrat Mukolitik Maksimal 20 dus Maksimal Sirup 1 botol A. Analgetik, Obat yang Antipiretik mempenga1. Metampiron ruhi sistem Neuromuscular 2. Asam mefenamat 3. Glafenin Maksimal 20 Sakit kepala, pusing, panas tablet /demam, nyeri Sirup 1 botol haid Sakit kepala / gigi Sakit kepala / gigi Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 Maksimal 20 tablet, Maksimal 20 tablet Pemberian obat-obat asma hanya atas dasar pengobatan ulang dari dokter 31 4. Metampiron + Klordiazepoksid / diazepam B. Antihistamin 1. Mebhidrolin 2. Pheniramin hydrogen maleat 3. Dimethinden maleat 4. Astemizol 5. Oxomenazin 6. HomochloryClizin HCl 7. Dexchlorpheniramine VI Antiparasit Obat kulit VII topikal Obat Cacing Mebendazol A. Antibiotik 1.Tetrasiklin/ Oksitetrasiklin 2.Kloramfenikol 3.Framisetin SO4 4.Neomisin SO4 5.Gentamisn SO4 6.Eritromisin Sakit kepala yang disertai ketegangan Maksimal 20 tablet Antihista-min / alergi Antihista-min / alergi Maksimal 20 tablet Maksimal 20 tablet, bisa 3 tablet lepas lambat Antihista-min / alergi Antihista-min / alergi Antihista-min / alergi Antihista-min / alergi Antihista-min / alergi Cacing kremi, tambang, gelang, cambuk Maksimal 6 tablet, Sirup 1 botol Infeksi bakteri pd kulit (lokal) Infeksi bakteri pd kulit (lokal) Infeksi bakteri pd kulit (lokal) Infeksi bakteri pd kulit (lokal) Infeksi bakteri pd kulit (lokal) Acne vulgaris Maksimal 1 tube Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 Maksimal 1 tube Maksimal 2 lembar Maksimal 1 tube Maksimal 1 tube Maksimal 1 32 botol B. Kortikosteroid 1.Hidrokortison 2.Flupredniliden 3.Triamsinolon 4.Betametason 5.Fluokortolon/ Duflukortolon 6.Desoksimetason C. Antiseptik lokal Heksaklorofene Alergi dan peradangan lokal Alergi dan peradangan lokal Alergi dan peradangan lokal Alergi dan peradangan lokal Alergi dan peradangan kulit Maksimal 1 tube Alergi dan peradangan kulit Maksimal 1 tube Desinfeksi kulit Maksimal 1 botol Infeksi jamur lokal Infeksi jamur lokal Infeksi jamur lokal Infeksi jamur lokal Maksimal 1 tube Maksimal 1 tube Maksimal 1 tube Maksimal 1 tube Anestetikum lokal Maksimal 1 tube Memar Maksimal 1 tube Maksimal 1 tube Maksimal 1 tube Maksimal 1 tube Maksimal 1 tube D. Anti fungi 1.Mikonazol nitrat 2.Nistatin 3.Tolnaftat 4.Ekonazol E. Anestesi lokal Lidokain HCl F. Enzim antiradang topikal kombinasi Heaparinoid/ Heparin Na dengan Hialuronidase ester Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 33 nikotinat G. Pemucat kulit 1.Hidroquinon 2.Hidroquinon dengan PABA Hiperpigmentasi kulit Maksimal 1 tube Hiperpigmentasi kulit Maksimal 1 tube Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 34 DOWA II Nomor : 924/MenKes/Per/x/1993 Tentang : Daftar Obat Wajib Apotik No.2 1 Albendazol 2 Bacitracin JUMLAH MAKSIMAL TIAP JENIS OBAT PER PASIEN Tab 200 mg, 6 tab Tab 400 mg, 3 tab 1 tube 3 4 5 6 Benorilate Bismuth Subcitrate Carbinoxamin Clindamicin 10 tablet 10 tablet 10 tablet 1 tube 7 Dexametason 1 tube 8 9 Dexpanthenol Diclofenac 1 tube 1 tube NAMA GENERIK OBAT 10 Diponium 11 Fenoterol 12 Flumetason 10 tablet 1 tabung 1 tube 13 Hydrocortison butyrat 1 tube 14 Ibuprofen 15 Isoconazol Tab 400 mg, 10 tab Tab 600 mg, 10 tab 1 tube 16 Ketokonazol Kadar < 2 % 17 Levamizole Krim 1 tube Scalp sol 1 btl Tab 50 mg, 3 tab 18 Methylprednisolon 1 tube 19 Niclosamide 20 Noretisteron Tab 500 mg, 3 tab 1 siklus PEMBATASAN Sebagai Obat Luar untuk infeksi bakteri pada kulit Sebagai obat luar untuk obat acne Sebagai obat luar untuk inflamasi Sebagai obat luar untuk kulit Sebagai obat luar untuk inflamasi Inhalasi Sebagai obat luar untuk inflamasi Sebagai obat luar untuk inflamasi Sebagai obat luar untuk infeksi jamur lokal Sebagai obat luar untuk infeksi jamur lokal Sebagai obat luar untuk infeksi jamur lokal Sebagai obat luar untuk inflamasi Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 35 21 Omeprazole 22 Oxiconazole 23 24 25 26 Pipazetate Piratiasin kloroteofilin Pirenzepine Piroxicam 27 Polymixin B Sulfate 28 Prednisolon 29 Scopolamine 30 Silver Sufadiazin 31 Sucralfare 32 Sulfasalazine 33 Tioconazole 34 Urea 7 tablet Kadar < 2 %, 1 tube Sebagai obat luar untuk infeksi jamur lokal Sirup 1 botol 10 tablet 20 tablet 1 tube Sebagai obat luar untuk inflamasi 1 tube Sebagai obat luar untuk infeksi jamur lokal 1 tube Sebagai obat luar untuk inflamasi 10 tablet 1 tube Sebagai obat luar untuk infeksi bakteri pada kulit 20 tablet 20 tablet 1 tube Sebagai obat luar untuk infeksi jamur lokal 1 tube Sebagai obat luar untuk hiperkeratose Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 DOWA III Nomor : 1176/Menkes/SK/X/1999 Tanggal: 7 Oktober 1999 Tentang : Daftar Obat Wajib Apotik No.3 NO. 1 KELAS TERAPI NAMA GENERIK OBAT Saluran Pencemaan dan 1 Famotidin Metabolisme 2 Ranitidin 2 Obat kulit JUMLAH MAKSIMAL TIAP JENIS OBAT PERPASIEN INDIKASI Antiulkus Peptik Maksimal 10 tablet 20 mg/ Pemberian obat hanya atas 40 mg dasar pengobatan ulangan dari dokter Maksimal 10 table t Pemberian obat hanya atas Antiulkus 150 mg dasar pengobatan ulangan Peptik dari dokter 1 Asam Azeleat Antiakne Maksimal 1 tube 5 g 2 Asam Fusidat Antimikroba Maksimal 1 tube 5 g Antiakne Maksimal 1 tube 5 g Antifungi Maksimal 1 tube 5 g Antiakne Maksimal 1 tube 5 g 3 Motretinida CATATAN 4 Tolsiklat 5 Tretinoin 36 Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 3 Antiinfeksi Umum 1 Kategori 1 (2HRZE/4H3R3) Kombipak II Fase awal - Isoniazid 300 mg - Rifampisin 450 mg - Pirazinamid 1500 mg - Etambutol 750 mg Antituberku losa Satu paket Sebelum fase lanjutan, penderita harus kembali ke dokter. Kombipak III Fase lanjutan - Isoniazid 600 mg - Rifampisin 450 mg 2 Kategori II (2HRZES/HRZE/5H3R3E3) Kombipak II Fase awal - Isoniazid 300 mg - Rifampisin 450 mg - Pirazinamid 1500 mg - Etambutol 750 mg - Streptomisin 0,75 mg Kategori I: - Penderita baru BTA positif - Penderita baru BTA negatif dan rontgen positif yang sakit berat - Penderita ekstra paru berat Satu paket Kombipak IV Fase lanjutan Isoniazid 600 mg - Rifampisin 450 mg -Etambutol 1250 mg Kategori II: - Penderita kambuh (relaps) BTA positif - Penderita gagal pengobatan BTA positif Sebelum fase lanjutan, penderita harus kembali ke dokter. 37 Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 Satu paket 3 Kategori III (2HRZ/4H3R3) Kombipak I Fase awal Isoniazid 300 mg Rifampisin 450 mg Pirazinamid 1500 mg 4 Sistem Muskuloskeletal Kombipak II Fase lanjutan Isoniazid 600 mg Rifampisin 450 mg 1 Alopurinol 2 Diklofenak natrium 5 Sistem saluran pernafasan 3 Piroksikam Kategori III: Penderita baru BTA negatif/rontgen positif- Penderita ekstra paru ringan Sebelum fase lanjutan, penderita harus kembali ke dokter. Pemberian obat hanya atas dasar pengobatan ulangan dan dokter Antigout Maksimal 10 tablet 100 mg Pemberian obat hanya atas dasar pengobatan ulangan dari dokter Antiinflamasi dan Antirematik Antiinflamasi dan Antirematik Maksimal 10 tablet 25 mg Antihistamin Maksimal 10 tablet Pemberian obat hanya atas dasar pengobatan ulangan dari dokter Maksimal 10 tablet 10 mg Pemberian obat hanya atas dasar pengobatan ulangan dari dokter Pemberian obat hanya atas dasar pengobatan ulangan dari dokter Antihistamin Maksimal 10 tablet atau botol 60 ml 1 Klemastin 38 Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 3 Orsiprenalin 4 Prometazin teoklat Antiasma Maksimal 1 tube inhaler Antihistamin Maksimal 10 tablet atau botol 60 ml Pemberian obat hanya atas dasar pengobatan ulangan dari dokter Pemberian obat hanya atas dasar pengobatan ulangan dari dokter Pemberian obat hanya atas dasar pengobatan ulangan dari dokter Maksimal 10 tablet Pemberian obat hanya atas dasar pengobatan ulangan dari dokter Antihistamin 5 Setirizin Maksimal 10 tablet Antihistamin Obat Mata Pemberian obat hanya atas dasar Maksimal 1 tube 5 gr atau botol pengobatan ulangan dari dokter 5 ml Obat Mata Pemberian obat hanya atas dasar Maksimal 1 tube 5 gr atau botol pengobatan ulangan dari dokter 5 ml 6 Siproheptadin 6 Organ-organ Sensorik Pemberian obat hanya atas dasar pengobatan ulangan dari dokter 1 Gentamisin 2 Kloramfenikol Maksimal 1 botol 5 ml Obat Telinga 3 Kloramfenikol 39 Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 40 Lampiran 2. Tabel Nama Dagang Obat dengan Zat Aktif Mikonazol Nitrat dan Ketokonazol di Indonesia Zat Aktif Mikonazol Nitrat Nama Obat Bentuk Sediaan Pabrik dan Dosis Daktarin Krim 2% x 5 g Janssen-Cilag Daktarin Diaper Salep 10 g Janssen-Cilag Daktazol Krim 2% x 5 g Berlico Mulia Farma Fungares Krim 2% x 5 g Guardian Pharmatama Micoskin Krim 2% x 5 g, 10 g Corsa Moloderm Krim 20 mg/g x 10 Molex Ayus Mycorine Krim 2 % x 5 g Galenium Sporend Krim 2 % x 5 g dan 15 g Zolagel Krim 2 % x 5 g Zolagel Diaper Salep 10 g Ketokonazol Dysfungal cream Mugi Lab GMP (Global Multi Pharma lab) GMP (Global Multi Pharma lab) Krim 2 % x 10 g Roi Surya Prima Fexazol Krim 20 mg/g x 5 g Molex Ayus Formyco Krim 2 % x 10 g Sanbe Fungasol Krim 2% x 10 g Guardian Pharmatama Fungoral Krim 2% x 5 g Kimia Farma Interzol Krim 2 % x 5 g Interbat Krim 2 % x 5 g Hexpharm Ketomed Krim 2% x 15 g SDM Lab Lusanoc Krim 2 % x 10 g Meprofarm Muzoral Krim 2 % x 5 g Mugi Lab Mycoderm Krim 5 g Otto Ketokonazol Hexpharm Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 41 Mycoral Krim 2% x 5 g Kalbe Farma Mycozid Krim 2 % x 15 g Soho Nizoral Krim 2 % x 5 g Janssen-Cilag Novung Krim 20 mg/g x 5 g Nufarindo Profungal Krim 2 % x 5 g Kalbe farma Solinfec Krim 2% x 5g Ifars Sporex Krim 2 % x 15 g Tempo Scan pacific Zoloral Krim 2 % x 10 g Ikapharmindo Zoralin Krim 2 % x 10 g Medikon Lampiran 3 Tabel Nama Dagang Obat dengan Zat Aktif Mikonazol Nitrat dan Ketokonazol di Apotek Atrika. No 1 2 Nama Zat Aktif Mikonazol Sitrat Ketokonazol Nama Dagang Pabrik Farmasi Daktarin Powder Janssen-Cilag Mycorine Galenium Fungasol Guardian Pharmatama Ketokonazol Cream Hexpharm Ketomed SDM Lab Mycoral cream Kalbe Farma Nizoral Janssen-Cilag Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 42 Lampiran 4 Tabel Nama Dagang Obat dengan zat aktif Mikonazol Nitrat dan Ketokonazol pada resep di Apotek Atrika. No 1 2 Nama Zat Aktif Mikonazol Sitrat Ketokonazol Nama Dagang Pabrik Farmasi Daktarin Powder Janssen-Cilag Fungasol Guardian Pharmatama Nizoral Janssen-Cilag Ketokonazol cream Hexpharm Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 Lampiran 5. Tabel Nama Dagang Obat dengan Zat Aktif Mikonazol Nitrat dan Ketokonazol Beserta Pedagang Besar Farmasi yang Mendistribusikannya Zat Aktif Nama Obat Bentuk Pabrik Distributor Alamat distributor Sediaan dan Nomor Telpon Distributor Dosis Mikonazol Daktarin Krim 2% x 5 g Janssen-Cilag Nitrat Anugerah Jl. Pulolentut Kav. II/ E-4 Pharmindo Lestari Kawasan Indutri (021) 46952000 Pulogadung Jakarta 13920 Daktarin Diaper Salep 10 g Gala Djaja Raya Jl. Kemang Raya No.128, (021) 7194778 Kebayoran baru Daktazol Krim 2% x 5 g Berlico Mulia Prima Christofarm Farma Jl. Siam No.127-129 (0561) 734733 Pontianak Metiska Sakti Jl. Veteran No 18 AF-AG (061)453337 Kel. Gang Buntu Kecamatan Medan timur, Sumatera utara Fungares Krim 2% x 5 g Guardian Millenium Panin Centre Lt. 9 Jl. Jend. Pharmatama Pharmacon Sudirman Senayan (021) 5633254 International Tbk 43 Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 Penta Valent Jl Kedoya Raya no 33 (021) 5673891 Kedoya Utara Kebon Jeruk Jakarta 11520 Micoskin Krim 2% x 5 g, Corsa Utama Bina Farma 10 g Jl. Tanjung Pura No.4-6 (0561) 732449 Pontianak Mestika Sakti Jl. Veteran No 18 AF-AG (061)453337 Kel. Gang Buntu Kecamatan Medan timur, Sumatera utara Multi Husada Farma Jl. Lodan No.2 blok B/15 (021) 6924431, Jakarta Utara Kelurahan 6901780 Ancol, Kecamatan Pademangan Sawah Besar Farma Jl. Sei Mencirim No 18 A, (061)452183 Medan Moloderm Krim 20 mg/g x Molex Ayus Kebayoran Pharma 10 Mycorine Jl. Garuda no 79 Jakarta (021) 4207042 10610 Krim 2 % x 5 g Galenium Anugrah Argon Jl Tawes 2A Jati Medica Pulogadung Jakarta Timur (021) 3861271 44 Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 Djembatan Due Jl. Petojo Melintang no 17 (021) 3861271 Jakarta 10160 Enggal Perdana Jl. Raden Intan No. 122 0725-262603 Karang, Lampung Kebayoran Pharma Jl. Garuda no 79 Jakarta (021) 4207042 10610 Mestika Sakti Jl. Veteran No 18 AF-AG (061)453337 Kel. Gang Buntu Kecamatan Medan timur, Sumatera utara Tabah Delca Farina Jl. Kampar 25 RT VII, (0736) 344285 Bengkulu Sporend Krim 2 % x 5 g Mugi Lab Dos Ni Roha dan 15 g Gedung Graha Eka Citra Jl. (021) 5305602 Budi Raya No 9 kemanggisan Jakarta Ketokonazol Zolagel Krim 2 % x 5 g GMP (Global Kebayoran Pharma Multi Pharma Jl. Garuda no 79 Jakarta (021) 4207042 10610 lab) Zolagel Diaper Salep 10 g Sapta Sari Tama Jl. Sei Muara I/3 Medan (061) 4151389 45 Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 20154 Dysfungal cream Fexazol Krim 2 % x 10 Roi Surya g Prima Krim 20 mg/g x Molex Ayus Kalista (021) 7198309 26 Jakarta Selatan Kebayoran Pharma 5g Formyco jl. Kemang Timur Raya no Jl. Garuda no 79 Jakarta (021) 4207042 10610 Krim 2 % x 10 Sanbe Banyumas g Jl. Kepundung No.70 Kel (0361) 235125 Dangin Puri Kaja - Kec Denpasar Timur Denpasar Bina San Prima Jl. Rawa Gelam IV no 7 (021) 46826464 Kawasan Industri Pulogadung Jakarta Timur Cipta Niaga Jl. Hayam Wuruk No.103 (0361) 222315 Kel Sumerta Kelod - Kec Denpasar Timur Denpasar Ladang Mitabu Jl. T. Umar Lr. Padang No. 2, Aceh Matakar Pantam Jl. G. Sidole No.40 Rt (0451 ) 422149 001/004 Kel Lolu Utara Kec Palu Selatan Palu, 46 Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 94112 Sulawesi Tengah Optima Farma Jl. Melati Blok A No. 5, - Sorong, Papua Barat Rifanti Asti Jl. Jendral A. Yani No. 17, (0951) 328800 Jayapura Sarana Biomeditama Jl. Kelapa Dua Entrop, (0967) 531969 Jayapura Setia Thenoch Jl. Sam Ratulangi No. 133 - (0431) 86276 135, Manado Unoson Jl. Sudirman No. 100 Lt. II, (0431) 863123 Manado Fungasol Krim 2% x 10 g Guardian Millenium Panin Centre Lt. 9 Jl. Jend. Pharmatama Pharmacon Sudirman Senayan (021) 5633254 International Tbk Penta Valent Jl Kedoya Raya no 33 (021) 5673891 Kedoya Utara Kebon Jeruk Jakarta 11520 47 Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 Fungoral Krim 2% x 5 g Kimia Farma Kimia Farma Jl. Majapahit No.20 Jakarta (021) 34833395 Pusat Interzol Krim 2 % x 5 g Interbat Anugerah Jl. Pulolentut Kav. II/ E-4 Pharmindo Lestari Kawasan Indutri (021) 46952000 Pulogadung Jakarta 13920 Ketokonazol Krim 2 % x 5 g Hexpharm Hexpharm Enseval Putera Jl. Pulolentut No. 10 (021) 4600102 Merapi Utama Jl. Pulobuaran Raya No. 4 (021) 46821660 Pharma blok III EE Kav.No. 1 Megatrading Kawasan Industri Pulogadung Jakarta 13930 Tri Sapta Jaya Jl. Singgasana Raya No 61 ( 022 ) 5436313 Cibaduyut, Bandung Ketomed Krim 2% x 15 g SDM Lab Kalista jl. Kemang Timur Raya no (021) 7198309 26 Jakarta Selatan Penta Valent Jl Kedoya Raya no 33 (021) 5673891 Kedoya Utara Kebon Jeruk Jakarta 11520 Sawah Besar Farma Jl. Sei Mencirim No 18 A, (061)452183 48 Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 Medan Lusanoc Krim 2 % x 10 Meprofarm Kalista g jl. Kemang Timur Raya no (021) 7198309 26 Jakarta Selatan Karsatama Jl. Mustang B3 No.1 Blk Rt (022)2006580 03/07 Kel Sukawarna - Kec Sukajadi Bandung 40164 Millenium Panin Centre Lt. 9 Jl. Jend. Pharmacon Sudirman Senayan (021) 5633254 International Tbk Muzoral Krim 2 % x 5 g Mugi Lab Dos Ni Roha Gedung Graha Eka Citra Jl. (021) 5305602 Budi Raya No 9 kemanggisan Jakarta Mycoderm Krim 5 g Otto Mensa Bina Sukses Jl. Cideng Timur I no 13/15 (021) 6338285 Jakarta Pusat Mycoral Krim 2% x 5 g Kalbe Farma Enseval Putera Jl. Pulolentut No. 10 (021) 4600102 Jl. Gunung Sahari XII no. 6 (021)6395909 Megatrading Mycozid Krim 2 % x 15 Soho Parit Padang g - 7 Jakarta Pusat 10720 49 Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 Nizoral Krim 2 % x 5 g Janssen-Cilag Anugerah Jl. Pulolentut Kav. II/ E-4 Pharmindo Lestari Kawasan Indutri (021) 46952000 Pulogadung Jakarta 13920 Gala Djaja Raya Jl. Kemang Raya No.128, 021 - 7194778 Kebayoran baru Novung Krim 20 mg/g x Nufarindo Unoson 5g Jl. Sudirman No. 100 Lt. II, (0431) 863123 Manado Banyumas Jl. Kepundung No.70 Kel (0361) 235125 Dangin Puri Kaja - Kec Denpasar Timur Denpasar Batu Rusa Jl. Letjen Suprapto No. 60 (0274) 589442 Ngampilan Bintang Permai Jl. Purwakencana No. 7 Lestari Bandung Dempo Sentosa Jl. Asahan Dalam No.101. (022) 7801754 ( 061 ) 574850 Medan Digdaya Mandiri Jl. Imam Bonjol, Bandar - Lampung Duvin Lokalestari Jl. Sembilan I 4 Bontoala (0411) 314538 50 Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 Bontoala, Makassar Gatra Mora Jl. Mayor Ruslan No. 525 (0711) 364176 A, Palembang Kalista jl. Kemang Timur Raya no (021)7198309 26 Jakarta Selatan Kimia Farma Jl. Majapahit No.20 Jakarta (021)34833395 Pusat Marsilvic Jaya Jl. Batang Arau Blok B.4 (0751) 23152 No. 88A, Padang Tridaya Sakti Jl. Manumbing/Veteran Medima No.188 C. Palembang. ( 0711 ) 358238 Sumatera Selatan Profungal Krim 2 % x 5 g Kalbe farma Enseval Putera Jl. Pulolentut No. 10 (021)4600102 Jl Bridgen Selamet Riyadi (0271) 712672 Megatrading Solinfec Krim 2% x 5g Ifars Pradipta Adi Pacific Solo Sporex Krim 2 % x 15 Tempo Scan g pacific Tempo Gd. Bina Mulia Jl. HR (021) 5201858 Rasuna Said Kav.11 Jakarta Selatan 51 Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013 Zoloral Krim 2 % x 10 Ikapharmindo g Zoralin Krim 2 % x 10 Medikon Distriversa JL. Sei Serayu No 115, Buanamas Medan Kebayoran Pharma Jl. Garuda no 79 Jakarta g 061- 4515283 (021)4207042 10610 Lampiran 6. Tabel nama obat yang ada dalam resep beserta nama distributor obat yang ada di Apotek Atrika No 1 2 3 Nama Obat Nizoral 2% Sagalon Cream Pirotop Nama PBF Anugerah Pharmindo Lestari Eva Surya Pratama Stimec International Alamat PBF Jl. Pulolentut Kav. II/ E-4 Kawasan Indutri Pulogadung Jakarta 13920 Jl. Pondasi 60, Kayu Putih, Jakarta 13210 Jl. Lautze No. 60 Jakarta 10710 Jl. Kamboja Ujung blok 1 no 10 Kota Bambu Antar Mitra Sembada Jakarta Surya Prima Perkasa Jl. Bima no 21 Kemanggisan Jl Kedoya Raya no 33 Kedoya Utara Kebon PentaValent Jeruk Jakarta 11520 Surya Prima Perkasa Jl. Bima no 21 Kemanggisan Jl. Kamboja Ujung blok 1 no 10 Kota Bambu Antar Mitra Sembada Jakarta PentaValent Jl Kedoya Raya no 33 Kedoya Utara Kebon Jeruk Jakarta 11520 No Telepon PBF 46952000 4700888 3456868 5670166 53654891 5673891 53654891 5670166 5673891 52 Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013