Surat Kabar Harian “YOGYA POS”, terbit di Yogyakarta, Edisi 6 Juli 1996 _____________________________________________ Menyambut HUT Ke-74 Tamansiswa, 3 Juli 1996: TAMANSISWA DAN SEMANGAT KEJUANGANNYA Oleh : Ki Supriyoko Sejarah Tamansiswa tidak dapat lepas dari Ki Hadjar Dewantara (KHD) yang lahir 2 Mei 1889 putera Pangeran Soerjaningrat trah dari Paku Alaman. Waktu kecil KHD bernama R.M. Soewardi Soerjaning-rat. Ketika belajar di STOVIA Jakarta (1905), beliau bergaul dengan teman-teman yang menjadi tokoh-tokoh pergerakan nasional Indonesia dan memperoleh pengalaman berorganisasi secara modern. KHD turut dalam organisasi Boedi Oetomo (1908) dan diserahi tugas pada bagian propaganda; beliau juga membantu gerakan Sarekat Islam (1911). Pada tahun 1912 bersama Tjipto Mangoenkoesoema dan Dauwes Dekker,KHD mendirikan Indische Partij (IP). Permohonan IP menjadi badan hukum ditolak pemerintah kolonial Belanda karena dianggap berbahaya. Tokoh IP yang terkenal dengan sebutan "Tiga Serangkai" (Soewardi-Tjipto- Dekker) akhirnya berjuang melalui pers. Tahun 1913 pemerintah kolonial Belanda akan mengadakan pera-yaan 100 tahun kemerdekaannya di Indonesia dengan memungut biaya dari rakyat. KHD dan kawankawan tak setuju, dan untuk memprotes dibentuklah Komite Bumi Poetera. Selanjutnya KHD menulis protes tajam namun secara halus melalui tulisan "Als ik eens Nederlander was" (Andaikan Aku Seorang Belanda) dan "Een voor Allen, maar Ook Allen voor Een" (Satu untuk Semua, tetapi Juga Semua untuk Satu). Akibat tulisannya ini dan juga tulisan senada yang dibuat oleh Tjipto dan Dekker maka ketiganya dibuang ke Belanda. Setelah enam tahun bermukim di tanah buangan akhirnya KHD pulang ke Indonesia (1919), dan memimpin Nationaal Indische Partij (NIP) sebagai sekretaris jenderalnya. Di samping berjuang di jalur politik maka perjuangannya di jalur pers pun diteruskan yang akhirnya menghantar KHD ke penjara karena terkena delik pers (1920). Belajar pengalaman pahitnya di jalur politik dan pers ini akhirnya KHD mengubah strategi perjuangannya melalui jalur pendidikan dan kebudayaan. 2 Tahun 1921 KHD bersama Ki Ageng Soerjamataram,Ki Soetatma Soerjokoesoemo, Ki Soerjapranata,dll mengadakan sarasehan "Selasa Kliwonan" guna membahas kegagalan-kegagalan pergerakan nasional, dan akhirnya ditemukan faktor pentingnya, yakni belum adanya jiwa merdeka di kalangan rakyat. Akhirnya sarasehan ini memutuskan perlunya pendidikan jiwa merdeka di kalangan rakyat; dan KHD pun diserahi tugas melaksanakan pendidikan jiwa merdeka bagi anak-anak. Untuk melaksanakan putusan sarasehan tersebut KHD dan isteri serta temantemannya pada 3 Juli 1922 mendirikan Nationaal Instituut Onderwijs Tamansiswa (Perguruan Nasional Tamansiswa). Mulanya KHD dengan Tamansiswanya menyelenggarakan Taman Indria (Taman Kanak-kanak); tetapi akhirnya taman ini berkembang menjadi Taman Muda (Sekolah Dasar), Taman Dewasa (Sekolah Lan-jutan Tingkat Pertama), Taman Madya (Sekolah Menengah Umum), Taman Karya Madya (Sekolah Menengah Kejuruan), Taman Guru (Sekolah Pendidikan Guru), dan Sarjanawiyata (Perguruan Tinggi), sebagaimana telah dikenal masyarakat sampai sekarang ini. Disamping merupakan lembaga pendidikan dan kebudayaan maka Tamansiswa sekaligus menjadi lembaga perjuangan. Banyak pejuang nasional yang menjadi murid atau pamong Tamansiswa, tak terkecuali Bung Karno yang pernah menjadi pamong Tamansiswa Bandung. Pada Agustus 1930 diadakan Kongres Tamansiswa untuk pertama kalinya; pada waktu itu Tamansiswa telah mempunyai 52 cabang yang tersebar di seluruh Indonesia. Pada kongres ini terbentuklah Majelis Luhur sebagai pimpinan pusat Tamansiswa; dan selanjutnya kongres diadakan setiap empat tahun sekali. Kejuangan Tamansiswa semakin nampak manakala banyak orang Tamansiswa dan KHD sendiri terlibat secara langsung dalam peristiwa pergerakan nasional, misalnya KHD yang aktif menjadi anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia, KHD sempat menjadi Menteri Pengajaran (Pendidikan) yang pertama kali, dan sebagainya. Cita-Cita Tamansiswa Tamansiswa mengembangkan misi saresehan "Selasa Kliwonan" berdasarkan semangat mamayu hayuning sarira, memayu hayuning bangsa, memayu hayuning bawana. Dari semangat ini terciptalah tujuan umum Tamansiswa, yaitu membangun masyarakat tertib damai salam dan bahagia. Dari semangat ini pula Tamansiswa merumuskan tujuan pendidikannya sbb: "membangun anak didik menjadi manusia beriman dan bertakwa, merdeka lahir dan batinnya, luhur akal dan budinya, serta sehat jasmani dan rohaninya untuk menjadi anggota masyarakat yang berguna dan bertanggung jawab atas kesejahteraan bangsa, tanah air serta manusia pada umumnya". Pendidikan Tamansiswa dilaksanakan dengan mengaplikasi me-tode among yang berjiwa kekeluargaan dan bersendikan kodrat alam serta kemerdekaan; sementara itu arena pendidikannya meliputi "Tri Sentra Pendidikan", yakni pendidikan di dalam keluarga, perguruan (sekolah), dan masyarakat. 3 Misi pendidikan Tamansiswa sangat jelas, yaitu pendidikan untuk rakyat banyak; artinya mengutamakan pemerataan pendidikan tanpa meninggalkan atau mengorbankan mutunya. Pendidikan Tamansiswa ialah pemerdekaan pribadi menjadi manusia yang mandiri, baik secara individual maupun sosial, sehingga dapat berkarya dan menciptakan lapangan kerja di masyarakat. Pada sisi yang lainnya misi kebudayaan Tamansiswa adalah men-ciptakan kebudayaan nasional Indonesia modern yang duduk sama rendah berdiri sama tinggi dengan kebudayaan-kebudayaan negara lain di dunia ini. Pembinaan dan pengembangan kebudayaan nasional ini ditempuh dengan Teori SBII dan Trikon. Maksud SBII adalah Sifat (S) hakikat tetap, namun Bentuk (B), Isi (I) dan Irama (I) bisa berubah sesuai dengan tuntutan kemajuan masyarakat dan jamannya. Sementara itu Trikon merupakan kombinasi dari kontinuitas, konvergen, dan konsentrisitas yang berarti di dalam upaya membangun kebudayaan nasional Indonesia modern dapat menerima unsur-unsur kebudayaan asing secara selektif-adaptatif untuk kelanjutan kebudayaan sendiri dengan tetap berpusat pada kepribadian bangsa sendiri. Misi politik Tamansiswa adalah "democratie en leiderschap" (demokrasi dengan kepemimpinan); dimaksudkan bahwa pengembang-an demokrasi yang dikendalikan oleh kebijaksanaan dalam mengambil keputusan tetap berpegang kepada kebenaran dan keadilan. Keputusan apapun selalu diutamakan untuk kepentingan bersama tanpa harus mengorbankan kepentingan pribadi. Sementara itu misi sosial-ekonomi Tamansiswa adalah tatanan sosial ekonomi yang mandiri, hidup bersahaja tanpa memiskinkan masyarakat kecil dan lemah. Tujuan pendidikan yang berlatar belakang pada berbagai misi ter-sebut, yaitu pendidikan, kebudayaan, politik dan sosial ekonomi sekali gus merupakan cita-cita Tamansiswa yang diperjuangkan sampai kini. Kejuangan Tamansiswa Berdirinya Tamansiswa pada berbagai wilayah di Indonesia mem-beri kesempatan bagi rakyat banyak untuk mendapatkan pelayanan pendidikan dengan biaya yang terjangkau. Perguruan Tamansiswa di masa penjajahan bisa menjadi tempat berkumpulnya kaum perjuangan nasional untuk terus berjuang melawan penjajah. Pendidikan Tamansiswa pada waktu itu benar-benar telah menjadi alternatif pendidikan sistem kolonial. Salah satu peristiwa bersejarah yang sempat tercatat dengan tinta emas adalah keberhasilan Tamansiswa dalam menentang Onderwijs Ordonantie (OO) tahun 1932. Ketika itu pemerintah kolonial membatasi ruang gerak sekolah-sekolah swasta yang diselenggarakan kaum pribumi dengan membatasi kurikulum, materi pelajaran dan gurunya. Karena hal ini tak sesuai dengan aspirasi rakyat maka KHD bersama Tamansiswanya menentang berlakunya OO dengan strategi aksi diam (lijdelijk verzet).Karena aksi Tamansiswa mendapat dukungan rakyat banyak dan hampir semua organisasi pendidikan, sosial dan politik akhirnya dalam waktu sekitar lima 4 bulan OO berhasil diruntuhkan. Semenjak dulu para alumni Tamansiswa banyak berhasil menjadi pemimpin masyarakat, baik di jaman prakemerdekaan maupun jaman pasca kemerdekaan ini. Mereka menjadi orang yang ulet dalam perju-angan hidup di masyarakat. Tamansiswa sekarang masih tetap konsisten dengan semangat ke-juangannya, yaitu tetap memperjuangkan kemerdekaan lahir batin manusia, dan memandirikan manusia dan sekaligus menanamkan jiwa kooperatif. Pemberantasan kebodohan, kemiskinan dan keterbelakang-an untuk menuju masyarakat yang berjiwa merdeka dan bersatu tetap menjadi sasaran utama yang selalu diperjuangkan Tamansiswa. Oleh karena sikap pemerintah era kemerdekaan sekarang ini ber-beda dengan pemerintah di jaman prakemerdekaan dahulu maka sikap Tamansiswa terhadap pemerintah pun akhirnya mengalami perubahan. Kalau dulu sikap Tamansiswa selalu nonkooperatif maka sikap yang sekarang ini adalah 'Triko', yaitu kooperatif, konsultatif dan korektif. Tamansiswa membangun kerja sama yang harmonis dengan pemerintah, memberi dan meminta konsultasi, dan sekali-sekali mengadakan koreksi terhadap kebijakan pemerintah yang dipandang tidak relevan dengan aspirasi rakyat banyak. Dalam pelaksanaan Sistem Pendidikan Nasional maka Tamansis-wa tetap memperjuangkan peningkatan pemerataan pendidikan untuk masyarakat tanpa membedakan kelompok serta golongan yang ada. Bagi Tamansiswa upaya pemerataan pelayanan pendidikan senantiasa mendapatkan pengutamaan; tentu tanpa harus dengan mengorbankan upaya-upaya peningkatan mutu !!!***** -------------------------------BIODATA SINGKAT; *: DR. Ki Supriyoko, M.Pd *: Ketua Bagian Pendidikan dan Kebudayaan Majelis Luhur Tamansiswa; Mantan Rektor Universitas Tamansiswa Yogyakarta; serta Direktur Lembaga Studi Pembangunan Indonesia (LSPI) *: Pengamat dan peneliti masalah-masalah pendidikan