ANALISIS EFEK MEDIASI MOTIVASI PADA HUBUNGAN GAYA

advertisement
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG BANK UMUM, JASA PERBANKAN
DAN MASYARAKAT EKONOMI ASEAN
2.1 Tinjauan Bank Umum, Fungsi dan Jenis-jenis Bank
2.1.1.
Pengertian Bank dan Dasar Hukum
Perkembangan era globalisasi saat ini
untuk
memenuhi
sistem
keuangan dan sistem pembayaran pada suatu negara memerlukan bank sebagai
lembaga keuangan yang berada di dalamnya. Pada kegiatan sehari-hari lembaga
keuangan, yaitu bank melayani masyarakat dalam bentuk menerima simpanan,
menukar uang, memindahkan uang dan menerima segala macam bentuk
pembayaran dan setoran lainnya. Untuk itu, bank merupakan suatu lembaga
keuangan yang eksistensinya tergantung mutlak pada kepercayaan nasabahnya
yang menaruh kepercayaan dana dan jasa-jasa lainnya melalui bank tersebut dan
masyarakat luas pada umumnya.1
Secara terminologi bank berasal dari bahasa Italia banca yang memiliki arti
bence, yaitu suatu bangku tempat duduk atau uang.2 Hal ini memiliki pengertian
bahwa pada zaman pertengahan dahulu, para pihak bankir yang berasal dari Italia
yang memberikan pinjaman dalam melakukan kegiatan usahanya dengan duduk
pada bangku-bangku di halaman pasar. Dalam perkembangannya, istilah bank
dimaksudkan sebagai suatu jenis pranata finansial yang melaksanakan jasa-jasa
keuangan yang cukup beraneka ragam, seperti pinjaman, memberi pinjaman,
mengedarkan mata uang, mengadakan pengawasan terhadap mata uang, bertindak
1
2
Adrian Sutedi, op.cit, h.1.
Djoni S. Gozali & Rachmadi Usman, op.cit, h. 134.
sebagai tempat penyimpanan untuk benda-benda berharga, dan membiayai usahausaha perusahaan.3 Pengertian yang hampir sama dan lebih sempurna dalam
perkembangannya, menyebutkan bahwa istilah bank berubah menjadi suatu jenis
kegiatan keuangan, yang melakukan kegiatan pelayanan dalam bentuk jasa-jasa
keuangan yang banyak bentuknya, seperti mengedarkan mata uang, menyimpan
uang, memberikan kredit pinjaman, melakukan pengawasan terhadap peredaran
mata uang, sebagai tempat penyimpanan untuk benda-benda berharga, membiayai
usaha-usaha dalam perusahaan dan kegiatan lainnya yang berhubungan dengan
perbankan.4 Dalam Black’s Law Dictionary, pengertian bank adalah Bank is an
institution,of great value in commercial world, empowered to receive deposits of
money to make loans and issue its promissory notes (designed to circulate as
money, to make loans and commonly called “bank notes” or “bank bills”) or to
perform anyone or more of these functions.5 Sepaham dengan pengertian dalam
Black’s Law Dictionary, menurut Kamus besar bahasa Indonesia, bank adalah
usaha di bidang keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa di lalu
lintas pembayaran dan peredaran uang. Dalam kamus lainnya menyebutkan bahwa
“bank” diartikan sebagai :
1.
Menerima deposito uang, custody, menerbitkan uang, untuk
memberikan pinjaman dan diskonto, memudahkan penukaran fundfund tertentu dengan cek, notes, dan lain-lain, dan juga bank
3
Munir Fuady, 2003, Hukum Perbankan Modern : Buku Kesatu, Citra Aditya Bakti,
Bandung,(selanjutnya disebut Munir Fuady II), h. 13
4
Ibid, h.135.
5
Bryan A.Garner,2004, Black’s Law Dictionary,8th edition,Thomson West,St.Paul,
Minesota, p. 350.
memperoleh keuntungan dengan meminjamkan uangnya dengan
memungut bunga.
2.
Perusahaan yang melaksanakan bisnis bank tersebut.
3.
Gedung atau kantor tempat dilakukannya transaksi bank atau tempat
beroperasinya perusahaan perbankan.6
Beberapa pakar hukum memberikan pendapatnya mengenai definisi dari
bank. Hermansyah pada dasarnya menyatakan bahwa bank adalah “badan usaha
yang
menjalankan
kegiatan
menghimpun
dana
dari
masyarakat
dan
menyalurkannya kembali kepada pihak-pihak yang membutuhkan dalam bentuk
kredit dan memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.”7 R. Tjipto Adinugroho
memberikan pendapat bahwa, “bank adalah lembaga atau badan yang mempunyai
pekerjaan memberikan kredit, menerima kredit berupa simpanan (deposito)
disamping mengenai kiriman uang dan sebagainya.”8 O.P Simorangkir dalam buku
Hukum Perbankan karangan Sentosa Sembiring memberikan pengertian, bank
merupakan salah satu badan usaha lembaga keuangan yang bertujuan memberikan
kredit dan jasa-jasa. Adapun pemberian kredit itu dilakukan baik dengan modal
sendiri atau dengan dana-dana yang dipercayakan oleh pihak ketiga maupun
dengan jalan memperedarkan alat-alat pembayaran baru berupa uang giral.9
Berdasarkan beberapa pengertian mengenai bank yang telah diuraikan
diatas diketahui bahwa usaha bank lebih terarah, tidak semata-mata memutar uang
6
Munir Fuady II, op.cit., h. 13-14
Hermansyah,op.cit, h. 8
8
R.Tjipto Adinugroho, 2000, Perbankan dan Masalah Permodalan Dana Potensial,
Pradnya Paramita, Jakarta, h. 15
9
Sembiring, Sentosa, 2012, Hukum Perbankan, Mandar Maju, Bandung, h. 1
7
untuk mencari keuntungan perusahaan, tetapi undang-undang menghendaki agar
taraf hidup rakyat dapat ditingkatkan. Hal ini merupakan salah satu tanggung jawab
bank dalam rangka mewujudkan cita-cita negara Indonesia untuk mencapai
masyarakat adil dan makmur. Oleh karena itu, dalam kehidupan sehari-hari, bank
tidak boleh terlepas dari kegiatan pembangunan. Setiap kegiatan bank harus
berhasil guna, bagi kepentingan masyarakat.
Dasar hukum mengenai pemberlakuan sistem hukum perbankan di
Indonesia yaitu bersumber pada tempat ditemukannya hukum dan perundangundangan perbankan, yakni hukum positif. Sumber hukum tersebut berupa
ketentuan perbankan yang sedang berlaku pada saat ini. Ketentuan yang secara
khusus mengatur atau yang berkaitan dengan perbankan tersebut dapat ditemukan
dalam :
1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Buku II tentang Kebendaan
dan Buku III tentang Perikatan.
2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
3. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
4. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen.
5. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa
dan Sistem Nilai Tukar.
6. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas.10
Berdasarkan Pasal 1 angka 2 Undang-undang No. 7 Tahun 1992
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang
Perbankan menetapkan bahwa “bank adalah badan usaha yang menghimpun dana
dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat
dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan
taraf hidup rakyat banyak.” Berdasarkan pengertian diatas dapat dijelaskan bahwa
bank memiliki fungsi sebagai perantara keuangan dengan usaha utama
menghimpun dana dan menyalurkan dana masyarakat serta memberikan jasa-jasa
lainnya yang pada wajarnya dilakukan oleh bank dalam ruang lingkup pembayaran.
Kegiatan awal bank dalam ruang lingkup perbankan adalah mencari dana dari
masyarakat umum secara luas atau disebut dengan kegiatan funding dilakukan
dengan cara membeli. Tahapan pembelian dana dari masyarakat ini merupakan
salah satu strategi bank untuk menarik minat masyarakat untuk menanamkan
dananya dalam bentuk simpanan. Untuk menarik minat tersebut, bank menerapkan
program berupa balas jasa yang akan diberikan oleh masyarakat yang
menyimpankan dananya pada bank tersebut. Balas jasa tersebut bentuknya dapat
berupa hadiah, bagi hasil, pelayanan yang baik dan optimal dan balas jasa lainlainnya. Semakin tinggi balas jasa yang diberikan oleh pihak bank, maka akan
menambah minat para masyarakat untuk menyimpan uangnya.
10
Santoso AZ.,Lukman, 2011, Hak dan Kewajiban Hukum Nasabah Bank, Pustaka
Yustisia, Jakarta, h. 25-26
2.1.2. Fungsi dan Jenis-jenis Bank
Fungsi dan peran bank umum dalam perekonomian sangat penting dan
strategis, dalam hal menopang kekuatan dan kelancaran sistem pembayaran dan
efektivitas kebijakan moneter. Fungsi bank umum seperti yang diuraikan di bawah
ini menunjukkan pentingnya keberadaan bank umum dalam perekonomian modern:
(1) penciptaan uang, (2) mendukung kelancaran mekanisme pembayaran, (3)
penghimpunan dana simpanan, (4) mendukung kelancaran transaksi internasional,
(5) penyimpanan barang-barang dan surat-surat berharga, (6) pemberian jasa-jasa
lainnya.
Perbankan nasional mempunyai fungsi dan tujuan dalam kehidupan
ekonomi nasional bangsa Indonesia, yaitu:
1. Bank sebagai financial intermediary dengan kegiatan usaha pokok
menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat atau pemindahan dana
masyarakat dari unit surplus kepada unit defisit atau pemindahan uang dari
penabung kepada peminjam.11 Fungsi bank sebagai financial intermediary
adalah sebagai perantara penghimpunan dan penyaluran dana masyarakat
serta memberikan jasa-jasa lainnya dalam lalulintas pembayaran. Dua
fungsi tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Bank
juga bertindak sebagai perantara atau penghubung antara nasabah yang satu
dan yang lainnya jika keduanya melakukan transaksi. Wujud utama fungsi
bank sebagai financial intermediary pada bank-bank swasta tercermin
melalui produk jasa yang dihasilkannya antara lain :
11
Gazali, Djoni S dan Rachmadi Usman, op.cit, h. 141
a. Menerima titipan pengiriman uang, baik dalam maupun luar negeri;
b. Melaksanakan jasa pengamanan barang berharga melalui safe
deposit box;
c. Menghimpun dana melalui giro, tabungan dan deposito;
d. Menyalurkan dana melalui pemberian kredit.
e. Penjamin emisi bagi perusahaan-perusahaan yang akan menjual
sahamnya;
f. Mengadakan transaksi pembayaran dengan luar negeri dalam bidang
trade financing letter of credit.
g. Menjembatani kesenjangan waktu, terutama dalam transaksi valuta
asing dan lalu lintas devisa.
2. Bank memiliki fungsi sebagai penghimpunan dan penyaluran dana dari
masyarakat tersebut bertujuan menunjang sebagian tugas penyelenggaraan
negara, yakni:
1. Menunjang pembangunan nasional, termasuk pembangunan daerah;
bukan melaksanakan misi pembangunan suatu golongan apabila
perseorangan; jadi perbankan Indonesia diarahkan untuk menjadi agen
pembangunan (agent of development).
2. Dalam rangka mewujudkan trilogi pembangunan nasional, yakni:
1) Meningkatkan pemerataan kesejahteraan rakyat banyak, bukan
kesejahteraan segolongan orang atau perseorangan saja;
melainkan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia tanpa
terkecuali.
2) Meningkatkan
pertumbuhan
ekonomi
nasional,
bukan
pertumbuhan ekonomi segolongan orang atau perorangan,
melainkan pertumbuhan ekonomi seluruh rakyat Indonesia,
termasuk pertumbuhan ekonomi yang diserasikan.
3) Meningkatkan stabilitas nasional yang sehat dan dinamis, yakni
meningkakan taraf hidup dan kesejahteraan rakyat banyak,
artinya tujuan yang hendak dicapai oleh perbankan nasional
adalah meningkatkan pemerataan taraf hidup dan kesejahteraan
rakyat Indonesia, bukan segolongan atau perseorangan saja.
3. Dalam menjalankan fungsi sebagaimana tersebut diatas maka
perbankan
Indonesia harus mampu melindungi secara baik apa yang dititipkan oleh
masyarakat dengan menerapkan prinsip kehati-hatian (prudential banking)
dengan cara :
a. Efisien, sehat, wajar dalam persaingan yang sehat yang semakin
mengglobal atau mendunia.
b.
Menyalurkan dana masyarakat tersebut ke bidang-bidang yang
produktif bukan konsumtif.
4. Bank juga memiliki fungsi untuk peningkatan perlindungan dana
masyarakat yang dipercayakan pada bank, selain melalui penerapan prinsip
kehati-hatian. Juga pemenuhan ketentuan persyaratan kesehatan bank, serta
sekaligus berfungsi untuk mencegah terjadinya praktik-praktik yang
merugikan kepentingan masyarakat luas.12
12
Gazali, Djoni S dan Rachmadi Usman, op.cit, h. 142
Berdasarkan uraian diatas maka dapat diketahui bahwa fungsi perbankan
nasional tidak hanya sebagai wadah penghimpun dan penyalur dana masyarakat
atau antara penabung dan peminjam (investor), tetapi fungsinya akan diarahkan
kepada peningkatan taraf hidup masyarakat agar menjadi lebih baik dan sejahtera
daripada sebelumnya. Disamping fungsinya yang amat penting, disamping untuk
mendapatkan keuntungan bagi institusi bank itu sendiri, bank mempunyai potensi
yang mesti diperhitungkan kualitas sistemik bank. Faktanya adalah tindakan bankbank besar dapat membahayakan seluruh sistem.13
Bank memiliki kewajiban untuk menjaga kestabilan nilai uang dalam
mendorong kegiatan ekonomi dan perluasan kesempatan kerja. Secara umum, bank
dalam menjalankan tugasnya memiliki 5 fungsi pokok, yaitu:
1. Menghimpun dana
Bank dalam menghimpun dana berasal dari 3 sumber, yaitu:
a. Berasal dari masyarakat dalam bentuk deposito, bank garansi,
simpanan giro, wesel, dana endapan L/C, dan lain sebagainya.
b. Berasal dari lembaga penanaman modal, yaitu seperti koperasi, dana
pensiun, reksa dana, asuransi dan lain sebagainya.
c. Berasal dari dunia usaha dan masyarakat lain
2.
Pemberian kredit
Bank dalam menjalankan fungsinya, sehubungan dengan pemberian
kredit, harus cermat melihat dan memperhitungkan likuiditas agar tidak
13
Rethel, Lena, and Sinclair, Timothy J., 2012, Problem with Banks, Zed Books, London,
GBR:, 2012. ProQuest ebrary. Web. 11 June 2016, p. 123
membahayakan pemenuhan kewajiban kepada nasabah, jika sewaktuwaktu diperlukan.
3.
Memperlancar ruang lingkup pembayaran
Fungsi ini dilaksanakan dalam berbagai bentuk, yaitu dalam hal
pengiriman uang, pemberian jaminan bank, pembukaan L/C dan
inkaso.
4.
Media kebijakan moneter
Bank sebagai penerima simpanan giro sering dikatakan sebagi lembaga
yang memiliki kemampuan untuk menciptakan uang.
5.
Penyedia
informasi,
pemberian
konsultasi,
dan
bantuan
penyelenggaraan administrasi.
Informasi suku bunga, konsultasi investasi, bantuan administrasi
proyek dan lain sebagainya sudah sering dilakukan oleh bank-bank
pada saat ini.
6.
Bank memiliki fungsi sebagai agen dalam pembangunan baik untuk
menunjang pembangunan nasional maupun pembangunan pada daerah
dan bukan melaksanakan misi pembangunan suatu golongan.
7.
Bank dalam menjalankan fungsinya mampu melindungi secara baik apa
yang dititipkan oleh masyarakat kepadanya dengan menerapkan prinsip
kehati-hatian.
Menurut O.P Simorangkir, tiga tugas yang dilakukan oleh lembaga
perbankan, adalah operasi perkreditan secara aktif (bank menciptakan/memberikan
kredit), operasi perkreditan secara pasif (bank menerima simpanan masyarakat) dan
bank sebagai perantara pemberi kredit.14
Berdasarkan Pasal 3 Undang-undang No. 7 Tahun 1992 sebagaimana telah
diubah dengan Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan menetapkan
bahwa “fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan
penyalur dana masyarakat. Selain itu, perbankan Indonesia juga memiliki tujuan
sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 4 Undang-undang Perbankan bahwa
“perbankan Indonesia bertujuan untuk menunjang pelaksanaan pembangunan
nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, stabilitas
nasional kearah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak.
Jenis-Jenis bank dapat dilihat dari bidang usahanya, dari segi
kepemilikannya dan dari segi operasionalnya. Melihat dari bidang usahanya bank
dibagi menjadi bank umum, bank perkreditan rakyat, dan khusus. Bank umum
adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau
berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa-jasa dalam
lalu lintas pembayaran.15 Berdasarkan Pasal 6 Undang-undang No. 7 Tahun 1992
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang
Perbankan usaha bank umum meliputi: pemberian kredit, menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan berupa: giro, sertifikat deposito, tabungan,
deposito berjangka, dan atau bentuk lainnya, menerbitkan surat pengakuan utang
membeli,menjual atau menjamin atas risiko sendiri maupun untuk kepentingan dan
14
Simorangkir,O.P, 2004, Pengantar Lembaga Keuangan Bank dan Nonbank, Ghalia
Indonesia, Jakarta, h.11
15
Sentosa Sembiring, op.cit. h. 5.
atas perintah nasabahnya. Sama halnya dengan bank umum, bank syariah,
menjalankan dan menjamin kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak,
melakukan kegiatan anjak usaha kartu kredit dan kegiatan wali amanat, serta
melakukan kegiatan lain yang wajar dilakukan oleh bank sepanjang tidak
bertentangan dengan undang-undang dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Siswanto Sutojo dalam kepustakaan hukum perbankan mengemukakan
bahwa kegiatan utama bank umum adalah menunjang kelancaran mekanisme
pembayaran di masyarakat, mengumpulkan dana dari masyarakat, memberikan
kredit koorporasi, menyediakan jasa penunjang perdagangan internasional,
menyediakan jasa pialang surat berharga, dan menyediakan jasa penitipan barang
berharga dan surat bernilai.16 Sesuai dengan perkembangannya usaha bank umum
dalam melaksanakan tugasnya berkembang selaras dengan perkembangan
masyarakat dan bisnis.
Berdasarkan Pasal 1 angka 4 Undang-undang No. 7 Tahun 1992
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang
Perbankan menetapkan bahwa bank perkreditan rakyat adalah “bank yang
melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan Prinsip Syariah
yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.”
Tidak ada perbedaan yang sangat signifikan terhadap bank umum dengan BPR,
kecuali dalam hal bidang pelayanan jasa dalam lalu lintas pembayaran hanya
diberikan kepada bank umum. Berdasarkan Pasal 13 Undang-Undang Perbankan
menetapkan bahwa bidang usaha BPR, yaitu:
16
Ibid, h. 7.
a. menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito
berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan
itu;
b. memberikan kredit;
c. menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan Prinsip
Syariah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
d. menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI),
deposit berjangka, sertifikat deposito, dan/atau tabungan pada bank lain.
BPR sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 14 Undang-undang
Perbankan menetapkan bahwa BPR dilarang, yaitu:
a. menerima simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu lintas
pembayaran;
b. melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing;
c. melakukan penyertaan modal;
d. melakukan usaha perasuransian;
e. melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13.
Jadi, dapat dilihat bahwa bidang usaha yang dapat dilakukan oleh BPR tidak
seluas bidang usaha yang dapat dilakukan oleh bank umum. Disamping adanya
bank umum dan BPR, selanjutnya terdapat bank khusus. Berdasarkan Pasal 5 ayat
(2) Undang-undang Perbankan menetapkan bahwa “bank Umum dapat
mengkhususkan diri untuk melaksanakan kegiatan tertentu atau memberikan
perhatian yang lebih besar kepada kegiatan tertentu.” Pengertian yang dimaksud
dengan mengkhususkan diri untuk melaksanakan kegiatan tertentu adalah
melaksanakan kegiatan pembiayaan dalam waktu jangka panjang, pembiayaan
untuk mengembangkan koperasi, pengembangan pengusaha golongan ekonomi
lemah atau pengusaha kecil, pengembangan ekspor nonmigas dan pengembangan
pembangunan perumahan.
Adapula jenis Bank menurut kegiatannya, yaitu :
a.
Corporate Bank, adalah bank yang pelayanannya berskala besar
b.
Retail Bank, adalah bank yang pelayanannya berskala kecil
c.
Retail Corporate Bank, adalah bank yang pelayanan berskala besar
dan kecil
Dari segi kepemilikannya, dikenal adanya bank milik negara, dalam arti
modal bank yang bersangkutan berasal dari pemerintah baik pemerintah pusat
maupun pemerintah daerah. Bank milik negara sering juga dikenal dengan istilah
bank milik pemerintah. Selanjutnya, adalah bank milik swasta, yang dapat dibagi
menjadi 3 kategori, yaitu:
a. Swasta nasional adalah modal bank yang bersangkutan dimiliki oleh warga
negara Indonesia secara individual dan/atau badan hukum Indonesia.
b. Swasta asing adalah modal bank tersebut dimiliki oleh warga negara asing
dan/atau badan hukum asing.
c. Bank campuran adalah bank umum yang didirikan bersama satu atau lebih
bank umum yang berkedudukan di Indonesia dan didirikan oleh warga
negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia yang dimiliki
sepenuhnya oleh warga negara Indonesia, dengan satu atau lebih bank yang
berkedudukan di luar negeri.
Dilihat dari segi operasionalnya ruang lingkup bidang usahanya dapat
dibagi menjadi 2 golongan, yaitu:
a. Bank devisa adalah bank yang memperoleh surat keputusan dari bank
Indonesia untuk melakukan transaksi perdagangan dengan menggunakan
valuta asing.
b. Bank non devisa adalah bank yang tidak dapat melakukan transaksi
pembayaran dengan menggunakan valuta asing.
Berdasarkan Pasal 3 ayat (2) Undang-undang No. 24 Tahun 1999 tentang
Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar menetapkan bahwa “setiap penduduk
wajib memberikan keterangan dan data mengenai kegiatan lalu lintas devisa yang
dilakukannya secara langsung atau melalui pihak lain yang ditetapkan oleh bank
Indonesia.” Keterangan dan data mengenai kegiatan lalu lintas devisa meliputi :
tujuan transaksi, nilai dan jenis transaksi, pelaku transaksi dan negara tujuan atau
asal pelaku transaksi. Jadi, menurut segi operasionalnya dan penjelasan diatas
bahwa bank merupakan lembaga yang dapat melayani transaksi perdagangan
internasional dengan menggunakan devisa dan bank harus mengikuti setiap
ketentuan peraturan yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia.
Perkembangan dunia perbankan menawarkan jasa yang paling utama adalah
penghimpunan dana. Dana yang dihimpun berasal dari masyarakat, menjadi dasar
pokok dari dana yang dikelola oleh bank untuk memperoleh keuntungan.
Berdasarkan Pasal 1 angka 5 Undang-undang No. 7 Tahun 1992 sebagaimana telah
diubah dengan Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan
penghimpunan dana dari masyarakat dihimpun dalam bentuk simpanan, yaitu
tabungan, giro, deposito berjangka, sertifikat deposito dan/atau bentuk
penghimpunan dana yang lain yang dipersamakan dengan itu. Namun BPR hanya
dapat menghimpun dana hanya dalam bentuk deposito berjangka sebagaimana
ketentuannya telah diatur dalam Undang-undang Perbankan.
Kegiatan usaha dalam kegiatan perbankan memiliki jasa-jasa yang wajib
dilakukan oleh setiap bank, yaitu:
a. Pemberian kredit
Kata kredit berasal dari bahasa latin creditus yang merupakan bentuk past
participle dari kata credere yang berarti to trust atau faith (kepercayaan).17 Dalam
hubungan kredit ini bahwa kreditur dengan kreditur mempunyai kepercayaan
bahwa debitur dalam waktu dan dengan syarat-syarat yang telah disetujui bersama
dan dapat mengembalikan kredit yang bersangkutan. Achmad Anwari memberikan
pengertian tentang kredit, yaitu suatu pemberian prestasi oleh satu pihak kepada
pihak lain dan prestasi (jasa) itu akan dikembalikan lagi pada waktu tertentu yang
akan datang dengan disertai suatu kontra prestasi. Berdasarkan Pasal 1 angka 11
Undang-undang No. 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undangundang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan menetapkan bahwa “kredit adalah
penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan
persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain
yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu
tertentu dengan pemberian bunga”. Tujuan kredit adalah untuk mengembangkan
pembangunan dengan berdasarkan prinsip eknomi, yaitu dengan pengorbanan
sekecil-kecilnya dapat diperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya maka pada
umumnya tujuan kredit secara ekonomis adalah untuk mendapat keuntungan.18
Indonesia sebagai negara yang sedang membangun tujuan utama kredit untuk
mensukseskan pembangunan. Oleh karena itu, terdapat beberapa program kredit
berupa bantuan yang berasal dari pemerintah dengan tujuan membantu masyarakat
17
Rudyanti Dorotea Tobing, 2014, Hukum Perjanjian Kredit, Laksbang Grafika,
Yogyakarta, h. 178.
18
Rudyanti Dorotea Tobing, 2015, Aspek-Aspek Hukum Bisnis, Laksbang Grafika,
Yogyakarta, (Selanjutnya disebut Rudyanti Dorotea Tobing II), h. 102.
untuk ikut berperan serta di dalam pembangunan. Bank dalam memberikan jaminan
kredit harus memenuhi persyaratan yang baik atau ideal sebagaimana menurut R.
Subekti, yaitu:19
1. Dapat secara mudah membantu perolehan kredit itu oleh pihak yang
memerlukan;
2. Jaminan tidak melemahkan potensi si pencari kredit untuk melakukan
usahanya; dan
3. Jaminan tersebut memberikan kepastian kepada si pemberi kredi dalam
arti jaminan setiap waktu tersedia untuk dieksekusi adalah bila perlu
dapat mudah diuangkan untuk melunasi hutangnya si penerima kredit.
Jaminan yang diberikan debitur harus dibuat perjanjian antara debitur dan
pemilik barang yang disebut dengan pengikatan jaminan. Semua perjanjian
pengikatan jaminan bersifat accesoir yang artinya perjanjian pengikatan jaminan
eksistensita atau keberadaanya tergantung pada perjanjian pokoknya, yaitu
perjanjian kredit. Dengan demikian kedudukan perjanjian jaminan yang
dikontruksikan sebagai perjanjian accesoir mempunyai akibat hukum, yaitu:
eksistensinya tergantung pada perjanjian pokok, yaitu perjanjian kredit, Hapusnya
tergantung perjanjian kredit, Jika perjanjian kredit batal, maka jaminan ikut menjadi
batal, jika perjanjian pokok beralih maka ikut beralih juga perjanjan jaminan dan
jika perjanjian pokok beralih karena cessi, subrogasi maka ikut beralih juga
perjanjian tanpa adanya penyerahan khusus.20 Apabila suatu perjanjian kredit
19
20
Ibid, h. 109.
Sutarno, 2005,Aspek-Aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, Alfabeta, Bandung, h. 148.
berakhir karena kreditnya telah dilunasi maka berakhir pula perjanjian pengikatan
jaminan.
b. Jasa pengiriman uang (transfer)
Transfer adalah suatu kegiatan jasa bank untuk memindahkan sejumlah
dana tertentu sesuai dengan perintah si pemberi amanat yang ditujukan untuk
keuntungan seseorang yang ditunjuk sebagai penerima transfer. Menurut bank
dunia dan Bank for International Settlements dalam General Principles for
International Remittance Service Consultative Report March 2006 menetapkan
bahwa kegiatan pengiriman uang dilakukan tanpa adanya kompensasi imbal balik
berupa barang atau jasa dari penerima kepada pengirim atau sebaliknya. 21 Hal ini
berarti penyelenggara tidak harus membuktikan apakah pengiriman uang yang
dilakukan terdapat kompensasi atau imbal balik barang atau jasa. Berdasarkan Pasal
6 huruf e Undang-undang No. 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan
Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan menetapkan bahwa jasa
pengiriman uang merupakan salah satu kegiatan usaha perbankan. Jasa pengiriman
uang melalui bank memberikan beberapa keuntungan bagi nasabah, yaitu:
1. Bagi nasabah akan mendapatkan pengiriman uang lebih cepat, aman
sampai tujuan, pengiriman dapat dilakukan lewat telepon melalui
pembebanan rekening dan prosedur mudah dan murah; dan
2. Bagi bank akan memperoleh biaya kirim, biaya provisi dan komisi
dalam pelayanan kepada nasabah.
21
Djoni S Gazali & Rachmadi Usman, op.cit, h. 377.
c. Jasa Inkaso
Inkaso adalah kegiatan jasa bank untuk melakukan amanat dari pihak ke tiga
berupa penagihan sejumlah uang kepada seseorang atau badan tertentu di kota lain
yang telah ditunjuk oleh si pemberi amanat atas surat berharga, dalam rupiah atau
valuta asing seperi cek, kuitansi, surat aksep, dan lain-lain.22 Inkaso dapat
dibedakan menjadi 2 macam, yaitu:
1. Inkaso
berdokumen,
yaitu
apabila
surat-surat
berharga
yang
diinkasokan itu disertai dengan dokumen-dokumen lain yang mewakili
barang dagangan, seperti konosemen, faktur, polis asuransi, dan lainlain.
2. Inkaso tak berdokumen, yaitu apabila surat-surat berharga yang
dinkasokan itu tidak disertai dokumen-dokumen yang mewakili barang.
Inkaso memberikan manfaat bagi nasabah, yaitu nasabah pengirim tidak
perlu menagih sendiri atau mendatangi sendiri pihak yang ditagih, yang berada
ditempat lain, cukup dengan menyerahkan surat tagihan tersebut kepada bank dan
nasabah dapat mengemat tenaga biaya serta keamanan pun terjamin.
d. Bank Garansi
Menurut ketentuan dalam bank Indonesia yang dimaksud dengan bank
garansi adalah jaminan pembayaran yang diberikan kepada pihak penerima jaminan
(bisa perorangan atau perusahaan), apabila pihak yang dijamin tidak dapat
memenuhi kewajiban atau cidera janji.23 Manfaat bank garansi adalah sebagai
22
23
Hermansyah, op.cit, h. 85.
Djoni S Gazali & Rachmadi Usman, op.cit, h. 404.
sarana untuk memperlancar lalu lintas barang dan jasa dan penerima jaminan tidak
akan menderita kerugian bila pihak yang dijamin melalaikan kewajiban karena
penerima jaminan akan mendapat ganti rugi (pembayaran) dari bank. Tujuan
pemberian bank garansi oleh pihak bank kepada penerima jaminan adalah24
Memberikan bantuan fasilitas dan kemudahan dalam memperlancar
transaksi;
1. Bagi pemegang jaminan bank garansi untuk memberikan keyakinan
bahwa pemegang jaminan tidak akan menderita kerugian apabila pihak
yang dijaminkan melalaikan kewajibannya, karena pemegang akan
mendapat ganti rugi dari pihak perbankan;
2. Menumbuhkan rasa saling percaya antar pemberi jaminan, yang
dijaminkan dan yang menerima jaminan;
3. Memberikan rasa aman dan ketentraman dalam berusaha, baik bagi
bank maupun bagi pihak lainnya; dan
4. Bagi bank disamping keuntungan yang diatas, juga akan memperoleh
dari biaya-biaya yang harus dibayar nasabah serta jaminan lawan yang
diberikan.
Berdasarkan
Surat
Keputusan
Direksi
Bank
Indonesia
Nomor
23/88/KEP/DIR tanggal 28 Pebruari 1991, terdapat 3 kelompok bank garansi, yaitu:
1. Garansi dalam bentuk warkat yang diterbitkan oleh bank;
2. Garansi dalam bentuk penandatanganan kedua dan seterusnya suratsurat berharga, seperti aval dan endosemen dengan hak regres garansi
lainnya karena perjanjian bersyarat; dan
3. Garansi lainnya karena perjanjian bersyarat.
e. Jasa penyimpanan barang dan surat berharga (safe deposit box)
Safe deposit box adalah salah satu sistem pelayanan bank kepada
masyarakat, dalam bentuk menyewakan boks dengan ukuran tertentu untuk
24
Ibid, h. 406.
menyimpan barang berharga dengan jangka waktu tertentu, nasabah menyimpan
sendiri kunci boks pengaman tersebut.25 Barang-barang yang diizinkan untuk
disimpan dalam kotak pengaman adalah terbatas pada barang-barang, sebagai
berikut, yaitu:
1. Mata uang, barang-barang berharga, logam mulia.
2. Kertas berharga, sertikat atau dokumen penting lainnya.
3. Barang-barang lain yang disetujui oleh bank secara tertulis.
Dalam safe deposit box memiliki 2 anak kunci yang satu berupa kunci
cadangan yang disimpan oleh pihak bank dan kunci yang satu lagi disimpan oleh
penyewa.
f. Kartu Kredit
Kartu kredit adalah alat pembayaran pengganti uang tunai. Menurut
Suryohadibroto dan Prakoso, kartu kredit adalah alat pembayaran sebagai
pengganti uang tunai yang sewaktu-waktu dapat digunakan konsumen untuk
ditukarkan dengan produk barang dan jasa yang diinginkan pada tempat-tempat
yang menerima kartu kredit untuk menguangkan kepada bank penerbit. 26Kartu
kredit diterbitkan oleh pihak bank untuk kepentingan nasabah dan dapat digunakan
oleh pemilik kartu kredit sebagai alat pembayaran yang sah secara kredit. Menurut
Muhammad Djumhana berdasarkan cara pembayarannya terdiri dari 2 bentuk
yaitu:27
25
Hermansyah, op.cit, h. 89.
Ibid, h. 90.
27
Ibid, h. 92.
26
1. Change card, yaitu kartu yang dapat digunakan sebagai alat
pembayaran
pelunasan
tagihannya
yang
dilakukan
secara
keseluruhan saat tagihan itu datang. Pemegang kartu diberi
keleluasaan untuk memakainya tidak terbatas, akan tetapi ia dibatasi
dalam pelunasan tagihannya dengan jangka waktu tertentu sejak ia
menggunakannya sampai tagihan datang.
2. Credit card, yaitu: kartu yang dapat digunakan sebagai alat
pembayaran yang pelunasan tagihannya dapat dilakukan secara
bertahap atau dicicil, dan kepada pemegang kartu diberikan kredit
yang jumlahnya dibatasi. Batas kredit biasanya bervariasi
tergantung kepada kemampuan financial pemegang kartu dan
kepercayaan penerbit.
Seiring perkembangan zaman, selain kedua jenis kartu diatas terdapat
debit card, yaitu kartu yang berfungsi sebagai alat pembayaran yang praktis
sebagai pengganti uang tunai, yang dapat dibelanjakan sebatas kredit yang
diberikan, dimana setiap transaksi memotong secara otomatis rekening
pemegang kartu.
2.1.3
Hubungan Bank dan Nasabah Penyimpan Dana
Setiap orang yang menyimpan uangnya di bank secara umum, disebut
dengan nasabah penyimpan. Sementara dalam arti yuridis, sebagaimana ketentuan
dalam Pasal 1 angka 17 Undang-Undang No 7 tahun 1992 sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang No 10 tahun 1998, yang dimaksud dengan
“Nasabah Penyimpan” adalah nasabah yang menempatkan dananya di bank dalam
bentuk simpanan berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan.
Dan, simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank
berdasarkan perjanjian penyimpanan dana dalam bentuk giro, deposito
(berjangka),sertifikat
deposito,
tabungan
dan/atau
bentuk
lainnya
yang
dipersamakan dengan itu.
Dasar hubungan hukum antara bank dengan para nasabah adalah hubungan
kontraktual. Begitu nasabah menjalin kontraktual dengan bank, maka perikatan
yang timbul adalah perikatan atas dasar kontrak. Akan tetapi dalam Kitab UndangUndang Hukum Perdata dan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, tidak
ditemukan pengaturan tentang hubungan kontraktual antara bank dan nasabah
penyimpan dana dengan bentuk perjanjian penyimpanan (simpanan). Akan tetapi
sebagai suatu bentuk kontrak (perjanjian), maka sudah tentu perjanjian
penyimpanan (simpanan) ini tunduk kepada ketentuan yang terdapat dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata. Dalam ketentuan Pasal 1319 Kitab UndangUndang Hukum Perdata, ditegaskan bahwa semua persetujuan baik yang
mempunyai suatu nama khusus maupun yang tidak terkenal dengan suatu nama
tertentu, tunduk pada peraturan-peraturan hukum yang termuat di dalam bab ini dan
bab yang lalu.
Sudah cukup lama masalah lembaga atau bentuk hubungan hukum antara
bank dan nasabah menjadi perdebatan antara para pakar hukum. Perdebatan ini
terjadi karena hubungan antara bank dengan nasabah merupakan suatu hubungan
yang sangat kompleks. Seperti yang diungkapkan Alan Ltyree dalam bukunya
Banking Law in Australia, bahwa hubungan antara bank dan nasabah dapat terlihat
dalam beberapa macam segi atau katagori, tidak mustahil hubungan ini dibakukan
dalam satu macam segi. Hubungan ini akan muncul apabila ada perselisihan, yang
mana harus diselesaikan menurut hukum yang berlaku dan dapat memuaskan para
pihak.
J Milnes Holden dalam bukunya The Law and Practise of Banking
berpendapat, bahwa hubungan kontraktual yang ada antara bank dengan nasabah
tersebut adalah hubungan yang kompleks yang pada mulanya terdapat dalam
kebiasaan-kebiasaan yang berlaku dalam dunia perbankan. Banyak dari kebiasaankebiasaan tersebut kemudian diakui oleh pengadilan sehingga harus dianggap
sebagai syarat-syarat yang selalu tersirat dalam setiap perjanjian antara bank
dengan nasabah.
Hubungan antara bank dengan nasabah didasarkan kepada suatu
kepercayaan yang diikat dalam perjanjian atau kontrak. Berdasarkan Pasal 1313
KUH Perdata menetapkan bahwa “perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana
satu orang atau lebih mengikatkan dirinya kepada satu orang atau lebih lainnya.”
Para pihak yang terlibat dalam perjanjian adalah akibat hukum yang timbul dengan
ditandatanganinya suatu perjanjian. Asas yang mengikat para pihak terdapat pada
Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata yang menetapkan bahwa semua perjanjian yang
dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
Oleh karena itu, para pihak harus mematuhi setiap perjanjian dibuat karena sebagai
undang-undang dan dalam perjanjian tersebut terdapat syarat-syarat sahnya
perjanjian sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 1320 KUH Perdata.
Dalam hubungan antara bank dengan nasabah, pihak bank perlu mengenal
nasabah tersebut. Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No. 3/29/DPNP
tanggal 13 Desember 2001 tentang Pedoman Standar Penerapan Prinsip Mengenal
Nasabah, menerapkan prinsip mengenal nasabah yang merupakan salah satu upaya
untuk mencegah agar sistem perbankan tidak digunakan sebagai sarana kejahatan
pencucian uang, baik yang digunakan sebagai sarana kejahatan secara langsung
maupun tidak langsung oleh pelaku kejahatan. Untuk mendukung pelaksanaan
prinsip mengenal nasabah, Bank wajib membentuk pelaksanaan prinsip mengenal
nasabah, bank wajib membentuk unit kerja penerapan prinsip mengenal nasabah
(UKPN) atau menunjuk pejabat bank yang bertanggung jawab atas penerapan
prinsip mengenal nasabah. Tugas pokok UKPN, yaitu:
1. Memastikan adanya pengembangan sistem identifikasi nasabah dan
transaksi yang mencurigakan;
2. Memantau pengkinian profil nasabah dan profil transaksinya termasuk
identifikasi dan pemantauan nasabah yang dianggap mempunyai resiko
tinggi sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor
3/10/PBI/2001;
3. Melakukan koordinasi dan pemantauan terhadap pelaksanaan Kebijakan
Prinsip Mengenal Nasabah oleh unit-unit kerja terkait;
4. Menerima dan melakukan analisis atas laporan transaksi yang
mencurigakan yang disampaikan oleh unit-unit kerja terkait;
5. Menyusun laporan transaksi yang mencurigakan untuk disampaikan kepada
Bank Indonesia;
6. Memantau, menganalisis dan merekomendasi kebutuhan training prinsip
Mengenal Nasabah bagi para pejabat dan staff Bank.
Dalam rangka mengoptimalkan prinsip mengenal nasabah ketentuan SEBI
terdapat pedoman tentang:
1. Permintaan informasi mengenai calon nasabah antara lain: identitas calon
nasabah, maksud dan tujuan hubungan usaha yang akan dilakukan oleh
calon nasabah dengan Bank, informasi lain yang memungkinkan Bank
untuk dapat mengetahui profil calon nasabah, identitas pihak lain, dalam hal
calon nasabah bertindak untuk dan atas nama pihak lain.
2. Permintaan bukti-bukti identitas dan dokumen pendukung informasi dari
calon nasabah.
3. Penelitian atas kebenaran bukti-bukti identitas dan dokumen pendukung
informasi dari calon nasabah.
4. Pertemuan dengan calon nasabah dilakukan sekurang-kurangnya pada saat
pembukaan rekening termasuk pembukaan rekening secara elektronis.
5. Apabila dipandang perlu dapat dilakukan wawancara dengan calon nasabah
untuk memperoleh keyakinan atas kebenaran informasi, bukti-bukti
identitas dan dokumen pendukung calon nasabah.
6. Menolak calon nasabah yang tidak memenuhi kelengkapan informasi,
bukti-bukti identitas dan dokumen pendukung lainnya dan/atau diragukan
kebenarannya.
Bank wajib memiliki kebijakan tentang pemantauan rekening dan transaksi
nasabah sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan SEBI tersebut yang mencakup
sekurang-kurangnya hal-hal sebagai berikut:
1. Penatausahaan dokumen yang berkaitan dengan identitas nasabah, termasuk
perantara dan/atau kuasa pihak lain (beneficial owner), dalam jangka waktu
sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun sejak nasabah menutup rekening;
Penatausahaan dokumen untuk nasabah yang tidak memiliki rekening di
Bank (walk-incustomer) sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun sejak transaksi
dilakukan.
2. Pengkinian (up-dating) data dalam hal terdapat perubahan dokumen yang
ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 di atas;
3. Pengembangan sistem informasi yang secara efektif dapat membantu
petugas Bank dalam melakukan identifikasi, analisis, pemantauan dan
penyediaan laporan mengenai transaksi yang dilakukan oleh nasabah.
Sistem informasi ini memungkinkan Bank untuk menelusuri setiap transaksi
(individual transaction), baik untuk keperluan intern Bank dan atau Bank
Indonesia maupun dalam kaitannya dengan kasus peradilan.
4. Pemeliharaan profil nasabah yang sekurang-kurangnya mencakup informasi
mengenai: Identitas nasabah, Pekerjaan atau bidang usaha, Jumlah
penghasilan, Rekening yang dimiliki, Aktivitas transaksi normal; dan
Tujuan pembukaan rekening.
5. Pelaporan transaksi yang mencurigakan kepada Bank Indonesia bersifat
rahasia dan tidak diberitahukan kepada nasabah yang bersangkutan.
Hubungan antara bank dengan nasabah sebagaimana telah disebutkan diatas
mengacu pada landasan hukum perjanjian. Hal ini berarti bahwa bank sebagai suatu
badan usaha dan nasabah sebagai badan usaha mempunyai hak dan kewajiban.
Bank memiliki kewajiban, yaitu:28
1. Menjamin kerahasiaan identitas nasabah beserta dengan dana yang
disimpan pada bank, kecuali kalau peraturan perundang-undangan
menentukan lain;
2. Menyerahkan dana kepada nasabah sesuai dengan perjanjian yang telah
disepakati;
3. Membayar bunga simpanan sesuai dengan perjanjian;
4. Mengganti kedudukan debitur dalam hal nasabah tidak mampu
melaksanakan kewajibannya kepada pihak ketiga;
5. Memberikan laporan kepada nasabah terhadap perkembangan simpanan
dananya di Bank.
Bank memiliki hak untuk, yaitu:29
28
29
Sentosa Sembiring, op.cit, h. 180
Hermansyah,loc.cit.
1. Mendapatkan provisi terhadap layanan jasa yang diberikan kepada nasabah;
2. Menolak pembayaran apabila tidak memenuhi persyaratan yang telah
disepakati bersama;
3. Melelang agunan dalam hal nasabah tidak mampu melunasi kredit yang
diberikan kepadanya sesuai dengan akad kredit yang telah ditandatangani
kedua belah pihak;
4. Pemutusan rekening nasabah; dan
5. Mendapatkan buku cek, bilyet giro buku tabungan kartu kredit dalam hal
terjadi penutupan rekening.
Kewajiban dan hak bank sudah disebutkan diatas, selanjutnya kewajiban
dan hak dari nasabah, yaitu:30
1. Mengisi dan menandatangani formulir yang telah disediakan oleh bank,
sesuai dengan layanan jasa yang diinginkan oleh calon nasabah;
2. Melengkapi persyaratan yang ditentukan oleh bank;
3. Menyetor dana awal yang ditentukan oleh bank;
4. Membayar provisi yang ditentukan oleh bank; dan
5. Menyerahkan buku cek/giro bilyet, tabungan.
Nasabah memiliki hak, yaitu:
1. Mendapatkan layanan jasa yang diberikan oleh bank, seperti fasilitas kartu
anjungan tunai mandiri;
2. Mendapatkan laporan atas transaksi yang dilakukan melalui bank;
3. Menuntut bank dalam hal terjadi pembocoran rahasia bank;
30
Ibid, h. 181.
4. Mendapatkan agunan kembali, apabila kredit yang dipinjam telah lunas; dan
5. Mendapatkan sisa uang pelelangan dalam hal agunan dijual untuk melunasi
kredit yang tidak dibayar.
2.2. Tinjauan Umum tentang Masyarakat Ekonomi ASEAN
2.2.1 Konsep Dan Dasar Hukum Masyarakat Ekonomi ASEAN
ASEAN Economic Community (AEC) atau dalam bahasa Indonesia sering
disebut sebagai Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), adalah bentuk kerjasama
ekonomi di kalangan negara-negara yang tergabung dalam anggota ASEAN. Pada
saat pertemuan di Bali pada tahun 2003 yang dihadiri oleh negara-negara anggota
ASEAN, merupakan langkah awal, gagasan untuk mewujudkan cita-cita kawasan
yang memiliki integritas ekonomi kuat dan diprediksikan akan dimulai pada tahun
2020. Namun pada pertemuan di Filipina yang diselenggarakan pada 13 Januari
2007, para negara-negara anggota ASEAN sepakat untuk mempercepat
pembentukan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
Di tahun 2020, integrasi kekuatan ekonomi kawasan ASEAN ini diharapkan
mampu mengimbangi kekuatan ekonomi regional lainnya dan mengangkat
kesejahteraan masyarakatnya. Sebagai upaya mewujudkan integrasi perekonomian
kawasan tadi, dibutuhkan suatu rencana yang terstruktur dengan waktu yang jelas.
Selain itu negara-negara anggota ASEAN pun harus berkomitmen dalam
menjalankan kesepakatan untuk menyelenggarakan perekonomian kawasan dengan
terbuka, inklusif dan berorientasi pasar. The AEC is the realisation of the end goal
of economic integration as espoused in the Vision 2020, which is based on a
convergence of interests of ASEAN Member Countries to deepen and broaden
economic integration through existing and new initiatives with clear timelines. In
establishing the AEC, ASEAN shall act in accordance to the principles of an open,
outward-looking, inclusive, and market-driven ecomony consistent with
multilateral rules as well as adherence to rules-based systems for effective
compliance and implementation of economic commitments.31 Empat hal yang
menjadi karakter MEA adalah :
1).Pasar dan basis produksi tunggal. (Kebebasan perpindahan barang, jasa,
investasi, tenaga kerja, modal, integrasi sector prioritas, pangan,
agrikultur dan kehutanan).
2).Kawasan ekonomi yang sangat kompetitif (kebijakan persaingan,
perlindungan konsumen, hak kekayaan intelektual, pengembangan
infrastruktur, perpajakan, e-commerce).
3).Kawasan dengan pertumbuhan ekonomi yang merata (pengembangan
UKM, inisiatif untuk integrasi ASEAN).
4).Kawasan yang terintegrasi secara utuh ke dalam ekonomi global
(pendekatan
koheren
terhadap
hubungan
ekonomi
eksternal,memperkuat artisipasi dalam jaringan suplai global).
Namun demikian, integrasi ekonomi kawasan pun juga dapat menimbulkan
permasalahan. Sebagai salah satu contoh, integrasi masyarakat ekonomi Eropa
dapat menjadi hambatan bagi Portugal, Italia, Yunani dan Spanyol (PIGS), ketika
nilai tukarnya tidak menggambarkan kondisi negara-negara tersebut. Artinya,
31
Plummer,Michael G, 2009, Realizing the ASEAN Economic Community A
Comprehensive Assessment, Institute of Asian Studies, Singapore, p.18
kekuatan ekonomi Eropa dapat mempertahankan nilai Euro terhadap mata uang
lain, namun dari sisi negara-negara yang memiliki masalah keuangan sangat
membutuhkan peluang ekspor dan akan sangat menghambat ketika nilai mata uang
mereka menguat sehingga produk mereka menjadi tidak bersaing karena mahal.
Oleh karena itu, Indonesia perlu waspada dalam mengantisipasi integrasi ekonomi
kawasan dimana Indonesia perlu senantiasa menjaga daya saing produk dan
jasanya.
Pembentukan Masyarakat Ekonomi ASEAN dilatarbelakangi oleh
persiapan menghadapi globalisasi ekonomi dan perdagangan melalui ASEAN Free
Trade Area (AFTA) serta menghadapi persaingan global terutama dari China dan
India. Percepatan keputusan negara ASEAN untuk membentuk MEA yang pada
awalnya akan dimulai pada tahun 2020 menjadi 2015 menggambarkan tekad
ASEAN untuk segera meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan daya saing antar
sesama negara anggota ASEAN untuk menghadapi persaingan global. Masyarakat
Ekonomi ASEAN (MEA) merupakan satu pasar tunggal di kawasan Asia
Tenggara, bertujuan untuk meningkatkan investasi asing di kawasan Asia
Tenggara, termasuk Indonesia yang juga akan membuka arus perdagangan barang
dan jasa dengan mudah ke negara-negara di Asia Tenggara. Dalam kesepakatan
tersebut terdapat lima hal yang tidak boleh dibatasi peredarannya di seluruh negara
ASEAN termasuk Indonesia, yaitu Arus barang, Arus jasa, Arus modal, Arus
investasi dan Arus tenaga kerja terlatih.
Dasar hukum yang mendasari terbentuknya MEA adalah ASEAN
Framework Agreement for the Integration of Priority Sectors, ASEAN Trade in
Goods Agreement, dan Protocol to Amend Certain ASEAN Economic Agreements
Related to Trade in Goods. Berdasarkan article 1 Tujuan ASEAN Framework
Agreement for the Integration of Priority Sectors adalah untuk mengidentifikan
langkah-langkah yang akan dilaksanakan, dengan jadwal yang jelas, dan saling
menguntungkan. Oleh negara anggota sehubungan dengan sektor prioritas yang
teridentifikasi dalam Pasal 2 ayat (1) dari Persetujuan ini sehingga memungkinkan
integrasi progresif, cepat dan sistematis sektor ini di ASEAN. Sektor prioritas yang
dimaksud dalam perjanjian ini antara lain sebagaimana dijelaskan dalam Article 2
ayat (1) dan (2), yaitu: produk berbasis agro, perjalanan udara, otomotif, e-ASEAN,
elektronik, perikanan; kesehatan, produk berbasis karet, tekstil dan pakaian,
pariwisata, produk berbasis kayu dan atau sektor lainnya yang menurut pemerintah
dapat berkontribusi bagi integritas ekonomi ASEAN. Negara-negara anggota wajib
menghilangkan semua Effective Preferential Tariff umum untuk ASEAN Free
Trade Area (CEPT-AFTA) dalam kaitannya dengan tarif produk sebagaimana
ditetapkan dalam Article 4. Berdasarkan the CEP-AFTA negara-negara anggota
diberi waktu 5 sampai 8 tahun untuk mengurangi tarif terhadap produk-produk yang
ditentukan hingga kurang dari 20% dan juga ditetapkan bahwa negara anggota
diberi tambahan waktu 7 tahun untuk mengurangi tariff hingga 5% atau
kurang.32Akan tetapi dalam perjanjian ini tidak ditetapkan pemotongan tarif secara
khusus. Meskipun negara-negara anggota didorong untuk mengurangi tingkat tarif
tahunannya, namun mereka bebas untuk membuat rancana individualnya masingmasing untuk mengurangi bea masuk. Dalam bidang investasi berdasarkan article
32
Huala Adolf, 2011, Hukum Ekonomi Internasional, K.Eni Media, Bandung, h. 108
6 huruf d menetapkan bahwa mempromosikan proses manufaktur di ASEAN untuk
mengambil keuntungan kekuatan komparatif dengan melakukan efisiensi fasilitas
ASEAN bersama dan langkah-langkah promosi untuk mempromosikan investasi
asing langsung secara berkelanjutan. Tidak ada dalam persetujuan ini mencegah
negara anggota dari mengambil tindakan dan mengadopsi langkah-langkah yang
dianggap perlu untuk perlindungan keamanan nasional, perlindungan moral publik,
perlindungan manusia, hewan atau tumbuhan hidup dan kesehatan, dan
perlindungan artikel artistik,nilai sejarah dan arkeologi. Indonesia meratifikasi
ketentuan peraturan ini ke dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 25
Tahun 2009 Tentang Pengesahan ASEAN Framework Agreement for The
Integration of Priority Sectors (Persetujuan Kerangka Kerja Asean Untuk Integrasi
Sektor-Sektor Prioritas)
Setelah dikeluarkannya ASEAN Framework Agreement for the Integration
of Priority Sectors selanjutnya terdapat pengaturan, yaitu ASEAN Trade in Goodsy
Agreement bertekad untuk mewujudkan tujuan pembentukan ASEAN sebagai pasar
tunggal dan basis produksi yang ditandai dengan aliran bebas barang,jasa, investasi,
tenaga kerja terampil dan aliran modal yang lebih bebas dipertimbangkan dalam
Piagam ASEAN dan Deklarasi tentang Ekonomi ASEAN Blueprint masyarakat
ditandatangani oleh Pimpinan pada tanggal 20 November 2007 di Singapura.
Berdasarkan article 1 menetapkan bahwa tujuan dari perjanjian ini adalah untuk
mencapai aliran bebas barang di ASEAN sebagai salah satu sarana utama untuk
mendirikan pasar tunggal dan basis produksi untuk integrasi ekonomi yang lebih
dalam dari daerah menuju terwujudnya AEC pada tahun 2015. Indonesia juga
meratifikasi ketentuan peraturan ini ke dalam Peraturan Presiden Republik
Indonesia Nomor 10 Tahun 2014 tentang Pengesahan Protocol To Amend Certain
Asean Economic Agreements Related To Trade In Goods (Protokol Untuk
Mengubah Perjanjian Ekonomi Asean Tertentu Terkait Perdagangan Barang).
Untuk menyelaraskan ketentuan-ketentuan dalam beberapa perjanjian
perdagangan barang ASEAN dengan Persetujuan Perdagangan Barang ASEAN
lalu ditetapkan pengaturan Protocol to Amend Certain ASEAN Economic
Agreements Related to Trade in Goods. Berdasarkan article 3 menetapkan bahwa
Setiap Negara Anggota wajib menghapuskan bea impor pada produk-produk Sektor
Integrasi Prioritas sesuai dengan Pasal 19(2)(a)(i) dan Pasal 19(2)(c) sesuai
Persetujuan Perdagangan Barang ASEAN.” Indonesia juga meratifikasi ketentuan
peraturan ini ke dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun
2014 Tentang Pengesahan Protocol To Amend Certain Asean Economic
Agreements Related To Trade In Goods (Protokol Untuk Mengubah Perjanjian
Ekonomi Asean Tertentu Terkait Perdagangan Barang).
2.2.2 Tujuan Masyarakat Ekonomi ASEAN
Konsekuensi dari kesepakatan Asean Economi Community (AEC) atau
(MEA) itu membuka lebar pasar ekonomi di kawasan regional ASEAN. Oleh
karenanya, jika ingin terlibat dan diperhitungkan, Indonesia harus berbenah. Semua
sektor industri harus dilengkapi kemampuan untuk bisa bersaing dengan negara
ASEAN lainnya. Tujuan yang ingin dicapai melalui MEA, adalah adanya aliran
bebas barang, jasa, dan tenaga kerja terlatih, serta aliran investasi yang lebih bebas.
Dalam penerapannya, MEA akan menerapkan 12 sektor prioritas yang disebut free
flow of skilled labor (arus bebas tenaga kerja terampil). Ke-12 sektor terampil itu
adalah untuk perawatan kesehatan (health care),turisme (toursm), jasa logistic
(logistic services) e-ASEAN, jasa angkutan udara (air travel transport) produk
berbasis agro (agrobased products) barang-barang electronic (electronics)
perikanan (fisheris) produk berbasis karet (rubber based products) tekstil dan
pakaian (textiles and appareles) otomotif (otomotive) dan produk berbasis kayu
(wood based products).
Peluang Indonesia untuk bersaing di pasar bebas ASEAN, sebenarnya
cukup besar. Paling tidak bagi Indonesia ada beberapa faktor yang mendukung
seperti peringkat Indonesia yang berada pada rangking 16 dunia dalam besaran
skala ekonomi dengan 108 juta penduduk. Dimana, jumlah penduduk ini
merupakan kelompok menengah yang sedang tumbuh. Sehingga berpotensi sebagai
pembeli barang-barang impor (sekitar 43 juta penduduk). Kemudian perbaikan
peringkat investasi Indonesia oleh lembaga pemeringkat dunia, dan masuknya
Indonesia sebagai peringkat ke 4 prospective destination berdasarkan UNCTAD
world investement report. Dan, pemerintah sendiri telah menerbitkan aturan
(Keputusan Presiden) No.37/2014 yang memuat banyak indikator yang harus
dicapai dalam upaya untuk meningkatkan daya saing nasional dan kesiapan
menghadapi MEA. Setiap negara di ASEAN yang memiliki kepentingan dan tujuan
yang sama, perlu menciptakan sebuah wadah atau badan dimana mereka saling
berusaha untuk mewujudkan tujuan tersebut. Dan hal ini lah yang menjadi sebab,
adanya tujuan dari sebuah organisasi. Tujuan dicerminkan oleh sasaran yang harus
dilakukan baik dalam jangka pendek, maupun jangka panjang. Adapun tujuan umum
dari MEA, yaitu:
1. Untuk meningkatkan stabilitas perekonomian di kawasan ASEAN,
membentuk kawasan ekonomi antar negara ASEAN yang kuat.
Terbentuknya Masyarakat Ekonomi ASEAN diharapkan akan bisa
mengatasi masalah-masalah dalam bidang perekonomian antar negara
ASEAN.
2. Terciptanya kawasan pasar bebas ASEAN. Hal ini merupakan tantangan
tersendiri bagi pelaku usaha di negara ASEAN. Persaingan produk dan jasa
antar negara ASEAN akan diuji di sini. Bagi pelaku usaha dan jasa
hendaknya mulai sekarang meningkatkan kualitas produk. Bagaimana
produk itu agar dicintai konsumen. Dengan membuat produk yang
berkualitas serta harga terjangkau pasti akan bisa bersaing dengan produk
dari negara ASEAN lainnya.
Perbankan Indonesia bisa segera mempercepat integrasi ke dalam pasar
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Integrasi ini sudah menjadi agenda prioritas
yang telah diakomodasi melalui Kerangka Kerja Keuangan ASEAN (ASEAN
Financial Integration Framework/AFIF).
Meskipun sebenarnya kesepakatan
integrasi perbankan di ASEAN itu baru akan disepakati pada 2020, masih 4-5 tahun
lagi. Namun mengingat manfaat hubungan ekonomi yang lebih bagus, kerjasama
dan integrasi ini menjadi sangat mendesak. OJK mendorong industri perbankan
dalam negeri mempercepat ekspansi di pasar MEA, masing-masing bank wajib
tetap mengacu kepada kesepakatan yang telah disepakati oleh otoritas keuangan
sejumlah negara di ASEAN, yakni Kerangka Integrasi Perbankan ASEAN (ASEAN
Banking Integration Framework/ABIF). Untuk mendukung hal ini pun, OJK siap
membantu dalam hal aspek legalitas yang melindungi bank tersebut.
Untuk sementara ini, bank-bank di dalam negeri bisa memakai mekanisme
bilateral agreements sebagai pengikat antara bank dengan negara tujuan.
Sementara kita menunggu implementasi AFIF yang masih lama. Di antara negara
yang sudah siap bisa melakukan apa yang disebut bilateral agreements. Jadi tidak
pada multilateral tapi diusulkan kepada bilateral kalau kita merasa sudah siap
berhubungan dengan salah satu negara ASEAN. Tak hanya itu, perjanjian bilateral
itu juga mesti ditambahkan dengan melakukan Memorandum of Understanding
(MoU) antara negara satu dengan negara lainnya. Walau bilateral tapi tidak
semerta-merta dibuat aturan baru, tetap dalam konteks bilateral mengacu kepada
frame ABIF.
Bank-bank yang merasa sudah mampu berekspansi itu meski memikirkan
prinsip resiprositas yang nantinya bisa menjadi jalan masuk untuk bank asing
melebarkan pasarnya di dalam negeri. Di satu sisi, OJK perlu membentengi industri
perbankan dalam negeri, namun di sisi lain, OJK terus mendorong agar bank-bank
di dalam negeri bisa melebarkan ekspansi bisnisnya di luar Indonesia. Industri
perbankan dalam negeri tidak perlu cemas dengan terjadinya ‘pertukaran’
dikarenakan perjanjian bilateral dan pelaksanaan prinsip resiprositas tersebut.
Sebab, dalam ABIF guidelines diatur mekanisme dimana bank di suatu negara
ASEAN tidak semerta-merta bisa masuk dan membuka cabang di Indonesia.
Cabang asing itu wajib mengedepankan prinsip keseimbangan yang telah diatur dan
disepakati dalam ABIF guidelines.
Selain itu, jika bank asing dengan bank dalam negeri belum memiliki
kesamaan kedudukan, maka masing-masing bank belum bisa melakukan dan
mengajukan Qualified ASEAN Banks (QABs) untuk beroperasi di negara yang
melakukan perjanjian bilateral teresebut. Atas dasar itu, perbankan Indonesia mesti
memanfaatkan kesepakatan yang diakomodir dalam ABIF itu. Sebab, dengan
dibukanya MEA, bank-bank dalam negeri akan punya peluang yang sangat besar.
Misalnya, dahulu bank di dalam negeri hanya melirik pasar yang ada di Malaysia
dan Singapura, nantinya saat MEA dimulai, negara-negara seperti Myanmar,
Kamboja, Filipina, atau Vietnam bisa dijajaki perbankan Indonesia. ABIF ini
merupakan jalur bay pass. Peningkatan perbankan harus terus dilakukan baik ada
atau tidak ada MEA.
2.2.3
Manfaat Masyarakat Ekonomi ASEAN Bagi Sektor Perbankan
MEA merupakan bentuk realisasi dari tujuan akhir integrasi ekonomi di
kawasan Asia Tenggara. Manfaat MEA yang pertama adalah dapat dijadikan suatu
momentum yang baik untuk Indonesia. Pertama, negara-negara di kawasan Asia
Tenggara ini akan dijadikan sebuah wilayah kesatuan pasar dan basis produksi.
Dengan terciptanya kesatuan pasar dan basis produksi maka akan membuat arus
barang, jasa, investasi, modal dalam jumlah yang besar, dan skilled labour menjadi
tidak ada hambatan dari satu negara ke negara lainnya di kawasan Asia Tenggara.
Kedua, MEA akan dibentuk sebagai kawasan ekonomi dengan tingkat kompetisi
yang tinggi, yang memerlukan suatu kebijakan yang meliputi competition policy,
consumer protection, Intellectual Property Rights (IPR), taxation, dan ECommerce. Oleh karena itu, dapat tercipta iklim persaingan yang adil, terdapat
perlindungan berupa sistem jaringan dari agen-agen perlindungan konsumen;
mencegah terjadinya pelanggaran hak cipta, menciptakan jaringan transportasi yang
efisien, aman, dan terintegrasi; menghilangkan sistem Double Taxation, dan
meningkatkan perdagangan dengan media elektronik berbasis online. Ketiga, MEA
pun akan dijadikan sebagai kawasan yang memiliki perkembangan ekonomi yang
merata, dengan memprioritaskan pada Usaha Kecil Menengah (UKM).
Kemampuan daya saing dan dinamisme UKM akan ditingkatkan dengan
memfasilitasi
akses
mereka
terhadap
informasi
terkini,
kondisi
pasar,
pengembangan sumber daya manusia dalam hal peningkatan kemampuan,
keuangan, serta teknologi. Keempat, MEA akan diintegrasikan secara penuh
terhadap perekonomian global. Dengan
membangun sebuah sistem untuk
meningkatkan koordinasi terhadap negara-negara anggota. Selain itu, akan
ditingkatkan partisipasi negara-negara di kawasan Asia Tenggara pada jaringan
pasokan global melalui pengembangkan paket bantuan teknis kepada negara-negara
anggota ASEAN yang kurang berkembang. Hal tersebut dilakukan untuk
meningkatkan kemampuan industri dan produktivitas sehingga tidak hanya terjadi
peningkatkan partisipasi mereka pada skala regional namun juga memunculkan
inisiatif untuk terintegrasi secara global. Untuk Indonesia sendiri, MEA akan
menjadi kesempatan yang baik karena hambatan perdagangan akan cenderung
berkurang bahkan menjadi tidak ada. Implementasi Masyarakat Ekonomi ASEAN
(MEA) dinilai bakal membuka peluang bisnis lebih besar bagi perbankan. Integrasi
melalui MEA membuka peluang besar urusan dalam bisnis cash management dan
pembayaran. Akan banyak perusahaan yang berbisnis ke luar negeri, mareka butuh
pengelolaan dana yang baik. Implementasi MEA bakal membuat hubungan
perusahaan dan perbankan semakin erat, termasuk integrasi dalam pelayanan cash
management. Indonesia sebagai salah satu negara besar di ASEAN seharusnya
diuntungkan dengan perjanjian seperti MEA. Selain memiliki wilayah geografis
yang luas peran Indonesia khususnya dalam hal ekonomi selama ini cukup besar.
Kalangan perbankan harus mempersiapkan diri dengan lebih baik khususnya
implementasi teknologi baru, produk dan solusi yang ditawarkan akan semakin
efektif dengan dukungan teknologi yang mumpuni.
MEA menyentuh seluruh lapisan perindustrian tak terkecuali industri
perbankan. Seperti kita ketahui meskipun sesungguhnya MEA untuk sektor
perbankan dimulai tahun 2020, namun MEA 2016 ini harus dijadikan masa
pembenahan diri perbankan nasional hingga kurun waktu 4-5 tahun ke depan agar
dapat memiliki daya saing dengan bank-bank regional asing. Segala bentuk usaha
selalu memiliki kompetitor, tidak terkecuali bidang perbankan. Bank-bank dalam
negeri berusaha untuk terus bersaing dengan bank asing regional yang masuk ke
Indonesia. Kebijakan pemerintah di bidang perbankan dalam pembelian saham
bank umum yang diatur dalam PP No.29 Tahun 1999, sebagaimana kita ketahui,
investor asing boleh memiliki hingga 99% aset bank mengakibatkan semakin
banyaknya bank asing yang beroperasi di Indonesia.. Sulit menemukan aturan
sebebas itu di negara lain. Kita termasuk yang paling bebas. Sayangnya, keberadaan
bank asing di Indonesia tidak banyak memberikan kontribusi terhadap
perekonomian Indonesia. Saat ini perbankan nasional sudah didominasi oleh bank
asing dan bank lokal yang dimiliki orang asing, sehingga diberlakukannya MEA
sesungguhnya tidak menciptakan kondisi berbeda bagi perbankan nasional, karena
perbankan dalam negeri kita sudah terbiasa dengan adanya persaingan dengan
bank-bank asing yang masuk ke sini. Jadi tidak akan terlalu sulit bagi perbankan
kita jika hanya ingin jadi tuan rumah di negeri sendiri saja. Tapi perbankan nasional
kita harus memiliki target untuk mendominasi MEA 2020 dalam sektor perbankan.
Dimulainya MEA 2015 ini diharapkan dijadikan deadline waktu bagi perbankan
nasional untuk menyusun strategi khusus menghadapi ketatnya persaingan dengan
perbankan asing regional. Strategi khusus tersebut dapat berupa penguatan, bisa
dalam bentuk penguatan modal dan teknologi, hal ini belum terlambat jika menjadi
fokus perbankan sebelum MEA 2020. Di sisi lain, perbankan nasional saat ini masih
dipersulit untuk membuka cabang di luar negeri, termasuk ASEAN. Sementara itu,
MEA sendiri menyebabkan kompetisi di segala bidang di antara negara ASEAN
meningkat. Untuk itu, perbankan nasional dirasa perlu lebih mengedepankan
langkah strategis dalam perkembangan perbankan nasional ke depannya, karena
bank-bank asal Indonesia masih sedikit sekali yang buka kantor cabang di negaranegara ASEAN lainnya. Kalau pun ada yang punya cabang itu pun hanya di
Malaysia dan Singapura. Dalam hal ini harus ada keberpihakan dan fasilitas
pemerintah yang membantu agar bank-bank Indonesia juga dapat membuka kantor
cabang diluar Indonesia. MEA perbankan 2020 nantinya, mungkin saja hanya bankbank besar yang bisa bersaing namun seperti kita ketahui jumlah bank yang ada di
Indonesia terlalu banyak sehingga kurang efektif. Untuk itu, tidak hanya dari sisi
permodalan perbankan, Bank Sentral pun harus mampu berupaya meningkatkan
porsi kredit produktif perbankan, sebagai tantangan Indonesia lima tahun ke depan.
Apapun upaya yang akan ditempuh nantinya, kita semua berharap perbankan
nasional dapat mempersiapkan diri secara maksimal dalam kurun waktu 5 tahun ke
depan, agar perbankan kita dapat mendominasi persaingan dengan perbankan asing
dalam MEA 2020.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) perlu merancang peta jalan atau roadmap
perbankan Indonesia. Adapun pembuatan roadmap tersebut secara terperinci dapat
berupa arah yang lebih jelas dalam hal konsolidasi perbankan dalam negeri, guna
memperbesar size suatu bank. Perbankan nasional, khususnya bank BUMN juga
harus berperan aktif mengantisipasi pemberlakuan MEA. Era pasar bebas ini,
dipastikan akan membuka alur lalu lintas barang dan jasa serta pasar semakin
lebar.Karenanya, pertumbuhan ekonomi regional harus terintegrasi dengan
ekonomi global. Dengan demikian, perbankan nasional memerlukan kesamaan
pandang dalam melihat pertumbuhan ekonomi regional. Dengan kesamaan
pandang regional itu, diharapkan perbankan Indonesia akan dapat menyelesaikan
rencana, strategi, sasaran yang tepat bagi kemajuan ekonomi Indonesia. Jika ingin
terlibat aktif dan tidak terlindas dalam era bebas pasar ASEAN, peran institusi
seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga penting guna meningkatkan Good
Corporate Government (GCG) pada industri perbankan di Indonesia. Konsep GCG
secara resmi diperkenalkan pada tahun 1999 ketika pemerintah membentuk Komite
Nasional Corporate Governance (NCCG).33 Sebuah kode nasional tata kelola
33
Miko Kamal,2010, ‘Corporate Governance and State-owned Enterprises: A Study of
Indonesia’s Code of Corporate Governance’, Journal of International Commercial Law and
Technology, 2010, 5, h. 1
perusahaan34 yang diikuti pada tahun 2000 dan direvisi pada tahun 2006.
Sebelumnya, kebijakan atau aturan-aturan yang ada masih lemah dan tidak adanya
pengawasan yang memadai.35 Beberapa tahun terakhir, Indonesia berusaha
mengejar ketertinggalan dalam hal kebijakan dn legislasi yang secara konsisten
menerapkan prinsip dan standar praktik GCG yang bertandar internasional.36
Meskipun demikian, perkembangan terhadap legislasi yang ada terkait tata kelola
perusahaan yang baik (GCG) masih perlu lebih banyak ditingkatkan kuantitas dan
kualitasnya.
Mengingat GCG ini sebagai suatu kebutuhan dalam dunia perbankan,
perbankan nasional juga perlu mengajak stake holder, seperti Perhimpunan Bankbank Nasional (PERBANAS) dan Institute Bankir Indonesia (IBI) untuk
menstimulasi semakin baiknya GCG bank menghadapi pasar bebas ekonomi
ASEAN.
Bagaimanapun beratnya tantangan industri perbankan regional, upaya
mendorong efisiensi sektor perbankan yang berdaya saing tinggi harus terus
dilakukan. Hingga kini perbankan di Indonesia masih dinilai boros di biaya
34
Lihat : Joni Emirson, 2007, Prinsip-prinsip Good Corporate Governance Paradigma
Baru Dalam Praktik Bisnis Indonesia, Genta Press, Yogyakarta, h. 89 Menurut OECD corporate
governance adalah sistem yang dipergunakan untuk mengarahkan dan mengendalikan kegiatan
perusahaan.
35
Legal academics, such as Professor Keneth Scott, confirm that at that time, duty of care
and duty of loyalty rules (as established under equity and enshrined in Australian corporations’
legislation) either did not exist, or were not enforced. In addition, the capital market was weak, the
regulatory framework was almost non-existent and lacked supervisory robustness. Lihat : Frank
Partnoy,2000, ‘Why markets crash and what law can do about it’, University of Pittsburgh Law
Review,2000, 61, 741, h. 32
36
Gingerich, Duane J & Sri Indrastuti Hadiputranto, 2002, Good Corporate Governance
– Indonesia, International Financial Law Review, suppl. The IFLR Guide to Corporate Governance
2002, h. 41-43.
operasional. Audit terhadap tingkat efisiensi bank terutama bank BUMN yang
memimpin pasar di industri keuangan nasional ini, juga menjadi indikator
keberhasilan perbankan dalam mengelola rasio beban operasional terhadap
pendapatan operasional (BOPO) nya. Semakin rendah maka kekuatan daya
saingnya akan semakin tinggi. Sebaliknya, semakin tinggi efektivitas perbankan,
semakin kuat juga perbankan nasional untuk menciptakan lingkungan bisnis yang
sehat, sehingga akan menambah kuat kemampuan diri dalam menyongsong era
pasar bebas ASEAN. Kompetisi bisnis perbankan sangat ketat, tidak hanya di
industri domestik, industri perbankan regional dan global jauh lebih menantang.
Perbankan di regional ASEAN memiliki tingkat kesehatan yang sangat tinggi. Dari
sisi efisiensi serta tingkat kehati-hatiannya, Indonesia masih jauh lebih rendah
dibanding negara ASEAN lainya. Untuk bisa mensejajarkan diri dengan
kemampuan perbankan dilingkup regional ASEAN, perbankan nasional harus bisa
mengejar ketinggalannya mulai dari sisi efisiensi dan efektifitas tadi hingga
kemampuan berekspansi. Meskipun saat ini sudah ada perbankan nasional yang
beroprasi di negara ASEAN lainya, tidak sepadan dengan jumlah bank asing (dari
sama negara ASEAN lainnya). Untuk itu pemerintah harus bisa menyeimbangkan
kedudukan industri perbankan nasional dengan perbankan regional dikawasan ini.
Prinsip dasar perbankan yang mengacu pada aturan terkini, sudah menjadi
konsekuensi untuk diikuti semua industri perbankan global. Dan, aturan itu harus
sudah diadaptasi untuk bisa ikut berkecimpung di kancah pasar global.
Peran perbankan dalam menciptakan produk dan jasa yang berdaya saing
menjadi sangat vital. Perbankan yang memiliki fungsi sebagai lembaga
intermediasi diharapkan mampu menyediakan kredit kepada sektor-sektor
produktif dengan suku bunga yang bersaing, apalagi di beberapa negara ASEAN
memiliki suku bunga yang sangat rendah seperti Singapura, Malaysia dan Thailand.
Selain itu, peran perbankan sebagai penyedia sistem pembayaran dapat
dioptimalkan. Langkah-langkah menciptakan
inklusi keuangan (financial
inclusion)
uang
seperti
menciptakan
layanan
elektronik,
sistem
pembayaran/transaksi online melalui jaringan elektronik, layanan perbankan tanpa
cabang melalui agen dan lain-lain. Dengan demikian, perbankan akan mampu
menyerap setiap aktivitas ekonomi dari masyarakat sehingga mampu mempercepat
perputaran ekonomi. Perbankan diharapkan mampu menciptakan bisnis-bisnis di
wilayah-wilayah yang masih tertinggal secara ekonomi.
Peran perbankan lainnya adalah sebagai lembaga keuangan yang mampu
memberikan edukasi kepada para nasabahnya dalam mengelola keuangan, maupun
memberikan pendidikan/pelatihan/pendampingan dalam menjalankan usaha.
Upaya pemberdayaan masyarakat dapat menopang pertumbuhan bisnis secara
berkesinambungan. Peran ini sangatlah penting dimana Bank berupaya menjaga
ketahanan usaha mikro dan kecil dari gempuran produk dan jasa negara tetangga.
Dalam menghadapi MEA, perbankan Indonesia harus memiliki daya saing
(competitive advantage) yang komparatif dan tidak mudah ditiru oleh para
kompetitor sehingga menghasilkan kinerja terbaik yang berkesinambungan. Oleh
karena itu, perlu mengelaborasi seluruh kompetensi yang dimilikinya,
mengkompilir kelemahan, melihat kesempatan maupun ancaman. Selain
itu
moral dan etika memegang peranan yang amat penting dalam meminimalisir
masalah dalam moral hazard.37 Karena kompetensi tanpa moral dan etika akan
membuat kita jauh dari tujuan yang diharapkan.
Perbankan Nasional harus berupaya menyiapkan jaringan kerja elektronik
(termasuk produk dan layanan) sebagai alat pembayaran. Selain itu, juga harus
mampu membaca arah gerak kebijakan pemerintah terhadap komitmen gerakan
nasional non tunai. Dalam implementasinya pemerintah akan menyiapkan berbagai
bentuk layanan dan bantuan yang berbasis non tunai.
Dalam melakukan inovasi penyediaan layanan perbankan khususnya
system pembayaran, perlu memahami pola atau gaya hidup setiap segmen yang
menjadi sasarannya. Sebagai contoh adalah trend sosial media pun wajib masuk
dalam
pemantauan
karena
tren
media
massa
pun
telah
berubah.
Selain melakukan penetrasi di dalam negeri, perbankan nasional juga perlu
membangun jaringan bisnis di luar negeri sebagai langkah pengembangan bisnis di
wilayah kawasan ASEAN. Dengan semakin dibukanya perdagangan antarnegara
ASEAN tentunya frekuensi penggunaan produk dan layanan perbankan akan
semakin tinggi dan sangatlah disayangkan jika tidak mengambil kesempatan ini.
Dalam melakukan ekspansi bisnis dapat dilakukan dengan merger/akuisisi
atau membuka unit kerja. Selain itu, langkah ekspansi ke luar negeri juga
merupakan langkah antisipatif ketika pasar domestik menjadi jenuh. Walaupun saat
ini data menunjukkan bahwa terdapat 55 jutaan usaha UMKM dan yang terlayani
37
Howorth C, Moro A, 2006,Trust Within Entrepreneur Bank Relationship: Insight from
Italy, Entrepreneurship Theory and Practice, 5(2), p. 26-40. Dalam, Alphonso Van Aardt Smit and
Olawale Olufunso Fatoki,2012, Debt financing to new small ventures in South Africa: The impact
of collateral, ethics and the legal system African, Journal of Business Management Vol. 6(3), pp.
1136-1146, 25 January, 2012 Available online at http://www.academicjournals.org/AJBM DOI:
10.5897/AJBM11.2582 ISSN 1993-8233 ©2012 Academic Journals h.1140
masih berkisar 12 jutaan, namun perlu ditelusuri potensi pasar yang sesungguhnya
karena tidak semua usaha feasible dan perlu campur tangan pemerintah.
Langkah menyatukan rantai bisnis melalui anak perusahaan atau perusahaan
terafiliasi perlu dilakukan untuk mencapai cost efficiency atau menangkap potensi
bisnis sebagai tautan bisnis utama maupun menyediakan one stop service bagi para
nasabahnya. Analisis konglomerasi sebagaimana arahan OJK untuk melakukan
konsolidasi pengelolaan risiko terhadap perusahaan induk, anak perusahaan
maupun perusahaan terafiliasi dapat dijadikan analisis awal akan kebutuhan bank
membangun konglomerasi bisnisnya.
Tren perkembangan perbankan yang semakin modern di tengah likuiditas
yang ketat memaksa perbankan untuk lebih kreatif lagi dalam menciptakan peluang
bisnis baru dan perlu terus menciptakan peluang-peluang bisnis baru untuk
meningkatkan porsi pendapatan berbasis komisi (FBI) sehingga mampu menekan
suku bunga kredit. Disamping itu, MEA dengan segenap peluang dan tantangannya
perlu mendapat perhatian perbankan nasional dalam menetapkan strateginya. Daya
saing yang komparatif serta strategi yang tepat agar bisa menjadi pemenang pasar
ASEAN.
Download