Penyisipan Gen Titase Pada Genome Beberapa

advertisement
I PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanaman tebu Saccharum officinarum L. merupakan tanaman industri
yang memiliki peran penting, karena 65% produksi gula dunia berasal dari tebu.
Tebu banyak digunakan sebagai bahan industri farmasi, sumber bahan bakar dan
produksi beberapa bahan kimia seperti furfural, dekstran, pakan ternak, industri
selulosa dan alkohol. Banyaknya produk yang memerlukan tebu sebagai bahan
baku, mengakibatkan permintaan akan komoditas tebu juga terus meningkat.
Gambaran kebutuhan gula nasional adalah sebesar 3 juta ton pada tahun 2002, dan
yang dapat dipenuhi hanya 1.7 juta ton gula dari produksi dalam negeri, sehingga
sisanya harus diimpor (Pakpahan dan Supriono, 2005).
Luas areal penanaman tebu pada tahun 1930 adalah 196.529 ha dengan
hablur 14.80 ton ha-1, yang bisa menghasilkan total gula 2.907.078 ton. Tahun
2002 dengan luas areal tanam 360.767.9 ha dan hablur
4.8 ton ha-1 hanya
menghasilkan 1.735.131.02 ton gula (Pakpahan dan Supriono 2005). Tahun 1999
dengan luas lahan tebu: 342.211 ha, produksi tebu Indonesia hanya 62.5 ton ha-1,
dengan hablur 4.36 ton ha-1 dan rendemen 6.97 % (Basuki, 2000).
Tebu
sebenarnya memiliki potensi untuk ditingkatkan rendemennya menjadi 8-10%.
Rendahnya rendemen tebu tersebut disebabkan penggunaan kultivar tebu yang
telah mengalami degenerasi klonal atau peluruhan
genetik. Kultivar Triton
(yang digunakan dalam penelitian ini) merupakan kultivar yang diintroduksi dari
Australia
(Subarkat et al. 1988).
Penanaman tebu cv. Triton di Indonesia
mencapai 1438 ha, dengan produksi tebu 39.8 ton ha-1, dengan rendemen 6.31
serta hablur 2.51 ton ha-1 (Tjokrodirjo 2000). Tebu cv. PSJT 94-41 merupakan
klon tebu harapan koleksi P3GI dan belum dilepaskan (Hermono, komunikasi
pribadi 3 Desember 2007). Demikian pula halnya dengan tebu cv. PA 175 yang
merupakan klon koleksi Puslitagro PT Rajawali II, Cirebon.
Konversi lahan tebu dari lahan basah ke lahan kering turut memberikan
andil dalam rendahnya produksi tebu di Indonesia. Pada lahan kering umumnya
ketersediaan P rendah (P terikat).
Penggunaan lahan kering ini membawa
konsekuensi membutuhkan pupuk P yang lebih banyak. Kebutuhan P untuk
2
tanaman tebu tergantung jenis tanah dan kultivar yang digunakan. Berdasarkan
hasil penelitian Glaz et al. (1997) dan Chen et al. (2002) rata-rata kultivar tebu
dapat menyerap rata-rata 8.5 kg P ha-1 di tanah pertanian di Florida dan sekitar 3085 % P tebu diambil dari tanah dalam bentuk P organik. Bentuk P organik dalam
tanah (Buckman dan Brady 1982; Anas et al. 1992) maupun dalam tanaman
terfiksasi dalam bentuk fitat yang sukar digunakan oleh tanaman (Greiner 2005a).
Defisiensi P pada tanaman tebu akan menurunkan produksi tebu dan gula,
hal ini sejalan dengan penelitian Pawirosemadi (1980) yang membuktikan adanya
korelasi yang positif antara kandungan hara P2O5 dalam daun terhadap hasil dan
hablur gula tebu. Fungsi P adalah sebagai komponen penyusun struktur molekul
asam nukleat (DNA, RNA), gula fosfat (metabolisme intermediet tanaman),
nukleotida (ATP, CTP, UTP, GTP,TTP), koenzim, fosfolipid (membran sel).
Umumnya, Pi dalam banyak reaksi merupakan substrat dan atau produk yang
dihasilkan. Pi mengontrol beberapa reaksi enzim, serta penting dalam lintasan
metabolik di sitoplasma dan kloroplas (Marschner 1995).
Fitat (inositolhexakisphosphate, IP6) merupakan sumber fosfat dalam
tanaman yang mencapai lebih dari 80 % dari total fosfor pada tanaman sereal dan
legum (Keruvuo et al. 2000). Fitat diduga terkait dengan penyimpanan energi dan
inisiasi dormansi pada benih. Sintesis fitat berlangsung saat pengisian biji dan
berhenti saat fase awal perkecambahan, namun peranannya pada jaringan tanaman
non reproduksi belum jelas.
P yang terdapat dalam fitat sukar untuk digunakan tanaman (Greiner
2005a) dan baru dapat dilepaskan bila ada aktivitas enzim fitase. Namun tidak
semua tanaman dapat menghasilkan fitase.
Beberapa jenis tanaman yang
diketahui dapat menghasilkan fitase adalah kacang hijau, kedelai, gandum, dan
padi (Kyriakidis et al. 1998). Aktivitas fitase pada tanaman tebu (cv. PSJT 9433, cv. PA 183, dan cv. Triton) secara alami sangat rendah yaitu kurang lebih
0.01 U/ml (Wulandari 2005). Guna menghasilkan tebu dengan aktivitas fitase
yang tinggi, maka perlu dilakukan rekayasa secara genetika melalui donor lain
selain genus dan spesies dari Saccharum. Transfer gen dari donor yang tidak satu
spesies telah umum dilakukan secara non konvensional seperti fusi protoplas, fusi
mikroprotoplas, transformasi dengan menggunakan vektor (virus, Agrobacterium)
3
dan tanpa vektor (misalnya: elektroforasi, biolistik, serat silikon, makro dan mikro
injeksi, dan sonifikasi).
Upaya perbaikan genetik pada tanaman tebu secara konvensional sulit
dilakukan karena tingginya tingkat poliploid tanaman tebu (Gilbert et al. 2005).
Dengan pertimbangan tersebut, maka lebih menjanjikan bila upaya perbaikan
genetik dilakukan melalui rekayasa genetika,
misalnya dengan transformasi.
Proses transformasi dengan mediasi Agrobacterium tumefaciens paling sering
digunakan untuk memasukan gen asing ke dalam sel tanaman dengan tingkat
keberhasilan dan kestabilan gen yang tinggi (Riva et al. 1999). Teknik
transformasi Agrobacterium memiliki keunggulan, antara lain (1) efisiensi
transformasi dengan salinan gen tunggal lebih tinggi dan (2) dapat dilakukan
dengan peralatan laboratorium yang sederhana. Gen dengan salinan tunggal lebih
mudah dianalisa dan biasanya bersegregasi mengikuti pola pewarisan Mendel
(Rahmawati 2006).
Keberhasilan transformasi Agrobacterium masih terbatas
pada genotipe tanaman tertentu. Saat ini transformasi pada tanaman monokotil
(seperti tebu) sangat mungkin untuk dilakukan. Keberhasilan transformasi pada
jaringan meristem tebu terkait dengan laju kemampuan bertahan hidup dari sel
target (Riva et al 1999). Santosa et al. (2004a), telah berhasil mengembangkan
suatu metode yang tepat untuk transformasi gen fitase pada tanaman tebu dengan
menggunakan Agrobacterium tumefaciens GV 2260.
Beberapa peneliti dari IPB telah berhasil menyisipkan gen fitase asal bakteri
dengan
menggunakan
metode
Santosa
(2004a)
melalui
Agrobacterium
tumefaciens GV 2260 (pBin1-ECS) pada kultivar tebu cv.PSJT 9443, cv. PA 183
cv. Triton (Wulandari 2005), cv. CB 6979, dan cv. PA 183 (Hayatyzul 2007).
Penyisipan gen fitase melalui Agrobacterium
tumefaciens GV2260 dengan
konstruksi gene cassette berbeda yaitu pBinPI-IIEC juga telah dilakukan pada
tebu cv. PSJT 94-33, cv. BR 194 (Ananda 2004), cv. PSJT 94-33, cv.PSJT 94-41,
cv. PA117 (Pesik 2005), dan cv. PS 851 (Nurhasanah 2007).
Penyisipan gen fitase ini diharapkan mampu menghasilkan enzim yang
dapat mengubah fitat dalam jaringan maupun di sekitar perakaran menjadi fosfat
yang dapat digunakan tumbuhan. Coello et al. (2001) telah berhasil
mengintroduksikan gen fitase dari E. coli ke dalam genom Arabidopsis sehingga
4
kadar fitat dalam tanaman menjadi rendah. P tersedia yang meningkat dalam
tanaman diharapkan dapat
meningkatkan laju fotosintesis, serta berpengaruh
positif dalam proses pembentukan klorofil.
Keberhasilan penyisipan gen fitase ini dapat dideteksi secara dini dengan
menggunakan PCR. Ananda (2004) dan Nurhasanah (2007) telah melaporkan
pada tebu cv. PSJT 94-33, cv. BR 194; dan cv. PS 851 yang ditransformasi
Agrobacterium
tumefaciens GV2260 dengan konstruksi gene cassette pBinPI-
IIEC dapat dideteksi dengan PCR yang menghasilkan pita ukuran 900 bp dengan
primer EC1 dan EC3.
Tanaman tebu yang berhasil disisipi gen fitase diharapkan dapat
mengekpresikan aktivitas fitase yang tinggi. Penelitian mengenai ekspresi gen
fitase pada tanaman tebu yang telah disisipi gen fitase belum banyak diketahui.
Ini merupakan pijakan penting untuk mengetahui ekspresi gen fitase pada
beberapa kultivar tanaman tebu hasil transformasi.
Ekspresi berupa aktivitas
enzim fitase akan memberikan pengaruh langsung terhadap kadar P total dalam
jaringan tanaman plantlet tebu dan juga berpengaruh terhadap pembentukan
klorofil.
Selama ini regenerasi kalus tebu transforman yang disisipi gen fitase
umumnya menghasilkan plantlet yang memiliki kandungan klorofil sedikit bahkan
albino. Hasil regenerasi yang menghasilkan plantlet yang berwarna hijau hanya
sedikit. Dewi (2003) menyatakan pemberian poliamina (seperti: putresina) ke
dalam media kultur dapat meningkatkan regenerasi kalus menjadi tanaman hijau
pada kultur antera tanaman padi. Hal tersebut menjadi pertimbangan dan
diharapkan terjadi peningkatan tanaman hijau pada tebu hasil transformasi dengan
penambahan poliamina.
Plantlet tansgenik yang diperoleh pada akhirnya dilakukan aklimatisasi pada
lingkungan yang sesuai. Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam
aklimatisasi ini, seperti kadar klorofil plantlet, vigor plantlet, kelembaban, suhu,
dan lain-lain. Setiap individu memiliki kemampuan adaptasi terhadap lingkungan
baru yang berbeda. Diharapkan dengan metode aklimatisasi yang tepat, maka
tebu-tebu transgenik tersebut dapat tumbuh dan berkembang di lapangan.
5
Dengan mempertimbangkan latar belakang di atas, maka diperlukan suatu
penelitian yang lebih mendalam bagi pengembangan sistem regenerasi tanaman
tebu secara in vitro yang merupakan target transformasi, metode dan teknik yang
tepat dalam melakukan transformasi, serta aklimatisasi yang tepat bagi tebu
transgenik di lapangan.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian secara umum adalah untuk memperoleh tanaman tebu
yang memiliki aktivitas fitase yang tinggi dari gen fitase yang disisipkan melalui
proses transformasi. Tujuan penelitian secara khusus adalah: (1) mengembangkan
dan mempelajari regenerasi tanaman tebu secara in vitro yang meliputi induksi
dan multiplikasi kalus, inisiasi dan multiplikasi tunas, induksi perakaran dengan
pemberian ZPT yang tepat; (2) mempelajari dan mengkaji proses transformasi
beberapa kultivar tebu yang disisipi gen fitase bakteri melalui Agrobacterium
tumefacens GV 2260 (pBinPI-IIEC), serta mendeteksi keberadaan gen yang
disisipkan dengan PCR; (3) mengkaji dan mempelajari pengaruh putresina
terhadap kadar klorofil plantlet tebu hasil transformasi; (4) mengkaji aktivitas
fitase serta pengaruhnya terhadap P total jaringan dan kadar klorofil plantlet tebu
hasil transformasi; serta (5) mengembangkan dan mempelajari teknik aklimatisasi
plantlet tebu hasil transformasi serta ekspresinya di lapangan.
Manfaat Penelitian
Secara umum manfaat penelitian ini adalah memperoleh tanaman tebu
transgenik yang memiliki aktivitas fitase yang tinggi. Manfaat penelitian secara
khusus adalah: (1) memberikan informasi berupa respon 3 kultivar tebu terhadap
pemberian ZPT yang tepat untuk menginduksi pembentukan kalus, tunas, dan
akar tebu,
serta interaksi antara kultivar dan konsentrasi yang diberikan;
(2) memberikan kontribusi dalam bentuk sumber plasma nutfah yang berharga
bagi pemuliaan tanaman bila berhasil mendapatkan tanaman tebu yang
mengekspresikan aktivitas fitase tinggi; (3) mengetahui perbedaan variasi antara
tebu transgenik dan non transgenik; dan (4) diharapkan tanaman tebu hasil
transformasi tersebut dapat menjadi klon unggul.
6
Alur pemikiran
Hal yang menjadi alur pemikiran penelitian ini adalah:
(1) Salah satu masalah utama dalam perpindahan penanaman tebu dari lahan
basah ke lahan kering adalah keterikatan P. Keterikatan P bukan saja
terdapat pada tanah tetapi juga pada jaringan tanaman.
(2) Enzim fitase dapat melepaskan keterkaitan P baik pada lingkungan rizosfer
maupun pada jaringan tanaman
(3) Tanaman tebu dari genu Saccharum mempunyai aktivitas fitase yang
rendah sehingga perlu peningkatan enzim fitase melalui penyisipan gen
fitase yang berasl dari sumber lain
(4) Penyisipan gen fitase yang efisien dari sumber lain memerlukan proses
transformasi tanaman melalui Agrobacterium tumefaciens
(5) Proses transformasi yang berhasil harus melalui tahap regenerasi,
transformasi, ekspresi gen, dan aklimatisasi
(6) Kegagalan aklimatisasi tanaman tebu transgenik disebabkan oleh
albinisme atau kekurangan klorofil.
Strategi Penelitian
Berdasarkan alur penelitian tersebut, maka disusun strategi penelitian
sebagai berikut:
(1) Regenerasi tebu secara in vitro.
(2) Penyisipan gen fitase pada tanaman tebu melalui Agrobacterium
tumefaciens GV 2260.
(3) Peningkatan klorofil plantlet tebu hasil transformasi dengan menggunakan
putresina.
(4) Ekspresi gen fitase pada beberapa kultivar tebu hasil transformasi
(5) Aklimatisasi plantlet tebu hasil transformasi.
Adapun strategi yang dilakukan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.
I.
Regenerasi
tebu secara in
vitro
Tujuan:
Mengkaji
konsentrasi ZPT
1 mengkaji
konsentrasi
2.4 D yang
terbaik untuk
pembentukan
kalus
2 mengkaji
konsentrasi
BAP
yang
terbaik untuk
pembentukan
tunas
3 mengkaji
konsentrasi
IBA
yang
terbaik untuk
pembentukan
akar
Output: kalus dan
plantlet
tebu
untuk
materi
penelitian
dan
informasi
ZPT
yang tepat untuk
regenerasi tebu
transgenik
dan
non transgenik
7
II. Transformasi tanaman tebu dengan gen fitase bakteri
melalui Agrobacterium tumefaciens GV 2260 (pBINPIIIEC)
Tujuan:
1 menguji konsentrasi kanamisin sebagai penanda tebu
transforman
2 mempelajari dan mengkaji proses transformasi
3 mendeteksi integrasi gen fitase dalam genom tebu.
Output: kalus transgenik putatif
Plantlet transgenik putatif
III.
Peningkatan klorofil plantlet
transformasi dengan pemberian putresina
tebu hasil
Tujuan:
meningkatkan klorofil tanaman
transformasi dengan menggunakan putresina.
tebu
hasil
Output :
Plantlet tebu transgenik putatif dengan klorofil yang baik
IV. Ekspresi gen fitase bakteri pada beberapa kultivar
tebu hasil transformasi.
Tujuan: mengkaji aktivitas fitase plantlet tebu hasil
transformasi serta pengaruhnya terhadap P total jaringan dan
kadar klorofil
Output: Informasi ekspresi gen fitase tebu transgenik putatif
V. Aklimatisasi plantlet tebu hasil transformasi.
Tujuan:
1 mengkaji dan mempelajari aklimatisasi tebu hasil
transformasi gen fitase bakteri
2 mengevaluasi ekspresi gen dan kadar klorofil tebu
transgenik putatif di lapangan
Output:
Tanaman tebu transgenik putatif dan informasi
ekspresi gen fitase bakteri di lapangan
Tujuan:
1 Mengembangkan dan mempelajari regenerasi tanaman tebu secara in vitro (induksi
dan multiplikasi kalus, inisiasi dan multiplikasi tunas, induksi perakaran ) dengan
pemberian ZPT yang tepat
2 Mempelajari dan mengkaji proses transformasi beberapa kultivar tebu yang disisipi
gen fitase bakteri melalui Agrobacterium tumefacens GV 2260 (pBinPI-IIEC), serta
mendeteksi keberadaan gen yang disisipkan;
3 Mengkaji dan mempelajari pengaruh putresina terhadap kadar klorofil plantlet tebu
hasil transformasi
4 Mengkaji aktivitas fitase serta pengaruhnya terhadap P total jaringan dan kadar
klorofil plantlet tebu hasil transformasi
5 Mengembangkan dan mempelajari teknik aklimatisasi plantlet tebu hasil
transformasi serta ekspresinya di lapangan.
Gambar 1 .Skema strategi penelitian ’Penyisipan gen fitase pada genome beberapa
kultivar tebu, regenerasi, ekspresi dan aklimatisasinya’.
Download