BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Pemasaran, Manajemen Pemasaran dan Bauran Pemasaran
2.1.1
Pengertian Pemasaran
Memahami, menciptakan, mengkomunikasikan, dan memberi nilai serta
kepuasan kepada konsumen adalah inti pemikiran dan praktik dalam pemasaran
modern. Banyak orang berfikir bahwa pemasaran sama dengan penjualan, sedangkan
yang lainnya berpendapat bahwa pemasaran adalah sama dengan penjualan dan
periklanan. Terdapat beberapa orang yang masih berkeyakinan bahwa pemasaran
merupakan sesuatu yang harus dikerjakan dengan membuat sesuatu produk agar
tersedia di toko, mengatur pajangan (display) dan memelihara persediaan produk
untuk penjualan mendatang. Sesungguhnya, pemasaran terdiri dari semua aktivitas
tersebut bahkan lebih dari itu semua.
Bagi suatu perusahaan, aktivitas pemasaran mempunyai peranan yang sangat
penting, karena aktivitas pemasaran diarahkan untuk menciptakan perputaran yang
memungkinkan perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan hidup. Selain itu
aktivitas pemasaran dilakukan untuk pencapaian tujuan perusahaan yang sesuai
dengan harapan. Di bawah ini terdapat beberapa pengertian pemasaran menurut
beberapa para ahli.
Menurut Kotler dan Keller (2009;5),menyatakan bahwa :
“Pemasaran adalah mengidentifikasi dan memenuhi kebutuhan manusia
dan social.”
Pengertian pemasaran menurut America Marketing Association (AMA)
(2009:5), mengemukakan bahwa :
“Pemasaran adalah suatu fungsi organisasi dan serangkaian proses untuk
menciptakan, mengkomunikasikan, daan memberikan nilai kepada
pelanggan dan untuk mengelola hubungan pelanggan dengan cara yang
menguntungkan organisasi dan pemangku kepentingannya.”
Sedangkan
pengertian
pemasaran
menurut
Buchari
Alma
(2007:1),
mengemukakan bahwa :
“Marketing embrances all business activities involved in the flow of goods
and services from physical production to consumption.”
Artinya : Marketing berarti segala usaha yang meliputi penyaluran barang dan
jasa dari sektor produksi ke sektor konsumsi.
Sedangkan menurut Tjiptono (2006;2) menyatakan pemasaran adalah sebagi
berikut:
“Pemasaran merupakan sistem total aktivitas bisnis yang dirancang
untuk merencanakan, menetapkan harga dan mendistribusikan produk,
jasa, dan gagasan yang mampu memuaskan keinginan pasar sasaran
dalam rangka mencapai tujuan organisasional.”
Dari beberapa pernyataan di atas dapat ditarik kesimpulan, pemasaran adalah
sebuah disiplin strategi bisnis beserta pelaksanaannya yang menciptakan kepuasan
bagi pelanggan serta dapat memenuhi tujuan perusahaan.
2.1.2 Pengertian Manajemen Pemasaran
Menurut definisi manajerial, pemasaran sering digambarkan sebagai seni
menjual produk. di bawah ini, beberapa pengertian manajemen pemasaran menurut
para ahli :
Pengertian Manajemen Pemasaran menurut Kotler (2009:5), mengemukakan
bahwa :
“Manajemen Pemasaran adalah seni dan ilmu memilih pasar sasaran dan
mendapatkan,
menjaga,
dan
menumbuhkan
pelanggan
dengan
menciptakan, menyerahkan, dan mengkonsumsikan nilai pelanggan yang
unggul.”
Menurut Kotler dan Amstrong yang dikutip oleh Buchari Alma (2007:130),
mengemukakan bahwa :
“Marketing management is the analysis, planning, implementation, and
control of programs designed to create, bulid, and maintain beneficial
exchanges with target buyers of the purpose of achieving organizational
objectives.”
Artinya : Manajemen pemasaran ialah kegiatan menganalisa, merencanakan,
mengimplementasi, dan mengawasi segala kegiatan (program), guna memperoleh
tingkat pertukaran yang menguntungkan dengan pembeli sasaran dalam rangka
mencapai tujuan organisasi.
2.1.3
Pengertian Bauran Pemasaran
Bauran pemasaran (marketing mix) merupakan suatu strategi yang paling
umum digunakan suatu perusahaan dalam menghadapi persaingan. Bauran
pemasaran merupakan salah satu konsep kunci dalam teori pemasaran modern.
Elemen-elemen bauran pemasaran terdiri dari semua variabel yang dapat dikontrol
(controllable) perusahaan dalam komunikasinya dan akan dipakai untuk memuaskan
konsumen sasaran.
Untuk menjelaskan hal tersebut, berikut ini kita lihat beberapa definisi dari
para ahli sebagai berikut :
Menurut Kotler dan Keller (2007;23), menyatakan bahwa :
“Bauran pemasaran adalah perangkat alat pemasaran yang digunakan
perusahaan untuk mengejar tujuan pemasarannya.”
Sedangkan menurut Lupiyoadi dan Hamdani (2006;70) menyatakan bahwa
bauran pemasaran sebagai berikut :
“Bauran Pemasaran (marketing Mix) adalah alat bagi pemasar yang
terdiri atas berbagai unsur suatu program pemasaran yang perlu
dipertimbangkan agar implementasi strategi pemasaran dan positioning
yang ditetapkan dapat berjalan sukses.”
Jadi dapat disimpulkan bahwa bauran pemasaran adalah suatu perangkat alat
pemasaran yang dapat dilakukan perusahan untuk mempengaruhi permintaan
terhadap produknya dan perangkat-perangkat tersebut akan menentukan tingkat
keberhasilan pemasaran bagi perusahaan.
Unsur bauran pemasaran menurut Lupiyoadi dan Hamdani (2006;70) sering
kali kita kenal dengan sebutan 4 P. Pengertian unsur-unsur marketing mix dapat
dikelasifisikan menjadi 4P (Product, Price, Place, Promotion). Sedangkan bauran
pemasaran dalam bentuk jasa perlu ditambahkan 3P, sehingga bauran pemasaran
menjadi 7 P (Product, Price, Place, Promotion, People, Physical Evidence, Process).
Adapun pengertian masing-masing bauran pemasaran di atas adalah :
1.
Produk (Product)
Produk merupakan penawaran berwujud perusahaan kepada pasar, yang
mencakup kualitas, rancangan, bentuk, merek, dan kemampuan produk.
2.
Harga (Price)
Adalah sejumlah uang yang harus dibayarkan pelanggan untuk mendapatkan
produk.
3.
Tempat (Place)
Adalah kegiatan yang dilakukan perusahaan untuk membuat produk agar dapat
diperoleh dan tersedia bagi pelanggan pasaran.
4.
Promosi (Promotion)
Adalah kegiatan yang dilakukan perusahaan untuk mengkomunikasikan
keunggulan produk dan membujuk pelanggan sasaran untuk membelinya.
5.
Orang (People)
Adalah semua pelaku yang turut ambil bagian dalam pengujian jasa dan dalam
hal ini mempengaruhi persepsi pembeli. Yang termasuk elemen ini adalah
personel perusahaan dan konsumen.
6.
Bukti Fisik (Physical Evidence)
Adalah bukti fisik jasa mencakup semua hal yang berwujud berkenaan dengan
suatu jasa seperti brosur, kartu bisnis, format laporan, dan peralatan.
7.
Proses (Process)
Adalah semua prosedur aktual, mekanisme, dan aliran aktivitas dengan mana
jasa disampaikan yang merupakan system pengujian atau operasi.
2.2
2.2.1
Ruang Lingkup Jasa
Pengertian Jasa
Pengertian Jasa menurut Kotler (2007:71) adalah :
“Setiap tindakan atau kinerja yang dapat ditawarkan satu pihak kepada
pihak lain yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan
kepemilikan apa pun”.
Sedangkan menurut Zeithaml dan Bitner (2007;243) menyatakan jasa adalah
sebagai berikut:
“Jasa adalah suatu kegiatan ekonomi yang output nya bukan produk
dikonsumsi secara bersamaan dengan waktu produksi dan memberikan
nilai tambah (seperti kenikmatan, hiburan, santai, sehat) bersifat tidak
berwujud.”
Dari kedua definisi di atas dapat disimpulkan pada dasarnya jasa merupakan
suatu tindakan yang tidak berwujud, yang dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan
konsumen. Disamping itu juga jasa tidak mengakibatkan peralihan hak suatu barang
secara fisik atau nyata, jadi jika seseorang pemberi jasa memberikan jasanya kepada
orang lain, maka tidak ada perpindahan hak miliki secara fisik.
2.2.2 Karakteristik Jasa
Menurut Kotler (2007: 45) Jasa memiliki empat karakteristik yang sangat
mempengaruhi desain program pemasaran: tidak berwujud (intangibility), tidak
terpisahkan (insperability), bervariasi (variability), dan tidak tahan lama
(perishability).
1. Tidak berwujud (intangibility)
Jasa merupakan sesuatu yang tidak berwujud, karena tidak dapat dilihat,
dirasa, diraba, dicium, atau didengar sebelum dibeli. bila pelanggan membeli
jasa, maka ia hanya menggunakan, memanfaatkan atau menyewa jasa
tersebut. oleh karena itu mengurangi ketidakpastian, para pelanggan harus
memperhatikan tanda-tanda atau bukti kualitas jasa tersebut. mereka
menyimpulkan kualitas jasa dari tempat(place), orang (people), peralatan
(equipment), an komunikasi (cominication material), symbol-simbol(symbol),
dan harga (price) yang mereka amati.
2. Tidak terpisahkan ( inseparability)
Biasanya jasa dihasilkan dan dikonsumsi secara bersamaan. hal ini tidak
berlaku bagi barang-barang fisik yang di produksi, disimpan, sebagai
persedian, didistribusikan melalui banyak penjual, dan dikonsumsi. jika
seseorang memberikan jasa tersebut, penyediaanya adalah bagian dari jasa itu.
karena klien tersebut juga hadir pada saat jasa itu dihasilkan, interaksi
penyedia klien merupakan ciri khusus pemasaran jasa.
3. Bervariasi (variability)
Jasa sangat bervariasi baik bentuk, kuantitas, dan jenis tergantung pada siapa,
kapan, dan dimana jasa tersebut dihasilkan. Ada tiga faktor yang
menyebabkan variasi kualitas jasa, yaitu:
a. Kerjasama/partisipasi pelanggan selama penyampaian jasa
b. Moral /motivasi karyawan alam melayani karyawan
c. Beban kerja perusahaan
Para pembeli jasa yang peduli terhadap variasi ini seringkali meminta
pendapat orang lain sebelum memutuskan untuk memilih penyedia jasa.
4. Tidak tahan lama (perishability).
Jasa tidak dapat disimpan. sifat jasa yang mudah rusak (perishability) tidak
akan menjadi masalah apabila permintaan tidak teratur. penyaji jasa harus
mengusahakan
terciptanya
suatu
kesesuaian
antara
permintaan
dan
penawaran. Dengan demikian bila suatu jasa tidak digunakan, maka jasa
tersebut akan berlalu begitu saja.
2.2.3 Klasifikasi Jasa
Sebagai konsekuensi dari adanya berbagai macam variasi bauran antara barang
dan jasa, maka sulit untuk menggeneralisir jasa bila tidak melakukan pembedaan
lebih lanjut. Banyak pakar yang melakukan klisifikasi jasa, dimana masing-masing
ahli menggunakan dasar pembedaan yang disesuaikan dengan sudut pamdangnya
masing-masing.
Secara garis besar, klasifikasi jasa dapat dilakukan berdasarkan tujuh kriteria
(Lovelock, 1987, dalam Evans dan Berman, 1990) yang dikutip oleh Tjiptono
(2006:8) yaitu:
1. Segmen Pasar
Berdasarkan segmen pasar, jasa dapat dibedakan menjadi jasa yang ditujukan
pada konsumen akhir (misalnya taksi, asuransi jiwa, katering, jasa tabungan dan
pendidikan) dan jasa kepada pelanggan organisasional (misalnya biro periklanan,
jasa akuntansi dan perpajakan, dan jasa konsultan manajemen). Perbedaan
diantara kedua segmen bersangkutan terletak pada alasan dan kriteria spesifik
dalam memilih jasa dan penyedia jasa, kualitas jasa yang dibutuhkan, dan
kompleksitas pengerjaan jasa yang diperlukan.
2. Tingkat Keberwujudan
Krireria ini berhubungan dengan ringkat keterlibatan produk fisik dengan
konsumen. Berdasarkan kriteria ini jasa dapat dibedakan menjadi tiga macam,
yaitu:

Rent good service
Dalam tipe ini, konsumen menyewa dan menggunakan produk tertentu
bedasarkan tarif yang disepakati selama jangka waktu yang spesifik.
Konsumen hanya dapat menggunakan produk tersebut, karena kepemilikan
tetap berada ditangan perusahaan yang menyewakannya. Contohnya
penyewaan mobil, videogame, DVD, komputer, villa, dan apartemen.

Owned good service
Pada owned good service, produk-produk yang dimiliki konsumen
direparasi,
dikembangkan
atau
ditingkatkan
unjuk
kerjanya,
atau
dipelihara/dirawat oleh perusahaan jasa. Jasa- jasa yang mencakup
perubahan bentuk pada produk pada produk yang dimiliki oleh konsumen.
Contohnya jasa reparasi (arloji, mobil, motor, komputer dan lain-lain),
pencucian mobil, perawatan rumput lapangan golf, perawatan taman,
pencucian pakaian (laundry and dry cleanning)

Non good service
Karakteristik khusus pada jenis ini adalah jasa personal bersifat intangible
(tidak berbentuk produk fisik) ditawarkan kepada para pelanggan.
Contohnya supir, baby sitter, dosen, tutor, pemandu wisata, ahli kecantikan,
dan lain-lain.
3. Keterampilan penyedia jasa
Berdasarkan tingkat keterampilan penyedia jasa, terdapat dua pokok tipe jasa.
Petama, Profesional service (seperti dosen, konsultan manajemen, konsultan
hukum, pengacara, konsulatan perpajakan, konsultan sistem informasi, dokter,
fotografer profesional, akuntan, psikolog, perawat, dan arsitek). Kedua Non
profesional service (seperti jasa sopir taksi, tukang parkir, pengantar surat,
pengangkut sampah, pembantu rumah tangga dan penjaga malam).
4. Tujuan Organisasi Jasa
Berdasarkan tujuan organisasi, jasa dapat dibagi menjadi commercial service atau
profit service (misalnya: penerbangan, bank, dan jasa parsel) dan non-profit
service (misalnya: sekolah, panti asuhan, perpustakaan, dan museum).
5. Regulasi
Dari aspek regulasi, jasa dapat dibagi menjadi regulated service (misalnya:
pialang, amgkutan umum, dan perbankan) dan nonregulated service (seperti
makelar, katering, dan pengecatan rumah).
6. Tingkat intensitas karyawan
Berdasarkan tingkat intensitas karyawan (keterlibatan tenaga kerja), jasa dapat
dibedakan menjadi dua macam, yaitu equipment based service, seperti cuci
mobil otomatis dan ATM (Automatic Teller Machine) dan people –based
service, seperti satpam dan jasa akuntan. People based service masih dapat
dikelompokan menjadi kategori tidak terampil dan pekerja profesional. Jasa
yang padat karya (people-based) biasanya dapat ditemukan pada perusahaan
yang memang memerlukan banyak tenaga ahli dan apabila pemberian jasa itu
harus dilakukan di rumah atau di tempat di tempat usaha pelanggan. Perusahaan
juga akan bersifat padat karya bila proses penyampaian jasa kepada satu
pelanggan memakan waktu sehingga perusahaan memerlukan personil yang
relatif banyak untuk melayani pelanggan yang lain. Sementara itu perusahaan
yang bersifat equipment-based mengandalkan penggunaan mesin dan perlatan
canggih yang dapat dikendalikan atau dipantau secara otomatis atau semi
otomatis.ini dilakukan dengan tujuan untuk menjaga konsistensi kualitas jasa
yang diberikan.
7.
Tingkat kontak penyedia jasa
Berdasarkan tingkat kontak ini, secara umum jasa dapat dibagi manjadi highcontact service (seperti: universitas, bank, dokter, dan pegadaian) dan low
contact service (seperti bioskop).
2.3
2.3.1
Kualitas Jasa
Pengertian Kualitas Jasa
Kualitas atau mutu suatu jasa adalah hal yang sangat perlu diperhatikan oleh
setiap perusahaan. Kualitas yang rendah akan menempatkan perusahaan pada posisi
yang kurang menguntungkan, karena jika konsumen merasa kualitas jasa yang
ditawarkan oleh perusahan tidak memuaskan, maka kemungkinan besar para
konsumen akan menggunakan jasa perusahaan lain.
Definisi kualitas jasa menurut Wykoft (dalam Lovelock:1988) yang dikutip
oleh Tjiptono (2006:59) yaitu:
”Kualitas jasa adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan
pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi
keinginan pelanggan.”
Sedangkan menurut Lovelock-Wright (2007:96) yaitu sebagai berikut:
”Kualitas jasa adalah evaluasi kognitif jangka panjang pelanggan
terhadap penyerahan jasa suatu perusahaan”
Kualitas jasa yang baik akan menciptakan kepuasan konsumen. Kualitas jasa
yang baik biasanya menampakan hasil yang berupa semakin banyak pelanggan yang
tetap bertahan serta kenaikan penjualan. Ada dua faktor utama yang mempengaruhi
kualitas jasa, yaitu yang diharapkan dan yang dirasakan (expected service dan
perceived service). Apabila jasa yang diterima atau yang dirasakan sesuai yang
diharapkan, maka kulaitas jasa dipersepsikan kualitas yang ideal. Sebaliknya, jika
jasa yang diterima lebih rendah daripada yang diharapkan, konsumen akan
meninggalkan perusahaan karena merasa tidak puasa. Dengan demikian kualitas jasa
tergantung pada kemampuan penyedia jasa dalam memenuhi harapan pelanggannya
secara konsisten.
2.3.2
Prinsip-prinsip Kualitas jasa
Untuk menciptakan suatu gaya manajemen dan lingkungan yang kondusif bagi
perusahaan jasa untuk memperbaiki kualitas, perusahaan harus mampu memenuhi
enam prinsip utama yang berlaku bagi perusahaan manufaktur maupun perusahaan
jasa. Keenam prinsip tersebut sangat bermanfaat dalam membentuk dan
mampertahankan lingkungan yang tepat dalam melaksanakan penyempurnaan
kualitas secara berkesinambungan yang didukung oleh pemasok, karyawan, dan
pelanggan.
Enam
prinsip
pokok
tersebut
menurut
Wolkins
(dalam
Scheuing
Cristopher,1993) yang dikutip oleh Tjiptono (2006:75) :
1. Kepemimpinan
Strategi kualitas perusahaan harus merupakan inisiatif dan komitmen dari
manajemen puncak. Manajemen puncak harus memimpin perusahaan untuk
meningkatkan kinerja kualitasnya. Tanpa adanya kepemimpinan dari manajemen
puncak, maka usaha untuk meningkatkan kualitas hanya berdampak kecil pada
perusahaan.
2. Pendidikan
Semua personil perusahaan dari manajer puncak sampai karyawan operasional
harus memperoleh pendidikan mengenai kualitas. Aspek-aspek yang perlu
mendapatkan penekanan dalam pendidikan tersebut meliputi konsep kualitas
sebagai strategi bisnis, alat dan teknik implementasi strategi kualitas, dan perana
eksekutif dalam implementasi kualitas jasa.
3. Perencanaan
Proses perencanaan harus mencakup pengukuran dan tujuan kualitas yang
dipergunakan dalam mengarahkan perusahaan dalam mencapai visinya.
4. Review
Proses review satu-satunya alat yang paling efektif bagi manajemen untuk
mengubah perilaku organisasional. Proses ini merupakan suatu mekanisme yang
menjamin adanya perhatian yang konstan dan terus-menerus untuk mencapai
tujuan kualitas.
5. Komunikasi
Implementasi strategi kualitas dalam organisasi dipengaruhi oleh peoses
komunikasi dalam perusahaan. Komunikasi harus dilakukan dengan karyawan,
pelanggan, dan stakeholder perusahaan lainnya, seperti pemasok, pemegang
saham, pemerintah, masyarakat umum, dan lain-lain.
6. Penghargaan dan Pengakuan
Penghargaan dan pengkuan merupakan aspek yang penting dalam implementasi
strategi kualitas.setiap karyawan yang yang berprestasi baik perlu diberi
penghargaan
dan
prestasinya
tersebut
diakui.
Dengan
demikian
dapat
meningkatkan motivasi, moral kerja, rasa bangga, dan rasa kepemilikansetiap
orang dalam organisasi, yang pada gilirannya dapat memberikan kontribusi besar
bagi perusahaandan bagi pelanggan yang dilayani.
2.4 Pelayanan Konsumen
2.4.1 Pengertian Pelayanan Konsumen
Bagi perusahaan yang bergerak dibidang layanan jasa, performa layanan
menjadi suatu bagian yang sangat diperhatikan pelanggan sekaligus menciptakan
citra perusahaan dimata masyarakat, terutama pelanggan jasa itu sendiri.
Pada dasarnya pengertian pelayanan konsumen itu adalah suatu aktivitas yang
dilakukan perusahaan untuk meningkatkan kegunaan dari apa yang ditawarkan
perusahaan dan meningkatkan kepuasan pelanggan. Pelayanan konsumen juga
merupakan suatu alat komunikasi, dimana atas dasar ini, perusahaan-perusahaan
dapat mengetahui konsumen serta menampung keluhan-keluhannya sehingga pada
akhirnya dapat memberikan kepuasan kepada konsumen tersebut.
Dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus memandang seluruh
produk tidak hanya dalam kaitannya dengan kebutuhan yang dipuaskan oleh barangbarang fisik tetapi juga oleh jasa pelayanannya.
Menurut Tjiptono (2007:219) pengertian konsumen yaitu:
“Pelayanan konsumen adalah segala kegiatan yang dibutuhkan untuk
menerima,
memproses,
menyampaikan
dan
memenuhi
pesanan
konsumen dan untuk menindaklanjuti setiap tindakan yang mengandunfg
kekeliruan.”
L.Berry dan A.Pasuraman (2006:192) mengatakan unsur-unsur pelayana
terdiri dari:
1. Unsur-unsur fisik berupa fasiliras fisik, peralatan, petugas dan materi komunikasi.
2. Kemampuan mengerjakan pelayanan secara akurat sesuai dengan yang dijanjikan.
3. Kemampuan menolong dan menyanjikan pelayanan yang tepat bagi pelanggan.
4. Kemampuan petugas agar dapat dipercaya oleh pelanggan.
5. Perhatian dan atensi pribadiperusahaan terhadap pelanggan.
2.4.2 Kualitas Pelayanan
Pengertian kualitas pelayanan menurut Tjiptono (2008:85), yaitu:
“Ukuran seberapa bagus tingkat layanan yang diberikan mampu sesuai
dengan harapan/ ekspetasi pelanggan.”
Berdasarkan definisi diatas, kualitas layanan ditentukan oleh kemampuan
perusahaan dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan sesuai dengan
ekspetasi pelanggan. Dengan kata lain factor utama yang mempengaruhi kualitas
layanan adalah layanan yang diharapkan pelanggan (expected service) dan persepsi
terhadap layanan (perceived service). Apabila perceived service
sesuai dengan
expected service , maka kualitas layanan akan dinilai baik atau positif. Jika perceived
service melebihi expected service,maka kualitas layanan dinilai sebagai kualitas
ideal. Sebaliknya, apabila perceived service yang diterima lebih rendah daripada
expected service, maka kualitas layananakan dinilai negative atau buruk. Oleh sebab
itu, baik tidaknya kualitas layana bergantung pada kemampuan perusahaan dan
stafnya dalam memenuhi harapan pelanggannya secara konsisten. Dengan kata lain,
dapat disimpulkan bahwa citra kualitas yang baik bukanlah berdasarkan sudut
pandang atau persepsi penyedia jasa, melainkan sudut pandang atau persepsi
pelanggan.
Kualitas atau mutu memerlukan perhatian yang besar dari pihak manajemen
sebab kualitas memiliki hubungan langsung dengan kemampuan bersaing dan tingkat
keuntungan yang bias diperoleh perusahaan. Kualitas yang rendah akan
menempatkan perusahaan kurang menguntungkan. Apabila pelanggan merasa
pelayanan yang dikonsumsinya tidak memuaskan, maka kemungkinan besar dia
tidak akan menggunakan produk atau jasa perusahaan itu lagi, bahkan mungkin akan
membeli dari pesaing yang menawarkan pelayana yang lebih baik.
Karena pelanggan merupakan pihak yang memegang peranan penting dalam
menilai kualitas, maka manager perusahaan perlu mengidentifikasi harapan dan
mengukur kepuasan pelanggan.
2.4.3 Faktor-Faktor Penilaian Kualitas Pelayanan
Menurut Tjiptono (2008:95) dalam memberikan penilaian mengenai kualitas
pelayanan yang diberikan oleh perusahaan, konsumen menggunakan beberapa
criteria yang secara garis besarnya adalah sebagai berikut:
a. Reliabilitas (Reliability)
Berkaitan dengan kemampuan perusahaan dalam memberikan pelayanan yang
diberikan secara akurat sejak pertama kali dan memuaskan. Selain itu juga
realibilitas adalah kemampuan untuk menghasilkan kinerja pelayanan yang
dijanjikan secara akurat dan pasti. Dan hal ini berarti bahwa pelayanan harus tepat
waktu dan dalam spesifikasi yang sama, tanpa kesalahan, kapanpun pelayanan
tersebut diberikan.
b. Daya Tanggap (Responsiveness)
Berkenan dengan kesediaan dan kemampuan penyedia layanan untuk membantu
para pelanggan dan merespon permintaan mereka dengan sungguh-sungguh. Hal
ini tercermin pada kecepatan, ketepatan layanan yang diberikan, keinginan
karyawan untuk membantu para pelanggan .
c. Jaminan (Assurance)
Berkenaan dengan pengetahuan, kesopanan, dan sifat dapat dipercaya yang
dimiliki oleh para karyawan, bebas dari bahaya, resiko dan keragu-raguan.
Berkaitan dengan kemampuan para karyawan dalam menanamkan kepercayaan
pada pelanggan, adanya perasaan aman bagi pelanggan dalam melakukan
pelayanan, dan pengetahuan, sopan santun karyawan dalam memberikan
pelayanan kepada pelanggan, pengetahuan, kesopanan dan kemampuan karyawan
akan menimbulkan kepercayaan dan keyakinan terhadap perusahaan.
d. Empati (Empathy)
Kemudahanan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik, perhatian
pribadi dan memahami kebutuhan nasabah. Hal ini berhubungan dengan perhatian
atau kepedulian karyawan kepada pelanggan, kemudahan mendapatkan layanan.
Kepedulian karyawaan terhadap masalah yang dihadapinya. Perusahaan memiliki
objektifitas yaitu: memperlakukan secara sama semua pelanggan. Semua
pelanggan berhak untuk memperoleh kemudahan layanan yang sama tanpa
disadari mempunyai hubungan khusus dengan karyawan atau tidak.
e. Bukti fisik (Tangibles)
Hal ini berkaitan dengan fasilitas fisik, penampilan karyawan, peralatan dan
teknologi yang pergunakan dakam member layanan, fasilitas fisik seperti gedung,
ruang tempat layanan, kebersihan, ruuang tunggu, fasilitas music, AC, tempat
parker merupakan salah satu segi dalam kulaitas jasa karena akan memberikan
sumbangan bagi konsumen yang memerlukan layanan perusahaan. Penampilan
karyawan yang baik akan memberikan rasa dihargai bagi nasabah yang dilayani,
sedangkan dalam peralatan dan teknologi yang dipergunakan dalam memberikan
layanan akan memberikan kontribusi pada kecepatan dan ketepatan karyawan.
2.4.4 Jenis-jenis Pelayanan
Jenis-jenis pelayanan menurut Ratminto (2009:4) meliputi:
`1. Pelayanan Publik
Segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang public maupun jasa
public yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh
Instansi Pemerintah di Pusat, di Daerah, dan lingkungan Badan Usaha Milik
Negara atau Badan Usaha Milik Daerah, dalam rangka upaya pemenuhan
kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
2. Pelayanan Administrasi
Segala bentuk jasa pelayanan yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan
dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di Daerah, dan di lingkungan
Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah, baik dalam rangka
upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan
ketentuan peraturan perundang-undangan, yang bentuk produk pelayanannya
adalah ijin atau warkat.
2.4.5 Proses- proses Pelayanan
Menurut Kotler (2007:58) proses pelayanan jasa dibagi menjadi 3 bagian:
Penyedia pelayanan sebelum melakukan proses pelayanan harus memiliki
kriteria yang dapat menunjang proses tersebut, kriteria yang harus dimiliki yaitu
keandalan dan perhatian yang dimana:
 Keandalan, untuk mengukur kemampuan penyedia jasa dalam memberikan jasa yang
tepat dan dapat diandalkan. Penyedia jasa harus mampu memberikan pelayanan yang
telah dijanjikan secara akurat, dapat dipercaya dan diandalkan. Kinerja harus sesuai
dengan harapan konsumen yang berarti ketepatan waktu, pelayanan yang sama untuk
semua konsumen, tanpa kesalahan, sikap yang simpatik dan akurasi yang tinggi.
 Perhatian, untuk mengukur pemahaman karyawan terhadap kebutuhan konsumen
serta perhatian yang diberiakn oleh karyawan. Dimensi ini memberikan perhatian
yang tulus dan bersifat individual yang diberikan kepada konsumen dengan berupaya
memahami keinginannya. Dimensi ini merupakan kemampuan penyedia jasa/produk
dalam memperlakukan konsumen sebagai individu yang spesial.
Pada saat proses pelayanan berlangsung penyedia pelayanan harus memiliki
Daya tanggap. Daya tanggap, untuk membantu dan memberikan pelayanan kepada
konsumen dengan cepat. Penyedia jasa/produk terutama stafnya harus bersedia
membantu serta memberikan pelayanan yang tepat sesuai kebutuhan konsumen.
Dimensi ini menekankan pada sikap dari penyedia jasa/produk yang penuh perhatian,
tepat dan cepat dalam pelayanan. Yakni menghadapi permintaan, pertanyaan,
keluhan dan masalah konsumen dengan penyampaian informasi yang jelas.
Memberikan konsumen menunggu tanpa adanya suatu alasan yang jelas
menyebabkan persepsi yang negatif dalam kualitas pelayanan.
Setelah proses pelayanan berlangsung penyedia pelayanan diharapkan
memberikan jaminan dan bukti fisik yang dimana:
 Jaminan, untuk mengukur kemampuan dan kesopanan karyawan serta sifat dapat
dipercaya yang dimiliki karyawan, bebas dari bahaya, bebas dari resiko dan keraguraguan. Dimensi ini menekankan kemampuan penyedia jasa untuk membangkitkan
rasa percaya dan keyakinan diri konsumen bahwa pihak penyedia produk/jasa
terutama para pegawainya mampu memenuhi kebutuhan konsumennya.
 Bukti fisik, untuk mengukur fasilitas jasa fisik, peralatan, karyawan serta saran
komunikasi. Dimensi ini menekankan kemampuan penyedia jasa untuk menyediakan
fasilitas fisik seperti gedung, tata letak peralatan, interior dan eksterior, serta
penampilan fisik dari personal penyedia jasa/produk.
2.4.6
Faktor-faktor Penyebab Kualitas Jasa yang Buruk
Ada beberapa penyebab yang menjadikan suatu jasa dinilai buruk oleh
pelanggan. Faktor-faktor ini sangat berpengaruh dalam penentuan beberapa baik
kualitas jasa yang disebutkan. Menurut Tjiptono (2006;85) faktor-faktor tersebut
adalah:
1. Produksi dan konsumsi yang terjadi secara simultan.
Dalam memberikan jasa dibutuhkan kehadiran dan partisipasi pelanggan.
Akibatnya timbul masalah-masalah sehubungan dengan interaksi produsen dan
pelanggan jasa. Beberapa kekurangan yang mungkin ada pada karyawan pemberi
jasa dan dapat berpengaruh terhadap persepsi pelanggan pada kualitas jasa.
2. Keterlibatan tenaga kerja yang intensif dalam penyampaian jasa dapat pula
menimbulkan masalah pada kualitas, yaitu tingkat variabilitas yang tinggi. Halhal yang bisa mempengaruhinya adalah upah rendah, pelatihan yang kurang
memadai bahkan tidak sesuai, tingkat turnover karyawan yang tinggi dan lainlain.
3. Dukungan terhadap pelanggan internal (pelanggan perantara) kurang memadai.
Karyawan front line merupakan ujung tombak dari sistem pemberian jasa.
Supaya mereka dapat memberikan jasa yang efektif maka mereka perlu
mendapatkan dukungan dari fungsi-fungsi manajemen (operasi, pemasaran,
keuangan, dan sumber daya manusia).
4. Kesenjangan-kesenjangan komunikasi.
Bila terjadi gap atau kesenjangan dalam komunikasi, maka akan timbul penilaian
atau perspektif negatif terhadap kualitas jasa. Ada beberapa jenis kesenjangan
komunikasi yang biasa terjadi, yaitu:
a. Perusahaan memberikan janji yang berlebihan, sehingga tidak dapat memenuhinya.
b. Perusahaan tidak bisa menyajikan informasi terbaru kepada para pelanggan.
c. Pesan komunikasi perusahaan tidak dapat dipahami pelanggan.
d. Perusahaan tidak memperhatikan atau segera menanggapi keluhan atau saran
pelanggan.
5. Memperlakukan semua pelanggan dengan cara yang sama.
Dalam hal ini interaksi dengan pemberi jasa, tidak semua pelanggan bersedia
menerima jasa yang seragam (standardized services) sering terjadi ada pelanggan
yang menginginkan atau bahkan menuntut jasa yang bersifat personal dan
berbeda dari pelanggan lain. Hal ini menimbulakan tantangan bagi perusahaan
agar dapat memahami kebutuhan-kebutuhan khusus pelanggan individual dan
memahami perasaan pelanggan sehubungan dengan pelayanan perusahaan kepada
pelanggan.
6. Perluasan atau pengembangan jasa secara berlebihan
Di satu sisi, memperkenalkan jasa baru atau memperkaya jasa lama dapat
meningkatkan peluang pemasaran dan menghindari terjadinya pelayanan yang
buruk. Akan tetapi bila terlampau banyak menawarkan jasa baru dan tambahan
terhadap jasa yang sudah ada, maka hasil yang diperoleh tidaklah selalu optimal,
bahkan tidak tertutup kemungkinan timbul masalah-masalah seputar standar
kualitas jasa.
7. Visi bisnis jangka pendek
Visi jangka pendek (seperti orientasi pada pencapaian target penjualan dan laba
tahunan, penghematan biaya, peningkatan produktivitas tahunan, dan lain-lain)
bisa merusak kualitas jasa yang sedang dibentuk untuk jangka panjang. Sebagai
contoh, kebijakan suatu bank untuk menekan biaya dengan cara mengurangi
jumlah kasir (teller) menyebabkan semakin panjangnya antrian di bank tersebut.
2.4.7
Strategi Meningkatkan Kualitas Jasa
Meningkatkan kualitas jasa tidaklah semudah membalikkan telapak tangan
atau menekan saklar. Banyak faktor yang perlu dipertimbangkan, upaya tersebut juga
berdampak luas yaitu terhadap budaya organisasi secara keseluruhan.
Menurut Tjiptono (2006;88) diantara berbagai faktor yang perlu mendapatkan
perhatian adalah :
1. Mengidentifikasi determinan utama kualitas jasa
Langkah pertama yang harus dilakukan adalah riset untuk mengidentifikasi
determinan jasa yang paling penting bagi pasar sasaran. Langkah berikutnya
adalah memperkirakan penilaian yang diberikan pasar sasaran tersebut terhadap
perusahaan dan pesaing.
2. Mengelola harapan pelanggan
Perusahaan sebaiknya tidak melebih-lebihkan pesan komunikasinya pada
pelanggan.
3. Mengelola bukti kualitas jasa
Tujuannya untuk memperkuat persepsi pelanggan selama dan sesudah jasa
diberikan. Karena jasa tidak dapat dirasaka, maka pelanggan cenderung
memperhatikan fakta-fakta yang berkaitan dengan jasa sebagai bukti kualitas.
4. Membidik pelanggan tentang jasa
Dapat dilakukan berbagai upaya, seperti:
a. Perusahaan mendidik pelanggannya untuk melakukan sendiri jasa tertentu.
b. Perusahaan membantu pelanggan mengetahui kapan menggunakan suatu jasa.
c. Perusahaan mendidik pelanggannya mengenai cara menggunakan jasa.
d. Perusahaan dapat pula meningkatkan persepsi terhadap kualitas dengan cara
menjelaskan
kepada
pelanggan
kebijaksanaan.
5. Mengembangkan budaya kualitas
alasan-alasan
yang
mendasari
suatu
Budaya kualitas merupakan sistem nilai organisasi yang menghasilkan
lingkungan yang kondusif bagi pembentukan dan penyempurnaan kualitas secara
terus-menerus. Agar dapat tercipta budaya kualitas yang baik dibutuhkan
komitmen menyeluruh pada seluruh anggota organisasi.
6. Menciptakan Automatic Quality
Adanya otomatisasi dapat mengatasi variabilitas kualitas jasa yang disebabkan
kurangnya sumber daya manusia yang dimiliki.
7. Menindaklanjuti jasa
Perusahaan perlu mengambil inisiatif untuk menghubungi sebagian atau semua
pelanggan untuk mengetahui tingkat kepuasaan dan persepsi mereka terhadap
jasa yang diberikan.
8. Mengembangkan sistem informasi kualitas jasa
Informasi yang dibutuhkan mencakup segala aspek yaitu data saat ini dan masa
lalu, kuantitatif dan kualitatif, internal dan eksternal, serta informasi mengenai
perusahaan dan pelanggan.
2.5
Citra (Image)
Citra merupakan hal yang penting karena citra dapat mempengaruhi konsumen
dalam hal penggunaan atau pembelian suatu produk atau jasa.
Menurut Alma (2002;317) pengertian citra adalah:
“Citra adalah kesan yang diperoleh sesuai dengan pengetahuan dan
pengalaman seseorang dengan sesuatu”.
Sedangkan menurut Rhenald Kasali (2003;28)
“Citra adalah kesan yang timbul akan karena pemahaman akan suatu
kenyataan”.
Jadi sesuai dengan pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa citra adalah suatu
kesan yang diperoleh oleh konsumen terhadap suatu produk atau jasa sesuai dengan
pemahaman, pengalaman akan suatu kenyataan.
Kemudian citra itu sendiri dibagi menjadi tiga jenis yaitu:
1. Citra merek yaitu pandangan masyarakat tehadap merek suatu produk atau jasa
2. Citra perusahaan yaitu suatu pandangan mengenai seluruh perusahaan
3. Citra produk yaitu suatu pandangan mengenai suatu produk atau kategori suatu
produk.
2.5.1 Pengertian Merek
Menurut Kotler & Keller (2011;257), menjelaskan bahwa merek yang
berhasil adalah produk dan jasa yang hebat, didukung oleh perencanaan yang
seksama. Sejumlah besar komitmen jangka panjang dan pemasaran yang dirancang
dan dijalankan secara kreatif. Maka merek yang kuat dapat menghasilkan loyalitas
konsumen yang tinggi. Agar dapat memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai
merek, maka penulis mengemukakan pengertian merek sebagai berikut :
Menurut Kotler & Keller (2011;258), definisi merek adalah :
“Merek adalah suatu nama, istilah, tanda, lambang, rancangan, atau
kombinasi dari semuanya, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi
barang atau jasa dari seorang penjual atau sekelompok penjual untuk
mendiferensiasikan dari barang atau jasa dari pesaing”.
Menurut Alma (2007;147) merek adalah :
“Merek atau cap adalah suatu tanda atau simbol yang memberikan
identitas suatu barang atau jasa tertentu yang dapat berupa kata-kata,
gambar atau kombinasi keduanya”.
Brand image menurut Kotler & Keller (2011;272) yang menyatakan bahwa :
“Brand image adalah bagaimana persepsi konsumen menganggap atau
menilai (brand) suatu perusahaan secara aktual, seperti tercermin dalam
asosiasi yang terjadi dalam memori konsumen”.
Dari ketiga definisi diatas dapat disimpulkan, bahwa pemberian merek
dimaksudkan untuk mengidentifikasikan barang atau jasa dari seseorang,
sekelompok penjual atau organisai dan untuk membedakannya dari produk atau jasa
pesaing. Merek sebenarnya merupakan janji penjual untuk secara konsisten
memberikan keistimewaan, manfaat, dan jasa tertentu kepada pembeli atau
konsumen.
2.6 Corporate image (Citra Perusahaan )
Menurut Kottler (2006:338) pengertian citra perusahaan adalah
“Citra
adalah
persepsi
masyarakat
terhadap
perusahaan
atau
produknya”.
Sedangkan citra perusahaan menurut Kottler (2006;338)
“Citra perusahaan adalah persepsi seseorang mengenai suatu citra
organisasi dan persepsi-persepsi ini diciptakan melalui seluruh indera:
penglihatan, pendengaran, penciuman, peraba, citra rasa dan perasaan
yang dialami melalui penggunaan produk, pelayanan konsumen,
lingkungan komersial dan komunikasi perusahaan, itu merupakan hasil
dari setiap perusahaan yang dilakukan atau tidak dilakukan”.
Selain itu juga menurut Imam Mulyana Dwi suwandi (2007:2) mengemukakan
“Citra Perusahaan yag baik dimaksudkan agar perusahaan dapat tetap
hidup dan orang-orang didalamnya terus mengembangkan kreativitas
bahwa memberikan
manfaat yang lebih berarti bagi orang lain”
Citra perusahaan (corporate image), ditentukan oleh berbagai kriteria sumber
yang dapat menciptakan citra tersebut yang dapat dikendalikan oleh perusahaan
bukan oleh yang lain. Pengendali citra perusahaan terdiri dari etika dan budaya
perusahaan, etika pegawai, etika bisnis, etika produk yang dihasikan, komunikasi,
tenaga penjual, harga pemasok, pelayanan dan saluran distribusinya (Kotler dan
Keller ,(2006:214)
Kotelr (2006 ), menyatakan bahwa pada akhirnya citra suatu perusahaan harus
meliputi identitas dan faktor-faktor atribut yang dapat dilibatkan dalam keputusan
pembelian oleh pelanggan. Lebih jauh lagi Kotler (2006:100) menyatakan bahwa
agar pembangunan citra perusahaan efektif, maka diperlukan usaha yang kuat untuk
meningkatkannya melalui atribut-atribut yang terlibat dalam keputusan pembelian
yang selalu dikomunikasikan kepada pasar sasaran. Jika perusahaan tidak dapat
menunjukan kinerjanya lebih baik sesuai atribut- atribut tersebut, maka mereka akan
kehilangan pangsa pasarnya. Dalam waktu bersamaan perusahaan telah menganggap
bahwa pelanggan menjadi tidak penting atau diabaikan.
2.6.1 Indikator yang mempengaruhi Citra (image)
Menurut Gary Hamel dan CK Prahalad (Kertajaya) (2000;484) yang
mengemukakan bahwa terdapat empat hal pokok yang harus diperhatikan dalam
sebuah Citra (image), yaitu :
1. Recognition, yaitu tingkat dikenalnya sebuah merek oleh konsumen. Jika sebuah
merek tidak dikenal, maka produk atau jasa dengan merek tersebut harus dijual
dengan harga yang murah.
2. Reputation, yaitu suatu tingkat atau status bagi sebuah merek karena lebih terbukti
memiliki track record yang baik.
3. Affinity, yaitu sebuah emotional relationship yang timbul antara sebuah merek
dengan konsumennya. Sebuah produk atau jasa dengan merek yang disukai oleh
konsumen akan lebih mudah untuk dijual dan sebuah produk atau jasa yang
dipersepsikan memiliki kualitas yang tinggi akan mempunyai reputasi yang baik.
4. Domain, yaitu yang menyangkut seberapa lebar scoope dari suatu produk yang
menggunakan merek yang bersangkutan.
Proses psikologis dasar memainkan peranan penting dalam memahami
bagaimana konsumen benar-benar menilai citra (image) suatu produk atau jasa yang
ditawarkan oleh perusahaan, yang kemudian mereka akan melakukan sebuah
tindakan terhadap produk atau jasa tersebut dengan melakukan proses pembelian
atau bahkan menyingkirkan (tidak menggunakan lagi) produk atau jasa perusahaan
tersebut karena dinilai buruk dimata masyarakat. Perusahaan yang cerdas berusaha
untuk memahami hal tersebut dengan cara mengamati kegiatan pelanggan secara
penuh yang meliputi semua pengalaman mereka, memilih, menggunakan, dan
bahkan menyingkirkan produk atau jasa tersebut. (Kotler & Keller 2009)
2.6.2 Diferensiasi Citra
Para pembeli mungkin mempunyai tanggapan yang berbeda terhadap citra
perusahaan. Setiap perusahaan bekerja kerasa untuk mengembangkan citra yang
membedakan untuk merek-merek mereka. Citra dipengaruhi oleh banyak faktor
diluar kontrol perusahaan. Supaya bisa berfungsi citra itu itu harus disampaikan
melalui setiap sarana komunikasi yang tersedia dan kotak merek pesan ini dapat
disampaikan melalui hal-hal dibawah ini, Kotler (2004:338):
1. Lambang
Citra dapat diperkuat dengan menggunakan simbol yang kuat, perusahaan dapat
memilih sebuah simbol atau suatu warna pengindetifikasi.
2. Media
Citra yang dipilih harus ditampilkan dalam iklan yang menyampaikan suatu
cerita, suasana hati, pernyataan sesuatu yang jelas berbeda dengan yang lain.
3. Suasana
Ruangan fisik yang ditempati organisasi merupakan pencipta citra yang kuat
lainnya.
4. Peristiwa
Suatu perusahaan dapat membangun suatu identitas melalui jenis kegiatan yang
disponsorinya.
2.7
Pengaruh Kualitas Jasa terhadap Citra Perusahaan
Seperti kita ketahui sebelumnya bahwa jasa adalah tidak nyata (intangible) di
mana jasa tersebut tidak dapat dirasakan, diraba, didengar, atau diperbaharui sebelum
dibeli. Dengan demikian konsumen akan mencari tanda atau bukti dari kualitas jasa
(pelayanan) tersebut melalui orang lain. Jasa yang diberikan oleh suatu perusahaan
kepada konsumen dapat diketahui dari kualitas jasanya dengan melihat citra
perusahaan yang timbul dari persepsi masyarakat berdasarkan apa yang sudaah
mereka ketahui dan apa yang mereka alami oleh konsumen itu sendiri. Jadi, dengan
adanya kualitas yang baik maka citra perusahaan pun dapat terbentuk dengan
sendirinya.
Citra yang baik dari suatu organisasi (baik korporasi atau local), merupakan
asset, karena citra mempunyai suatu dampak pada persepsi konsumen dari
komunikasi dan operasi organisasi dalam berbagai hal. Sutisna (2001;332),
mengidentifikasi bahwa.
1. Citra adalah sebagai penyaring yang mempengaruhi persepsi pada kegiatan
perusahaan. Kualitas teknik dan khususnya kualitas fungsional dilihat dari saringan
ini. Jika citra perusahaan baik, maka citra perusahaan menjadi terlindungi.
2. Citra adalah fungsi dari pengalaman dan juga harapan konsumen. Ketika konsumen
membangun harapan dan realitas pengalaman dalam bentuk kualitas pelayanan
teknik dan fungsional, kualitas pelayanan yang dirasakan menghasilkan perubahan
citra, citra akan mendapat penguatan dan bahkan meningkat.
Menurut Sutisna (2001;334) jika citra negatif, mungkin salah satunya
disebabkan oleh pengalaman buruk konsumen. Dalam hal demikian, terdapat
masalah yang berkenaan dengan kualitas teknik atau fungsional. Dalam situasi
demikian, jika penyampaian pesan perusahaan adalah berorientasi pada pelayanan,
kesadaran konsumen, atau apapun isinya, hal itu hanya akan menghasilkan bencana
bagi organisasi.
Jika masalah citra adalah problem yang nyata yang berkaitan dengan kinerja
organisasi yaitu kualitas teknik atau fungsional yang sebenarnya menyebabkan
masalah citra. Bahkan Alma (2000: 316) menyatakan bahwa citra adalah kesan yang
diperoleh sesuai dengan pengetahuan dan pemahaman seseorang tentang sesuatu.
Citra terbentuk dari bagaimana perusahaan melaksanakan kegiatan operasionalnya
yang mempunyai landasan utama bagi segi layanan , oleh sebab itu untuk dapat
mengahsilkan citra yang baik atau kesan positif dimata konsumen maka hal yang
harus diperbaiki dan ditingkatkan adalah dari segi kualitas pelayanan yang diberikan
oleh sebuah organisasi atau perusahaan.
Dengan demikian, apabila semakin baik kualitas pelayanan yang diberikan
oleh perusahaan, maka semakin baik pula citra perusahaan dimata konsumen. hal
tersebut dapat saling mempengaruhi dalam menjalankan suatu perusahaan.
Download