laporan akhir p2dtk tahun 2013

advertisement
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Daerah tertinggal merupakan suatu daerah kabupaten yang masyarakat dan
wilayahnya relatif kurang berkembang dibandingkan daerah lain dalam skala nasional.
Ketertinggalan daerah tersebut diukur berdasarkan kriteria ekonomi, sumber daya
manusia (SDM), infrastruktur, aksesibilitas dan celah fiscal. Oleh karena itu, diperlukan
upaya pembangunan daerah yang terencana dan sistematis agar daerah tertinggal tersebut
pada akhirnya setara dengan daerah lainnya di Indonesia yang telah maju terlebih dahulu.
Secara umum kondisi masyarakat daerah tertinggal sebagai berikut :
 Pendapatan total dan Pendapatan perkapita masyarakat daerah tertinggal masih
rendah;
 Pembangunan sumber daya manusia (SDM) pada aspek keagamaan, pendidikan
dan kesehatan masih belum optimal
 Optimalisasi eksplorasi dan eksploitasi potensi sumber daya alam dengan
memperhatikan lingkungan hidup secara berkesinambungan, termasuk dalam
penanganan daerah rawan bencana belum dilakukan.
 Sarana dan prasarana di daerah tertinggal dalam upaya pemenuhan kebutuhan
pelayanan dasar masyarakat terutama pada aksesibilitas masyarakat pada aspek
infrastruktur
kesehatan, pendidikan
energi, air
bersih, telekomunikasi,
transportasi dan infrastruktur ekonomi perlu peningkatan.
 Belum adanya regulasi yang fokus pada pengembangan lembaga pemerintahan
daerah, kelembaga masyarakat yang pro daerah tertinggal.
Percepatan pembangunan daerah tertinggal merupakan agenda besar pembangunan
2015-2019 yang sifatnya segera. Hal tersebut sejalan dengan kebijakan pemerintah melalui
salah satu isu strategis dalam RPJMN 2015-2019 yaitu Pembangunan Daerah Tertinggal
LAPORAN AKHIR P2DT TAHUN 2015
1
dan Kawasan Perbatasan Negara, pembangunan daerah tertinggal merupakan program
aksi dengan pendekatan kewilayahan, sehingga penanganannya memerlukan dukungan
lintas bidang.
Arah kebijakan dalam rangka percepatan pembangunan daerah tertinggal adalah
Upaya pemenuhan kebutuhan pelayanan dasar publik; dan Pengembangan perekonomian
masyarakat yang didukung oleh Sumber Daya Manusia (SDM) yang handal dan
infrastruktur penunjang konektivitas antara daerah tertinggal dan kawasan strategis, yang
dijabarkan ke dalam strategi sebagai berikut: (1) Pengembangan perekonomian
masyarakat di daerah tertinggal dalam rangka meningkatkan nilai tambah sesuai dengan
karakteristik dan potensi daerah; (2) Peningkatan aksesibilitas yang menghubungkan
daerah tertinggal dengan kawasan strategis melalui pembangunan sarana dan prasarana,
seperti: peningkatan akses jalan, jembatan, pelabuhan, serta pelayanan penerbangan
perintis dan pelayaran perintis; (3) Peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM),
Iptek, dan kapasitas tata kelola kelembagaan pemerintah daerah tertinggal; (4) Pemenuhan
Standar Pelayanan Minimal (SPM) untuk pelayanan publik dasar di daerah tertinggal,
terutama di bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, transportasi, air minum, dan
telekomunikasi; dan (5) Pembangunan wilayah Papua dan Papua Barat yang diprioritaskan
pada: (i) peningkatan tata kelola pemerintah daerah, dan (ii) peningkatan kesejahteraan
masyarakat.
Berdasarkan kondisi tersebut, maka diperlukan program pembangunan yang lebih
difokuskan pada upaya percepatan pembangunan di daerah-daerah yang tertinggal dan
khusus. Kondisi ini umumnya terdapat di daerah yang secara geografis terisolir dan
terpencil, seperti daerah perbatasan antar , pulau-pulau terdepan, pulau-pulau kecil,
pedalaman, rawan bencana alam dan bencana sosial.
Pemerintah Pusat memfasilitasi Pemerintah Daerah melalui Program Pembangunan
Daerah Tertinggal yaitu Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus. Secara
umum Program P2DT bertujuan untuk membantu untuk mendukung pemerintah
kabupaten dalam mengembangkan kawasan pembangunan perdesaan terpadu dan
LAPORAN AKHIR P2DT TAHUN 2015
2
investasi, dengan sasaran untuk menciptakan peluang usaha, kesempatan kerja, dan
pendapatan masyarakat di daerah tertinggal, melalui kegiatan yang diarahkan kepada:
a.
Penguatan kapasitas Pemda dan masyarakat dalam perencanaan dan pengelolaan
pembangunan daerah;
b.
Pembangunan infrastruktur pendukung kegiatan ekonomi; dan
c.
Livelihood, pembangunan ekonomi dan investasi daerah.
Berdasarkan hasil evaluasi, terdapat 50 kabupaten dari total 199 kabupaten
tertinggal dalam periode RPJMN 2004-2009 yang telah keluar dari ketertinggalan
berdasarkan Kepmen Nomor: 044/KEP-M-PDT/II/2010. Namun akibat terjadinya
pemekaran daerah, terdapat 34 daerah otonomi baru (DOB) yang termasuk kategori
daerah tertinggal baru, sehingga jumlah daerah tertinggal pada tahun 2010 menjadi
sebanyak 183 kabupaten. Pada RPJMN II (Tahun 2010-2014), terdapat 70 kabupaten yang
telah keluar dari ketertinggal, namun karena adanya penambahan DOB yang termasuk
kategori tertinggal, sehingga jumlah Kabupaten Tertinggal pada Tahun 2015 menjadi 122
Kabupaten.
1.2 Maksud dan Tujuan
Tujuan dari kegiatan Koordinasi Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal adalah
untuk menjamin pengendalian kelancaran proses koordinasi perencanaan, pelaksanaan,
monitoring, pengendalian dalam pengelolaan Program Pembangunan Daerah Tertinggal
secara menyeluruh dan berkelanjutan oleh Tim Koordinasi P2DT, Bappenas.
Hasil dari laporan akhir Koordinasi Strategis Percepatan Pembangunan Daerah
Tertinggal ini diharapkan akan menjadi umpan balik dalam penyusunan Rencana Kerja
Pemerintah tahun berikutnya. Selain itu, bahan ini menjadi alternatif rekomendasi untuk
meminimalisir permasalahan dan perbaikan program pembangunan kewilayahan pada
masa yang akan datang.
LAPORAN AKHIR P2DT TAHUN 2015
3
BAB II RUANG LINGKUP
2.1 Ruang Lingkup Kegiatan
Tugas dan tanggungjawab Tim Koordinasi Program P2DT, Bappenas :
a.
Mengkoordinasikan sektor-sektor terkait dalam program pembangunan daerah
tertinggal dan pasca konflik.
b.
Mengumpulkan dan mengolah data, bahan dan informasi sebagai masukan dalam
menetapkan kebijakan umum pengelolaan Program pembangunan daerah
tertinggal melalui kegiatan P2DT, sesuai dengan sasaran dan kebijakan Program
Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus yang tertuang dalam RPJMN 20152019.
c.
Membantu Tim Pengarah dalam melakukan monitoring-evaluasi terhadap
perkembangan dan hasil pelaksanaan program pembangunan daerah tertinggal,
serta terhadap pelaporan yang disusun oleh Tim Pelaksana.
d.
Membantu Tim Pengarah dalam mengembangkan konsepsi dan rancangan
kebijakan pembangunan daerah tertinggal dan pasca konflik, berdasarkan hasil
monitoring-evaluasi terhadap penyelenggaraan program pembangunan daerah
tertinggal, dengan memperhatikan arahan RPJMN 2015-2019.
e.
Membantu Tim Perencana Pelaksana dalam menyelesaikan penyusunan
dokumen perencanaan pembangunan daerah tertinggal dan pasca konflik,
berpedoman pada kebijakan yang ditetapkan oleh Tim Pengarah.
f.
Membantu seluruh tugas Tim Perencana Pelaksana terkait dengan pelaksanaan
koordinasi, sinkronisasi, pemantauan dan pengendalian serta evaluasi terhadap
pelaksanaan program pembangunan daerah tertinggal dan pasca konflik.
g.
Membantu Tim TK P2DT melalui koordinasi persiapan perencanaan Program
Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus yang dilandasi pada
RPJMN 2015-2019.
LAPORAN AKHIR P2DT TAHUN 2015
4
2.2 Metode Pelaksanaan
Untuk mencapai tujuan kegiatan dan keluaran yang diharapkan, maka metode
pelaksanaan yang dipergunakan adalah:
1. Penatalaksanaan Administratif Program
Merancang sistem dan prosedur administrasi program terkait dengan pengelolaan
instrumental masukan kesekretariatan untuk mendukung kegiatan yang akan
dilakukan. Kegiatan ini mencakup dukungan administratif pelaksanaan kegiatan,
kegiatan kearsipan, penginformasian dan pelaporan pelaksanaan Program P2DT.
2. Melakukan Koordinasi dengan Stakeholder Terkait
Koordinasi dengan berbagai stakeholder terkait dilaksanakan untuk sinkronisasi
dan koordinasi Tahap awal Program P2DTK, laporan-laporan rutin yang harus disusun
oleh implementing/executing agency terkait pengelolaan keuangan program, laporan
tahunan, laporan akhir project. Kegiatan ini dilakukan dengan melakukan inisiasi
mengundang stekeholder (proaktif) maupun secara aktif terlibat dalam mekanisme
koordinasi yang telah diagendakan oleh unit pelaksana kegiatan lain terkait program
pembangunan daerah tertinggal.
3. Melakukan Monitoring (Supervisi)
Monitoring pelaksanaan difokuskan pada koordinasi tahap awal program di 4
Provinsi (Jawa Timur, Sulawesi Tengah, Kalimantan Tengah, dan Nusa Tenggara Timur)
dan 4 Kabupaten (Sampang, Tojo Una-una, Hulu Sungai Utara, Lembata).
4. Bantuan Teknis Pelaku Program
Bantuan teknis terhadap pelaku program difokuskan dalam rangka koordinasi tahap
awal, meningkatkan kapasitas pelaku program utamanya di daerah dan peningkatan
investasi ekonomi baik secara langsung maupun tidak langsung. Melalui kegiatan
proses bantuan teknis terhadap pelaku program ini diharapkan akan terjadi alih
kemampuan masing-masing pihak sehingga terjadi pengembangan kapasitas dalam
LAPORAN AKHIR P2DT TAHUN 2015
5
pengelolaan program-program sejenis maupun mendukung proses pembangunan
reguler di daerah.
5. Penyediaan
Informasi
dan
Masukan
bagi
Penyempurnaan
serta
Pengembangan Program
Kegiatan ini melalui penyediaan informasi dan data yang diperoleh secara langsung
maupun memanfaatkan informasi dan data yang dilaksanakan oleh unit pelaksana yang
berkompeten. Hasil analisa terhadap berbagai informasi dan data tersebut menjadi
masukan untuk mendukung pelaksanaan dan perbaikan/pengembangan program
pembangunan daerah tertinggal selanjutnya sesuai dengan dinamika yang terus
berkembang.
6. Menyusun Laporan
Penyusunan laporan lebih difokuskan untuk laporan rutin tahunan dan laporan
akhir project berdasarkan hasil monitoring selama pelaksanaan Program P2DT.
2.3 Keluaran yang Diharapkan
Adapun keluaran (output) yang dihasilkan dari sekretariat Tim Koordinasi Program
P2DTK ini, antara lain:
1.
Tersedianya data, bahan dan informasi sebagai masukan dalam menetapkan
kebijakan pengelolaan Program Pembangunan Daerah Tertinggal;
2.
Rencana Kerja, Rencana Tindak/Eksidential Tahunan UPP/ PMU Program P2DT;
3.
Rencana kerja, rencana tindak lanjut/ eksidential tahunan Program P2DT;
4.
Terlaksananya koordinasi pelaksanaan, monitoring dan evaluasi pelaksanaan
Program P2DT;
5.
Laporan monitoring-supervisi terhadap pelaksanaan Program P2DT;
6.
Laporan khusus/ eksidential Program P2DT;
7.
Laporan akhir Program P2DT.
LAPORAN AKHIR P2DT TAHUN 2015
6
2.4 Organisasi Pelaksana
Pengorganisasian pelaksanaan kegiatan Koordinasi Percepatan Pembangunan Daerah
Tertinggal (P2DT), didahului dengan pembentukan Tim Koordinasi Strategis Percepatan
Pembangunan Daerah Tertinggal pada awal Tahun 2015.
Adapun personil tim teknis dan pendukung kegiatan Koordinasi Strategis Percepatan
Pembangunan Daerah Tertinggal pada Tahun 2015 terdiri dari Tenaga Teknis Bidang
Perencanaan Pembangunan dan Kelembagaan, Tenaga Teknis Bidang Perencanaan dan
Penganggaran, Tenaga Teknis Bidang Monitoring dan Evaluasi, Pengolah Data, dan
Pramubakti.
LAPORAN AKHIR P2DT TAHUN 2015
7
BAB III HASIL PELAKSANAAN
Berpedoman dari rencana kerja Tim Koordinasi Strategis P2DT Bappenas yang telah
disusun pada awal Tahun 2015, maka selanjutnya tim teknis mulai melaksanakan
tugasnya. Berdasarkan hasil pelaksanaan yang menjadi tugas maka dapat disampaikan
laporan bahwa pelaksanaan kegiatan koordinasi perencanaan dan pelaksanaan Program
P2DTK pada tahun 2014 ini sebagai tahun pengakhiran Program P2DTK dan perencanaan
keberlanjutan Program P2DTK.
Adapun secara umum proses dan hasil kegiatan Program P2DT yang dapat
dilaksanakan sampai akhir Desember 2015 adalah sebagai berikut :
a. Koordinasi lintas sektor melalui Pemihakan terhadap pembangunan daerah
tertinggal melalui Rakor Program Percepatan Pembangunan Daerah tertinggal.
b. Penyusunan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) bidang Pembangunan Daerah
Tertinggal dan penelaahan RKA-KL Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi 2016.
c. Menyusun kebutuhan pendanaan pembangunan daerah tertinggal.
d. Penyusunan kebijakan Dana Alokasi Khusus Bidang Transportasi Sub Bidang
Transportasi Perdesaan Tahun 2016.
e. Koordinasi DAK lintas bidang mengenai pemihakan pada daerah tertinggal dan
dapat mewujudkan DAK kewilayahan.
f. Koordinasi Penyusunan Strategi Nasionan Percepatan Pembangunan Daerah
Tertinggal (STRANAS-PPDT) dan Rencana Aksi Nasional Percepatan Daerah
Tertinggal (RAN-PPDT).
g. Koordinasi lintas sektor dalam percepatan pembangunan daerah tertinggal.
h. Monitoring dan Evaluasi program pembangunan daerah tertinggal.
3.1
Penyusunan Konsep Pembangunan Daerah Tertinggal dalam RKP 2016
Pelaksanaan percepatan pembangunan daerah tertinggal selama ini menemui
berbagai kendala diantaranya adalah :
LAPORAN AKHIR P2DT TAHUN 2015
8
a.
Regulasi dalam mendukung percepatan pembangunan daerah tertinggal yang tumpang
tindih;
b.
Lemahnya koordinasi dalam pembangunan daerah tertinggal;
c.
Kebijakan afirmatif dalam percepatan pembangunan daerah tertinggal;
d.
Rendahnya kualitas sumber daya manusia dan tingkat kesejahteraan masyarakat di
daerah tertinggal;
e.
Minimnya ketersediaan sarana dan prasarana dasar publik di daerah tertinggal;
f.
Rendahnya produktivitas masyarakat di daerah tertinggal;
g.
Minimnya konektivitas daerah tertinggal terhadap pusat-pusat pertumbuhan wilayah;
h.
Insentif terhadap sektor swasta dan pelaku usaha yang minim;
Dalam rangka mengatasi permasalahan pembangunan daerah tertinggal dilakukan
melalui strategi (a) pengembangan perekonomian masyarakat; (b) peningkatan
aksesibilitas penghubung ke pusat pertumbuhan; (c) peningkatan kualitas SDM dan Iptek,
(d) pemenuhan SPM pelayanan dasar publik; (e) pemberian tunjangan khusus kepada
tenaga kesehatan, pendidikan, dan penyuluh pertanian; (f) harmonisasi regulasi; (g)
pemberian insentif kepada pihak swasta; (h) pembinaan terhadap daerah tertinggal yang
terentaskan; (i) pengembangan kawasan perdesaan dan transmigrasi; serta (j) percepatan
pembangunan Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat melalui peningkatan konektivitas
dan kualitas SDM, serta pengembangan ekonomi masyarakat berbasis komoditas lokal
pada wilayah adat;
3.2
Trilateral Meeting penyusunan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2016
Pertemuan Tiga Pihak Penyusunan Rancangan RKP 2016 dan Alokasi Pagu Indikatif
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi bertujuan antara
lain:
1. Menjamin konsistensi RPJMN 2015 – 2019 dan Renstra K/L 2015 – 2019
dengan RKP 2016 dan Renja K/L 2016;
2. Menyempurnakan Rancangan Awal RKP 2016;
LAPORAN AKHIR P2DT TAHUN 2015
9
3. Menyusun rancangan Renja K/L 2016;
4. Membahas program dan kegiatan belanja untuk prioritas dan operasional
dengan menajamkan sasaran, target, lokasi dan indikasi pendanaannya.
Pertemuan tiga pihak (trilateral meeting) tersebut menghasilkan beberapa pointers
yang menjadi perhatian bagi Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi dalan menjalankan
kegiatannya dalam rangka percepatan pembangunan daerah tertinggal, yaitu:
1. Dalam Penyusunan Program dan Kegiatan pada Rancangan Renja Tahun 2016
harus mengacu kepada RPJMN 2015-2019 dan RKP 2016;
2. Perlu adanya penguatan koordinasi dengan Kementerian/Lembaga dalam
pembangunan daerah tertinggal agar lebih efektif. Kemendes PDTT harus
mempunyai
inventaris
kegiatan-kegiatan
Kementerian/Lembaga
yang
berkontribusi dalam pembangunan daerah tertinggal dan besaran alokasinya
untuk mempermudah proses monitoring dalam pelaksanaan kegiatannya,
sehingga Kemendes PDTT tidak hanya melakukan koordinasi sebatas kegiatan
di internalnya;
3. Kemendes PDTT perlu mempunyai pilot project mengenai kegiatan yang
dilakukan di beberapa kabupaten tertinggal yang di koordinasikan bersama
dengan Kementerian/Lembaga terkait;
4. Rancangan kegiatan pada Renja harus mempertimbangkan data kebutuhan dan
hasil pembahasan dalam Pra Musrenbangnas Tahun 2015, tidak hanya
mempertimbangkan usulan dari Pemerintah Daerah yang disampaikan
langsung kepada Kemendes PDTT;
5. Perlu adanya sinergi di internal Kemendes PDTT antara bidang Pembangunan
Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Kawasan Transmigrasi agar jelas
pembagian kewenangan pada masing-masing unit kerja;
6. Dalam penyusunan program/kegiatan agar memperhatikan tugas dan fungsi
Kemendes PDTT;
LAPORAN AKHIR P2DT TAHUN 2015
10
7. Perlu adanya penguatan kerjasama antara Kemendes PDTT dengan BPS terkait
penyempurnaan data dan informasi ketertinggalan daerah dalam rangka
mendukung kualitas perencanaan pembangunan daerah tertinggal;
8. Dalam pelaksanaan penelaahan RKA-K/L di Kemenkeu diharapkan Kemendes
PDTT mengutus tim yang kompeten dan sudah mempersiapkan dokumen
pendukung sebagai berikut:
9. Kerangka Acuan Kegiatan (KAK) yang berisi maksud dan tujuan, ruang lingkup
kegiatan, ancar-ancar alokasi dan lokasi,
10. Mempersiapkan dokumen-dokumen pendukung lainnya, misalnya: MoU, Surat
Keputusan, dll.
11. Setiap kegiatan yang dilakukan Kemendes PDTT merupakan hasil koordinasi
dengan Kementerian/Lembaga agar kegiatan yang dilakukan tidak tumpang
tindih dan saling melengkapi terhadap kegiatan Kementerian/Lembaga terkait,
misal:
12. Diharapkan MoU yang dibuat oleh Kemendes PDTT dapat ditindaklanjuti
sebagai dasar penanganan daerah tertinggal yang berjalan secara terintegrasi;
13. Kegiatan koordinasi yang dilakukan Kemendes PDTT dengan melibatkan
Kementerian/Lembaga
harus
dapat
ditingkatkan
untuk
bersama-sama
mengintervensi daerah tertinggal, sehingga setiap kegiatan yang dilakukan di
Kemendes PDTT merupakan kegiatan yang dilakukan bersama-sama direktorat
terkait atau bersama-sama dengan Kementerian/Lembaga terkait dan/atau
kegiatan yang didanai oleh APBD Provinsi maupun kabupaten. Dengan
demikian, tidak ada kegiatan Kemendes PDTT yang hanya dilakukan oleh
Kemendes PDTT;
14. Diharapkan Kemendes PDTT dapat melaporkan kemajuan kegiatan secara
berkala kepada Bappenas, Kemenkeu dan Kementerian/Lembaga terkait.
LAPORAN AKHIR P2DT TAHUN 2015
11
15. Diharapkan kegiatan Kemendes PDTT dapat diarahkan untuk mendukung
upaya pemenuhan pelayanan publik dan pemerataan pertumbuhan di daerah
tertinggal;
16. Kegiatan pengembangan kebijakan pada Tahun 2016 diharapkan dapat
diarahkan pada penyusunan profil daerah tertinggal di masing-masing bidang
pembangunan daerah tertinggal dan dalam rangka mendukung strategi
percepatan pembangunan daerah tertinggal;
17. Kegiatan yang berorientasi desa agar mempertimbangkan dana alokasi desa
sesuai kebutuhan dalam Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa;
18. Kemendes PDTT diberikan mandat untuk melakukan intervensi terhadap 70
daerah tertinggal yang terentaskan sesuai Kepmen PDT No. 141 Tahun 2014,
bentuk intervensi yang dilakukan hanya berupa pendampingan dan/atau
pelatihan, bukan dalam bentuk intervensi sarana dan prasarana fisik.
3.3
Penelaahan RKA-KL Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi 2016
Dalam rangka RKA-KL Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan
Transmigrasi tahun 2016 Bappenas telah melaksanakan penelaahan telah menyampaikan
hasil-hasil penelaahannya kepada Kepala Biro Perencanaan Kementerian Desa, PDT, dan
Transmigrasi; Direktur Anggaran
I Kementerian Keuangan; serta Direktur Alokasi
Pendanaan Pembangunan, Bappenas dengan pointers sebagai berikut:
1. Aspek Koordinasi. Setiap UKE-II di Ditjen PDTu dan PDT harus dapat
meningkatkan kualitas koordinasi sehingga anggaran yang direncanakan dapat
memberikan hasil yang nyata dan berkontribusi dalam penyelesaian masalah
yang dihadapi di daerah tertinggal. Koordinasi dimulai dengan identifikasi
kebutuhan pembangunan dan masalah yang dihadapi secara spesifik oleh setiap
bidang dengan pemerintah daerah dan selanjutnya di tindaklanjuti dengan
koordinasi terbatas dengan K/L terkait di pusat. Output dari koordinasi
menghasilkan kesepakatan bersama K/L terkait mengenai upaya pemenuhan
LAPORAN AKHIR P2DT TAHUN 2015
12
kebutuhan dan solusi dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi secara
spesifik pada setiap bidang di daerah tertinggal. Kesepakatan tersebut juga
menjadi dasar dalam penentuan bentuk dan lokasi pelaksanaan kebijakan yang
dilakukan oleh setiap UKE-II.
2. Output Kegiatan. Mengingat skala pelayanan Ditjen PDTu dan PDT merupakan
wilayah kabupaten, maka output kegiatan yang dipilih merupakan kegiatan
yang memiliki jangkauan pelayanan yang luas, menghubungkan beberapa desa
dan kecamatan, sesuai aspek ketertinggalan dominan di daerah, dan berdampak
signifikan terhadap pencapaian sasaran pembangunan daerah tertinggal dalam
RKP 2016. Oleh karena itu, diharapkan dapat mempertimbangkan kembali
penentuan output kegiatan yang memiliki jangkauan pelayanan terbatas dan
kurang berdampak signifikan terdapat pencapaian sasaran pembangunan
daerah tertinggal dalam RKP 2016, antara lain perpustakaan berskala desa;
Sarana Usaha Pedagang Kaki Lima (Gerobak dan Tenda), dll. Dalam rangka
persiapan penyusunan RKP 2017, setiap UKE II diharapkan dapat memilih
bentuk intervensi utama yang relevan dilakukan pada beberapa kabupaten.
Dengan demikian maka variasi output kegiatan akan berkurang (seperti
kegiatan pengembangan sumber daya manusia di daerah tertinggal yang
memiliki 22 output), dan tidak ada output yang hanya memiliki sedikit atau
bahkan 1 (satu) lokasi saja.
3. Lokasi kegiatan pada RKA KL Ditjend PDTu. Terdapat intervensi kegiatan
yang berlokasi di kabupaten non tertinggal. Sebagai contoh, intervensi kegiatan
Penanganan Daerah Rawan Bencana, lebih banyak diberikan pada daerah non
tertinggal
(16
kabupaten/kota),
dibandingkan
daerah
tertinggal
(13
kabupaten). Lokasi penanganan PDTu fokus di daerah tertinggal yang memiliki
karakteristik tertentu sesuai dengan prioritas penanganan yang ditetapkan oleh
K/L yang yang menjadi leading sector.
4. Lokasi kegiatan pada RKA KL Ditjend PDT. Ditjend PDT harus menjadi pilot
project konsep pengembangan daerah tertinggal yang berbasis kewilayahan,
LAPORAN AKHIR P2DT TAHUN 2015
13
dimana intervensi dari seluruh UKE II di Ditjend PDT fokus untuk menangani
daerah
tertinggal
secara
terintegrasi.
Hal
tersebut
menjadi
inisiasi
pengembangan daerah tertinggal yang berbasis kewilayahan pada tahun yang
akan
datang.
Penentuan
lokasi
intervensi
diharapkan
diprioritaskan
berdasarkan kondisi ketertinggalan secara nasional. Pada RKA KL masih
ditemukan lokasi intervensi yang tidak prioritas, yaitu pembangunan PLTMH
dan PLTS di Kabupaten Parigi Moutong, Lombok Barat dan Sumbawa yang
memiliki nilai rasio elektrifikasi tinggi sebesar 83.62%; 93.60%; dan 96.78%,
sedangkan rata-rata nilai rasio elektrifikasi adalah sebesar 69.99%.
5. Desentralisasi fiskal. Sesuai amanat PP 78/2014 tentang Percepatan
Pembangunan Daerah Tertinggal, diperlukan penyusunan Rencana Aksi Daerah
(RAD-PPDT) Provinsi dan Kabupaten sebagai pedoman dalam penyusunan
RKPD dan evaluasi pelaksanaan PPDT di daerah. Untuk mendukung penguatan
dan pemberdayaan peran Gubernur selaku wakil pemerintah pusat di daerah,
maka mekanisme penyaluran bantuan dalam Penyusunan RAD Provinsi dan
Kabupaten diharapkan melalui dana dekonsentrasi.
6. Perencanaan Pembangunan Daerah Tertinggal. Terdapat beberapa output
yang perlu dipertimbangkan kembali, antara lain:
a.
Reformulasi Penetapan Kabupaten Daerah Tertinggal. Berdasarkan PP
78/2014
tentang
PPDT
pasal
6,
disebutkan
bahwa “Pemerintah
menetapkan Daerah Tertinggal setiap 5 (lima) tahun sekali secara nasional
berdasarkan kriteria, indikator dan sub indikator ketertinggalan daerah”.
b.
Penyusunan rancangan Perpres tentang RAN PPDT. Berdasarkan PP
78/2014 pasal 11 (2) menyebutkan bahwa “Ketentuan mengenai RANPPDT diatur dengan Peraturan Presiden”. Hal ini menunjukkan bahwa yang
ditetapkan dalam Perpres bukan RAN tahunan, tetapi Pepres mengenai
mekanisme dan substansi dalam penyusunan RAN.
LAPORAN AKHIR P2DT TAHUN 2015
14
c.
Penyusunan
Rancangan
Undang-Undang
(RUU)
PPDT. RUU
PPDT
merupakan RUU inisiatif DPR yang pernah diusulkan kepada pemerintah
pada tahun 2012. Namun mengingat sudah terdapat berbagai peraturan
perundangan yang telah memihak terhadap pembangunan daerah
tertinggal, maka disepakati bahwa diperlukan pemihakan dalam PPDT
tetapi cukup diatur melalui peraturan di internal Pemerintah (PP 78/2014
tentang PPDT), serta didukung komitmen seluruh pihak dalam penyusunan
perencanaan dan koordinasi di pusat dan daerah untuk memenuhi
kebutuhan pembangunan dan pelayanan dasar di daerah tertinggal.
d.
Terdapat kesamaan output antara “Pelaksanaan Kebijakan Penyusunan
Perencanaan PPDT 122 kabupaten” senilai Rp 13.26 M dengan
“Pelaksanaan Kebijakan Penyusunan RAD Kab. Daerah Tertinggal” senilai
Rp 23.08 M.
7. Pembinaan terhadap daerah tertinggal yang terentaskan. Berdasarkan PP
78/ 2014, Pasal 30, “Daerah tertinggal yang telah terentaskan dari status daerah
tertinggal diberikan pembinaan oleh Menteri paling lama selama 3 (tiga) tahun
setelah terentaskan”. Oleh karena itu Kemendes PDTT dapat melakukan
pembinaan terhadap daerah tertinggal tertentaskan berdasarkan Kepmen PDT
Nomor 141/2014 tentang 70 Daerah Terentaskan maksimal s/d tahun 2017.
Namun
demikian,
pembinaan
diperlukan
terhadap
daerah
perbedaan
tertinggal
treatment
yang
dalam
terentaskan
melakukan
yaitu
tidak
berorientasi fisik, melainkan berorientasi peningkatan kapasitas
3.4
Penyusunan Kebijakan DAK Afirmasi Sub Bidang Transportasi Perdesaan
Tahun 2016
Bidang DAK Tahun 2016 dilakukan penyederhanaan dari 14 bidang (RKP 2015)
menjadi 11 bidang dengan tujuan :
a.
fokus dan sejalan dengan dengan tema RKP 2016;
LAPORAN AKHIR P2DT TAHUN 2015
15
b. lingkup kegiatan difokuskan agar sesuai dengan tupoksi K/L dan tidak tumpang
tindih dengan sumber pendanaan lain; dan
c. untuk mengoptimalkan pencapaian outcome (Nawacita dan RPJMN 2015-2019).
Arah kebijakan Dana Alokasi Khusus Tahun 2016 antara lain:
1. Mendukung pencapaian prioritas dimensi pembangunan dan nawacita dalam
RKP 2016,
2. Memperkuat peran gubernur selaku wakil pemerintah pusat dalam
perencanaan DAK;
3. Difokuskan pada kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan dasar
masyarakat (khususnya sesuai SPM)
4. Meningkatkan koordinasi dalam perencanaan DAK antara Pemerintah dan
Pemerintah Daerah, serta dalam Pemerintah Daerah sendiri sehingga terwujud
sinkronisasi dan sinergitas; dan
5. Memprioritaskan daerah tertinggal, perbatasan, terluar, terpencil, kepulauan,
dan pasca bencana sesuai dengan bidang DAK yang dibutuhkan oleh daerah
tersebut
Gambar 1. Jenis DAK Fisik Bidang Transportasi
DAK
REGULER
DAK IPD
DAK
AFIRMASI
• DAK INF. JALAN PROVINSI
• DAK PERHUBUNGAN
• DAK TRANSPORTASI PERDESAAN
• DAK INFR. JALAN KABUPATEN/KOTA
• DAK PERHUBUNGAN
• DAK INFR. JALAN
KABUPATEN/KOTA
LAPORAN
AKHIR P2DT TAHUN 2015
• DAK TRANSPORTASI PERDESAAN
16
Arah Kebijakan DAK Transportasi 2016
a.
Diarahkan untuk membantu daerah dalam mendukung Agenda Nawacita ke-3
(Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan
desa dalam kerangka Negara kesatuan), Agenda ke-5 (Meningkatkan kualitas
hidup manusia Indonesia) dan Agenda ke-6 (Meningkatkan Produktivitas
Rakyat dan Daya Saing di Pasar Internasional) khususnya sub agenda
membangun
konektivitas
nasional
untuk
mencapai
keseimbangan
pembangunan dalam rangka mendukung sistem logistik nasional dengan
mendanai kegiatan penyediaan sarana dan prasarana transportasi.
b. Mendukung pemerintah daerah dalam rangka meningkatkan aksesibilitas
masyarakat terhadap fasilitas perekonomian (dari Sentra Produksi ke Outlet
Pemasaran, dari dan ke Pusat Energi/Listrik, Simpul-simpul Kemaritiman, dan
ke Pusat Pariwisata dan Industri) dan mendukung pengembangan wilayah di
daerah tertinggal, terpencil, terluar dan perbatasan (Lokpri) yang terintegrasi
dalam sistem jaringan transportasi nasional.
c. Meningkatkan
kualitas
pelayanan
transportasi
(termasuk
antara
lain
keselamatan bagi pengguna transportasi jalan provinsi dan kabupaten/kota
guna menurunkan tingkat fatalitas kecelakaan lalu lintas secara bertahap
sebesar 20% pada akhir tahun 2016) serta meningkatkan pelayanan angkutan
umum perkotaan.
d. Pengembangan fasilitas sarana dan prasarana transportasi air untuk
mendukung perwujudan tol laut.
3.5
Koordinasi Lintas Sektor dalam Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal
Koordinasi lintas sektor dalam percepatan pembangunan daerah tertinggal
menghasilkan beberapa rekomendasi kedepan, diantaranya:
LAPORAN AKHIR P2DT TAHUN 2015
17
1.
Perlu adanya optimalisasi peran pemerintah provinsi dalam penguatan fungsi
Bappeda
Provinsi
dan
Kabupaten
sebagai
koordinator
kegiatan
kementerian/lembaga serta pengelolaan DAK afirmasi di daerah tertinggal.
2.
Dalam upaya partisipasi kesuksesan kegiatan Kementerian/Lembaga khususnya
Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi di daerah, Pemerintah Daerah perlu
mendukung proses pelaksanaan kegiatan di daerah diantaranya melalui penyediaan
data serta syarat-syarat kegiatan yang diperlukan, seperti proposal, studi kelayakan,
Detail Enginering Design (DED) dan Berita Acara Serah Terima (BAST) yang valid
dan lengkap;
3.
Perlunya sistem reward and punishment, dan implementasi aspek good governance
dalam pengelolaan DAK di daerah tertinggal terutama dalam kepatuhan pelaporan
yang menyangkut output dan outcome secara periodic;
4.
Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi perlu melakukan sinkronisasi, koordinasi
dan fasilitasi dalam perencanaan, penganggaran, pelaksanaan DAK, dan pembinaan,
serta pengawasan sistem pelaporan DAK di daerah tertinggal;
5.
Pemerintah daerah perlu memperkuat database per semester atas kebutuhankebutuhan yang berimplikasi secara langsung terhadap percepatan pembangunan
daerah
tertinggal,
agar
dapat
mendorong
perkuatan
afirmasi
kebijakan
Kementerian/Lembaga terhadap daerah tertinggal;
6.
Daerah
tertinggal
perlu
mengembangkan
kebijakan
dengan
memberikan
aksesibilitas kepada masyarakat terhadap modal, pasar, pengetahuan, infrastruktur,
lokasi, memberikan keamanan serta insentif bagi investor untuk menciptakan iklim
investasi yang kondusif;
7.
Khusus bagi daerah tertinggal yang masuk dalam Kawasan Strategis, Kementerian
Desa, PDT, dan Transmigrasi perlu berkoordinasi dengan Bappenas, Kementerian
PU-PERA, Kemenko Perekonomian, dan Pemerintah Provinsi untuk mendorong
implementasinya;
LAPORAN AKHIR P2DT TAHUN 2015
18
8.
Perlunya mengoptimalkan dan mensinergikan berbagai sumber pendanaan (APBN,
Dekon/TP, Program Direktif, APBD Provinsi, APBD Kabupaten, Dana Transfer,
Program
Kemitraan
dan
Bina
Lingkungan/PKBL
dan
Corporate
Social
Responsibility/csr) dalam pembangunan daerah tertinggal;
9.
Terkait kebijakan, diperlukan rencana aksi PPDT di semua sektor untuk dijadikan
pedoman oleh seluruh stakeholder. Selain itu, eevaluasi kebijakan dan regulasi per
sektor, khususnya terhadap kebijakan/regulasi yang tidak memihak daerah
tertinggal, seperti:
a. Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air
b. Undang-undang Nomor 38 Tahun 2004 Tentang Jalan
c. Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana
d. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan
e. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
10. Perlu adanya pelaksanaan koordinasi secara tematik untuk menghasilkan
penghasilkan output berupa rencana tindak lanjut yang konkret, serta forum-forum
koordinasi diharapkan dapat dilaksanakan secara efektif untuk mengkonsolidasikan
seluruh resources dan merespon permasalahan ketertinggalan;
11. Perlu adanya upaya fasilitasi dalam kegiatan stimulan mengacu pada data
kebutuhan dan road map/ rencana aksi percepatan pembangunan daerah tertinggal
yang disusun oleh kpdt atau kementerian teknis lain. kegiatan stimulan tidak
dilakukan secara eksklusif, melainkan integrasi antara beberapa kegiatan atau
fungsionalisasi dari kegiatan yang sudah ada agar dapat memberikan dampak yang
lebih signifikan.
3.6
Koordinasi Penyusunan Strategi Nasional Percepatan Pembangunan Daerah
Tertinggal
(STRANAS-PPDT)
dan
Rencana
Aksi
Nasional
Percepatan
Pembangunan Daerah Tertinggal (RAN-PPDT)
Dalam rangka afirmasi terhadap percepatan pembangunan daerah tertinggal,
disusunlah Peraturan Pemerintah No. 78 Tahun 2014 tentang Percepatan Pembangunan
LAPORAN AKHIR P2DT TAHUN 2015
19
Daerah Tertinggal (PPDT). PPDT bertujuan untuk: (1) mempercepat pengurangan
kesenjangan antardaerah dalam menjamin terwujudnya pemerataan dan keadilan
pembangunan nasional; (2) mempercepat terpenuhinya kebutuhan dasar, serta sarana dan
prasarana dasar daerah tertinggal; (3) meningkatkan koordinasi, integrasi, dan
sinkronisasi, antara pusat dan daerah dalam perencanaan, pendanaan dan pembiayaan,
pelaksanaan,
pengendalian,
dan
evaluasi;
dan
(4)
menjamin
terselenggaranya
operasionalisasi kebijakan PPDT.
Pasal 9 PP 78 Tahun 2014 mengamanatkan pemerintah pusat untuk menyusun
Strategi Nasional Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal (STRANAS-PPDT) yang
bersifat jangka menengah 5 (lima) tahunan dan Rencana Aksi Nasional (RAN-PPDT) yang
bersifat jangka pendek (tahunan). Kedua dokumen tersebut diharapkan dapat menjadi
panduan bagi K/L dalam melaksanakan kegiatannya dalam rangka Percepatan
Pembangunan Daerah Tertinggal.
Sejalan dengan agenda prioritas Presiden untuk mewujudkan NAWACITA,
khususnya Cita ke-3 yaitu: “Membangun Indonesia dari Pinggiran dengan Memperkuat
Daerah-Daerah dan Desa dalam Kerangka Negara Kesatuan”, maka Kementerian Desa,
Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi menyusun STRANAS-PPDT yang
selanjutnya akan ditetapkan dengan Peraturan Presiden guna mewujudkan perencanaan
pembangunan di 122 kabupaten daerah tertinggal yang memiliki keterpaduan sistem dan
sinergitas program. Strategi Nasional Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal disusun
dengan tujuan :
1. Mendukung
koordinasi
secara
nasional
antar
kementerian/lembaga,
pemerintah daerah, pelaku usaha dan masyarakat;
2. Menjamin
terciptanya
sinergitas
sistem
perencanaan
pemerintah
dan
pemerintah daerah;
3. Menciptakan koneksitas pembangunan antara daerah pertumbuhan dengan
daerah tertinggal dalam sistem kewilayahan;
4. Untuk menjadi acuan nasional dalam pelaksanaan program dan kegiatan
kementerian/lembaga terkait dengan percepatan pembangunan di 122
kabupaten daerah tertinggal;
LAPORAN AKHIR P2DT TAHUN 2015
20
5. Memberikan kepastian pelaksanaan dalam perumusan kebijakan nasional di
122 kabupaten daerah tertinggal;
6.
Menjaga kesinambungan dan kesatuan arah antara pembangunan jangka
panjang dan menengah dengan operasional kebijakan pembangunan daerah
tertinggal.
Sasaran dari disusunnya Strategi Nasional Percepatan Pembangunan Daerah
Tertinggal meliputi :
1. Terlaksananya strategi percepatan dalam pelaksanaan program dan kegiatan
pemerintah secara terpadu di 122 kabupaten daerah tertinggal;
2. Tercapainya target pengentasan untuk 80 kabupaten daerah tertinggal menjadi
daerah maju tahun 2019;
3. Terlaksananya keterlibatan pelaku usaha untuk menggerakkan iklim investasi
dalam mendukung percepatan pembangunan di 122 kabupaten daerah
tertinggal;
4. Terlaksananya keterlibatan masyarakat dalam pembangunan ekonomi lokal di
daerah tertinggal;
5. Terwujudnya percepatan pembangunan wilayah-wilayah strategis dan cepat
tumbuh di daerah tertinggal dalam suatu sistem kewilayahan yang terintegrasi
dan sinergis;
6. Terwujudnya interkoneksi pembangunan antara hulu dan hilir dalam satu tata
ruang wilayah nasional.
Strategi Nasional Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal (STRANAS PPDT)
merupakan instrumen percepatan pembangunan daerah tertinggal yang merupakan
bentuk manifestasi Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi
(KDPDTT) dalam lingkup nasional. Melalui strategi nasional dapat terpetakan bentuk
kegiatan beserta mitra pelaksanaan, sasaran utama, arah kebijakan, program lintas bidang
terkait pembangunan daerah tertinggal dan lain sebagainya. Oleh karena itu STRANAS
PPDT tidak dapat dipisahkan dengan dokumen perencanaan lainnya. Adapun keterkaitan
LAPORAN AKHIR P2DT TAHUN 2015
21
antar dokumen perencanaan dalam STRANAS PPDT mengacu pada Undang-undang Nomor
25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) dengan
ketentuan sebagai berikut:
1. STRANAS PPDT merupakan dokumen perencanaan strategi untuk jangka waktu
5 (lima) tahun yang penyusunannya mengacu pada RPJM Nasional 2015-2019
untuk pemerintah pusat, RPJMD untuk pemerintah daerah baik ditingkat
provinsi maupun kabupaten, yang secara sistematis berkaitan dan diturunkan
disetiap jenjang pemerintahan. Pemerintah pusat (STRANAS PPDT), Provinsi
(STRADA PPDT Provinsi) dan kabupaten (STRADA PPDT Kabupaten);
2. STRANAS PPDT sebagai pedoman penyusunan Rencana Aksi PPDT, yang akan
secara sistematis berkaitan dan diturunkan disetiap jenjang pemerintahan.
Pemerintah Pusat (Rencana Aksi Nasional PPDT), pemerintah provinsi
(Rencana Aksi Daerah PPDT Provinsi) dan pemerintah kabupaten (Rencana
Aksi Daerah PPDT Kabupaten);
3. STRANAS PPDT memiliki keterkaitan dalam penyusunan Renstra K/L untuk
pemerintah pusat, Renstra SKPD untuk pemerintah provinsi dan kabupaten.
Selain itu pentingnya STRANAS PPDT dikarenakan percepatan pembangunan
daerah tertinggal tidak bisa dilakukan dengan strategi jalur tunggal
kewilayahan yaitu intervensi hanya pada kabupaten tertinggal. Namun
optimalisasi percepatan perlu dilakukan dengan pendekatan jalur ganda
kewilayahan, sehingga akan terbangun strategic regional development yang
mendorong akselerasi pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut dan daerah
tertinggal. Dengan demikian diperlukan pendekatan jaringan aktor dan
kolaborasi perencanaan dalam perumusan STRANAS PPDT. Mengingat posisi
dan fungsi KDPDTT yang bukan merupakan agen tunggal dalam percepatan
pembangunan daerah tertinggal.
3.7
Monitoring dan Evaluasi Program Pembangunan Daerah Tertinggal
a. Monitoring dan Evaluasi Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal di
Kabupaten Lebak, Provinsi Banten.
LAPORAN AKHIR P2DT TAHUN 2015
22
Pembangunan daerah tertinggal merupakan agenda prioritas dalam visi-misi
Jokowi (Nawa Cita) ke-3 yaitu Membangun Indonesia dari Pinggiran dengan
Memperkuat Daerah-Daerah dan Desa dalam Kerangka Negara Kesatuan. Pada
RPJMN 2015-2019 pembangunan daerah tertinggal akan di difokuskan pada tiga hal
utama, yakni: (1) promosi potensi daerah tertinggal untuk mempercepat
pembangunan, sehingga terbangun kemitraan dengan banyak pihak. Promosi
daerah tertinggal ini juga akan mendorong masyarakat semakin mengetahui potensi
daerah tersebut dan akan aktif dalam membantu pembangunan; (2) pemenuhan
kebutuhan pelayanan dasar publik; dan (3) pengembangan perekonomian
masyarakat yang didukung oleh sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dan
infrastruktur penunjang konektivitas antara daerah tertinggal dan pusat
pertumbuhan.
Ketertinggalan suatu daerah ditentukan berdasarkan perhitungan enam kriteria
pokok ketertinggalan, yaitu: perekonomian masyarakat, sumber daya manusia,
sarana dan prasarana (infrastruktur), kemampuan keuangan lokal (kapasitas
fisikal), aksesibilitas, serta karakteristik daerah. Berdasarkan perhitungan enam
kriteria tersebut, Kabupaten Lebak ditetapkan sebagai daerah tertinggal yang masih
akan ditangani pada RPJMN 2015-2019.
Kabupaten Lebak adalah salah satu dari dua kabupaten di Provinsi Banten
dengan status daerah tertinggal yang belum terentaskan pada akhir RPJMN 20102014. Secara umum kondisi infrastruktur khususnya jalan di Kabupaten Lebak
masih memprihatikan. Hampir sepanjang jalan utama dari Kabupaten Lebak menuju
Ibu Kota Provinsi Banten, Serang dengan kondisi rusak. Selain kondisi infrastruktur
jalan, dari 960 unit jembatan gantung yang ada di Kabupaten Lebak, tercatat
terdapat 360 unit jembatan gantung penghubung antar desa atau penghubung suatu
desa menuju pusat kecamatan dengan kondisinya rusak dan 109 unit jembatan
gantung lainnya dengan kondisi rusak parah, salah satunya di Desa Jaya Sari
Kecamatan Cimarga, Kabupaten Lebak-Banten.
Desa Jaya Sari merupakan salah satu dari total 374 desa di Kabupaten Lebak,
Banten. Kondisi rusaknya infrastruktur jalan dan jembatan di desa ini membuat
LAPORAN AKHIR P2DT TAHUN 2015
23
masyarakat setempat mengalami kesulitan untuk melakukan aktivitas sehari-hari,
contohnya dalam bidang ekonomi dan kesehatan. Di bidang ekonomi, jarak antara
desa menuju pasar terdekat sejauh 24 Km. Namun kerusakan infrastruktur jalan dan
jembatan membuat akses menuju lokasi pasar terdekat menjadi susah untuk
diakses masyarakat di Desa Jaya Sari. Di bidang kesehatan, jarak antara desa menuju
rumah sakit terdekat sejauh 24 Km dengan kondisi aksesibilitas yang sulit. Jauhnya
jarak dan kesulitan aksesibilitas menuju rumah sakit terdekat tidak diimbangi
dengan ketersediaan sarana dan prasarana pendukung bidang kesehatan yang
lainnya, seperti puskesmas, puskesmas pembantu, dan poskesdes. Dengan kata lain,
di bidang kesehatan kondisi jauhnya jarak dan tingginya tingkat kesulitan menuju
rumah sakit terdekat serta tidak adanya fasilitas layanan masyarakat seperti
puskesmas, puskesmas pembantu, poskesdes merupakan permasalahan yang serius
yang dihadapi oleh masyarakat di Desa Jaya Sari.
Di bidang pedidikan, kerusakan infrastruktur jalan dan jembatan relatif tidak
mempengaruhi tingkat kesulitan aksesibilitas menuju sarana dan prasarana
pendidikan yang ada, seperti TK/RA/BA, SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/MA. Jarak
rata-rata dari Desa Jaya Sari menuju SD/MI adalah 0,8 Km dengan ketersediaan
jumlah SD/MI di desa tersebut sebanyak tiga unit yang terdiri dari satu sekolah
negeri dan dua sekolah swasta. Untuk tingkatan pendidikan SMP/MTs dan SMA/MA,
jarak -rata dari Desa Jaya Sari menuju SMP/MTs dan SMA/MA terdekat adalah 3,4
Km dan 3,5 Km dengan kondisi aksesibiltas yang relatif mudah terjangkau menuju
sarana pendidikan tersebut.
Sebagai solusi atas permasalahan terkait kondisi infrastruktur jalan dan
jembatan di Desa Jaya Sari, Pemerintah Kabupaten Lebak secara bertahap akan
melakukan upaya perbaikan jalan melalui pembangunan jalan beton serta
perbaikan jembatan gantung yang menjadi prasarana masyarakat dalam
beraktivitas. Upaya perbaikan jalan dan jembatan gantung tersebut sudah
direncanakan sejak 2012, namun hingga tahun 2015 masih banyak ruas jalan dan
jembatan gantung yang rusak karena beberpa faktor diantaranya: padatnya jumlah
kendaraan yang berlalu lalang di kawasan tersebut dan sebagian besar kendaraan
LAPORAN AKHIR P2DT TAHUN 2015
24
yang melintasi kawasan tersebut merupakan kendaraan berat, seperti truk
pengangkut barang, rendahnya kualitas material bangunan sebagai fondasi
pembangunan jalan dan jembatan, serta rendahnya upaya peremajaan bagi jalan
dan jembatan yang sudah rapuh dimakan usia. Melalui hal tersebut diharapkan
terdapat langkah afirmasi yang konkrit terhadap pembangunan di Kabupaten Lebak
sebagai salah satu daerah tertinggal yang secara aktif dapat melibatkan sinergi
antara pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten, dan masyarakat.
Gambar 2. Kebutuhan jembatan di salah satu kecamatan di Kabupaten Lebak
LAPORAN AKHIR P2DT TAHUN 2015
25
Gambar 3. Kondisi jembatan di Kabupaten Lebak
Gambar 4. Kondisi Jalan di Kabupaten Lebak
LAPORAN AKHIR P2DT TAHUN 2015
26
Gambar 5. Kondisi Jalan di Kabupaten Lebak
b. Monitoring dan Evaluasi Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal di
Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten.
Pembangunan daerah tertinggal menjadi salah satu prioritas dalam Dimensi
Pembangunan yaitu Dimensi Pemerataan dan Kewilayahan, sekaligus menjadi
agenda prioritas (Nawa Cita) ke-3 yang merupakan penjabaran visi misi Presiden
yaitu Membangun Indonesia dari Pinggiran dengan Memperkuat Daerah-Daerah
dan Desa dalam Kerangka Negara Kesatuan. Pembangunan daerah tertinggal
sebagai
pendekatan
meningkatkan
pembangunan
kesejahteraan
lintas
masyarakat,
batas
sektor
pemerataan
ditujukan
untuk
pembangunan,
dan
mengurangi kesenjangan pembangunan antara daerah tertinggal dengan daerah
maju pada 122 kabupaten tahun 2015-2019. Arah kebijakan pembangunan daerah
tertinggal pada tahun 2015-2019 difokuskan pada:
1. Promosi potensi daerah tertinggal untuk mempercepat pembangunan, sehingga
terbangun kemitraan dengan banyak pihak. Promosi daerah tertinggal ini juga
LAPORAN AKHIR P2DT TAHUN 2015
27
akan mendorong masyarakat semakin mengetahui potensi daerah tersebut dan
akan aktif dalam membantu pembangunan;
2. Pemenuhan kebutuhan pelayanan dasar publik;
3. Pengembangan perekonomian masyarakat yang didukung oleh sumber daya
manusia (SDM) yang berkualitas dan infrastruktur penunjang konektivitas
antara daerah tertinggal dan pusat pertumbuhan.
Terdapat enam kriteria pokok ketertinggalan, yaitu: perekonomian masyarakat,
sumber daya manusia, sarana dan prasarana (infrastruktur), kemampuan keuangan
lokal (kapasitas fisikal), aksesibilitas, serta karakteristik daerah. Kabupaten
Pandeglang ditetapkan sebagai daerah tertinggal karena memiliki beberapa kriteria
tersebut. Untuk itu, pemerintah memberikan alokasi DAK untuk mendukung
percepatan
pembangunan
di
daerah-daerah
yang
memiliki
keterbatasan
kemampuan anggaran. Berikut alokasi DAK untuk Kabupaten Pandeglang.
Alokasi DAK Kabupaten Pandeglang
Tahun
2010
2011
2012
2013
2014
Alokasi (juta
rupiah)
89,350
91,800
104,863
141,861
128,026
Pemanfaatan DAK belum dilakukan secara optimal, melihat dari beberapa
kebutuhan dasar yang belum terpenuhi dengan baik, antara lain bidang
transportasi, pendidikan, dan kesehatan.
Di bidang transportasi, pembangunan infrastruktur transportasi seperti jalan
dan jembatan belum dapat direalisasikan secara optimal. Meskipun Kabupaten
Pandeglang memiliki jarak yang cukup dekat dengan Ibukota negara (sekitar ±110
km) dengan jarak tempuh normal sekitar 4-5 jam. Namun, faktanya, untuk mencapai
daerah tersebut dibutuhkan waktu tempuh 2x lipat, karena kondisi jalan yang rusak.
Kondisi geografis Kabupaten Pandeglang yang berbukit-bukit dapat menjadi salah
satu faktor penyebab sulitnya aksesibilitas. Dari 723,03 kilometer jalan berstatus
jalan kabupaten, 96,88 kilometer di antaranya dalam kondisinya rusak berat, rusak
LAPORAN AKHIR P2DT TAHUN 2015
28
sedang 185,25 kilometer, dan lainnya masuk kategori rusak ringan. Sementara jalan
yang mengalami kerusakan sedang tercatat 230,25 kilometer dan yang terbilang
baik hanya 213,65 kilometer. Bila diklasifikasikan berdasarkan materialnya, jalanan
di Kabupaten Pandeglang terbagi tiga jenis. Pertama jenis aspal penetrasi
(macadam), telford atau kerikil, dan jalan tanah, sehingga artinya, jumlah ruas jalan
tersebut juga termasuk ruas jalan yang masih berupa tanah dan kerikil (tidak
diaspal). Di samping itu, daerah ini dialiri oleh 18 aliran sungai dengan panjang total
835 km, sehingga dibutuhkan pembangunan jembatan yang layak untuk
meningkatkan konektivitas.
Pada bidang peningkatan kualitas sumber daya manusia, belum terjadi
peningkatan secara signifikan. Hal ini dapat dilihat dari masih rendahnya Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Pandeglang yang baru mencapai rata-rata
68,35 (2009 s.d. 2011) dengan rata – rata pertumbuhan sebesar 0.39. Salah satu
penyebab IPM Kabupaten Pandeglang di bawah rata-rata IPM provinsi (70,50) yaitu
taraf pendidikan yang rendah. Hal ini terlihat dari rata – rata lama sekolah sejak
tahun 2008 sampai dengan 2011 hanya mencapai 6.56 dengan tingkat pertumbuhan
yang sebesar 0.08 atau 1.33% per tahun, jika menggunakan lama pendidikan dasar
hingga pendidikan menengah lanjutan selama 12 tahun, maka dapat diambil
kesimpulan rata – rata anak usia sekolah kabupaten Pandeglang baru mengenyam
pendidikan tingkat SD atau putus ditengah jalan pada tingkat menengah pertama,
oleh sebab itu kabupaten Pandeglang dapat dinilai belum menuntaskan agenda
wajib belajar 9 tahun. Di bidang pendidikan Pemkab Pandeglang membuat target
capaian tahun 2011 sebesar 7.11, tahun 2012 sebesar 7.35, tahun 2013 sebesar
7.58, dan pada akhir periode RPJMD tahun 2016 diharapkan sebesar 8.29, namun
pada tahun 2011 Kabupaten Pandeglang tidak dapat mencapai target yang telah
direncanakan dengan hanya mencapai nilai rata – rata lama sekolah sebesar 6.81.
Apabila melihat alokasi anggaran pendidikan pada tahun anggaran 2008 yang
mencapai sebesar 41,38%, tahun 2012 mencapai sebesar 56,99% dan tahun 2013
mencapai sebesar 52,75%, maka akan menjadi kontraproduktif ketika target
LAPORAN AKHIR P2DT TAHUN 2015
29
pembangunan sumber daya manusia melalui pendidikan tidak pernah tercapai
secara maksimal. Permasalahan tersebut dapat terjawab ketika dilakukan
perbandingan antara persentase belanja langsung dengan belanja tidak langsung.
Pada tahun 2008 belanja pegawai mendapat persentase sebesar 87.56% sedangkan
belanja langsung hanya mendapatkan alokasi sebesar 12,44%, kemudian pada
tahun 2012 persentase belanja pegawai mencapai 77,76% dan belanja langsung
mencapai 22,24% sedangkan pada tahun 2013 presentase belanja pegawai sebesar
80,70% sedangkan belanja langsung mencapai 19,30%. Jadi dapat diasumsikan
bahwa alokasi anggaran pendidikan lebih banyak terserap untuk gaji pegawai, pada
tahun 2011, dari 13.866 orang PNS terdapat 8.838 orang yang menduduki jabatan
sebagai fungsional guru, sehingga jabatan guru merupakan jabatan terbanyak di
Kabupaten Pandeglang.
Jumlah Sekolah Kabupaten Pandeglang
Tingkatan
TK/sederajat
SD/sederajat
Jumlah
389
1.020
SMP/sederajat SMA/sederajat
285
155
Berdasarkan berberapa permasalahan tersebut, berikut beberapa strategi
pembangunan daerah tertinggal dalam RPJMN 2015-2019 yang relevan untuk
mengatasi ketertinggalan Kabupaten Pandeglang, antara lain yaitu:
1. Mengembangkan perekonomian masyarakat di daerah tertinggal dalam rangka
meningkatkan nilai tambah sesuai dengan karakteristik (bioregion) dan produk
unggulan daerah, posisi strategis, dan keterkaitan antarkawasan yang meliputi
aspek infrastruktur, manajemen usaha, akses permodalan, inovasi, dan
pemasaran. Promosi terhadap daerah tertinggal yang memiliki potensi ekonomi
untuk dikembangkan perlu dilakukan lebih intensif;
2. Meningkatkan aksesibilitas yang menghubungkan daerah tertinggal dengan
pusat pertumbuhan melalui pembangunan sarana dan prasarana transportasi,
LAPORAN AKHIR P2DT TAHUN 2015
30
seperti: peningkatan akses jalan, jembatan, pelabuhan, serta pelayanan
penerbangan perintis dan pelayaran perintis;
3. Meningkatkan kualitas SDM, ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek), dan
kapasitas tata kelola kelembagaan pemerintahan daerah tertinggal, meliputi
aspek peningkatan kapasitas aparatur pemerintahan daerah, kelembagaan, dan
keuangan daerah melalui pengembangan pusat informasi;
4. Mempercepat pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) untuk pelayanan
dasar publik di daerah tertinggal, terutama di bidang pendidikan, kesehatan,
transportasi, air minum, energi/listrik, telekomunikasi, perumahan dan
permukiman;
5. Melakukan penguatan regulasi terhadap daerah tertinggal dan pemberian
insentif kepada pihak swasta dalam pengembangan iklim usaha di daerah
tertinggal, salah satunya melalui harmonisasi peraturan perizinan antara
pemerintah dan pemerintah daerah;
6. Mendukung pengembangan kawasan perdesaan dan transmigrasi sebagai upaya
pengurangan kesenjangan antarwilayah. Dalam proses pembangunan kedepan,
diharapkan kawasan transmigrasi sebagai pusat pertumbuhan baru dapat
mendukung
upaya
percepatan
pembangunan
daerah
tertinggal
dan
pengembangan kawasan perdesaan disamping perlu dukungan semua sektor
terkait.
LAPORAN AKHIR P2DT TAHUN 2015
31
Gambar 6. Kondisi Jalan di Kabupaten Pandeglang
Gambar 7. Kondisi Jalan di Kabupaten Pandeglang
LAPORAN AKHIR P2DT TAHUN 2015
32
Gambar 8. Kondisi Gedung Sekolah di Kabupaten Pandeglang
c.
Monitoring dan Evaluasi Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal di
Kabupaten Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo.
Kabupaten Gorontalo Utara adalah salah satu kabupaten dari tiga kabupaten di
Provinsi Gorontalo dengan status daerah tertinggal di Provinsi Gorontalo yang
belum terentaskan pada akhir RPJMN 2010-2014. Secara umum kondisi
infrastruktur Kabupaten Gorontalo Utara masih memprihatikan. Hampir semua
aspek masih berada dalam rata-rata daerah tertinggal. Dalam hal infrastruktur jalan,
masih terdapat 91,87 persen jalan tidak mantap di kabupaten ini, jauh di atas ratarata daerah tertinggal yakni sebesar 55,41 persen. Untuk bidang kelistrikan, tingkat
elektrifikasi Kabupaten Gorontalo Utara ini mencapai 86,25 persen. Sedangkan
untuk bidang sarana informasi komunikasi, terdapat 42,28 persen desa tidak
terjangkau sinyal seluler dan bahkan terdapat 91,87 persen desa tidak terjangkau
siaran TVRI.
Dalam kunjungan kerja Tim ke Kabupaten Gorontalo Utara, Tim berkesempatan
untuk mengikuti kegiatan forum SKPD yang dilaksanakan pada, 4 Maret 2015 di
Kantor Bupati Kabupaten Gorontalo Utara. Forum ini merupakan rangkaian forum
LAPORAN AKHIR P2DT TAHUN 2015
33
perencanaan pembangunan yang menjadi tindaklanjut atas kegiatan musenbangdes
dan musrenbang kecamatan dan persiapan musrenbang kabupaten yang akan
diselenggarakan pada minggu kedua Bulan Maret.
Secara umum permasalahan yang dihadapi oleh Kabupaten Gorontalo Utara
adalah sebagai berikut:
1. Lemahnya kualitas SDM;
2. Kurangnya lapangan kerja;
3. Minimnya insftrastruktur penunjang.
Kondisi minimnya infrastruktur penunjang di Kabupaten Gorontalo Utara ini
secara khusus meliputi permasalahan pada bidang perhubungan seperti terbatasnya
jumlah angkutan umum yang melayani masyarakat untuk beraktivitas, baik dalam
aspek ekonomi maupun pendidikan. Sebagai salah satu upaya solusi akan hal
tersebut, pemerintah Kabupaten Gorontalo Utara bekerjasama dengan Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Provinsi melalui DAK transportasi dan DAK SPDT.
Melalui DAK transportasi, Kabupaten Gorontalo Utara mendapatkan bantuan
moda transportasi berupa bus yang dioperasikan sebagai bus sekolah. Bus sekolah
ini ditempatkian di tiga titik kecamatan pinggiran yang memiliki jarak tempuh yang
jauh dari permukiman warga ke sarana dan prasarana pendidikan. Sementara untuk
DAK SPDT, Kabupaten Gorontalo Utara memperoleh bantuan truk untuk
mengangkut hasil panen warga menuju pusat-pusat pengolahan atau pusat
distribusi dan penjualan.
Dalam forum SKPD yang dilaksanakan pada tanggal 4 maret 2015 dikantor
Bupati Gorontalo Utara tim juga meminta dokumen Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah Kabupaten Gorontalo Utara Tahun 2013-2018 yang baru bisa tim
terima pada tanggal 7 maret 2015. Hal ini disebabkan karena seluruh staf di
lingkungan kerja Bappeda Gorontalo Utara sedang mengikuti kegiatan dalam forum
SKPD.
LAPORAN AKHIR P2DT TAHUN 2015
34
Dalam dokumen RPJMN Kabupaten Gorontalo Utrara tahun 2013-2018 tersebut
didapatkan beberapa penjelasan terkait isu strategis yang menjadi fokus
pembangunan di daerah tersebut. Isu strategis tersebut diataranya adalah (1)
penetapan Kecamatan Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara sebagai Kawasan
Industri sesuai dengan RTRW. (2) masih rendahnya kualitas sumberdaya manusia
yang tercermin dari sebagian besar pegawai pemerintahan yang berasal dari luar
kabupaten Gorontalo Utara (3) kurangnya lapangan pekerjaan yang diakibatkan
oleh rendahnya investasi yang juga dipengaruhi oleh rendahnya daya saing daerah,
(4) aspek ekonomi lainnya adalah pasar sebagai penentu pertumbuhan ekonomi
yang masih terbatas, (5) infrastruktur yang masih terbatas terutama jalan-jalan
yang menghubungkan antar permukiman dengan pusat-pusat ekonomi di
kabupaten Gorontalo Utara juga sebagai pendukung kawasan industri di Kwandang.
Gambar 9. DAK Transportasi, Bis Sekolah di Gorontalo Utara
LAPORAN AKHIR P2DT TAHUN 2015
35
Gambar 10. DAK SPDT Berupa Truk Pengangkut Hasil Panen
Gambar 11. Bantuan KPDT Berupa Pasar Tradisional
LAPORAN AKHIR P2DT TAHUN 2015
36
BAB IV KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
4.1 Kesimpulan
Secara umum proses dan hasil kegiatan dapat disimpulkan sebagai berikut:
a. Permasalahan yang mendasar di daerah tertinggal adalah rendahnya tingkat
ketersediaan infrastruktur sarana dan prasarana dasar publik. Hal tersebut
menyebabkan masyarakat di daerah tertinggal sulit mendapatkan akses
pelayanan dasar yang layak, seperti pendidikan, kesehatan, air bersih,
infrastruktur transportasi, listrik dan telekomunikasi. Rendahnya akses
pelayanan dasar berdampak pada rendahnya kualitas sumber daya manusia dan
lemahnya perekonomian di daerah tertinggal.
b. Belum optimalnya pengelolaan potensi sumber daya lokal dalam pengembangan
perekonomian daerah tertinggal. Hal ini disebabkan oleh: (1) rendahnya
kemampuan permodalan, penguasaan teknologi, informasi pasar dan investasi
dalam pengembangan produk unggulan daerah, dan (2) rendahnya kapasitas
kelembagaan
pemerintah
daerah
dan
masyarakat
dalam
pengelolaan
sumberdaya lokal.
c. Permasalahan koordinasi dan sinkronisasi dalam rangka pelaksanaan kebijakan
Percepatan
Pembangunan
Daerah
Tertinggal
terkait
koordinasi
antar
Kementerian/Lembaga juga terjadi. Hal ini terjadi sebagai akibat atas lemahnya
koordinasi antara pelaku pembangunan untuk dan di daerah tertinggal serta
masih adanya peraturan-peraturan yang kurang memihak terhadap percepatan
pembangunan daerah tertinggal.
d. Lemahnya koordinasi antar sektor kemudian melahirkan ego sektoral dalam
pelaksanaan pembangunan sehingga pembangunan dengan pendekatan kawasan,
khususnya di daerah tertinggal menjadi kurang efektif dan optimal.
e. Upaya percepatan pembangunan daerah tertinggal dapat dilakukan melalui
peningkatan ketersediaan infrastruktur sarana dan prasarana dasar publik,
seperti pemenuhan standar pelayanan minimum untuk bidang pendidikan,
LAPORAN AKHIR P2DT TAHUN 2015
37
kesehatan, perumahan dan permukiman, listrik, dan telekomunikasi, serta
peningkatan konektivitas antarwilayah yang menghubungkan daerah tertinggal
dan daerah maju sebagai pusat pemasaran dalam upaya peningkatan
perekonomian masyarakat.
4.2 Rekomendasi
a. Dalam mendukung pembangunan daerah tertinggal perlu keterlibatan berbagai
pihak, diantara pemerintah pusat yang meliputi seluruh kementerian/lembaga,
pemerintah daerah, pihak swasta, dan masyarakat.
b. Perlu adanya peningkatan koordinasi baik dalam perumusan kebijakan maupun
implementasinya terhadap program-program pembangunan daerah tertinggal.
c. Peningkatan kemampuan fiskal daerah tertinggal melalui skema dana alokasi
khusus sebagaimana tertuang dalam RPJPN 2005-2012 untuk mendorong
percepatan pembangunan daerah tertinggal.
d. Penyempurnaan Peraturan-peraturan yang dishamonis sehingga menghambat
Percepatan pembangunan Daerah Tertinggal.
e. Pemenuhan kebutuhan dasar (sandang, pangan, perumahan) dan pelayanan
publik dasar sesuai dengan standar pelayanan minimal (SPM).
f. Pembangunan sarana prasarana pendidikan dan kesehatan dalam peningkatan
kualitas sumber daya manusia, seperti pembangunan sekolah berastrama,
pemerataan tenaga pendidik dan tenaga kesehatan, pembangunan sarana
kesehatan, serta bantuan alat kesehatan.
g. Pengembangan kapasitas aparatur kelembagaan pemerintah daerah.
h. Peningkatan konektivitas antar wilayah melalui penyediaan sarana dan
prasarana transportasi di daerah tertinggal dan yang menghubungkan daerah
tertinggal ke daerah pusat pertumbuhan.
LAPORAN AKHIR P2DT TAHUN 2015
38
Download