1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Faktor-faktor utama yang menyebabkan terjadinya gigi goyah yang
patologis adalah kehilangan tulang alveolar, perubahan inflamasi pada ligamen
periodontal, dan juga dapat disebabkan trauma dari oklusi (Newman dkk., 2006).
Menurut Stassler dan Brown (2001), perawatan yang lazim dilakukan bagi pasien
dengan masalah kegoyahan gigi adalah dengan splinting. Perawatan jenis ini
biasanya dilakukan untuk gigi goyah pasca perawatan periodontal, karena avulsi
dan pasca perawatan ortodontik dengan alat cekat.
Splinting merupakan suatu pilihan perawatan yang penting dalam
mengembangkan oklusi yang terapeutik (Rose dkk., 2004). Perawatan splinting
diperlukan untuk mengontrol gingivitis, periodontitis, dan pembentukan poket
(Stassler dan Brown, 2001). Penanganan splint biasanya dibuat dari kawat, resin
komposit etsa asam, resin akrilik dan alloi krom-kobalt. Perawatan menggunakan
splint yang terbuat dari bahan tersebut dapat memberikan hasil yang baik secara
fungsional walaupun metode perawatan ini memiliki kekurangannya seperti buruk
dari segi estetik dan perlunya preparasi gigi (bagi splint semi-permanen) (Wolf
dkk., 2007).
Valittu (2008) telah menyatakan bahwa, fiber reinforced composite (FRC)
adalah satu bahan baru yang berasal dari material dental bukan logam yang
memiliki potensi besar dalam aplikasi kedokteran gigi. Fiber reinforced
1
2
composite merupakan pilihan atau alternatif yang amat baik untuk memberikan
stabilitas kepada gigi yang goyah. Terdapat banyak keunggulan yang dimiliki
FRC, antaranya adalah, estetika yang baik, kekuatan mekanis yang baik, tidak
korosif, dan mempunyai kekuatan perlekatan yang baik (Freilich dkk., 2000).
Fiber reinforced composite merupakan bahan yang tersusun dari matriks
polimer yang diperkuat fiber yang tipis dan halus. Kombinasi matriks dan fiber
menghasilkan konstruksi yang lebih kuat dan relatif ringan (McCabe dan Walls,
2008). Matriks berperan sebagai penghantar stress dan melindungi fiber dari
pengaruh lingkungan yang merugikan seperti kelembaban, kimia, dan goncangan
mekanik (Zhang dan Matinlinna, 2012). Matriks yang digunakan pada FRC untuk
tujuan splinting adalah flowable resin composite. Resin tipe ini terdiri dari
bisphenol α-glycidylmethacrylate (bis-GMA) dan urethane dimethacrylate
(UDMA) (Van Noort, 2007).
Fiber dalam FRC berperan sebagai material penguat yang memberikan
kekuatan dan kekakuan yang didukung matriks (Freilich dkk., 2000). Fiber yang
diaplikasikan dalam pembuatan FRC terdiri dari 2 tipe, yaitu sintetik dan alami.
Tipe fiber yang sering digunakan pada FRC adalah dari tipe sintetik, yaitu ultra
high molecular weight polyethylene (UHMWPE) (Zhang dan Matinlinna, 2012).
Dewasa ini, para peneliti telah melaporkan bahwa beberapa jenis fiber sintetik
yang digunakan dalam material komposit dapat membahayakan kesehatan
manusia. Penelitian terhadap fiber alami telah dikembangkan dan telah didapat
fiber alami adalah pengganti yang baik karena tidak berbahaya bagi manusia,
ramah lingkungan dan memiliki sifat mekanis yang baik. Contoh fiber alami
3
adalah seperti serat daun nanas, serat batang pisang, sutera, dan serat daun agave
(Ben Cheikh dkk., 2003; Chandramohan dan Marimuthu, 2011).
Orientasi fiber adalah posisi fiber disusun pada matriks FRC. Tipe
orientasi fiber adalah berbeda bagi jenis continuous fiber dan discontinuous fiber.
Orientasi continuous fiber dapat berupa penyusunan fiber secara unidirectional
(fiber dengan satu arah), bidirectional (fiber dengan dua arah), atau
multidirectional (fiber dengan lebih dari dua arah). Orientasi discontinuous fiber
adalah secara unidirectional (acak atau sejajar). Orientasi fiber yang berbeda
dapat memberikan kekuatan mekanis yang berbeda disebabkan susunan fiber pada
matriks dapat berdekatan atau jauh antara satu fiber dengan fiber yang lain
(Mallick, 2007).
Fiber reinforced composite dalam aplikasi splinting akan selalu berada
dalam lingkungan yang dinamis. Terdapat banyak gaya dalam rongga mulut,
terutama pada proses mastikasi. Tekanan flexural merupakan salah satu gaya yang
akan muncul pada saat mastikasi (Anusavice, 2004). Wahyu, (2012), telah
mendefiniskan kekuatan flexural sebagai tegangan bending terbesar yang dapat
diterima akibat pemberian tekanan dari luar tanpa mengalami deformasi yang
besar.
Orientasi fiber dapat mempengaruhi besarnya pembebanan luar yang dapat
diterima oleh FRC, sehingga diperlukan pemilihan orientasi fiber yang tepat untuk
memaksimalkan kemampuan FRC dalam menahan gaya dan tekanan selama
berada di dalam lingkungan rongga mulut (Dyer dkk., 2004).
4
B. Rumusan Masalah
Apakah ada perbedaan orientasi fiber terhadap kekuatan flexural fiber
reinforced composite jenis Agave sisalana?
C. Tujuan Penelitian
Mengetahui perbedaan orientasi fiber terhadap kekuatan flexural fiber
reinforced composite jenis Agave sisalana.
D. Keaslian Penelitian
Penelitian mengenai perbedaan orientasi fiber terhadap kekuatan mekanis
fiber reinforced composite sudah pernah dilakukan oleh Dyer dkk. Penelitian
tersebut menggunakan fiber jenis UHMWPE ribbon, R-Glass, dan E-Glass dan
telah dilakukan pengujian fracture load sedangkan pada penelitian ini. Fiber yang
akan digunakan adalah fiber alami, agave sisalana dan diuji kekuatan flexural.
E. Manfaat Penelitian
1. Menjadi dasar penelitian lebih lanjut tentang kekuatan flexural fiber reinforced
composite menggunakan fiber Agave sisalana.
2. Dapat dijadikan pertimbangan dokter gigi untuk mengetahui orientasi fiber
yang terbaik dalam pengaplikasian FRC jenis Agave sisalana dalam splinting.
3. Memberikan alternatif fiber penguat kepada dokter gigi dalam pembuatan splint
bagi pasien yang alergi atau iritasi fiber sintetik.
Download