PR-Winie Karunia

advertisement
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
DI APOTEK ATRIKA
JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT
PERIODE 21 FEBRUARI - 28 MARET 2013
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
WINIE KARUNIA RAHMANI, S.Farm.
1206313886
ANGKATAN LXXVI
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JUNI 2013
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
DI APOTEK ATRIKA
JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT
PERIODE 21 FEBRUARI - 28 MARET 2013
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Apoteker
WINIE KARUNIA RAHMANI, S.Farm.
1206313886
ANGKATAN LXXVI
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JUNI 2013
ii
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
ESAH HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Praktek Kerja Profesi ini diajukan oleh :
Nama
: Winie Karunia Rahmani, S. Farm.
NPM
: 1206313886
Program Studi
: Apoteker – Fakultas Farmasi UI
Judul Laporan
: Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Atrika Jalan
Kartini Raya No. 34, Jakarta Pusat Periode 21 Februari – 28
Maret 2013
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai
bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Apoteker pada
Program Studi Apoteker, Fakultas Farmasi, Universitas Indonesia.
DEWAN PENGUJI
Pembimbing I
: Dr. Harmita, Apt.
( .................................... )
Pembimbing II
: Dra. Sabarijah Witto Eng, S.KM.,Apt (.................................... )
Penguji I
: ..............................................
( .................................... )
Penguji II
: ..............................................
( .................................... )
Penguji III
: ..............................................
( .................................... )
Ditetapkan di
: Depok
Tanggal
:
iii
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur hanyalah untuk Allah SWT atas limpahan nikmat,
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Praktek Kerja
Profesi Apoteker dan penyusunan laporan ini tepat waktu. Shalawat dan salam
senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan
sahabatnya. Dalam ruang yang terbatas ini, dengan segala kerendahan hati,
penulis ingin menyampaikan terima kasih dan rasa hormat kepada :
1.
Bapak Dr. Harmita, Apt. selaku Ketua Program Profesi Apoteker, Fakultas
Farmasi UI sekaligus pembimbing dari Apotek Atrika yang telah memberikan
bimbingan dan arahan kepada penulis selama penulisan laporan PKPA.
2.
Dra. Sabarijah WittoEng, S.KM ., Apt selaku pembimbing dari Departemen
Farmasi yang telah memberikan ilmu, bimbingan, dan nasehat yang begitu
bermanfaat.
3.
Bapak Winardi Hendrayanta selaku Pemilik Sarana Apotek Atrika.
4.
Ibu Prof. Dr. Yahdiana Harahap, M.S. selaku Dekan Fakultas Farmasi UI.
5.
Para karyawan Apoteker Atrika (Mbak Shinta, Mbak Ayu, Mbak Ratna, Ibu
Meta, Ibu Mimin, Ibu Tuti, Mbak Febi, Mbak Ponah, dan lain-lain) atas ilmu,
arahan dan bantuan yang telah diberikan selama pelaksanaan PKPA ini.
6.
Seluruh dosen dan staf tata usaha Fakultas Farmasi UI atas ilmu dan bantuan
yang diberikan selama penulis menjalani pendidikan di Program Profesi
Apoteker.
7.
Keluarga tercinta, Ayah, Ibu dan Linda atas kesabarannya, kasih sayang,
dukungan, perhatian dan doanya untuk menyelesaikan pendidikan profesi
Apoteker dengan sebaik mungkin.
8.
Rekan-rekan PKPA di Apotek Atrika yang telah berbagi ilmu, pengalaman
dan juga menghibur selama pelaksanaan PKPA.
9.
Seluruh sahabat dan teman Program Profesi Apoteker, Fakultas Farmasi UI
selaku teman seperjuangan yang telah memberikan dukungan dan semangat.
Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan PKPA ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis dengan senang hati menerima segala
kritik dan saran demi perbaikan di masa yang akan datang. Tak ada yang penulis
iv
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
harapkan selain sebuah keinginan agar laporan PKPA ini dapat bermanfaat bagi
pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu farmasi pada
khususnya.
Penulis
2013
di
:
Apoteker – Departemen Farmasi FMIPA UI
: Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Atrika Jalan
Judul Laporan
Kartini
Raya
No.
34,
Jakart
v
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di
bawah ini:
Nama
NPM
Program Studi
Fakultas
Jenis karya
: Winie Karunia Rahmani
: 1206313886
: Profesi Apoteker
: Farmasi
: Karya Akhir
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan
kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive
Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Di Apotek Atrika Jalan Kartini Raya No.
34 Jakarta Pusat Periode 21 Februari - 28 Maret 2013
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,
mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data
(database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap
mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak
Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di
: Depok
Pada tanggal : 1 Juli 2013
Yang menyatakan
(Winie Karunia Rahmani)a Pusat Periode Februari dan
vi
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ........................................................................................ i
HALAMAN JUDUL .......................................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... iii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... iv
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH. ......................... vi
DAFTAR ISI .................................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR....................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... ix
BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1
1.2 Tujuan........................................................................................... 2
BAB 2 TINJAUAN UMUM APOTEK ............................................................ 3
2.1 Definisi Apotek ............................................................................. 3
2.2 Landasan Hukum Apotek…………………………………………. 3
2.3 Tugas dan Fungsi Apotek .............................................................. 4
2.4 Persyaratan Sarana dan Prasarana Apotek ..................................... 4
2.5 Persyaratan Apoteker Pengelola Apotek ........................................ 5
2.6 Pengalihan Tanggung Jawab Pengelolaan Apotek ......................... 7
2.7 Tata Cara Perizinan Apotek........................................................... 8
2.8 Pencabutan Surat Izin Apotek ..................................................... 11
2.9 Tenaga Kerja di Apotek .............................................................. 13
2.10 Sediaan Farmasi di Apotek.......................................................... 14
2.11 Pengelolaan Apotek .................................................................... 24
2.12 Pengadaan Persediaan Apotek ..................................................... 28
2.13 Pengendalian Persediaan Apotek ................................................. 29
2.14 Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek .................................. 31
BAB 3 TINJAUAN KHUSUS APOTEK ATRIKA ...................................... 38
3.1 Sejarah dan Lokasi ...................................................................... 38
3.2 Tata Ruang.................................................................................. 38
3.3 Struktur Organisasi ..................................................................... 39
3.4 Tugas dan Fungsi Jabatan............................................................ 39
3.5 Kegiatan di Apotek Atrika........................................................... 43
BAB 4 PEMBAHASAN ................................................................................. 52
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 58
5.1 Kesimpulan ................................................................................. 58
5.2 Saran ........................................................................................... 58
DAFTAR REFERENSI ................................................................................... 59
vii
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1
Gambar 2.2
Gambar 2.3
Logo golongan obat .................................................................... 15
Tanda peringatan pada kemasan obat bebas terbatas .................... 16
Matriks VEN – ABC ................................................................... 31
viii
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.
Lampiran 2.
Lampiran 3.
Lampiran 4.
Lampiran 5.
Lampiran 6.
Lampiran 7.
Lampiran 8.
Lampiran 9.
Lampiran10.
Lampiran 11.
Lampiran 12.
Lampiran 13.
Lampiran 14.
Lampiran 15.
Lampiran 16.
Peta lokasi Apotek Atrika............................................................ 61
Denah ruangan Apotek Atrika ..................................................... 62
Struktur organisasi Apotek Atrika ............................................... 63
Surat Pesanan (SP) Apotek Atrika ............................................... 64
Surat Pesanan (SP) Narkotika...................................................... 65
Laporan penggunaan narkotika.................................................... 66
Surat Pesanan (SP) psikotropika .................................................. 67
Laporan Penggunaan psikotropika ............................................... 68
Alur penanganan resep ................................................................ 69
Kartu stok besar Apotek Atrika ................................................... 70
Kartu stok kecil Apotek Atrika .................................................... 71
Faktur pengiriman barang ke cabang Apotek Atrika .................... 72
Berita acara pemusnahan resep Apotek Atrika............................. 73
Etiket Apotek Atrika ................................................................... 74
Salinan resep Apotek Atrika ........................................................ 75
Kuitansi Apotek Atrika ............................................................... 76
ix
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Kesehatan merupakan salah satu unsur kesejahteraan umum yang dapat
diwujudkan melalui pembangunan kesehatan. Pembangunan kesehatan besar
artinya bagi pembangunan dan pembinaan sumber daya manusia Indonesia serta
sebagai modal bagi pelaksanaan pembangunan nasional. Dengan memperhatikan
peranan kesehatan tersebut maka diperlukan upaya yang memadai bagi
peningkatan derajat kesehatan dan pembinaan penyelenggaraan upaya kesehatan
secara menyeluruh dan terpadu (PP No.51,2009). Penyelenggaraan berbagai
upaya pembangunan kesehatan dilakukan diantaranya dengan pemerataan dan
peningkatan pelayanan kesehatan yang didukung oleh penyediaan fasilitas
pelayanan kesehatan yang memadai, penyediaan jumlah obat yang mencukupi,
bermutu baik dan terdistribusi merata dengan harga yang terjangkau oleh
masyarakat luas.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1332/MENKES/SK/
X/2002, apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan
kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya
kepada masyarakat. Apotek merupakan suatu bisnis eceran (retail) yang
komoditasnya (barang yang diperdagangkan) terdiri dari perbekalan farmasi (obat
dan bahan obat) dan perbekalan kesehatan (alat kesehatan) (Umar, 2011). Apotek
merupakan suatu institusi yang mempunyai dua fungsi yaitu sebagai unit
pelayanan kesehatan (patient oriented) dan unit bisnis (profit oriented). Dalam
fungsinya sebagai unit pelayanan kesehatan, fungsi apotek adalah menyediakan
obatā€obatan yang dibutuhkan masyarakat untuk mencapai derajat kesehatan yang
optimal. Fungsi apotek sebagai institusi bisnis adalah untuk memperoleh
keuntungan karena bagaimana pun investasi yang ditanam pada apotek cukup
besar dan biaya operasionalnya juga tidak sedikit.
Komoditas bisnis apotek yang paling utama adalah sediaan farmasi yang
dapat mempengaruhi kesehatan manusia sehingga apabila tidak dikelola oleh
1
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
Universitas Indonesia
orang yang memiliki ilmu kefarmasian akan dapat membahayakan kesehatan
masyarakat. Seorang apoteker pengelola apotek (APA) dalam menjalankan profesi
apotekernya di apotek tidak hanya pandai sebagai penanggung jawab teknis
kefarmasian saja, melainkan juga dapat mengelola apotek sesuai dengan prinsipprinsip bisnis yang dapat memberikan keuntungan kepada pihak-pihak yang
memiliki kepentingan (stake holder) tanpa harus menghilangkan fungsi sosialnya
di masyarakat (Umar, 2011). Di satu sisi seorang Apoteker dituntut untuk dapat
berkomunikasi kepada masyarakat dan memberikan pelayanan informasi obat
yang tepat, aman dan rasional. Di sisi lain, seorang Apoteker juga dituntut untuk
memiliki kemampuan berwiraswasta.
Untuk mempersiapkan para apoteker yang profesional maka perlu
dilakukan praktek kerja di Apotek sebagai pelatihan untuk menerapkan ilmu yang
telah didapatkan di masa kuliah serta dapat mempelajari segala kegiatan dan
permasalahan yang ada di suatu apotek. Dengan dilatarbelakangi hal tersebut
maka diadakan kerjasama antara Program Pendidikan Profesi Apoteker Fakultas
Farmasi Universitas Indonesia dengan Apotek Atrika, berupa Pelatihan Praktek
Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek Atrika, Jalan Kartini Raya No.34,
Jakarta Pusat. Dengan kegiatan ini diharapkan para calon apoteker dapat
mengenal, mengerti, serta menghayati peran dan tanggung jawab seorang apoteker
di apotek. Selain itu juga dapat menambah pengetahuan serta meningkatkan
keterampilan dalam pekerjaan kefarmasiannya.
1.2
Tujuan
Tujuan dari PKPA di Apotek Atrika adalah untuk memahami tugas pokok
dan tanggung jawab Apoteker di sebuah apotek. Selain itu, tujuan lain yaitu untuk
memahami cara pengelolaan apotek dalam kegiatan teknis dan non teknis
kefarmasian.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
BAB 2
TINJAUAN UMUM APOTEK
2.1
Definisi Apotek
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No.1332/Menkes/SK/X/2002,
apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan
penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat.
Sediaan farmasi yang dimaksud adalah obat, bahan obat, obat asli Indonesia, alat
kesehatan, dan kosmetika, sedangkan perbekalan kesehatan adalah semua bahan
dan peralatan yang diperlukan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan.
Menurut Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009, pekerjaan kefarmasian adalah
pembuatan
termasuk
pengendalian
mutu
sediaan
farmasi,
pengamanan,
pengadaan, penyimpanan, dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan
obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta
pengembangan obat, bahan obat, dan obat tradisional.
2.2
Landasan Hukum Apotek
Apotek memiliki landasan hukum yang diatur dalam:
a. Undang – Undang Negara, yaitu:
1) Undang-Undang No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika.
2) Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
3) Undang-Undang Kesehatan RI No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.
b. Peraturan Pemerintah, yaitu:
1) Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1980 tentang perubahan atas PP
No.26 Tahun 1965 tentang Apotek.
2) Peraturan
Pemerintah
No.
51
Tahun
2009
tentang
Pekerjaan
Kefarmasian.
c. Peraturan Menteri Kesehatan, yaitu:
1) Peraturan Menteri Kesehatan No. 922/MENKES/PER/X/1993 tentang
Kententuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek.
3
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
Universitas Indonesia
4
2) Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.
889/MENKES/PER/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktek, dan Izin
Kerja Tenaga Kefarmasian.
d. Keputusan Menteri Kesehatan, yaitu:
1) Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332/MENKES/SK/X/2002
tentang
Perubahan
Atas
Peraturan
Menteri
Kesehatan
RI
No.922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara
Pemberian Izin Apotek.
2) Keputusan Kementerian Kesehatan RI No. 1027/MENKES/SK/X/2004
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek.
2.3
Tugas dan Fungsi Apotek
Menurut Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1980, tugas dan fungsi
apotek adalah:
a.
Tempat pengabdian profesi seorang Apoteker yang telah mengucapkan
sumpah jabatan.
b.
Sarana
farmasi yang
melaksanakan
peracikan,
pengubahan
bentuk,
pencampuran, dan penyerahan obat atau bahan obat.
c.
Sarana penyalur perbekalan farmasi yang harus mendistribusikan obat yang
diperlukan masyarakat secara meluas dan merata.
d.
Sebagai sarana tempat pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi
kepada masyarakat dan tenaga kesehatan lainnya.
2.4
Persyaratan Sarana dan Prasarana Apotek (Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor 1027/MENKES/SK/ IX/2004)
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1027/MENKES/SK/
IX/2004, apotek harus berlokasi pada daerah yang mudah dikenali oleh
masyarakat. Pada halaman terdapat papan petunjuk yang dengan jelas tertulis kata
“APOTEK”. Apotek harus dapat dengan mudah diakses oleh anggota masyarakat.
Pelayanan produk kefarmasian diberikan pada tempat yang terpisah dari aktivitas
pelayanan dan penjualan produk lainnya. Hal tersebut berguna untuk
menunjukkan integritas dan kualitas produk serta mengurangi risiko kesalahan
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
5
penyerahan. Masyarakat harus diberi akses secara langsung dan mudah oleh
Apoteker untuk memperoleh informasi dan konseling.
Kebersihan lingkungan apotek harus dijaga. Apotek harus bebas dari
hewan pengerat, serangga, dan hama. Apotek harus memiliki suplai listrik yang
konstan, terutama untuk lemari pendingin. Perabotan apotek harus tertata rapi,
lengkap dengan rak-rak penyimpanan obat dan barang-barang lain yang tersusun
dengan rapi, terlindung dari debu, kelembaban, dan cahaya yang berlebihan serta
diletakkan pada kondisi ruangan dengan temperatur yang telah ditetapkan.
Apotek harus memiliki :
a. Ruang tunggu yang nyaman bagi pasien.
b. Tempat untuk menempatkan informasi bagi pasien, termasuk penempatan
brosur atau materi informasi.
c. Ruangan tertutup untuk konseling bagi pasien yang dilengkapi dengan meja
dan kursi serta lemari untuk menyimpan catatan medikasi pasien.
d. Ruang racikan.
e. Keranjang sampah yang tersedia untuk staf maupun pasien.
2.5
Persyaratan Apoteker Pengelola Apotek
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No.1332/Menkes/SK/X/2002,
disebutkan bahwa Apoteker adalah Sarjana Farmasi yang telah lulus dan telah
mengucapkan sumpah jabatan Apoteker, yang berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku berhak melakukan pekerjaan kefarmasian di Indonesia
sebagai Apoteker. Setiap tenaga kefarmasian yang menjalankan pekerjaan
kefarmasian harus telah terdaftar dan memiliki izin kerja atau praktek.
Sebelumnya, Apoteker yang melakukan pekerjaan kefarmasian harus memiliki
surat izin berupa Surat Penugasan (SP) atau Surat Izin Kerja (SIK) bagi Apoteker.
Namun sejak tanggal 1 Juni 2011, diberlakukan Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 889/Menkes/Per/V/2011 tentang Registrasi, Izin
Praktek, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian. Berdasarkan Permenkes ini, setiap
Tenaga Kefarmasian wajib memiliki surat tanda registrasi. Untuk tenaga
kefarmasian yang merupakan seorang Apoteker, maka wajib memiliki Surat
Tanda Registrasi Apoteker (STRA). Setelah memiliki STRA, Apoteker wajib
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
6
memiliki surat izin sesuai tempat kerjanya. Surat izin tersebut dapat berupa Surat
Izin Praktek Apoteker (SIPA) untuk Apoteker yang bekerja di fasilitas pelayanan
kefarmasian atau Surat Izin Kerja Apoteker (SIKA) untuk Apoteker yang bekerja
di fasilitas produksi atau distribusi farmasi.
Apoteker yang telah memiliki SP atau SIK wajib mengganti SP atau SIK
dengan STRA dan SIPA/SIKA dengan cara mendaftar melalui website Komite
Farmasi Nasional (KFN). Setelah mendapatkan STRA, Apoteker wajib mengurus
SIPA dan SIKA di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tempat pekerjaan
kefarmasian dilakukan. STRA dikeluarkan oleh Menteri, dimana Menteri akan
mendelegasikan pemberian STRA kepada KFN. STRA berlaku selama lima tahun
dan dapat diregistrasi ulang selama memenuhi persyaratan.
Untuk memperoleh SIPA atau SIKA, Apoteker mengajukan permohonan
kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tempat pekerjaan kefarmasian
dilaksanakan. Permohonan SIPA atau SIKA harus melampirkan:
a.
Fotokopi STRA yang dilegalisisr oleh KFN;
b.
Surat pernyataan mempunyai tempat praktek profesi atau surat keterangan
dari pimpinan fasilitas pelayanan kefarmasian atau dari pimpinan fasilitas
produksi atau distribusi/penyaluran;
c.
Surat rekomendasi dari organisasi profesi;
d.
Pas foto berwarna ukuran 4 x 6 cm sebanyak dua lembar dan 3 x 4 cm
sebanyak dua lembar.
Dalam mengajukan permohonan SIPA sebagai Apoteker pendamping
harus dinyatakan permintaan SIPA untuk tempat pekerjaan kefarmasian pertama,
kedua, atau ketiga. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota harus menerbitkan
SIPA atau SIKA paling lama dua puluh hari kerja sejak surat permohonan
diterima dan dinyatakan lengkap.
Apoteker Pengelola Apotek (APA) adalah Apoteker yang telah diberi
Surat Izin Apotek (SIA). Seorang Apoteker Pengelola Apotek harus memenuhi
kualifikasi sebagai berikut:
a.
Memiliki ijazah yang telah terdaftar pada Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia.
b.
Telah mengucapkan sumpah atau janji sebagai Apoteker.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
7
c.
Memiliki SIK dari Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
d.
Memenuhi syarat-syarat kesehatan fisik dan mental untuk melaksanakan
tugasnya sebagai Apoteker.
e.
Tidak bekerja di suatu perusahaan farmasi secara penuh dan tidak menjadi
APA di apotek lain.
Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya pada jam buka apotek,
APA harus menunjuk Apoteker Pendamping. Apabila APA dan Apoteker
Pendamping karena hal-hal tertentu berhalangan melakukan tugasnya, APA
menunjuk Apoteker Pengganti. Penunjukan tersebut harus dilaporkan kepada
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada Kepala Dinas
Kesehatan Provinsi setempat. Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya
lebih dari 2 (dua) tahun secara terus menerus, SIA atas nama Apoteker
bersangkutan dicabut.
2.6
Pengalihan Tanggung Jawab Pengelolaan Apotek
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.922/MenKes/Per/X/1993
pasal 23 dan Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1332/MenKes/SK/X/2002
pasal 24, pengalihan tanggung jawab pengelolaan apotek dapat dilakukan dengan
cara sebagai berikut:
a. Pada setiap pengalihan tanggung jawab pengelolaan kefarmasian yang
disebabkan karena penggantian APA kepada Apoteker pengganti, wajib
dilakukan serah terima resep, narkotika, obat dan perbekalan farmasi lainnya
serta kunci-kunci tempat penyimpanan narkotika dan psikotropika (Pasal 23
ayat 1);
b. Pada kegiatan serah terima tersebut wajib dibuat berita acara serah terima
sesuai dengan bentuk yang telah ditentukan dalam rangkap empat yang
ditandatangani oleh kedua belah pihak (Pasal 23 ayat 2);
c. Apabila APA meninggal dunia, dalam jangka waktu dua kali dua puluh empat
jam, ahli waris APA wajib melaporkan kejadian tersebut secara tertulis kepada
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (Pasal 24 ayat 1).
d. Apabila pada apotek tersebut tidak terdapat Apoteker pendamping, pada
pelaporan dimaksud Pasal 24 ayat (1) wajib disertai penyerahan resep,
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
8
narkotika, psikotropika, obat keras, dan kunci tempat penyimpanan narkotika
dan psikotropika (Pasal 24 atay 2);
e. Pada penyerahan yang dimaksud pada pasal 24 ayat (1) dan (2), dibuat berita
acara seperti yang dimaksud pasal 23 ayat (2) dan dilaporkan kepada Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada Kepala Balai
POM setempat (Pasal 24 ayat 3).
2.7
Tata Cara Perizinan Apotek (Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
1332/MENKES/SK/X/2002)
Di dalam Keputusan Menteri Kesehatan No.1332/Menkes/SK/X/2002
disebutkan bahwa SIA adalah surat izin yang diberikan oleh Menteri kepada
Apoteker
atau
Apoteker
bekerjasama
dengan
pemilik
sarana
untuk
menyelenggarakan apotek di suatu tempat tertentu. Izin apotek diberikan oleh
Menteri, kemudian Menteri melimpahkan wewenang pemberian izin apotek
kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota wajib melaporkan pelaksanaan pemberian izin, pembekuan izin,
pencairan izin, dan pencabutan izin apotek sekali setahun kepada Menteri dan
tembusan disampaikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi.
Sesuai dengan pasal 7 dan 9 Keputusan Menteri Kesehatan tersebut,
ketentuan dan tata cara pemberian izin apotek adalah sebagai berikut:
a.
Permohonan izin apotek diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota.
b.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 6 (enam) hari
kerja setelah menerima permohonan dapat meminta bantuan teknis kepada
Kepala Balai POM untuk melakukan pemeriksaan setempat terhadap
kesiapan apotek untuk melakukan kegiatan.
c.
Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM selambatlambatnya 6 (enam) hari kerja setelah permintaan bantuan teknis dari Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan hasil pemeriksaan setempat.
d.
Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam poin (b) dan (c) tidak
dilaksanakan, Apoteker Pemohon dapat membuat surat pernyataan siap
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
9
melakukan kegiatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
setempat dengan tembusan kepada Kepala Dinas Provinsi.
e.
Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja setelah diterima laporan hasil
pemeriksaan sebagaimana dimaksud poin (c), atau pernyataan dimaksud, poin
(d) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat mengeluarkan Surat
Izin Apotek.
f.
Dalam hal hasil pemeriksaan Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau
Kepala Balai POM dimaksud poin (c) masih belum memenuhi syarat, Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam waktu 12 (dua belas) hari
kerja mengeluarkan Surat Penundaan.
g.
Terhadap Surat Penundaan sebagaimana dimaksud dalam poin (f), Apoteker
diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi
selambat-lambatnya dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal Surat
Penundaan.
h.
Terhadap permohonan izin apotek yang ternyata tidak memenuhi persyaratan
atau lokasi apotek tidak sesuai dengan permohonan, maka Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam jangka waktu selambatlambatnya 12 (dua belas) hari kerja wajib mengeluarkan Surat Penolakan
disertai dengan alasan-alasannya .
Secara umum persyaratan izin apotek untuk Apotek yang bekerja sama
dengan pihak lain adalah sebagai berikut:
a.
Surat permohonan APA yang ditujukan kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota setempat sebanyak 3 (tiga) rangkap, 1 (satu) rangkap di atas
materai Rp. 6000,00.
b.
Fotokopi akte notaris badan hukum dan fotokopi pengesahan badan hukum
dari Departemen Kehakiman dan HAM bila dalam bentuk PT yang
disahkan/terdaftar pada Departemen Kehakiman dan HAM RI.
c.
Fotokopi KTP setempat dari APA.
d.
Fotokopi Surat Izin Kerja (SIK)/ Surat Penugasan (SP) Apoteker, dengan
lampiran surat keterangan selesai masa bakti apoteker bagi non pegawai
negeri.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
10
e.
Fotokopi surat status kepemilikan tanah: Fotokopi sertifikat, bila gedung
milik sendiri; fotokopi surat perjanjian kontrak bangunan minimal 2 (dua)
tahun dan KTP pemilik bangunan yang masih berlaku minimal dua tahun,
bila kontrak/sewa.
f.
Fotokopi Undang-Undang Gangguan (UUG).
g.
Fotokopi Izin Mendirikan Bangunan (IMB)
h.
Surat keterangan domisili dari kelurahan setempat.
i.
Surat pernyataan pemohon yang menyatakan akan tunduk serta patuh kepada
peraturan perundangan yang berlaku di atas materai Rp. 6000,00.
j.
Peta lokasi dan denah ruangan.
k.
Surat pernyataan dari pemilik sarana apotek tidak pernah terlibat dan tidak
akan terlibat dalam pelanggaran peraturan di bidang farmasi/obat dan tidak
akan ikut campur dalam pengelolaan obat di atas materai Rp. 6000,00.
l.
Surat pernyataan APA bahwa yang bersangkutan tidak bekerja pada bidang
farmasi lain di atas materai Rp. 6000,00.
m. Surat pernyataan tidak melakukan penjualan narkotika, obat keras tertentu
tanpa resep di atas materai Rp.6000,00.
n.
Struktur organisasi dan tata kerja/tata laksana (dalam bentuk Organogram).
o.
Daftar ketenagaan berdasarkan pendidikan.
p.
SIK Asisten Apoteker/D3 farmasi.
q.
Rencana jadwal buka apotek.
r.
Daftar peralatan peracikan obat.
s.
Buku wajib peraturan perundangan di bidang farmasi.
t.
Formulir pelaporan narkotika dan psikotropika.
u.
Akte notaris perjanjian kerjasama APA dan PSA (asli/legalisir).
v.
Surat izin atasan bagi apoteker Pegawai Negeri Sipil.
Persyaratan izin apotek praktek profesi adalah sebagai berikut:
a.
Surat permohonan apoteker praktek profesi ditujukan kepada Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota setempat sebanyak 3 (tiga) rangkap, 1 (satu)
rangkap diatas materai Rp.6000,00.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
11
b.
Surat rekomendasi dari Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) setempat yang
menyatakan bahwa yang bersangkutan layak untuk melakukan apotek profesi
yang diterbitkan setiap tahun sekali.
c.
Fotokopi KTP Apoteker apotek praktek profesi.
d.
Status kepemilikan bangunan, IMB, dan surat sewa menyewa minimal 2
tahun.
e.
Denah bangunan beserta peta lokasi.
f.
Daftar peralatan peracikan, etiket, dll.
g.
Fotokopi NPWP apoteker.
h.
SIK/SP Apoteker dan pas foto 2x3 sebanyak 2 lembar dengan melampirkan
surat selesai masa bakti Apoteker.
i.
Surat pernyataan dari apotek bahwa selama buka apotek harus ada
apotekernya (bila tidak ada apotekernya maka harus tutup).
j.
Jadwal buka apotek bersama dengan petugas/apoteker yang lain yang ikut
melakukan praktek profesi dengan melampirkan SIK dan KTP setempat.
2.8
Pencabutan Surat Izin Apotek
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No.1332/Menkes/SK/X/2002,
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat wajib melaporkan pemberian
izin, pembekuan izin, pencairan izin, dan pencabutan izin apotek dalam jangka
waktu setahun sekali kepada Menteri dan tembusan disampaikan kepada Kepala
Dinas Kesehatan Provinsi. Surat izin apotek dapat dicabut oleh Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota apabila:
a.
Apoteker
tidak
lagi
memenuhi
kewajibannya
untuk
menyediakan,
menyimpan dan menyerahkan sediaan farmasi yang bermutu baik dan
keabsahannya terjamin. Sediaan farmasi yang sudah dikatakan tidak bermutu
baik atau karena sesuatu hal tidak dapat dan dilarang untuk digunakan
seharusnya dimusnahkan dengan cara dibakar atau ditanam atau dengan cara
lain yang ditetapkan oleh Menteri.
b.
APA berhalangan melakukan tugasnya lebih dari dua tahun secara terus
menerus.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
12
c.
Pelanggaran terhadap Undang-Undang Obat Keras Nomor, St. 1937 N. 541,
Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, Undang-Undang No.
5 Tahun 1997 tentang Psikotropika, Undang-Undang No. 22 Tahun 1997
tentang Narkotika, serta ketentuan peraturan perundang-undangan lain yang
berlaku.
d.
Surat Izin Kerja APA dicabut.
e.
Pemilik Sarana Apotek terbukti terlibat dalam pelanggaran perundangundangan di bidang obat.
f.
Apotek tidak dapat lagi memenuhi persyaratan mengenai kesiapan tempat
pendirian apotek serta kelengkapan sediaan farmasi dan perbekalan lainnya
baik merupakan milik sendiri atau pihak lain.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sebelum melakukan pencabutan
surat izin apotek berkoordinasi dengan Kepala Balai POM setempat. Pelaksanaan
pencabutan surat izin apotek dilaksanakan setelah dikeluarkan:
a.
Peringatan secara tertulis kepada APA sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut
dengan tenggang waktu masing-masing 2 (dua) bulan.
b.
Pembekuan izin apotek untuk jangka waktu selama-lamanya 6 (enam) bulan
sejak dikeluarkannya penetapan pembekuan kegiatan apotek.
Pembekuani izin apotek sebagaimana dimaksud dalam huruf (b) di atas,
dapat dicairkan kembali apabila apotek telah membuktikan memenuhi seluruh
persyaratan sesuai dengan ketentuan dalam peraturan ini. Pencairan izin apotek
dilakukan setelah menerima laporan pemeriksaan dari Tim Pemeriksaan Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota setempat. Apabila SIA dicabut, APA atau Apoteker
Pengganti wajib mengamankan perbekalan farmasi sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku. Pengamanan tersebut wajib mengikuti tata cara sebagai
berikut:
a.
Dilakukan inventarisasi terhadap seluruh persediaan narkotika, obat keras
tertentu dan obat lain serta seluruh resep yang tersedia di apotek.
b.
Narkotika, psikotropika, dan resep harus dimasukkan dalam tempat yang
tertutup dan terkunci.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
13
c.
Apoteker Pengelola Apotek wajib melaporkan secara tertulis kepada Kepala
Wilayah Kantor Kementerian Kesehatan atau petugas yang diberi wewenang
olehnya, tentang penghentian kegiatan disertai laporan inventarisasi yang
dimaksud dalam huruf (a).
2.9
Tenaga Kerja di Apotek
Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 menyebutkan bahwa tenaga
kefarmasian adalah tenaga yang melakukan pekerjaan kefarmasian, yang terdiri
dari Apoteker dan tenaga teknis kefarmasian. Tenaga teknis kefarmasian adalah
tenaga yang membantu Apoteker dalam menjalani pekerjaan kefarmasian, yang
terdiri atas sarjana farmasi, ahli madya farmasi, analis farmasi dan tenaga
menengah farmasi/Asisten Apoteker. Tenaga pendukung untuk menjamin
kelancaran kegiatan pelayanan kefarmasian di suatu apotek, yaitu Apoteker
Pengelola Apotek (APA), Asisten Apoteker, juru resep, kasir, dan pegawai
administrasi/ tata usaha.
APA adalah Apoteker yang telah diberi Surat Izin Apotek. APA
bertanggung jawab penuh terhadap semua kegiatan yang berlangsung di apotek,
juga bertanggung jawab kepada pemilik modal (jika bekerja sama dengan Pemilik
Sarana Apotek). Tugas dan kewajiban APA di apotek adalah sebagai berikut:
a.
Memimpin seluruh kegiatan apotek, baik kegiatan teknis maupun non-teknis
kefarmasian sesuai dengan ketentuan maupun perundangan yang berlaku.
b.
Menyediakan, menyimpan, dan menyerahkan sediaan farmasi yang bermutu
baik dan yang keabsahannya terjamin.
c.
Mengatur, melaksanakan, dan mengawasi administrasi.
d.
Mengusahakan agar apotek yang dipimpinnya dapat memberikan hasil yang
optimal sesuai dengan rencana kerja dengan cara meningkatkan omset,
mengadakan pembelian yang sah dan penekanan biaya serendah mungkin.
e.
Melakukan pengembangan apotek.
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. 1332 tahun 2002, dalam
melakukan tugasnya, seorang APA dapat dibantu oleh Apoteker Pendamping dan
Apoteker Pengganti. Apoteker Pendamping yaitu Apoteker yang bekerja di apotek
selain APA dan/atau menggantikan APA pada jam-jam tertentu pada hari buka
apotek. Apoteker Pengganti adalah Apoteker yang menggantikan APA jika APA
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
14
berhalangan hadir selama lebih dari tiga bulan secara terus-menerus, telah
memiliki Surat Izin Kerja (SIK) dan tidak bertindak sebagai APA di tempat lain.
Tenaga pendukung lainnya untuk menjamin kelancaran kegiatan
pelayanan kefarmasian di suatu apotek adalah Asisten Apoteker. Berdasarkan
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1332/MENKES/SK/ X/2002, Asisten
Apoteker adalah mereka yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku berhak melakukan pekerjaan kefarmasian sebagai Asisten Apoteker.
Tenaga pendukung yang tidak kalah pentingnya adalah juru resep, kasir dan
pegawai administrasi atau tata usaha. Juru resep adalah orang yang membantu
Asisten Apoteker dalam menyiapkan (meracik) obat menurut resep. Kasir
merupakan petugas yang mencatat penerimaan dan pengeluaran uang yang
dilengkapi dengan kuitansi, nota, tanda setoran, dan lain-lain. Pegawai
administrasi atau tata usaha bertugas membantu Apoteker dalam kegiatan
administrasi seperti membuat laporan harian.
2.10
Sediaan Farmasi di Apotek
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1332/MENKES/SK/
X/2002, sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat asli Indonesia, alat
kesehatan, dan kosmetika. Obat merupakan satu di antara sediaan farmasi yang
dapat ditemui di apotek. Menurut Undang-Undang No. 36 Tahun 2009, obat
adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk
mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam
rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan
kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia. Obat-obat yang beredar di Indonesia
digolongkan oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) dalam 4
(empat) kategori, yaitu obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras, dan obat
golongan narkotika. Penggolongan ini berdasarkan tingkat keamanan dan
dimaksudkan untuk memudahkan pengawasan terhadap peredaran dan pemakaian
obat-obat tersebut. Setiap golongan obat diberi tanda pada kemasan yang terlihat.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
15
Obat Bebas
Obat Bebas Terbatas
Obat Keras dan Psikotropika
Golongan Narkotika
Gambar 2.1 Logo golongan obat
2.10.1 Obat OTC (Over the Counter)
Obat-obat yang boleh dibeli oleh pasien tanpa resep dokter disebut obat
OTC (Over the Counter). Contoh dari obat OTC ini adalah obat bebas dan obat
bebas terbatas.
2.10.1.1 Obat Bebas
Obat yang dijual bebas di pasaran dan dapat dibeli tanpa resep dokter
adalah obat bebas. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas adalah
lingkaran hijau dengan garis tepi berwarna hitam. Contohnya adalah parasetamol.
(Kementerian Kesehatan, 2006).
2.10.1.2 Obat Bebas Terbatas
Obat keras tetapi masih dapat dijual atau dibeli bebas tanpa resep dokter
dan disertai dengan tanda peringatan disebut obat bebas terbatas. Tanda khusus
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
16
pada kemasan dan etiket obat bebas terbatas adalah lingkaran biru dengan garis
tepi berwarna hitam (Kementerian Kesehatan, 2006).
Wadah atau kemasan obat bebas terbatas perlu dicantumkan tanda
peringatan dan penyerahannya harus dalam bungkus aslinya. Tanda peringatan
tersebut berwarna hitam dengan ukuran panjang 5 cm dan lebar 2 cm (atau
disesuaikan dengan kemasannya) dan diberi tulisan peringatan penggunaannya
dengan huruf berwarna putih (Kementerian Kesehatan, 2006). Terdapat enam
golongan peringatan untuk obat bebas terbatas, yaitu:
a. P no.1: Awas! Obat Keras. Bacalah aturan memakainya. Contoh obat
golongan ini adalah Stopcold, Inza, dan obat flu lainnya.
b. P no.2: Awas! Obat Keras. Hanya untuk kumur, jangan ditelan. Contoh obat
golongan ini adalah Listerine dan Betadine Gargle.
c. P no.3: Awas! Obat Keras. Hanya untuk bagian luar badan. Contoh obat
golongan ini adalah Rivanol dan Canesten.
d. P no.4: Awas! Obat Keras. Hanya untuk dibakar
e. P no.5: Awas! Obat Keras. Tidak boleh ditelan. Contoh obat golongan ini
adalah Suppositoria untuk laksatif.
f. P no.6: Awas! Obat Keras. Obat wasir, jangan ditelan. Contoh obat golongan
ini adalah Suppositoria untuk wasir.
Contoh tanda peringatan dapat dilihat pada Gambar 2.2
Gambar 2.2 Tanda peringatan pada kemasan obat bebas terbatas
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
17
2.10.2 Obat Ethical
Obat yang dapat diperoleh oleh pasien dengan adanya resep dari dokter
disebut obat ethical. Contoh dari obat ethical ini adalah obat keras, psikotropika,
dan narkotika.
2.10.2.1 Obat Keras
Obat yang hanya dapat dibeli di apotek dengan resep dokter disebut obat
keras. Tanda khusus pada kemasan dan etiket adalah huruf K dalam lingkaran
merah dengan garis tepi berwarna hitam. Obat-obat yang masuk ke dalam
golongan ini antara lain obat jantung, antihipertensi, antihipotensi, obat diabetes,
hormon, antibiotika, psikotropika, dan beberapa obat ulkus lambung dan semua
obat injeksi.
2.10.2.2 Psikotropika (Undang-Undang No. 5 Tahun 1997)
Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan
narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf
pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.
Psikotropika yang digolongkan menjadi:
a. Psikotropika golongan I
Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan
dan tidak digunakan dalam terapi serta mempunyai potensi amat kuat
mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh dari obat psikotropika golongan
I adalah ecstasy (MDMA), psilosin (jamur meksiko/jamur tahi sapi), LSD
(lisergik deitilamid), dan meskalin (kaktus amerika).
b. Psikotropika golongan II
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam
terapi dan/ atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat
mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh obat golongan psikotropika
golongan II adalah amfetamin, metakualon, dan metilfenidat. Sekarang obat
psikotropika golongan I dan II dikategorikan dalam obat narkotika golongan I.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
18
c. Psikotropika golongan III
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam
terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang
mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh obat psikotropika golongan III
adalah amorbarbital, flunitrazepam, dan kastina.
d. Psikotropika golongan IV
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam
terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan
mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh obat psikotropika golongan IV
adalah barbital, bromasepam, diazepam, estazolam, fenorbarbital, klobazam, dan
klorazepam.
Pengelolaan psikotropika di apotek adalah sebagai berikut :
a. Pemesanan
Surat Pesanan (SP) psikotropika harus ditandatangani oleh APA serta
dilengkapi dengan nama jelas, stempel apotek, nomor SIPA dan SIA. Satu surat
pesanan ini dapat terdiri dari berbagai macam nama obat psikotropika dan dibuat
tiga rangkap. Berbeda dengan narkotika, pemesanan psikotropika dapat ditujukan
kepada PBF mana saja yang menjual jenis psikotropika yang diperlukan.
b. Penyimpanan
Obat-obatan golongan psikotropika cenderung disalahgunakan sehingga
disarankan agar menyimpan obat-obatan tersebut dalam suatu rak atau lemari
khusus.
c. Penyerahan
Obat golongan narkotika dan psikotropika hanya dapat diserahkan oleh
apotek, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dan dokter. Penyerahan
psikotropika oleh apotek hanya dapat dilakukan kepada apotek lainnya, rumah
sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter, dan kepada pengguna/ pasien.
Penyerahan psikotropika oleh rumah sakit, balai pengobatan, puskesmas hanya
dapat dilakukan kepada pengguna/ pasien. Penyerahan psikotropika oleh apotek,
rumah sakit, puskesmas, dan balai pengobatan dilaksanakan berdasarkan resep
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
19
dokter. Penyerahan psikotropika oleh dokter hanya boleh dilakukan dalam
keadaan menjalankan praktek terapi dan diberikan melalui suntikan, menolong
orang sakit dalam keadaan darurat dan menjalankan tugas di daerah terpencil yang
tidak ada apotek. Psikotropika hanya dapat diserahkan oleh apotek dengan adanya
resep dokter.
d. Pelaporan
Apotek wajib membuat dan menyimpan catatan kegiatan yang berhubungan
dengan psikotropika dan melaporkan kepada Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten
setempat setiap satu bulan sekali, paling lambat tanggal 10, dengan tembusan
kepada Balai Besar POM atau Balai POM setempat.
e. Pemusnahan
Pada pemusnahan psikotropika, Apoteker wajib membuat berita acara dan
disaksikan oleh pejabat yang ditunjuk dalam tujuh hari setelah mendapat
kepastian. Menurut pasal 53 Undang-Undang No. 5 Tahun 1997, pemusnahan
psikotropika dilakukan apabila berkaitan dengan tindak pidana, psikotropika yang
diproduksi tidak memenuhi standar dan persyaratan bahan baku yang berlaku,
kadaluarsa, serta tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan
kesehatan dan/ atau pengembangan ilmu pengetahuan. Pemusnahan psikotropika
dilakukan dengan
pembuatan berita acara yang sekurang-kurangnya memuat
tempat dan waktu pemusnahan; nama pemegang izin khusus; nama, jenis, dan
jumlah psikotropika yang dimusnahkan; cara pemusnahan; tanda tangan dan
identitas lengkap penanggung jawab apotek dan saksi-saksi pemusnahan.
Tujuan pengaturan di bidang psikotropika adalah untuk menjamin
ketersediaan psikotropika guna kepentingan pelayanan kesehatan dan ilmu
pengetahuan,
mencegah
terjadinya
penyalahgunaan
psikotropika
dan
memberantas peredaran gelap psikotropika.
2.10.2.3 Narkotika (Undang-Undang No. 35 Tahun 2009)
Definisi narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau
bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
20
penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai
menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Narkotika
dibagi menjadi tiga golongan, yaitu:
a. Narkotika golongan I
Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu
pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat
tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh narkotika golongan ini adalah
heroin, kokain, ganja, dan obat-obat psikotropika golongan I dan II.
b. Narkotika golongan II
Narkotika berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan
dapat digunakan dalam terapi dan/ atau untuk tujuan pengembangan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan.
Contoh narkotika golongan ini adalah morfin, petidin, dan metadon.
c. Narkotika golongan III
Narkotika berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi
dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi
ringan mengakibatkan ketergantungan. Contoh narkotika golongan ini adalah
kodein.
Pengaturan narkotika dalam Undang-Undang nomor 35 tahun 2009
meliputi segala bentuk kegiatan dan/atau perbuatan yang berhubungan dengan
narkotika dan prekursor narkotika. Peraturan ini perlu dilakukan dengan tujuan
untuk:
a. Menjamin ketersediaan narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan
dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;
b. Mencegah,
melindungi,
dan
menyelamatkan
Bangsa
Indonesia
dari
penyalahgunaan narkotika;
c. Memberantas peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika; dan
d. Menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi penyalah guna
dan pecandu narkotika.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
21
Pengelolaan narkotika di apotek adalah sebagai berikut :
a. Pemesanan
Pemesanan narkotika hanya dapat dilakukan di Pedagang Besar Farmasi
(PBF) Kimia Farma dengan menggunakan Surat Pesanan Narkotika yang
ditandatangani oleh APA, dilengkapi nama jelas, nomor SIK, dan stempel apotek.
Satu lembar surat pesanan hanya dapat digunakan untuk memesan satu macam
narkotika. Surat pesanan tersebut terdiri dari empat rangkap yang masing-masing
akan diserahkan ke BPOM, Dinas Kesehatan, distributor, dan untuk arsip apotek.
b. Penerimaan dan Penyimpanan
Penerimaan narkotika dilakukan oleh APA atau AA yang mempunyai SIK
dengan menandatangani faktur, mencantumkan nama jelas, nomor SIA, dan
stempel apotek (Kemenkes RI, 1978). Apotek harus mempunyai tempat khusus
yang dikunci dengan baik untuk menyimpan narkotika. Tempat penyimpanan
narkotika di apotek harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1. Harus dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan lain yang kuat.
2. Harus mempunyai kunci yang kuat.
3. Dibagi dua, masing-masing dengan kunci yang berlainan; bagian pertama
dipergunakan untuk menyimpan morfin, petidin, dan garam-garamnya serta
persediaan narkotika; bagian kedua dipergunakan untuk menyimpan narkotika
lainnya yang dipakai sehari-hari.
4. Apabila tempat khusus tersebut berupa lemari berukuran kurang dari
40x80x100 cm, maka lemari tersebut harus dibaut pada tembok atau lantai.
5. Lemari khusus tidak boleh digunakan untuk menyimpan barang lain selain
narkotika, kecuali ditentukan oleh Menteri Kesehatan.
6. Anak kunci lemari khusus harus dipegang oleh penanggung jawab atau
pegawai lain yang dikuasakan.
7. Lemari khusus harus ditempatkan di tempat yang aman dan tidak terlihat oleh
umum.
c. Pelayanan resep
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
22
Menurut Undang-Undang No. 35 Tahun 2009, disebutkan bahwa narkotika
hanya dapat diserahkan kepada pasien untuk pengobatan penyakit berdasarkan
resep dokter. Selain itu, berdasarkan Surat Edaran Direktorat Jenderal
Pengawasan Obat dan Makanan (sekarang Badan POM) No. 336/E/SE/1997
disebutkan bahwa apotek dilarang melayani salinan resep yang mengandung
narkotika. Untuk resep narkotika yang baru dilayani sebagian atau belum sama
sekali, apotek boleh membuat salinan resep tetapi salinan resep tersebut hanya
boleh dilayani oleh apotek yang menyimpan resep asli. Salinan resep dari
narkotika dengan tulisan iter tidak boleh dilayani sama sekali. Dengan demikian
dokter tidak boleh menambahkan tulisan iter pada resep-resep yang mengandung
narkotika.
d. Pelaporan
Apotek berkewajiban menyusun dan mengirimkan laporan bulanan yang
ditandatangani oleh APA dengan mencantumkan nomor SIK, SIA, nama jelas dan
stempel apotek. Laporan tersebut terdiri dari laporan penggunaan bahan baku
narkotika, laporan penggunaan sediaan jadi narkotika, dan laporan khusus
pengunaan morfin, petidin dan derivatnya. Laporan penggunaan narkotika ini
harus dilaporkan setiap bulan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya yang
ditujukan kepada Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten setempat dengan tembusan
Balai Besar POM/Balai POM dan berkas untuk disimpan sebagai arsip.
e. Pemusnahan
Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 28/Menkes/Per/I/1978
pasal 9 mengenai pemusnahan narkotika, APA dapat memusnahkan narkotika
yang rusak, kadaluarsa, dan tidak memenuhi syarat untuk digunakan dalam
pelayanan kesehatan dan/ atau untuk pengembangan ilmu pengetahuan.
Pemusnahan narkotika dilakukan dengan pembuatan berita acara yang sekurangkurangnya memuat: tempat dan waktu (jam, hari, bulan, dan tahun); nama
pemegang izin khusus, APA atau dokter pemilik narkotika; nama, jenis, dan
jumlah narkotika yang dimusnahkan; cara pemusnahan; tanda tangan dan identitas
lengkap penanggung jawab apotek dan saksi-saksi pemusnahan. Berita acara
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
23
pemusnahan narkotika tersebut dikirimkan kepada Dinas Pelayanan Kesehatan
setempat dengan tembusan kepada Balai Besar POM setempat.
2.10.3 Obat Wajib Apotek
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 347/MENKES/SK/
VII/1990, Obat Wajib Apotek (OWA) adalah obat keras yang dapat
diserahkan tanpa resep dokter oleh Apoteker di apotek. OWA bertujuan untuk
pelaksanaan swamedikasi di apotek. Swamedikasi adalah pelayanan farmasi yang
memberikan kesempatan kepada pasien untuk memilih sendiri tindakan
pengobatan berdasarkan penyakit yang diderita dengan bantuan rekomendasi dari
apoteker. Obat-obat yang digunakan untuk pelaksanaan swamedikasi meliputi
obat bebas, obat bebas terbatas, dan OWA. Swamedikasi bertujuan untuk:
a. Meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menolong dirinya sendiri guna
mengatasi masalah kesehatan dengan ditunjang melalui sarana yang dapat
meningkatkan pengobatan sendiri secara tepat, aman, dan rasional.
b. Meningkatkan peran apoteker di apotek dalam pelayanan KIE (Komunikasi,
Informasi dan Edukasi) serta pelayanan obat kepada masyarakat.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 919/MENKES/PER/X/1993,
obat yang dapat diserahkan tanpa resep dokter harus memenuhi kriteria sebagai
berikut:
a.
Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak di
bawah usia dua tahun, dan orang tua di atas 65 tahun.
b.
Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan risiko pada
kelanjutan penyakit.
c.
Penggunaan tidak memerlukan cara dan/atau alat khusus yang harus
dilakukan oleh tenaga kesehatan.
d.
Penggunaan diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di
Indonesia.
e.
Obat yang dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat
dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
24
Dalam melayani pasien yang memerlukan OWA, Apoteker di apotek
diwajibkan untuk :
a. Memenuhi ketentuan dan batasan tiap jenis obat per pasien yang
disebutkan dalam OWA yang bersangkutan.
b. Membuat catatan pasien serta obat yang telah diserahkan.
c. Memberikan informasi, meliputi dosis dan aturan pakainya, kontraindikasi,
efek samping dan lain-lain yang perlu diperhatikan oleh pasien.
2.11
Pengelolaan Apotek
Sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku, apotek harus dikelola
oleh seorang Apoteker yang profesional. Dalam mengelola apotek, Apoteker
harus memiliki kemampuan menyediakan dan memberikan pelayanan yang baik,
mengambil keputusan yang tepat, kemampuan berkomunikasi antar profesi,
menempatkan diri sebagai pimpinan dalam situasi multidisiplin, kemampuan
mengelola sumber daya manusia secara efektif, selalu belajar sepanjang karir, dan
membantu
memberikan
pendidikan
dan
peluang
untuk
meningkatkan
pengetahuan.
Pengelolaan apotek dapat dibedakan atas pengelolaan teknis farmasi dan
non teknis farmasi. Sebagai pengelola teknis farmasi, APA bertanggung jawab
mengawasi pelayanan resep, mengawasi mutu obat yang dijual, memberikan
pelayanan informasi obat dan membuat laporan mengenai penggunaan obat-obat
khusus (narkotika dan psikotropika). Adapun sebagai pengelola non teknis
farmasi, seorang APA bertanggung jawab terhadap semua kegiatan administrasi,
keuangan, dan bidang lain yang berhubungan dengan apotek.
Pengelolaan persediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya
dilakukan sesuai ketentuan perundangan yang berlaku meliputi: perencanaan,
pengadaan, penyimpanan, administrasi, dan pelayanan.
2.11.1 Perencanaan
Kegiatan perencanaan meliputi penyusunan rencana keperluan yang tepat,
mencegah terjadinya kekurangan dan sedapat mungkin mencegah terjadinya
kelebihan perbekalan farmasi yang tersimpan lama dalam gudang. Banyaknya
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
25
jenis perbekalan farmasi yang dikelola mendorong diperlukannya suatu
perencanaan yang dilakukan secara cermat sehingga pengelolaan persediaan dapat
berjalan dengan efektif dan efisien. Dalam membuat perencanaan pengadaan
sediaan farmasi perlu diperhatikan pola penyakit, kemampuan masyarakat, dan
budaya masyarakat.
2.11.2 Pengadaan
Pengadaan perbekalan farmasi harus diterapkan sebaik mungkin agar
pengendalian, keamanan, dan jaminan mutu perbekalan farmasi dapat dilakukan
secara efektif dan efisien. Prinsip pengadaan tidak hanya sekedar membeli barang,
tetapi juga mengandung pengertian meminta kerja sama pemasok dalam
menyediakan barang yang diperlukan. Pengadaan harus sesuai dengan keperluan
yang direncanakan sebelumnya dan harus sesuai dengan kemampuan atau kondisi
keuangan yang ada. Sistem atau cara pengadaannya harus sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.
2.11.3 Penyimpanan
Obat atau bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Ketika
isi harus dipindahkan ke dalam wadah lain, maka harus dicegah terjadinya
kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas pada wadah baru yang memuat
sekurang-kurangnya nomor batch dan tanggal kadaluarsa. Semua bahan obat
harus disimpan pada kondisi yang sesuai untuk menjamin kestabilan bahan.
Penataan perbekalan farmasi perlu memperhatikan peraturan yang berlaku dan
kemudahan dalam melakukan kegiatan pelayanan serta memiliki nilai estetika.
Penataan sedemikan rupa pada desain lemari harus menjamin kebersihan dan
keamanan perbekalan farmasi senantiasa terjaga.
2.11.4 Administrasi
Dalam menjalankan pelayanan kefarmasian di apotek, perlu dilaksanakan
kegiatan administrasi yang meliputi administrasi umum dan administrasi
pelayanan. Kegiatan administrasi umum meliputi pencacatan, pengarsipan,
pelaporan narkotika dan psikotropika, dan dokumentasi sesuai dengan ketentuan
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
26
yang berlaku. Administrasi pelayanan meliputi pengarsipan resep, pengarsipan
catatan pengobatan pasien dan pengarsipan hasil monitoring penggunaan obat.
2.11.5 Pelayanan
Pelayanan apotek diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
922/MenKes/Per/X/1993 pasal 14 sampai dengan pasal 22, dan perubahan
terhadap ketentuan pasal 19 dalam Peraturan tersebut ditetapkan dengan
Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332/MenKes/SK/X/2002 pasal 19, yang
meliputi :
a. Apotek wajib melayani resep dokter, dokter gigi, dan dokter hewan.
Pelayanan resep ini sepenuhnya atas tanggung jawab APA dan sesuai dengan
keahlian profesinya yang dilandasi pada kepentingan masyarakat (Pasal 12
ayat 1 dan 2);
b. Apoteker wajib melayani resep sesuai dengan tanggung jawab dan keahlian
profesinya yang dilandasi pada kepentingan masyarakat (Pasal 15 ayat 1);
c. Apotek tidak diizinkan untuk mengganti obat generik yang ditulis dalam resep
dengan obat paten (Pasal 15 ayat 2);
d. Dalam hal pasien tidak mampu menebus obat yang tertulis dalam resep,
Apoteker wajib berkonsultasi dengan dokter penulis resep untuk pemilihan
obat yang lebih tepat (Pasal 15 ayat 3);
Namun, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2009 tentang
Pekerjaan Kefarmasian, apoteker dapat mengganti obat merek dagang dengan
obat generik yang sama komponen aktifnya/ obat merek dagang lain atas
persetujuan dokter dan/atau pasien.
e. Apoteker wajib memberikan informasi yang berkaitan dengan penggunaan
obat yang diserahkan secara tepat, aman, dan rasional atas permintaan
masyarakat (Pasal 15 ayat 4a dan 4b);
f. Apabila Apoteker menganggap bahwa dalam resep terdapat kekeliruan atau
penulisan resep yang tidak tepat, Apoteker harus memberitahukan kepada
dokter penulis resep. Apabila atas pertimbangan tertentu dokter penulis resep
tetap pada pendiriannya, dokter wajib melaksanakan secara tertulis atau
membubuhkan tanda tangan yang lazim di atas resep (Pasal 16 ayat 1 dan 2);
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
27
g. Salinan resep harus ditandatangani oleh Apoteker (Pasal 17 ayat 1);
h. Resep harus dirahasiakan dan disimpan di apotek dengan baik dalam jangka
waktu tiga tahun (Pasal 17 ayat 2);
i. Resep dan salinan resep hanya boleh diperlihatkan kepada dokter penulis
resep atau yang merawat penderita, penderita yang bersangkutan, petugas
kesehatan atau petugas lain yang berwenang menurut perundang-undangan
yang berlaku (Pasal 17 ayat 3);
j. APA, apoteker pendamping, atau apoteker pengganti diijinkan untuk menjual
obat keras yang dinyatakan sebagai Daftar Obat Wajib Apotek (DOWA) tanpa
resep. DOWA ditetapkan oleh Menteri Kesehatan RI (Pasal 18 ayat 1 dan 2);
k. Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya pada jam buka Apotik, APA
harus menunjuk Apoteker pendamping (Pasal 19 ayat 1);
l. Apabila APA dan Apoteker Pendamping karena hal-hal tertentu berhalangan
melakukan tugasnya, APA menunjuk Apoteker Pengganti (Pasal 19 ayat 2);
m. Penunjukan dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) dan (2) harus dilaporkan
kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten /Kota dengan tembusan kepada
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi (Pasal 19 ayat 3);
n. Apoteker pendamping dan apoteker pengganti harus memenuhi persyaratan
seperti persyaratan yang ditetapkan untuk APA (Pasal 19 ayat 4);
o. Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya lebih dari dua tahun secara
terus menerus, Surat Izin Apotek atas nama Apoteker bersangkutan dicabut
(Pasal 19 ayat 5);
p. APA turut bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan yang dilakukan
Apoteker pendamping dan Apoteker pengganti dalam hal pengelolaan apotek
(Pasal 20);
q. Apoteker Pendamping yang dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1), bertanggung
jawab atas pelaksanaan
tugas
pelayanan kefarmasian selama
yang
bersangkutan bertugas menggantikan APA (Pasal 21);
r. Dalam pelaksanaan pengelolaan apotek, APA dapat dibantu oleh Asisten
Apoteker (Pasal 22 ayat 1);
s. Asisten Apoteker melakukan pekerjaan kefarmasian di Apotek di bawah
pengawasan Apoteker (Pasal 22 ayat 2).
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
28
2.12 Pengadaan Persediaan Apotek (Quick, 1997; Seto, Yunita & Lily, 2004)
Pengadaan merupakan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan perbekalan
farmasi berdasarkan fungsi perencanaan dan penganggaran. Tujuan pengadaan
yaitu untuk memperoleh barang atau jasa yang dibutuhkan dalam jumlah yang
cukup dengan kualitas harga yang dapat dipertanggungjawabkan dalam waktu dan
tempat tertentu secara efektif dan efisien menurut tata cara dan ketentuan yang
berlaku.
Persyaratan yang perlu diperhatikan dalam fungsi pengadaan, yaitu:
a. Doematig, artinya sesuai tujuan atau rencana. Pengadaan harus sesuai
kebutuhan yang sudah direncanakam sebelumnya.
b. Rechtmatig, artinya sesuai hak atau kemampuan.
c. Wetmatig, artinya sistem atau cara pegadaannya harus sesuai dengan
ketentuan-ketentuan yang berlaku
Model pengadaan secara umum berdasarkan waktu adalah sebagai berikut:
a. Annual purchasing, yaitu pemesanan satu kali dalam satu tahun.
b. Scheduled purchasing, yaitu pemesanan secara periodik dalam waktu tertentu
misalnya mingguan, bulanan, dan sebagainya.
c. Perpetual purchasing, yaitu pemesanan dilakukan setiap kali tingkat
persediaan rendah.
d. Kombinasi antara annual purchasing, scheduled purchasing, dan perpetual
purchasing yaitu pengadaan dengan pemesanan yang bervariasi waktunya,
seperti cara ini dapat diterapkan tergantung dari jenis obat yang dipesan.
Misalnya obat impor yang mahal cukup dipesan sekali dalam setahun saja.
Obat-obatan yang termasuk slow moving dapat dipesan secara periodik setiap
tahun (scheduled purchasing), dan obat-obatan yang banyak diminati oleh
pembeli maka pemesanan dilakukan secara perpetual purchasing.
Setelah menentukan jenis pengadaan yang akan diterapkan berdasarkan
frekuensi dan waktu pemesanan maka pengadaan atau pembelian barang di apotek
dapat dilakukan dengan cara:
a. Pembelian kontan atau kredit
Pembelian kontan adalah pihak apotek langsung membayar harga obat
yang dibeli dari distributor, biasanya untuk apotek yang baru dibuka karena untuk
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
29
melakukan pembayaran kredit apotek harus menunjukkan kemampuannya dalam
menjual, sedangkan pembelian kredit adalah pembelian yang pembayarannya
sampai jatuh tempo.
b. Pembelian konsinyasi (kredit atau titipan obat)
Pembelian konsinyasi adalah titipan barang dari pemilik kepada apotek, di
mana apotek bertindak sebagai agen komisioner yang menerima komisi bila
barang tersebut terjual. Bila barang tersebut tidak terjual sampai batas waktu
kadaluarsa atau waktu yang telah disepakati maka barang tersebut dapat
dikembalikan pada pemiliknya.
2.13 Pengendalian Persediaan Apotek
Aktivitas pengendalian persediaan bertujuan untuk pengaturan persediaan
obat di apotek agar menjamin kelancaran pelayanan pasien di apotek secara
efektif dan efisien. Unsur dari pengendalian persediaan ini mencakup penentuan
cara pemesanan atau pengadaannya, menentukan jenis persediaan yang menjadi
prioritas pengadaan, hingga jumlah persediaan yang optimal dan yang harus ada
di apotek untuk menghindari kekosongan persediaan. Oleh karena itu,
pengelolaan dan pengendalian persediaan obat di apotek berfungsi untuk
memastikan pasien memperoleh obat yang diperlukan, mencegah risiko kualitas
barang yang dipesan tidak baik sehingga harus dikembalikan, dan mendapatkan
keuntungan dari pembelian dengan memilih distributor obat yang memberi harga
obat bersaing, pengiriman cepat, dan kualitas obat yang baik.
Salah satu cara untuk menentukan dan mengendalikan jenis persediaan
yang seharusnya dipesan adalah dengan melihat pergerakan keluar masuknya obat
dan mengidentifikasi jenis persediaan yang menjadi prioritas pemesanan. Metode
pengendalian persediaan dengan menyusun prioritas tersebut dapat dibuat
dilakukan dengan menggunakan metode sebagai berikut (Quick, 1997) :
a. Analisis VEN (Vital, Esensial, Non-esensial)
Pengendalian obat dengan memperhatikan kepentingan dan vitalitas obat
yang harus selalu tersedia untuk melayani permintaan untuk pengobatan. Vital
dalam analisis VEN maksudnya adalah obat untuk penyelamatan hidup manusia
atau untuk pengobatan karena penyakit yang mengakibatkan kematian. Pengadaan
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
30
obat golongan ini diprioritaskan. Contohnya adalah obat-obat hipertensi dan
diabetes. Obat esensial adalah obat yang banyak diminta untuk digunakan dalam
tindakan atau pengobatan penyakit terbanyak, yang resepnya sering datang ke
apotek. Dengan kata lain, obat-obat golongan ini adalah obat yang fast moving.
Obat non-esensial adalah obat pelengkap yang tidak banyak diminta dan tidak
esensial.
b. Analisis Pareto (ABC)
Analisis pareto disusun berdasarkan penggolongan persediaan yang
mempunyai nilai harga yang paling tinggi. Pareto membagi persediaan
berdasarkan atas nilai rupiah sehingga untuk mengendalikan persediaan barang
difokuskan pada item persediaan yang bernilai tinggi daripada yang bernilai
rendah. Kelas A merupakan persediaan yang memiliki volume rupiah yang tinggi.
Kelas ini mewakili sekitar 70% dari total nilai persediaan. Meskipun jumlahnya
hanya sekitar 20% dari seluruh ítem tetapi memiliki dampak biaya yang tinggi.
Kelas B merupakan persediaan yang memiliki volume rupiah yang menengah.
Kelas ini mewakili sekitar 20% dari total nilai persediaan, meskipun jumlahnya
hanya sekitar 30% dari seluruh item. Kelas C adalah persediaan yang memiliki
volume rupiah yang rendah. Kelas ini mewakili sekitar 10% dari total nilai
persediaan, tapi terdiri sekitar 50% dari seluruh item. Pengendalian persediaan
untuk kelas A dilakukan secara intensif, untuk kelas B dilakukan secara moderat,
dan kelas C dilakukan secara sederhana.
Analisis pareto dilakukan dengan menghitung nilai investasi dari tiap
sediaan obat dengan cara menghitung total investasi tiap jenis obat kemudian
mengelompokan berdasarkan nilai investasi dan diurutkan mulai dari nilai
investasi terbesar hingga terkecil. Kelompok A memiliki nilai investasi 70% dari
total investasi obat keseluruhan, kelompok B memiliki nilai investasi 20% dari
total investasi obat keseluruhan dan kelompok C memiliki nilai investasi 10% dari
total investasi obat keseluruhan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
31
c. Analisis VEN-ABC
Mengkategorikan item berdasarkan volume dan nilai penggunaannya
selama periode waktu tertentu, biasanya 1 tahun. Analisis VEN-ABC
menggabungkan analisis pareto dan VEN dalam suatu matriks sehingga analisis
menjadi lebih tajam. Matriks dapat dibuat sebagai berikut:
V
E
N
A
VA EA NA
B
VB EB NB
C
VC EC NC
Gambar 2.3 Matriks VEN - ABC
Matriks di atas dapat dijadikan dasar dalam menetapkan prioritas untuk
menyesuaikan anggaran atau perhatian dalam pengelolaan persediaan. Semua
obat vital dan esensial dalam kelompok A, B, dan C hendaknya disediakan, tetapi
kuantitasnya disesuaikan dengan kebutuhan konsumen apotek. Untuk obat nonesensial dalam kelompok A tidak diprioritaskan, sedangkan kelompok B dan C
pengadaannya disesuaikan dengan kebutuhan.
2.14 Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
Pharmaceutical
care
(PC)
seringkali
diartikan
sebagai
Asuhan
Kefarmasian atau Pelayanan Kefarmasian. Pharmaceutical care adalah tanggung
jawab farmakoterapi dari seorang Apoteker untuk mencapai dampak tertentu
dalam meningkatkan kualitas hidup pasien. PC diimplementasikan dengan Good
Pharmacy Practice (Cara Praktek di Apotek yang Baik). Dengan demikian Good
Pharmacy Practice merupakan suatu pedoman yang digunakan untuk menjamin
bahwa layanan yang diberikan Apoteker kepada setiap pasien telah memenuhi
kualitas yang tepat. Pedoman tersebut perlu disusun secara nasional dengan
inisiatif dari organisasi profesi Apoteker dan pemerintah. Dengan adanya
pedoman tersebut diharapkan bahwa masyarakat dapat menggunakan obat-obatan
dan produk serta jasa kesehatan dengan lebih tepat sehingga tercapai tujuan terapi
yang diinginkan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
32
Pelaksanaan Good Pharmacy Practice di farmasi komunitas adalah
sebagai berikut:
a. Melakukan serah terima obat kepada pasien atas resep dokter dengan beberapa
kriteria.
b. Melakukan pemilihan obat pada pasien dalam upaya pengobatan diri sendiri
(swamedikasi).
c. Memonitor kembali penggunaan obat oleh pasien akan tujuan yang optimal
melalui telepon atau kunjungan residensial.
d. Melakukan ceramah tentang kesehatan dan obat, memberdayakan masyarakat
tentang penggunaan obat yang baik dan upaya dalam pencegahan penyakit di
masyarakat.
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004, standar pelayanan kefarmasian di apotek meliputi
peayanan resep, promosi dan edukasi, serta pelayanan residensial (home care).
a. Pelayanan Resep
1) Skrining resep
Apoteker
melakukan
skrining
resep
yang
meliputi
persyaratan
administratif, kesesuaian farmasetik, dan pertimbangan klinis. Skrining terhadap
persyaratan administratif meliputi nama, SIP dan alamat dokter; tanggal penulisan
resep; tanda tangan/ paraf dokter penulis resep; nama, alamat, umur, jenis kelamin
dan berat badan pasien; nama obat, potensi, dosis dan jumlah yang minta; cara
pemakaian yang jelas; dan informasi lainnya. Skrining kesesuaian farmasetik
meliputi bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama
pemberian. Skrining pertimbangan klinis meliputi adanya alergi, efek samping,
interaksi, kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan lain-lain). Jika ada keraguan
terhadap resep hendaknya dikonsultasikan kepada dokter penulis resep dengan
memberikan pertimbangan dan alternatif seperlunya bila perlu menggunakan
persetujuan setelah pemberitahuan.
2) Penyiapan obat
Penyiapan obat dimulai dengan peracikan. Peracikan merupakan kegiatan
menyiapkan, menimbang, mencampur, mengemas, dan memberikan etiket pada
wadah. Dalam melaksanakan peracikan obat harus dibuat suatu prosedur tetap
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
33
dengan memperhatikan dosis, jenis, dan jumlah obat, serta penulisan etiket yang
benar. Etiket harus jelas dan dapat dibaca. Obat hendaknya dikemas dengan rapi
dalam kemasan yang cocok sehingga terjaga kualitasnya. Sebelum obat
diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian
antara obat dengan resep. Penyerahan obat dilakukan oleh Apoteker disertai
pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien dan tenaga kesehatan.
Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas, dan mudah
dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini. Informasi obat pada
pasien sekurang-kurangnya meliputi cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat,
jangka waktu pengobatan, aktivitas, serta makanan dan minuman yang harus
dihindari selama terapi. Apoteker harus memberikan konseling, mengenai sediaan
farmasi, pengobatan, dan perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat
memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya
penyalahgunaan atau penggunaan salah sediaan farmasi atau perbekalan kesehatan
lainnya.
Untuk penderita penyakit tertentu seperti kardiovaskuler, diabetes, TBC,
asma, dan penyakit kronis lainnya, Apoteker harus memberikan konseling secara
berkelanjutan. Setelah penyerahan obat kepada pasien, Apoteker harus
melaksanakan pemantauan penggunaan obat, terutama untuk pasien tertentu
seperti kardiovaskuler, diabetes, TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya.
b. Promosi dan Edukasi
Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, Apoteker harus berpartisipasi
secara aktif dalam promosi dan edukasi. Apoteker ikut membantu diseminasi
informasi, antara lain dengan penyebaran leaflet atau brosur, poster, penyuluhan,
dan lain-lainnya.
c. Pelayanan Residensial (Home Care)
Apoteker sebagai care giver diharapkan juga dapat melakukan pelayanan
kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lansia
dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya. Untuk aktivitas ini
Apoteker harus membuat catatan berupa catatan pengobatan (medication record).
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
34
2.14.1 Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE)
Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) di bidang kefarmasian
merupakan rangkaian kegiatan interaksi positif antara Apoteker dengan pasien,
keluarga pasien, atau dengan tenaga kesehatan. Tujuannya adalah untuk
membangun hubungan dan kepercayaan dengan pasien, mendapatkan informasi
dari pasien, memberikan instruksi pada pasien yang berkaitan dengan obat, serta
untuk memberikan dukungan maupun semangat kepada pasien supaya
penyakitnya cepat sembuh.
Konseling dan informasi yang diberikan berupa informasi mengenai efek
samping, dosis, cara penggunaan, interaksi obat, harga obat, dan lain-lain.
Seorang Apoteker harus dapat menyarankan pengobatan yang rasional dan dapat
memberikan alternatif pengobatan lain yang lebih aman dan efektif. Latar
belakang perlunya KIE adalah sebagai berikut:
a. Ketidakpatuhan pasien
Berbagai macam penyebab ketidakpatuhan antara lain status ekonomi
pasien maupun adanya interaksi antara pasien dengan tenaga kesehatan yang
kurang baik. Ketidakpatuhan ini dapat terjadi dalam bentuk resep tidak ditebus
oleh pasien, resep yang lama tidak ditebus kembali, atau dosis yang tidak efektif
membuat pasien menggandakan dosis sendiri.
b. Penggunaan obat yang tidak rasional
Hal ini dapat berupa obat tidak tepat indikasi, tidak tepat pasien, jenis
obat, dosis, rute pemberian, waktu pemberian, durasi pemberian dan obat tidak
terjangkau oleh pasien.
c. Penggunaan obat yang tidak benar
Hal ini lebih ditekankan pada teknik penggunaan obat oleh pasien.
Terdapat beberapa bentuk sediaan obat yang memerlukan teknik khusus dalam
penggunaannya agar lebih efektif, antara lain obat asma yang menggunakan
inhaler, suppositoria, dan obat tetes.
KIE dapat memberikan manfaat, baik bagi pasien, keluarga pasien, tenaga
kesehatan, maupun Apoteker. Beberapa manfaat tersebut, antara lain :
1) Bagi pasien, keluarga, atau tenaga kesehatan
a) Menurunkan kesalahan dalam menggunakan obat
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
35
b) Menurunkan ketidakpatuhan.
c) Menurunkan efek samping obat.
d) Menurunkan biaya pengobatan.
e) Meningkatkan pemahaman tentang penyakit.
f) Meningkatkan penggunaan obat yang rasional.
2) Bagi Apoteker
a) Meningkatkan citra profesi.
b) Meningkatkan kepuasan kerja.
c) Menarik customer.
2.14.2 Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Peranan terhadap keberadaan Apoteker di apotek dalam pemberian
informasi obat kepada pasien, dokter, maupun tenaga medis lainnya sangat
penting. Pelaksanaan PIO di apotek bertujuan untuk tercapainya penggunaan obat
yang rasional, yaitu tepat indikasi, tepat pasien, tepat regimen (dosis, cara, saat
dan lama pemberian), tepat obat, dan waspada efek samping. Informasi obat pada
pasien sekurang-kurangnya meliputi cara pemakaian, cara penyimpanan obat,
jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus
dihindari selama terapi. Dalam memberikan informasi obat, seorang Apoteker
harus memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Mandiri, berarti Apoteker bebas dari segala bentuk keterikatan dengan pihak
lain sehingga menyebabkan informasi yang diberikan menjadi tidak objektif.
b. Objektif
c. Seimbang, berarti Apoteker dalam memberikan informasi harus melihat dari
berbagai sudut pandang yang mungkin berlawanan.
d. Ilmiah, berarti Apoteker dalam menyampaikan informasi harus berdasarkan
sumber data atau referensi yang dapat dipercaya.
e. Berorientasi pada pasien, berarti informasi yang disampaikan tidak hanya
mencakup informasi produk, seperti ketersediaan, kesetaraan generik,
melainkan juga mencakup informasi yang mempertimbangkan kondisi pasien.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
36
2.14.3 Konseling
Salah satu bentuk standar pelayanan kefarmasian yang dilakukan Apoteker
di apotek adalah pemberian konseling. Apoteker harus memberikan konseling
mengenai sediaan farmasi, pengobatan, dan perbekalan kesehatan lainnya,
sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau pasien dapat terhindar dari
bahaya penyalahgunaan atau penggunaan obat yang salah. Untuk penderita
penyakit tertentu seperti kardiovaskular, diabetes, TBC, asma, dan penyakit kronis
lainnya, Apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan.
2.14.4 Swamedikasi
Swamedikasi adalah melakukan pengobatan mandiri tanpa melalui dokter
ketika sedang sakit. Umumnya, swamedikasi dilakukan untuk mengatasi
gangguan kesehatan ringan mulai dari batuk pilek, demam, sakit kepala, maag,
masalah pada kulit, hingga iritasi ringan pada mata. Konsep modern dari
swamedikasi adalah upaya pencegahan terhadap penyakit, dengan mengonsumsi
vitamin dan suplemen kesehatan atau suplemen makanan untuk meningkatkan
daya tahan tubuh.
Beberapa hal yang menjadi faktor berkembangnya swamedikasi di masyarakat
adalah :
a. Harga obat yang melambung tinggi dan biaya pelayanan kesehatan yang
semakin mahal mendorong masyarakat berinisiatif untuk mengobati dirinya
sendiri dengan obat-obatan yang tersedia di pasaran tanpa melalui konsultasi
dengan dokter. Biasanya penggunaan obat yang dipilih adalah kategori obat
OTC dan obat DOWA.
b. Pergeseran pola pengobatan dari kuratif rehabilitatif menjadi preventif
rehabilitatif. Penyebabnya adalah tingkat pengetahuan masyarakat yang
semakin tinggi; penghasilan per individu yang meningkat; teknologi
informasi semakin cepat, mudah, dan jelas; dan lain-lain. Untuk itu, upaya
yang dilakukan adalah pencegahan terhadap kemungkinan terserang penyakit,
sehingga obat-obatan yang dicari adalah obat-obat bebas dan suplemen
makanan atau suplemen kesehatan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
37
Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan saat melakukan swamedikasi,
antara lain :
1) Membaca secara teliti informasi yang tertera pada kemasan atau brosur di
dalam kemasan. Informasi yang diberikan meliputi komposisi zat
aktif,indikasi, kontraindikasi, efek samping, interaksi obat, dosis, dan cara
penggunaan.
2) Memilih obat dengan jenis kandungan zat aktif sesuai keperluan, misalnya
apabila gejala penyakit hanya batuk maka obat yang dipilih hanya mengatasi
batuk saja, tidak perlu obat penurun demam.
3) Penggunaan obat hanya jangka pendek (seminggu), jika gejala menetap atau
memburuk maka segera konsultasikan ke dokter.
4) Memperhatikan aturan pemakaian, bagaimana cara memakainya, berapa
jumlahnya, berapa kali sehari, dipakai sebelum atau sesudah makan atau
menjelang tidur, serta berapa lama pemakaiannya.
5) Perlu diperhatikan masalah kontraindikasi (pada keadaan mana obat tidak
boleh digunakan) dan bagaimana cara penyimpanan obat (obat disimpan
dimana dan apakah sisa obat yang disimpan dapat digunakan lagi).
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
BAB 3
TINJAUAN KHUSUS APOTEK ATRIKA
3.1
Sejarah dan Lokasi
Apotek Atrika didirikan pada tanggal 21 Juli 2001 dengan nomor SIA
1387.01/KANWIL/SIA/01/0. Apotek ini merupakan apotek kerjasama dengan
Pemilik Sarana Apotek (PSA) Atrika yaitu Bapak Winardi Hendrayanta. Sebagai
Apoteker Pengelola Apotek (APA) Atrika adalah Bapak Dr. Harmita, Apt.
Apotek Atrika terletak di Jalan Kartini Raya No. 34 Jakarta Pusat yang
merupakan kawasan pemukiman penduduk. Gambar Peta Lokasi Apotek Atrika
dapat dilihat pada Lampiran1. Apotek Atrika terletak di tepi jalan yang mudah
dijangkau oleh kendaraan dan dilalui oleh angkutan umum serta merupakan jalan
dua arah dengan badan jalan yang tidak terlalu lebar. Di sekitar apotek terdapat
banyak praktek dokter umum, dokter spesialis, dan dokter hewan. Apotek Atrika
buka dari hari Senin hingga Sabtu, mulai pukul 08.00 sampai 22.00 WIB, kecuali
untuk hari Sabtu hanya sampai pukul 17.00 WIB, sedangkan hari Minggu dan hari
libur nasional tutup.
3.2
Tata Ruang
Bagian depan Apotek Atrika memiliki halaman yang dapat digunakan
sebagai tempat parkir. Bangunan Apotek Atrika terbagi menjadi dua bagian, yaitu
ruang depan dan ruang dalam. Ruang depan terdiri dari ruang tunggu, kasir,
tempat penerimaan resep sekaligus tempat penyerahan obat, dan etalase untuk
obat OTC. Ruang dalam terdiri atas ruang racik yang dikelilingi lemari untuk obat
ethical, kamar mandi, dan tempat pencucian atau wastafel. Gambar denah Apotek
Atrika dapat dilihat pada Lampiran 2.
Penyusunan obat dilakukan berdasarkan susunan abjad dan disesuaikan
berdasarkan jenis sediaannya. Sediaan yang terdapat di Apotek Atrika dibagi
menjadi tiga, yaitu sediaan oral padat (tablet, kapsul), sediaan oral cair (sirup,
suspensi), dan sediaan topikal (salep, krim, suppositoria, obat tetes mata, obat
tetes telinga, dan sebagainya). Selain itu, juga terdapat lemari terpisah untuk
38
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
Universitas Indonesia
39
menyimpan obat generik, obat golongan narkotika, psikotropika, dan obat yang
telah mendekati waktu kadaluarsa.
3.3
Struktur Organisasi
Pembentukan struktur organisasi dan pembagian tugas serta wewenang
tiap jabatan dilakukan oleh APA. Seorang APA harus dapat memprediksi dan
membentuk struktur organisasi apotek, disertai dengan uraian fungsi dan tugas,
wewenang dan tanggung jawabnya. APA harus mengetahui kegiatan apa saja
yang akan dilakukan dan tipe orang yang bagaimana yang dapat melaksanakan
fungsi kegiatan tersebut sehingga apotek dapat beroperasional sesuai rencana.
Struktur Organisasi Apotek Atrika dapat dilihat pada Lampiran 3.
Apotek Atrika mempunyai beberapa orang karyawan dengan rincian
sebagai berikut:
a. Tenaga teknis farmasi, yaitu:
Pemilik Sarana Apotek
: 1 orang
Apoteker Pengelola Apotek
: 1 orang
Apoteker Pendamping
: 1 orang
Asisten Apoteker
: 2 orang
Juru resep
: 1 orang
b. Tenaga non teknis farmasi, yaitu:
3.4
Tenaga keuangan dan kasir
: 2 orang
Kurir
: 1 orang
Tugas dan Fungsi Jabatan
3.4.1 Apoteker Pengelola Apotek (APA)
Tugas dan tanggung jawab APA adalah sebagai berikut:
a. Menyelenggarakan pelayanan kefarmasian yang sesuai dengan fungsinya
(apotek sebagai tempat pengabdian profesi) dan memenuhi segala kebutuhan
perundang-undangan di bidang perapotekan yang berlaku.
b. Memimpin seluruh kegiatan manajerial apotek termasuk mengkoordinasikan
dan mengawasi dinas kerja karyawan lainnya antara lain mengatur daftar
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
40
giliran kerja, menetapkan pembagian beban kerja, dan tanggung jawab masingmasing karyawan.
c. Secara aktif berusaha sesuai dengan bidang tugasnya untuk meningkatkan
omset
penjualan
dan
mengembangkan
hasil
usaha
apotek
dengan
mempertimbangkan masukan dari karyawan lainnya untuk perbaikan
pelayanan dan kemajuan apotek.
d. Melayani permintaan obat bebas dan resep dokter, mulai dari penerimaan
resep, menyiapkan obat, meracik, menulis etiket, mengemas, sampai dengan
menyerahkan obat.
e. Memberikan Pelayanan Informasi Obat (PIO) kepada pasien untuk mendukung
penggunaan obat yang rasional. Dalam hal ini Apoteker harus memberikan
informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis,
bijaksana, dan terkini.
f. Melaksanakan pelayanan swamedikasi.
g. Memeriksa kebenaran obat yang akan diserahkan kepada pasien meliputi
bentuk sediaan obat, jumlah obat, nama obat, nomor resep, nama pasien
kemudian menyerahkan obat kepada pasien dan memberikan informasi tentang
penggunaan obat tersebut serta informasi tambahan lain yang diperlukan.
h. Membuat salinan resep dan kuintasi bila dibutuhkan.
i. Mengatur dan mengawasi pengamanan hasil penjualan tunai harian.
j. Bertanggung jawab atas pengadaan obat, terutama obat-obat golongan
narkotika dan psikotropika.
3.4.2 Apoteker Pendamping
Tugas dan tanggung jawab Apoteker Pendamping adalah sebagai berikut:
a. Melaksanakan tugas dan tanggung jawab APA ketika APA sedang tidak berada
di tempat.
b. Menjamin penyampaian informasi obat kepada pasien.
c. Memeriksa kebenaran obat yang akan diserahkan kepada pasien meliputi
bentuk sediaan obat, jumlah obat, nama obat, nama pasien, dan cara pakainya.
d. Mencatat dan menghitung bon penjualan kredit untuk resep-resep kredit.
e. Bertanggung jawab atas pengadaan obat.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
41
3.4.3 Asisten Apoteker
Tugas dan fungsi Asisten Apoteker adalah sebagai berikut:
a. Melakukan pendataan kebutuhan barang.
b. Mengatur, mengontrol, dan menyusun obat pada tempat penyimpanan obat di
ruang peracikan.
c. Melayani permintaan obat bebas dan resep dokter, mulai dari penerimaan
resep, menyiapkan obat, meracik, menulis etiket, mengemas, sampai dengan
menyerahkankan obat.
d. Memberi harga untuk resep-resep yang masuk dan memeriksa kelengkapan
resep.
e. Memeriksa kebenaran obat yang akan diserahkan kepada pasien meliputi
bentuk sediaan obat, jumlah obat, nama obat, nomor resep, nama pasien
kemudian menyerahkan obat kepada pasien dan memberikan informasi tentang
penggunaan obat tersebut serta informasi tambahan lain yang diperlukan.
f. Mencatat keluar masuk barang.
g. Melakukan pengecekan terhadap obat-obat yang mempunyai kadaluarsa.
h. Menyusun daftar masuknya barang dan menandatangani faktur obat yang
masuk setiap harinya.
i. Mencatat penerimaan uang setelah dihitung terlebih dahulu, begitu juga dengan
pengeluaran yang harus dilengkapi dengan kuitansi, nota dan tanda setoran
yang sudah diparaf APA atau karyawan yang ditunjuk.
3.4.4 Juru Resep
Tenaga yang membantu Asisten Apoteker dalam meracik obat di apotek
adalah juru resep. Tugas dan kewajiban juru resep adalah:
a. Membantu tugas Apoteker dan Asisten Apoteker dalam penyediaan atau
pembuatan obat jadi maupun obat racikan.
b. Menyiapkan dan membersihkan alat-alat peracikan serta melaporkan hasil
sediaan yang sudah jadi kepada Asisten Apoteker.
c. Membuat obat-obat racikan standar di bawah pengawasan Asisten Apoteker.
d. Menjaga kebersihan apotek.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
42
3.4.5 Kasir
Tugas dan tanggung jawab kasir adalah sebagai berikut:
a. Menerima pembayaran tunai maupun dengan kartu kredit.
b. Menerima barang masuk.
c. Memberi harga untuk resep-resep yang masuk.
d. Melayani penjualan obat bebas dan bebas terbatas.
e. Mencatat, menghitung, dan menyimpan uang hasil penjualan.
f. Menyetor uang hasil penjualan ke bagian keuangan.
g. Bertanggung jawab terhadap kesesuaian uang yang masuk dengan penjualan.
3.4.6 Keuangan
Tugas dan kewajiban bagian keuangan adalah sebagai berikut:
a. Bertanggung jawab terhadap kondisi aliran kas yang terjadi.
b. Menerima uang yang disetor oleh kurir dan penjualan obat tunai, baik obat
bebas dan bebas terbatas maupun penjualan obat dengan resep.
c. Mengeluarkan uang yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan operasional
apotek, seperti listrik dan telepon.
d. Menyimpan bukti pembayaran dan pembelian barang, serta bukti pertukaran
faktur dengan PBF.
3.4.7 Pesuruh
Tugas dan tanggung jawab pesuruh adalah sebagai berikut:
a. Menjaga kebersihan apotek.
b. Menjamin kerapian apotek.
c. Membantu petugas apotek lain yang memerlukan bantuan non-teknis
kefarmasian.
3.4.8 Kurir
Tugas dari seorang kurir adalah sebagai berikut:
a. Mengantar obat dan sediaan farmasi untuk pelayanan pesan antar.
b. Menjamin obat yang tepat sampai kepada pasien yang tepat.
c. Menerima uang hasil pembayaran obat.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
43
3.5
Kegiatan di Apotek Atrika
Tenaga kerja Apotek Atrika bekerja secara bergantian berdasarkan jam
kerja yang telah dibagi menjadi dua shift, yaitu shift I pukul 08.00-16.00 dan shift
II pukul 16.00-22.00. Apotek Atrika buka hari Senin sampai Jumat mulai pukul
08.00-22.00 WIB, hari Sabtu pukul 08.00-17.00, sedangkan hari Minggu dan hari
libur nasional tutup. Kegiatan yang dilakukan di Apotek Atrika dikelompokkan
menjadi dua bidang, yaitu kegiatan di bidang teknis kefarmasian dan kegiatan
non-teknis kefarmasian.
3.5.1 Kegiatan Teknis Kefarmasian
3.5.1.1 Pengelolaan Perbekalan Farmasi
a.
Pengadaan Barang
APA merupakan orang yang bertanggung jawab dalam pengadaan
perbekalan farmasi, tetapi untuk menjaga kelancaran dan ketepatan persediaan
barang, Asisten Apoteker dapat melakukan pengadaan barang untuk keperluan
mendesak yang dilakukan pada pagi hari dengan surat pesanan sementara yang
diparaf oleh Asisten Apoteker. Pengadaan barang di Apotek Atrika, baik jenis
maupun jumlah barang disesuaikan dengan kondisi keuangan dan kategori arus
barang fast moving atau slow moving. Pengadaan juga didasarkan pada obat-obat
yang banyak diresepkan oleh dokter yang praktek di sekitar apotek.
Pengadaan barang bisa dilakukan dengan cara konsinyasi, COD (cash
order delivery), atau kredit. Konsinyasi adalah penitipan barang dari distributor
kepada apotek, di mana apotek bertindak sebagai agen komisioner yang menerima
komisi bila barang terjual, bila tidak terjual barang tersebut dapat dikembalikan.
Biasanya konsinyasi dilakukan untuk obat-obat baru yang belum dijual di apotek,
di mana sedang dalam masa promosi, sementara pembayaran dilakukan hanya
terhadap barang yang telah terjual. COD adalah pembelian barang di mana
pembayaran dilakukan secara langsung pada saat barang datang, sedangkan
pembayaran yang dilakukan secara kredit dilakukan setelah jatuh tempo.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
44
b.
Pemesanan Barang
Berdasarkan buku defekta, pemesanan dilakukan kepada PBF dan
menggunakan surat pesanan langsung kepada salesman atau melalui telepon.
Contoh surat pesanan (SP) Apotek Atrika terdapat pada lampiran 4.
c.
Penerimaan Barang
Asisten Apoteker memeriksa barang yang diterima berdasarkan surat
pesanan dan faktur, baik kuantitas maupun kualitas (tanggal kadaluarsa, keadaan
fisik barang, kode produksi/bets dan lain-lain). Apabila barang yang diterima
sesuai dengan surat pesanan, maka petugas selanjutnya menandatangani dan
memberi stempel apotek pada faktur. Selanjutnya, faktur asli diserahkan kembali
ke PBF dan salinan faktur disimpan di apotek sebanyak dua lembar. Pembelian
dicatat dalam buku pembelian yang berisi tanggal pembelian, nama PBF, no.
faktur, nama dan jumlah barang yang diterima, tanggal kadaluarsa, harga satuan,
potongan harga, dan harga total. Jumlah barang yang diterima kemudian
ditambahkan ke dalam kartu stok besar dan kartu stok kecil. Bila terjadi
perubahan harga barang maka perubahan harga dicatat di buku perubahan harga
kemudian juga di buku daftar harga barang dan komputer kasir.
d.
Penyimpanan Barang
Apotek Atrika melakukan penyimpanan barang berdasarkan bentuk
sediaan obat dan menurut abjad, baik untuk obat ethical, maupun untuk obat OTC.
Obat disusun berdasarkan sistem FIFO (First In First Out) dan FEFO (First
Expired First Out), di mana obat yang memiliki tanggal kadaluarsa terlebih
dahulu diletakkan di bagian yang paling depan dan/ atau paling atas, agar keluar
terlebih dahulu. Selain itu, terdapat juga lemari khusus untuk menyimpan barangbarang yang mendekati waktu kadaluarsa. Penyimpanan narkotika dilakukan di
lemari khusus yang menempel di dinding dan kunci lemari tersebut disimpan oleh
Apoteker Pendamping.
e.
Pengeluaran Barang
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
45
Apotek Atrika melakukan pengeluaran barang dengan sistem FEFO (First
Expired First Out), yaitu barang yang memiliki batas kadaluarsa lebih awal
dikeluarkan terlebih dahulu. Barang yang keluar dari penjualan bebas dicatat pada
buku penjualan barang bebas (OTC), sedangkan barang yang keluar dari
penjualan resep dicatat pada buku resep.
f.
Pemeriksaan dan Pencatatan Stok Barang
Kegiatan ini dilakukan setiap hari berdasarkan buku penjualan dan buku
resep. Jumlah barang yang ada dicocokkan dengan jumlah yang tertera pada kartu
stok kecil. Barang yang habis dicatat pada buku defekta untuk dilakukan
pemesanan.
g.
Pembuatan Sediaan Standar (Anmaak)
Obat-obat yang dibuat oleh apotek berdasarkan resep-resep standar dalam
buku resmi untuk dijual bebas ataupun berdasarkan resep dokter disebut dengan
sediaan standar. Beberapa sediaan standar yang dibuat di Apotek Atrika adalah
minyak kayu putih, minyak telon, lisol, obat batuk putih, obat batuk hitam, obat
biang keringat, rivanol, salicyl spiritus, dan bedak salisilat. Sediaan standar ini
ditempatkan di rak obat bebas dan disusun berdasarkan abjad.
3.5.1.2 Pengelolaan Narkotika
a.
Pengadaan Narkotika
Kegiatan ini telah dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Penerimaan narkotika dilakukan oleh Apoteker Pendamping atau Asisten
Apoteker yang memiliki SIK dan bukti penerimaannya diterima dan disimpan
oleh Apoteker Pengelola Apotek. Pengadaaan Narkotika dilakukan dengan
menggunakan Surat Pesan Narkotika. Contoh Surat Pesan Narkotika terdapat pada
Lampiran 5.
b.
Penyimpanan Narkotika
Narkotika disimpan di dalam lemari khusus yang menempel di dinding dan
kuncinya dipegang oleh Apoteker Pendamping.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
46
c.
Pelayanan Narkotika
Pelayanan resep yang mengandung narkotika telah dilakukan sesuai
ketentuan yang berlaku. Setiap pengeluaran narkotika harus dicatat di kartu stok
dan diperiksa kesesuaian jumlahnya. Narkotika pada resep digaris bawah merah,
dan resepnya disimpan terpisah dari resep lain.
d.
Pelaporan Narkotika
Laporan penggunaan narkotika dibuat setiap bulan dan dikirim ke Suku
Dinas Kesehatan Jakarta Pusat, paling lambat tanggal 10 setiap bulannya dengan
tembusan kepada Balai Besar POM dan untuk arsip. Contoh laporan penggunaan
narkotika terdapat pada lampiran 6.
3.5.1.3 Pengelolaan Psikotropika
a.
Pengadaan Psikotropika
Pemesanan psikotropika dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Pemesanan psikotropika dilakukan dengan menggunakan surat khusus pesanan
psikotropika. Surat pesanan psikotropika terdapat pada lampiran 7.
b.
Penyimpanan Psikotropika
Di Apotek Atrika, psikotropika disimpan dalam lemari khusus dan kunci
lemari dipegang oleh Apoteker Pendamping.
c.
Pelayanan Psikotropika
Pelayanan resep prikotropika diserahkan atas dasar resep dokter dan
salinan resep. Resep yang mengandung psikotropika disimpan terpisah dari resep
lain.
d.
Pelaporan Psikotropika
Laporan penggunaan psikotropika dibuat setiap bulan dan dikirimkan ke
Suku Dinas Kesehatan Jakarta Pusat paling lambat setiap tanggal 10 setiap
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
47
bulannya dengan tembusan kepada balai Besar POM dan untuk arsip. Contoh
laporan penggunaan psikotropika terdapat pada lampiran 8.
3.5.1.4 Pelayanan Apotek
a.
Pelayanan Obat dengan Resep
Proses pelayanan obat dengan resep di Apotek Atrika dilakukan sesuai
dengan prinsip HTKP (Harga, Timbang, Kemas, Penyerahan). Asisten Apoteker
menerima resep dari pasien, kemudian dilakukan skrining resep dan diberi harga
pada huruf H dari HTKP berdasarkan harga yang terdapat pada komputer kasir.
Setelah itu, pada huruf H tersebut diberi paraf. Apabila resep berasal dari dokter
untuk dipakai sendiri atau pada keadaan tertentu lainnya, harga yang telah
dihitung kemudian dikurangi diskon sejumlah yang ditentukan. Pasien membayar
harga obat yang disetujui di kasir dan kasir mencatat alamat dan nomor telepon
pasien.
Resep kemudian dibawa ke bagian peracikan untuk dikerjakan oleh
Asisten Apoteker dan juru resep. Setelah semua bahan dalam resep ditimbang,
maka huruf T pada HTKP diberi paraf. Resep yang telah selesai dikerjakan dan
diberi etiket diperiksa oleh Apoteker atau Asisten Apoteker, kemudian huruf K
dari HTKP diberi paraf. Resep yang telah diperiksa kemudian diserahkan kepada
pasien. Apoteker atau Asisten Apoteker yang menyerahkan obat menyampaikan
informasi yang berkaitan dengan obat tersebut memberikan paraf pada huruf P
pada HTKP. Resep yang telah selesai dikumpulkan berdasarkan nomor urut resep
per hari dan dicatat dalam buku resep. Pelayanan resep secara tunai sama dengan
pelayanan resep secara kredit, tetapi untuk pelayanan resep secara kredit, kuitansi
pembayarannya tidak diserahkan ke pasien tetapi disimpan untuk dilakukan
penagihan pada awal bulan berikutnya. Alur penanganan resep terdapat pada
lampiran 9.
b.
Pelayanan Obat Tanpa Resep
Apotek Atrika melakukan penjualan obat tanpa menggunakan resep dokter
(obat bebas, obat bebas terbatas, dan obat wajib apotek) dan penjualan sediaan
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
48
lain di luar obat-obatan. Pembayarannya dilakukan di kasir secara tunai kemudian
barang dan struk pembayaran diserahkan kepada pembeli.
3.5.2 Kegiatan Non-Teknis Kefarmasian
3.5.2.1 Kegiatan Administrasi
a.
Administrasi Personalia
Apotek Atrika melakukan administrasi personalia yang berkaitan dengan
semua hal mengenai urusan pegawai yang meliputi absensi, gaji, hak cuti, dan
fasilitas lain yang berhubungan dengan pegawai.
b.
Administrasi Umum
Apotek Atrika melakukan administrasi umum yang meliputi laporan
penggunaan bahan baku dan sediaan jadi narkotika, laporan penggunaan
psikotropika dan segala hal yang berhubungan dengan urusan administrasi.
c.
Administrasi Penjualan
Apotek Atrika melakukan kegiatan administrasi penjualan dengan
melakukan pencatatan terhadap semua penjualan resep dan penjualan bebas secara
tunai. Pengaturan juga dilakukan terhadap harga jual yang dimasukkan ke dalam
buku daftar harga jual yang dijadikan sebagai acuan. Apabila terdapat perubahan
harga, maka harga yang tertera pada buku harga jual akan diubah.
d.
Administrasi Pembelian
Apotek Atrika melakukan kegiatan administrasi pembelian dengan
melakukan pencatatan terhadap semua pembelian di buku pembelian dan
pengumpulan faktur-faktur berdasarkan debitur. Tanggal tukar faktur yang
ditentukan oleh Apotek Atrika adalah setiap tanggal 5 dan 15, sedangkan tanggal
pembayaran akan ditentukan pada tanggal tukar faktur.
e.
Administrasi Pajak
Apotek Atrika melakukan administrasi pajak dengan melakukan
pencatatan dan pengumpulan faktur pajak serta menghitung jumlah pajak yang
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
49
harus dibayarkan oleh apotek. Kegiatan administrasi pajak juga menangani pajak
lain yang harus dibayarkan oleh apotek, seperti pajak reklame.
f.
Administrasi Pergudangan
Apotek Atrika melakukan administrasi pergudangan dengan melakukan
pencatatan pemasukan dan pengeluaran obat menggunakan kartu stok yang
tersedia untuk setiap obat sehingga dapat diketahui sisa persediaan.
g.
Administrasi Piutang
Pengumpulan kuitansi piutang dilakukan terhadap penjualan kredit kepada
suatu badan sosial dan melakukan pencatatan apabila telah dilunasi.
3.5.2.2 Sistem Administrasi
Apotek Atrika memiliki sistem administrasi yang dikelola dengan baik,
dimulai dari perencanaan, pengadaan, pengelolaan, dan pelaporan barang yang
masuk dan keluar, pengelolaan ini dilakukan oleh Apoteker dan Asisten Apoteker
yang dibantu oleh karyawan administrasi. Kelengkapan administrasi di Apotek
Atrika meliputi:
a. Buku Defekta
Buku ini digunakan untuk mencatat daftar nama obat atau sediaan yang
telah habis atau hampir habis sehingga harus segera dipesan agar dapat memenuhi
kebutuhan di apotek. Dengan adanya buku ini, proses pemesanan menjadi lebih
cepat sehingga tersedianya barang di apotek dapat terkontrol dan terjamin dengan
baik.
b. Surat Pesanan (SP)
Surat ini digunakan untuk melakukan pemesanan barang ke PBF. Terdiri
dari 2 lembar, di mana 1 lembar pertama untuk diberikan kepada PBF dan lembar
terakhir untuk keperluan arsip di apotek. Dalam surat pesanan terdapat tanggal
pemesanan, nama PBF yang ditunjuk, nomor dan nama barang, jumlah pesanan,
tanda tangan pemesanan, dan stempel apotek.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
50
c. Buku Faktur
Berfungsi sebagai buku penerimaan barang, dalam buku ini tercantum
tanggal, nomor urut faktur, nama PBF, nomor faktur, jumlah barang, nama
barang, tanggal kadaluarsa, harga satuan, diskon, harga setelah potongan, dan
jumlah harga seluruh barang. Buku penerimaan barang depan dan barang dalam
dipisahkan.
d. Buku Perubahan Harga
Buku ini berfungsi untuk mencatat perubahan harga barang. Jika ada
perubahan harga barang, maka harga terkini barang tersebut dicatat di buku
perubahan harga, kemudian dilakukan perubahan harga barang pada buku daftar
harga, komputer kasir, dan juga dilakukan pemberitahuan pada Apotek Atrika
cabang.
e. Buku Daftar Harga
Buku ini berfungsi untuk mencatat harga barang untuk penjualan bebas
dan untuk penjualan resep. Pada buku ini tercantum nama obat dengan merek
dagang, generik, maupun bahan baku. Penyusunan nama obat berdasarkan abjad
dan dipisahkan antara obat dengan nama dagang dan generik.
f. Kartu Stok Besar
Kartu ini berfungsi untuk mencatat barang-barang yang masuk atau baru
dibeli. Kartu stok besar memuat tanggal penerimaan barang, jumlah barang, nama
PBF, nomor faktur, harga satuan, diskon, nomor batch, dan tanggal kadaluarsa.
Contoh kartu stok besar terdapat pada lampiran 10.
g. Kartu Stok Kecil
Kartu ini berfungsi untuk mencatat jumlah barang yang keluar dan masuk
serta sisa stok barang di lemari. Kartu stok kecil memuat tanggal keluar/ masuk
barang, keterangan (nomor resep/penjualan untuk pengeluaran barang, tanggal
kadaluarsa untuk pemasukan barang), jumlah yang masuk, jumlah yang keluar,
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
51
dan sisa stok barang pada lemari. Contoh kartu stok kecil terdapat pada lampiran
11.
h. Buku Pemasukan Barang Dalam
Buku ini berfungsi untuk mencatat pemasukan obat-obat ethical. Di dalam
buku ini tercantum nama barang, jumlah barang dalam satuan terkecil, dan
tanggal kadaluarsa.
i. Buku Pemasukan Barang Luar
Buku ini berfungsi untuk mencatat pemasukan obat-obat OTC.
j. Buku Resep
Buku ini berfungsi untuk mencatat pengeluaran obat berdasarkan resep.
Buku ini memuat tanggal dibuatnya resep, nomor resep, nama obat, jumlah obat
serta bentuk dan jumlah sediaan yang dibuat.
k. Buku Penjualan Obat Bebas
Buku ini berfungsi untuk mencatat pengeluaran obat-obat bebas yang
memuat tanggal penjualan, nama obat, jumlah, dan harga obat.
l. Buku Pembelian dan Penggunaan Narkotika dan Psikotropika
Buku ini bertujuan untuk mencatat pemasukan dan pengeluaran golongan
narkotika dan psikotropika, yang mencantumkan nama obat, bulan, persediaan
awal, penambahan jumlah yang meliputi tanggal pembelian, jumlah, nama PBF,
pengurangan, dan sisa serta keterangan lain jika ada.
m. Buku Pengiriman Barang ke Cabang
Buku ini berfungsi untuk mencatat barang-barang yang dikirimkan ke
Apotek Atrika cabang. Terdapat buku berbeda untuk setiap cabang. Buku ini
memuat nama barang, jumlah barang, dan tanggal kadaluarsa.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
BAB 4
PEMBAHASAN
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2009, apotek adalah
sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh
Apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker. Apotek juga
merupakan sarana yang digunakan untuk melakukan Pekerjaan Kefarmasian
meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan,
pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluranan obat, pengelolaan
obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta
pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.
Apotek Atrika yang terletak di Jalan Kartini Raya nomor 34, Jakarta Pusat
dengan nomor nomor SIA 1387.01/KANWIL/SIA/01/0 merupakan sebuah apotek
kerja sama antara Bapak Winardi Hendrayanta sebagai pemilik sarana apotek
(PSA) dengan Dr. Harmita, Apt., sebagai apoteker pengelola apotek (APA),
Apotek Atrika telah beroperasi selama hampir 9 tahun, terhitung sejak didirikan
pada 21 Juli 2001. Apotek Atrika terletak pada lokasi yang cukup strategis, yaitu
berada di sekitar pemukiman dan perumahan penduduk yang cukup padat, serta
dekat dengan beberapa praktek dokter, yaitu dokter umum, dokter gigi, dokter
spesialis (spesialis anak dan spesialis kulit dan kelamin), dan dokter hewan.
Apotek ini juga terletak di jalan dua arah dengan lebar badan jalan yang tidak
terlalu besar serta cukup ramai dilalui kendaraan, termasuk kendaraan umum,
sehingga mudah untuk dicapai. Lokasi yang strategis juga didukung dengan
keberadaan sarana kesehatan lain di sekitar apotek, seperti puskesmas dan rumah
sakit, serta keberadaan apotek pesaing yang cukup jauh letaknya. Keberadaan
Apotek Atrika cukup mudah dilihat dengan adanya papan nama apotek berwarna
kuning dengan tulisan “Apotik” berwarna merah.
Dari segi bangunan dan fasilitas, Apotek Atrika memiliki ukuran
bangunan sekitar 7×7,2 meter persegi yang dibagi menjadi dua ruangan, yaitu
ruang depan dan ruang dalam. Ruang depan apotek digunakan sebagai tempat
untuk penerimaan resep, penyerahan obat, kasir, dan ruang tunggu. Peralatan
apotek, seperti timbangan, mortir dan alu, gelas ukur, dan buku-buku referensi
52
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
Universitas Indonesia
53
tertata dengan rapi pada tempatnya. Obat-obat juga tersusun dengan rapi dalam
lemari sehingga terlindung dari debu, kelembapan, dan cahaya yang berlebihan,
serta diletakkan pada kondisi ruangan dan temperatur yang sesuai. Dalam
ruangan penyimpanan baik untuk obat ethical maupun OTC terdapat 1 buah AC
yang diset suhunya pada 22oC. Meja racik terletak pada bagian tengah di antara
lemari obat dimana tata letak seperti itu dapat mempermudah pekerjaan peracikan
obat. Meja kerja diletakkan di sudut ruangan agar tidak mengganggu pekerjaan
meracik obat.
Proses pengadaan barang di Apotek Atrika dilakukan melalui pembelian
secara kredit dengan memperhatikan arus barang (fast moving atau slow moving)
dan arus uang. Pemesanan obat dilakukan setiap hari, baik melalui telefon
maupun melalui medical representative yang datang ke apotek. Administrasi
pembelian dalam hal pembayaran terhadap sediaan atau perbekalan farmasi yang
dipesan dari Pedagang Besar Farmasi (PBF) juga sudah terencana dan terlaksana
dengan baik. Pembayaran diatur pada tanggal tukar faktur yaitu pada tanggal 5
dan 15 setiap bulannya sehingga apotek tidak harus membayar setiap hari dan
tidak terbebani dengan tanggal pembayaran yang tidak teratur. Barang pesanan
selalu diantar dalam jangka waktu tidak lebih dari 1 hari (24 jam), sesuai dengan
perjanjian yang telah disepakati dengan pihak PBF. Ketika obat pesanan diantar
ke apotek, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan apakah faktur dan barang
pesanan (jenis dan jumlah barang) telah sesuai dengan surat pesanan barang. Jika
sesuai, maka akan ditandatangani dan diberi cap Apotek oleh Apoteker/Asisten
Apoteker. Obat pesanan yang sudah diterima kemudian diperiksa nomor bets dan
tanggal kadaluarsanya, lalu dicatat pada faktur untuk menghindari kemungkinan
diterimanya obat yang sudah kadaluarsa atau mendekati kadaluarsa.
Pemesanan narkotik dan psikotropik memiliki prosedural yang berbeda.
Untuk pemesanan narkotik dilakukan dengan SP (Surat Pemesanan) khusus yaitu
SP model N. 9. Di mana untuk satu SP untuk satu jenis narkotik yang dipesan.
Pemesanan dilakukan secara langsung, ke PBF yang telah ditunjuk oleh
pemerintah yaitu Kimia Farma, dan pembayaran atas pesanan narkotik dilakukan
secara COD (Cash On Delivery). Untuk psikotropik pemesanan juga dilakukan
secara langsung namun menggunakan SP yang berbeda, di mana untuk satu SP
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
54
dapat digunakan untuk memesan lebih dari satu jenis psikotropik. Pembayaran
obat psikotropik juga dapat dilakukan secara kredit kepada PBF.
Penyimpanan obat diletakkan dalam lemari kaca sehingga memudahkan
proses pengambilan obat ketika diperlukan. Obat-obat Over the Counter (OTC)
diletakkan pada lemari penyimpanan di ruang depan, sedangkan obat-obat ethical
diletakkan pada lemari penyimpanan di ruang dalam. Penyimpanan obat disusun
secara abjad dan berdasarkan jenis sediaan, baik pada lemari obat ethical maupun
OTC. Masing-masing kelompok sediaan disusun berdasarkan abjad dari bagian
atas lemari hingga ke bagian bawah lemari secara zig-zag sehingga memudahkan
pencarian. Pada lemari OTC, dilakukan pemisahan berdasarkan jenis sediaan
yaitu padat, cair, dan setengah padat. Di ruang depan apotek terdapat 3 buah
etalase untuk menyimpan OTC sediaan padat, 1 buah lemari untuk menyimpan
OTC sediaan cair, dan 1 buah lemari untuk menyimpan OTC sediaan obat luar.
Pada lemari obat ethical di bagian dalam, dilakukan pemisahan berdasarkan jenis
sediaan yaitu padat, cair, dan setengah padat serta dilakukan pula pemisahan
antara obat generik dengan obat paten dan untuk penyimpanan obat sediaan padat
terdapat 4 buah lemari, dimana 3 buah lemari digunakan untuk menyimpan obat
paten dan 1 buah lemari digunakan untuk menyimpan obat generik. Untuk
penyimpanan obat sediaan cair terdapat 1 buah lemari. Untuk penyimpanan
sediaan setengah padat terdapat 1 buah lemari. Pemisahan ini berguna untuk
memudahkan dalam pengambilan barang dan meminimalkan risiko tertukarnya
barang. Beberapa obat yang sering digunakan dalam obat racikan, seperti teofilin
dan CTM, juga memiliki tempat khusus di meja racik sehingga dapat
mempermudah pekerjaan meracik obat. Untuk obat-obat ethical yang memiliki
kecenderungan fast moving seperti Interdoxin® diletakkan di tempat terpisah.
Obat golongan narkotika dan psikotropika disusun berdasarkan abjad dan
disimpan sesuai dengan peraturan yang berlaku, yakni dalam lemari khusus
berkunci yang terpisah dari lemari obat ethical lain, dan letaknya tersembunyi dari
penglihatan umum. Kunci lemari narkotik dan psikotropik dipegang oleh
penanggung jawab apotek. harus diperhatikan untuk obat golongan narkotika dan
psikotropika penyimpanan dan penggunaannya untuk menghindari risiko
kehilangan atau penyalahgunaan obat.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
55
Obat yang akan kadaluarsa (dalam waktu tiga hingga enam bulan ke
depan) diletakkan di tempat terpisah, dikelompokkan sesuai bulan kadaluarsa, dan
dilakukan pencatatan pada buku khusus “obat yang akan expired”. Obat-obat
tersebut akan didahulukan untuk dijual atau dipersiapkan untuk dikembalikan
kepada PBF. Pada lemari obat dari obat yang akan kadaluarsa diberi catatan untuk
mengingatkan agar jika terdapat permintaan terhadap obat tersebut maka obat
yang akan kadaluarsa diserahkan terlebih dahulu. Perjualan obat dengan tanggal
kaduluarsa yang dekat, harus mempertimbangkan penyakit yang diderita oleh
pasien apakah penyakit yang derita berat atau ringan. Bila pasien menderita
penyakit berat (kronis) maka obat yang diberikan bukan obat dengan tanggal
kaduluarsa yang dekat. Jika obat dengan tanggal kaduluarsa yang dekat sudah
terjual atau dikembalikan pada PBF, maka statusnya akan dicatat pada buku
khusus “obat yang akan expired”. Jika obat-obat tersebut tidak terjual atau tidak
dapat dikembalikan ke PBF hingga batas kadaluarsanya, maka obat-obat tersebut
akan dimusnahkan.
Penjualan atau pengeluaran barang atau obat di Apotek Atrika dilakukan
dengan menggunakan sistem FEFO (First Expired First Out). Hal ini dilakukan
dengan menyusun barang dengan tanggal kadaluarsa yang lebih jauh pada bagian
dalam atau bagian bawah tumpukan obat sehingga obat-obat dengan tanggal
kadaluarsa yang lebih dekat akan terjual lebih dahulu. Pengeluaran obat pada
Apotek Atrika dapat terjadi karena pembelian, baik pembelian dengan resep
maupun pembelian untuk swamedikasi, dan pengiriman ke cabang Apotek Atrika
sesuai permintaan. Setiap pengeluaran barang atau obat, baik karena pembelian
maupun karena pengiriman, dicatat pada kartu stok dan buku yang sesuai dengan
jenis pengeluaran, yaitu buku catatan resep, buku penjualan bebas, dan buku
pengiriman. Untuk pengiriminan barang ke cabang Apotek Atrika sejak tanggal 1
Maret 2012 ditulis di buku nota sebagai faktur pengiriman yang berisi informasi
mengenai jumlah, jenis, expired date, dan batch number barang yang dikirim.
Contoh faktur pengiriman barang ke cabang Apotek Atrika terdapat pada lampiran
12.
Pengelolaan resep di Apotek Atrika sudah dilakukan dengan baik. Semua
resep yang sudah diterima, disimpan per hari berdasarkan nomor urut resep.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
56
Setiap pengeluaran obat-obat yang diresepkan, dilakukan pencatatan informasi
mengenai tanggal pembuatan resep, nomor resep, nama obat, dan jumlah obat
yang diberikan dalam buku catatan resep. Resep-resep tersebut akan disimpan
selama 3 tahun.
Selain pengelolaan obat ethical dan obat OTC, Apotek Atrika juga
melakukan pengelolaan terhadap obat-obat golongan narkotika dan psikotropika.
Pemesanan obat-obat golongan narkotika dan psikotropika dilakukan dengan
menggunakan surat pesanan khusus, diisi dan ditandatangani oleh APA.
Penerimaan obat golongan narkotika dan psikotropika juga dilakukan oleh APA,
Apoteker Pendamping, atau Asisten Apoteker. Pembayaran obat golongan
narkotika berbeda dengan obat ethical, dimana dilakukan pembayaran tunai pada
saat obat datang. Obat-obat golongan narkotika dan psikotropika disimpan dalam
lemari tersendiri yang terpisah dari lemari penyimpanan obat lainnya. Lemari
penyimpanan narkotika dan psikotropika menempel pada dinding dan tidak dapat
dipindah-pindahkan.
Obat golongan narkotika hanya dapat diberikan kepada pasien yang
membawa resep asli dari dokter. Resep yang mengandung narkotika tidak boleh
diulang dan jika tidak ditebus semua, maka sisa obat yang belum diambil hanya
bisa dibeli pada apotek yang sama (apotek asal yang menyimpan resep aslinya).
Jika resep yang diterima mengandung narkotika, maka pada resep diberi garis
merah dan disimpan terpisah dari resep obat non narkotika. Untuk obat golongan
psikotropika dapat diberikan berdasarkan resep asli dari dokter atau salinan resep.
Resep yang mengandung psikotropika dapat diulang jika perlu. Selanjutnya,
setiap pengeluaran obat-obat ini (golongan narkotika dan psikotropika) dicatat
pada buku pengeluaran khusus narkotika dan psikotropika dan pada kartu stok
masing-masing. Kartu stok narkotika dan psikotropika tidak disimpan bersama
kartu stok lainnya melainkan di dalam lemari penyimpanan narkotika dan
psikotropika.
Apotek Atrika melakukan pelaporan penggunaan obat golongan narkotika
dan psikotropika kepada Suku Dinas Kesehatan Kotamadya Jakarta Pusat setiap
periode, yakni setiap bulan untuk obat golongan narkotika dan setiap tiga bulan
sekali untuk obat golongan psikotropika. Pelaporan narkotika dan psikotropika
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
57
dilakukan sebelum tanggal 10. Untuk obat-obat golongan narkotika dan
psikotropika yang rusak dan sudah kadaluarsa, harus dilakukan pemusnahan
dengan disaksikan oleh APA, Asisten Apoteker dan petugas dinas kesehatan dan
dibuat berita acara pemusnahannya.
Resep-resep yang telah disimpan selama 3 tahun, setelah 3 tahun
dilakukan pemusnahan resep dengan membuat berita acara yang selanjutnya
dilaporkan kepada Suku Dinas Kesehatan Kotamadya Jakarta Pusat. (Lampiran
13).
Pelayanan resep pada Apotek Atrika, mulai dari penerimaan resep,
pemberian harga, penimbangan, pengemasan, hingga penyerahan obat, dilakukan
berdasarkan HTKP (Harga, Timbang, Kemas, dan Penyerahan) sehingga
mempermudah pengawasan terhadap pelaksanaan tugas setiap bagian dan
menelusuri kesalahan pada pelayanan resep. Pada awalnya, resep yang akan
ditebus akan diberi kertas kecil berisi tabel HTKP disertai kolom paraf. Pada
kertas HTKP, setiap orang yang melakukan salah satu fungsi HTKP harus
menandatangani pada huruf yang ia lakukan fungsinya. Pemberian etiket selalu
dilakukan dengan baik dan benar sesuai dengan peraturan. Contoh etiket terdapat
pada lampiran 14. Penulisan salinan resep dilakukan untuk resep dengan tanda
itter dan tidak dilakukan untuk resep yang mengandung narkotika. Contoh salinan
resep terdapat pada lampiran 15. Pemberian kuitansi sebagai bukti pembelian
barang dilakukan jika pasien meminta saja. Kuitansi apotek atrika terdapat pada
lampiran 16.
Untuk mempermudah penelusuran resep, dilakukan pemisahan antara
resep yang mengandung narkotika dengan resep golongan non narkotika,
berdasarkan warna kertas HTKP. Untuk resep yang mengandung narkotika,
berwarna kuning, sedangkan untuk resep golongan non narkotika, berwarna putih.
Proses administrasi dalam hal pencatatan obat juga telah dilakukan secara
terkomputerisasi. Sistem ini menggunakan program khusus yang meliputi
pencatatan pembelian, persediaan, dan penjualan beserta keterangan dari barang
tersebut. Sistem ini berguna dalam mengintegrasikan informasi mengenai arus
barang apotek, termasuk dalam hal pengeluaran barang.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5. 1. Kesimpulan
Apoteker memiliki fungsi dan peranan yang penting di apotek. Apoteker di
Apotek Atrika berperan sebagai professional, retailer, dan manajer. Sebagai
professional, apoteker di apotek atrika dapat menjamin mutu dan rasionalitas
pengobatan pasien. Sebagai retailer, apoteker di Apotek Atrika dapat memuaskan
pelayanan kepada pelanggan sehingga dapat meningkatkan omset apotek.
Sedangkan sebagai manajer, apoteker di Apotek Atrika dapat mengelola sistem
manajerial apotek dengan baik untuk kelangsungan apoteknya.
Apotek Atrika telah menunjukkan sistem pengelolaan apotek yang baik,
meliputi manajemen dan administrasi di apotek secara keseluruhan yaitu cara
pengadaan, penyimpanan, pendistribusian atau pengeluaran barang, termasuk
sistem pelayanannya kepada masyarakat, serta pelaksanaan pengelolaan dan
pengawasan keuangan dan administrasi. Selain itu, swamedikasi dilakukan
dengan baik dan benar oleh apoteker.
5. 2. Saran
Sistem administrasi yang ada di Apotek Atrika sebaiknya menggunakan
sistem komputerisasi untuk meningkatkan sistem pelayanan delivery order
sehingga proses menjadi cepat, efektif dan efisien. Pelayanan KIE (komunikasi,
informasi, dan edukasi) kepada para pelanggannya perlu ditingkatkan sebagai
wujud peran apoteker dalam menjalankan keprofesiannya sehingga keberhasilan
terapi dapat tercapai. Untuk meningkatkan kenyamanan konsumen saat menunggu
proses pelayanan, maka perlu dilakukan peningkatan fasilitas di ruang depan
Apotek Atrika seperti majalah, koran atau televisi. Pelatihan untuk karyawan
perlu dilakukan untuk meningkatkan keprofesioanlan karyawan dalam melakukan
pelayanan terhadap masyarakat.
58
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN
Kementerian Kesehatan. (1978). Peraturan Menteri Kesehatan No.
28/Menkes/Per/I/1978 Tentang Tata Cara Penyimpanan Narkotika.
Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Kementerian Kesehatan. (1990). Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
347/MenKes/SK/VII/1990 Tentang Obat Wajib Apotek. Jakarta:
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Kementerian Kesehatan. (1990). Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
347/MenKes/SK/VII/1990 Tentang Obat Wajib Apotek. Jakarta:
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Kementerian Kesehatan. (1993). Peraturan Menteri Kesehatan No.
919/MENKES/PER/X/1993 Tentang Kriteria Obat yang Dapat Diserahkan
Tanpa Resep. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Kementerian Kesehatan. (1993). Peraturan Menteri Kesehatan No.
922/MENKES/PER/X/1993 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian
Ijin Apotik. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Kementerian Kesehatan. (2002). Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor: 1332/MENKES/SK/X/2002 Tentang Perubahan Atas
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor. 922/MENKES/PER/X/1993
Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotik. Jakarta:
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Kementerian Kesehatan. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004 Tentang Standard
Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta: Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.
Kementerian Kesehatan. (2006). Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Bebas
Terbatas. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Kementerian Kesehatan. (2011). Peraturan Menteri Kesehatan No.
889/MENKES/PER/V/2011 Tentang Registrasi, Izin Praktek, dan Izin
Kerja Tenaga Kefarmasian.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia. (1980). Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1980 Tentang Perubahan dan
Tambahan Atas Peraturan Pemerintah RI Nomor 26 Tahun 1965 Tentang
Apotek. Jakarta.
59
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
Universitas Indonesia
60
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia. (2009). Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia No. 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian.
Jakarta.
Quick, J. (1997). Managing Drug Supply, The selection, Procurement,
Distribution, and Use of Pharmaceuticals, 2nd ed Revised and Expanded.
Kumarian Pers.
Seto, S., Yunita, N., & T, L. (2004). Manajemen Farmasi. Jakarta : Airlangga
University Pers.
Umar, M. (2011). Manajemen Apotek Praktis. Jakarta : Wira Putra Kencana
Undang-Undang Republik Indonesia. (1997). Undang-Undang
Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika. Jakarta.
Republik
Undang-Undang Republik Indonesia. (2009a). Undang-Undang Republik
Indonesia No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Jakarta.
Undang-Undang Republik Indonesia. (2009b). Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Jakarta.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
61
Lampiran 1. Peta lokasi Apotek Atrika
[Sumber: Holtrof, 2003, “telah diolah kembali”]
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
62
Lampiran 2. Denah ruangan Apotek Atrika
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
63
Lampiran 3. Struktur organisasi Apotek Atrika
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
64
Lampiran 4. Surat Pesanan (SP) Apotek Atrika
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
65
Lampiran 5. Surat Pesanan (SP) narkotika
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
66
Lampiran 6. Laporan penggunaan narkotika
LAPORAN PENGGUNAAN NARKOTIKA
Nama Apotek
Alamat dan Telepon
: Atrika
Form
:
: Jalan Kartini Raya No. 34 A Jakarta Pusat
Lembar
:1
6394153, 6260276
Bulan
:
Tahun
:
PEMASUKAN
Nama
Satuan
Codein Pulveres
Codein 10 mg
Pulveres
Tablet
Codein 15 mg
Tablet
Codein 20 mg
Codipront Caps
Codipront Exp. Caps
Codipront-C Exp.
Caps
Codipront Syrup
Codipront-C Exp.
Syr
Tablet
Kapsul
Kapsul
Saldo
Awal
Dari
Jumlah
Kapsul
Sirup
Sirup
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
PENGGUNAAN
Untuk
Jumlah
Saldo
Akhir
67
Lampiran 7. Surat Pesanan (SP) psikotropika
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
68
Lampiran 8. Laporan penggunaan psikotropika
LAPORAN PENGGUNAAN PSIKOTROPIKA
Nama Apotek
:Atrika
Form
:
Alamat dan Telepon
: Jalan Kartini Raya No. 34 A Jakarta Pusat
Lembar
:1
6394153, 6260276
Bulan
:
Nama
Tahun
Satuan
Saldo
Awal
:
PEMASUKAN
Dari
Alganax 0,25 mg
Alganax 0,5 mg
Alganax 1 mg
Analsik
Apisate
Ativan 0,5 mg
Ativan 1 mg
Ativan 2 mg
Bellaphen
Braxidin
Cetabrium 10 mg
Cetalgin
Danalgin
Diazepam 2 mg
Dumolid 5 mg
Esilgan 1 mg
Esilgan 2 mg
Frisium 10 mg
Librax
mentalium 5 mg
Neoropyron
Phenobarbital 30
mg
Phenobarbital 50
mg
Spasmium 5 mg
Stesolid 2 mg
Stesolid 5 mg
Valisanbe 5 mg
Xanax 0,25 mg tab
Xanax 0,5 mg tab
Xanax 1 mg tab
Jumlah
PENGGUNAAN
Untuk
Tablet
Tablet
Tablet
Tablet
Tablet
Tablet
Tablet
Tablet
Tablet
Tablet
Tablet
Tablet
Tablet
Tablet
Tablet
Tablet
Tablet
Tablet
Tablet
Tablet
Tablet
Tablet
Tablet
Tablet
Tablet
Tablet
Tablet
Tablet
Tablet
Tablet
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
Jumlah
Saldo
Akhir
69
Lampiran 9. Alur penanganan resep
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
70
Lampiran 10. Kartu stok besar Apotek Atrika
a. Kartu stok besar untuk sediaan solid
b. Kartu stok besar untuk sediaan semisolid
c. Kartu stok besar untuk sediaan liquid
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
71
Lampiran 11. Kartu stok kecil Apotek Atrika
a. Kartu stok kecil untuk sediaan
solid
b. Kartu stok kecil untuk sediaan
semisolid
c. Kartu stok kecil untuk sediaan
liquid
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
72
Lampiran 12. Faktur pengiriman barang ke cabang Apotek Atrika
Lampiran 12. Berita acara pemusnahan resep
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
73
Lampiran 13. Berita acara pemusnahan resep Apotek Atrika
POM.53.OB.53.AP.53.P1
BERITA ACARA PEMUSNAHAN RESEP
Pada hari ini tanggal bulan tahun sesuai dengan Surat Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 280/Men.Kes/SK/V/1981 tentang
Ketentuan dan Tata cara Pengelolaan Apotek, Kami yang bertanda tangan di
bawah ini :
Nama Apoteker Pengelola Apotek
S.I.P.A Nomor
Nama Apotek
Alamat Apotek
:
:
:
:
Dengan disaksikan oleh :
1. Nama
Jabatan
S.I.K Nomor
2. Nama
Jabatan
S.I.K Nomor
:
:
:
:
:
:
tanggal
tanggal
tanggal
Telah melakukan pemusnahan resep pada Apotek kami yang telah
melewati batas waktu penyimpanan selama tiga tahun, yaitu :
resep dari tanggal
sampai dengan tanggal
seberat
kg.
Tempat dilakukan pemusnahan
:
Demikian berita acara ini kami buat sesungguhnya dengan penuh
tanggung jawab. Berita acara ini dibuat dalam rangkap empat dan dikirimkan
kepada :
1. Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Departemen Kesehatan
Republik Indonesia
2. Kepala Kantor Wilayah Departemen Kesehatan Propinsi
3. Kepala Balai Pemeriksaan Obat dan Makanan
4. Satu sebagai arsip di Apotek
..……………….…..20…......
Saksi-saksi :
Yang membuat berita acara,
1. (
S.I.K. No :
)
2. (
S.I.K. No :
)
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
(
S.I.P.A. no :
)
74
Lampiran 14. Etiket Apotek Atrika
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
75
Lampiran 15. Salinan resep Apotek Atrika
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
76
Lampiran 16. Kuitansi Apotek Atrika
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI
APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JL. KARTINI RAYA
NO. 34 JAKARTA PUSAT PERIODE 21 FEBRUARI-28
MARET 2013
REKAPITULASI DAN ANALISIS RESEP YANG
MENGANDUNG OBAT WAJIB APOTEK UNTUK TERAPI
ANTIFUNGI GOLONGAN IMIDAZOL
PADA PERDIODE JULI-DESEMBER 2012
DI APOTEK ATRIKA JL. KARTINI RAYA
NO. 34 JAKARTA PUSAT
WINIE KARUNIA RAHMANI, S.Farm.
1206313886
ANGKATAN LXXVI
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JUNI 2013
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .....................................................................................
DAFTAR ISI .................................................................................................
DAFTAR TABEL .........................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................
i
ii
iii
iv
BAB 1. PENDAHULUAN ...........................................................................
1.1 Latar Belakang .........................................................................
1.2 Tujuan ......................................................................................
1
1
2
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................
2.1 Obat Wajib Apotek ..................................................................
2.2 Infeksi Mikosis Permukaan........................................................
2.3 Bentuk Jamur ............................................................................
2.4 Patologi dan Gejala Klinis. ........................................................
2.5 Antifungi ...................................................................................
3
3
4
5
6
7
BAB 3. METODOLOGI PENELTIAN ......................................................
3.1 Lokasi dan Waktu Pengkajian ...................................................
3.2 Metode Pengumpulan Data .......................................................
3.3 Metode Pengolahan Data ..........................................................
13
13
13
13
BAB 4. PEMBAHASAN .............................................................................. 14
4.1 Penyelesaian Kasus Resep ........................................................ 17
4.2 Analisis Kerasionalan Resep...................................................... 22
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 25
5.1 Kesimpulan ............................................................................... 25
5.2 Saran ......................................................................................... 25
DAFTAR ACUAN ........................................................................................ 26
ii
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Karakteristik tiga genus jamur dermatofita, Trichophyton,
Microsporum dan Epidermophyton Lambung .............................
Tabel 2.2. Klasifikasi dermatofitosis berdasarkan lokalisasi kelainan pada
bada dilihat dari gejala klinis .......................................................
Tabel 4.1. Frekuensi peresepan untuk resep yang mengandung obat wajib
apotek untuk terapi fungi golongan Imidazol di Apotek Atrika
pada bulan Juli-Desember 2012. ...................................................
Tabel 4.2. Frekuensi peresepan untuk resep yang mengandung obat wajib
apotek untuk terapi fungi golongan Ketokonazol di Apotek Atrika
pada bulan Juli-Desember 2012. ..................................................
Tabel 4.3 Keterangan Sagalon® ..................................................................
Tabel 4.4. Keterangan Nizoral® ..................................................................
Tabel 4.5. Keterangan Pirotop® ...................................................................
iii
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
6
7
16
16
18
19
21
Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.
Lampiran 2.
Lampiran 3
Lampiran 4
Lampiran 5
Lampiran 6
Daftar obat wajib apotek I, II, III ..............................................
Tabel Nama Dagang Obat dengan Zat Aktif Mikonazol Nitrat
dan Ketokonazol di Indonesia ..................................................
Tabel Nama Dagang Obat dengan Zat Aktif Mikonazol Nitrat
dan Ketokonazol di Apotek Atrika. ..........................................
Tabel Nama Dagang Obat dengan zat aktif Mikonazol Nitrat
dan Ketokonazol pada resep di Apotek Atrika. .........................
Tabel Nama Dagang Obat dengan Zat Aktif Mikonazol Nitrat
dan Ketokonazol beserta data distributor. .................................
Tabel Nama Obat yang ada dalam resep beserta data
distributor obat yang ada di Apotek Atrika. ..............................
iv
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
27
40
41
42
43
52
Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pemerintah Indonesia telah melaksanakan berbagai upaya untuk meningkatkan
pelayanan kesehatan dan menjadikannya lebih efisien, efektif serta terjangkau
oleh masyarakat. Hal tersebut bertujuan untuk meningkatkan kesehatan dan
kesejahteraan masyarakat. Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal
bagi masyarakat, ditetapkan bahwa orientasi pembangunan kesehatan yang semula
menekankan upaya kuratif dan rehabilitatif, secara bertahap diubah menjadi upaya
kesehatan terintegrasi menuju kawasan sehat dengan peran aktif masyarakat.
Pendekatan baru ini menekankan pentingnya upaya promotif dan preventif tanpa
mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif (Kementerian Kesehatan, 2003).
Sarana yang dapat meningkatkan pengobatan sendiri secara tepat, aman dan
rasional merupakan salah satu penunjang untuk meningkatkan masyarakat dalam
menolong dirinya sendiri dalam mengatasi masalah kesehatan. Daftar obat wajib
apotek (DOWA) merupakan daftar obat yang dapat diserahkan oleh seorang
apoteker tanpa resep dokter. Penggunaan DOWA merupakan salah satu upaya
pengobatan sendiri secara tepat, aman dan rasional dapat dicapai melalui
peningkatan penyediaan obat yang dibutuhkan untuk pengobatan sendiri. Salah
satu dari daftar obat wajib apotek yaitu antifungi topikal.(Kementrian Kesehatan,
1990)
Indonesia merupakan Negara yang beriklim tropis yang memiliki kelembaban
yang tinggi, sehingga memungkinkan untuk tumbuhnya berbagai tanaman dan
mikroorganisme dengan baik. Salah satu mikroorganisme yang dapat tumbuh
dengan baik diindonesia yaitu jamur (Nurhayati, Iroh, dkk). Jamur dapat tumbuh
pada kulit yang lembab seperti didaerah lipatan-lipatann ydang berada pada tubuh
manusia. Bagian-bagian tersebut seringkali lembab, juga tidak kering setiap kali
habis mandi.
Pada prinsipnya penyakit jamur dapat bisa disembuhkan dengan mudah asal
diketahui dengan jelas penyebabnya. Infeksi jamur seringkali tidak terobati tuntas
karena kesalahan dalam pemilihan obat jamur dan anti parasit topikal.
1
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
Universitas Indonesia
2
Berdasarkan hal tersebut, mahasiswa Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di
apotek Atrika, Mangga Besar, mengambil tugas khusus mengenai antifungi
topikal dalam daftar obat wajib apoteker. Diharapkan tugas ini dapat
meningkatkan pengetahuan mengenai pengobatan antifungi topikal baik
masyarakat pada umumnya maupun tenaga medis pada khususnya.
1.2 Tujuan
Penyusunan laporan tugas khusus Praktek Kerja Profesi Apoteker ini
bertujuan untuk mengetahui jenis obat pada terapi antifungi yang paling banyak
diresepkan oleh dokter kepada pasien berdasarkan resep yang diterima Apotek
Atrika selama periode Juli hingga Desember 2012.
Selain itu, penyususnan
laporan ini bertujuan untuk mengkaji peresepan obat pada terapi antifungi yang
diterima Apotek Atrika selama periode Juli hingga Desember 2012 dari sisi
kerasionalan resep, interaksi obat, dan pemberian informasi.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Obat Wajib Apotek
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 347/MENKES/SK/
VII/1990, Obat Wajib Apotek (OWA) adalah obat keras yang dapat
diserahkan tanpa resep dokter oleh Apoteker di apotek. OWA bertujuan untuk
pelaksanaan swamedikasi di apotek. Swamedikasi adalah pelayanan farmasi yang
memberikan kesempatan kepada pasien untuk memilih sendiri tindakan
pengobatan berdasarkan penyakit yang diderita dengan bantuan rekomendasi dari
apoteker. lampiran dafat obat wajib apotek I, II, dan III terdapat pada lampiran 1.
Obat-obat yang digunakan untuk pelaksanaan swamedikasi meliputi obat bebas,
obat bebas terbatas, dan OWA. Swamedikasi bertujuan untuk:
a. Meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menolong dirinya sendiri guna
mengatasi masalah kesehatan dengan ditunjang melalui sarana yang dapat
meningkatkan pengobatan sendiri secara tepat, aman, dan rasional.
b. Meningkatkan peran apoteker di apotek dalam pelayanan KIE (Komunikasi,
Informasi dan Edukasi) serta pelayanan obat kepada masyarakat.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 919/MENKES/PER/X/1993, obat
yang
dapat
diserahkan tanpa resep dokter harus memenuhi kriteria sebagai
berikut:
a. Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak di
bawah usia dua tahun, dan orang tua di atas 65 tahun.
b. Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan risiko pada
kelanjutan penyakit.
c. Penggunaan tidak memerlukan cara dan/atau alat khusus yang harus dilakukan
oleh tenaga kesehatan.
d. Penggunaan diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di
Indonesia.
e. Obat yang dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat
dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri.
3
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
Universitas Indonesia
4
Dalam melayani pasien yang memerlukan OWA, Apoteker di apotek
diwajibkan untuk :
a. Memenuhi ketentuan dan batasan tiap jenis obat per pasien yang
disebutkan dalam OWA yang bersangkutan.
b. Membuat catatan pasien serta obat yang telah diserahkan.
c. Memberikan informasi, meliputi dosis dan aturan pakainya, kontraindikasi,
efek samping dan lain-lain yang perlu diperhatikan oleh pasien.
2.2 Infeksi Mikosis Permukaan
Infeksi mikosis permukaan atau mikosis superficial merupakan penyakit
jamur yang mengenai lapisan permukaan kulit, yaitu stratum korneum, rambut,
dan kuku. Mikosis permukaan dibagi dalam dua kelompok. Kelompok pertama
yaitu jamur bukan golongan dermatofita yaitu Tinea versikolor, Otomikosis,
Piedra hitam, Piedra putih, Onikomikosis dan Tinea nigra palmaris. Kelompok
kedua yaitu jamur golongan dermatofita.(Gandahusada, Srisasi. 2006)
Dermatofitosis merupakan
mikosis
permukaan
pada jaringan
yang
mengandung zat tanduk (keratin). Infeksi ini biasa disebabkan oleh dermatopita
yang terdiri dari Trichophyton, Epidermophyton atau Microsporum. Dermatopita
memiliki kemampuan untuk berpenetrasi kedalam lapisan keratin tubuh. Infeksi
ini dapat saja menyerang semua gender wanita dan pria. Infeksi ini dapat saja
berkembang jika terjadi kontak antara individu yang terinfeksi dengan individu
yang memiliki kondisi yang cocok untuk pertumbuhan jamur. (Dipiro, Joseph T.,
et al, 2008). Infeksi ini jauh lebih sering terjadi, terbatas pada kulit, rambut, kuku
dan mukosa. Mikosis kulit juga dinamakan Tinea disusul dengan lokasinya,
misalnya Tinea corporis, T. cruris, T. capitis, dan T. pedis, masing-masing berarti
infeksi di tubuh lipat paha, kepala dan kaki.
Penyebaran luas infeksi karena jamur mungkin disebabkan oleh meningkatnya
penggunaan antibiotika berspektrum luas dan pil anti hamil yang merusak
keseimbangan biologi flora kuman normal. Faktor lain untuk timbulnya mikosis
adalah daya tahan tubuh yang menurun akibat antara lain infeksi HIV (AIDS),
Kanker dan leukemia, radioterapi dan kemoterapi (sitostatistika), transpalnatasi
sumsum tulang atau organ. Begitu pula kerusakan pada kulit (luka bakar) dan
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
5
mukosa serta penggunaan lama kortikosteroid, imunosupresiva dan hormon
kelamin (pil anti hamil), yang menstimulir terjadinya infeksi dengan Candida
(canidiasis). Faktor-faktor kebersihan kolam renang, sauna dan sebagainya serta
bertambahnya kontak internasional dibidang kepariwisataan dan perdagangan
memegang peranan pula dalam penyebaran infeksi tersebut.
Spora dan serpih kulit penderita infeksi fungi merupakan sumber utama
penularan. Setelah terjadi infeksi, spora tumbuh dan membentuk mycelium
dengan dengan menggunakan serpih kulit sebagai bahan makanan. Enzim-enzim
yang diproduksi oleh jamur mampu menembus kulit dan menimbulkan
peradangan. Bila fungi ini tumbuh kedalam tabung rambut (folikel), maka rambut
akan rontok. Fungi yang menembus ke dalam kuku mengakibatkan apa yang
disebut kuku kapur (oncychomycosis) yang berwarna keputih-putihan dan kuku
menjadi regas.
2.3 Bentuk Jamur
Jamur atau fungi merupakan tumbuhan yang tidak memiliki klorofil sehingga
tidak mampu melakukan fotosintesa untuk memelihara sendiri kehidupannya.
Oleh karena itu Jamur hanya bisa hidup sebagai parasit pada organisme hidup lain
atau sebagai saprofit pada makhluk hidup yang mati. (Tjay, Tan Hoan & Kirana
Rahardja, 2007)
Berlainan dengan bentuk jamur yang lazim kita kenal, yakini yang menyerupai
payung, sebagian besar jamur hanya terdiri dari benang-benang halus sekali
disebut juga hyphen yang terdiri dari rangkaian sel-sel. Sekelompok hyphen
kemudian membentuk suatu jaringan yang disebut mycelium. (Tjay, Tan Hoan &
Kirana Rahardja, 2007)
Untuk proses perkembangbiakan jamur, organisme ini membentuk sel-sel
yang
disebut
spora,
yang
resisten
terhadap
lingkungan
yang
kurang
menguntungkan bagi kehidupannya. Bila keadaannya membaik terutama suhu dan
kelembaban, spora dapat tumbuh lagi dan membentuk mycelium. (Tjay, Tan Hoan
& Kirana Rahardja, 2007)
Jamur golongan dermatofita membentuk koloni filamen pada biakan agar
Sabouraud. Walaupun semua spesies membentuk koloni filament, tetapi masingUniversitas Indonesia
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
6
masing memiliki sifat koloni hifa dan spora yang berbeda. (Gandahusada, Srisasi.
2006). Karakteristik masing-masing genus tersebut dapat dilihat pada tabel 2.1
Tabel 2.1 Karakteristik tiga genus jamur dermatofita, Trichophyton, Microsporum
dan Epidermophyton. (Gandahusada, Srisasi. 2006)
Genus Jamur Dermatofita
Trichophyton
Karakteristik
•
Makrokonidia berbentuk panjang
menyerupai pensil dan semua dermatofita
dapat membentuk hifa spiral
Microsporum
•
Berdinding tipis
•
Makrokonidia berbentuk kumparan yang
berujung runcing dan terdiri dari 6 sel atau
lebih
Epidermophyton
•
Berdinding tebal
•
Makrokodia berbentuk gada
•
Berdinding tebal
2.4 Patologi dan Gejala Klinis
Gejala dermatofitosis terjadi karena jamur mengadakan kolonisasi pada kulit,
kuku atau rambut. Gambaran klinis bervariasi bergantung pada kulit, kuku atau
rambut. Gambaran klinis bervariasi bergantung pada lokasi kelainan, respon imun
selular penderita terhadap penyabab, serta jenis spesies. Spesies jamur
antropofilik, yaitu jamur yang menghinggapi manusia, umumnya menyebabkan
kelainan yang tenang tanpa peradangan serta menahun. Sedangkan infeksi species
zoofilik dan geofilik pada manusia, yaitu jamur yang menghinggapi binatang dan
jamur yang hidup ditanah, memberikan gambaran lebih akut dengan peradangan.
(Gandahusada, Srisasi. 2006)
Pada umumnya dermatofitosis pada kulit mempunyai morfologi yang khas,
yaitu kelainan berbentuk lingkaran yang berbatas tegas oleh vesikel-vesikel kecil,
dengan dasar kelainan berwarna kemerahan dan tertutup dengan sisik. Jamurnya
terdapat disisik-sisik tersebut dan didinding vesikel. Keluhan penderita ialah gatal
terutama bila berkeringat. (Corwin, Elizabeth J. 2008)
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
7
Dermatofita dan banyak jamur dapat menimbulkan reaksi alergi yang disebut
dermatofitid. Dermatofita menimbulkan dermatofitid berbentuk vesikel-vesikel
yang biasanya timbul di telapak jari tangan dan kaki. Reaksi tersebut juga dapat
timbul dibagian tubuh lain. Vesikel-vesikel tidak mengandung jamur dan disertai
rasa gatal. Bila kemudian terjadi infeksi oleh kuman, maka vesikel berubah
menjadi pustula yang disertai rasa sakit.
Infeksi tdermatofita juga dikenal dengan infeksi tinea. Infeksi tinea yang
paling sering terjadi pada kulit tubuh yaitu Tinea pedis, Tinea corporis, dan Tinea
cruriti. (Chisholm-Burns, Marie A., et al.2008). Klasifikasi dermatofitosis yang
umum terjadi pada kulit berdasarkan lokalisasi kelainan pada badan dilihat dari
gejala klinis dapat dilihat pada tabel 2.2.
Tabel 2.2 Klasifikasi dermatofitosis berdasarkan lokalisasi kelainan pada badan
dilihat dari gejala klinis. (Gandahusada, Srisasi. 2006)
Jenis Tinea
Tinea pedis
Patologi dan Gejala Klinis
Kelainan mengenai kulit diantara jari-jari kaki,
terutama antara jari ke-3 – 4 ke 4 – 5, telapak
kaki dan bagian lateral kaki. Bila terjadi infeksi
sekunder oleh kuman dapat timbul pustule dan
rasa nyeri
Tinea corporis
Kelainan mengenai kulit badan, lengan,
tungkai. Pada stadium akut, gambaran klinis
khas, bila telah menahun batas sering tidak
jelas dan dapat terlihat infeksi sekunder oleh
kuman karena garukan.
Tinea cruritis
Kelainan mengenai kulit di daerah ingual, paha
bagaian dalam dan perineum.
2.5 Terapi antifungi
2.5.1 Terapi Non Farmakologi
Tindakan preventif untuk menghindari infeksi jamur yaitu memelihara
kebersihan (hygiene) tubuh sebaik-baiknya, terutama ditempat yang potensial
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
8
merupakan sumber infeksi, misalnya kolam renang, kamar ganti pakaian dan
ruang olahraga. Di tempat-tempat ini pada umumnya orang tidak mengenakan alas
kaki. Sumber infeksi lain yang perlu dihindari adalah hewan peliharaan yang
sering kali dipeluk oleh anak-anak. Kemudiaan yang juga penting sekali untuk
diwaspadai adalah kecendrungan beberapa jenis obat yang menimbulkan
predisposisi untuk superinfeksi jamur.
2.5.2 Terapi Farmakologi (Tjay, Tan Hoan & Kirana Rahardja, 2007)
Antifungi atau antimikotik adalah obat-obat yang berdaya menghentikan
pertumbuhan atau memastikan jamur yang menghinggapi manusia. Pada
hakikatnya semua antimikotika tersebut berkhasiat fungistatis pada dosis yang
digunakan. Pengecualian adalah itrakonazol dan terbinafin, yang bekerja fungisid.
Pada dosis tinggi amfoterisin dan nistatin juga dapat berkhasiat fungisid. Nistatin
dan amfoterisin B sering kali digunakan dalam kombinasi dengan tetrasiklin guna
menghindari terjadinya candidasis usus.
Penggunaan antimikotika terutama digunakan pada mycosis permukaan atau
setempat (topical). Pada mycosis umum (sistemis) yang meliputi organ dalam
(misalnya candidasis, actinomycosis dan aspergillosis), sejumlah obat juga
digunakan secara sistemis, yakini peroral. Begitu pula lazimnya pada infeksi
ditubuh dan pityriasis versicolor yang luas (tinea corporis), juga pada infeksi
jamur di kepala dan mycosis kuku
Antimikotika oral yang digunakan meliputi a.l griseofulfin, ketokonazol,
itrakonazol, flukonazol, terbinafin dan flusitosin. Ketokonazol tidak dianjurkan
berhubung resiko necrosis hati yang dapat timbul dengan akut. Itrokonazol
dianjurkan pada infeksi pityrosporum dan pada candidiasis, juga flukonazol.
Griseofulvin dan terbinafin dapat digunakan terhadap tinea capitis pada anakanak. Untuk penggunaan setempat di dalam usus tersedia amfoterisin B dan
nistatin yang buruk absorbsinya.
Terhadap infeksi kuku pada jari-jari kaki dan tangan (Onchomycosis) Khusus
digunakan obat yang ditimbun dalam lapisan tanduk (Stratum corneum), yakini
griseofulvin, ketokonazol, itrakonazol dan terbinafin.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
9
Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati infeksi jamur dapat
digolongkan sebagai berikut :
a. Antibiotika
Griseofulfin dan senyawa-senyawa polien (amfoterisin B, nistatin) yang
pada umumnya bekerja fungistatis. Mekanisme kerjanya adalah melalui
pengikatan diri pada zat-zat sterol di dinding sel jamur. Akibatnya adalah
kerusakan membran sel dan pengikatan diri pada zat-zat sterol di dinding sel
jamur. Akibatnya adalah kerusakan membran sel dan peningkatan
permeabilitasnya, sehingga komponen sel merembas keluar. Akhirnya sel-sel
tersebut mati. Griseofulvin dewasa ini jarang digunakan lagi karena
antimikotika lain lebih efektif dengan efek samping lebih ringan.
b. Derivat imidazol
Mikonazol, ketokonazol, klotrimazol, bifonazol, ekonazol, isokonazol dan
tiokonazol (trosyd) merupakan merupakan derivat imidazol. Mekanisme
kerjanya berdasarkan pengikatan pada enzim sitokrom P450, sehingga sintesa
ergosterol yang perlu untuk pembinaan membran sel jamur, dirintangi dan
terjadi kerusakan membran itu. Pada penggunaan sistemis, sistem enzim
manusia juga dapat dirintangi, yang mengakibatkan efek-efek samping
tertentu. Bekerja fungistatis terhadap dermatofit dan ragi, juga bakteriostatis
lemah terhadap kuman Gram-positif. Obat ini terutama digunakan sebagai
obat topical, kecuali ketokonazol yang juga dapat digunakan secara sistemis
c. Derivat triazol
Flukonazol dan itrakonazol merupakan obat mikosis derivat triazol. Pada
umumnya juga bekerja fungistatis dengan mekanisme kerja seperti imidazol,
tetapi bersifat lebih selektif bagi sistem enzim jamur daripada terhadap sistem
enzim manusia, maka kurang menghambat sintesa steroida. Bekerja terhadap
dermatofit dan candida, itrokonazol juga terhadap aspergilus. Obat-obat ini
khusus digunakan secara sistemis.
d. Asam-asam organis
Asam-asam organis yang dapat digunakan sebagai terapi mikosis yaitu
asam benzoat, asam salisilat, asam propionate, asam kaprilat dan asam
undesilinat.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
10
e. Golongan lain
Golongan lain yang bisa digunakan sebagai terapi antimikosis yaitu
terbinafin, flusitosin, tolnaftat, haloprogin, naftifin, siklopiroks, selensulfida
dan pirition
2.4.1 Anti Mikosis Golongan Imidazol (Syarif, Amir et al. 2007)
Umumnya senyawa imidazol berkhasiat fungistatis, memiliki spectrum
anti-fungal luas dan pada dosis tinggi bekerja fungisid terhadap fungi tertentu.
Zat-zat ini menghambat sintesa sterol di membrane sel fungi dan mengakibatkan
peningkatan permeabilitasnya dinding sel yang membuatnya rentan terhadap
tekanan osmotis. Terutama digunakan secara local terhadap dermatofit dan
Candida; Ketokonazol bisa digunakan secara oral namun bersifat toksik bagi hati.
3.4.1.1 Mikonazol
Mikonazol berkhasiat fungisid kuat dengan spectrum kerja luas, lebih
aktif dan efektif terhadap dermatofit biasa dan Candida daripada fungistatika
lainnya tetapi kurang berkhasiat terhadap aspergilus. Zat ini juga bekerja
bakterisid pada dosis terapi terhadap sejumlah kuman Gram-positif, kecuali basilbasil duderlein yang terdapat dalam vagina. Absorbs dari usus ringan dengan
Bioavailibilitas 25% maka mikonazol terutama digunakan untuk mengobati
infeksi kulit dan kuku. Penggunaannya juga sebagai krem/ tablet vaginal yang
dapat digunakan oleh wanita hamil.
Efek sampingnya dapat berupa iritasi, raksi alergi dan rasa terbakar di
kulit. mikonazol dan juga ketokonazol meningkatkan daya kerja antikoagulan
warfarin. Dosis untuk infeksi kulit 1-2 kali sehari salep 2% (dalam garam nitrat)
selama 3-5 minggu. Sedangkan dosis untuk infeksi kuku 1-2 kali sehari sediaanya
tingtur 2 % selama 8 bulan atau lebih. Krem vagianl 2 % (gyno-Daktarin) malam
hari selama 2 minggu.
Isokonazol adalah isomer dari mikonazol dengan khasiat dan penggunaan
yang sama. Zat ini terutama digunakan untuk canidiasis vagina (keputihan) dalam
bentuk krem 1% dan dosis tunggal tablet vaginal dari 600 mg malam hari.
Ekonazol adalah derivate mikonazol, dimana satu dari 4 atom-klor diganti atomUniversitas Indonesia
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
11
H. spectrum kerja kurang lebih sama dengan mikonazol, hanya lebih aktif
terhadap aspergillus. Zat ini terutama digunakan pada candidasis dengan dosis
malam hari 1 ovula selama 3 hari; pada infeksi kulit: salep atau serbuk 1%.
Ekonazol dapat digunakan pada waktu hamil.
3.4.1.2 Ketokonazol
Ketokonazol adalah fungistatiskum imidazol pertama yang digunakan per
oral. Spectrum kerjanya mirip dengan mikonazol dan meliputi banyak fungi
patogen. Zat ini digunakan pada infeksi jamur sistemis yang parah dan kronis,
secara local pada gangguan ketombe hebat. Namun tidak efektif terhadap infeksi
Aspergillus. Absorbs dari lambung sampai usus sempurna pada pH di bawah 3.
Akan tetapi mengalami metabolism lintas pertama yang besar. T ½ bersifat
bifasis 2 dan 8 jam. Di dalam hati, zat ini dirombak menjadi metabolit tidak aktif.
Eksresinya terutama pada empedu dan feses.
Efek samping dari ketokonazol yaitu gangguan alat cerna (mual, muntah,
diare) sakit kepala, pusing dan gatal-gatal. yang lebih serius adalah sifat
hepatotoksik karena dapat mengakibatkan hepatitis pada 1 per 2000-10.000
pasien, terutama bila digunakan lebih dari 14 hari. Pada dosis tinggi (lebih dari
600 mg seharinya) ketokonazol dapat menghambat sintesa hormone testosterone,
yang mengakibatkan terganggunya produksi sperma dan impotensi. Oleh karena
itu dianjurkan untuk menggunakan antimikotika lain. Resistensi belum
dilaporkan. Bila digunakan per oral lebih lama dari 2 minggu, dianjurkan
memantau fungsi hati setiap 14 hari pada pasien-pasien tertentu.
Wanita hamil dan yang menyusui tidak dianjurkan menggunakan obat
ini, karena data mengenai efek teratogenik yang masih belum diketahui. Dosis
ketokonazol oral 1 kali sehari 200 mg pada waktu makan sampai 7 hari setelah
gejala hilang, bila perlu maksimal 400 mg sehari. Dosis ketokonazol pada anakanak 3 mg/kg berat badan.
Antasida, antikolinergik dan H2- bloker meningkatkan pH lambung dan
dengan demikian menurunkan absorbsinya. Oleh karena itu, penggunaan harus 2
jam setelah pemberian ketokonazol. Untuk penyakit vaginitis Candida : oral 2
kali sehari 200 mg untuk 5 hari.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
12
3.4.1.3 Klotrimazol
Derivat-imidazol ini memiliki spectrum fungistatis yang relative lebih
sempit dari pada mikonazol. Pada konsentrasi tinggi ini zat ini juga berdaya
bakteriostatis terhadap kuman gram positif. Pada vaginitis candida: malam hari
tablet vaginal 200 mg selama 3 hari atau single dose 1 tablet vaginal dari 500 mg;
pada infeksi kulit (panu): krem atau lotion 1 % dengan catatan jangan dikenakan
pada selaput lender atau mata. Klotrimazol dapat digunakan pada waktu hamil.
Dosis kotrimazol krem atau spray 1 % 2x sehari selama minimal 3-4 minggu.
Bifanazol adalah derivate imidazol yang berkhasiat terhadap beberapa
jenis jamur terutama jamur penyebab panu yang patogen bagi manusia, serta
terhadap beberapa kuman Gram positif. Absorbsinya oleh tubuh cukup rendah
sedangkan daya kerjanya berlangsung lebih kurang 48 jam. Wanita hamil dapat
menggunakan bifonazol sebagai obat luar. Dosis untuk mikosis kaki krem 1 %
diolesi selama malam hari, candidiasis permukaan selama 4 minggu.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
BAB 3
METODOLOGI PENGKAJIAN
3.1
Waktu dan Tempat Pengkajian
Pengkajian dilakukan pada tanggal 1-19 Maret 2013 yang bertempat di
Apotek Atrika, Jalan Kartini Raya No. 34, Jakarta Pusat
3.2
Metode Pengumpulan Data
Data – data obat antifungi topikal golongan imidazol di Indonesia
diperoleh dari ISO tahun 2012 – 2013 dan MIMS tahun 2011 - 2012 . Data obat
antifungi topikal golongan imidazol di Apotek Atrika diperoleh dengan
mengumpulkan resep bulan Juli – Desember 2012, kemudian dilakukan
pencatatan terhadap jumlah penjualan obat – obat antifungi golongan imidazol
yang dituliskan di dalam resep pada periode tersebut. selain itu, dikumpulkan juga
data mengenai jenis obat antifungi golongan imidazol yang tersedia di Apotek
Atrika dengan cara melihat kartu stok harian (kecil). Kemudian, data obat yang
paling banyak digunakan dibahas. Pengambilan satu resep kompleks untuk terapi
mikosis dilakukan untuk dianalisis berdasarkan profil dari masing-masing obat
yang diresepkan.
3.3
Metode Pengolahan Data
Data obat antifungi di Indonesia diperoleh dan dibuat pendataannya sesuai
dengan nama, bentuk sediaan, industri farmasi dan distributor farmasi. Data yang
telah diperoleh dicatat dan dihitung frekuensi peresepannya. Data tersebut
kemudian disajikan dalam bentuk tabel serta dilakukan analisis data sesuai dengan
literatur.
13
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
Universitas Indonesia
BAB 4
PEMBAHASAN
Penelusuran dan pengkajian dilakukan terhadap resep-resep yang
mengandung obat wajib apotek untuk terapi mikosis golongan imidazol pada
pelaksanaan PKPA (Praktek Kerja Profesi Apoteker) di Apotek Atrika, baik
terhadap obat dengan merek dagang maupun obat generik selama periode JuliDesember 2012. Hal ini dilakukan untuk mengetahui profil peresepan obat yang
paling sering diresepkan dan yang paling banyak terjual di Apotek Atrika
berdasarkan resep yang mengandung obat wajib apotek untuk terapi mikosis
dengan golongan imidazol.
Golongan anti fungi yang terdapat pada Daftar Obat Wajib Apotek No. 1
terdiri dari 4 jenis obat yaitu Mikonazol Nitrat, Tolnaftat, Nistatin, Ekanazol.
Sedangkan antifungi yang terdapat pada Daftar Obat Wajib Apotek No.2 terdiri
dari 5 jenis obat yaitu Ketokonazol, Isokonazol, Oksikonazol, Polimiksin B
Sulfat, Tiokonazol. Antifungi yang terdapat dalam Daftar Obat Wajib Apotek No.
3 yaitu Tolsiklat. Dari ketiga DOWA tersebut yang termasuk kedalam antifungi
topikal golongan imidazol yaitu Mikonazol dan Ketokonazol. Sehingga, data yang
dikaji hanya dua jenis obat tersebut.
Hasil penelusuran data nama dagang dan obat generik berdasarkan ISO
tahun 2012-2013 dan MIMS tahun 2011-2012. Terdapat 10 obat nama dagang
untuk zat aktif mikonazol nitrat dan 19 obat nama dagang dan 1 obat generik
untuk zat aktif ketokonazol. Pengadaan obat antifungi topikal di Apotek Atrika
terdiri dari 2 obat nama dagang untuk zat aktif mikonazol serta 4 obat nama
dagang dan 1 obat generik untuk zat aktif ketokonazol. Dalam bentuk presentase,
pengadaan obat antifungi topikal dengan zat aktif mikonazol yaitu 20 % dari
jumlah nama dagang yang terdapat di ISO dan MIMS. Sedangkan antifungi
topikal untuk zat aktif ketokonazol 25% dari jumlah nama dagang yang terdapat
di ISO dan MIMS.
Hasil penelusuran resep selama PKPA di Apotek Atrika, diketahui bahwa
total resep yang diterima atau dilayani selama bulan Juli hingga bulan Desember
14
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
Universitas Indonesia
15
2012 berjumlah 1194 lembar resep. Sedangkan, jumlah resep yang mengandung
obat wajib apotek dengan zat aktif mikonazol nitrat untuk terapi mikosis
berjumlah 3 lembar resep atau 0,25 % dari jumlah keseluruhan resep yang
diterima selama periode tersebut. Sedangkan, jumlah resep yang mengandung
obat wajib apotek dengan zat aktif ketokonazol untuk terapi mikosis berjumlah 17
lembar atau 1,42 % dari jumlah keseluruhan resep yang diterima selama periode
tersebut. Pada Gambar 4.1 menunjukkan bahwa jumlah resep terbanyak yang
mengandung obat wajib apotek untuk terapi mikosis golongan imidazol selama
periode Juli-Desember 2012 adalah pada bulan Juli, Agustus dan Oktober 2012
dengan jumlah resep sebanyak empat lembar untuk obat ketokonazol serta Bulan
November 2012 dengan jumlah resep sebanyak dua lembar untuk obat mikonazol.
4,5
4
3,5
3
2,5
2
1,5
1
0,5
0
4
4
4
2
2
1
0
0
Juli
2
1
0
Agustus
0
September
Oktober
November
Desember
Jumlah Resep
1 Mikonazol Nitrat
2 Ketokonazol
Gambar 4.1. Jumlah resep yang mengandung obat wajib apotek untuk terapi
mikosis golongan Imidazol antara obat Mikonazol dan Ketokonazol di Apotek
Atrika pada bulan Juli-Desember 2012.
Frekuensi peresepan yang mengandung obat wajib apotek untuk terapi
mikosis golongan imidazol di Apotek Atrika selama periode Juli-Desember 2012
dapat dilihat pada Tabel 4.1. Pada tabel tersebut terlihat bahwa Ketokonazol
merupakan obat antifungi yang paling banyak dilayani di Apotek Atrika
dibanding dengan Mikonazol. Hal ini mungkin disebabkan karena pertimbangan
bahwa Ketokonazol memiliki spektrum kerja yang lebih kuat dibandingkan
Mikonazol.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
16
Tabel 4.1 Frekuensi peresepan untuk resep yang mengandung obat wajib apotek
untuk terapi fungi golongan Imidazol di Apotek Atrika pada bulan Juli-Desember
2012.
No
Zat Aktif
1 Mikonazol Nitrat
2 Ketokonazol
Juli
0
4
Agust
0
4
Jumlah Resep
Sep
Okt
Nov
0
1
2
2
4
1
Des
0
2
Total
Resep
3
17
Mikonazol Nitrat pada golongan anti mikosis imidazol yang terdapat di
atrika tidak termasuk kedalam obat wajib apotek karena bentuk sediaan yang
tersedia di apotek atrika yaitu dalam bentuk powder dan ovula, bukan dalam
bentuk salep atau krim. Sehingga, yang dibahas lebih lengkap yaitu hanya
golongan Ketokonazol. Nama dagang dari ketokonazol yang paling banyak
dilayani pada periode tersebut yaitu Nizoral. Nama dagang dari ketokonazol yang
paling sedikit dilayani pada periode tersebut yaitu obat generik Ketokonazol.
Frekuensi Peresepan yang yang mengandung obat wajib apotek untuk terapi
mikosis golongan ketokonazol selama periode Juli-Desember 2012 dapat dilihat
pada tabel 4.2.
Tabel 4.2 Frekuensi peresepan untuk resep yang mengandung obat wajib apotek
untuk terapi fungi golongan Ketokonazol di Apotek Atrika pada bulan JuliDesember 2012.
Frekuensi Peresepan Obat
Nama Obat
Persentase (%)
Tunggal
Kombinasi
Fungasol ®
0
4
23,53
Ketokonazol ®
0
1
5,88
Nizoral ®
0
12
70,59
Dari 17 resep yang mengandung obat wajib apotek untuk terapi fungi
golongan Imidazol yang dilayani di Apotek Atrika, seluruhnya merupakan resep
obat antifungi dengan terapi kombinasi. Selain obat antifungi juga diberikan
adjunctive drug, seperti : kortikosteroid dan antihistamin. Hal ini menunjukkan
bahwa terapi tunggal seringkali kurang efektif dalam mencapai efek yang
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
17
diinginkan atau adjunctive drug pada resep terapi kombinasi digunakan untuk
meredakan gejala yang sering menyertai penyakit fungi (Chisholm-Burns, Marie
A., et al.2008) . Setelah semua resep yang mengandung obat wajib apotek untuk
terapi mikosis golongan imidazol selama bulan Juli-Desember 2012 direkapitulasi
dan dilihat profil peresepannya, selanjutnya dipilih satu resep untuk dianalisis.
4.1 Penyelesaian Kasus Resep
Resep kedua dipilih resep nomor 9 yang diterima dan dilayani di Apotek
Atrika pada tanggal 15 Oktober 2012. Pasien bernama Ny. X. Beliau
memeriksakan dirinya ke praktek dokter Spesialis Kulit dan Kelamin di Jalan
Kartini 4/163 pada 15 Oktober 2012 dan dokter memberikan resep yang berisi:
1. Sagalon®
2. Nizoral®
dioleskan pada malam hari ditempat yang gatal pada muka
3. Pirotop ® : dioleskan pada tempat luka
4.1.1 Penulisan ulang resep
Dr. Freddy S. Hardjoko, Sp. KK
Spesialis Penyakit Kulit & Kelamin
Nomor : DS. 0517/ P – 20 – 03 / 04.91
Praktek:
Senin – Jum’at Jam 6 – 8 malam. Jl. Kartini 4/163 Telp. 6288951 Jakarta Pusat
Rumah Sakit :
RS. Graha Medika Jl. Raya Perjuangan Telp. 5300bb7-9 Kebon Jeruk- Jakarta barat
Jakarta, 15-10-2012
`
R/ Sagalon
Nizoral
Malam prn
Gatal muka
R/ Pirotop
Sue luka
Pro
No Telpon
Umur
aa 10
I
: Ny. X
: 6397312
: Dewasa
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
18
4.1.2 Data Obat
4.1.2.1 Sagalon
Tabel 4.3. Keterangan Sagalon ® (Sumber : leaflet Sagalon® dari PT Surya
Dermato Medica Laboratories; Pramudianto & Evaria, 2011)
Nama Obat
Sagalon ®
Komposisi
Doxepin Hydrochloride 5 %
Indikasi
Untuk pengobatan jangka pendek (8 hari) pada pasien
yang menderita pruritus sedang sampai berat dengan
eczematous dermatitis seperti atopik dermatitis dan lichen
simplex chronicus
Peringatan
Hanya untuk pemakaian luar, tidak digunakan untuk mata,
oral atau intravaginal.
Gunakan sesuai aturan, jangan lebih dari 8 hari. Gunakan
sagalon cream tipis dan merata pada daerah yang diobati
saja.
Jangan gunakan pembalut karena dapat meningkatkan
adsorbsi doxepin.
Konsultasikan pada dokter bila setelah 8 hari tidak terlihat
kemajuan atau makin bertambah parah.
Selama penggunaan Sagalon ® cream jangan meminum
alkohol/ sediaan yang mengandung alkohol, jangan
meminum obat lain selain yang dianjurkan oleh dokter
Jangan mengemudikan kendaraan, menjalankan mesin,
atau pekerjaan lain yang membutuhkan konsentrasi tinggi
pada saat pengobatan dengan Sagalon ® cream.
Rasa mengantuk mungkin saja terjadi terutama pada
penderita dengan luas pengobatan lebih dari 10%
permukaan tubuh. Bila rasa mengatuk terlalu berat ,
kurangi dosis pemakaian Sagalon ® cream, dan hentikan
pemakaian setelah konsultasi dengan dokter.
Kemungkinan
terjadi
kekeringan
mulut.
Makanlah
permen. Periksakan ke dokter gigi bila kekeringan mulut
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
19
lebih dari 2 minggu.
Tidak dianjurkan untuk wanita hamil dan menyusui
Hati-hatipenggunaan
pada
penderita
retensi
urin,
kegagalan fungsi hati.
Efek samping
Efek samping mungkin terjadi bila luas pengobatan lebih
dari 10% permukaan tubuh. Mengantuk, mulut atau bibir
kering, haus, pusing, lelah, perubahan emosi, rasa terbakar
atau
tegang
pada
tempat
pemakaian,
iritasi
kulit,menyengat, merangsang gatal.
Kemungkinan terjadi mual, demam, gelisah eksim dan
pruritus lebih parah, kekeringan kulit, parasthesias, edema,
tetapi sangat jarang
Aturan pakai
Dioleskan tipis dan merata pada kulit yang akan diobati 4
kali sehari dengan rentang waktu 3- 4 jam. Pengobatan
dapat dilanjutkan sampai 8 hari
Anak-anak :
Tidak boleh digunakan pada anak dibawah 12 tahun
Bentuk sediaan
Cream
4.1.2.2 Nizoral (antifungi)
Tabel 4.4. Nizoral ® (Sumber : Leaflet Nizoral ® dari PT Janssen-Cilag;
Pramudianto & Evaria, 2011)
Nama Obat
Nizoral®
Komposisi
20 mg Ketokonazol
Indikasi
Krem nizoral diindikasikan untuk penggunaan topikal pada
pengobatan infeksi dermatofit pada kulit seperti; Tinea
korporis, tinea kruris, Tinea manus, dan tinea pedis yang
disebabkan oleh trichophyton rubrum, trichophyton
mentagrophytes, microsporum canis dan epidermophyton
floccosum, juga pengobatan pada kandidosis kutis dan
Tinea (Pityriasis) versicolor.
Krem Nizoral juga diindikasikan untuk pengobatan
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
20
dermatitis seboroik, penyakit kulit yang disebabkan
pityrosporum ovale
Kontraindikasi
Krem nizoral dikontraindikasikan pada mereka yang
menunjukan hipersensitivitas terhadap salah satu zat yang
terkandung didalamnya
Peringatan
-
Tidak digunakan untuk mata
-
Untuk mencegah terjadinya ”rebound effect”
setelah penghentian pengobatan jangka panjang
dengan kortikosteroid topikal, dianjurkan untuk
melanjutkan penggunaan kortikosteroid ringan pada
pagi hari dan menggunakan krem nizoral pada
malam hari, dan secara bertahap terapi dengan
steroid dihentikan setelah 203 minggu
-
Kehamilan dan laktasi : tidak berpengaruh terhadap
kehamilan
karena
digunakan
secara
topikal
sehingga tidak terjadi absorbsi secara sistemik
Efek samping
Sedikit rasa iritasi dan rasa panas ditemukan selama
pengobatan dengan krem nizoral. Pada kasus yang jarang,
penggunaan krem nizoral atau salah satu komponen obat
seperti natrium sulfit atau propilen glikol dapat
menimbulkan alergi kulit seperti dermatitis kontak
Dosis
Krim nizoral (ketokonazol) 2% dioleskan sekali sehari
pada daerah yang terinfeksi dan sekitarnya pada penderita;
kandidosis kutis, tinea korporis, tinea kruris, tinea manus,
tinea pedis dan tinea (pityriasis) versikolor.
Pada penderita dermatitis seboroik, krem nizoral 2% dapat
digunakan pada daerah yang terinfeksi sekali atau 2 kali
sehari tergantung dari beratnya infeksi. Pengobatan harus
dilanjutkan untuk beberapa waktu, sedikitnya samapai
beberapa hari setelah gejala-gejala hilang. Diagnosa harus
dipertimbangkan kembali apabila tidak ada perbaikan
klinik setelah 4 minggu pengobatan. Faktor kebersihan
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
21
harus di perhatikan untuk mengetahui sumber infeksi dan
reinfeksi
Lama pengobatan :
Tinea kruris
: 2 – 4 minggu
Tinea korporis : 3 – 4 minggu
Tinea pedis
: 4 – 6 minggu
Lama pengobatan pada dermatitis seboroik 2 – 4 minggu.
Terapi penunjang untuk dermatitis sereboroik oleskan 1
atau 2 kali seminggu
Bentuk sediaan
Cream
4.1.2.3 Pirotop ®
Tabel 4.5. Keterangan Pirotop ® (Sumber : leaflet Pirotop ® dari PT Surya
Dermato Medica Laboratories; Pramudianto & Evaria, 2011)
Nama Obat
Pirotop ®
Komposisi
Mupiron calcium 20 mg
Indikasi
Untuk pengobatan topikal lesi kulit traumatik infeksi
sekunder,
luka
terinfeksi
yang
disebabkan
oleh
staphylococcus aureus dan Streptococcus pyogens
Peringatan
Penggunaan Jangka panjang mengakibatkan pertumbuhan
berlebihan dari mikroorganisme yang tidak rentan,
termasuk fungi.
Konsultasikan pada dokter jika terjadi efek samping lokal
Hentikan pengobatan jika terjadi iritasi, gatal dan ruam
yang berlebihan
Konsultasikan pada dokter bila tidak terjadi perbaikan
dalam 3-5 hari.
Kejadian jarang : hentikan penggunaan pirotop apabila
terjadi reaksi sensitasi atau iritasi lokal yang berat, segera
cuci hingga bersih dan gunakan alternatif terapi untuk
mengatasi infeksi
Seperti produk antibakteri lainnya, penggunaan obat dalam
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
22
jangka
panjang
dapat
menyebabkan
pertumbuhan
berlebihan organisme yang tidak peka
Efek samping
Ruam, pusing, mual, rasa terbakar pada tempat pemakaian,
dermatitis, pruritus.
Aturan pakai
Dewasa dan anak-anak : oleskan tipis dan merata 3 kali
sehari selama 10 hari, bila perlu tutuplah menggunakan
perban
Bentuk sediaan
Cream
4.2 Analisis Kerasionalan Resep
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1027/MENKES/SK/IX/ 2004
tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek, persyaratan administratif dalam
penulisan resep adalah sebagai berikut :
a. Nama, SIP, dan alamat dokter
b. Tanggal penulisan resep
c. Tanda tangan/paraf dokter penulis resep
d. Nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan berat badan pasien
e. Nama obat, potensi, dosis, dan jumlah yang diminta
f. Cara pemakaian yang jelas
g. Informasi lainnya
Berdasarkan persyaratan di atas, diketahui bahwa resep tersebut belum
lengkap karena pada resep tidak terdapat alamat pasien. Sebaiknya dalam resep
dicantumkan alamat pasien untuk memudahkan penelusuran apabila terjadi halhal yang tidak diinginkan. Walaupun, resep tersebut tidak tercantum alamat
pasien, tetapi masih tercantum nomor telepon pasien. Oleh karena itu, resep masih
dapat diproses dan di racik.
Berdasarkan resep yang ditujukan kepada Nyonya X (dewasa) menderita
mikosis dan gatal pada muka disertai dengan luka pada bagian tubuh lain.
Sagalon®, Nizoral®,dan Pirotop® diresepkan oleh dokter dengan tujuan untuk
mengurangi infeksi yang diakibatkan oleh jamur, mengurangi rasa gatal pada
bagian muka dan menyembuhkan luka pada bagian tubuh lain.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
23
Pendekatan umum untuk pengobatan infeksi mikosis permukaan termasuk
diantaranya menjaga daerah yang terinfeksi agar selalu kering dan bersih serta
membatasi diri dari individu yang telah terinfeksi penyakit ini. pengobatan topikal
merupakan pengobatan lini pertama untuk infeksi pada kulit. sedangkan oral
terapi dipilih ketika penyakit infeksi tersebut sudah terjadi keparahan. (Dipiro,
Joseph T., et al, 2008)
Penyakit dermatopita sering berpenetrasi hingga ke dalam lapisan kulit hingga
stratum korneum. Sehingga kebanyakan dari infeksi dapat diobati dengan
antifungi topikal. Infeksi yang memiliki area yang cukup luas dari tubuh bisa saja
membutuhkan terapi oral. Selain itu, terapi oral dibutuhkan apabila pengobatan
topikal tidak cukup kuat untuk melawan infeksi. (Chisholm-Burns, Marie A., et
al.2008). Namun, pada kasus ini infeksi hanya ditemukan pada area wajah saja
sehingga tidak diperlukan terapi oral.
Untuk infeksi yang disertai dengan inflamasi, terapi kombinasi dengan
menggunakan obat steroid bisa saja diresepkan. Untuk obat steroid topikal bisa
saja digunakan golongan kortikosteroid seperti hidrokortison
dengan merek
dagang Visancort® atau mometason furoate anhiydrous 0,1% dengan merek
dagang Mofacort®. Selain golongan steroid, obat golongan anti histamin bisa saja
diresepkan pada kasus jamur yang disertai dengan gatal-gatal atau pruritus.
Karena keparahan pruritus sering terjadi pada malam hari, anti-histamin yang
dapat menyebabkan sedasi mungkin dapat mengurangi frekuensi gatal, seperti
hydroxyzine atau diphenhydramin.
Salah satu antidepresan trisiklik, doxepin, dapat menghambat reseptor
histamine-1 dan histamin-2. Dan ini dapat digunakan untuk mengobati pruritus
pada pasien dewasa dengan dosis 10 sampai 75 mg pada malam hari atau 75 mg
dua kali sehari. Untuk antihistamin topikal, seperti 5% doxepin krim dan
diphenhidramin krim, dapat juga mengurangi atau menetralkan pruritus. Namun,
obat ini tidak direkomendasikan karena dapat menimbulkan sensitisasi pada
kutaneus dari bahan-bahan tambahan atau excipient dalam formulasi.(National
Institute for Health and Clinical Excellence, 2007)
Pada kasus ini, juga diresepkan antibiotik yaitu pirotop dengan komposisi
mupirocin calcium. Obat ini diindikasikan untuk melawan infeski sekunder dari
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
24
luka yang diderita oleh nyonya X. Sehingga, pada resep ini pemberian pirotop
tepat indikasi yaitu untuk mencegah adanya infeksi sekunder akibat infeksi
bakteri.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan resep yang diterima Apotek Atrika selama periode Juli hingga
Desember 2012, resep yang yang mengandung obat wajib apotek untuk terapi
Antifungi golongan imidazol di Apotek Atrika sebanyak 20 lembar resep dengan
terapi kombinasi. Obat yang paling banyak diresepkan adalah golongan
ketokenazol dengan nama dagang Nizoral®.
Berdasarkan analisis kerasionalan resep yang mengandung obat wajib apotek
untuk terapi antifungi golongan Imidazol yang dilayani Apotek Atrika, resep
pilihan tersebut dinilai rasional. Sagalon®, Nizoral®,dan Pirotop® diresepkan oleh
dokter dengan tujuan untuk mengurangi infeksi yang diakibatkan oleh jamur,
mengurangi rasa gatal pada bagian muka dan menyembuhkan luka pada bagian
tubuh lain.
5.2 Saran
Apoteker yang memberikan obat dowa, harus memenuhi kewajiban untuk
memenuhi ketentuan dan batasan tiap jenis obat per pasien yang disebutkan
dalam daftar obat wajib apotek yang bersangkutan, membuat catatan pasien serta
obat yang telah diserahkan, memberikan informasi, meliputi dosis dan aturan
pakainya, kontraindikasi, efek samping dan lain-lain yang perlu diperhatikan oleh
pasien.
Selain itu, dapat disarankan juga untuk melakukan pelayanan terapi antifungi
sebaiknya dilakukan diagnosis terhadap penyakit kulit yang diderita pasien untuk
memasitikan apakah disebabkan oleh fungi atau tidak. Sehingga pengobatan akan
lebih efisien dan tepat indikasi.
25
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN
Chisholm-Burns, Marie A., et al.(2008). Pharmacotheraphy principle and
practice. New York : Mc Graw Hill :1247
Corwin, Elizabeth J. (2008). Handbook of pathophysiology, 3rd edition. Ohio:
Williams & Wilkins
Dipiro, Joseph T., et al. (2008). Pharmacotherapy a pathophysiologic approach
seventh edition. New York: MC Graw Hill Medical : 2000
Gandahusada, Srisasi., Herry D.I., Wita P. (2006). Parasitologi Kedokteran Edisi
ketiga. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Kementerian Kesehatan. (1990). Keputusan Menteri Kesehatan
347/MenKes/SK/VII/1990 Tentang Obat Wajib Apotek. Jakarta.
Nomor
Kementerian Kesehatan. (1993). Peraturan Menteri Kesehatan No.
919/MENKES/PER/X/1993 Tentang Kriteria Obat yang Dapat Diserahkan
Tanpa Resep. Jakarta.
Kementerian Kesehatan. (1993). Peraturan Menteri Kesehatan No.
924/MENKES/PER/X/1993 Tentang Lampiran Daftar obat Wajib Apotik
No.2. Jakarta.
Kementerian Kesehatan. (1999). Surat Keputusan No.1176/MENKES/SK/X/1999
TentangLampiran Obat Wajib Apotik No.3. Jakarta.
Kementerian Kesehatan. (2003). Indikator Indonesia Sehat 20120 dan Pedoman
Penetapan Indikator Provinsi Sehat dan Kabupaten/ Kota Sehat :
Keputusan Menteri Kesehatan nomor 1202/Menkes/SK/VIII/2003. Jakarta :
National Institute for Health and Clinical Excellence. (2007). Atopic eczema in
children. London : RCOG
Pramudianto, Arlina & Evaria. (2011). MIMS Indonesia : Petunjuk Konsultasi
Edisi 11 2011/2012. Jakarta : PT. Bhuana Ilmu Populer.
Syarif, Amir et al. (2007). Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta: Departemen
Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Tan Hoan Tjay & Rahardja, Kirana. (2002). Obat-Obat Penting : Khasiat,
Penggunaan, dan Efek-Efek Sampingnya Edisi Kelima. Jakarta : PT Elex
Media Komputindo. (249-261)
26
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
Universitas Indonesia
27
Lampiran 1. Daftar obat wajib apotek I, II, III
DOWA I
Nomor
:347/MenKes/SK/VII/1990
Tanggal
: 16 Juli 1990
No.
I
Kelas Terapi
Oral
Kontrasepsi
Nama Obat
Tunggal
Linesterol
Kombinasi
Etinodiol diasetat mestranol
Indikasi
Jumlah Tiap
Jenis Obat
Per Pasien
Kontrasepsi
1 siklus
Untuk siklus
pertama harus
dengan resep
dokter
Akseptor
dianjurkan
kontrol ke
dokter tiap 6
bulan
Kontrasepsi
1 siklus
Akseptor
dianjurkan
kontrol ke
dokter tiap 6
bulan
Untuk akseptor
tingkatan baru
wajib
menunjukkan
kartu
Norgestrel - etinil
estradiol
Linesterol - etinil
estradiol
Levonorgestrol - etinil
estradiol
Norethindrone mestranol
Desogestrel - etinil
estradiol
II
Obat Saluran
Cerna
Catatan
A. Antacid + Sedativ /
Spasmodik
Hiperasiditas
• Al Hidroksida, Mg.
trisilikat + Papaverin lambung,
HCl, Klordiazepoksid gastritis yg
disertai
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
Maksimal 20
tablet
28
• Mg. trisilikat +
Papaverin HCl,
Klordiazepoksi+
diazepam + sodium
bikarbonat
• Mg. trisilikat, Al.
hidroksida +
Papaverin HCl,
diazepam
• Mg. Al. silikat +
beladona +
Klordiazepoksid +
diazepam
• Al. oksida, Mg.
oksida + hiosinamin
HBr, atropine SO4,
hiosin HBr
• Mg. trisilikat, Al.
hidroksida +
Papaverin HCl
• Mg. trisilikat, Al.
hidroksida +
papaverin HCl +
Klordiazeoksid +
beladona
• Mg. karbonat, Mg.
oksida, Al.
Hidroksida +
Papaverin HCl,
beladona
• Mg. oksida, Bi.
Subnitrat + beladona,
papverin,
klordiazepoksid
• Mg. oksida, Bi.
Subnitrat + beladona,
klordiazepoksid
• Mg. trisilikat, alukol
+ papaverin HCl,
beladona,
klordiazepoksid
dengan
ketegangan
Hipermotilitas Maksimal 20
dan kejang
tablet
saluran cerna
akibat
hiperasidi-tas
lambung
gastritis
B. Anti Spasmodik
Papaverin/ Hiosin butilbromide/ Altropin
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
29
SO4/ekstrak beladon
C. Anti Spasmodik analgesik
• Metamizole,
Fenpiverinium
bromide
• Hyoscine Nbutilbromide,
dipyrone
• Methampyro-ne,
beladona,
papaverin HCl
• Methampyro-ne,
hyoscine,
butilbromide,
diazepam
• Pramiverin,
metamizole
• Tremonium metil
sulfat, sodium
noramidopyrin
methane
sulphonate
• Prifinium bromide,
sulpyrin
• Anti mual
Metoklopramid HCl
• Laksan
Bisakodil Supp.
III
Obat Mulut
dan
Tenggorokan
A. Hexetidine
Kejang
saluran cerna
Maksimal 20
tablet
Kejang
saluran cerna
yang disertai
nyeri hebat
Maksimal 20
tablet
Mual, muntah
Maksimal 20
tablet
Konstipasi
Maksimal 3
supp.
Sariawan,
radang
tenggorokan
Maksimal 1
botol
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
Bila mual
muntah
berkepanjangan
ppasien
dianjurkan
kontrol ke
dokter
30
IV
V
Obat Saluran
Nafas
B. Triamcinolone
acetonide
Sariawan
berat
Maksimal 1
tube
A. Obat Asma
1.Aminofilin supp
Asma
Maksimal 3
supp
Maksimal 10
tablet, sirup 1
botol
Maksimal 20
tablet, sirup 1
botol
2.Ketotifen
Asma
3.Terbutalin SO4
Asma
4.Sabutamol
Asma
Inhaler 1
tabung,
Maksimal 10
tablet, sirup 1
botol
B. Sekretolitik,
Mukolitik
1. Bromheksin
Mukolitik
Maksimal 20
tablet, Sirup
1 botol
2. Karbosistein
Mukolitik
Maksimal 20
tablet, Sirup
1 botol
3. Asetilsistein
Mukolitik
4. Oksalamin sitrat
Mukolitik
Maksimal 20
dus
Maksimal
Sirup 1 botol
A. Analgetik,
Obat yang
Antipiretik
mempenga1. Metampiron
ruhi sistem
Neuromuscular
2. Asam mefenamat
3. Glafenin
Maksimal 20
Sakit kepala,
pusing, panas tablet
/demam, nyeri Sirup 1 botol
haid
Sakit kepala /
gigi
Sakit kepala /
gigi
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
Maksimal 20
tablet,
Maksimal 20
tablet
Pemberian
obat-obat asma
hanya atas
dasar
pengobatan
ulang dari
dokter
31
4. Metampiron +
Klordiazepoksid /
diazepam
B. Antihistamin
1. Mebhidrolin
2. Pheniramin
hydrogen maleat
3. Dimethinden
maleat
4. Astemizol
5. Oxomenazin
6. HomochloryClizin HCl
7. Dexchlorpheniramine
VI
Antiparasit
Obat kulit
VII topikal
Obat Cacing
Mebendazol
A. Antibiotik
1.Tetrasiklin/
Oksitetrasiklin
2.Kloramfenikol
3.Framisetin SO4
4.Neomisin SO4
5.Gentamisn SO4
6.Eritromisin
Sakit kepala
yang disertai
ketegangan
Maksimal 20
tablet
Antihista-min
/ alergi
Antihista-min
/ alergi
Maksimal 20
tablet
Maksimal 20
tablet, bisa 3
tablet lepas
lambat
Antihista-min
/ alergi
Antihista-min
/ alergi
Antihista-min
/ alergi
Antihista-min
/ alergi
Antihista-min
/ alergi
Cacing kremi,
tambang,
gelang,
cambuk
Maksimal 6
tablet, Sirup
1 botol
Infeksi
bakteri pd
kulit (lokal)
Infeksi
bakteri pd
kulit (lokal)
Infeksi
bakteri pd
kulit (lokal)
Infeksi
bakteri pd
kulit (lokal)
Infeksi
bakteri pd
kulit (lokal)
Acne vulgaris
Maksimal 1
tube
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
Maksimal 1
tube
Maksimal 2
lembar
Maksimal 1
tube
Maksimal 1
tube
Maksimal 1
32
botol
B. Kortikosteroid
1.Hidrokortison
2.Flupredniliden
3.Triamsinolon
4.Betametason
5.Fluokortolon/
Duflukortolon
6.Desoksimetason
C. Antiseptik lokal
Heksaklorofene
Alergi dan
peradangan
lokal
Alergi dan
peradangan
lokal
Alergi dan
peradangan
lokal
Alergi dan
peradangan
lokal
Alergi dan
peradangan
kulit
Maksimal 1
tube
Alergi dan
peradangan
kulit
Maksimal 1
tube
Desinfeksi
kulit
Maksimal 1
botol
Infeksi jamur
lokal
Infeksi jamur
lokal
Infeksi jamur
lokal
Infeksi jamur
lokal
Maksimal 1
tube
Maksimal 1
tube
Maksimal 1
tube
Maksimal 1
tube
Anestetikum
lokal
Maksimal 1
tube
Memar
Maksimal 1
tube
Maksimal 1
tube
Maksimal 1
tube
Maksimal 1
tube
Maksimal 1
tube
D. Anti fungi
1.Mikonazol nitrat
2.Nistatin
3.Tolnaftat
4.Ekonazol
E. Anestesi lokal
Lidokain HCl
F. Enzim antiradang
topikal kombinasi
Heaparinoid/ Heparin
Na dengan
Hialuronidase ester
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
33
nikotinat
G. Pemucat kulit
1.Hidroquinon
2.Hidroquinon
dengan PABA
Hiperpigmentasi kulit
Maksimal 1
tube
Hiperpigmentasi kulit
Maksimal 1
tube
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
34
DOWA II
Nomor
: 924/MenKes/Per/x/1993
Tentang
: Daftar Obat Wajib Apotik No.2
1
Albendazol
2
Bacitracin
JUMLAH
MAKSIMAL
TIAP JENIS
OBAT PER
PASIEN
Tab 200 mg, 6 tab
Tab 400 mg, 3 tab
1 tube
3
4
5
6
Benorilate
Bismuth Subcitrate
Carbinoxamin
Clindamicin
10 tablet
10 tablet
10 tablet
1 tube
7
Dexametason
1 tube
8
9
Dexpanthenol
Diclofenac
1 tube
1 tube
NAMA GENERIK OBAT
10 Diponium
11 Fenoterol
12 Flumetason
10 tablet
1 tabung
1 tube
13 Hydrocortison butyrat
1 tube
14 Ibuprofen
15 Isoconazol
Tab 400 mg, 10 tab
Tab 600 mg, 10 tab
1 tube
16 Ketokonazol
Kadar < 2 %
17 Levamizole
Krim 1 tube
Scalp sol 1 btl
Tab 50 mg, 3 tab
18 Methylprednisolon
1 tube
19 Niclosamide
20 Noretisteron
Tab 500 mg, 3 tab
1 siklus
PEMBATASAN
Sebagai Obat Luar untuk
infeksi bakteri pada kulit
Sebagai obat luar untuk obat
acne
Sebagai obat luar untuk
inflamasi
Sebagai obat luar untuk kulit
Sebagai obat luar untuk
inflamasi
Inhalasi
Sebagai obat luar untuk
inflamasi
Sebagai obat luar untuk
inflamasi
Sebagai obat luar untuk infeksi
jamur lokal
Sebagai obat luar untuk infeksi
jamur lokal
Sebagai obat luar untuk infeksi
jamur lokal
Sebagai obat luar untuk
inflamasi
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
35
21 Omeprazole
22 Oxiconazole
23
24
25
26
Pipazetate
Piratiasin kloroteofilin
Pirenzepine
Piroxicam
27 Polymixin B Sulfate
28 Prednisolon
29 Scopolamine
30 Silver Sufadiazin
31 Sucralfare
32 Sulfasalazine
33 Tioconazole
34 Urea
7 tablet
Kadar < 2 %, 1 tube Sebagai obat luar untuk infeksi
jamur lokal
Sirup 1 botol
10 tablet
20 tablet
1 tube
Sebagai obat luar untuk
inflamasi
1 tube
Sebagai obat luar untuk infeksi
jamur lokal
1 tube
Sebagai obat luar untuk
inflamasi
10 tablet
1 tube
Sebagai obat luar untuk infeksi
bakteri pada kulit
20 tablet
20 tablet
1 tube
Sebagai obat luar untuk infeksi
jamur lokal
1 tube
Sebagai obat luar untuk
hiperkeratose
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
DOWA III
Nomor
: 1176/Menkes/SK/X/1999 Tanggal: 7 Oktober 1999
Tentang
: Daftar Obat Wajib Apotik No.3
NO.
1
KELAS TERAPI
NAMA GENERIK OBAT
Saluran Pencemaan dan 1 Famotidin
Metabolisme
2 Ranitidin
2
Obat kulit
JUMLAH
MAKSIMAL TIAP
JENIS OBAT
PERPASIEN
INDIKASI
Antiulkus Peptik Maksimal 10 tablet 20 mg/ Pemberian obat hanya atas
40 mg
dasar pengobatan ulangan
dari dokter
Maksimal 10 table t
Pemberian obat hanya atas
Antiulkus
150 mg
dasar pengobatan ulangan
Peptik
dari dokter
1 Asam Azeleat
Antiakne
Maksimal 1 tube 5 g
2 Asam Fusidat
Antimikroba
Maksimal 1 tube 5 g
Antiakne
Maksimal 1 tube 5 g
Antifungi
Maksimal 1 tube 5 g
Antiakne
Maksimal 1 tube 5 g
3 Motretinida
CATATAN
4 Tolsiklat
5 Tretinoin
36
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
3 Antiinfeksi Umum
1 Kategori 1
(2HRZE/4H3R3)
Kombipak II
Fase awal
- Isoniazid
300 mg
- Rifampisin 450 mg
- Pirazinamid 1500 mg
- Etambutol 750 mg
Antituberku
losa
Satu paket
Sebelum fase lanjutan,
penderita harus kembali ke
dokter.
Kombipak III Fase
lanjutan
- Isoniazid 600 mg
- Rifampisin 450 mg
2 Kategori II
(2HRZES/HRZE/5H3R3E3)
Kombipak II
Fase awal
- Isoniazid
300 mg
- Rifampisin 450 mg
- Pirazinamid 1500 mg
- Etambutol 750 mg
- Streptomisin 0,75 mg
Kategori I:
- Penderita baru BTA positif
- Penderita baru BTA negatif dan
rontgen positif yang sakit berat
- Penderita ekstra paru berat
Satu paket
Kombipak IV Fase lanjutan Isoniazid
600 mg - Rifampisin
450 mg -Etambutol
1250 mg
Kategori II:
- Penderita kambuh (relaps) BTA
positif
- Penderita gagal pengobatan BTA
positif
Sebelum fase lanjutan,
penderita harus kembali ke
dokter.
37
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
Satu paket
3 Kategori III
(2HRZ/4H3R3)
Kombipak I
Fase awal
Isoniazid
300 mg
Rifampisin 450 mg
Pirazinamid 1500
mg
4 Sistem
Muskuloskeletal
Kombipak II Fase
lanjutan
Isoniazid
600 mg
Rifampisin 450 mg
1 Alopurinol
2 Diklofenak natrium
5
Sistem saluran
pernafasan
3 Piroksikam
Kategori III:
Penderita baru BTA negatif/rontgen
positif- Penderita ekstra paru ringan
Sebelum fase lanjutan, penderita
harus kembali ke dokter.
Pemberian obat hanya atas dasar
pengobatan ulangan dan dokter
Antigout
Maksimal 10 tablet 100 mg
Pemberian obat hanya atas dasar
pengobatan ulangan dari dokter
Antiinflamasi
dan
Antirematik
Antiinflamasi
dan
Antirematik
Maksimal 10 tablet 25 mg
Antihistamin
Maksimal 10 tablet
Pemberian obat hanya atas dasar
pengobatan ulangan dari dokter
Maksimal 10 tablet 10 mg
Pemberian obat hanya atas dasar
pengobatan ulangan dari dokter
Pemberian obat hanya atas dasar
pengobatan ulangan dari dokter
Antihistamin
Maksimal 10 tablet atau botol
60 ml
1 Klemastin
38
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
3 Orsiprenalin
4 Prometazin teoklat
Antiasma
Maksimal 1 tube inhaler
Antihistamin
Maksimal 10 tablet atau botol
60 ml
Pemberian obat hanya atas dasar
pengobatan ulangan dari dokter
Pemberian obat hanya atas dasar
pengobatan ulangan dari dokter
Pemberian obat hanya atas dasar
pengobatan ulangan dari dokter
Maksimal 10 tablet
Pemberian obat hanya atas dasar
pengobatan ulangan dari dokter
Antihistamin
5 Setirizin
Maksimal 10 tablet
Antihistamin
Obat Mata
Pemberian obat hanya atas dasar
Maksimal 1 tube 5 gr atau botol pengobatan ulangan dari dokter
5 ml
Obat Mata
Pemberian obat hanya atas dasar
Maksimal 1 tube 5 gr atau botol pengobatan ulangan dari dokter
5 ml
6 Siproheptadin
6 Organ-organ Sensorik
Pemberian obat hanya atas dasar
pengobatan ulangan dari dokter
1 Gentamisin
2 Kloramfenikol
Maksimal 1 botol 5 ml
Obat Telinga
3 Kloramfenikol
39
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
40
Lampiran 2. Tabel Nama Dagang Obat dengan Zat Aktif Mikonazol Nitrat dan
Ketokonazol di Indonesia
Zat Aktif
Mikonazol
Nitrat
Nama Obat
Bentuk Sediaan
Pabrik
dan Dosis
Daktarin
Krim 2% x 5 g
Janssen-Cilag
Daktarin Diaper
Salep 10 g
Janssen-Cilag
Daktazol
Krim 2% x 5 g
Berlico Mulia Farma
Fungares
Krim 2% x 5 g
Guardian Pharmatama
Micoskin
Krim 2% x 5 g, 10 g Corsa
Moloderm
Krim 20 mg/g x 10
Molex Ayus
Mycorine
Krim 2 % x 5 g
Galenium
Sporend
Krim 2 % x 5 g dan
15 g
Zolagel
Krim 2 % x 5 g
Zolagel Diaper
Salep 10 g
Ketokonazol Dysfungal cream
Mugi Lab
GMP (Global Multi Pharma
lab)
GMP (Global Multi Pharma
lab)
Krim 2 % x 10 g
Roi Surya Prima
Fexazol
Krim 20 mg/g x 5 g
Molex Ayus
Formyco
Krim 2 % x 10 g
Sanbe
Fungasol
Krim 2% x 10 g
Guardian Pharmatama
Fungoral
Krim 2% x 5 g
Kimia Farma
Interzol
Krim 2 % x 5 g
Interbat
Krim 2 % x 5 g
Hexpharm
Ketomed
Krim 2% x 15 g
SDM Lab
Lusanoc
Krim 2 % x 10 g
Meprofarm
Muzoral
Krim 2 % x 5 g
Mugi Lab
Mycoderm
Krim 5 g
Otto
Ketokonazol
Hexpharm
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
41
Mycoral
Krim 2% x 5 g
Kalbe Farma
Mycozid
Krim 2 % x 15 g
Soho
Nizoral
Krim 2 % x 5 g
Janssen-Cilag
Novung
Krim 20 mg/g x 5 g
Nufarindo
Profungal
Krim 2 % x 5 g
Kalbe farma
Solinfec
Krim 2% x 5g
Ifars
Sporex
Krim 2 % x 15 g
Tempo Scan pacific
Zoloral
Krim 2 % x 10 g
Ikapharmindo
Zoralin
Krim 2 % x 10 g
Medikon
Lampiran 3 Tabel Nama Dagang Obat dengan Zat Aktif Mikonazol Nitrat dan
Ketokonazol di Apotek Atrika.
No
1
2
Nama Zat
Aktif
Mikonazol
Sitrat
Ketokonazol
Nama Dagang
Pabrik Farmasi
Daktarin Powder
Janssen-Cilag
Mycorine
Galenium
Fungasol
Guardian
Pharmatama
Ketokonazol Cream
Hexpharm
Ketomed
SDM Lab
Mycoral cream
Kalbe Farma
Nizoral
Janssen-Cilag
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
42
Lampiran 4 Tabel Nama Dagang Obat dengan zat aktif Mikonazol Nitrat dan
Ketokonazol pada resep di Apotek Atrika.
No
1
2
Nama Zat
Aktif
Mikonazol
Sitrat
Ketokonazol
Nama Dagang
Pabrik Farmasi
Daktarin Powder
Janssen-Cilag
Fungasol
Guardian
Pharmatama
Nizoral
Janssen-Cilag
Ketokonazol cream
Hexpharm
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
Lampiran 5. Tabel Nama Dagang Obat dengan Zat Aktif Mikonazol Nitrat dan Ketokonazol Beserta Pedagang Besar Farmasi yang
Mendistribusikannya
Zat Aktif
Nama Obat
Bentuk
Pabrik
Distributor
Alamat distributor
Sediaan dan
Nomor Telpon
Distributor
Dosis
Mikonazol
Daktarin
Krim 2% x 5 g
Janssen-Cilag
Nitrat
Anugerah
Jl. Pulolentut Kav. II/ E-4
Pharmindo Lestari
Kawasan Indutri
(021) 46952000
Pulogadung Jakarta 13920
Daktarin Diaper
Salep 10 g
Gala Djaja Raya
Jl. Kemang Raya No.128,
(021) 7194778
Kebayoran baru
Daktazol
Krim 2% x 5 g
Berlico Mulia
Prima Christofarm
Farma
Jl. Siam No.127-129
(0561) 734733
Pontianak
Metiska Sakti
Jl. Veteran No 18 AF-AG
(061)453337
Kel. Gang Buntu
Kecamatan Medan timur,
Sumatera utara
Fungares
Krim 2% x 5 g
Guardian
Millenium
Panin Centre Lt. 9 Jl. Jend.
Pharmatama
Pharmacon
Sudirman Senayan
(021) 5633254
International Tbk
43
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
Penta Valent
Jl Kedoya Raya no 33
(021) 5673891
Kedoya Utara Kebon Jeruk
Jakarta 11520
Micoskin
Krim 2% x 5 g,
Corsa
Utama Bina Farma
10 g
Jl. Tanjung Pura No.4-6
(0561) 732449
Pontianak
Mestika Sakti
Jl. Veteran No 18 AF-AG
(061)453337
Kel. Gang Buntu
Kecamatan Medan timur,
Sumatera utara
Multi Husada Farma
Jl. Lodan No.2 blok B/15
(021) 6924431,
Jakarta Utara Kelurahan
6901780
Ancol, Kecamatan
Pademangan
Sawah Besar Farma
Jl. Sei Mencirim No 18 A,
(061)452183
Medan
Moloderm
Krim 20 mg/g x
Molex Ayus
Kebayoran Pharma
10
Mycorine
Jl. Garuda no 79 Jakarta
(021) 4207042
10610
Krim 2 % x 5 g
Galenium
Anugrah Argon
Jl Tawes 2A Jati
Medica
Pulogadung Jakarta Timur
(021) 3861271
44
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
Djembatan Due
Jl. Petojo Melintang no 17
(021) 3861271
Jakarta 10160
Enggal Perdana
Jl. Raden Intan No. 122
0725-262603
Karang, Lampung
Kebayoran Pharma
Jl. Garuda no 79 Jakarta
(021) 4207042
10610
Mestika Sakti
Jl. Veteran No 18 AF-AG
(061)453337
Kel. Gang Buntu
Kecamatan Medan timur,
Sumatera utara
Tabah Delca Farina
Jl. Kampar 25 RT VII,
(0736) 344285
Bengkulu
Sporend
Krim 2 % x 5 g
Mugi Lab
Dos Ni Roha
dan 15 g
Gedung Graha Eka Citra Jl.
(021) 5305602
Budi Raya No 9
kemanggisan Jakarta
Ketokonazol Zolagel
Krim 2 % x 5 g
GMP (Global
Kebayoran Pharma
Multi Pharma
Jl. Garuda no 79 Jakarta
(021) 4207042
10610
lab)
Zolagel Diaper
Salep 10 g
Sapta Sari Tama
Jl. Sei Muara I/3 Medan
(061) 4151389
45
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
20154
Dysfungal cream
Fexazol
Krim 2 % x 10
Roi Surya
g
Prima
Krim 20 mg/g x
Molex Ayus
Kalista
(021) 7198309
26 Jakarta Selatan
Kebayoran Pharma
5g
Formyco
jl. Kemang Timur Raya no
Jl. Garuda no 79 Jakarta
(021) 4207042
10610
Krim 2 % x 10
Sanbe
Banyumas
g
Jl. Kepundung No.70 Kel
(0361) 235125
Dangin Puri Kaja - Kec
Denpasar Timur Denpasar
Bina San Prima
Jl. Rawa Gelam IV no 7
(021) 46826464
Kawasan Industri
Pulogadung Jakarta Timur
Cipta Niaga
Jl. Hayam Wuruk No.103
(0361) 222315
Kel Sumerta Kelod - Kec
Denpasar Timur Denpasar
Ladang Mitabu
Jl. T. Umar Lr. Padang No.
2, Aceh
Matakar Pantam
Jl. G. Sidole No.40 Rt
(0451 ) 422149
001/004 Kel Lolu Utara Kec Palu Selatan Palu,
46
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
94112 Sulawesi Tengah
Optima Farma
Jl. Melati Blok A No. 5,
-
Sorong, Papua Barat
Rifanti Asti
Jl. Jendral A. Yani No. 17,
(0951) 328800
Jayapura
Sarana Biomeditama
Jl. Kelapa Dua Entrop,
(0967) 531969
Jayapura
Setia Thenoch
Jl. Sam Ratulangi No. 133 -
(0431) 86276
135, Manado
Unoson
Jl. Sudirman No. 100 Lt. II,
(0431) 863123
Manado
Fungasol
Krim 2% x 10 g
Guardian
Millenium
Panin Centre Lt. 9 Jl. Jend.
Pharmatama
Pharmacon
Sudirman Senayan
(021) 5633254
International Tbk
Penta Valent
Jl Kedoya Raya no 33
(021) 5673891
Kedoya Utara Kebon Jeruk
Jakarta 11520
47
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
Fungoral
Krim 2% x 5 g
Kimia Farma
Kimia Farma
Jl. Majapahit No.20 Jakarta
(021) 34833395
Pusat
Interzol
Krim 2 % x 5 g
Interbat
Anugerah
Jl. Pulolentut Kav. II/ E-4
Pharmindo Lestari
Kawasan Indutri
(021) 46952000
Pulogadung Jakarta 13920
Ketokonazol
Krim 2 % x 5 g
Hexpharm
Hexpharm
Enseval Putera
Jl. Pulolentut No. 10
(021) 4600102
Merapi Utama
Jl. Pulobuaran Raya No. 4
(021) 46821660
Pharma
blok III EE Kav.No. 1
Megatrading
Kawasan Industri
Pulogadung Jakarta 13930
Tri Sapta Jaya
Jl. Singgasana Raya No 61
( 022 ) 5436313
Cibaduyut, Bandung
Ketomed
Krim 2% x 15 g
SDM Lab
Kalista
jl. Kemang Timur Raya no
(021) 7198309
26 Jakarta Selatan
Penta Valent
Jl Kedoya Raya no 33
(021) 5673891
Kedoya Utara Kebon Jeruk
Jakarta 11520
Sawah Besar Farma
Jl. Sei Mencirim No 18 A,
(061)452183
48
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
Medan
Lusanoc
Krim 2 % x 10
Meprofarm
Kalista
g
jl. Kemang Timur Raya no
(021) 7198309
26 Jakarta Selatan
Karsatama
Jl. Mustang B3 No.1 Blk Rt
(022)2006580
03/07 Kel Sukawarna - Kec
Sukajadi Bandung 40164
Millenium
Panin Centre Lt. 9 Jl. Jend.
Pharmacon
Sudirman Senayan
(021) 5633254
International Tbk
Muzoral
Krim 2 % x 5 g
Mugi Lab
Dos Ni Roha
Gedung Graha Eka Citra Jl.
(021) 5305602
Budi Raya No 9
kemanggisan Jakarta
Mycoderm
Krim 5 g
Otto
Mensa Bina Sukses
Jl. Cideng Timur I no 13/15
(021) 6338285
Jakarta Pusat
Mycoral
Krim 2% x 5 g
Kalbe Farma
Enseval Putera
Jl. Pulolentut No. 10
(021) 4600102
Jl. Gunung Sahari XII no. 6
(021)6395909
Megatrading
Mycozid
Krim 2 % x 15
Soho
Parit Padang
g
- 7 Jakarta Pusat 10720
49
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
Nizoral
Krim 2 % x 5 g
Janssen-Cilag
Anugerah
Jl. Pulolentut Kav. II/ E-4
Pharmindo Lestari
Kawasan Indutri
(021) 46952000
Pulogadung Jakarta 13920
Gala Djaja Raya
Jl. Kemang Raya No.128,
021 - 7194778
Kebayoran baru
Novung
Krim 20 mg/g x
Nufarindo
Unoson
5g
Jl. Sudirman No. 100 Lt. II,
(0431) 863123
Manado
Banyumas
Jl. Kepundung No.70 Kel
(0361) 235125
Dangin Puri Kaja - Kec
Denpasar Timur Denpasar
Batu Rusa
Jl. Letjen Suprapto No. 60
(0274) 589442
Ngampilan
Bintang Permai
Jl. Purwakencana No. 7
Lestari
Bandung
Dempo Sentosa
Jl. Asahan Dalam No.101.
(022) 7801754
( 061 ) 574850
Medan
Digdaya Mandiri
Jl. Imam Bonjol, Bandar
-
Lampung
Duvin Lokalestari
Jl. Sembilan I 4 Bontoala
(0411) 314538
50
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
Bontoala, Makassar
Gatra Mora
Jl. Mayor Ruslan No. 525
(0711) 364176
A, Palembang
Kalista
jl. Kemang Timur Raya no
(021)7198309
26 Jakarta Selatan
Kimia Farma
Jl. Majapahit No.20 Jakarta
(021)34833395
Pusat
Marsilvic Jaya
Jl. Batang Arau Blok B.4
(0751) 23152
No. 88A, Padang
Tridaya Sakti
Jl. Manumbing/Veteran
Medima
No.188 C. Palembang.
( 0711 ) 358238
Sumatera Selatan
Profungal
Krim 2 % x 5 g
Kalbe farma
Enseval Putera
Jl. Pulolentut No. 10
(021)4600102
Jl Bridgen Selamet Riyadi
(0271) 712672
Megatrading
Solinfec
Krim 2% x 5g
Ifars
Pradipta Adi Pacific
Solo
Sporex
Krim 2 % x 15
Tempo Scan
g
pacific
Tempo
Gd. Bina Mulia Jl. HR
(021) 5201858
Rasuna Said Kav.11 Jakarta
Selatan
51
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
Zoloral
Krim 2 % x 10
Ikapharmindo
g
Zoralin
Krim 2 % x 10
Medikon
Distriversa
JL. Sei Serayu No 115,
Buanamas
Medan
Kebayoran Pharma
Jl. Garuda no 79 Jakarta
g
061- 4515283
(021)4207042
10610
Lampiran 6. Tabel nama obat yang ada dalam resep beserta nama distributor obat yang ada di Apotek Atrika
No
1
2
3
Nama Obat
Nizoral 2%
Sagalon Cream
Pirotop
Nama PBF
Anugerah Pharmindo
Lestari
Eva Surya Pratama
Stimec International
Alamat PBF
Jl. Pulolentut Kav. II/ E-4 Kawasan Indutri
Pulogadung Jakarta 13920
Jl. Pondasi 60, Kayu Putih, Jakarta 13210
Jl. Lautze No. 60 Jakarta 10710
Jl. Kamboja Ujung blok 1 no 10 Kota Bambu
Antar Mitra Sembada
Jakarta
Surya Prima Perkasa Jl. Bima no 21 Kemanggisan
Jl Kedoya Raya no 33 Kedoya Utara Kebon
PentaValent
Jeruk Jakarta 11520
Surya Prima Perkasa Jl. Bima no 21 Kemanggisan
Jl. Kamboja Ujung blok 1 no 10 Kota Bambu
Antar Mitra Sembada
Jakarta
PentaValent
Jl Kedoya Raya no 33 Kedoya Utara Kebon
Jeruk Jakarta 11520
No Telepon PBF
46952000
4700888
3456868
5670166
53654891
5673891
53654891
5670166
5673891
52
Laporan praktek..., Winie Karunia, FF UI, 2013
Download