PENDAHULUAN Psoriasis vulgaris adalah penyakit radang pada kulit yang bersifat kronik dan residif, ditandai oleh hiperproliferasi keratinosit yang abnormal. Dengan gambaran klinis tampak lesi plak eritematous berbatas tegas dengan ukuran bervariasi yang ditutupi oleh lapisan skuama putih keperakan. Lesi sering terdapat pada daerah kulit kepala, kuku, permukaan ekstensor tubuh, daerah umbilikal, dan sakrum. Erupsi kulit ini sering terjadi simetris pada bagian tubuh dan bisa disertai rasa gatal. Psoriasis merupakan penyakit dengan kejadian universal, dengan prevalensi yang bervariasi dari 0,1 hingga 11,8% pada populasi yang berbeda. Prevalensi psoriasis dilaporkan paling tinggi di Eropa yaitu di negara Denmark (2,9%). Sedangkan Asia memiliki prevalensi yang rendah (0,4%). Pria dan wanita memiliki resiko yang sama besar Penyebab pasti terjadinya psoriasis sampai saat ini masih belum diketahui. Namun, faktor genetik dan faktor imunologik sering dihubungkan dengan terjadinya psoriasis vulgaris. Adapun beberapa faktor pencetus yang dapat menyebabkan terjadinya psoriasis, seperti stress, trauma, infeksi, cuaca, obatobatan tertentu, sinar ultraviolet, kehamilan dan kebiasaan seperti merokok diduga dapat menyebabkan psoriasis menjadi lebih berat.(2,3) Diagnosis psoriasis ditegakkan berdasarkan anamnesis, gambaran klinis dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang pada psoriasis meliputi uji klinis dan histopatologi. Terdapat tiga jenis pemeriksaan uji klinis pada psoriasis yaitu fenomena karsvlek, Auspitz sign, dan fenomena koebner.(2) Pengobatan pada psoriasis yang paling utama adalah edukasi untuk menghindari faktor pencetus seperti trauma, infeksi, obat-obatan, sinar matahari. Stress, dan gangguan sistem imunologi. Sedangkan untuk mengobati gejala yang timbul dapat digunakan terapi oral dan topikal berupa kortikosteroid, dan lotion pelindung sinar ultraviolet. 1 LAPORAN KASUS Identitas Pasien Nama : Tn. D Umur : 40 tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Suku : Aceh Agama : Islam Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil Status Perkawinan : Menikah Alamat : Penteut, Aceh Utara Tanggal Pemeriksaan : 5 Januari 2016 Jaminan : Umum Nomor CM : 1-07-65-79 Anamnesis Keluhan Utama :Bercak kemerahan pada siku, lutut dan punggung Riwayat Penyakit Sekarang :Pasien datang ke poliklinik kulit dan kelamin dengan keluhan bercak kemerahan pada lutut kanan, kedua siku dan punggung yang berulang sejak 3 tahun yang lalu. Awalnya bercak kemerahan muncul pada bagian lutut yang kemudian muncul juga pada siku dan punggung. Ruam meluas jika pasien mengkonsumsi ayam dan seafood. Ruam juga meluas jika adanya tekanan dan trauma pada ruam serta faktor stress pada pasien. Pasien mengaku ruam berkurang jika pasien menggunakan salap campuran dari pengobatan sebelumnya. Pasien mengaku gatal jika cuaca panas, berkeringat dan beraktivitas. Dan gatal berkurang setelah pasien mandi. 2 Riwayat penyakit dahulu : Keluhan ini sudah dialami sejak 3 tahun yang lalu dan terjadi berulang. Riwayat penyakit keluarga : Tidak ada anggota keluarga yang mengeluhkan hal yang sama. Riwayat pemakaian obat : Pasien pernah mendapatkan obat salep campur dari puskesmas dan dokter spesialis, serta ruam tidak melebar dengan menggunakan salap campur tersebut. Riwayat kebiasaan sosial : Pasien bekerja di Instalasi Pemusalaran Jenazah dengan setiap aktivitasnya biasanya sering berkeringat. Pasien sebelumnya merupakan korban konflik, pasien rentan stres karena masa konflik dahulu. PEMERIKSAAN FISIK KULIT Status Dermatologis (5 Januari 2016) Regio : Olekranon, popliteal, thorak posterior Deskripsi Lesi : Tampak plak eritematous dengan skuama berwarna putih keperakan diatasnya, berbatas tegas, tepi ireguler, ukuran numular plakat lentikuler hingga plakat, jumlah multipel, distribusi generalisata. Gambar 1.Lesi pada regio olekranon 3 Gambar 2. Lesi pada popliteal dextra Gambar 3. Lesi pada thoraks posterior DIAGNOSIS BANDING 1. 2. 3. 4. 5. Psoriaris Vulgaris Tinea korporis Dermatitis seboroik Pityriasis rosea Morbus hansen tipe multibasiller 4 PEMERIKSAAN PENUNJANG Uji klinis Tidak dilakukan pemeriksaan Karsvlek, Auspitz Sign, Koebner karena pasien tidak bersedia untuk dilakukan pemeriksaan. Resume Pasien laki-laki berusia 40 tahun datang dengan keluhan utama bercak kemerahan yang menebal di lutut kanan, kedua siku dan punggung. Sudah dialami sejak 3 tahun yang lalu. Ruam berkurang dengan salap campur dari dokter. Ruam semakin meluas jika adanya tekanan trauma dan stress pada pasien. Dari pemeriksaan fisik didapatkan plak eritematous dengan skuama berwarna putih keperakan diatasnya, berbatas tegas, tepi ireguler, ukuran numular hingga plakat, jumlah multipel, distribusi generalisata. Diagnosis Klinis Psoriasis Vulgaris Tatalaksana a) Farmakoterapi Terapi topikal - Asam salisilat 5% + Liquor Carbonis Detergens 5% + Desoximetasone oint (pagi) - Asam salisilat 5% + Liquor Carbonis Detergens 5%+ Vaseline album 30 gr (sore) - Asam salisilat 5% + Liquor Carbonis Detergens 5%+ Klobetasol propionat (malam) b) Edukasi - Memberitahukan kepada pasien bahwasannya penyakit psoriasis vulgaris banyak dijumpai dan tidak menular pada orang lain sehingga pasien tidak - perlu malu atau menghindar dari keluarga maupun lingkungan sekitar Menjelaskan kepada pasien bahwa psoriasis vulgaris dapat kambuh namun bisa dikontrol dengan menghindari faktor pencetus seperti stress, merokok, - sinar matahari, trauma, dan lain-lain. Menjelaskan kepada pasien bahwa pengobatan ditujukan untuk mencegah keparahan dan meningkatkan kualitas hidup pasien. 5 Prognosis Quo ad vitam Quo ad fungtionam Quo ad sanactionam : Dubia ad bonam : Dubia ad bonam : Dubia ad bonam 6 ANALISA KASUS Diagnosis pada pasien dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan pasien laki-laki berusia 40 tahun datang ke poliklinik kulit dan kelamin dengan keluhan bercak kemerahan pada kedua siku, lutut dan punggung. Keluhan telah dirasakan sejak 3 tahun yang lalu. Berdasarkan onset usianya, pasien tergolong psoriasis tipe I, yaitu tipe psoriasis awitan dini yang terjadi pada usia dibawah 40 tahun namun tidak ada anggota keluarga lain yang terkena hal yang sama dengan pasien. Berdasarkan teori psoriasis tipe 1 bersifat familiar, berhubungan dengan HLA-Cw6. Pada pemeriksaan fisik status dermatologis didapatkan plak eritematous dilapisi skuama tebal diatasnya, jumlah multiple, ukuran numular hingga lentikuler sampai plakat, distribusi generalisata. Hal ini sesuai dengan teori dimana gambaran lesi psoriasis berupa makula eritematous yang meninggi (plak) berbatas tegas, dan terdapat skuama yang tebal dan berlapis-lapis dan berwarna keperakan diatasnya, dengan ukuran yang bervariasi mulai dari papul sampai eritematous. Dalam menegakkan psoriasis vulgaris dapat dilakukan beberapa pemeriksaan penunjang meliputi: Fenomena karsvlek, Auspitz sign, Fenomena Koebner. Fenomena Karsvlek (fenomena bercak lilin) yaitu skuama psoriasis yang berubah warna menjadi putih ketika digores, seperti bercak lilin. Cara menggores dapat dilakukan dengan menggunakan pinggir coverglass. Untuk pemeriksaan Auspitz sign adalah tanda yang muncul bila skuama psoriasis terus digores lebih dalam, ditandai dengan adanya bintik-bintik perdarahan yang disebabkan oleh trauma pada pembuluh darah yang berdilatasi di bawahnya. Dan pemeriksaan Fenomena Koebner adalah munculnya lesi psoriasis baru yang serupa dengan lesi yang telah ada pada kulit normal yang terkena trauma atau garukan. Lesi baru ini biasanya muncul 7-14 hari setelah trauma. Adapun diagnosis banding pada psoriasis vulgaris yaitu, tinea korporis, dermatitis seboroik, ptriasis rosea, morbus hansen tipe multibasiler. Tinea korporis merupakan suatu infeksi jamur dermotofita pada kulit tidak berambut di daerah muka, badan, lengan dan gluteus. Pada tinea korporis tampak makula 7 eritematus berbentuk bulat atau lonjong, berbatas tegas dengan skuama diatasnya, kadang-kadang disertai vesikal atau papul di tepinya. Lesi kadang berbentuk polisiklik akibat gabungan beberapa lesi. Daerah tengahnya biasanya lebih tenang (centralhealling). (1,2,4) Dermatitis seboroik adalah suatu penyakit kulit dengan keradangan superfisial kronis yang berhubungan dengan peningkatan produksi sebum. Pada gambaran lesi tampak makula atau plak, folikular, perifolikular atau papul, berwarna kemerahan sampai kekuningan, yang tertutup skuama basah atau berminyak, berbatas kurang tegas dan tidak terlalu gatal. Ptriasis rosea merupakan suatu penyakit kulit yang ditandai dengan adanya lesi awal berbentuk eritema dan skuama halus di badan (Heraldpatch). Gambaran lesi pertama berbentuk oval atau anular, dengan diameter 2-4 cm, berwarna eritematus atau hiperpigmentasi terutama orang kulit gelap dan terdapat skuama halus di pinggirnya. Lesi berikutnya timbul 4-10 hari setelah lesi pertama, memberi gambaran yang khas, sama dengan lesi pertama namun dengan ukuran yang lebih kecil dan membentuk Christmas tree pattern. Morbus Hansen merupakan penyakit infeksi yang kronik, yang disebabkan oleh mycobacterium leprae yang bersifat intraselular obligat, yang pertama menyerang saraf tepi, dapat menyerang kulit, mukosa mulut, saluran nafas bagian atas, sistem retikulo endotelial, mata, otot, tulang dan testis kecuali susunan saraf pusat. Kusta tipe MB adalah semua penderita kusta tipe BB, BL, dan LL atau apapun klasifikasi klinisnya dengan BTA positif. Kelainan pada kulit dapat berupa makula eritematus batas tidak tegas, adanya gangguan sensibilitas terhadap suhu dan raba pada lesi yang dicurigai dan simetris dengan jumlah lebih dari 5 pada saraf tepi biasanya timbul penebalan saraf yang disertai peradangan. (1,2,4) Pasien ini diberikan terapi topikal berupa kombinasi Asam Salisilat 3% + Liquor carbonis detergent + Desoximethasone 0,25% oint, kombinasi Asam Salisilat 3% + Liquor carbonis detergent + Vaselin album, kombinasi Asam Salisilat 3% + Liquor carbonis detergent + Clobetasol propionat. Asam salisilat 3% termasuk kedalam obat keratolitik namun karena dalam dosis yang rendah dapat memicu keratoplastik, yakni pembentukan kembali keratin yang sudah rusak. 8 Asam salilisilat topikal dapat meningkatkan hidrasi pada kulit dan melunakkan stratum corneum melalui penurunan pH pada kulit . liquor Carbonate Detergent (LCD) atau tar merupakan preparat tar yang efeknya adalah anti radang. Preparat tar berfungsi pada keadaan-keadaan bila psoriasis telah resisten terhadap steroid topikal sejak awal atau pemakaian pada lesi luas. Desoksimetason merupakan golongan kortikosteroid topical tingkat kedua yang juga merupakan potensi tinggi . Pemberian kortikosteroid topikal golongan potensi tinggi diberikan dalam periode singkat dan pada area lesi yang telah mengalami likenifikasi namun tidak digunakan pada daerah wajah. Pemberian obat topikal pada usia lanjut perlu diperhatikan sama halnya dengan pemberian topikal pada bayi dikarenakan tipisnya kulit pasien dan atrofi sekunder sel kulit akibat penuaan. Klobetasol propionat merupakan kortikosteroid topikal golongan I (super poten). Kortikosteroid pada psoriasis digunakan sebagai antiinflamasi dan anti-mikotik pada golongan super poten. 9 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 1. Definisi Psoriasis vulgaris adalah penyakit radang pada kulit yang bersifat kronik dan residif, ditandai oleh hiperproliferasi keratinosit yang abnormal. Dengan gambaran klinis tampak lesi plak eritematous berbatas tegas dengan ukuran bervariasi yang ditutupi oleh lapisan sisik putih keperakan. Lesi sering terdapat pada daerah kulit kepala, kuku, permukaan ekstensor tubuh, daerah umbilikal, dan sakrum. Erupsi kulit ini sering terjadi simetris pada bagian tubuh dan bisa disertai rasa gatal. 2. Epidemiologi Psoriasis merupakan penyakit dengan kejadian universal, dengan prevalensi yang bervariasi dari 0,1 hingga 11,8% pada populasi yang berbeda. Prevalensi psoriasis dilaporkan paling tinggi di Eropa yaitu di negara Denmark (2,9%). Sedangkan Asia memiliki prevalensi yang rendah (0,4%). Pria dan wanita memiliki resiko yang sama besar. Psoriasis bisa mengenai semua usia, tapi jarang terjadi pada anak usia di bawah 10 tahun. Psoriasis sering terjadi pada rentang usia 15-30 tahun. 3. Etiologi Penyebab pasti dari psoriasis vulgaris sampai saat ini belum diketahui, namun diduga kuat bahwa faktor imun dan genetik berperan penting dalam perjalanan penyakit ini.(2,3,4,6) 1. Faktor Imun Faktor imunologik beperan pada patogenesis psoriasis. Defek genetik pada psoriasis dapat diekspresikan pada salah satu dari ketiga jenis sel, yaitu limfosit T, sel penyaji antigen (APC) dermal, atau keratinosit. Keratinosit psoriasis membutuhkan stimuli untuk aktivitasnya. Lesi psoriasis matang umumnya penuh dengan limfosit T pada dermis yang terutama terdiri dari limfosit CD4 dengan sedikit limfositik dalam epidermis. Sedangkan pada lesi baru umumnya lebih banyak didominasi oleh limfosit T CD8. Sel Langerhans juga perperan dalam imunopatogenesis psoriasis. Terjadinya proliferasi 10 epidermis diawali dengan adanya pergerakan antigen, baik eksogen maupun endogen oleh sel Langerhans. Pada psoriasis pembentukan epidermis lebih cepat, hanya 3-4 hari, sedangkan pada kulit normal lamanya 27 hari. Lebih dari 90% kasus dapat mengalami remisis setelah diobati dengan imunosupresis. 2. Faktor Genetik Psoriasis merupakan kelainan multifaktorial dimana faktor genetik dan lingkungan memegang peranan penting. Jika kedua orangtua menderita psoriasis, maka resiko diturunkanya penyakit ini mencapai 41%. Jika hanya salah seorang orangtua menderita psoriasis, maka resiko untuk diturunkan mencapai 14%. Jika salah satu saudara kandung menderita psoriasis, maka resiko diturunkan mencapai 6%. Jika tidak ada orangtua maupun saudara kandungnya yang menderita psoriasis maka risiko anak tersebut menderita psoriasis adalah 2%. Hal lain yang menyokong adanya faktor genetik adalah psoriasis berkaitan dengan human leucocytes antigen (HLA). Berdasarkan awitan penyakit dikenal dengan 2 tipe, yaitu psoriasis tipe I dengan awitan dini bersifat familial dan berhubungan dengan HLA-B13, Bw57 dan Cw6, sedangkan psoriasis tipe II dengan awitan lambat bersifat nonfamilial dan berhubungan dengan HLA-B27 dan Cw2 dan psoriasis pustula berkolerasi dengan HLA-B27. 3. Faktor Lingkungan Data kejadian psoriasis menunjukkan terdapat interaksi antara gen dan lingkungan yang berperan penting dalam penyebab penyakit. Banyak faktor lingkungan yang dikaitkan dengan psoriasis, diantaranya adalah : 1. Trauma Psoriasis sering terdapat pada lokasi cedera (fenomena Koebner). Berbagai macam rangsangan lokal yang mencederai, seperti fisik, kimia, listrik, infeksi telah diakui dapat menimbulkan lesi psoriatik. 2. Infeksi Psorisasis gutata akut sangat terkait dengan sebelum atau bersamaan dengan kejadian infeksi streptokokkus, terutama di tenggorokan. Terdapat bukti infeksi streptokokus berperan penting dalam psoriasis 11 plak kronis, dan pemberian rifampisin dan penisilin membantu menyembuhkan lesi dikulit. 3. Obat-obatan Terdapat beberapa obat dilaporkan bertanggung jawab terjadinya onset atau perburukan psoriasis antara lain garam litium, antimalaria, agen penghambat beta-adrenergik, obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID), angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitor dan penghentian kortikosteroid. 4. Sunlight Walaupun sinar matahari secara umum bermanfaat, pada minoritas pasien, psoriasis mungkin dipicu oleh sinar matahari yang terik dan menyebabkan perburukan di kulit yang terkena. 5. Psikis Pada sebagian penderita faktor stres dan gangguan emosi dapat menjadi faktor pencetus. Penelitian menyebutkan bahwa 68% penderita psoriasis menyatakan stress dan kegelisahan menyebabkan penyakitnya lebih berat. 6. Merokok dan Alkohol Merokok telah secara konsisten dikaitkan dengan psoriasis . Alkohol dapat memperberat psoriasis. Merokok dikaitkan dengan akral dan lesi pustural. Alkohol dikaitkan dengan tingkat keparahan psoriasis dan kegagalan pengobatan. 4. Patogenesis 4.1 Proliferasi epidermis Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa peningkatan proliferasi keratinosit merupakan akibat dari peningkatan proliferasi sel kompartemen di lapisan basal dan suprabasal dari epidermis. Jumlah siklus sel meningkat hingga 7 kali. Namun peningkatan ini juga terjadi pada proses penyembuhan luka dan dermatitis atopi sehingga peningkatan ini tidak spesifik untuk psoriasis. Meningkatnya faktor pertumbuhan, yang secara experimen telah terbukti memodulasi proliferasi keratinosit pada lesi di kulit. Transforming 12 growth factor-α (TGF-α) merupakan mediator autokrin utama dalam peristiwa ini. 4.2 Perubahan vaskular Kapiler vertikal lapisan dermal pada area lesi mengalami dilatasi, pemanjangan, dan terpuntir. Selain perubahan pembluh darah, kapiler dermal juga berkontribusi terhadap proses inflamasi aktif. Hal ini diinduksi oleh adanya proses inflamasi dan pelepasan mediator-mediator inflamasi seperti histamin, neuropeptida, interleukin-1 dan tumor necrosisfactor-alpha (TNFα). 4.3 Perubahan imunologis dan inflamasi Pada psoriasis terjadi proliferasi secara berlebihan, dimana proliferasi yang berlebihan ini dipengaruhi oleh kompleks mediator-mediator radang pada sistem imun dan kulit, termasuk sel dendritik dermal, sel T, neutrofil dan keratinosit. Pada psoriasis , sel T CD8+ terdapat di epidermis sedangkan makrofag, set CD4+ dan sel-sel dendritik dermal dapat ditemukan di dermis superfisial. Sejumlah sitokin dan reseptor permukaan sel terlibat dalam jalur molekuler yang menyebabkan manifestasi klinis penyakit. Psoriasis dianggap sebagai suatu penyakit yang diperantarai oleh sistem imun yang ditandai dengan adanya sel T helper (Th) 1 yang predominan pada lesi kulit dengan peningkatan kadar IFN-γ, tumor necrosing factor-α (TNF-α), IL-2 dan IL-18. Baru –baru ini jalur Th17 telah dibuktikan memiliki peranan penting dalam mengatur proses inflamasi kronik. Sebagai pusat jalur ini terdapat sel T CD4+, yang pengaturannya diatur oleh IL-23yang disekresikan oleh sel penyaji antigen (sel dendritik dermal). Sel Th17 CD4+ mensekresikan IL-17 dan IL-22 yang berperan pada peningkatan proses inflamasi dan proliferasi epidermal.(4,7) 13 Tabel 3.2 Patogenesis psoriasis oleh sel imun(7) Algoritme Penghasil TNF- α Makrofag, sel T, sel Proses Meningkatkan pelepasan sitokin melalui mast, granulosit, sel NK, limfosit dan kemokin oleh makrofag fibroblast, neuron, Meningkatkan pengeluaran molekul adhesi keratinosit, sel jaringan dan lunak mengaktivasi pembuluh darah endotel makrofag untuk lesi dengan Menginduksi keratinosit dan endotel dalam proses inflamasi IL-12 menunjang diferensiasi sel T CD4+ ke IL-12/23 sel Th1 IL-12 meningkat secara signifikan. IL-12 mempunyai hubungan yang signifikan dengan keparahan dan aktivitas penyakit Th-17 Th-17 memproduksi IL- psoriasis IL-17 secara 17 proliferasi langsung keratinosit dan mengaktivasi secara langsung menstimulasi produksi IL-6 14 tidak Gambar 4. Patogenesis psoriasis 5. Gejala Klinis Penderita psoriasis umumnya tidak menunjukkan perubahan keadaan umum, kecuali bila stadium penyakit sudah sampai pada eritroderma. Biasanya penderita mengeluh rasa gatal, merasa kaku atau merasa sakit bila bergerak. Psoriasis juga dapat menganggu aktivitas sehari-hari, bukan hanya karena keerlibatan kulit, tetapi karena psoriasis juga dapat menimbulkan artritis psoriasis. Gambaran lesi psoriasis adalah makula eritematus yang meninggi (plak) berbatas tegas, dan terdapat squama tebal, berlapis-lapis dan berwarna keperakan diatasnya, dengan ukuran yang bervariasi mulai dari papul hingga plak eritematus yang akan berdarah akibat terkena pembuluh darah (Auspitz sign). Pada umumnya lesi psoriasis simetris walaupun beberapa kasus lesi dapat tidak simetris. Lesi kulit 15 biasanya timbul pertama kali pada tempat yang mudah terkena trauma antara lain siku, lutut, sakrum, kepala dan genetalia. Psoriasis dapat menyerang kuku dimana permukaan kuku menjadi keruh, kekuningan dan terdapat cekungan-cekungan/pitting, menebal dan terdapat sbungual hiperkeratosis sehingga kuku terangkat dari dasarnya. Dalam hal ini kuku tangan lebih sering terkena dari pada kuku kaki.(1,2) Pada psoriasis terdapat beberapa bentuk klinis, yaitu: 1. Psoriasis vulgaris Bentuk ini adalah yang lazim terdapat karena itu disebut psoriasis vulgaris dan merupakan 90% dari keseluruhan kasus psoriasis. Plak eritema dengan skuama tebal sering timbul pada bagian ekstensor tubuh, beberapa kasus terjadi di kulit kepala, lumbosakral, kuku, dan alat genitalia. Lesi kecil tunggal dapat berkonfluens membentuk lesi plak dengan tampilan seperti peta (psoriasis geographica). Gambar 5. Psoriasis vulgaris(2) 2. Psoriasis gutata Karakter lesi psoriasis gutata adalah erupsi papula kecil ( diameter 0,51,5cm) pada badan bagian atas dan ekstremitas proksimal. Timbulnya mendadak dan diseminata, umumnya setelah infeksi Streptokokus di saluran nafas bagian atas sehabis influenza atau morbili, terutama pada anak dan dewasa muda. Selain itu juga dapat timbul setelah infeksi yang lain, baik bakterial aupun viral.(1,2) 16 Gambar 6.Psoriasis gutata 3. Psoriasis inversa Psoriasis inversa mempunyai tempat predileksi pada daerah fleksor sesuai dengan namanya yaitu di lipatan-lipatan kulit seperti aksila, lipatan paha, leher dan lipatan bawah mamae. Pada psoriasis inversa, skuama jarang ditemukan bahan terkadang tidak dijumpai adanya skuama. Lesi akan menunjukkan makula eritematus yang terang. Gambar 7.Psoriasis inversa 4. Psoriasis eritroderma Eritroderma psoriatik dapat disebabkan oleh pengobatan topikal yang terlalu kuat atau oleh penyakitnya sendiri yang meluas. Biasanya lesi yang khas untuk psoriasis tidak tampak lagi karena terdapat eritema dan skuama yang tebal universal. Gambar 8. Psoriasis eritroderma 17 5. Psoriasis pustula Terdapat beberapa variasi klinis psoriasis pustula yaitu: psoriasis pustula generalisata (von Zumbush), psoriasis pustula anular, impetigo herpetiformis, dan 2 variasi berdasarkan lokasi yaitu: 1. Psoriasis pustula palmar dan plantar 2. Acrodermatitis continua of Hallopeau .Psoriasis psustula generalisata termasuk fase akut yang jarang terjadi yang biasanya didahului demam beberapa hari sebelumnya lalu mulai lesi pastula dengan diameter 2-3mm. Lesi ini akan tersebar secara diseminata diseluruh tubuh dan ekstremitas. Gambar 9.Psoriasis pustula 6. Diagnosis Diagnosis psoriasis ditegakkan berdasarkan anamnesis, gambaran klinis dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah uji klinis dan histopatologi.(2,4,5,7) 1. - Uji Klinis Fenomena Karsvlek Fenomena Karsvlek (fenomena bercak lilin) yaitu skuama psoriasis yang berubah warna menjadi putih ketika digores, seperti bercak lilin. Cara menggores dapat dilakukan dengan menggunakan pinggir objectglass. - Auspitz sign 18 Bila skuama psoriasis terus digores lebih dalam akan terlihat titik-titik perdarahan (Auspitz sign) karena terjadi trauma dan dilatasi pada pembuluhpembuluh darah dibawahnya. - Fenomena Koebner Munculnya lesi psoriasis baru yang bersifat sama dengan lesi yang telah ada setelah kulit yang masih normal terkena garukan merupakan fenomena Koebner. Lesi baru ini biasanya muncul 7-14 hari setelah trauma atau garukan. b. Histopatologi Perubahan gambaran histopatologi pada epidermis maupun dermis yang dapat terjadi pada psoriasis adalah sebagai berikut: (2) 1. Parakeratosis adalah terdapatnya inti stratum korneum sampai hilangnya stratum granulosum 2. Penebalan iregular dari lapisan epidermis, namun terjadi penipisan pada lapisan papila dermis. 3. Mikro abses dan infiltrasi leukosit polimorfonuklear pada lapisan epidermis 4. Pembuluh kapiler yang berdilatasi dan terpuntir pada lapisan papilaris dermis 5. Infiltrasi sel limfosit T pada lapisan dermis bagian atas. 6. Diagnosis Banding No 1. Diagnosis Manifestasi Klinis Gejala Khas Psoriasis Suatu penyakit kulit yang Makula Vulgaris bersifat kronik dan residif yang meninggi (plak) ditandai berbatas tegas, dan dengan makula adanya eritamatus meninggi (plak) yang berbatas tertutup tebal, eritamatus skuama berlapis-lapis tegas, dan tertutup skuama dan tebal, tansparandiatasnya. berlapis-lapis transparan. prediklesi: skalp, dan Lokasi kuku, ekstremitas, umbilikus dan sakrum. Lesi disertai rasa gatal atau terbakar. 19 (1,2) berwarna Gambar 2. Tinea Suatu infeksi korporis dermotifita pada kulit tidak berbentuk bulat atau berambut (glaborousskin) di lonjong, daerah muka, badan, lengan tegas dan gluteus. jamur (1,2) Makula eritematus berbatas dengan skuamadiatasnya, kadang-kadang disertai vesikal atau papul di tepinya. Lesi kadang berbentuk polisiklik akibat gabungan beberapa lesi. Daerah tengahnya biasanya lebih 3 Dermatitis Suatu penyakit kulit dengan (centralhealling)(1,2) Makula atau plak, Seboroik peradangan superfisial folikular, perifolkular berhubungan atau papul, berwarna kronis yang dengan peningkatan kemerahan sampai produksi sebum(seborrhea). kekuningan, yang Lokasi predileksinya adalah tertutup skuama area seboroik. Area seboroik basah atau adalah bagian tubuh yang berminyak, berbatas banyak kurang tegas dan terdapat kelenjar (2) 4. tenang Ptisiasis sebasea. Suatu penyakit kulit yang tidak terlalu gatal.(2) Lesi pertama Rosea ditandai dengan adanya lesi (Heraldpatch) awal berbentuk eritema dan berbentuk oval atau skuama anular, halus di badan (Heraldpatch)Beberapa minggu kemudian diameter dengan 2-4 cm, lesi berwarna eritamatus diikuti lesi lainnya yang atau hiperpigmentasi berukuran lebih kecil dengan terutama orang kulit jumlah yang lebih banyak di gelap) sepanjang skuama badan, dan terapat halus susunannya sejajar dengan dipinggirnya. kosta berikutnya timbul 4- pohon hingga menyerupai cemara terbalik disebut 10 hari setelah lesi pertama, 20 Lesi memberi Christmastreepattern. biasanya 5. Morbus hansen MB tipe akan Lesi sembuh gambaran yang khas, sama dengan lesi sendiri dalam waktu 4-10 pertama minggu. Tempat predileksi: dengan ukuran yang badan, lengan atas bagian lebih proksimal dan paha atas. membentuk Morbus Hansen merupakan Christmastreepattern. Kelainan pada kulit penyakit yang dapat berupa makula disebabkan eritematus batas tidak kronik, infeksi yang namun kecil dan oleh mycobacterium leprae tegas, yang gangguan sensibilitas bersifat obligat, intraselular yang pertama terhadap adanya suhu dan menyerang saraf tepi, dapat raba pada lesi yang menyerang mukosa dicurigai dan simetris mulut, saluran nafas bagian dengan jumlah lebih atas, dari 5 pada saraf tepi kulit, sistem retikulo endotelial, mata, otot, tulang biasanya dan testis kecuali susunan penebalan saraf yang saraf pusat. Kusta tipe MB disertai peradangan.(1) adalah semua timbul penderita kusta tipe BB, BL, dan LL atau apapun klinisnya positif. klasifikasi dengan BTA (1) 8. Penatalaksanaan Pengobatan anti psoriasis berspektrum luas baik secara topikal maupun sistemik telah tersedia. Sebagian besar obat-obatan ini memberikan efek sebagai imunomodulator. Sebelum memilih regimen pengobatan penting untuk menilai perluasan serta derajat keparahan psoriasis berdasarkan lesi pada pada luas permukaan tubuh. Derajat ringan dapat diberikan pengobatan topikal, derajat sedang hingga berat dapat diberikan topikal dan sistemik serta pada derajat berat dapat diberikan pengobatan sistemik. a. Topikal Preparat tar 21 Obat topikal yang sering digunakan adalah preparat tar, yang efeknya adalah penekanan sintesis DNA dengan dampak mengurangi aktivitas mitosis pada lapisan basal epidermis, bebeapa komponen tar juga berperan dalam aktivitas antiinflamasi. Preparat tar berguna pada keadaan-keadaan bila: psoriasis telah resisten terhadap steroid topikal sejak awal atau pemakaian pada lesi luas. Lesi yang melibatkan area yang luas sehingga pemakaian steroid topikal kurang tepat. Bila terdapat kontraindikasi pemberian obat-obat oral oleh karena terdapat penyakit sistemik. Coal tar dalam konsentrasi 5-20% terdapat dalam krim, ointment, dan pasta. tar sering dikombinasikan dengan asam salisilat 2-5% yang dengan efek kerotolitiknya menyebabkan peningktan absorpsi tar.(1,2,4,5,8) Kortikosteroid Kerja steroid topikal pada psoriasis diketahui beberapa cara, yaitu: 1. Vasokonstriksi untuk mengurangi eritema. 2. Sebagai antimitotik sehingga dapat memperlambat proliferasi seluler. 3. Efek antiinflamasi, dimana pada psoriasis terjadi peradangan kronis akibat aktivasi sel T, apabila terjadi lesi plak yang tebal dipilih kortikosteroid dengan potensi kuat seperti fluorinate, tiamcinolone 0,1% dan flucinolone topikal efektif untuk kebanyakan kasus psoriasis pada anak. Preparat hidrokortison 1-2,5% digunakan bila lesi sudah menipis. Kortikosteroid topikal memberikan hasil yang baik. Potensi dan vehikulum bergantung pada lokasinya. Pada skalp, muka dan daerah lipatan digunakan krim sedangkan tempat lain digunakan salap. Pada daerah muka, lipatan, dan genitaliaeksterna dipilih potensi sedang. Apabila digunakan potensi kuat maka akan terjadi efek samping yaitu telangiektasis.(1,2,4,5,7) Anthralin (Dithranol) Hampir sama dengan tar, antralin memiliki efek anti inflamasi ringan karena dapat mengikat asam nukleat, menghambat sintesis DNA dam menggabungkan uridin ke dalam RNA nukleus. Obat ini dikatakan efektif, namun kekurangannya ialah dapat mewarnai pakaian dan kulit. Konsentrasi yang digunakan biasanya 0,2-0,8% dalam pasta, salap, atau krim. Lama pemakaian hanya 15-30 menit sehari sekali untuk mencegah iritasi.(1,5,7) 22 Vitamin D analog (calcipotriol) Calcipotriol adalah vitamin D sintetik yang berkerja dengan cara menghambat proliferasi sel dan diferensiasi keratosit, meningkatkan diferensiasi terminal keratinosit. Efikasi calcipotriol tidak berkurang walaupun digunakan dalam jangka panjang. Calcipotriene yang digunakan dua kali sehari lebih efektif dibandingkan pengunanan sekali sehari. Dosis maksimum calcipotriene adalah 100 g/minggu. Calcipotriene sering digunakan dalam kombinasi atau rotasi dengan topikal steroid untuk memaksimalkan efektivas terapeutik dan meminimalkan terjadinya atropi pada kulit akibat penggunan steroid.(2,5,7) Tazaroten Tazaroten adalah obat retinoid generasi ketiga yang digunakan secara topikal. Cara kerja obat ini adalah menghambat proliferasi dan diferensiasi keratinosit dan menghambat proinflamasi pada sel radang yang menginfiltrasi kulit. Tazarotentersedia dalam bentuk gel dan krim dengan konsentrasi 0,05% dan 0,1%. Bila dikombinasikan dengan steroid topikal potensi sedang dan kuat akan mempercepat penyembuhan dan mengurangi iritasi. Efek sampingnya berupa iritasi berupa gatal, rasa terbakar dan eritema pada 30% kasus, juga bersifat fotosensitif. Emolien Emolien digunakan untuk mencegah kekeringan pada kulit sehingga melembutkan permukaan kulit. Emolien mengurangi skuama, mengurangi rasa nyeri pada permukaan kulit yang pecah, dan dapat mengontrol rasa gatal. Pada tubuh bagian ekstremitas atas dan bawah, biasanya digunakan salap dengan bahan dasar vaseline, fungsinya juga sebagai emolien dengan meningkatkan daya penetrasi bahan aktif Emolien paling baik digunakan segera sehabis mandi.(2,5) 23 Asam Salisilat Asam salisilat adalah obat keratolitik topikal yang bekerja mengurangi adhesi keratin dan menurunkan pH stratum korneum sehingga berakibat melunakkan plak dan mengurangi skuama. b. Sistemik Sitostatik Bila keadaan memberat dan terjadi eritroderma serta kelainan sendi dapat digunakan sitostatik. Sitostatik yang biasa digunakan adalah metotreksat (MTX). Bila lesi membaik dosis diturunkan secara perlahan. Kerja metotreksat adalah menghambat sintesis DNA dengan cara menghambat dihidrofolatreduktase. Obat ini bersifat hepatotoksik maka perlu dilakukan monitoring fungsi hati karena bersifat menekan mitosis secara umum. Siklosporin A Digunakan bila tidak berespon dengan pengobatan konvensional. Efeknya ialah imunosupresif. Dosis yang digunakan adalah 1-4 mg/kgBB/hari. Bersifat nefrotoksik dan hepatotoksik, gastrointenal, flu likesyndrome, hipertrikosis, hipertrofi gingiva, serta hipertensi. Hasil pengobatan untuk psoriasis baik, namun setelah obat dihentikan dapat terjadi kekambuhan.(1,4,7) Kortikosteroid Pemberian kortikosteroid sistemik masih kontroversial kecuali pada jenis eritroderma, psoriasis artritis, dan psoriasis pustula tipe von Zumbuch. Dimulai dengan prednison dosis rendah 30-60 mg (1-2 mg/kgBB/hari) atau steroid lain dengan dosis ekuivalen. Setelah membaik dosis diturunkan perlahan-lahan (tapperingoff). Kemudian diberikan dosis pemeliharaan. Penghentian obat secara mendadak akan menyebabkan kekambuhan dan dapat terjadi psoriasispustulusageneralisata.(1,4,2,7,8) Keberhasilan tatalaksana pada pasien dengan psoriasis ditentukan dengan klasifikasi psoriasis berdasarkan lesi pada luas permukaan tubuh (Body Surface Area), Psoriasis Area and Severity Index (PASI), atau Dermatology Life Quality Index(DLQI).(9) 24 9. Komplikasi Komplikasi dari psoriasis yakni dapat menyerang sendi dan menimbulkan psoriasis artritis. Jika menyerang telapak kaki dan tangan serta ujung jari disebut psoriasis pustul tipe barber. Namun jika pustul timbul pada daerah psoriasis dan juga kulit di luar lesi dan disertai gejala sistemik berupa panas atau rasa terbakar disebut psoriasis tipe zumbuch. Psoriasis eritroderma jika lesi psoriasis terdapat di seluruh tubuh dengan skuama halus disertai gejala malaise. 10. Prognosis Prognosis baik jika mendapat terapi yang efektif namun angka kekambuhan dan perbaikan spontan tidak dapat diduga sebelumnya. Jarang dilaporkan kematian karena psoriasis, tetapi biasanya angka kesakitan pasien akan meningkat akibat seringnya kekambuhan dari penyakit. 25 DAFTAR PUSTAKA 1. James WD, Elston DM, Berger TG. Andrew's Disease of the skin clinical dermatology. 11 ed. Canada: Saunders Elsevier; 2011. 2. Gudjonsson JE, Elder JT. Psoriasis. In: Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K, editors. Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine. 1. 8 ed. New York: McGraw-Hill Companies; 2012. p. 197-231. 3. Naldy L. Risk Factors for Psoriasis. Departement of Dermatology Azianda Ospeladiera Springer Science.2013;2:58-65 4. Griffiths CEM, Barker JNWN. Psoriasis. In: Burns T, Breathnach S, editors. Rook's Textbook of Dermatology. 1. 8 ed. Oxford: Wiley-Blackwell; 2010. p. 20.1-.44. 5. Cohen SN, Baron SE, et al. Guidance on the Diagnosis and Clinical Management of Psoriasis. Clinical and Experimental Dermatology: British Assosiation of Dermatology, January 2012;37.p.13-18 6. Boehncke WH. Etiology and Pathogenesis of Psoriasis. Departement of Dermatology and Venereology Geneva University Hospital, 2015.p.7-13 7. Kupetsky EA, Keller M. Psoriasis vulgaris: an evidence-based guide for primary care. JABFM. 2013;6(6):787-801. 8. Burfield L, Burden AD. Psoriasis. Departement of Dermatology Western Infirmary Glasgow UK. 2013.414.p334-9 9. Morwietz U, Kragballe K, Reich K et all. Definition of Treatment goals for Moderate to Severe Psoriasis: a European Consensus.dEBM Berlin. 2011 303:1-10 26