Kljian LiIlgWStik, Agustus 2013. 331 - 338 Copyright ©2013. Program Studi LiIlgWstik SP-s llSlJ, ISSN 1693-4660 Tahun kc 10, No 2 SISTEM SAPAAN KEKERABATAN BAHASA TIDORE Ismail Maulud F akultas Sastra dan Budaya Unkhair Temate Abstract This research attempts to explain term of address in Tidore. Term of address can be changed in some situation when a speaker and hearer make conversation. Tidore is one of 31 local languages in North Maluku it is used by people in Tidore island, seferal villages at Halmahera, and also in South ofTernate. The use of address related to characteristics of participant and cultural aspects. Characteristics ofparticipant related to sex, male, female, netral, age, adult, teenagers, children, older, younger. The result of the research found that the second personal pronoun phrase as term of address. Based on semantic , there are found kin and non kin. Kinship term consists of great-great grand parents, great grand parents, grand parents, parents, son, daughter, grandson, granddaughter, parent in law, husband and wife, sister and brother in law, son and daughter in law. Non kinship term consists of government, religion, professional, and traditional. Key Words: Terms ofAddress, Kinship, Personal Pronoun, Tidore PENDAHULUAN Bahasa pada dasarnya tidak terpisahkan dari konteks sosial budaya masyarakat penutumya. Sebagai fenomena sosial, bahasa merupakan bentuk perilaku sosiaJ yang digunakan sebagai sarana komunikasi dengan melibatkan sekurang-kurangnya dua partisipan. Bahasa juga sebagai alat komunikasi baik secara formal maupun secara non formal. selain itu bahasa juga berfungsi sebagai lam bang identitas sebuah daerah. Bahasa juga tidak terlepas dari konteks kekerabatan masyarakat Tidore sebagai saJah satu kelompok masyarakat yang memiliki buc!aya, bahasa, dan sistem sapaan kekerabatan yang berbeda dengan etnik yang lain di Propinsi Maluku Utara maupun di daerah lain. Dalam hubungannya dengan konteks kekerabatan itulah, tiap bahasa memiliki sistem sapaan kekerabatan tersendiri. Bahasa Tidore sebagai salah satu bahasa nonAustronesia dan salah satu dari 32 bahasa daerah yang ada di Maluku Utara. Penggunaan bahasa Tidore yang penyebamya meliputi pulau Tidore, pulau Maitra, Moti, Mare, dan beberapa kecamatan di daratan pulau Halmahera yang mayoritas masyarakatnya beragama Islam. Bahsa Tidore rnemiliki sistm sapaan yang mulai dari keluarga inti yaitu; Ayah, Ibu dan Anak (Baba, Yaya, se Ngofa) sedangkan keluarga luas yaitu; Ayah, Ibu, Kakek, Nenek, dan Buyut (Baba, Yaya, Tete, Nene, se Dotu). Sapaan merupakan sejumlah kata-kata yang digunakan untuk menyapa seseorang. Kata sapaan secara umum memiliki dua fungsi yaitu fungsi untuk menyapa dan fungsi untuk menyebut. Fungsi untuk menyapa banayak dijumpai dalam bahasa daerah maupun bahasa Indonesia, sedangkan istilah untuk menyebut sanagat sedikit jumlahnya, misalnya dalam bahasa Tidore untuk menyebut orang tua kita disapa dengan kata; Aba, Baba, Papa, sedangakan untuk menyapa orang tua perempuan, disapa dengan sapaan Yaya, Mama. Sistem sapaan kekerabatan dalam bahasa Tidore bayak bentuknya, bentuk-bentuk yang menjelaskan hubunga., seseorang dengan keluarga inti, hubungan seseorang dengan pemuka agama, hubungan seseorang dengan guru, buhungan seseorang dengan ternan-ternan sebaya lainnya. Ada 3 tiga faktor dalam sistem kekerabatan antaralain; ada hubungan darah, hubungan kekerabatan, dan hubungan perkawinan. Dari ketiga hubungan ini yang paling penting adalah hubungan perkawinan karena tetjadi hubungan perkawinan bam dapat melahirkan hubungan-hubungan yang lain. Kelornpok etnik Tidore sebagai salah satu etnik yang memiliki kebudayaan, bahasa, dan sistem sapaan kekerabatan yang berbeda dengan etnik lainnya. Melalui sitem sapaan kekerabatan akan dijumpai istiJah-istilah yang dipakai untuk menyebut dan istilah untuk menyapa seseorang dalam lingkungan kekerabatan tersebut. Dengan demikian maka dalam Ismail J1alllud suatu hubungan kekerabatan baik bcrsifat kc1uarga inti mallpun kcluarga luas terdapat sistem kekerabatan yang akan diikuti oleh seluruh anggaota masyarakat. Akhir-akhir ini, khususnya dikalangan anak muda masyarakat Tidore yang mendiami pulau Tidorc dalam berkomunikasi sehari-hari dijumpai banyak terjadi kesalahan penggunaan istilah sapaan yang sebemamya. Urrtuk itulah mengapa peneliti mdakukan penelitian ini, tujuannya tidak lain dan tidak bukan hanyalah untuk menghidupkan kembali tentang sistem sapaan yang sebenamya )11g ada pada bahasa Tidore agar anak mnda tidak lagi membuat kesalahan yang lebih fatal nantinya. Penelitian sestem sapaan kekerabatan tidak sckedar penginventarisasian, tetapi juga dapap; a). memperlihatkan kekhasaan sistem sapaan kekerabatan bahasa Tidore; b). mendatangkan manfaat bagi masyarakat bahasa itu sendiri karena sebagai sapaan kekerabatan yang masih berlaku sekarang diduga akan berubah dan akan di~upakan oleh H.1asyarakat penutnmya sebagai akibat dari pengaruh gIobalisasi; c). menunjang usaha pemerintah dalam mengambil kebijakan pembinaan dan pengembangan bahasa indonesia dan bahasa daerah khususnya bahasa Tidore; d). memberikan sejumlah data sapaan kekerabatan untuk sosiolinguistik Dalam tulisan ini, ada beberapa pemlasalahan yang diangkat untuk ditehti lebih jauh, antara lain; (1) Bagaimanakah bentuk sapaan bahasa Tidore? (2) Bagaimanakah penggunaan sistem sapaan kekerabatan dalam bahasa Tidore sehari-hari? Ada beberapa tnjuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini antara lain; (1) Untuk menjelaskan bentuk-bentuk sitem sapaan kekerabatan bahasa Tidore, (2) Untuk menganalisa dan mcnjelaskan pengguna.:'ln sistem sapaan kekerabatan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Tidorc. METODOGI PENELITlAN Penelitian ini adalah tipe peneiitian Kuahtatif, untl1k itn dalam penelitian ini penulis menggunakan metode pene/itian kualitatif dcskriptif brena data yang penulis butuhkan bcrada di lapangan dan membutuhkan pcnjelasan sesai dcngan apa yang ada di lapangan atau dengan kata lain penulis hanya menilai kualitas dari data tersebut tanpa melihat kuantitasnya. Lokasi penelitian ini adalah di Kelurahan GurabLmga yang masyarakatnya masih menggunakan bahasa Tidore dalam berinteraksi schari-hari. lumlah pcnduduk masyarakat Kelurahan Gurabunga sebanyak 500 jiwa. larak dart pusat kota ke kelurahan iut adalah 7 km, yang ditempuh dengan kendaraan roda dua sekitar 1 jam, daerah ini berada diketinggian atau di perbukitan tepatnya dilereng gunung Kie Matubu(gunung Tidore). Untuk kea1..'Uratan data maka penulis mengambil beberapa infonnan inti dan informan pendukung yang berbeda umur dan berbeda jenis kelamin. Dalam penclitian ini dibutuhkan dua jenis data antara lain: 1). data primer, yaitu data yang sangat penting dan san gat dibutuhkan. Data ini bersumber dari masyarakat setempat melalui informan-informan di lapangan. 2). data sekunder atau nama lainnya data tambahan. data tambahan ini bersumber dari referensi yang ada di perpustakaan dan di kantor lurah atau .kantor Desa setempat. Populasi penelitian ini adalah penutur asli bahasa Tidore yang berada di Kelurahan Gurabunga. lumlah penutur yang menjadi sampel dalam penelitian ini 16 orang informan, yang terdiri atas laki-Jaki dan perempllan, bemsia sekurang-kurangnya 17 tahun. Teknik Pengumpulan Data Observasi mempakan instmmen penting daJam pcnclitian kualitatit: instrumen ini biasa diunakan sebagai alat pelengkap instmmen lain seperti wawaneawa. untuk memaksimalkan hasil observasi, peneliti menggunakan alat bantu seperti; bukll eatatan, check list, kamera, dan lain-lain. Dalam pengambilan data ini penulis mcnggunakan teknik observasi terbuka dan tertutup karena peneliti tidak mau ada jarak antara peneliti dan responden atau informan. Kemudian peneliti juga inginkan data-data yang didapat dari lapangan itu data ash dari informan tanpa rekayasa sehingga data tersebut betul-bctuJ faJid. Wawancara adalah instmmen lain yang tidak kalah penting dalam pegambilan data di Japangan. DaJam peneJitia ini peneJiti mendatangi langsung responden atau infonnan di Japangan dan berhadapan langsung dengan mereka. Peneliti melakukan wawancara dengan infonnan di lapangan sesuai dengan pertanyaan-pertanyaan yang telah susun sebelumnya, dan 332 Ki!ft;ndinguisti/4 Tahunke-lo, No2 Agusrus 2013 melakukan wawancara terstruktur. ini bertujuan agar data yang diperoleh tersusun secara terstruktur sehingga memudahan peneliti dalam menganalisa data nantinya. Kegiatan analisis data dalam penelitian ini, setelah data-data terkumpul maka langkah selanjutnya adalah peneliti melakukan klasifikasi data, mendeskripsi data. mendeskripsikan data ini bertujuan untuk menggabarkan data yang ada guna memperoleh bentuk nyata dari informan, sehingga lebih mudah dimengerti peneliti atau orang lain yang tetarik dengan hasil penelitian yang dilakukan. Langkah yang lainnya adaah peneliti melakukan antisipatori sebelum melakukan reduksi data, kemudian melakukan display data, setelah itu deskripsikan data yang ada sesuai dengan fakta yang ada di lapangan tanpa mengurangi dan menambah-nambah, dan memberikan kesimpulan. KAJIAN PUSTAKA Pengertian Sistem Sapaan Kata sapaan adalah kata ganti (pronomina) yang berfungsi sebagai teguran dalam suatu percakapan. Kata sapaan juga merupakan bentuk pronomina yang bersifat kekerabatan atau kerabat. Menurut Live-Strauss bahwa hubungan kekerabatan paling sedikit ada tiga kelas yaitu; 1). hubungan darah, 2). hubungan turunan, dan 3). hubungan perkawinan. Ketiga macam hubungan kekerabatan daIam keluarga itu adalah; (1). hubungan antara individu E dengan saudara-saudara sekandungnya dan berubah hubungan darah; (2). hubungan E dengan istrinya yang berupa hubungan karena perkawinan saudara istrinya, yang di gambarkan sebagai kelompok A da kelompok B; (3). hubungan yang lain adalah antara E dan istrinya dan anakanaknya mereka yang berupa hubungan kemarahan. Hal seperti ini juga dapat diartikan sebagai 2003 keinginan untuk bertindak sesuai hati tanpa mclukai perasaan pihak lain. Budiyana menjelakan kata sapaan adalah pronomina kedua yang bersifat kekerabatan yang Jebih ramah dalam berkomunikasi seperti penggunaan pada kata Bapak, Ibu, Kakak, Bibi, Paman. 8ila di kaji dalam bahasa Tidore seperti Baba, Ytrya, Goa, Jojo, Yuma sebagai istilah kekerabatan atau sapaan yang di kategorikan bentuk sapaan yang sopan. Sistem Kekerabatan Istilah kekerabatan dapat menentukan batas-batas dari apa yang disebut keluarga luas dalam kebudayaan tertua dan juga menggariskan hubungan diantara kelllarga yang teIjalin dalam perkawinan. Para pakar antropologi banyak menaruh perhatian pada cara orang memberi nama kepada sanak saudara mereka dalam berbagai masyarakat. Berdasarkan prinsip bahwa suatu sistem kekerabatan harus dikaji lebih mendalam dan harus dipandang sebagai sistem hubungan antara diri yaitu hubungan kekerabatan dalam ego sebagai pusat tanda-tanda digunakan antara lain; untuk pria , untuk wanita, untuk keturunan, untuk saudara sekandung, untuk saudara kembar, untuk kawin dan untuk kawin diluar nikah (Koentjaraningrat, 1988). Dalam telaah interdisipliner antropolinguistik dan sosiolinguistik kita dapat mengetahui ada kata-kata dwifungsi yaitu sebagai kata yang beIjenis kata benda dan memiliki, a). fungsi sebagai kata istilah kekerabatan dan b). fungsi sebagai kata sapaan, walaupun tidak semua kata deikian, tetapi kita dapat memasukan kata-kata tertentu sementara dalam sosiolinguistik F Tronies membagi kelompok masyarakat menjadi dua antara lain; a. Gemenishabt yang secara umum merupakan keluarga batih ayah, ibu dan anak. di dalam keluarga batih penggunaan konsep beserta istilah kekerabatan berlaku secara konteks. b. Gesselchatt adalah istilah kekerabatan yang ditulis dengan huruf kapital dimanapun tempatnya. Ketentuan EYD ini dimaksud untuk membedakan kata istilah kekerabatan dari kata sapaan sekaligus pembeda arti. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode peneiitian kualitatifkarena data yang penulis butuhkan berada di lapangan dan membutuhkan penjelasan sesai dengan apa yang ada di lapangan atau dengan kata lain penulis hanya menilai kualitas dari data tersebut tanpa melihat kuantitasnya. Lokasi penelitian iui adalah di Kelurahan Gurabunga yang masyarakatnya masih menggunakan bahasa Tidore dalam berinteraksi sehari-hari. lumlah penduduk masyarakat Ismail Alalllud Kclurahan Gurabunga sebanyak 500 jiwa. Jarak dari pusat kota ke kelurahan ini adalah 7 km, yang ditempuh dengan kendaraan roda dua sekitar 1 jam, daerah ini berada dikctinggian atau di perbukitan tepatnya dilereng gunung Kie Matubu(gunung Tidore). Untuk keakuratan data maka penulis mengambil beberapa informan inti dan informan pendukung yang berbeda umur dan berbeda jenis kelamin. Populasi penclitian ini adalah penutur asli bahasa Tidore yang berada di Kelurahan Gurabunga. Jumlah penutur yang menjadi sampel dalam penelitian ini 16 orang informan, yang terdiri atas laki-Iaki dan perempuan, berusia sekurang-kurangnya 17 tahun. Untuk mengumpulkan data, peneliti menggunakan teknik \'iawancara dan observasi. Data dikumpulkan melalui wawancara langsung dengan para informa~ dan menggunakan teknik rekaman, agar informasi dapat dianalisis dengan sempurna, disamping itu pula mencatat hal yang penting lainnya. Selain wawancara, digunakan juga observasi langsung sebagai teknik pengumpulan data. Melalui teknik ini peneIiti melibatkan diri di dalam berbagai interaksi linguistik seperti percakapan dan pertemuan. Data ini merupakan data utama dari penelitian ini. Setelah data dikumpul scmua maka langkah selanjutnya adalah melakukan antisipatori sebelum melakukan reduksi data, kemudian melakukan display data, sete1ah itu deskripsikan data yang ada sesuai dengan fakta yang ada di lapangan tanpa mengurangi dan rnenambah-nambah, dan mernberikan kesirnpu1an. HASIL DAN PEMBAHASAN Sistem Sapaan Kekerabaan Bahasa Tidore Dalam kehidupan sehari-hari mesyarakat Tidore selalu menggunakan istilah sapaan daIam berkomunikasi sehari-hari. Sitem Sap&1Jl kekerabatan dalam bahasa Tidore terdapat 4 macam antara lain: 1). sistem sapaan kekerabatan yang menyatakan pronomina. 2). sistcm sapaan berdasarkan bentuk. 3). sistem sapaan kekerabatan berdasarkan penggunaan sehari-hari. Sistem Sapaan Kekerabatan Yang Menyatakan Pronomina Secara Iicguistik, para ahli bahasa membedahkan kata pronomina pesona menunlt persona pertama, kedua, ketiga. Dalam bahasa Tidore mengenal pronomina persona yang unik karena terdapat penggunaan khl1sUS Iaki-laku, perempuan dan netra1, kemudian terdapat pembagian kategori halus dati kasar. Untuk lebih jelasnya lihat tabel berikut ini; Persona Tunggal Janlak Fangare, Fajam, Ngori saya Ngone = kita Ngom =kami 2 Jou, Ngona= engkau, 3 Una, Mina, Ena Dia Ngon, Jongon = kalian Ona= mereka Dari tabel ini menunjukan bentuk kata ganti orang pertama tunggal terdiri dari tiga bentuk yaitu; 1). bentuk sapaan Fangare yang artinya saya Iaki-Iaki, dipakai ketika kita berbicara dengan orang yang umumya diatas kita atal1 orang yang umurnya rendah namun status sosial lebih tinggi dari kita, sapaan ini dikategorikan halus atau sopan. 2). Fajaru artinya saya pcrempuan, adalah istilah sapaan digunakan kctika berkornunikasi dengan orang yang lebih tinggi status sosialnya, kemudian dikategorikan sapaan halus atau sopan. dan 3). sapaan Ngori artinya saya laki-Iaki atau perempuan, namun dikategorikan kurang sopan dan tidak halus. Untuk kasus pronomina kedua ini terdapat dua bentuk yaitu 1) . .fOli artinya engkau, pronomina ini mempakan pronomina yang halus dan digunakan untuk menyapa orang yang umurnya lebih tua dari pembicara. Selain itu juga pronomina ini digunakan untuk menyapa orang yang umurnya sarna maupun umurnya Iebih muda dari pembicara namun status sosialnya lebih tinggi dari pembicara. 2). NgonG artinya engkau, bentllk peronomina ini digunakan untuk menyapa orang ·lain yang sebaya dengan kita atau level status sosialnya sarna dengan kita. Namun pronomina ini dilarang digunakan untuk menyapa orang yang umurnya maupun status sosialnya lebih tinggi dari kita, karena pronomina ini dikategorikan tidak sopan. Dalam berkomunikasi sehari-hari apabila terdapat kesalahan semacam ini biasanya masyarakat langsung menegumya dan mereka menganggap bahwa orang yang menggunakan istilah sapaan ini, orang tuanya tidak mengajari tentang sopan santun di rumah. Contohnya; Yuma(paman) : Jda, ngona tagi ka be? Ida, engkau pergi ke mana Ida(ponakan) : Ngori tagi loma gura. Ngona se nage ge? saya pergi ke kebun. Engkau dengan siapa disitu? Yuma : Ngori matomoi bato. saya sendiri saja : Oh .. kira se faya. Oh ...kira dengan istrimu Ida Dan contoh pembicaraan antara seorang paman dengan ponakannya yang bemama lda IDl, terlihat jelas pelanggaran yang dilakukan oleh ponakannya yaitu dia menggunakan istilah sapaan Ngori untuk menjawab pertanyaan pamannya, seharusnya diamenggunakan istilah sapaan yang sopan yaitu Fajaru(saya perempuan). Kemudian kesalahan birikutnya adalah dia balik bertanya kepada pamannya dengan menggunakan istilah sapaan Ngona ini tidak pantas dilakukan o)eh seorang ponakan terhadap pamannya sendiri, seharusnya dia menggunakan istilah sapaan Jou(engkau) karen a istilah sapan ini diperuntukan untuk orang yang umur maupun status sosialnya lebih tinggi dari kita sebagai pembicara. Sistem sapaan kekerabatan yang digunakan dalam sebuah keluarga masyarakat Tidore khususnya selalu menggunakan sapaan seperti berikut ini; Baba (ayah), yaya (ibu), iyo (kakak), nongoru (adik), fira (saudara perempuan), hira (saudara laki-Iaki), Nyira (saudara laki-Iaki dan bapak dan saudara perempuan dari ibu),jojo (saudara laki-Iaki bapak dan saudara perempuan ibu), goa (kakakladik perempuan dan bapak), nene (ibu dari bapak/mama), tete (ayah dari bapak/ibu), dan dotu (bapak/ibu dari kakek dan nenek ibulbapak). Dari beberapa istilah sapaan tersebut banyak dijumpai di masyarakat penutur khususnya masyarakat yang ada di Kelurahan Gurabunga yang masih aktif menggunakan adalah penutur yang umumya berkisar 40 ke atas. Sedangkan penutur yang berumur dibawah 30 tabun khususnya yang belum menikah, ditemukan banyak menggunakan istilah sapaan yang diadopsi dan bahasa indonesia atau bahasa daerah \ainnya seperti; papa, mama, ibu, bapak, ummi, abi, papa tua, mama ade, bunda, dU. Temyata setelah dite1usuri, masyarakat atau penutur yang tidak menggunakan istilah sapaan bahasa Tidore yang benar dikarenakan faktor keluarga. Pada umumnya mereka mengatakan bahwa mereka dalam ranah keJuaraga jarang menggunakan istilah sapaan tersebut sehingga mereka tidak terbiasa dengan hal tersebut. Memang hal ini sangat sulit jika dalam rumah tangga orang tua tidak mengajarkan kepada anak-anaknya tentang istilah sapaan tersebut maka secara otomatis sang anak tidak akan tahu tentang hal tersebut dan mereka akan menggunakan istilah-istilah yang mereka anggap keren di kalangan mereka. Ada pepatah orang Tidore yang mengatakan "Doto paha biasa 00" ini memiliki pengertian sangat dalam. pepatah ini memiliki arti belajar tidak mampu mengalahkan kebiasaan, maksudnya walaupun kita mengajarkan kepada anak-anak kita ten tang sesuatu tetapi hal itu mereka tidak terbiasa melakukannya maka sia-sialah pengajaran kita. Secm'a linguistik sistem sapaan tipe pertama diatas mudah untuk dijelaskan karena bentuk sapaan tersebut merujuk kepacia objek yang disapa. Jadi ada petanda dan penanda seperti sapaan Baba artinya orang yang bertugas memberikan nafkah lahir batin terhadap istri dan anaknya sebagai petanda, kemudian ada juga satuan lingual Baba, yaya, dan lainnya sebagai penanda pada elemen kekerabatan baik keluarga batin maupun keluarga luas. Sapaan berdasarkan bentuk Berdasarkan ciri morfologisnya, bentuk sapaan bahasa Tidore dibedakan menjadi bentuk dasar dan bentuk turunan. bentuk dasar merupakan bentuk yang terdiri dari satu morfem. menurut 335 Ismail J1aullld KridaJaksana (2001:29) mengatakan bentuk dasar mcrupakan bentuk yang paling umum dan tidak terbatas, serta tidak diturunkan dari bentuk apa pun. Sapaan bahasa Tidore yang berupa bentuk dasar yaitu Dotu orang tua kakek dan nenek, tete 'kakek', nene 'nenek', baba 'bapak', yaya 'ibu', iyo 'kakak laki-Iaki dan kakak perempuan', nongoru 'adik laki-Iaki dan peremuan, hira 'saudara laki-laki, bira!fira 'saudara perempuan, dana 'eueu'. Menurut Kridalaksana (2001 :30), bentuk turunan merupakan bentuk yang berasal dari bentuk dasar yang telah mengalami berbagai proses. Sapaan bahasa Tidore yang berupa bentuk turunan adalah yang berupa kata majemuk dan kata ulang. Kata majemuk merupakan gabungan morfem dasar seperti pada sapaan kekerabatan tete dotu 'moyang laki-Iaki', nene dotu 'moyang perempuan', baba nyira 'kakak laki-laki bapak', danyaya nyira 'kakak laki-laki ibu' baba bau 'bapak tiri', yaya bau 'ibu tiri', ngofa nau 'anak laki-Iaki', ngofa faya 'anak perempua' ,ngofa piara 'anak. angkat', ngofa bau 'anak tiri', ngofa gosi 'anak yatim piatu'. Bentuk-bentuk sapaan ini masih aktif dipakai dalam berkomunikasi sehari-hari masyarakat Tidore hingga saat ini. Sapaan berdasarkan penggunaannya sehari-hari Berdasarkan p~nggunaannya, sapaan bahasa Tidore dibagi dua, yaitu sapaan yang digunakan untuk menyapa kerabat, dan sapaan yang digunakan untuk menyapa bukan kerabat. Sapaan yang digunakan untuk menyapa kerabat dibagi lagi, yaitu kerabat yang terbentuk karena adanya hubungan darah antara penutur danmitra tutur, dan kcrabat yang terbentuk karena adanya hubungan tali perka\vinan. a. Sapaan yang digunakan untuk menyapa kerabat berdasarkan hubungan darah Dalam masyarakat Tidore dikenal dengan keluarga luas yang dimulai dari orang tua moyang scbagai awal mulanya orang yang menunmkan anak cucu serta cicit selanjutnya. Se1uruh anggota kerabat yang berasal dari satu orang tua moyang disebut satu hali. Orang tua moyang yang disapa oleh anak cucunya dengan sapaan use untuk moyang laki-laki dan perempuan. Moyang atau dalam bahasa Tidore dikcnal dcngan istilah dotu digunakan untuk menyapa orang tua kakek dan nenek. Sapaan yang dipergunakan untuk menyapa moyang laki-laki aalah tete dotu dan untuk menyapa moyang perempuan adalah nene dotu. Vntuk menyapa orang tua bapak dan ibu dalam bahasa Tidore terdapat dua is,tilah sapaan yang berbeda. Orang tua bapak dan ibu yang laki-laki atau dalam bahasa indonesia dikenal dengan istilah kakek, dalam bahasa Tidore dikenal dengan sebutan tete, dan sapaan yang digunakan untuk menyapa orang tua bapak dan ibu yang perempuan atau dalam bahasa indonesianya nenek, dalam bahasa Tidore dikenaI dengan istiIah nene. Namun dalam interaksi sehari-hari masyarakat biasanya menambahkan nama pendek atau nama panggilan si nenek seperti namanya Megawati biasa disapa nene wati dan kakek sepcrti namanya Usman disapa tete man. Orang tua kita sendiri dalam bahasa Tidore disebut dengan istilah sapaan baba se yaya. Baba adalah istilah sapaan untuk menyapa orang tua laki-laki, dan Yaya untuk menyapa orang tua perCl11puan. Untuk menyapa anak dalam bahasa Tidore dikenal dengan sebutan ngofa. Sapaan yang digunakan orang tua terhadap anaklaki-Iakinya dengan sapaan ngoja nau, dan untuk menyapa anak perempuan dengan sebutan ngoja jaya. Selain itu juga ada orang tua yang menyapa anaknya dengan menyebut nama kecil si anak yang bertujuan untuk menunjukan kasih sayang terhadap anaknya. Sapaan untuk l11enyapa saudara laki-laki dan perempuan tertua bapak dan ibu (paman) dikenal dengan istilah nyira, atau baba nyira 'kakak laki-Iaki bapak', dan yaya nyira 'kakak Iaki-laki ibu'. Vntuk menyapa saudara perempuan bapak dikenal dengan istilah sapaan goa. Sapaan yang digunakan utuk l11enyapa saudara laki-Iaki ibu dengan istilah sapaan yuma. Sapaan untuk menyapa adik dari bapak dan ibu digunakan dengan istilahjojo yang terdiri daripapajojo 'adiklaki-laki ayah', danyayajojo 'adik perempuan ibu. Saudara kandung laki-laki (kakak) disapa dengan sebutan iyo, dan saudara kandung perempuan menyapa saudara laki-laki dengan sebutan hira. Sapaan saudara kandung laki-Jaki (kakak) l11enyapa saudara kandung perempuan dengan sebutan .fira'. Kemudian sapaan untuk menyapa saudara kandung (adik) laki-laki maupun perel11puan dengan sebutan nongonl. b. Sapaan yang digunakan untuk menyapa kerabat berdasarkan tali perkawirian. Selain karcna hubungan darah, kerabat juga dapat terbentuk karena tetjadinya perkawinan antara dua anak 336 Aguslus 2013 manusia. Setelah teIjadi akad nikah, status lajang berubah menjadi kawin, calon ibu dan bapak mertua menjadi ibu dan bapak mertua. Sapaan terhadap pereka pun ikut berubah, muncul istilah kekerabatan karena perkawinan, seperti besan, mertua, suami, istri, dan ipar. Haha 'besan' merupakan istilah yang digunakan untuk menyapa orang tua menantu. Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat men genal istilah sapaan besan dengan sebutan 'haha', namun untuk sapaan langsung biasanya masyarakat menggunakan dengan sapaan baba se yaya. Kemudian apabila si pembicara dengan besan itu lebih tua atau muda maka mereka biasa menggunakan nama panggilan atau nama pendek si besan. Untuk menyapa mertua biasanya masyarakat Tidore selalu menyebut dengan yodo 'mertua'. Hingga kini istilah ini masih eksis dipakai dalam masyarakat. Bentuk sapaan yang digunakan untuk menyapa saudara ipar dalam bahasa Tidore, dikenal dengan dua istilah kekerabatan yaitu; tafu adalah istilah sapaan yang digunakan untuk menyapa ipar laki-Iaki, dan dafu merupakan istilah sapaan kekerabatan yang diperuntukan untuk menyapa ipar perempuan. Istilah sapaan ini digunakan tidak melihat apakah itu usia dari saudara ipar itu lebih tua atau lebih muda dari si pembicara. c. Sapaan untuk menyapa orang diluar kerabat Dalam memilih sapaan yang akan digunakan untuk menyapa mitra tutur, ada situasi berpemarkah status seperti situasi, usia, status pernikahan, jenis kelamin, gelar, dan pangkat yang harus digunakan saat menyapa mitra tutur. Bila penyapa mengetahui nama orang yang disapa maka sapaan yang digunakan adalah om,bibi, pak, ibu; contohnya Pak Camat, Om Dula(nama pendeknya). Dalam situasi formal biasanya masyarakat Iebih menggunakan istilah kekerabatan Pak, Ibu, Bapak, Ustad, Ustaza, Engku (pak guru), Encik (ibu guru). Pada situasi informal, bila hubungan antara penyapa dan orang yang disapa telah cukup akrab atau masih memiliki hubungan kekerabatan maka sapaan yang digunakan adalah sapaan kekerabatan yang disesuaikan dengan usia maupun status sosiaJ orang yang disapa. KESIMPULAN Setelah melakukan penelitian secara mendalam tentang sistem sapaan kekerabatan bahasa Tidore, maka dapat disimpulkan sebagai berikut; Dalam bahasa Tidore men genal pronomina persona yang unik karena terdapat penggunaan khusus Iaki-Iaki, perempuan dan netraJ, kemudian terdapat pembagian kategori halus dan kasar, seperti; Fangare(saya laki-Iaki), Fajaru(saya perempuan), Ngori(saya netral) , Jou(engkau), Ngona(engkau kasar), Una(dia laki-laki), Mina(dia perempuan), Ena(dia benda), Ngom(kami), Ngone(kita), Jou Ngon(kalian), Ona(mereka). Kata ganti ini sangat berperan dalam proses berkomunikasi sehari-hari masyarakat Tidore. Sistem sapaan kekerabatan dalam bahasa Tidore terdapat dua bentuk yaitu bentuk dasar dan bentuk turunan. Bentuk dasar merupakan bentuk yang terdiri dari satu morfem. Sapaan bahasa Tidore yang berupa bentuk dasar yaitu Dotu orang tua kakek dan nenek, tete 'kakek', nene 'nenek', baba 'bapak', yaya 'ihu', iyo 'kakak laki-Iaki dan kakak perempuan', nongoru 'adik laki-laki dan peremuan, hira 'saudara laki-laki, bira!fira 'saudara perempuan, dana 'cucu'. Bentuk turunan merupakan bentuk yang berasal dari bentuk dasar yang telah mengalami berbagai proses. Sapaan bahasa Tidore yang berupa bentuk turunan adalah yang berupa kata majemuk dan kata ulang. Kata majemuk merupakan gabungan morfem dasar seperti pada sapaan kekerabatan tete dotu 'moyang laki-laki', nene dotu 'moyang perempuan', baba nyira 'kakak laki-laki bapak', danyaya nyira 'kakak laki-laki ihu' baba bau 'bapak tiri', yaya bau 'ibu tiri', ngofa nau 'anak laki-laki', ngofa faya 'anak perempua' ,ngofa piara 'anak angkat', ngofa bau 'anak tiri'. Bentuk-bentuk sapaan ini masih aktif dipakai dalam berkomunikasi sehari-hari masyarakat Tidore hingga saat ini. Sistem sapaan berdasarkan penggunaan sehari-hari terdapat tiga jenis yaitu; (1). Menyapa kerabat berdasarkan hubungan darah, seperti; Dotu, tete, nene, baba, yaya, iyo, nongoru, yuma, goa, nyira, ngofa, faya, ra, dU. (2). Menyapa kerabat berdasarkan tali perkawinan, seperti; haha, tafu, dafu, yodo, cofo. (3). 337 hmail J1allilld Menyapa orang diJuar kerabat, biasanya masyarakat Tidore dalam situasi formal mereka menggunakan sapaan sesuai dengan gelar, dan pangkat saat menyapa mjtra tutur, contohnya Pak Camat, Ibu Lurah, Pak, Ibu, Bapak, Ustad, Ustaza, Engku (pak guru), Encik (ibu guru). Pada situasi informal, bila hubungan antara penyapa dan orang yang disapa telah cukup akrab atau masih memiliki hubungan kekerabatan maka sapaan yang digunakan adalah sapaan kekerabatan yang disesuaikan dengan usia maupun status sosial orang yang disapa seperti; om, bibi, tete, nene, mama. DAFTAR PUS TAKA Diani Irma, dkk.2006. Sistem Sapaan Bahasa Serawai Analisis Sapaan eli Kabupaten Seluma, BengkuluJurnal Ilmiah HUMANIKA Vol, No, L Januari 2006. Universitas Gajah Mada. Ibrahim, Gufran, 2003. Sistem Sapaan Kekerabatan Dalam Bahasa Taba. Jurnal Ilmiah Tekstual No.2. VoL L Fakuhas Sastra dan Budaya Unkhair Ternate. Maulud, Ismail. 1998. Pronomina Bahasa lnggris dan Bahasa Tidore: Sebuah Studt KontrastiJ A Script, unpublished. Hasanuddin University. Ohoiwuton, Paul. 2002. Sosiolinguistik. Memahami Bahasa Dalam Konteks l'vlmyarakat dan Kebudayaan. Visipro. Jakarta. Smith, Barry. 2004. Toward a History ojSpeechAct Theory. SIL International. Sugiyono. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif Bandung: Cv. Alfabeta . . 2012. Metode penelitian KuantitatifKualitat{ldan R&D. Alfabeta. Bandung Sutiman, dkk. 2007. Anto[ogi Kajian Kebahasaan. Pusat Bahasa Departemen Pendidikan NasionaUakarta Tickoo, Makhan L 1995. Language and Culture in Multilinguai Societies: Viewpoints and Visions. SEAM EO Regional Language Centre. 338