BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pemasaran, Manajemen Pemasaran dan Bauran Pemasaran 2.1.1 Pengertian Pemasaran Memahami, menciptakan, mengkomunikasikan, dan memberi nilai serta kepuasan kepada konsumen adalah inti pemikiran dan praktik dalam pemasaran modern. Banyak orang berfikir bahwa pemasaran sama dengan penjualan, sedangkan yang lainnya berpendapat bahwa pemasaran adalah sama dengan penjualan dan periklanan. Terdapat beberapa orang yang masih berkeyakinan bahwa pemasaran merupakan sesuatu yang harus dikerjakan dengan membuat sesuatu produk agar tersedia di toko, mengatur pajangan (display) dan memelihara persediaan produk untuk penjualan mendatang. Sesungguhnya, pemasaran terdiri dari semua aktivitas tersebut bahkan lebih dari itu semua. Bagi suatu perusahaan, aktivitas pemasaran mempunyai peranan yang sangat penting, karena aktivitas pemasaran diarahkan untuk menciptakan perputaran yang memungkinkan perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan hidup. Selain itu aktivitas pemasaran dilakukan untuk pencapaian tujuan perusahaan yang sesuai dengan harapan. Di bawah ini terdapat beberapa pengertian pemasaran menurut beberapa para ahli. Menurut Kotler dan Keller (2009;5),menyatakan bahwa : “Pemasaran adalah mengidentifikasi dan memenuhi kebutuhan manusia dan social.” Pengertian pemasaran menurut America Marketing Association (AMA) (2009:5), mengemukakan bahwa : “Pemasaran adalah suatu fungsi organisasi dan serangkaian proses untuk menciptakan, mengkomunikasikan, daan memberikan nilai kepada pelanggan dan untuk mengelola hubungan pelanggan dengan cara yang menguntungkan organisasi dan pemangku kepentingannya.” Sedangkan pengertian pemasaran menurut Buchari Alma (2007:1), mengemukakan bahwa : “Marketing embrances all business activities involved in the flow of goods and services from physical production to consumption.” Artinya : Marketing berarti segala usaha yang meliputi penyaluran barang dan jasa dari sektor produksi ke sektor konsumsi. Sedangkan menurut Tjiptono (2006;2) menyatakan pemasaran adalah sebagi berikut: “Pemasaran merupakan sistem total aktivitas bisnis yang dirancang untuk merencanakan, menetapkan harga dan mendistribusikan produk, jasa, dan gagasan yang mampu memuaskan keinginan pasar sasaran dalam rangka mencapai tujuan organisasional.” Dari beberapa pernyataan di atas dapat ditarik kesimpulan, pemasaran adalah sebuah disiplin strategi bisnis beserta pelaksanaannya yang menciptakan kepuasan bagi pelanggan serta dapat memenuhi tujuan perusahaan. 2.1.2 Pengertian Manajemen Pemasaran Menurut definisi manajerial, pemasaran sering digambarkan sebagai seni menjual produk. di bawah ini, beberapa pengertian manajemen pemasaran menurut para ahli : Pengertian Manajemen Pemasaran menurut Kotler (2009:5), mengemukakan bahwa : “Manajemen Pemasaran adalah seni dan ilmu memilih pasar sasaran dan mendapatkan, menjaga, dan menumbuhkan pelanggan dengan menciptakan, menyerahkan, dan mengkonsumsikan nilai pelanggan yang unggul.” Menurut Kotler dan Amstrong yang dikutip oleh Buchari Alma (2007:130), mengemukakan bahwa : “Marketing management is the analysis, planning, implementation, and control of programs designed to create, bulid, and maintain beneficial exchanges with target buyers of the purpose of achieving organizational objectives.” Artinya : Manajemen pemasaran ialah kegiatan menganalisa, merencanakan, mengimplementasi, dan mengawasi segala kegiatan (program), guna memperoleh tingkat pertukaran yang menguntungkan dengan pembeli sasaran dalam rangka mencapai tujuan organisasi. 2.1.3 Pengertian Bauran Pemasaran Bauran pemasaran (marketing mix) merupakan suatu strategi yang paling umum digunakan suatu perusahaan dalam menghadapi persaingan. Bauran pemasaran merupakan salah satu konsep kunci dalam teori pemasaran modern. Elemen-elemen bauran pemasaran terdiri dari semua variabel yang dapat dikontrol (controllable) perusahaan dalam komunikasinya dan akan dipakai untuk memuaskan konsumen sasaran. Untuk menjelaskan hal tersebut, berikut ini kita lihat beberapa definisi dari para ahli sebagai berikut : Menurut Kotler dan Keller (2007;23), menyatakan bahwa : “Bauran pemasaran adalah perangkat alat pemasaran yang digunakan perusahaan untuk mengejar tujuan pemasarannya.” Sedangkan menurut Lupiyoadi dan Hamdani (2006;70) menyatakan bahwa bauran pemasaran sebagai berikut : “Bauran Pemasaran (marketing Mix) adalah alat bagi pemasar yang terdiri atas berbagai unsur suatu program pemasaran yang perlu dipertimbangkan agar implementasi strategi pemasaran dan positioning yang ditetapkan dapat berjalan sukses.” Jadi dapat disimpulkan bahwa bauran pemasaran adalah suatu perangkat alat pemasaran yang dapat dilakukan perusahan untuk mempengaruhi permintaan terhadap produknya dan perangkat-perangkat tersebut akan menentukan tingkat keberhasilan pemasaran bagi perusahaan. Unsur bauran pemasaran menurut Lupiyoadi dan Hamdani (2006;70) sering kali kita kenal dengan sebutan 4 P. Pengertian unsur-unsur marketing mix dapat dikelasifisikan menjadi 4P (Product, Price, Place, Promotion). Sedangkan bauran pemasaran dalam bentuk jasa perlu ditambahkan 3P, sehingga bauran pemasaran menjadi 7 P (Product, Price, Place, Promotion, People, Physical Evidence, Process). Adapun pengertian masing-masing bauran pemasaran di atas adalah : 1. Produk (Product) Produk merupakan penawaran berwujud perusahaan kepada pasar, yang mencakup kualitas, rancangan, bentuk, merek, dan kemampuan produk. 2. Harga (Price) Adalah sejumlah uang yang harus dibayarkan pelanggan untuk mendapatkan produk. 3. Tempat (Place) Adalah kegiatan yang dilakukan perusahaan untuk membuat produk agar dapat diperoleh dan tersedia bagi pelanggan pasaran. 4. Promosi (Promotion) Adalah kegiatan yang dilakukan perusahaan untuk mengkomunikasikan keunggulan produk dan membujuk pelanggan sasaran untuk membelinya. 5. Orang (People) Adalah semua pelaku yang turut ambil bagian dalam pengujian jasa dan dalam hal ini mempengaruhi persepsi pembeli. Yang termasuk elemen ini adalah personel perusahaan dan konsumen. 6. Bukti Fisik (Physical Evidence) Adalah bukti fisik jasa mencakup semua hal yang berwujud berkenaan dengan suatu jasa seperti brosur, kartu bisnis, format laporan, dan peralatan. 7. Proses (Process) Adalah semua prosedur aktual, mekanisme, dan aliran aktivitas dengan mana jasa disampaikan yang merupakan system pengujian atau operasi. 2.2 2.2.1 Ruang Lingkup Jasa Pengertian Jasa Pengertian Jasa menurut Kotler (2007:71) adalah : “Setiap tindakan atau kinerja yang dapat ditawarkan satu pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apa pun”. Sedangkan menurut Zeithaml dan Bitner (2007;243) menyatakan jasa adalah sebagai berikut: “Jasa adalah suatu kegiatan ekonomi yang output nya bukan produk dikonsumsi secara bersamaan dengan waktu produksi dan memberikan nilai tambah (seperti kenikmatan, hiburan, santai, sehat) bersifat tidak berwujud.” Dari kedua definisi di atas dapat disimpulkan pada dasarnya jasa merupakan suatu tindakan yang tidak berwujud, yang dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen. Disamping itu juga jasa tidak mengakibatkan peralihan hak suatu barang secara fisik atau nyata, jadi jika seseorang pemberi jasa memberikan jasanya kepada orang lain, maka tidak ada perpindahan hak miliki secara fisik. 2.2.2 Karakteristik Jasa Menurut Kotler (2007: 45) Jasa memiliki empat karakteristik yang sangat mempengaruhi desain program pemasaran: tidak berwujud (intangibility), tidak terpisahkan (insperability), bervariasi (variability), dan tidak tahan lama (perishability). 1. Tidak berwujud (intangibility) Jasa merupakan sesuatu yang tidak berwujud, karena tidak dapat dilihat, dirasa, diraba, dicium, atau didengar sebelum dibeli. bila pelanggan membeli jasa, maka ia hanya menggunakan, memanfaatkan atau menyewa jasa tersebut. oleh karena itu mengurangi ketidakpastian, para pelanggan harus memperhatikan tanda-tanda atau bukti kualitas jasa tersebut. mereka menyimpulkan kualitas jasa dari tempat(place), orang (people), peralatan (equipment), an komunikasi (cominication material), symbol-simbol(symbol), dan harga (price) yang mereka amati. 2. Tidak terpisahkan ( inseparability) Biasanya jasa dihasilkan dan dikonsumsi secara bersamaan. hal ini tidak berlaku bagi barang-barang fisik yang di produksi, disimpan, sebagai persedian, didistribusikan melalui banyak penjual, dan dikonsumsi. jika seseorang memberikan jasa tersebut, penyediaanya adalah bagian dari jasa itu. karena klien tersebut juga hadir pada saat jasa itu dihasilkan, interaksi penyedia klien merupakan ciri khusus pemasaran jasa. 3. Bervariasi (variability) Jasa sangat bervariasi baik bentuk, kuantitas, dan jenis tergantung pada siapa, kapan, dan dimana jasa tersebut dihasilkan. Ada tiga faktor yang menyebabkan variasi kualitas jasa, yaitu: a. Kerjasama/partisipasi pelanggan selama penyampaian jasa b. Moral /motivasi karyawan alam melayani karyawan c. Beban kerja perusahaan Para pembeli jasa yang peduli terhadap variasi ini seringkali meminta pendapat orang lain sebelum memutuskan untuk memilih penyedia jasa. 4. Tidak tahan lama (perishability). Jasa tidak dapat disimpan. sifat jasa yang mudah rusak (perishability) tidak akan menjadi masalah apabila permintaan tidak teratur. penyaji jasa harus mengusahakan terciptanya suatu kesesuaian antara permintaan dan penawaran. Dengan demikian bila suatu jasa tidak digunakan, maka jasa tersebut akan berlalu begitu saja. 2.2.3 Klasifikasi Jasa Sebagai konsekuensi dari adanya berbagai macam variasi bauran antara barang dan jasa, maka sulit untuk menggeneralisir jasa bila tidak melakukan pembedaan lebih lanjut. Banyak pakar yang melakukan klisifikasi jasa, dimana masing-masing ahli menggunakan dasar pembedaan yang disesuaikan dengan sudut pamdangnya masing-masing. Secara garis besar, klasifikasi jasa dapat dilakukan berdasarkan tujuh kriteria (Lovelock, 1987, dalam Evans dan Berman, 1990) yang dikutip oleh Tjiptono (2006:8) yaitu: 1. Segmen Pasar Berdasarkan segmen pasar, jasa dapat dibedakan menjadi jasa yang ditujukan pada konsumen akhir (misalnya taksi, asuransi jiwa, katering, jasa tabungan dan pendidikan) dan jasa kepada pelanggan organisasional (misalnya biro periklanan, jasa akuntansi dan perpajakan, dan jasa konsultan manajemen). Perbedaan diantara kedua segmen bersangkutan terletak pada alasan dan kriteria spesifik dalam memilih jasa dan penyedia jasa, kualitas jasa yang dibutuhkan, dan kompleksitas pengerjaan jasa yang diperlukan. 2. Tingkat Keberwujudan Krireria ini berhubungan dengan ringkat keterlibatan produk fisik dengan konsumen. Berdasarkan kriteria ini jasa dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu: Rent good service Dalam tipe ini, konsumen menyewa dan menggunakan produk tertentu bedasarkan tarif yang disepakati selama jangka waktu yang spesifik. Konsumen hanya dapat menggunakan produk tersebut, karena kepemilikan tetap berada ditangan perusahaan yang menyewakannya. Contohnya penyewaan mobil, videogame, DVD, komputer, villa, dan apartemen. Owned good service Pada owned good service, produk-produk yang dimiliki konsumen direparasi, dikembangkan atau ditingkatkan unjuk kerjanya, atau dipelihara/dirawat oleh perusahaan jasa. Jasa- jasa yang mencakup perubahan bentuk pada produk pada produk yang dimiliki oleh konsumen. Contohnya jasa reparasi (arloji, mobil, motor, komputer dan lain-lain), pencucian mobil, perawatan rumput lapangan golf, perawatan taman, pencucian pakaian (laundry and dry cleanning) Non good service Karakteristik khusus pada jenis ini adalah jasa personal bersifat intangible (tidak berbentuk produk fisik) ditawarkan kepada para pelanggan. Contohnya supir, baby sitter, dosen, tutor, pemandu wisata, ahli kecantikan, dan lain-lain. 3. Keterampilan penyedia jasa Berdasarkan tingkat keterampilan penyedia jasa, terdapat dua pokok tipe jasa. Petama, Profesional service (seperti dosen, konsultan manajemen, konsultan hukum, pengacara, konsulatan perpajakan, konsultan sistem informasi, dokter, fotografer profesional, akuntan, psikolog, perawat, dan arsitek). Kedua Non profesional service (seperti jasa sopir taksi, tukang parkir, pengantar surat, pengangkut sampah, pembantu rumah tangga dan penjaga malam). 4. Tujuan Organisasi Jasa Berdasarkan tujuan organisasi, jasa dapat dibagi menjadi commercial service atau profit service (misalnya: penerbangan, bank, dan jasa parsel) dan non-profit service (misalnya: sekolah, panti asuhan, perpustakaan, dan museum). 5. Regulasi Dari aspek regulasi, jasa dapat dibagi menjadi regulated service (misalnya: pialang, amgkutan umum, dan perbankan) dan nonregulated service (seperti makelar, katering, dan pengecatan rumah). 6. Tingkat intensitas karyawan Berdasarkan tingkat intensitas karyawan (keterlibatan tenaga kerja), jasa dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu equipment based service, seperti cuci mobil otomatis dan ATM (Automatic Teller Machine) dan people –based service, seperti satpam dan jasa akuntan. People based service masih dapat dikelompokan menjadi kategori tidak terampil dan pekerja profesional. Jasa yang padat karya (people-based) biasanya dapat ditemukan pada perusahaan yang memang memerlukan banyak tenaga ahli dan apabila pemberian jasa itu harus dilakukan di rumah atau di tempat di tempat usaha pelanggan. Perusahaan juga akan bersifat padat karya bila proses penyampaian jasa kepada satu pelanggan memakan waktu sehingga perusahaan memerlukan personil yang relatif banyak untuk melayani pelanggan yang lain. Sementara itu perusahaan yang bersifat equipment-based mengandalkan penggunaan mesin dan perlatan canggih yang dapat dikendalikan atau dipantau secara otomatis atau semi otomatis.ini dilakukan dengan tujuan untuk menjaga konsistensi kualitas jasa yang diberikan. 7. Tingkat kontak penyedia jasa Berdasarkan tingkat kontak ini, secara umum jasa dapat dibagi manjadi highcontact service (seperti: universitas, bank, dokter, dan pegadaian) dan low contact service (seperti bioskop). 2.3 2.3.1 Kualitas Jasa Pengertian Kualitas Jasa Kualitas atau mutu suatu jasa adalah hal yang sangat perlu diperhatikan oleh setiap perusahaan. Kualitas yang rendah akan menempatkan perusahaan pada posisi yang kurang menguntungkan, karena jika konsumen merasa kualitas jasa yang ditawarkan oleh perusahan tidak memuaskan, maka kemungkinan besar para konsumen akan menggunakan jasa perusahaan lain. Definisi kualitas jasa menurut Wykoft (dalam Lovelock:1988) yang dikutip oleh Tjiptono (2006:59) yaitu: ”Kualitas jasa adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan.” Sedangkan menurut Lovelock-Wright (2007:96) yaitu sebagai berikut: ”Kualitas jasa adalah evaluasi kognitif jangka panjang pelanggan terhadap penyerahan jasa suatu perusahaan” Kualitas jasa yang baik akan menciptakan kepuasan konsumen. Kualitas jasa yang baik biasanya menampakan hasil yang berupa semakin banyak pelanggan yang tetap bertahan serta kenaikan penjualan. Ada dua faktor utama yang mempengaruhi kualitas jasa, yaitu yang diharapkan dan yang dirasakan (expected service dan perceived service). Apabila jasa yang diterima atau yang dirasakan sesuai yang diharapkan, maka kulaitas jasa dipersepsikan kualitas yang ideal. Sebaliknya, jika jasa yang diterima lebih rendah daripada yang diharapkan, konsumen akan meninggalkan perusahaan karena merasa tidak puasa. Dengan demikian kualitas jasa tergantung pada kemampuan penyedia jasa dalam memenuhi harapan pelanggannya secara konsisten. 2.3.2 Prinsip-prinsip Kualitas jasa Untuk menciptakan suatu gaya manajemen dan lingkungan yang kondusif bagi perusahaan jasa untuk memperbaiki kualitas, perusahaan harus mampu memenuhi enam prinsip utama yang berlaku bagi perusahaan manufaktur maupun perusahaan jasa. Keenam prinsip tersebut sangat bermanfaat dalam membentuk dan mampertahankan lingkungan yang tepat dalam melaksanakan penyempurnaan kualitas secara berkesinambungan yang didukung oleh pemasok, karyawan, dan pelanggan. Enam prinsip pokok tersebut menurut Wolkins (dalam Scheuing Cristopher,1993) yang dikutip oleh Tjiptono (2006:75) : 1. Kepemimpinan Strategi kualitas perusahaan harus merupakan inisiatif dan komitmen dari manajemen puncak. Manajemen puncak harus memimpin perusahaan untuk meningkatkan kinerja kualitasnya. Tanpa adanya kepemimpinan dari manajemen puncak, maka usaha untuk meningkatkan kualitas hanya berdampak kecil pada perusahaan. 2. Pendidikan Semua personil perusahaan dari manajer puncak sampai karyawan operasional harus memperoleh pendidikan mengenai kualitas. Aspek-aspek yang perlu mendapatkan penekanan dalam pendidikan tersebut meliputi konsep kualitas sebagai strategi bisnis, alat dan teknik implementasi strategi kualitas, dan perana eksekutif dalam implementasi kualitas jasa. 3. Perencanaan Proses perencanaan harus mencakup pengukuran dan tujuan kualitas yang dipergunakan dalam mengarahkan perusahaan dalam mencapai visinya. 4. Review Proses review satu-satunya alat yang paling efektif bagi manajemen untuk mengubah perilaku organisasional. Proses ini merupakan suatu mekanisme yang menjamin adanya perhatian yang konstan dan terus-menerus untuk mencapai tujuan kualitas. 5. Komunikasi Implementasi strategi kualitas dalam organisasi dipengaruhi oleh peoses komunikasi dalam perusahaan. Komunikasi harus dilakukan dengan karyawan, pelanggan, dan stakeholder perusahaan lainnya, seperti pemasok, pemegang saham, pemerintah, masyarakat umum, dan lain-lain. 6. Penghargaan dan Pengakuan Penghargaan dan pengkuan merupakan aspek yang penting dalam implementasi strategi kualitas.setiap karyawan yang yang berprestasi baik perlu diberi penghargaan dan prestasinya tersebut diakui. Dengan demikian dapat meningkatkan motivasi, moral kerja, rasa bangga, dan rasa kepemilikansetiap orang dalam organisasi, yang pada gilirannya dapat memberikan kontribusi besar bagi perusahaandan bagi pelanggan yang dilayani. 2.4 Pelayanan Konsumen 2.4.1 Pengertian Pelayanan Konsumen Bagi perusahaan yang bergerak dibidang layanan jasa, performa layanan menjadi suatu bagian yang sangat diperhatikan pelanggan sekaligus menciptakan citra perusahaan dimata masyarakat, terutama pelanggan jasa itu sendiri. Pada dasarnya pengertian pelayanan konsumen itu adalah suatu aktivitas yang dilakukan perusahaan untuk meningkatkan kegunaan dari apa yang ditawarkan perusahaan dan meningkatkan kepuasan pelanggan. Pelayanan konsumen juga merupakan suatu alat komunikasi, dimana atas dasar ini, perusahaan-perusahaan dapat mengetahui konsumen serta menampung keluhan-keluhannya sehingga pada akhirnya dapat memberikan kepuasan kepada konsumen tersebut. Dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus memandang seluruh produk tidak hanya dalam kaitannya dengan kebutuhan yang dipuaskan oleh barangbarang fisik tetapi juga oleh jasa pelayanannya. Menurut Tjiptono (2007:219) pengertian konsumen yaitu: “Pelayanan konsumen adalah segala kegiatan yang dibutuhkan untuk menerima, memproses, menyampaikan dan memenuhi pesanan konsumen dan untuk menindaklanjuti setiap tindakan yang mengandunfg kekeliruan.” L.Berry dan A.Pasuraman (2006:192) mengatakan unsur-unsur pelayana terdiri dari: 1. Unsur-unsur fisik berupa fasiliras fisik, peralatan, petugas dan materi komunikasi. 2. Kemampuan mengerjakan pelayanan secara akurat sesuai dengan yang dijanjikan. 3. Kemampuan menolong dan menyanjikan pelayanan yang tepat bagi pelanggan. 4. Kemampuan petugas agar dapat dipercaya oleh pelanggan. 5. Perhatian dan atensi pribadiperusahaan terhadap pelanggan. 2.4.2 Kualitas Pelayanan Pengertian kualitas pelayanan menurut Tjiptono (2008:85), yaitu: “Ukuran seberapa bagus tingkat layanan yang diberikan mampu sesuai dengan harapan/ ekspetasi pelanggan.” Berdasarkan definisi diatas, kualitas layanan ditentukan oleh kemampuan perusahaan dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan sesuai dengan ekspetasi pelanggan. Dengan kata lain factor utama yang mempengaruhi kualitas layanan adalah layanan yang diharapkan pelanggan (expected service) dan persepsi terhadap layanan (perceived service). Apabila perceived service sesuai dengan expected service , maka kualitas layanan akan dinilai baik atau positif. Jika perceived service melebihi expected service,maka kualitas layanan dinilai sebagai kualitas ideal. Sebaliknya, apabila perceived service yang diterima lebih rendah daripada expected service, maka kualitas layananakan dinilai negative atau buruk. Oleh sebab itu, baik tidaknya kualitas layana bergantung pada kemampuan perusahaan dan stafnya dalam memenuhi harapan pelanggannya secara konsisten. Dengan kata lain, dapat disimpulkan bahwa citra kualitas yang baik bukanlah berdasarkan sudut pandang atau persepsi penyedia jasa, melainkan sudut pandang atau persepsi pelanggan. Kualitas atau mutu memerlukan perhatian yang besar dari pihak manajemen sebab kualitas memiliki hubungan langsung dengan kemampuan bersaing dan tingkat keuntungan yang bias diperoleh perusahaan. Kualitas yang rendah akan menempatkan perusahaan kurang menguntungkan. Apabila pelanggan merasa pelayanan yang dikonsumsinya tidak memuaskan, maka kemungkinan besar dia tidak akan menggunakan produk atau jasa perusahaan itu lagi, bahkan mungkin akan membeli dari pesaing yang menawarkan pelayana yang lebih baik. Karena pelanggan merupakan pihak yang memegang peranan penting dalam menilai kualitas, maka manager perusahaan perlu mengidentifikasi harapan dan mengukur kepuasan pelanggan. 2.4.3 Faktor-Faktor Penilaian Kualitas Pelayanan Menurut Tjiptono (2008:95) dalam memberikan penilaian mengenai kualitas pelayanan yang diberikan oleh perusahaan, konsumen menggunakan beberapa criteria yang secara garis besarnya adalah sebagai berikut: a. Reliabilitas (Reliability) Berkaitan dengan kemampuan perusahaan dalam memberikan pelayanan yang diberikan secara akurat sejak pertama kali dan memuaskan. Selain itu juga realibilitas adalah kemampuan untuk menghasilkan kinerja pelayanan yang dijanjikan secara akurat dan pasti. Dan hal ini berarti bahwa pelayanan harus tepat waktu dan dalam spesifikasi yang sama, tanpa kesalahan, kapanpun pelayanan tersebut diberikan. b. Daya Tanggap (Responsiveness) Berkenan dengan kesediaan dan kemampuan penyedia layanan untuk membantu para pelanggan dan merespon permintaan mereka dengan sungguh-sungguh. Hal ini tercermin pada kecepatan, ketepatan layanan yang diberikan, keinginan karyawan untuk membantu para pelanggan . c. Jaminan (Assurance) Berkenaan dengan pengetahuan, kesopanan, dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki oleh para karyawan, bebas dari bahaya, resiko dan keragu-raguan. Berkaitan dengan kemampuan para karyawan dalam menanamkan kepercayaan pada pelanggan, adanya perasaan aman bagi pelanggan dalam melakukan pelayanan, dan pengetahuan, sopan santun karyawan dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan, pengetahuan, kesopanan dan kemampuan karyawan akan menimbulkan kepercayaan dan keyakinan terhadap perusahaan. d. Empati (Empathy) Kemudahanan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik, perhatian pribadi dan memahami kebutuhan nasabah. Hal ini berhubungan dengan perhatian atau kepedulian karyawan kepada pelanggan, kemudahan mendapatkan layanan. Kepedulian karyawaan terhadap masalah yang dihadapinya. Perusahaan memiliki objektifitas yaitu: memperlakukan secara sama semua pelanggan. Semua pelanggan berhak untuk memperoleh kemudahan layanan yang sama tanpa disadari mempunyai hubungan khusus dengan karyawan atau tidak. e. Bukti fisik (Tangibles) Hal ini berkaitan dengan fasilitas fisik, penampilan karyawan, peralatan dan teknologi yang pergunakan dakam member layanan, fasilitas fisik seperti gedung, ruang tempat layanan, kebersihan, ruuang tunggu, fasilitas music, AC, tempat parker merupakan salah satu segi dalam kulaitas jasa karena akan memberikan sumbangan bagi konsumen yang memerlukan layanan perusahaan. Penampilan karyawan yang baik akan memberikan rasa dihargai bagi nasabah yang dilayani, sedangkan dalam peralatan dan teknologi yang dipergunakan dalam memberikan layanan akan memberikan kontribusi pada kecepatan dan ketepatan karyawan. 2.4.4 Jenis-jenis Pelayanan Jenis-jenis pelayanan menurut Ratminto (2009:4) meliputi: `1. Pelayanan Publik Segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang public maupun jasa public yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di Daerah, dan lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah, dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. 2. Pelayanan Administrasi Segala bentuk jasa pelayanan yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di Daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah, baik dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan, yang bentuk produk pelayanannya adalah ijin atau warkat. 2.4.5 Proses- proses Pelayanan Menurut Kotler (2007:58) proses pelayanan jasa dibagi menjadi 3 bagian: Penyedia pelayanan sebelum melakukan proses pelayanan harus memiliki kriteria yang dapat menunjang proses tersebut, kriteria yang harus dimiliki yaitu keandalan dan perhatian yang dimana: Keandalan, untuk mengukur kemampuan penyedia jasa dalam memberikan jasa yang tepat dan dapat diandalkan. Penyedia jasa harus mampu memberikan pelayanan yang telah dijanjikan secara akurat, dapat dipercaya dan diandalkan. Kinerja harus sesuai dengan harapan konsumen yang berarti ketepatan waktu, pelayanan yang sama untuk semua konsumen, tanpa kesalahan, sikap yang simpatik dan akurasi yang tinggi. Perhatian, untuk mengukur pemahaman karyawan terhadap kebutuhan konsumen serta perhatian yang diberiakn oleh karyawan. Dimensi ini memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual yang diberikan kepada konsumen dengan berupaya memahami keinginannya. Dimensi ini merupakan kemampuan penyedia jasa/produk dalam memperlakukan konsumen sebagai individu yang spesial. Pada saat proses pelayanan berlangsung penyedia pelayanan harus memiliki Daya tanggap. Daya tanggap, untuk membantu dan memberikan pelayanan kepada konsumen dengan cepat. Penyedia jasa/produk terutama stafnya harus bersedia membantu serta memberikan pelayanan yang tepat sesuai kebutuhan konsumen. Dimensi ini menekankan pada sikap dari penyedia jasa/produk yang penuh perhatian, tepat dan cepat dalam pelayanan. Yakni menghadapi permintaan, pertanyaan, keluhan dan masalah konsumen dengan penyampaian informasi yang jelas. Memberikan konsumen menunggu tanpa adanya suatu alasan yang jelas menyebabkan persepsi yang negatif dalam kualitas pelayanan. Setelah proses pelayanan berlangsung penyedia pelayanan diharapkan memberikan jaminan dan bukti fisik yang dimana: Jaminan, untuk mengukur kemampuan dan kesopanan karyawan serta sifat dapat dipercaya yang dimiliki karyawan, bebas dari bahaya, bebas dari resiko dan keraguraguan. Dimensi ini menekankan kemampuan penyedia jasa untuk membangkitkan rasa percaya dan keyakinan diri konsumen bahwa pihak penyedia produk/jasa terutama para pegawainya mampu memenuhi kebutuhan konsumennya. Bukti fisik, untuk mengukur fasilitas jasa fisik, peralatan, karyawan serta saran komunikasi. Dimensi ini menekankan kemampuan penyedia jasa untuk menyediakan fasilitas fisik seperti gedung, tata letak peralatan, interior dan eksterior, serta penampilan fisik dari personal penyedia jasa/produk. 2.4.6 Faktor-faktor Penyebab Kualitas Jasa yang Buruk Ada beberapa penyebab yang menjadikan suatu jasa dinilai buruk oleh pelanggan. Faktor-faktor ini sangat berpengaruh dalam penentuan beberapa baik kualitas jasa yang disebutkan. Menurut Tjiptono (2006;85) faktor-faktor tersebut adalah: 1. Produksi dan konsumsi yang terjadi secara simultan. Dalam memberikan jasa dibutuhkan kehadiran dan partisipasi pelanggan. Akibatnya timbul masalah-masalah sehubungan dengan interaksi produsen dan pelanggan jasa. Beberapa kekurangan yang mungkin ada pada karyawan pemberi jasa dan dapat berpengaruh terhadap persepsi pelanggan pada kualitas jasa. 2. Keterlibatan tenaga kerja yang intensif dalam penyampaian jasa dapat pula menimbulkan masalah pada kualitas, yaitu tingkat variabilitas yang tinggi. Halhal yang bisa mempengaruhinya adalah upah rendah, pelatihan yang kurang memadai bahkan tidak sesuai, tingkat turnover karyawan yang tinggi dan lainlain. 3. Dukungan terhadap pelanggan internal (pelanggan perantara) kurang memadai. Karyawan front line merupakan ujung tombak dari sistem pemberian jasa. Supaya mereka dapat memberikan jasa yang efektif maka mereka perlu mendapatkan dukungan dari fungsi-fungsi manajemen (operasi, pemasaran, keuangan, dan sumber daya manusia). 4. Kesenjangan-kesenjangan komunikasi. Bila terjadi gap atau kesenjangan dalam komunikasi, maka akan timbul penilaian atau perspektif negatif terhadap kualitas jasa. Ada beberapa jenis kesenjangan komunikasi yang biasa terjadi, yaitu: a. Perusahaan memberikan janji yang berlebihan, sehingga tidak dapat memenuhinya. b. Perusahaan tidak bisa menyajikan informasi terbaru kepada para pelanggan. c. Pesan komunikasi perusahaan tidak dapat dipahami pelanggan. d. Perusahaan tidak memperhatikan atau segera menanggapi keluhan atau saran pelanggan. 5. Memperlakukan semua pelanggan dengan cara yang sama. Dalam hal ini interaksi dengan pemberi jasa, tidak semua pelanggan bersedia menerima jasa yang seragam (standardized services) sering terjadi ada pelanggan yang menginginkan atau bahkan menuntut jasa yang bersifat personal dan berbeda dari pelanggan lain. Hal ini menimbulakan tantangan bagi perusahaan agar dapat memahami kebutuhan-kebutuhan khusus pelanggan individual dan memahami perasaan pelanggan sehubungan dengan pelayanan perusahaan kepada pelanggan. 6. Perluasan atau pengembangan jasa secara berlebihan Di satu sisi, memperkenalkan jasa baru atau memperkaya jasa lama dapat meningkatkan peluang pemasaran dan menghindari terjadinya pelayanan yang buruk. Akan tetapi bila terlampau banyak menawarkan jasa baru dan tambahan terhadap jasa yang sudah ada, maka hasil yang diperoleh tidaklah selalu optimal, bahkan tidak tertutup kemungkinan timbul masalah-masalah seputar standar kualitas jasa. 7. Visi bisnis jangka pendek Visi jangka pendek (seperti orientasi pada pencapaian target penjualan dan laba tahunan, penghematan biaya, peningkatan produktivitas tahunan, dan lain-lain) bisa merusak kualitas jasa yang sedang dibentuk untuk jangka panjang. Sebagai contoh, kebijakan suatu bank untuk menekan biaya dengan cara mengurangi jumlah kasir (teller) menyebabkan semakin panjangnya antrian di bank tersebut. 2.4.7 Strategi Meningkatkan Kualitas Jasa Meningkatkan kualitas jasa tidaklah semudah membalikkan telapak tangan atau menekan saklar. Banyak faktor yang perlu dipertimbangkan, upaya tersebut juga berdampak luas yaitu terhadap budaya organisasi secara keseluruhan. Menurut Tjiptono (2006;88) diantara berbagai faktor yang perlu mendapatkan perhatian adalah : 1. Mengidentifikasi determinan utama kualitas jasa Langkah pertama yang harus dilakukan adalah riset untuk mengidentifikasi determinan jasa yang paling penting bagi pasar sasaran. Langkah berikutnya adalah memperkirakan penilaian yang diberikan pasar sasaran tersebut terhadap perusahaan dan pesaing. 2. Mengelola harapan pelanggan Perusahaan sebaiknya tidak melebih-lebihkan pesan komunikasinya pada pelanggan. 3. Mengelola bukti kualitas jasa Tujuannya untuk memperkuat persepsi pelanggan selama dan sesudah jasa diberikan. Karena jasa tidak dapat dirasaka, maka pelanggan cenderung memperhatikan fakta-fakta yang berkaitan dengan jasa sebagai bukti kualitas. 4. Membidik pelanggan tentang jasa Dapat dilakukan berbagai upaya, seperti: a. Perusahaan mendidik pelanggannya untuk melakukan sendiri jasa tertentu. b. Perusahaan membantu pelanggan mengetahui kapan menggunakan suatu jasa. c. Perusahaan mendidik pelanggannya mengenai cara menggunakan jasa. d. Perusahaan dapat pula meningkatkan persepsi terhadap kualitas dengan cara menjelaskan kepada pelanggan kebijaksanaan. 5. Mengembangkan budaya kualitas alasan-alasan yang mendasari suatu Budaya kualitas merupakan sistem nilai organisasi yang menghasilkan lingkungan yang kondusif bagi pembentukan dan penyempurnaan kualitas secara terus-menerus. Agar dapat tercipta budaya kualitas yang baik dibutuhkan komitmen menyeluruh pada seluruh anggota organisasi. 6. Menciptakan Automatic Quality Adanya otomatisasi dapat mengatasi variabilitas kualitas jasa yang disebabkan kurangnya sumber daya manusia yang dimiliki. 7. Menindaklanjuti jasa Perusahaan perlu mengambil inisiatif untuk menghubungi sebagian atau semua pelanggan untuk mengetahui tingkat kepuasaan dan persepsi mereka terhadap jasa yang diberikan. 8. Mengembangkan sistem informasi kualitas jasa Informasi yang dibutuhkan mencakup segala aspek yaitu data saat ini dan masa lalu, kuantitatif dan kualitatif, internal dan eksternal, serta informasi mengenai perusahaan dan pelanggan. 2.5 Citra (Image) Citra merupakan hal yang penting karena citra dapat mempengaruhi konsumen dalam hal penggunaan atau pembelian suatu produk atau jasa. Menurut Alma (2002;317) pengertian citra adalah: “Citra adalah kesan yang diperoleh sesuai dengan pengetahuan dan pengalaman seseorang dengan sesuatu”. Sedangkan menurut Rhenald Kasali (2003;28) “Citra adalah kesan yang timbul akan karena pemahaman akan suatu kenyataan”. Jadi sesuai dengan pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa citra adalah suatu kesan yang diperoleh oleh konsumen terhadap suatu produk atau jasa sesuai dengan pemahaman, pengalaman akan suatu kenyataan. Kemudian citra itu sendiri dibagi menjadi tiga jenis yaitu: 1. Citra merek yaitu pandangan masyarakat tehadap merek suatu produk atau jasa 2. Citra perusahaan yaitu suatu pandangan mengenai seluruh perusahaan 3. Citra produk yaitu suatu pandangan mengenai suatu produk atau kategori suatu produk. 2.5.1 Pengertian Merek Menurut Kotler & Keller (2011;257), menjelaskan bahwa merek yang berhasil adalah produk dan jasa yang hebat, didukung oleh perencanaan yang seksama. Sejumlah besar komitmen jangka panjang dan pemasaran yang dirancang dan dijalankan secara kreatif. Maka merek yang kuat dapat menghasilkan loyalitas konsumen yang tinggi. Agar dapat memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai merek, maka penulis mengemukakan pengertian merek sebagai berikut : Menurut Kotler & Keller (2011;258), definisi merek adalah : “Merek adalah suatu nama, istilah, tanda, lambang, rancangan, atau kombinasi dari semuanya, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa dari seorang penjual atau sekelompok penjual untuk mendiferensiasikan dari barang atau jasa dari pesaing”. Menurut Alma (2007;147) merek adalah : “Merek atau cap adalah suatu tanda atau simbol yang memberikan identitas suatu barang atau jasa tertentu yang dapat berupa kata-kata, gambar atau kombinasi keduanya”. Brand image menurut Kotler & Keller (2011;272) yang menyatakan bahwa : “Brand image adalah bagaimana persepsi konsumen menganggap atau menilai (brand) suatu perusahaan secara aktual, seperti tercermin dalam asosiasi yang terjadi dalam memori konsumen”. Dari ketiga definisi diatas dapat disimpulkan, bahwa pemberian merek dimaksudkan untuk mengidentifikasikan barang atau jasa dari seseorang, sekelompok penjual atau organisai dan untuk membedakannya dari produk atau jasa pesaing. Merek sebenarnya merupakan janji penjual untuk secara konsisten memberikan keistimewaan, manfaat, dan jasa tertentu kepada pembeli atau konsumen. 2.6 Corporate image (Citra Perusahaan ) Menurut Kottler (2006:338) pengertian citra perusahaan adalah “Citra adalah persepsi masyarakat terhadap perusahaan atau produknya”. Sedangkan citra perusahaan menurut Kottler (2006;338) “Citra perusahaan adalah persepsi seseorang mengenai suatu citra organisasi dan persepsi-persepsi ini diciptakan melalui seluruh indera: penglihatan, pendengaran, penciuman, peraba, citra rasa dan perasaan yang dialami melalui penggunaan produk, pelayanan konsumen, lingkungan komersial dan komunikasi perusahaan, itu merupakan hasil dari setiap perusahaan yang dilakukan atau tidak dilakukan”. Selain itu juga menurut Imam Mulyana Dwi suwandi (2007:2) mengemukakan “Citra Perusahaan yag baik dimaksudkan agar perusahaan dapat tetap hidup dan orang-orang didalamnya terus mengembangkan kreativitas bahwa memberikan manfaat yang lebih berarti bagi orang lain” Citra perusahaan (corporate image), ditentukan oleh berbagai kriteria sumber yang dapat menciptakan citra tersebut yang dapat dikendalikan oleh perusahaan bukan oleh yang lain. Pengendali citra perusahaan terdiri dari etika dan budaya perusahaan, etika pegawai, etika bisnis, etika produk yang dihasikan, komunikasi, tenaga penjual, harga pemasok, pelayanan dan saluran distribusinya (Kotler dan Keller ,(2006:214) Kotelr (2006 ), menyatakan bahwa pada akhirnya citra suatu perusahaan harus meliputi identitas dan faktor-faktor atribut yang dapat dilibatkan dalam keputusan pembelian oleh pelanggan. Lebih jauh lagi Kotler (2006:100) menyatakan bahwa agar pembangunan citra perusahaan efektif, maka diperlukan usaha yang kuat untuk meningkatkannya melalui atribut-atribut yang terlibat dalam keputusan pembelian yang selalu dikomunikasikan kepada pasar sasaran. Jika perusahaan tidak dapat menunjukan kinerjanya lebih baik sesuai atribut- atribut tersebut, maka mereka akan kehilangan pangsa pasarnya. Dalam waktu bersamaan perusahaan telah menganggap bahwa pelanggan menjadi tidak penting atau diabaikan. 2.6.1 Indikator yang mempengaruhi Citra (image) Menurut Gary Hamel dan CK Prahalad (Kertajaya) (2000;484) yang mengemukakan bahwa terdapat empat hal pokok yang harus diperhatikan dalam sebuah Citra (image), yaitu : 1. Recognition, yaitu tingkat dikenalnya sebuah merek oleh konsumen. Jika sebuah merek tidak dikenal, maka produk atau jasa dengan merek tersebut harus dijual dengan harga yang murah. 2. Reputation, yaitu suatu tingkat atau status bagi sebuah merek karena lebih terbukti memiliki track record yang baik. 3. Affinity, yaitu sebuah emotional relationship yang timbul antara sebuah merek dengan konsumennya. Sebuah produk atau jasa dengan merek yang disukai oleh konsumen akan lebih mudah untuk dijual dan sebuah produk atau jasa yang dipersepsikan memiliki kualitas yang tinggi akan mempunyai reputasi yang baik. 4. Domain, yaitu yang menyangkut seberapa lebar scoope dari suatu produk yang menggunakan merek yang bersangkutan. Proses psikologis dasar memainkan peranan penting dalam memahami bagaimana konsumen benar-benar menilai citra (image) suatu produk atau jasa yang ditawarkan oleh perusahaan, yang kemudian mereka akan melakukan sebuah tindakan terhadap produk atau jasa tersebut dengan melakukan proses pembelian atau bahkan menyingkirkan (tidak menggunakan lagi) produk atau jasa perusahaan tersebut karena dinilai buruk dimata masyarakat. Perusahaan yang cerdas berusaha untuk memahami hal tersebut dengan cara mengamati kegiatan pelanggan secara penuh yang meliputi semua pengalaman mereka, memilih, menggunakan, dan bahkan menyingkirkan produk atau jasa tersebut. (Kotler & Keller 2009) 2.6.2 Diferensiasi Citra Para pembeli mungkin mempunyai tanggapan yang berbeda terhadap citra perusahaan. Setiap perusahaan bekerja kerasa untuk mengembangkan citra yang membedakan untuk merek-merek mereka. Citra dipengaruhi oleh banyak faktor diluar kontrol perusahaan. Supaya bisa berfungsi citra itu itu harus disampaikan melalui setiap sarana komunikasi yang tersedia dan kotak merek pesan ini dapat disampaikan melalui hal-hal dibawah ini, Kotler (2004:338): 1. Lambang Citra dapat diperkuat dengan menggunakan simbol yang kuat, perusahaan dapat memilih sebuah simbol atau suatu warna pengindetifikasi. 2. Media Citra yang dipilih harus ditampilkan dalam iklan yang menyampaikan suatu cerita, suasana hati, pernyataan sesuatu yang jelas berbeda dengan yang lain. 3. Suasana Ruangan fisik yang ditempati organisasi merupakan pencipta citra yang kuat lainnya. 4. Peristiwa Suatu perusahaan dapat membangun suatu identitas melalui jenis kegiatan yang disponsorinya. 2.7 Pengaruh Kualitas Jasa terhadap Citra Perusahaan Seperti kita ketahui sebelumnya bahwa jasa adalah tidak nyata (intangible) di mana jasa tersebut tidak dapat dirasakan, diraba, didengar, atau diperbaharui sebelum dibeli. Dengan demikian konsumen akan mencari tanda atau bukti dari kualitas jasa (pelayanan) tersebut melalui orang lain. Jasa yang diberikan oleh suatu perusahaan kepada konsumen dapat diketahui dari kualitas jasanya dengan melihat citra perusahaan yang timbul dari persepsi masyarakat berdasarkan apa yang sudaah mereka ketahui dan apa yang mereka alami oleh konsumen itu sendiri. Jadi, dengan adanya kualitas yang baik maka citra perusahaan pun dapat terbentuk dengan sendirinya. Citra yang baik dari suatu organisasi (baik korporasi atau local), merupakan asset, karena citra mempunyai suatu dampak pada persepsi konsumen dari komunikasi dan operasi organisasi dalam berbagai hal. Sutisna (2001;332), mengidentifikasi bahwa. 1. Citra adalah sebagai penyaring yang mempengaruhi persepsi pada kegiatan perusahaan. Kualitas teknik dan khususnya kualitas fungsional dilihat dari saringan ini. Jika citra perusahaan baik, maka citra perusahaan menjadi terlindungi. 2. Citra adalah fungsi dari pengalaman dan juga harapan konsumen. Ketika konsumen membangun harapan dan realitas pengalaman dalam bentuk kualitas pelayanan teknik dan fungsional, kualitas pelayanan yang dirasakan menghasilkan perubahan citra, citra akan mendapat penguatan dan bahkan meningkat. Menurut Sutisna (2001;334) jika citra negatif, mungkin salah satunya disebabkan oleh pengalaman buruk konsumen. Dalam hal demikian, terdapat masalah yang berkenaan dengan kualitas teknik atau fungsional. Dalam situasi demikian, jika penyampaian pesan perusahaan adalah berorientasi pada pelayanan, kesadaran konsumen, atau apapun isinya, hal itu hanya akan menghasilkan bencana bagi organisasi. Jika masalah citra adalah problem yang nyata yang berkaitan dengan kinerja organisasi yaitu kualitas teknik atau fungsional yang sebenarnya menyebabkan masalah citra. Bahkan Alma (2000: 316) menyatakan bahwa citra adalah kesan yang diperoleh sesuai dengan pengetahuan dan pemahaman seseorang tentang sesuatu. Citra terbentuk dari bagaimana perusahaan melaksanakan kegiatan operasionalnya yang mempunyai landasan utama bagi segi layanan , oleh sebab itu untuk dapat mengahsilkan citra yang baik atau kesan positif dimata konsumen maka hal yang harus diperbaiki dan ditingkatkan adalah dari segi kualitas pelayanan yang diberikan oleh sebuah organisasi atau perusahaan. Dengan demikian, apabila semakin baik kualitas pelayanan yang diberikan oleh perusahaan, maka semakin baik pula citra perusahaan dimata konsumen. hal tersebut dapat saling mempengaruhi dalam menjalankan suatu perusahaan.