PEMBERIAN TEKNIK RELAKSASI GUIDED IMAGERY TERHADAP

advertisement
PEMBERIAN TEKNIK RELAKSASI GUIDED IMAGERY TERHADAP
INTENSITAS NYERI PADA ASUHAN KEPERAWATAN Ny. S DENGAN
POST OPERASI FRAKTUR RADIUS SINISTRA
1/3 DISTAL DI RUANG FLAMBOYAN I
RSUD SALATIGA
DI SUSUN OLEH
RUSTAM EFENDI
NIM. P.13114
PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2016
PEMBERIAN TEKNIK RELAKSASI GUIDED IMAGERY TERHADAP
INTENSITAS NYERI PADA ASUHAN KEPERAWATAN Ny. S DENGAN
POST OPERASI FRAKTUR RADIUS SINISTRA
1/3 DISTAL DI RUANGFLAMBOYAN I
RSUD SALATIGA
Karya Tulis Ilmiah
Untuk Memenuhi Salah satu Persyaratan
Dalam Menyelesaikan program Diploma III Keperawatan
DI SUSUN OLEH
RUSTAM EFENDI
NIM. P.13114
PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2016
i
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama
: Rustam Efendi
NIM
: P13114
Program Studi
: DIII Keperawatan
Judul Karya Tulis Ilmiah
: PEMBERIAN TEKNIK RELAKSASI GUIDED
IMAGERY TERHADAP INTENSITAS NYERI
PADA ASUHAN KEPERAWATANNy. S POST
OPERASIFRAKTUR RADIUS SINISTRA 1/3
DISTAL DI RUANG FLAMBOYAN I RSUD
SALATIGA
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya tulis
ini benar – benar karya saya sendiri, bukan merupakan pengambil alihan tulisan
atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri.
Apabila dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa Karya Tulis Ilmiah ini
adalah hasil jiplakan, makan saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan
tersebut sesuai dengan ketentuan akademik yang berlaku.
Surakarta, 11 Mei 2016
Yang Membuat Pernyataan
Rustam Efendi
NIM. P13114
ii
HALAMAN PENGESAHAN
Karya Tulis Ilmiah ini di ajukan oleh :
Nama
: Rustam Efendi
NIM
: P13114
Program Studi
: DIII Keperawatan
Judul
: Pemberian Guided Imagery Terhadap Nyeri pada Pasien
Post Operasi FrakturRSUD Salatiga
Telah diujikan dan dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah
Prodi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta
Ditetapkan di
: Surakarta
Hari/tanggal
: Senin, 30 Mei 2016
DEWAN PENGUJI
Pembimbing : Ns. S. Dwi Sulisetyawati, M.Kep
NIK.200984041
(
)
Penguji I
:Ns. Joko Kismanto, S.Kep
NIK. 200670020
(
)
Penguji II
: Ns. S. Dwi Sulisetyawati, M.Kep
NIK.200984041
(
)
Mengetahui,
Ketua Program Studi DIII Keperawatan
STIKes KusumaHusada Surakarta
Ns. MeriOktariani, M.Kep
NIK. 200981037
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena
berkat rahmat dan karuniaNya, sehingga penulis mampu menyelesaikan karya
tulis ilmiah yang berjudul “Pemberian Tehnik Relaksasi guided imageryTerhadap
Intensitas Nyeri Pada Pasien Post Operasi Fraktur Radius Sinistra 1/3 Distal di
RSUD Salatiga.”
Dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini penulis banyak mendapatkan
bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada yang terhormat:
1.
Ns. Wahyu Rima Agustin M.Kep, selaku Ketua STIkes Kusuma Husada
Surakarta yang telah memberikan kesempatan untuk menimba ilmu di STIkes
Kusuma Husada Surakarta.
2.
Ns. Meri Okatriani M.Kep, selaku Ketua Program Studi DIII Keperawatan
yang telah memberikan kesempatan untuk menimba di STIKes Kusuma
Husada Surakarta.
3.
Ns. Alfyana Nadya R. M.Kep, selaku Sekretaris Program Studi DIII
Keperawatan yang telah memberikan kesempatan dan arahan untuk dapat
menimba ilmu di STIKes Kusuma Husada Surakarta.
4.
Ns. S.Dwi Sulisetyawati,M.Kep,selaku dosen pembimbing sekaligus sebagai
penguji yang telah membimbing penulis dengan cermat, memberikan
masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam membimbing serta
memfasilitasi penulis demi kesempurnaan studi kasus ini.
5.
Ns. Joko Kismanto, S.KepSelaku dosen penguji yang telah membimbing
dengan cermat, membimbing penulis dengan cermat, memberikan masukanmasukan ,inspirasi, perasaan nyaman dalam membimbing serta memfasilitasi
penulis demi kesempurnaan studi kasus ini.
6.
Semua dosen program studi DIII Keperawtan STIKes Kusuma Husada
Surakarta yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasannya
serta ilmu yang bermanfaat.
iv
7.
Kedua orang tuaku berserta yang selalu memberikan kasih sayang, dukungan
dan do’a
serta menjadi inspirasi dan memberikan semangat untuk
menyelesaikan pendidikan DIII Keperawatan.
8.
Mahasiswa satu angkatan Program studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma
Husada Surakarta dan berbagai pihak yang tidak mampu penulis sebutkan
satu persatu yang memberikan dukungan.
Semoga laporan karya tulis ilmiah ini bermanfaat untuk perkembangan
ilmu keperawatan dan kesehatan. Amin
Surakarta, 11 Mei 2016
Penulis
v
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................................
i
PERNYATAAN TIDAK PLAGIATISME ....................................................
ii
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................
iii
KATA PENGANTAR ....................................................................................
iv
DAFTAR ISI ...................................................................................................
vi
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................
viii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................
ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .............................................................................
1
B. Tujuan Penulisan ..........................................................................
4
C. Manfaat Penulisan ........................................................................
5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan teori ...............................................................................
6
1.
Fraktur ....................................................................................
6
2.
Asuhan Keperawatan .............................................................
15
3.
Nyeri .......................................................................................
23
4.
GUIDED IMAGERY ..............................................................
32
B. Kerangka Teori .............................................................................
37
BAB III METODE PENULISAN APLIKASI RISET
A. Subyek Aplikasi Riset ..................................................................
38
B. Tempat dan Waktu .......................................................................
38
C. Media dan Alat yang digunakan ...................................................
38
D. Prosedur Tindakan Berdasarkan Aplikasi Riset ...........................
39
E. Alat Ukur Evaluasi .......................................................................
39
BAB IV LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien .............................................................................
40
B. Pengkajian ....................................................................................
41
C. Daftar Perumusan Masalah ..........................................................
49
D. Perencanaan ..................................................................................
50
vi
E. Implementasi ................................................................................
52
F. Evaluasi ........................................................................................
57
BAB V PEMBAHASAN
A. Pengkajian ....................................................................................
63
B. Perumusan Masalah Keperawatan ...............................................
68
C. Perencanaan ...................................................................................
71
D. Implementasi Keperawatan ..........................................................
76
E. Evaluasi Terapi Guided Imagery...................................................
78
F. Evaluasi .........................................................................................
81
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ...................................................................................
84
B. Saran .............................................................................................
87
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Numeric Rating Scale (NRS) ......................................................
30
Gambar 2.2 Verbal Deskriptif Scale (VDS) ...................................................
31
Gambar 2.3 Pain Assesment Behavioral Scale (PABS) .................................
31
Gambar 2.4 Kerangka Teori ...........................................................................
37
Gambar 3.1 Numeric Rating Scale (NRS) ......................................................
40
Gambar 4.1 Genogram Ny.S ..........................................................................
43
viii
DAFTAR LAMPIRAN
1
Usulan Judul Aplikasi Jurnal
2
Lembar konsultasi Karya tulis Ilmiah
3
Surat Pernyataan
4
Daftar Riwayat Hidup
5
Jurnal Utama
6
Asuhan Keperawatan
7
Lembar Pendelegasian
8
Lembar Observasi Aplikasi Jurnal
ix
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Kecelakaanmerupakanmasalah
kesehatan
yangsangatseriusdidunia,masalahyangsamajuga
di
hadapidiberbagainegara.DiNegaraamerikaangkakematianakibatkecelakaanlal
ulintassebesar53,8per100.000pendudukEropa47,6per100.000penduduk(Ni
Made
Dewi
Ratnasari,
Wahyu
Ratna,
Mohamad
Judha).HasilpenelitiandirumahsakitlimaprovinsidiIndonesiamenunjukanceder
ayangpalingbanyakyaitudikepala,kaki,dantangan.Proporsicederapatahtulangat
au
frakturakibatkecelakaanlalulintassekitar9,1%angkainilebihtinggidibandingkan
denganangkanasional4,9%(Helmi,2012;4).
Berdasarkan survey tim DepkesRI didapatkan25% penderita fraktur
yang mengalami kematian, 45 mengalami cacat fisik, 15% mengalami stress
psikologis karena cemas dan bahkandepresi, dan 10% mengalami
kesembuhan dengan baik (Rohimin, 2009).Penanganan fraktur dilakukan
melalui jalan operasi. Pasca dilakukannya operasi pasienakan merasakan
nyeri yang menimbulkan ketidaknyamanan. Klien yang mengalami nyeri
kurang mampu berpartisipasi dalam aktivitas sehari-hari dan nyeri yang berat
dapat menghambat gaya hidup seseorang apabila tidak segera diatasi maka
1
nyeri dapat menyebabkan ketidakmampuan dan imobilisasi pada individu
untuk melaksanakan aktivitas perawatan diri. Nyeri juga menyebabkan isolasi
2
3
sosial, depresi dan perubahan konsep diri.Oleh karena itu peran perawat
sangat diperlukan untuk membantu klien dan anggota keluarga dalam upaya
mengatasi nyeri.Penting juga perawat memahami makna nyeri secara holistik
pada
setiap
individu
sehingga
dapat
mengembangkan
strategi
penatalaksanaan nyeri selain pemberian analgetik yaitu terapi non
farmakologi (Potter & Perry, 2005).
Penatalaksanaan nyeri di bagi menjadi dua yaitu dengan farmakologi
dan
non
farmakologis.Penatalaksanaanfarmakologimeliputimeliputidari
berbagai tindakan penanganan fisik meliputi stimulus kulit, stimulus elektrik
saraf kulit, akupuntur dan pemberian placebo. Intervensi prilaku kognitif
meliputi
tindakan
distraksi,
tehnik
relaksasi,
imajinasi
terbimbing
(guide imagery), umpan balik biologis, hypnosis dan sentuhan terapeutik
(Tamsuri, 2006).
Guidedimagerymerupakandanpenyembuhyangefektif.Teknik
inidapatmenguranginyeri,mempercepatpenyembuhandanmembantutubuhmen
gurangiberbagaimacampenyakitsepertidepresi,alergidanasma(Priyanto,2011).
Guided
imagery
adalahmetoderelaksasiuntukmengkhayalkantempatdankejadianberhubungand
enganrasarelaksasiyangmenyenangkan.Khayalantersebutmemungkinkanklien
memasukikeadaanpengalamanrelaksasi(Kaplan&Sadock,2010).Imajinasibersi
fatindividudimanaindividumenciptakangambaranmentaldirinyasendiri,atau
bersifatterbimbing.Banyakteknikimajinasimelibatkanimajinasivisualtapitehni
4
kinijugamenggunakaninderapendengaran,pengecapdanpenciuman
(Potter&Perry,2009).
Manfaatguidedimaginarydiantaranyamengurangistressdankecemasan,
menguranginyeri,mengurangiefeksamping,mengurangitekanandarahtinggi,me
ngurangilevelguladarahataudiabetes,mengurangialergidangejalapernafasan,m
engurangisakitkepala,mengurangibiayarumahsakitdanmeningkatkanpenyemb
uhanluka(Alimul,2006).
Padajurnalpenelitianoleh(NiMadeDewiRatnasari,WahyuRatna,MohamadJuda
)di
ketahuibahwapenulisanguided
imagerymenurunkannyeripadapasienpostoperasi.
Berdasarkanuraianlatarbelakangtersebutpenulistertarikuntukmelakuka
nimplementasipemberiantindakanguided
terhadappasienpostoperasifraktur
judul
imagery
yangdisusundalamKaryaTulisIlmiadengan
Pemberiantindakanguided
imagery
terhadapnyeripadapasienpostoperasifraktur.
Hasil wawancara di rumah sakit umum daerah RSUD Salatiga bahwa
manajemen nyeri di bangsal di lakukan dengan pemberian analgetik, yang
apabila reaksi obat sudah habis pasien akan mulai merasakan nyeri. Perawat
belum mengaplikasikan secara maksimal manajemen non farmakologi untuk
mengatasi nyeri pasien .manajemen nyeri non farmakologi yang mudah di
aplikasikan untuk mengatasi nyeri pasien post operasi antara lain dengan
guided imagery. berdasarkan latar belakang terebut maka penulis tertarik
untuk melakukan pengelolaan Asuhan Keperawatan yang dituangkan dalam
5
Karya
Tulis
Iilmiah
dengan
judul
“Pemberian
Tehnik
guided
imageryTerhadap Intensitas Nyeri Pada Asuhan Keperaatan Ny. S Dengan
Post Oprasi Fraktur Radius Sinistra 1/3 Distal.
B. TujuanPenulisan
1.
TujuanUmum
Mengaplikasikanguided
imagery
terhadapnyeripadaNy.
Spostoperasifraktur
2.
TujuanKhusus
a.
PenulismampumelakukanpengkajiandatapadaNy.
S
postoperasifraktur.
b.
PenulismampumenengakkandiagnosakeperawatanNy.
Spostoperasifraktur.
c.
PenulismampumenyusunrencanaasuhansecaramenyeluruhpadaNy.
Spostoperasifraktur.
d.
Penulismampumelaksanakanasuhankeperawatansecaralangsungpada
Ny. Spostoperasifraktur.
e.
Penulismampumengevaluasiefektifitasasuhanyangtelahdiberikanpad
aNy. Spostoperasifrsktur.
f.
Penulismampumenganalischasilpemberianguided
terhadapnyeripadaNy. S postoprasifraktur.
imagery
6
C. Manfaat Penulisan
1.
Bagi Institusi Pendidikan
DiharapkanAsuhanKeperawataninidapatmenjadireferensibacaanil
miahuntukpenelitianberikutnyayangsejeniskhususnyapenggunaanpasienp
ostoprasifraktur.
2.
Bagi Rumah Sakit
Memberikanmasukanbagipihakrumahsakituntukmenambahpenget
ahuankhususnyatentangpenanganannyeripadapasienpostoprasifraktur.
3.
BagiPerawat
Meningkatkanpengetahuanperawatdanpenerapantekniknonfarmak
ologiterhadappasienpostoperasiuntukmengatasinyeri.
4.
BagiPasien
Diharapkanpasiendapat teknik-teknik non farmakologi yang
sudah
diajarkan.Sehinggajikasewaktu-waktunyerimuncul,
dapatmelakukannyasecaramandiriuntukmengurangiintensitasnyeri
yangdiderita.
pasien
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori
1.
Fraktur
a.
Pengertian
Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan
sendi, tulang rawan epifisis baik yang bersifat total maupun parsial
(Rasjad, 2007).Fraktur atau patah tulang juga merupakan suatu
kondisi terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang
rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa.Trauma yang
menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung dan trauma
tidak langsung (Sjamsuhidajat, 2005).Selain itu menurut LeMone &
Burke (2008) fraktur dapat tejadi pada semua kelompok usia,
terutama pada orang yang mengalami trauma dan usia tua.
b. Etiologi
Menurut
Sachdeva
(1996)
dalam
Jitowiyono
(2012)
penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga yaitu:
1) Cedera Traumatik
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh:
a) Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang
sehingga tulang patah secara spontan. Pemukulan biasanya
6
7
menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit
diatasnya.
b) Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh
dari lokasi benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur
dan menyebabkan fraktur klavikula.
c) Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak
dari otot yang kuat.
2) Fraktur Patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit
dimana dengan trauma minor dapat mengakibatkan fraktur dapat
juga terjadi pada berbagai keadaan berikut:
a) Tumor tulang (jinak atau ganas): pertumbuhan jaringan baru
yang tidak terkendali dan progresif.
b) Infeksi seperti osteomielitis: dapat terjadi sebagai akibat
infeksi akut atau dapat timbul sebagai salah satu proses
yang progresif, lambat dan sakit nyeri.
c) Rakhitis: suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh
defisiensi Vitamin D yang memperoleh semua jaringan
skelet lain, biasanya disebabkan oleh defisiensi diet, tetapi
kadang-kadang dapat
disebabkan
kegagalan
absorbsi
Vitamin D atau oleh karena asupan kalsium atau fosfat yang
rendah.
8
d) Secara spontan: disebabkan oleh stress tulang yang terus
menerus misalnya pada penyakit polio dan orang yang
bertugas dikemiliteran.
c.
Klasifikasi
Menurut Rasjad (2007) Klasifikasi fraktur sebagai berikut:
1) Klasifikasi Etiologis:
a) Fraktur traumatik : terjadi karena trauma tiba-tiba. Trauma
bersifat langsung dan tidak langsung. Trauma bersifat
langsung yaitu trauma yang menyebabkan tekanan langsung
pada tulang dan terjadi fraktur pada daerah tekanan (Fraktur
yang terjadi biasanya kominutif dan jaringan lunak ikut
mengalami kerusakan).Trauma bersifat tidak langsung yaitu
trauma yang dihantarkan ke tempat yang lebih jauh dari
daerah fraktur. Misalnya jatuh dengan tangan ekstensi dapat
menimbulkan fraktur klavikula.
b) Fraktur patologis : terjadi karena kelemahan tulang akibat
kelainan patologis didalam tulang atau tulang berpenyakit
(kista tulang, penyakit paget, metastasis tulang, tumor).
c) Fraktur stress terjadi karena adanya trauma yang terus
menerus pada suatu tempat.
2) Klasifikasi Klinis:
a) Fraktur terbuka (Compound Fracture) adalah fraktur yang
ada hubungannya dengan dunia luar melalui luka pada kulit
9
dan jaringan lunak, dapat berbentuk from within (dari
dalam) atau From Without (dari luar). Menurut Smeltzer
dan Bare (2002) Fraktur terbuka digradasi menjadi : grade I
dengan luka bersih sepanjang kurang dari 1 cm; grade II
luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang
ekstensif; dan grade III luka yang sangat terkontaminasi dan
mengalami kerusakan jaringan lunak ekstensif.
b) Fraktur tertutup adalah fraktur yang tidak ada hubungannya
dengan dunia luar.
c) Fraktur dengan komplikasi adalah fraktur yang disertai
dengan komplikasi misalnya:malunion, delayed union,
nonunion, infeksi tulang.
3) Klasifikasi Radiologis:
a) Lokalisasi : terbagi atas diafisial, metafisial, intra-artikuler,
fraktur dengan dislokasi
b) Konfigurasi:
(1) Fraktur Transversal adalah fraktur sepanjang garis
tengah tulang.
(2) Fraktur Oblique atau Z adalah fraktur membentuk sudut
dengan garis tengah tulang.
(3) Fraktur Spiral adalah fraktur memuntir seputar batang
tulang.
10
(4) Fraktur Segmental adalah fraktur garis patah lebih dari
satu dan saling berhubungan
(5) Fraktur Kominutif adalah fraktur tulang pecah menjadi
beberapa fragmen.
(6) Fraktur Depresi adalah fraktur fragmen patahan
terdorong ke dalam.
(7) Fraktur baji adalah fraktur biasanya pada vertebra
karena tulang mengalami kompresi.
(8) Fraktur Avulsi adalah fraktur tertariknya fragmen
tulang oleh ligamen atau tendon pada perlekatannya
(9) Fraktur pecah (burst) adalah fraktur dimana terjadi
fragmen kecil yang berpisah
(10) Fraktur Epifiseal adalah fraktur melalui epifisis.
(11) Fraktur Impaksi adalah fragmen tulang terdorong ke
fragmen tulang lainnya
c) Menurut ekstensi:
Fraktur Greenstick (salah satu sisi tulang patah sedang sisi
lainnya membengkok), Fraktur total, Fraktur tidak total,
Fraktur garis rambut, dan Fraktur Buckle atau torus.
d) Menurut hubungan antara fragmen dengan fragmen lainnya
: terbagi atas tidak bergeser dan bergeser.
11
d. Manifestasi Klinis
1) Deformitas
Daya tarik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang
berpindah dari tempatnya perubahan keseimbangan dan contur
terjadi seperti:
a) Rotasi pemendekan tulang
b) Penekanan tulang
2) Bengkak
Edema muncul secra cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah
dalam jaringan yang berdekatan dengan fraktur.
3) Echumosis dari perdarahan subculaneous.
4) Spasme otot spasme involunters dekat fraktur
5) Tenderness/keempukan
6) Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot berpindah tulang
dari tempatnya dan kerusakan strukur didaerah yang berdekatan.
7) Kehilangan sensasi (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya
saraf/perdarahan)
8) Pergerakan abnormal
9) Shock hipovolemik hasil dari hilangnya darah
10) Krepitasi (Black,1993:199) dalam Jitowiyono (2012)
12
e.
Patofisiologi
Proses penyembuhan luka terdiri dari beberapa fase yaitu:
1) Fase Hematum
a) Dalam waktu 24 jam timbul perdarahan, edema, hematume
disekitar fraktur
b) Setelah 24 jam suplai darah disekitar fraktur meningkat
2) Fase granulasi jaringan
a) Terjadi 1-5 hari setelah injuri
b) Pada tahap phagositosis aktif granulasi jaringan yang berisi
pembuluh darah baru fogoblast dan osteoblast.
3) Fase formasi callus
a) Terjadi 6-10 hari setelah injuri
b) Granulasi terjadi perubahan berbentuk callus
4) Fase ossificasi
a) Mulai pada 2-3 minggu setelah fraktur sampai dengan
sembuh
b) Callus permanent akhirnya terbentuk tulang kaku dengan
endapan garam kalsium yang menyatukan tulang yang
patah.
5) Fase consolidasi dan remadelling
Dalam waktu lebih 10 minggu yang tepat berbentuk callus
terbentuk dengan oksifitas oksifitas osteoblat dan osteuctac
(Black, 1993:19) dalam Jitowiyono (2012).
13
f.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada pasien fraktur
antara lain; x-ray, magnetic resonance imaging (MRI), dan scan
tulang sangat dimanfaatkan dalam orthopedi. X-Ray atau rontgen
adalah pemeriksaan diagnostik yang biasa dihunakan untuk
mengetahui masalah fraktur. Karena tulang lebih padat daripada
jaringan yang lain maka x-ray tidak dapat menembusnya, bagian
yang padat ditunjukkan dengan warna putih pada x- ray. X-ray
menyediakan informasi tentang kelainan bentuk, kepadata tulang,
dan klasifikasi jaringan lunak (Lewis, 2011).
g.
Komplikasi
1) Delayed union, menurut Rasjad (2007) fraktur yang tidak
sembuh setelah selang waktu yang 3-5 bulan (3 bulan untuk
anggota gerak atas dan 5 bulan untuk anggota gerak bawah).
Proses penyembuhan lambat dari waktu yang dibutuhkan secara
normal. Pada pemeriksaan radiografi, tidak akan terlihat
gambaran tulang baru pada ujung-ujung fraktur, ada gambaran
kista pada ujung- ujung tulang karena adanya dekalsifikasi
tulang, gambaran kalus yang kurang disekitar fraktur. Terapi
konservatif : pemasangan plester selama 23 bulan, Operatif bila
union diperkirakan tidak terjadi maka dilakukan fiksasi interna
dan dilakukan pemberian bone graft.
14
2) Non union, menurut Rasjad (2007) fraktur tidak menyembuh
antara 6-8 bulan dan tidak didapatkan konsolidasi sehingga
didapatkan pseudoarthrosis ( sendi palsu). Ada beberapa tipe
antara lain : (1) Tipe I (hypertrophic non union) tidak akan
terjadi proses penyembuhan fraktur dan diantara fragmen fraktur
tumbuh jaringan fibrus yang masih mempunyai potensi untuk
union dengan melakukan koreksi fiksasi dan bone grafting, (2)
Tipe II (atrophic non union) disebut juga sendi palsu
(pseudoartrosis) terdapat jaringan sinovial sebagai kapsul sendi
beserta rongga sinovial yang berisi cairan, proses union tidak
akan dicapai walaupun dilakukan imobilisasi lama. Beberapa
faktor yang menimbulkan non union seperti disrupsi periosteum
yang luas, hilangnya vaskularisasi fragmen-fragmen fraktur,
waktu imobilisasi yang tidak memadahi, implant atau gips yang
tidak memadai, distraksi interposisi, infeksi dan penyakit tulang
(fraktur patologis).
3) Malunion, adalah fraktur menyembuh pada saatnya tetapi
terdapat deformitas. Tindakan refraktur atau osteotomi koreksi
(Rasjad, 2007).
h. Penatalaksanaan
Pada waktu menangani fraktur ada empat konsep dasar yang
harus dipertimbangkan yaitu rekognisi, reduksi, retensi dan
rehabilitasi.
15
1) Rekognisi meliputi diagnosis dan penilaian fraktur, dilakukan
anamnesis, pemeriksaan klinis, dan radiologis (Rasjad, 2007).
2) Reduksi fraktur apabila perlu, restorasi fragmen fraktur
dilakukan untuk mendapatkan posisi yang dapat diterima
(Rasjad, 2007).
3) Rehabilitasi
adalah
mengembalikan
aktivitas
fungsional
semaksimal mungkin (Rasjad, 2007). Rencana rehabilitasi harus
segera dilaksanakan bersamaan dengan pengobatan fraktur
(Price & Wilson, 2006).
2.
Asuhan Keperawatan
a.
Pengkajian
1) Identitas Klien
Meliputi : Nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama,
suku, bangsa, pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk rumah
sakit, diagnosa medis, no. registrasi.
2) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah
rasa nyeri.Nyeri tersebut bisa akut / kronik tergantun dar
lamanya serangan. Unit memperoleh pengkajian yang lengkap
tentang rasa nyeri pasien digunakan :
Provoking inciden : Apakah ada peristiwa yang menjadi
factor prepitasi nyeri.
16
Quality of pain : Seperti apa rasa nyeri yang dirasakan
pasien. Apakah seperti terbakar, berdenyut / menusuk.
Region Radiation, relief : Apakah rasa sakit bisa reda,
apakah rasa sakit menjalar / menyebar dan dimana rasa sakit
terjadi.
Saverity (scale of pain) : Seberapa jauh rasa nyeri yang
dirasakan pasien, bisa berdasarkan skala nyeri / pasien
menerangkan
seberapa
jauh
rasa
sakit
mempengaruhi
kemampuan fungsinya.
Time : Berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah
bertambah buruk pada malam hari / siang hari.
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Pada pasien fraktur/ patah tulang dapat disebabkan oleh
trauma / kecelakaan, degenerative dan patologis yang didahului
dengan
perdarahan,
kerusakan
jaringan
sekirat
yang
mengakibatkan nyeri, bengkak, kebiruan, pucat / perubahan
warna kulit dan kesemutan.
4) Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah pasien pernah mengalami penyakit ini (fraktur)
atau pernah punya penyakit menular / menurun sebelumnya.
17
5) Riwayat Penyakit Keluarga
Pada keluarga pasien ada / tidak yang menderita
osteoporosis, arthritis dan tuberkolosis / penyakit lain yang
sifatnya menurun atau menular.
6) Pola Fungsi Kesehatan
a) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada fraktur akan mengalami perubahan / gangguan pada
personal hygiene, misalnya mandi, ganti pakaian, BAB dan
BAK.
b) Pola nutrisi dan metabolisme
Pada fraktur tidak akan mengalami penurunan nafsu makan,
meskipun menu berubah misalnya makan dirumah gizi tetap
sama sedangkan di RS disesuaikan dengan penyakit dan
diet pasien.
c) Pola eliminasi
Kebiasaan miksi / defekasi sehari-hari, kesulitan waktu
defekasi dikarenakan imobilisasi, feses warna kuning dan
konsistensi defekasi, pada miksi pasien tidak mengalami
gangguan.
d) Pola istirahat dan tidur
Kebiasaan pola tidur dan istirahat mengalami gangguan
yang disebabkan oleh nyeri, misalnya nyeri akibat fraktur.
18
e) Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas dan latihan mengalami perubahan / gangguan
akibat dari fraktur femur sehingga kebutuhan pasien perlu
dibantu oleh perawat / keluarga.
f)
Pola persepsi dan konsep diri
Pada fraktur akan mengalami gangguan diri karena terjadi
perubahan pada dirinya, pasien takut cacat seumur hidup /
tidak dapat bekerja lagi.
g) Pola sensori kognitif
Nyeri yang disebabkan oleh kerusakan jaringan, sedang
pada pola kognitf atau cara berfikir pasien tidak mengalami
gangguan.
h) Pola hubungan peran
Terjadi perubahan peran yang dapat mengganggu hubungan
interpersonal yaitu pasien merasa tidak berguna lagi dan
menarik diri.
i)
Pola penanggulangan stress
Perlu ditanyakan apakah membuat pasien menjadi stress
dan biasanya masalah dipendam sendiri / dirundingkan
dengan keluarga.
19
j)
Pola reproduksi seksual
Bila pasien sudah berkeluarga dan mempunyai anak, maka
akan mengalami pola seksual dan reproduksi, jika pasien
belum berkeluarga pasien tidak akan mengalami gangguan.
k) Pola tat nilai dan kepercayaan
Adanya kecemasan dan stress sebagai pertahanan dan
pasien meminta perlindungan / mendekatkan diri dengan
Allah SWT.
b.
Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan
2) Keterbatasan aktivitas berhubungan dengan imobilisasi
3) Gangguan psikologis (cemas) berhubungan dengan kurangnya
pengetahuan pasien tentang penyakitnya
4) Gangguan
psikologis
(cemas)
berhubungan
dengan
ketidaktahuan pasien tentang penyakitnya
c.
Perencanaan
1) Diagnosa Keperawatan 1 : Nyeri berhubungan dengan
terputusnya kontinuitas jaringan
Tujuan
: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x
24 jam diharapkan nyeri berkurang atau dapat
teratasi.
20
Kriteria Hasil :
a) Nyeri berkurang skala nyeri 1-3
b) Tidak ada perilaku distraksi
c) Klien tampak rileks
d) TTV dalam batas normal :
TD
: 110-120/80-90 mmHg
ND
: 60-100 x/ menit
RR
: 16-24 x/ menit
S
: 36,5-37,50C
Rencana Tindakan :
a) Berikan penjelasan pada pasien dam keluarga tentang
penyebab nyeri
R/ Dengan memberikan penjelasan diharapkan pasien tidak
merasa cemas dan dapat melakukan sesuatu yang dapat
mengurangi nyeri
b) Ajarkan pada pasien tentang teknik mengurangi rasa nyeri
R/
Diperolehnya
pengetahuan
tentang
nyeri
akan
memudahkan kerjasama dengan askep untuk memecahkan
masalah
c) Beri posisi senyaman mungkin
R/ Memperlancar sirkulasi pada daerah luka / nyeri
d) Observasi TTV
R/ Observasi TTV dapat diketahui keadaan umum pasien
21
e) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgetik
R/ Obat analgesik diharapkan dapat mengurangi nyeri
2) Diagnosa Keperawatan 2 : Gangguan psikologis (cemas)
berhubungan dengan ketidaktahuan pasien tentang penyakitnya
Tujuan
: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x
24 jam diharapkan cemas berkurang
Kriteria Hasil :
a) Pasien tampak tenang (rileks)
b) Pasien istirahat dengan nyaman
c) Pasien
dapat
mempertahankan
fungsi
tubuh
secara
maksimal
Rencana Tindakan :
a) Jelaskan
pada
pasien
mengenai
prosedur
tindakan
pengobatan
R/ Pasien kooperatif mengenai prosedur tidakan pengobatan
b) Kaji tingkat kecemasan pasien
R/ Dengan diberikan informasi bisa menurunkan cemas
c) Observasi TTV
3) Diagnose Keperawatan 3 : Keterbatasan aktivitas berhubungan
dengan imobilisasi
Tujuan
: Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1 x
24 jam diharapkan pasien dapat melakukan aktivitas
sebatas kemampuan
22
Kriteria Hasil :
a) Pasien mengerti pentingnya melakukan aktivitas
b) Pasien bisa duduk, makan dan minum tanpa dibantu
c) Pasien
dapat
mempertahankan
fungsi
tubuh
secara
maksimal
Rencana Tindakan :
a) Lakukan pendekatan kepada pasien untuk melakukan
aktivitas sebatas kemampuan
R/ Dengan pendekatan yang baik diharapkan pasien akan
lebih kooperatif dalam melakukan aktivitas
b) Observasi sejauh mana pasien belum melakukan aktivitas
R/ Dengan observasi diharapkan pasien sudah bisa
melakukan aktivitas
c) Beri motivasi pada pasien untuk melakukan aktivitas
R/ Dengan adanya motivasi diharapkan pasien bisa lebih
bersemangat dalam melatih aktivitas.
(Nasrul Effendy, 1995:2-3) dalam buku KMB 2 Andra
(2013).
23
3.
Nyeri
a.
Pengertian
Definisi menurut IASP, 1979 (Intenational Association for
Study of Pain) nyeri adalah sensori subyektif dan emosional yang
tidak menyenangkan yang dikaitkan dengan kerusakan jaringan
aktual dan potensial atau menggambarkan kondisi terjadinya
kerusakan (Tamsuri, 2007).Sedangkan menurut Jamie (2006), nyeri
merupakan
segala
sesuatu
yang
dikatakan
seseorang
dan
dirasakannya berhubungan dengan rasa tidak nyaman.Berdasarkan
Dari ketiga definisi yang terdapat diatas dapat disimpulkan bahwa
nyeri adalah perasaan yang tidak nyaman yang dirasakan oleh
seseorang dan bersifat individual yang berkaitan dengan kerusakan
jaringan baik aktual dan potensial yang menyangkut dua aspek yaitu
aspek psikologis dan aspek fisiologis.
b. Tanda dan Gejala Nyeri
Menurut NANDA (2013) Tanda dan Gejala Nyeri yaitu
1) Insomnis
2) Gelisah
3) Gerakan tidak teratur
4) Pikiran tidak terarah
5) Raut wajah kesakitan
6) Pucat
7) Keringat berlebihan
24
c.
Fisiologi Nyeri
Nyeri merupakan campuran reaksi fisik, emosi dan perilaku.
Proses fisiologi terkait nyeri dapat disebut nosisepsi. Menurut Potter
& Perry (2006) menjelaskan proses tersebut sebagai berikut:
1) Resepsi
Semua kerusakan seluler yang disebabkan oleh stimulus
termal, mekanik, kimiawi atau stimulus listrik menyebabkan
pelepasan substansi yang menghasilkan nyeri.Stimulus tersebut
kemudian memicu pelepasan mediator biokimia (misalnya
prostaglandin,
bradikinin,
histamin,
substansi
P)
yang
mensensitisasi nosiseptor.Nosiseptor berfungsi untuk memulai
transmisi neural yang dikaitkan dengan nyeri.
2) Transmisi
Fase transmisi nyeri terdiri atas tiga bagian.Bagian
pertama nyeri merambat dari bagian serabut perifer ke medulla
spinalis.Bagian kedua adalah transmisi nyeri dari medulla
spinalis menuju batang otak dan thalamus melalui jaras
spinotalamikus.Bagian ketiga, sinyal tersebut diteruskan ke
korteks sensori somatic tempat nyeri dipersepsikan.Impuls yang
ditransmisikan tersebut mengaktifkan respon otonomi.
25
d. Klasifikasi
1) Klasifikasi Nyeri Berdasarkan Awitan
Menurut Tamsuri (2006) menjelaskan bahwa nyeri
berdasarkan waktu kejadian dapat dikelompokkan sebagai nyeri
akut dan kronis.
a) Nyeri akut
Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi dalam waktu
atau durasi 1 detik sampai dengan kurang dari 6 bulan.Nyeri
akut biasanya menghilng dengan sendirinya dengan atau
tanpa tindakan setelah kerusakan jaringan menyembuhkan.
b) Nyeri kronis
Nyeri kronis adalah nyeri yang terjadi dalam waktu
lebih dari 6 bulan.Nyeri kronis umumnya timbul tidak
teratur,
intermitten,
atau
bahkan
persisten.Nyeri
ini
menimbulkan kelelahan mental dan fisik bagi penderitanya.
2) Klasifikasi Nyeri Berdasarkan Lokasi
Berdasarkan lokasi nyeri, nyeri dapat dibedakan menjadi
enam jenis, yaitu nyeri superfisial, nyeri somatik dalam, nyeri
viseral, nyeri alih, nyeri sebar, dan nyeri bayangan (fantom)
(Tamsuri, 2006).
a) Nyeri superfisial adalah nyeri yang timbul akibat stimulasi
terhadap kulit seperti pada laserasi, luka bakar, dan
26
sebagainya. Nyeri jenis ini memiliki durasi yang pendek,
terlokalisir, dan memiliki sensasi yang tajam.
b) Nyeri somatik dalam (deep somatic pain) adalah nyeri yang
terjadi pada otot tulang serta struktur penyokong lainnya,
umumnya nyeri bersifat tumpul dan distimulasi dengan
adanya perenggangan dan iskemia.
c) Nyeri viseral adalah nyeri yang disebabkan oleh kerusakan
organ internal. Nyeri yang timbul bersifat difus dan
durasinya cukup lama. Sensasi yang timbul biasanya
tumpul.
d) Nyeri alih (reffered pain) adalah nyeri yang timbul akibat
adanya nyeri viseral yang menjalar ke organ lain, sehingga
dirasakan nyeri pada beberapa tempat atau lokasi.
e) Nyeri sebar (radiasi) adalah sensasi nyeri yang meluas dari
daerah asal ke jaringan sekitar. Nyeri jenis ini biasanya
dirasakan oleh klien seperti berjalan/ bergerak dari daerah
asal nyeri ke sekitar atau ke sepanjang bagian tubuh
tertentu. Nyeri dapat bersifat intermiten atau konstan.
f)
Nyeri baying (fantom) adalah nyeri khusus yang dirasakan
oleh klien yang mengalami amputasi. Nyeri oleh klien
dipersepsi berada pada organ yang telah diamputasi seolaholah organnya masih ada.
27
e.
Respon Fisiologis Terhadap Nyeri
1) Stimulasi Simpatik : (nyeri ringan, moderat, dan superficial)
a) Dilatasi saluran bronkhial dan peningkatan respirasi rate
b) Peningkatan heart rate
c) Vasokontriksi perifer, peningkatan BP
d) Penigkatan nilai gula darah
e) Diaphoresis
f)
Peningkatan kekuatan otot
g) Dilatasi pupil
h) Penurunan motilitas GI
2) Stimulus Parasimpatik (nyeri berat dan dalam)
a) Muka pucat
b) Otot mengeras
c) Penurunan HR dan BP
d) Nafas cepat dan irregular
e) Nausea dan vomitus
f)
f.
Kelelahan dan keletihan
Faktor yang Mempengaruhi Respon Nyeri
1) Usia
Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga
perawat harus mengkaji respon nyeri pada anak.Pada orang
dewasa kadang melaporkan nyeri jika sudah patologis dan
mengalami kerusakan fungsi.Pada lansia cenderung memendam
28
nyeri yang diallami, karena mereka menganggap nyeri adalah
hal alamiah yang harus dijalani dan mereka takut kalau
mengalami
penyakit
berat
atau
meninggal
jika
nyeri
diperiksakan.
2) Jenis Kelamin
Laki-laki dan wanita tidak berbeda secara signifikan
dalam merespon nyeri, justru lebih dipengaruhi factor budaya
(ex: tidak pantas kalo laki-laki mengeluh nyeri, wanita boleh
mengeluh nyeri).
3) Kultur
Orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya
mereka berespon terhadap nyeri misalnya seperti suatu daerah
menganut kepercayaan bahwa nyeri adalah akibat yang harus
diterima karena mereka melakukan kesalahan, jadi mereka tidak
mengeluh jika ada nyeri.
4) Makna nyeri
Berhubungan dengan bagaimana pengalaman seseorang
terhadap nyeri dan bagaimana mengatasinya.
5) Perhatian
Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada
nyeri dapat mempengaruhi persepsi nyeri.Perhatian yang
meningkat
dihubungkan
dengan
nyeri
yang
meningkat,
sedangkan upaya distraksi dihubungkan dengan respon nyeri
29
yang menurun.Teknik relaksasi, guided imagery bmerupakan
tehnik untuk mengatasi nyeri.
6) Ansietas
Cemas meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan nyeri
bisa menyebabkan seseorang cemas.
7) Pengalaman masa lalu
Seseorang yang pernah berhasil mengatasi nyeri dimasa
lampau, dan saat ini nyeri yang sama timbul, maka ia akan lebih
mudah
mengatasi
nyerinya.
Mudah
tidaknya
seseorang
mengatasi nyeri tergantung pengalaman di masa lalu dalam
mengatasi nyeri.
8) Pola koping
Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang
mengatasi nyeri dan sebaliknya pola koping yang maladaptif
akan menyulitkan seseorang mengatasi nyeri.
9) Support keluarga dan sosial
Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung
kepada anggota keluarga atau teman-teman-teman dekat untuk
memperoleh dukungan dan perlindungan.
30
g.
Pengukuran Nyeri
Menurut Potter & Perry (2006) alat ukur nyeri sebagai berikut:
1) Numeric Rating Scale (NRS)
Lebih digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsi
kata.Dalam hal ini, klien menilai nyeri dengan menggunakan
skala 0-10.Skala paling efektif digunakan saat mengkaji
intensitas nyeri sebeum dan setelah intervensi terapeutik.Apabila
digunakan skala untuk menilai nyeri, maka direkomendasikan
patokan 10 cm.
Gambar 2.1
Keterangan :
0
: Tidak nyeri
1-3 : Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasi
dengan baik.
4-6 : Nyeri sedang :
secara
menyeringai,
menunjukkan
dapat
obyektif
klien
lokasi
mendesis,
nyeri,
dapat
mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik.
7-9 : Nyeri berat : secara obyektif klien terkadang tidak dapat
mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat
menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya,
31
tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang dan
distraksi.
10 : Nyeri sangat berat
: pasien sudah tidak mampu lagi
berkomunikasi, memukul.
2) Verbal Deskriptif Scale (VDS)
Skala deskriptif merupakan alat pengukuran tingkat
keparahan nyeri yang lebih objektif. Skala pendeskripsi verbal
merupakan sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai lima kata
pendeskripsi yang tersusun dengan jarak yang sama di
sepanjang garis. Pendeskripsi ini diranking dari “tidak terasa
nyeri” sampai “nyeri yang tidak tertahankan”
Gambar 2.2
3) Pain Assesment Behavioral Scale (PABS)
Alat ukur nyeri dengan rentang skala nyeri 0 : tidak
nyeri, 1-3: nyeri ringan, 4-6: nyeri sedang, >7: nyeri berat.
0
Tidak
nyeri
1
2
3
4
Nyeri
ringan
Gambar 2.3
5
6
>7
Nyeri
Nyeri
sedang
berat
32
4.
Guided Imagery
a.
Definisi
Menurut Kaplan & sadock, 2010 dalam Novaretna, 2013
mengatakan bahwa teknik guided imagery adalah metode relaksasi
untuk menghayalkan tempat dan kejadian berhubungan dengan rasa
relaksasi yang menyenangkan. Khayalan tersebut memungkinkan
klien memasuki keadaan atau pengalaman relaksasi.
Guided imagery menggunakan imajinasi seseorang dalam
suatu yang direncanakan secara khusus untuk mencapai efek positif
tertentu.Imajinasi bersifat individu dimana individu menciptakan
gambaran mental dirinya sendiri, atau bersifat terbimbimng.Banyak
teknik imajinasi melibatkan imajinasi visual tapi tehnik ini juga
menggunakan indera pendengaran, pengecapan dan penciuman
(Potter & Perry, 2009 dalam Novaretna, 2013).Guided imagery
merupakan tehnik yang menggunakan imajinasi seseorang untuk
mencapai efek positif tertentu (Smeltzer, Bire, Hinkle & Cheever,
2010 dalam Patasiket al, 2013).
b.
Tujuan
Guided imagery mempunyai elemen yang secara umum sama
dengan relaksasi, yaitu sama-sama membawa klien kearah relaksasi.
Tujuan dari tehnik guided imagery yaitu menimbulkan respon
psikofisiologis yang kuat seperti perubahan dalam fungsi imun
(Potter & Perry, 2009 dalam Novarenta, 2013). Penggunaan guided
33
imagery tidak dapat memusatkan perhatian pada banyak hal dalam
satu waktu oleh karena itu klien harus membayangkan satu imajinasi
yang sangat kuat dan menyenangkan (Brannon & Freist, 2000 dalam
Novarenta, 2013).
c.
Manfaat
Manfaat dari tehnik guided imagery yaitu sebagai intervensi
perilaku untuk mengatasi kecemasan, stres dan nyeri (Smeltzer dan
Bare, 2002 dalam Novarenta, 2013). Menjelaskan aplikasi klinis
guided imagery yaitu sebagai penghancur sel kanker , untuk
mengontrol dan mengurangi rasa nyeri, serta untuk mencapai
ketenangan dan ketentraman (Potter & Perry, 2009 dalam Novarenta,
2013).
Guided imagery merupakan imajinasi yang direncanakan
secara khusus untuk mencapai efek positif. Dengan membayangkan
hal-hal yang menyenangkan maka akan terjadi perubahan aktifitas
motorik sehingga otot-otot yang tegang menjadi rileks, respon
terhadap bayangan menjadi semakin jelas. Hal tersebut terjadi karena
rangsangan imajinasi berupa hal-hal yang menyenagkan akan
menjalankan kebatang otak menuju sensor thalamusuntuk diformat.
Sebagian kecil rangsangan itu ditransmisikan ke amigdala dan
hipokampus, sebagian lagi dikirim ke korteks serebri. Sehingga pada
korteks serebriakan terjadi asosiasi pengindraan. Pada hipokampus
hal-hal yang menyenangkan akan diproses menjadi sebuah memori.
34
Ketika terdapat rangsangan berupa imajinasi yang menyenagkan
memori yang tersimpan akan muncul kembali dan menimbulkan
suatu persepsi. Dari hipokampus rangsangan yang telah mempunyai
makna dikirim ke amigdala yang akan membentuk pola respon yang
sesuai dengan makna rangsangan yang diterima. Sehingga subjek
akan lebih mudah untuk mengasosiasikan dirinya dalam menurunkan
sesuai nyeri yang dialami (Novarenta, 2013:187).
Mekanisme
imajinasi
positif
dapat
melemahkan
psikoneuroimmunologi yang mempengaruhi respon stress, selain itu
dapat melepaskan endorphin yang melemahkan respon rasa sakit dan
dapat mengurangi rasa sakit atau meningkatnya ambang nyeri
(Hart, 2008 dalam mariyam dan widodo, 2012:230).
d.
Langkah-langkah
Tehnik ini dimulai dengan proses relaksasi pada umumnya
yaitu meminta kepada klien untuk perlahan-lahan menutup matanya
dan fokus pada nafas mereka, klien didorong untuk relaksasi
mengosongkan pikiran dan memenuhi pikiran dengan bayangan
untuk membuat damai dan tenang (Rahmayati, 2010 dalam patasik et
al, 2013).
Menurut Kozier & Erb, (2009) dalam Novarenta, (2013),
mengatakan bahwa langkah-langkah dalam melakukan guided
imagery yaitu :
35
1) Untuk persiapan, mencari lingkungan yang nyaman dan tenang,
bebas dari distraksi. Lingkungan yang bebas dari distraksi
diperlukan oleh subjek guna berfokus pada imajinasi yang
dipilih. Untuk pelaksanaan, subjek harus tahu rasional dan
keuntungan dari tehnik imajinasi terbimbing. Subjek merupakan
partisipan aktif dalam latihan imajinasi dan harus memahami
secara lengkap tentang apa yang harus dilakukan dan hasil akhir
yang diharapkan. Selanjutnya memberikan kebebasan kepda
subjek. Membantu subjek keposisi yang nyaman dengan cara:
membantu subjek untuk bersandar dan meminta menutup
matanya. Posisi nyaman dapat meningkatkan fokus subjek
selama latihan imajinasi. Menggunakan sentuhan jika hal ini
tidak membuat subjek terasa terancam. Bagi beberapa subjek,
senthan fisik mungkin menganggu karena kepercayaan budaya
dan agama mereka.
2) Langkah berikutnya menimbulkan relaksasi. Dengan cara
memanggil nama yang disukai. Berbicara jelas dangan nada
yang tenang dan netral. Meminta subjek menarik nafas dalam
dan perlahan untuk merelaksasikan semua otot. Untuk mengatsi
nyeri atau stress, dorong subjek untuk membayangkan hal-hal
yang menyenangkan. Setelah itu embantu subjek merinci
gambaran
dari
bayanganya.
Mendorong
subjek
untuk
36
menggunakan semua inderanya dalam menjelaskna bayangan
dan lingkungan bayangan tersebut.
3) Langkah selanjutnya meminta subjek untuk menjelaskan
perasaan
fisik
dan
emosional
yang
ditimbulkan
oleh
bayanganya. Dengan mengarahkan subjek untuk mengeksplorasi
respon terhadap bayangan karena ini akan memungkinkan
subjek memodifikasi imajinasinya. Respon negatif dapat
diarahkan kembali untk emberikan hasil akhir yang lebih positif.
Selanjutnya memberikan umpan balik kontinyu kepada subjek.
Dengan memberi komentar pada tanda-tanda relaksasi dan
ketentraman. Setelah itu membawa subjek keluar dari bayangan.
Setelah pengalaman imajinasi dan emndiskusikan
perasaan
subjek mengenai pengalamnya tersebut. Serta mengidentifikasi
setiap hal yang dapat meningkatkan pengalaman imajinasi.
Selanjutnya motivasi subjek untuk mempraktikan tehnik
imajinasi secara mandiri.
37
B. Kerangka Teori
Kecelakaan
Jatuh
Cedera
Tumor Tulang
Infeksi
Rakhitis
Tanda dan gejala
Fraktur
1)
Insomnis
2)
Gelisah
3)
Gerakan tidak
Nyeri
teratur
4)
Tindakan Non
Pikiran tidak
terarah
Farmakologis seperti
terapi GUIDED
IMAGERY
Penurunan Nyeri
Susana elall (2007) Dan Prasetyo (2010)
Gambar 2.4 Kerangka Teori
5)
Raut wajah
BAB III
METODE PENYUSUNAN KARYA TULIS ILMIAHAPLIKASI
RISET
A. Subjek Aplikasi Riset
Subyek aplikasi ini adalah pasien post operasi fraktur pada hari ke dua setelah
oprasi. Pemberian terapi tehnik guided imagery di berikan sebelum
pemberian analgesit.
B. Tempat dan Waktu
1.
Waktu
Aplikasi tindakan pengaruh pemberian guided imagery ini di lakukan
pada bulan januari 2016
2.
Tempat
Tindakan pengaruh guided imagery di lakukan di Ruang Plamboyan I di
RSUD Salatiga
C. Media dan Alat yang Digunakan
Dalam aplikasi riset ini tidak mengunakan media maupun alat.
38
39
D. Presedur Tindakan Berdasarkan Riset
Prosedur tindakan yang akan di lakukan pada aplikasi riset tentang
pengaruh guided imagery terhadap penurunan nyeri terhadap post oprasi
fraktur .prosedur tindakan guided imagery sebagai berikut :
1.
Memerintahkan klien untuk menutup mata
2.
Membayangkan atau mengambarkan hal yang menyenangkan
3.
Membimbing klien untuk mengambarkan bayangannya tanyakan tentang
suara, cahaya , benda yang tampak dan yang terbayangkan
4.
Minta klien untuk menggambarkan dengan lebih rinci.
E. Alat Ukur Evaluasi dari Aplikasi Berdasarkan Riset
Alat ukur dari aplikasi tindakan guided imagery Relaksasi adalah lembar
observasi dan Numerical Rating Scale (NRS).
Gambar 3.1 Numeric Rating Scale (NRS)
(Sumber : www.painedu.org/NIPC/painassessmentscale.html )
BAB IV
LAPORAN KASUS
Dalam bab ini menjelaskan tentang laporan Asuhan Keperawatan Ny.S
dengan Post Operasi Fraktur Radius Sinistra 1/3 Distal, yang dilaksanakan pada
tanggal 12 sampai 14 Januari 2016. Asuhan Keperawatan ini mulai dari
pengkajian,
Diagnosa
Keperawatan
atau
rumusan
masalah,
Intervensi
Keperawatan, Implementasi dan Evaluasi. Kasus ini diperoleh dari Autoanamnesa
dan
Alloanamnesa,
mengadakan
pengamatan
atau
observasi
langsung,
pemeriksaan fisik, menelaah catatan medis dan catatan perawat.
A. Identitas Klien
Dari data pengkajian tersebut didapatkan data identitas pasien, bahwa
pasien bernama Ny.S umur 31 tahun, agama islam, pendidikan DII PGSD,
pekerjaan ibu rumah tangga, alamat Tegalrejo Tengaran Semarang, tanggal
masuk rumah sakit 11 Januari 2016 dengan diagnosa medis Fraktur Radius
Sinistra 1/3 Distal, No. Registrasi 321744, dokter yang merawat adalah dr.J.
yang bertanggung jawab adalah Tn.C umur 35 tahun, pendidikan SMA,
pekerjaan buruh, alamat Tegalrejo Tengaran Semarang, Hubungan dengan
pasien adalah suami Ny.S.
40
41
B. Pengkajian
1.
Riwayat Kesehatan
Hasil pengkajian, keluhan utama adalah nyeri pada pergelangan
tangan sebelah kiri, nyeri dirasakan pada saat post operasi. Pada riwayat
penyakit sekarang didapatkan pasien mengalami kecelakaan lalu lintas
pada tanggal 11 januari jam 06:00 WIB pasien di bawa di puskesmas
terdekat yaitu puskesmas Ngampel di puskesmas pasien hanya
mendapatkan perawatan luka saja karena peralatan puskesmas yang tidak
memadai kemudian pada jam 10:00 pasien di rujuk di RSUD Salatiga di
IGD pasien mendapatkan terapi infus Asering 20tpm, Ranitidin 25mg,
dan Ketorolac 10mg kemudian pasien di Rontgent didapatkan diagnosa
Fraktur Radius Sinistra 1/3 Distal dan akan dilakukan operasi
pemasangan ORIF, kemudian pasien dirawat dibangsal.
Pada hasil pengkajian riwayat penyakit dahulu didapatkan data
bahwa pasien pernah dirawat di RSUD Salatiga saat melahirkan anaknya
yang kedua. Klien belum pernah mengalami kecelakaan maupun operasi.
Klien tidak mempunyai alergi terhadap obat atau makanan.
Hasil pengkajian riwayat kesehatan keluarga didapatkan bahwa
Ny.S adalah anak pertama dari dua bersaudara, kemudian menikah
dengan suaminya dan memiliki dua orang anak laki-laki, dalam silsilah
keluarga Ny.S tidak ditemukan penyakit menurun seperti DM,
Hipertensi, TBC dan lain-lain.
42
Gambar 4.1 genogram Ny.S
Keterangan :
:laki-laki
:Perempuan
:Pasien
:Yang meninggal
.................
: Tinggal serumah
: Garis keturunan
Pada pengkajian riwayat kesehatan lingkungan didapatkan bahwa
lingkungan tempat tinggal pasien bersih, jauh dari tempat pembuangan
sampah.
43
2.
Pola Pengkajian Primer
Pengkajian primer yang dilakukan pada Ny.S didapatkan data Air
way atau jalan nafas
tidak ada sumbatan, breathing terlihat
pengembangan dada kanan kiri simetris, pada vokal premitus kanan kiri
sama, perkusi sonor, Auskultasi tidak terdapat sumbatan jalan nafas,
tidak ada suara nafas tambahan dan pernafasan 20 kali permenit,
circulation nadi teraba 80 kali permenit, tekanan darah 130/80 mmHg,
cappylary reffil kurang dari dua detik, mukosa bibir lembab. Dissability,
kesadaran pasien composmentis. Kekuatan otot ekstremitas kanan atas 5,
ekstremitas kiri atas 3, ekstremitas kanan bawah 5, ekstremitas kanan
atas 5.
3.
Pengkajian Pola Kesehatan Fungsional
Pengkajian pola fungsional kesehatan menurut Gordon, pola
persepsi dan pemeliharaan kesehatan, pasien mengatakan bahwa sehat itu
enak bisa main kemana-mana dan keluarga pasien mengatakan sehat itu
penting dan mahal harganya maka dijaga kesehatannya karena saat kita
sehat dapat beraktivitas sesuai kemampuan masing-masing.
Pola nutrisi dan metabolik, sebelum sakit pasien mengatakan
makan 3 kali sehari satu porsi habis dengan nasi, sayur, lauk, air putih.
Selama sakit pasien mengatakan makan 3 kali sehari dengan makanan
yang disediakan di rumah sakit habis satu porsi.
Pola eliminasi, sebelum sakit BAK, frekuensi 5-6 kali sehari,
jumlah urin kurang lebih 200cc, warna kuning kemerahan bau khas, dan
44
tidak ada keluhan, BAB sebelum sakit, frekuensi 1 kali sehari, lunak
berbentuk, dan tidak ada keluhan. Pola eliminasi selama sakit BAK
frekuensi 5-6 kali sehari, jumlah urin kurang lebih 200cc, warna kuning
kemerahan bau khas, dan tidak ada keluhan, BAB frekuensi 1 kali sehari,
lunak berbentuk, dan tidak ada keluhan.
Pola aktivitas dan latihan pada kemampuan perawatan diri,
sebelum sakit didapat semua kemampuan perawatan diri seperti makanan
dan minuman, toileting, berpakaian, mobilitas di tempat tidur, berpindah
dan ambulasi/ROM semuanya didapat score 0 atau mandiri. Sedangkan
kemampuan perawatan diri selama sakit seperti makanan dan minuman,
toileting, berpakaian, mobilitas di tempat tidur, berpindah dan
ambulasi/ROM semua didapatkan score 2 atau di bantu orang lain.
Pola istirahat dan tidur, sebelum sakit pasien mengatakan bisa
tidur nyenyak baik malam hari maupun siang hari. Tidur malam hari
kurang lebih 7 jam dan siang hari kurang lebih 1 jam. Selam sakit, pasien
mengatakan dapat tidur pada malam hari dan siang hari namun tidak
nyenyak karena merasa kurang nyaman dan merasa nyeri pada
pergelangan tangannya.
Pola kognitif perseptual, sebelum sakit pasien mengatakan tidak
ada gangguan pernafasan maupun alat indra lainnya. Selama sakit pasien
mengatakan nyeri post operasi pada pergelangan tangan sebelah kiri saat
bergerak, rasanya seperti ditusuk-tusuk, dengan skala nyeri 6 dan
45
dirasakan hilang timbul kurang lebih 5-10 menit, ekspresi wajah pasien
meringis kesakitan.
Pola persepsi konsep diri, dari hasil pengkajian sebelum sakit
konsep diri pasien didapatkan gambaran diri, pasien mengatakan dirinya
adalah seorang perempuan yang tampak sehat, ideal diri keluarga psien
mengatakan pasien selalu berusaha menjadi istri yang baik untuk
keluarga, peran diri pasien mengatakan dirinya adalah seorang istri dan
ibu bagi keluarganya, identitas diri pasien adalah seorang perempuan
yang berumur 30 tahun yang bekerja sebagai ibu rumah tangga. Selama
sakit gambaran diri pasien seorang perempuan yang tampak lemah
berbaring didalam ranjang, ideal diri keluarga pasien mengatakan pasien
ingin cepat sembuh, peran diri selama sakit pasien tidak bisa beraktivitas
seperti biasa, identitas diri pasien mengatakan dirinya adalah seorang
perempuan yang berumur 30 tahun yang bekerja sebagai ibu rumah
tangga.
Pola hubungan dan peran pada pengkajian didapatkan sebelum
sakit pasien mengatakan memiliki hubungan baik dengan orang tua,
keluarga, dan orang sekitar, selama sakit hubunganya dengan keluarga
dan masyarakat masih tetap baik begitu juga dengan karyawan yang ada
di rumah sakit.
Pola seksual reproduksi pada hasil pengkajian didapatkan
sebelum sakit pasien mengatakan sudah menikah dan mempunyai 2
orang anak laki-laki, selama sakit pasien mengatakan selma di rumah
46
sakit tidak pernah melakukan hubungan seksual dan pasien juga tidak
mempunyai penyakit alat kelamin.
Pola mekanisme koping, sebelum sakit pasien mengatakan jika
ada masalah selalu bercerita dengan orang tua dan keluarga, selama sakit
pasien mengatakan pasien menerima sakitnya dengan ikhlas tapi kadang
mengeluh dan jika ada masalah pasien selalu membicarakannya dengan
orang tua dan keluarga.
Pola nilai dan keyakinan, sebelum sakit pasien mengatakan
beragama islam dan rajin melaksanakan sholat 5 waktu, selama sakit
pasien mengatakan walaupun sakit masih tetap melaksanakan sholat 5
waktu walaupun sedang sakit.
4.
Hasil Pemeriksaan Fisik
Dari hasil pengkajian yang dilakukan didapatkan, klien berada
dalam
kesadaran
sadar
penuh
(composmentis),
saat
dilakukan
pemeriksaan fisik hasil pemeriksaan tanda-tanda vital adalah tekanan
darah 130/80 mmHg, nadi 80x/menit dengan irama cepat, frekuensi
pernafasan 20x/menit dengan irama normal, dan suhu 36,2oC. Hasil
pemeriksaan kepala didapatkan bentuk kepala mesocepal, kulit kepala
bersih tidak ada ketombe, rambut hitam kuat dan tidak kering.
Pemeriksaan mata didapatkan fungsi penglihatan baik, mata simetris
kanan dan kiri, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil
mengecil saat terkena cahaya, tidak menggunakan alat bantu penglihatan.
Pemeriksaan hidung bentuk simetris, bersih tidak ada polip, tidak
47
terdapat sekret. Pemeriksaan mulut bersih, simetris kanan kiri, mukosa
bibir tidak kering. Pemeriksaan gigi bersih, tidak ada karang gigi.
Pemeriksaan telinga bentuk simetris kanan dan kiri, dan tidak ada sekret,
pendengaran berfungsi normal. Pemeriksaan leher tidak ada pembesaran
kelenjar thiroid.
Pemeriksaan dada paru inspeksi bentuk dada simetris, tidak ada
lesi atau bekas jahitan, palpasi getaran paru kanan dan kiri sama, perkusi
peka diseluruh lapang paru, auskultasi tidak ada suara nafas tambahan.
Jantung saat dilakukan pemeriksaan inspeksi simetris tidak terlihat ictus
cordis, palpasi ictus cordis teraba di ICS ke 5 kiri, perkusi tidak ada
pelebaran jantung, auskultasi suara lub dub tidak ada bunyi tambahan.
Abdomen saat dilakukan pemeriksaan inspeksi didapatkan,
abdomen simetris tidak ada lesi, auskultasi bissing usus 16x/menit,
perkusi peka di kuadran 1 dan 2,3,4 timpany, palpasi tidak ada benjolan
dan tidak ada nyeri tekan di 4 kuadran. Genetalia bersih tidak ada luka.
Rektum bersih tidak terdapat hemoroid.
Pemeriksaan ekstremitas atas kekuatan otot kanan 5, ROM aktif
pergerakan terbatas karena terpasang infus, capilary refile<2 detik,
perubahan bentuk tulang tidak ada, perubahan akral hangat, kekuatan otot
kiri 3, ROM terbatas karena nyeri post operasi fraktur, capilary refile<2
detik, perubahan bentuk sudah terpasang pen, perubahan akral hangat.
Ekstremitas bawah kekuatan otot kanan dan kiri 5, ROM kanan dan kiri
48
aktif, capilary refile<2 detik, perubahan bentuk tulang tidak ada,
perubahan akral hangat.
5.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada klien meliputi
pemeriksaan
laboratorium dan rontgen ekstremitas atas kiri. Pemeriksaan laboratorium
dilakukan pada tanggal 11 Januari 2016. Meliputi Lekosit 9,03 10^3/UL
(nilai normal 4,5-11 10^3/UL), Eritrosit 4,88 10^6/UL (nilai normal 4-5
10^6/UL), Hemoglobin 11,8 g/dL (nilai normal 12-16 g/dL), Hematokrit
35,5 % (nilai normal 38,00-47,00 %), MCV 72,8 fL (nilai normal 86-108
fL), MCH 24,2 pg (nilai normal 28-31 pg), MCHC 33,2 g/dL (nilai
normal 30-35 g/dL), Trombosit 328 10^3/UL (nilai nornal 150-450
10^3/UL), Gaolongan darah AB, PTT 15,1 detik (nilai normal 11-18
detik), APTT 40,4 detik (nilai normal 27-41 detik), Glukosa darah
sewaktu 109 mg/dl (nilai normal 80-144 mg/dl), HbsAg negative.
Hasil rontgen post operasi pada tanggal 14 Januari 2016
didapatkan hasil tampak soft tissue swelling Antebrachi Sn 1/3 distal,
tampak Diskontinuitasmultiple pada Os Radius Sn 1/3 distal, tampak
fissura dan spur tampak dislokasi Carpoulnaris Sn, tak tampak lesi litik
porotik dan sklerotik, epifise tulang belum menutup dan menyatu
sempurna.
49
C. Daftar Perumusan Masalah
Pada tanggal 12 Januari 2016 pukul 15:00 WIB didapatkan data
subyektif sebagai berikut pasien mengatakan nyeri dengan Provocate, nyeri
karena post operasi Radius Sinistra 1/3 Distal. Qualitynyeri seperti ditusuktusuk. Region nyeri pada pergelangan tangan sebelah kiri. Scale, skala nyeri
men6. Time nyeri ± 5-10 menit hilanh timbul. Selain data subjektif juga
didapatkan data objektif sebagai berikut pasien tampak kesakitan saat
pergelangan tangan ditekuk, wajah pasien tampak meringis kesakitan,
Tekanan darah 120/80 mmHg, Nadi 80x/menit, Suhu 36,2oC, Pernafasan
20x/menit. Dari data subjektif dan objektif diatas dapat diambil diagnosa
nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (post operasi).
Pada pukul 15:15 WIB didapatkan data subjektif pasien mengatakan
dapat menggerakkan tangannya tetapi pelan-pelan. Data objektif kekuatan
otot tangan kiri 5/3, pergelangan tangan kiri ditutup dengan balutan elastic
bandage. Dari data subjektif dan objektif diatas dapat diambil diagnosa
hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot.
Pada pukul 15:30 WIB didapatkan data subjektif pasien mengatakan
ada jahitan luka post operasi pada pergelangan tangan sebelah kiri. Data
objektif di pergelangan tangan terlihat terdapat jahitan luka post operasi dan
ditutup dengan balutan elastic. Dari data subjektif dan objektif diatas dapat
diambil diagnosa kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan
turgor.
50
D. Perencanaan
Berdasarkan masalah keperawatan pertama pada klien dengan nyeri
akut, maka penulisan membuat rencana tindakan keperawatan dengan tujuan:
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan masalah
keperawatan nyeri akut berkurang. Dengan kriteria hasil nyeri terkontrol pada
skala 2-3, tidak ada nyeri saat mobilitas, pasien tidak terlihat kesakitan, TTV
dalam batas normal TD : 110/70-120/80 mmHg, Nadi : 60-100x/menit,
Pernafasan : 16-24x/menit.
Rencana keperawatan nyeri akut berhubungan dengan agen cidera
fisik post operasi radius sinistra 1/3 distal adalah sebagai berikut, lakukan
pengkajian nyeri sebelum tindakan dan sesudah tindakan (guided imagery)
dengan rasional informasi akan memberikan data dasar untuk menentukan
pilihan keefektifan intervensi. Ajarkan tentang guided imagery (sesuai jurnal)
dengan rasional mengalihkan nyeri. Kolaborasi dengan dokter saat pemberian
analgentik dengan rasional untuk mengurangi nyeri sedang sampai berat
secara segera. Monitor vital sign dengan rasional perubahan TTV merupakan
indikator nyeri. Memberikan posisi semi flower dengan rasional untuk
memberikan kenyamanan untuk pasien.
Berdasarkan masalah keperawatan kedua pada klien hambatan
mobilitas fisik, maka penulis membuat rencana keperawatan dengan tujuan,
setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam diharapkan masalah
keperawatan hambatan mobilitas fisik dapat teratasi. Dengan kriteria hasil
51
dapat memindahkan atau menggerakkan tanggannya dan pergelangan
tangannya sedikit-sedikit, gerakan otot tangan kiri 4-5.
Rencana keperawatan hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan
penurunan kekuatan otot adalah sebagai berikut. Kaji kemampuan pasien
dalam mobilitas dengan rasional mengidentifikasi kekuatan otot atau
kelemahan dan memberi informasi tentang pemulihan. Konsultasikan dengan
terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan dengan
rasional untuk mengetahui terapi yang tepat untuk pasien untuk mempercepat
pemulihan. Lakukan latihan ROM aktif dan pasif dengan rasional
melenturkan otot agar tidak kaku dan merangsang kontraksi otot. Intruksikan
pasien dan keluarga bagaiman acara melakukan ROM dengan rasional supaya
keluarga dapat belajar mandiri untuk mempercepat peningkatan kakuatan
otot.
Berdasarkan masalah keperawatan ketiga pada klien kerusakan
integritas kulit, maka penulis membuat rencana keperawatan dengan tujuan,
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan
masalah keperawatan kerusakan integritas kulit dapat teratasi. Dengan kriteria
hasil mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembapan, luka tetap
bersih, tidak ada infeksi.
Rencana keperawatan kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
perubahan turgor adalah sebagai berikut. Jaga kebersihan kulit agar tetap
bersih dan kering dengan rasional untuk meminimalisir terjadinya infeksi.
Membersihkan, memantau dan meningkatkan proses penyembuhan luka yang
52
ditutup dengan jahitan dengan rasional untuk mempercepat penyembuhan
luka insisi. Intruksikan kepada pasien untuk selalu membersihkan lukanya
bila sudah dirumah dengan rasional agar luka tetap bersih. Kolaborasikan
dengan dokter saat pemberian antiseptik dengan rasional agar tidak terjadi
infeksi luka.
E. Implementasi
Pada hari selasa tanggal 12 Januari 2016 pukul 16:10 WIB, dilakukan
implementasi untuk diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cidera
fisik post operasi radius sinistra 1/3 distal, yaitu mengkaji nyeri klien sebelum
diberikan terapi guided imagery dan klien merespon dengan klien
mengatakan nyeri post operasi radius sinistsra 1/3 distal, rasanya seperti
ditutusk-tusuk, dengan skala nyeri 6 dan dirasakan hilang timbul kurang lebih
5-10 menit. Ekspresi wajah pasien tampak meringis kesakitan, jam 16:15
WIB, mengajarkan teknikguided imagery (sesuai jurnal) dan klien merespon
mengatakan mau diajarkan teknikguided imagery. Pasien tampak bisa
melakukan tindakan yang diajarkan, jam 16:25 WIB, melakukan pengkajian
nyeri setelah diberikan terapiguided imagery dan klien merespon klien
mengatakan nyeri post operasi radius sinistsra 1/3 distal, rasanya seperti
ditutusk-tusuk, dengan skala nyeri 4 dan dirasakan hilang timbul kurang lebih
5-10 menit. Ekspresi wajah pasien tampak meringis kesakitan, jam 16:35
WIB, kolaborasi dengan dokter saat pemberian obat klien merespon
mengatakan injeksi (kerorolac, ranitidin, cefitri). Injeksi masuk melalui
53
selang intra vena, jam 16:45 WIB, memonitor TD, nadi, suhu, RR klien
merespon mengatakan mau diperiksa. Pasien terlihat rileks TD 120/80
mmHg, N 80x/menit, RR 20x/menit, S 36,2oC, jam 16:50 WIB, memberikan
posisi semi flower dan klien merespon mengatakan mau diberikan posisi semi
flower. Pasien tampak rileks.
Setelah itu jam 17:00 WIB melakukan implementasi untuk diagnosa
hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot yaitu
dengan menkaji kemampuan pasien dalam mobilisasi dan klien merespon
mengatakan bersedia diajarkan teknik mobilisasi. Kekuatan otot tangan kiri
5/3, terdapat luka jahitan, post operasi fraktur, dibalut dengan balutan elastic,
jam 17:10 WIB, melatih pasien ROM sesuai kemampuan dan klien merespon
mengatakan mau diajarkan ROM. Pasien tampak bisa menggerakkan sedikitsedikit pada tangan sebelah kiri, jam 17:20 WIB, intruksikan pasien dan
keluarga bagaimana cara melakukan ROM dan klien merespon mengatakan
sangat senang diajarkan ROM. Pasien dan keluarga pasien tampak senang dan
paham apa yang telah diajarkan, jam 17:30 WIB, konsultasikan dengan terapi
fisik tentang rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan dan keluarga klien
merespon mensetujui untuk dilakukan terapi. Pasien mengatakan siap kapan
saja dilakukan terapinya.
Setelah itu jam 17:40 WIB melakukan implementasi untuk diagnosa
kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan turgor yaitu dengan
jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering dan klien merespon
mengatakan siap menjaga kebersihan di area luka. Pasien tampak menjaga
54
kebersihan di area luka, jam 17:50 WIB, membersihkan, memantau dan
meningkatkan proses penyembuhan luka yang ditutup dengan jahitan dan
klien merespon mengatakan mau dibersihkan luka. Tidak ada tanda-tanda
infeksi dan tidak ada pus, jam 18:00 WIB, intruksikan kepada pasien untuk
selalu membersihkan luka bila sudah di rumah dan klien merespon
mengatakan siap mengerti. Pasien tampak paham, jam 18:10 WIB, kolaborasi
dengan dokter saat permberian antiseptik dan klien merespon mengatakan
mau direikan obat. Pasien tampak senang
Hari rabu tanggal 13 Januari 2016 jam 09:30 WIB dilakukan
implementasi untuk diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cidera
fisik post operasi radius sinistra 1/3 distal, yaitu mengkaji nyeri klien sebelum
diberikan terapi guided imagery dan klien merespon dengan klien
mengatakan nyeri post operasi radius sinistsra 1/3 distal, rasanya seperti
ditutusk-tusuk, dengan skala nyeri 3 dan dirasakan hilang timbul kurang lebih
5-10 menit. Ekspresi wajah pasien tampak meringis kesakitan, jam 09:35
WIB, mengajarkan teknik guided imagery (sesuai jurnal) dan klien merespon
mengatakan mau diajarkan teknikguided imagery. Pasien tampak bisa
melakukan tindakan yang diajarkan, jam 09:45 WIB, melakukan pengkajian
nyeri setelah diberikan terapi relaksasi nafas dalam dan klien merespon klien
mengatakan nyeri post operasi radius sinistsra 1/3 distal, rasanya seperti
ditutusk-tusuk, dengan skala nyeri 2 dan dirasakan hilang timbul kurang lebih
5-10 menit. Ekspresi wajah pasien tampak meringis kesakitan, jam 09:50
55
WIB, memberikan posisi semi flower dan klien merespon mau diberikan
posisi semi flower. Pasien tampak rileks.
Setelah itu jam 10:00 WIB melakukan implementasi untuk diagnosa
hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot yaitu
dengan mengkaji kemampuan pasien dalam mobilisasi dan klien merespon
mengatakan bersedia diajarkan teknik mobilisasi. Kekuatan otot tangan kiri
5/3, terdapat luka jahitan, post operasi fraktur, dibalut dengan balutan elastic,
jam 10:10 WIB, melatih pasien ROM sesuai kemampuan dan klien merespon
mengatakan mau diajarkan ROM. Pasien tampak bisa menggerakkan sedikitsedikit pada tangan sebelah kiri, jam 10:20 WIB, intruksikan pasien dan
keluarga bagaimana cara melakukan ROM dan klien merespon mengatakan
sangat senang diajarkan ROM. Pasien dan keluarga pasien tampak senang dan
paham apa yang telah diajarkan, jam 10:30 WIB, memonitor TD, nadi, suhu,
RR dan klien merespon mengatakan mau diperiksa. Pasien tampak rileks TD
110/70 mmHg, N 100x/menit, RR 18x/menit, S 36,5oC.
Setelah itu jam 10:40 WIB melakukan implementasi untuk diagnosa
kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan turgor yaitu dengan
membersihkan, memantau dan meningkatkan proses penyembuhan luka yang
ditutup dengan jahitan dan klien merespon mengatakan mau dibersihkan luka.
Tidak ada tanda-tanda infeksi dan tidak ada pus, jam 10:50 WIB, intruksikan
kepada pasien untuk selalu membersihkan luka bila sudah di rumah dan klien
merespon mengatakan siap mengerti. Pasien tampak paham.
56
Jam 14:15 WIB dilakukan implementasi untuk diagnosa nyeri akut
berhubungan dengan agen cidera fisik post operasi radius sinistra 1/3 distal,
yaitu mengkaji nyeri klien sebelum diberikan terapi guided imagery dan klien
merespon dengan klien mengatakan nyeri post operasi radius sinistsra 1/3
distal, rasanya seperti kesemutan, dengan skala nyeri 3 dan dirasakan hilang
timbul kurang lebih 5-10 menit. Ekspresi wajah pasien tampak meringis
kesakitan, jam 14:20 WIB, mengajarkan teknik guided imagery (sesuai
jurnal) dan klien merespon mengatakan mau diajarkan teknikguided imagery.
Pasien tampak bisa melakukan tindakan yang diajarkan, jam 14:30 WIB,
melakukan pengkajian nyeri setelah diberikan terapi guided imagery dan
klien merespon klien mengatakan nyeri post operasi radius sinistsra 1/3 distal,
rasanya seperti kesemutan, dengan skala nyeri 2 dan dirasakan hilang timbul
kurang lebih 5-10 menit. Ekspresi wajah pasien tampak meringis kesakitan.
Hari kamis tanggal 14 Januari 2016 jam 07:30 WIB dilakukan
implementasi untuk diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cidera
fisik post operasi radius sinistra 1/3 distal, yaitu mengkaji nyeri klien sebelum
diberikan terapi guided imagery dan klien merespon dengan klien
mengatakan nyeri post operasi radius sinistsra 1/3 distal, rasanya seperti
kesemutan, dengan skala nyeri 1 dan dirasakan hilang timbul kurang lebih 510 menit. Ekspresi wajah pasien tampak meringis kesakitan, jam 07:35 WIB,
mengajarkan teknik guided imagery (sesuai jurnal) dan klien merespon
mengatakan mau diajarkan teknikguided imagery. Pasien tampak bisa
melakukan tindakan yang diajarkan, jam 07:45 WIB, melakukan pengkajian
57
nyeri setelah diberikan terapi relaksasi nafas dalam dan klien merespon klien
mengatakan nyeri post operasi radius sinistsra 1/3 distal, rasanya seperti
kesemutan, dengan skala nyeri 1 dan dirasakan hilang timbul kurang lebih 510 menit. Ekspresi wajah pasien tampak meringis kesakitan.
Setelah itu jam 07:55 WIB melakukan implementasi untuk diagnosa
hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot yaitu
dengan mengkaji kemampuan pasien dalam mobilisasi dan klien merespon
mengatakan bersedia diajarkan teknik mobilisasi. Pasien tampak mulai
mampu melakukan ambulasi dikit demi sedikit, jam 08:05 WIB, melatih
pasien ROM sesuai kemampuan dan klien merespon mengatakan mau
diajarkan ROM. Pasien tampak bisa menggerakkan sedikit-sedikit pada
tangan sebelah kiri, jam 08:15 WIB, intruksikan pasien dan keluarga
bagaimana cara melakukan ROM dan klien merespon mengatakan sangat
senang diajarkan ROM. Pasien dan keluarga pasien tampak senang dan
paham apa yang telah diajarkan, jam 08:25 WIB intruksikan kepada pasien
untuk selalu membersihkan lukanya bila sudah di rumah dan klien merespon
mengatakan siap mengerti. Pasien tampak paham.
F. Evaluasi
Hasil evaluasi hari pertama diagnosa pertama, tanggal 12 Januari 2016
dilakukan pada jam 18:30 WIB, dengan metode SOAP. Respon Subjektif
klien mengatakan nyeri post operasi radius sinistra 1/3 distal, rasanya seperti
ditusuk-tusuk, dengan skala nyeri 6 dan dirasakan hilang timbul kurang lebih
58
5-10 menit. Respon Objektif pasien tampak meringis kesakitan, TD 130/80
mmHg, N 80x/menit, RR 20x/menit, S 36,2oC. Analisa masalah belum
teratasi. Planning lanjutkan intervensi, lakukan pengkajian nyeri secara
komperhensif, ajarkan teknik non farmakologis, berikan analgetik untuk
mengurangi
nyeri,
berikan
posisi
semi
flower,
kolaborasi
dengan
dokter(pemberian obat).
Hasil evaluasi diagnosa kedua pada jam 18:45 WIB, dengan metode
SOAP. Respon Subjektif klien mengatakan dapat menggerakkan tangannya
tetapi pelan-pelan. Respon Objektif kekuatan otot tangan kiri 5/3, pergelangan
tangan sebelah kiri terdapat luka jahitan post operasi dan dibalut dengan
balutan elastic. Analisa masalah teratasi sebagian. Planning intervensi
dilanjutkan, kaji kemampuan pasien dalam ambulasi, lakukan ROM aktif atau
pasif, ajarkan kepada keluarga bagaimana cara melakukan ROM, konsultasi
dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan.
Hasil evaluasi diagnosa ketiga pada jam 19:00 WIB, dengan metode
SOAP. Respon Subjektif klien mengatakan ada jahitan luka post operasi pada
pergelangan tangan sebelah kiri. Respon Objektif di pergelangan tangan
sebelah kiri terdapat luka jahitan post operasi dan ditutup dengan balutan
elastic. Analisa masalah belum teratasi. Planning intervensi dilanjutkan,
monitor kulit adanya kemerahan, jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan
kering, membersihkan, memantau dan meningkatkan proses penyembuhan
luka yang ditutup dengan jahitan, intruksikan kepasien untuk selalu
59
membersihkan lukanya bila sudah di rumah, kolaborasi dengan dokter saat
pemberian antiseptik.
Hasil evaluasi hari kedua diagnosa pertama, tanggal 13 Januari 2016
dilakukan pada jam 11:00 WIB, dengan metode SOAP. Respon Subjektif
klien mengatakan nyeri post operasi radius sinistra 1/3 distal, rasanya seperti
ditusuk-tusuk, dengan skala nyeri 2 dan dirasakan hilang timbul kurang lebih
5-10 menit. Respon Objektif pasien tampak meringis kesakitan, TD 110/70
mmHg, N 100x/menit, RR 18x/menit, S 36,5oC. Analisa masalah teratasi
sebagian. Planning lanjutkan intervensi, lakukan pengkajian nyeri secara
komperhensif, ajarkan teknik non farmakologis, berikan analgetik untuk
mengurangi
nyeri,
berikan
posisi
semi
flower,
kolaborasi
dengan
dokter(pemberian obat).
Hasil evaluasi diagnosa kedua pada jam 11:15 WIB, dengan metode
SOAP. Respon Subjektif klien mengatakan dapat menggerakkan tangannya
tetapi pelan-pelan. Respon Objektif kekuatan otot tangan kiri 5/3, pergelangan
tangan sebelah kiri terdapat luka jahitan post operasi dan dibalut dengan
balutan elastic. Analisa masalah teratasi sebagian. Planning intervensi
dilanjutkan, kaji kemampuan pasien dalam ambulasi, lakukan ROM aktif atau
pasif, ajarkan kepada keluarga bagaimana cara melakukan ROM, konsultasi
dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan.
Hasil evaluasi diagnosa ketiga pada jam 11:30 WIB, dengan metode
SOAP. Respon Subjektif klien mengatakan ada jahitan luka post operasi pada
pergelangan tangan sebelah kiri. Respon Objektif di pergelangan tangan
60
sebelah kiri terdapat luka jahitan post operasi dan ditutup dengan balutan
elastic. Analisa masalah belum teratasi. Planning intervensi dilanjutkan,
monitor kulit adanya kemerahan, jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan
kering, membersihkan, memantau dan meningkatkan proses penyembuhan
luka yang ditutup dengan jahitan, intruksikan kepasien untuk selalu
membersihkan lukanya bila sudah di rumah, kolaborasi dengan dokter saat
pemberian antiseptik.
Hasil evaluasi hari ketiga diagnosa pertama, tanggal 14 Januari 2016
dilakukan pada jam 08:35 WIB, dengan metode SOAP. Respon Subjektif
klien mengatakan sudah tidak merasakan nyeri skala nyeri turun menjadi 1.
Respon Objektif pasien tampak rileks dan tenang. Analisa masalah teratasi.
Planning hentikan intervensi.
Hasil evaluasi diagnosa kedua pada jam 08:50 WIB, dengan metode
SOAP. Respon Subjektif klien mengatakan dapat menggerakkan tangannya
tetapi pelan-pelan. Respon Objektif kekuatan otot tangan kiri 5/3, pergelangan
tangan sebelah kiri terdapat luka jahitan post operasi dan dibalut dengan
balutan elastic. Analisamasalah teratasi sebagian. Planning intervensi
dilanjutkan, ajarkan pasien dalam ambulasi, ajarkan ROM aktif atau pasif,
ajarkan kepada keluarga bagaimana cara melakukan ROM, konsultasi dengan
terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan.
Hasil evaluasi diagnosa ketiga pada jam 09:05 WIB, dengan metode
SOAP. Respon Subjektif klien mengatakan ada jahitan luka post operasi pada
pergelangan tangan sebelah kiri. Respon Objektif di pergelangan tangan
61
sebelah kiri terdapat luka jahitan post operasi dan ditutup dengan balutan
elastic. Analisa masalah belum teratasi. Planning intervensi dilanjutkan,
ajarkan monitor kulit adanya kemerahan, ajarkan kebersihan kulit agar tetap
bersih dan kering, membersihkan, memantau dan meningkatkan proses
penyembuhan luka yang ditutup dengan jahitan, intruksikan kepasien untuk
selalu membersihkan lukanya bila sudah di rumah.
BAB V
PEMBAHASAN
Bab ini penulis akan membahas tentang pemberian guided imagery
terhadap penurunan nyeri pada asuhan keperawatan Ny. S dengan post Oprasi
Fraktur Radius Sinistra 1/3 Distal di RSUD salatiga . di samping itu penulis akan
membahas tentang factor pendukung dan kesenjangan-kesenjangan yang terjadi
antar teori dengan kenyataan yang meliputi pengkajian , diagnose keperaatan ,
intervensi, implementasi, dan intervensi
A. Pengkajian
Pada pengkajian yang dilakukan pada tanggal 12 Januari 2016 pukul
15:00 WIB didapatkan Ny.S mengalami post ORIF fraktur radius sinistra 1/3
distal. Menurut teori Brunner dan Suddart (2002) dalam Yunuzul (2014),
salah satu penatalaksanaan bedah ortopedi pada pasien fraktur adalah ORIF
(Open Reduktion and Internal Fixation). ORIF diartikan sebagai stabilisasi
tulang patah yang telah direksi dengan sekrub, plat, paku dan pin logam.
Dalam mengkaji karakteristik nyeri ini adapun teori yang digunakan
penulis yaitu P (provocate) mengacu pada penyebab nyeri, Q (quality)
menjelaskan standart nyeri, R (region) mengacu pada daerah nyeri, S (scale)
menjelaskan tingkat keparahan nyeri yaitu dengan melihat intensitas skala
nyeri, untuk intensitas skala nyeri 0 menunjukkan tidak ada nyeri, skala nyeri
1-3 menunjukkan nyeri ringan, skala nyeri 4-6 menunjukkan nyeri sedang,
63
64
untuk skala nyeri 7-9 menunjukkan nyeri hebat dan skala nyeri 10
menunjukkan nyeri paling hebat, T (time) menjelaskan waktu terjadinya nyeri
(Noor, 2014).
Fraktur radius adalah terputusnya hubungan tulang radius. Pada
kondisi klinik bisa berupa fraktur terbuka yang disertai kerusakan jaringan
lunak (otot, kulit, jaringan saraf, pembuluh darah) dan fraktur radius tertutup
yang disebabkan oleh cedera pada lengan bawah baik trauma langsung
maupun trauma tidak langsung (Noor, 2014).
Pada pengkajian yang dilakukan pada Ny.S didapat keluhan utama
nyeri pada post operasi fraktur radius sinistra 1/3 distal dengan skala nyeri 6,
pasien mengeluh nyeri pada luka post operasi dan bertambah nyeri saat
bergerak, nyeri seperti ditusuk-tusuk, pasien tampak meringis kesakitan saat
dikaji. Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas,
pemendekan ekstremitas, krepitikus, pembengkakan lokal dan perubahan
warna. Agen cidera fisik (post operasi radius sinistra 1/3 distal). Menurut
Helmi (2013), mendefinisikan nyeri merupakan sensasi ketidaknyamanan
yang bersifat individual. Nyeri tidak lagi dipandang sebagai kondisi alami
dari cidera atau trauma yang akan berkuarang secara bertahap seiring waktu,
karena nyeri yang tak mereda dapat menyebabkan komplikasi, peningkatan
lama rawat inap di rumah sakit dan stress.
Penulis menggunakan skala numerik dimana dalam teori dijelaskan
skala penilaian numerik (NRS) lebih digunakan sebagai pangganti alat
pendeskripsi kata. Dalam hal ini klien menilai nyeri dengan menggunakan
65
skala 0-10. Skala paling efektif digunakan saat mengkaji intensitas nyeri
sebelum dan setelah intervensi terapeutik. Apabila digunakan skala untuk
menilai nyeri, maka direkomendasikan patokan 10cm (Andarmayo, 2013).
Pengkajian pada pola kesehatan fungsional menurut Gordon. Pola
aktivitas latihan selama sakit, klien melakukan aktivitas seperti makan,
minum, toileting, berpakaian, mobilitas di tempat tidur, dibantu orang lain
dengan nilai 2 kecuali berpindah pasien bisa sendiri dengan nilai 1. Menurut
Ignativicius, Donna D, (2006) dalam Wahid (2013), penurunan aktivitas dan
latihan pada pasien fraktur karena adanya nyeri dan keterbatasan gerak, maka
semua bentuk kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu
banyak dibantu oleh orang lain.
Pengkajian pada pola istirahat tidur, klien mengatakan ada gangguan
istirahat tidur karena nyeri setelah operasi, klien tampak meringis kesakitan.
Menurut Lukman dan Ningsih (2009), adanya kesulitan dalam istirahat tidur
akibat dari nyeri. Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak,
sehingga hal ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan klien (Wahid, 2013).
Pengkajian pola kognitif perseptual, klien mengatakan tidak ada
gangguan penginderaan dan komunikasi, klien mengalami gangguan
kenyamanan atau nyeri. Klien mengatakan nyeri pada pergelangan tangan
sebelah kiri saat bergerak, rasanya seperti ditusuk-tusuk, skala nyeri 6 dan
dirasakan hilang timbul kurang lebih 5-10 menit, klien tampak meringis
kesakitan. Menurut Ignativicius, Donna D (2006) dalam wahid (2013), bahwa
pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktr,
66
sedangkan pada indera yang lain tidak timbul gangguan. Begitu juga pada
kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri
akibat fraktur. Pada teori dibuktikan salah satu akspresi wajah dari nyeri yaitu
adanya gerakan tubuh yang khas dan ekspresi wajah yang mengidikasikan
nyeri meliputi ekspresi wajah yang menyeringai, menggeretakkan gigi,
memegang pada bagian yang terasa nyeri, postur tubuh membengkok
(Perry & Potter, 2006).
Hasil pengkajian pada pola persepsi dan konsep diri dan pada ideal
diri Ny.S mengungkapkan keluh kesahnya di RSUD Salatiga karena Ny.S
ingin mendapatkan dukungan dan solusi yang baik buat sakitnya. Hal ini
dibuktikan dalam teori bahwa untuk membantu klien mencapai kembali
kontrol dan mencapai rasa makna diri dibutuhkan pentingnya dorongan dan
pendekatan yang positif pada klien (Brunner dan Suddart, 2002).
Pada pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan hasil tekanan darah
120/80 mmHg, Nadi 80x/menit, Suhu 36,2oC, Pernafasan 20x/menit. Pada
klien pasca operasi tanda-tanda vital mengalami ketidak normalan karena ada
gangguan, baik fungsi maupun bentuk (Muttaqin, 2008). Peningkatan tekanan
darah dapat terjadi sebagai respon terhadap nyeri yang dirasakan atau terkait
dengan penyakit klien. Nyeri dapat menjadi suatu stressor bagi pasien.
Peningkatan frekuensi respirasi dapat terjadi sebagai kompensasi terhadap
nyeri dan dalam upaya meningkatkan suplai oksigen dalam darah. Hal ini
dikarenakan nyeri menimbulkan peningkatan penggunaan oksigen, sehingga
67
tubuh berkompensasi dengan meningkatkan frekuensi pernapasan untuk
memenhi kebutuhan tersebut (Smeltzer & Bare, 2002).
Pada pemeriksaan ekstremitas atas kekuatan otot kanan 5, ROM aktif
pergerakan terbatas karena terpasang infus, capilary refile<2 detik, perubahan
bentuk tulang tidak ada, perubahan akral hangat, kekuatan otot kiri 3, ROM
terbatas karena nyeri post operasi fraktur, capilary refile<2 detik, perubahan
bentuk sudah terpasang pen, perubahan akral hangat. Ekstremitas bawah
kekuatan otot kanan dan kiri 5, ROM kanan dan kiri aktif, capilary refile<2
detik, perubahan bentuk tulang tidak ada, perubahan akral hangat.
Penurunan kekuatan otot yang terjadi pada Ny.S dapat dijelaskan
bahwa keterbatasan gerak/kehilangan fungsi motorik pada bagian yang
terkena dapat segera atau sekunder akibat pembengkakan atau nyeri (Lukman
dan Ningsih, 2009). Pemeriksaan tentang gerak sendi (ROM/range of joint
motion), dan pengkajian kekuatan otot sangat penting dilakukan apabila klien
mengeluh rasa nyeri pada ekstremitas atau kehilangan fungsi sendi atau otot
(Potter & Perry, 2010).
Hasil pemeriksaan penunjang yang penulis cantumkan adalah rontgen
dan laboratorium. Dilakukan pemeriksaan rontgen karena dengan foto
rontgen terlihat terputsnya tulang radius dimana menyebabkan kerusakan
jaringan lunak dan tulang pada radius (Noor, 2014). Hasil rontgen yang
pertama pada tanggal 12 Januari 2016 dengan hasil menunjukkan adanya
garis patah pada tulang radius sinistra 1/3 distal. Hasil rontgen yang kedua
pada tanggal 14 Januari 2016 dengan hasil tampak soft tissue swelling
68
Antebrachi Sn 1/3 distal, tampak Diskontinuitasmultiple pada Os Radius Sn
1/3 distal, tampak fissura dan spur tampak dislokasi Carpoulnaris Sn, tak
tampak lesi litik porotik dan sklerotik, epifise tulang belum menutup dan
menyatu sempurna.
Pemeriksaan
laboratorium
darah
rutin
menunjukan
adanya
peningkatan lekosit yaitu 9,03 10^3/UL dengan nilai normal 4,5-11 10^/UL.
Hal ini dapat dijelaskan dalam teori Lukman dan Ningsih (2009), yang
menjelaskan bahwa peningkatan sel darah putih atau lekosit adalah proses
stres normal setelah trauma.
Cairan infus Asering 500cc, dosis 20tpm, golongan larutan
elektrolit, fungsi pengobatan asidosis yang berhubungan dengan dehidrasi
dan kehilangan ion alkali dari tubuh. Ranitidin, 25mg/12 jam, golongan obat
saluran cerna, fungsi menekan sekresi asam lambung. Ketorolac, 10mg/12
jam, golongan analgesik non narkotik, fungsi obat untuk mengurangi nyeri
tekan-berat. Hypobhac, 25mg/24 jam, golongan klorafenikol, fungsi infeksi
saluran urin dengan komplikasi. Cefixim, 1gr/12 jam, golongan sefalosporin,
fungsi infeksi sekunder pada luka atau luka bakar (ISO, 2013).
B. Perumusan Masalah Keperawatan
Diagnosa keperawatan utama yang diangkat penulis adalah nyeri akut
berhubungan dengan agen cidera fisik (post operasi radis sinistra 1/3 distal).
Nyeri akut adalah suatu sensori subjektif dan pengalaman emosional yang
tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan yang aktual,
69
potensial, atau digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian rupa
(International Assosiation For The Study Of Pain), awitan yang tiba-tiba atau
lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat diatasi
atau diprediksi dan berlangsung kurang 6 bulan (Walkinson, 2009-2011).
Penulis mengangkat diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen
cidera fisik (post operasi radius sinistra 1/3 distal) karena pasien post operasi
hari ke 1 dengan keluhan utama nyeri. Data subjektif yang didapatkan nyeri
karena post operasi dan bertambah nyeri saat bergerak, nyeri seperti ditusuktusuk, nyeri pada pergelangan tangan sebelah kiri, skala nyeri 6, nyeri hilang
timbul kurang lebih 5-10 menit.
Data objektif pasien tampak kesakitan saat dikaji, keadaan umum
composmentis, tekanan darah 120/80 mmHg, Nadi 80 kali permenit, suhu
36,2 derajat celcius, pernafasan 20 kali permenit. Dalam teori, nyeri akut
adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang
muncul akibat kerusakan jaringan yang aktual atau digambarkan dalam hal
kerusakan sedemikian rupa (International Association for the Study of Pain)
awitan tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir
yang dapat diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung kurang dari 6 bulan
(Walkinson, 2011). Sesuai dengan teori, batasan karakteristik nyeri secara
subjektif diungkapkan klien secara verbal atau melaporkan dengan isyarat,
sedangkan secara objektif diungkapkan klien dengan gerakan menghindari
nyeri, perubahan autonommik dari tonus otot (dapat dalam rentang tidak
berenergi sampai kaku), respon-respon autonomik (misalnya diaforasisi,
70
tekanan darah, pernafasan atau perubahan nadi), perubahan nafsu makan,
perilaku ekspresif (misalnya : kegelisahan, merintih menangis, kewaspadaan
berlebih, peka terhadap rangsang dan menarik nafas panjang), gangguan tidur
(mata terlihat sayu, gerakan tidak teratur atau tidak menentu dan
menyeringai) (Walkinson, 2011).
Menurut teori, respon individu terhadap nyeri ditunjukan dengan
adanya gerakan tubuh yang khas dan ekspresi wajah yang mengindikasikan
nyeri meliputi menggeretakkan gigi, memegang pada bagian yang terasa
nyeri, postur tubuh membengkok dan ekspresi wajah yang menyeringai
(Potter dan Perry, 2006). Pada diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen
cidera fisik (post operasi radius sinistra 1/3 distal) dalam teori Noor (2014),
menjelaskan bahwa trauma skelet dan pembedahan yang dilakukan pada
tulang otot, dan sendi dapat mengakibatkan nyeri berat, khususnya selama
beberapa hari pertama pasca operasi.
Diagnosa keperawatan kedua yang penulis angkat adalah hambatan
mobilitas fisik yang berhubungan dengan penurunan kekuatan otot.
Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik pada bagian ekstremitas didapatkan
ekstremitas kiri atas, (dari siku sampai pergelangan tangan), terdapat fraktur
radius sinistra 1/3 distal, terpasang elastik bandage akral teraba hangat,
kekuatan otot 3. Penurunan kekuatan otot yang terjadi pada Ny.S dapat
dijelaskan bahwa keterbatasan gerak/kehilangan fungsi motorik pada bagian
yang terkena dapat segera atau sekunder akibat pembengkakan atau nyeri
(Lukman dan Ningsing, 2009).
71
Diagnosa keperawatan ketiga yang penulis angkat adalah kerusakan
integritas kulit yang berhubungan dengan perubahan turgor. Data subjektif
yang didapatkan pasien mengatakan ada jahitan luka post operasi pada
pergelangan tangan sebelah kiri. Data objektif dipergelangan tangan pasien
terlihat terdapat jahitan luka post operasi dan ditutup dengan balutan elastic.
C. Perencanaan
Dalam teori intervensi dituliskan sesuai dengan rencana dan kriteria
hasil berdasarkan NIC (Nursing Intervensiaon Clasification) dan NOC
(Nursing Outcome Clasification). Menurut Darmawan (2012), Intervensi
keperawatan disesuaikan dengan kondisi pasien dan fasilitas yang ada,
sehingga rencana keperawatan dapat diselesaikan dengan Spesifik (jelas atau
khusus), Measurable (dapat diukur), Achivable (dapat diterima), Rasional dan
Time (ada kriteria waktu).
Berdasarkan diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cidera
fisik post operasi fraktur radius sinistra 1/3 distal, penulis menyusun rencana
keperawatan dengan tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
3x24 jam nyeri teratasi dengan kriteria hasil, pasien melaporkan nyeri
berkurang kepada perawat, mempertahankan tingkat nyeri berkurang menjadi
2 keadaan umum baik, ekspresi wajah rileks.
Rencana keperawatan yang disusun untuk diagnosa nyeri akut
berhubungan dengan agen cidera fisik (post operasi radius sinistra 1/3 distal)
adalah, Observasi nyeri secara komprehensif dan lokasi, karakteristik, durasi
72
frekuensi, intensitas dan faktor preptasinya. Hal ini sesuai dengan teori
Brunner dan Suddart (2002), yang menyatakan deskripsi verbal tentang nyeri,
individu merupakan penilai terbaik dari nyeri yang dialaminya dan karenanya
harus diminta untuk menggambarkan dan membuat tingkatnya. Informasi
yang diperlukan harus menggambarkan nyeri individu dalam beberapa cara
antara lain : intensitas, karakteristik, faktor-faktor yang meredakan nyeri, efek
nyeri terhadap aktivitas, dan kekhawatiran individu tentang nyeri.
Intervensi kedua yang dirumuskan penulis adalah Bantu pasien untuk
lebih berfokus pada aktivitas dari pada nyeri dengan pengalihan atau
pengendalian faktor lingkungan (suhu, ruangan, cahaya) beri teknik
guided imagery untuk mengurangi rasa nyeri. Hal ini sesuai dengan teori
(tamsuri, 2006) yang menyatakan bahwa salah satu strategi pelaksanaan nyeri
nonfarmakologis dapat dilakukan dengan cara teknik guided imagery pada
pasien post operasi.
Intervensi ketiga yang dirumuskan penulis adalah Laporkan kepada
dokter jika tindakan tidak berhasil dan pastikan pemberian analgesik. Hal ini
disesuaikan dengan pendapat prasetyo (2010) yang menyatakan bahwa
mengenai nyeri secara farmakologis dapat dilakukan kolaborasi dengan
dokter dalam pemberian analgetik.
Intervensi keempat yang dirumuskan penulis adalah monitor tandatanda vital. Pemeriksaan tanda-tanda vital merupakan suatu cara untuk
mendeteksi adanya adanya perubahan sistem tubuh. Tanda-tanda vital
meliputi, suhu, tubuh, denyut nadi, frekuensi nafas, pernafasan dan tekanan
73
darah. Tanda vital mempunyai nilai sangat tinggi pada fungsi suhu tubuh.
Adanya perubahan vital misalnya suhu tubuh menunjukkan perubahan sistem
kardoivaskuler, frekuensi pernafasan menunjukan fungsi pernafasan dan
tekanan darah dapat menilai kemampuan sistem kardiovaskuler yang dapat
dikaitkan dengan denyut nadi. Semua tanda vital tersebut saling berhubungan
dan saling mempengaruhi. Perubahan tanda vital dapat terjadi bila tubuh
dalam kondisi aktivitas atau dalam keadaan sakit dan perubahan tersebut
merupakan indikator adanya gangguan sistem tubuh (Hidayat, 2005).
Intervensi kelima yang dirumuskan penulis adalah berikan posisi semi
flower. Konsep kenyamanan memiliki subjektivitas yang sama dengan nyeri,
kenyamanan dengan cara yang kosistensi pada pengalaman subjektif klien,
kenyamanan sebagai suatu keadaan telah terpenuhi kebutuhan dasar manusia
(Potter dan Perry, 2006).
Tujuan yang dirumuskan penulis untuk diagnosa hambatan mobilitas
fisik berhubungan dengan penurunan kendali otot adalah setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 3x24 jam hambatan mobilitas fisik teratasi
dengan kriteria hasil, pasien mampu menggerakan pergelangan tangannya,
melakukan aktivitas secara mandiri, kekuatan otot meningkat menjadi 4-5.
Intervensi pertama yang dirumuskan penulis untuk diagnosa hambatan
mobilitas yang berhubungan dengan penurunan kendali otot adalah kaji
kemampuan pasien dalam mobilitas. Hal ini menurut teori Potter dan Perry
(2006), bahwa pengkajian mobilitas klien berfokus pada rentang gerak, gaya
berjalan, latihan, dan toleransi aktivitas, serta kesejajaran tubuh.
74
Intervensi kedua yang dirumusakn penulis adalah konsultasi dengan
terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan. Menurut
Potter dan Perry (2006), latihan terapeutik diresepkan oleh dokter dan
dilakukan dengan bantuan dan panduan ahli terapi fisik atau perawat.
Intervensi ketiga yang dirumuskan penulis adalah lakukan ROM aktif
dan pasif. Menurut Muttaqin (2012), latihan ROM bertujuan untuk
memelihara fleksibilitas sendi sesuai kemampuan.
Intervensi keempat yang dirumuskan penulis adalah intruksikan
pasien dan keluarga bagaimana cara melakukan ROM. Menurut teori Potter
dan Perry (2006), orang yang depresi, khawatir atau cemas, sering tidak tahan
melakukan
aktivitas.
Klien
depresi
biasa
tidak
termotivasi
untuk
berpartisipasi. Klien khawatir atau cemas lebih mudah lelah karena
mengeluarkan energi cukup besar dalam kekuatan dan kecemasan, jadi
mereka mengalami keletihan secara fisik dan emosi.
Tujuan yang dirumuskan penulis untuk diagnosa kerusakan integritas
kulit berhubungan dengan perubahan turgor adalah setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 3x24 jam kerusakan integritas kulit dapat
teratasi dengan kriteria hasil, pasien mampu melindungi kulit dan
mempertahankan kelembapan, luka tetap bersih, tidak ada infeksi.
Intervensi pertama yang dirumuskan penulis untuk diagnosa
kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan perubahan turgor kulit
adalah jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering. Menurut teori
Yudhityarasati, 2007 untuk meminimalkan terjadinya infeksi yaitu berikut
75
tanda tanda infeksi : dolor (rasa sakit), rubor (kemerahan), tumor
(pembengkakan), fungsiolaesa.
Intervensi kedua yang dirumuskan penulis adalah membersihkan,
memantau dan meningkatkan proses penyembuhan luka yang ditutup dengan
jahitan. Hal ini menurut teori Potter (2006), menjelaskan bahwa luka bedah
mengalami stres selama masa penyembuhan. Stres akibat nutrisi yang tidak
adekuat, gangguan sirkulasi, dan perubahan metabolisme akan meningkatkan
risiko lambatnya stres fisik. Regangan jahitan akibat batuk, muntah, distensi,
dan gerakan bagian tubuh dapat mengganggu lapisan luka. Perawat harus
melindungi luka dan mempercepat penyembuhan. Waktu kritis penyembuhan
luka adalah 24 sampai 72 jam setelah pembedahan. Jika luka mengalami
infeksi, biasanya infeksi terjadi 3 sampai 6 hari setelah pembedahan.Luka
bedah yang bersih biasanya tidak kuat menghadapi stres normal selama 15
sampai 20 hari setelah pembedahan.Perawat menggunakan teknik aseptik saat
mengganti balutan dan merawat luka. Drain bedah harus tetap paten sehingga
akumulasi sekret dapat keluar dari dasar luka. Observasi luka secara terusmenerus dapat mengidentifikasi adanya tanda dan gejala awal terjadinya
infeksi. Klien lansia terutama berisiko mengalami infeksi luka pascaoperatif,
sehingga perawat preoperatif menurunkan risiko ini dengan cara memberi
lingkungan yang aman dan asuhan keperawatan yang komprehensif.
Intervensi ketiga yang dirumuskan penulis adalah intruksikan kepada
pasien untuk selalu membersihkan lukanya bila sudah di rumah. Hal ini
menurut teori Potter (2006), mengungkapkan bahwa cara menjaga luka agar
76
tetap bersih dan kering yaitu pilih balutan yang menjaga permukaan kulit
yang utuh (periulkus) disekitarnya tetap kering sambil menjaga dasar luka
tetap lembab.
Intervensi keempat yang dirumuskan penulis adalah kolaborasikan
dengan dokter saat pemberian antiseptik. Menurut teori Yusuf (2009), dalam
pemberian obat ada beberapa macam jenis golongan obat yaitu obat anti
inflamasi (seperti steroid dan aspirin), heparin dan anti neoplasmik
mempengaruhi penyembuhan luka. Penggunaan antibiotik yang lama dapat
membuat seseorang rentan terhadap infeksi luka.Steroid :akan menurunkan
mekanisme peradangan normal tubuh terhadap cedera.Antikoagulan :
mengakibatkan perdarahan. Antibiotik : efektif diberikan segera sebelum
pembedahan untuk bakteri penyebab kontaminasi yang spesifik. Jika
diberikan setelah luka pembedahan tertutup, tidak akan efektif akibat
koagulasi intravaskular.
D. Implementasi
Tahapan melakukan rencana yang telah dibuat pada klien, kegiatan
yang ada dalam implementasi meliputi pengkajian ulang, memperbaharui data
dasar, meninjau dan merevisi rencana asuhan yang telah dibuat, dan
melaksanakan
intervensi
keperawatan
yang
telah
direncanakan
(Deswani, 2009).
Pada hari selasa 12 Januari 2016 sampai 14 Januari 2016 dilakukan
implementasi untuk diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cidera
77
fisik post operasi radius sinistra 1/3 distal, yaitu melakukan pengkajian nyeri
sebelum diberikan terapiguided imagery. Respon pasien saat dilakukan
tindakan adalah respon subjektif pasien mengatakan nyeri , dengan Provocate
nyeri pada pergelangan tangan sebelah kiri, nyeri bertambah ketika bergerak.
Quality nyeri seperti ditusuk-tusuk, Region nyeri dibagian tangan sebelah kiri
siku sampai pergelangan tanga, Scale nyeri 6, Time nyeri kurang lebih 5-10
menit hilang timbul. Respon objektif pasien tampak meringis kesakitan.
Kegiatan penerapan tehnik guided imagery oleh penliti di lakukan
pada pasien post operasi fraktur pada hari ke dua setelah operasi. Teehnik
guided imagerydi lakukan selama 10 menit dan sebanyak dua kali sehari,
selama 2 hari di berikan pada kelompok eksperimen. Peneliti melakukan
tehnik guided imagery 1jam sebelum pemberian analgetik, setelelah di
berikan guided imagery klien di minta untuk beristirahat selama 5menit dan
kemudian di ukur tingkat nyeri setelah pemberian guided imagery .
pemberian ke 2 diberikan 7 jam lagi sebelum pemberian analgetik kembali, di
berikan guided imagery selama 10 menit setelah itu pasien di istirhatkan
setelah 5 menit dan di ukur kembali skala nyeri pasien .
Implementasi kedua untuk diagnosa nyeri akut berhubungan dengan
agen cidera fisik post operasi radius sinistra 1/3 distal yang dilakukan yaitu
mengajarkan teknikguided imagery. Prosedur teknik guided imagery
merupakan kegiatan klien membuat suatu bayangan yang menyenangkan, dan
dan mengonsentrasikan diri pada bayangan tersebut serta berangsur angsur
membebaskan diri dari perhatian terhadap nyeri (tamsuri 2006). Didapatkan
78
hasil subjektif
klien mengatakan nyeri berkurang setelah diajarkan
teknikguided imagery . Hasil objektif klien tampak nyaman.
E. Evaluasi Terapi Guided Imagery
Ketika dilakukan pengkajian nyeri, skala nyeri pasien adalah 6.
Setelah dilakuakan tindakan pemberian guided imagery selama tiga hari nyeri
pasien berkurang menjadi 1. Nyeri merupakan pengalaman sensori dan
emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang
aktual atau potensial. Nyeri terjadi bersama banyak proses penyakit atau
bersamaan dengan beberapa pemeriksaan diagnostik, pembedahan, dan
pengobatan (Suhartini dkk, 2013). Menurut jurnal penelitian yang dilakukan
olehguided imagery merupakan kegiatan klien membuat suatu bayangan yang
menyenangkan, dan mengonsentrasikan diri pada bayangan tersebut serta
berangsur-angsur membebaskan diri dari perhatian terhadap nyeri (Tamsuri,
2006).
Terapi ini dapat menurunkan nyeri karena didalamnya terdapat unsur
terapi yang berfungsi untuk relaksasi atau untuk tujuan proses penyembuhan.
Melalui guided imagery pasien akan terbantu untuk mengalihkan perhatian
dari
nyeri
yang
dirasakan
dengan
membayangkan
hal-hal
yang
menyenangkan. Hal ini sehingga secara bertahap dapat menurunkan persepsi
klien terhadap nyeri yang dirasakan. Kegiatan penerapan tehnik guided
imagery oleh peneliti dilakukan pada pasien post operasi fraktur pada hari ke2 setelah operasi.
79
Tehnik guided imagery dilakukan selama 10 menit dan sebanyak dua
kali sehari, selama 2 hari diberikan pada kelompok eksperimen. Peneliti
melakukan tehnik guided imagery 1 jam sebelum pemberian analgetik,
setelah di berikan guided imagery klien di minta untuk beristirahat selama 5
menit dan kemudian di ukur tingkat nyeri setelah pemberianguided imagery .
Pemberian ke 2 di berikan 7 jam lagi sebelum pemberian analgetik kembali,
diberikan guided imagery selama 10 menit setelah itu pasien di istirahatkan
selama 5 menit dan di ukur kembali skala nyeri pasien. Langkah-langkah
penerapan guided imagery dilakukan dengan memerintahkan klien untuk
menutup mata dan membayangkan atau menggambarkan hal yang
menyenangkan. Membimbing klien untuk menggambarkantanyakan tentang
suara, cahaya, benda yang tampak dan bau-bauan yang terbayangkan.
Selanjutnya minta klien untuk menggambarkan dengan lebih rinci. Hal ini
akan mengalihkan konsentrasi klien pada imajinasinya dan perlahan-lahan
menurunkan dan membebaskan dirinya dari rasa nyeri. Didukung pendapat
dari Susana et all (2007) yang menyebutkan imagery therapist membimbing
klien untuk merasakan atau visualisasi dengan tujuan relaksasi dan
penyembuhan. Terapi ini sangat baik untuk manajemen sakit dan gejala fisik
akibat masalah dan psikologis. Pemberian guided imagery merupakan salah
satu upaya yang dilakukan untuk penanganan rasa nyeri yang dirasakan
pasien.
Terapi ini meningkatkan relaksasi pada pasien, mengalihkan
konsentrasi dan perhatian dari rasa nyeri serta berangsur-angsur menurunkan
80
persepsi terhadap rasa yang dirasakan. Sesuai dengan pendapat dari Prasetyo
(2010) yang menyebutkan salah satu tehnik relaksasi untuk menurunkan nyeri
atau mencegah meningkatnya nyeri adalah dengan guided imagery (imajinasi
terbimbing) yaitu kegiatan klien memuat suatu bayangan yang menyenangkan
dan mengosentrasikan diri pada bayangan tersebut serta berangsur-angsur
membebaskan diri dari perhatian terhadap nyeri. Hasil penelitian ini
membuktikan ada pengaruh yang signifikan pemberian guided imagery
terhadap nyeri pada pasien post operasi fraktur. Keberhasilan terapi yang
dilakukan disebabkan karena penerapan guided imagery berjalan dengan baik
dan dilakukan sesuai dengan petunjuk pelaksanaan terapi. Keberhasilan juga
didukung oleh sikap kooperatif pasien yang mengikuti bimbingan perawat
dengan baik. Keberhasilan penerapan guided imagery memberikan dampak
positif terhadap penurunan tingkat pada pasien post operasi fraktur
Pada diagnosa keperawatan yang kedua yaitu hambatan mobilitas fisik
berhubungan dengan penurunan kekuatan otot, penulis melakukan tindakan
selama tiga hari mulai 12-14 Januari 2016 mengkaji kemampuan pasien
dalam mobilitas. Respon pasien saat dilakukan tindakan adalah respon
subjektif pasien mengatakan bersedia diajarkan teknik mobilitas. Respon
objektif kekuatan tangan kiri 5/3, terdapat luka jahitan, post operasi fraktur,
dibalut dengan balutan elastic.
Hambatan mobilitas fisik adalah keterbatasan dalam, pergerakan fisik
mandiri dan terarah pada tubuh atau suatu ekstremitas atau lebih. Tingkatan
hambatan fisik : tingkat 0 mandiri, tingkat 2 memerlukan bantuan dari orang
81
lain, tingkat 3 menggunakan bantuan dari orang lain dan peralatan, tingkat 4
ketergantungan (Walkinson, 2011). Batasan karakteristik : perubahan cara
berjalan, keterbatasan kemampuan untuk melakukan keterampilan motorik
kasar, ketidakstabilan postur, pergerakan lambat (Herdman, 2011).
Pada diagnosa keperawatan yang ketiga yaitu kerusakan integritas
kulit berhubungan dengan perubahan turgor, penulis melakukan tindakan
selama tiga hari mulai 12-14 Januari 2016 intruksikan kepada pasien untuk
selalu membersihkan lukanya bila sudah dirumah. Respon pasien saat
dilakukan tindakan adalah respon subjektif pasien mengatakan siap mengerti.
Respon objektif pasien tampak paham. Kerusakan integritas kulit adalah
perubahan atau gangguan epidermis dan atau dermis. Batasan karakteristik :
kerusakan lapisan kulit, gangguan permukaan kulit, invasi struktur tubuh
(Walkinson, 2011).
F. Evaluasi
Evaluasi adalah tahap kelima dari proses keperawatan. Pada tahap ini
perawat membandingkan hasil tindakan yang telah dilakukan dengan kriteria
hasil yang sudah ditetapkan serta menilai apakah masalah yang terjadi sudah
teratasi seluruhnya, hanya sebagian, atau bahkan belum teratasi semuanya.
Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan yaitu suatu proses yang digunakan
untuk mengukur dan memonitor kondisi klien untuk mengetahui (1)
kesesuaian tindakan keperawatan, (2) perbaikan tindakan keperawatan, (3)
kebutuhan klien saat ini, (4) perlunya dirujuk pada tempat kesehatan lain, (5)
82
apakah perlu menyusun ulang prioritas diagnosis supaya kebutuhan klien bisa
terpenuhi (Doenges dkk, 2006 dalam Debora, 2013).
Evaluasi keperawatan pada Ny.S yang dirawat di Ruang Flamboyan 1
RSUD Salatiga dimulai sejak hari selasa tanggal 12 Januari 2016 sampai hari
Jum’at tanggal 14 Januari 2016 untuk diagnosa nyeri akut berhubungan
dengan agen cidera fisik post operasi radius sinistra 1/3 distal, didapatkan
hasil evaluasi data subjektif pasien mengatakan sudah tidak merasakan nyeri
skala turun menjadi 1.Data objektif pasien tampak rileks dan tenang. Analisis
masalah nyeri akut teratasi, dengan bukti sesuai dengan kriteria hasil yang
sudah ditulis penulis adalah nyeri terkontrol pada skala 2-3, tidak ada nyeri
saat mobilitas, pasien tidak terlihat kesakitan, TTV dalam batas normal TD :
110/70 – 120/80 mmHg, N : 60-100x/menit, RR : 16-24x/menit. Panning
hentikan intervensi. Dengan kriteria hasil bahwa teknik relaksasi dapat
menurunkan nyeri pasca operasi (Brunner & Suddart, 2002.Tamsuri, 2006)
Hal ini menyatakan masalah nyeri akut teratasi dan hentikan intervensi.
Catatan perkembangan pada Ny.S yang dirawat di Ruang Flamboyan
1 RSUD Salatiga dimulai sejak hari selasa tanggal 12 Januari 2016 sampai
hari jum’at tanggal 13 Januari 2016 diagnosa hambatan mobilitas fisik
berhubungan dengan penurunan kekuatan otot. Hasil evaluasi data subjektif
pasien mengatakan dapat menggerakan tangannya tetapi pelan-pelan. Data
objektif kekuatan otot 5/3, pergelangan tangan sebelah kiri terdapat luka
jahitan post operasi dan dibalut dengan balutan elastic. Analisis masalah
hambatan mobilitas fisik teratasi sebagian, dengan bukti sesuai dengan
83
kriteria hasil yang sudah ditulis penulis adalah dapat memindahkan atau
menggerakkan tangannya dan pergelangan tangannya, gerakan otot tangan
kiri 4-5. Planning lanjutkan intervensi dengan observasi keadaan umum
kembali, anjurkan klien melakukan aktivitas secara mandiri, kolaborasi
dengan fisioterapi.
Catatan perkembangan pada Ny.S yang dirawat di Ruang Flamboyan 1
RSUD Salatiga dimuali sejak hari selasa tanggal 12 Januari 2016 sampai hari
jum’at tanggal 13 Januari 2016 diagnosa kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan perubahan turgor. Hasil evaluasi data subjektif pasien
mengatakan ada jahitan luka post operasi pada pergelangan tangan sebelah
kiri. Data objektif dipergelangan tangan sebelah kiri terdapat luka jahitan post
operasi dan ditutup dengan balutan elastic. Analisis masalah kerusakan
integritas kulit belum teratasi dengan bukti sesuai dengan kriteria hasil yang
sudah ditulis penulis adalah, mampu melindungi kulit dan mempertahankan
kelembapan, luka tetap bersih, tidak ada infeksi. Planning lanjutkan intervensi
dengan ajarkan memonitor kulit adanya kemerahan, ajarkan kebersihan kulit
agar tetap bersih dan kering, ajarkan membersihkan, memantau dan
meningkatkan proses penyembuhan luka yang ditutup dengan jahitan,
intruksikan ke pasien untuk selalu membersihkan lukanya bila sudah di rumah.
Evaluasi penulis adalah tidak ada hambatan saat melakukan terapi
GUIDED IMAGERYuntuk menghilangkan rasa nyeri terhadap pasien post
operasi fraktur radius sinistra 1/3 distal pasien tampak senang saat dilatih
84
terapi GUIDED IMAGERYdan pasien juga sudah bisa melakukan teknik
GUIDED IMAGERYdengan sendiri saat rasa nyeri itu muncul kembali.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
Setelah penulis melakukan pengkajian, analisa data, penentuan diagnose,
implementasi dan evaluasi tentang pemberian terapiguided imagery pada asuhan
keperawatan Ny. s dengan post Oprasi Fraktur Radius Sinistra 1/3 Distal di RSUD
salatiga .secara metode kasus, maka dapat ditarik kesimpulan
A. Kesimpulan
Dari uraian bab pembahasan, maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai
berikut :
1.
Pengkajian
Pengkajian pada Ny. S diperoleh data subyektif pasien mengeluh
nyeri pada tangan kiri, nyeri setelah operasi dan bertambah saat
digerakkan, nyeri seperti tertusuk-tusuk, nyeri di pergelangan tanggan
kiri skala nyeri 6, nyeri terasa sewaktu-waktu, dengan data obyektif
pasien tampak meringis menahan nyeri.
2.
Diagnosa keperawatan
Hasil perumusan masalah sesuai dengan pengkajian perawatan
pada kasus Ny. S di tegakkan diagnosa keperawatan sesuai dengan
hirarki kebutuhan dasar menurut maslow yaitu prioritas diagnose pertama
nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik,prioritas diagnose ke
dua hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan otot dan
84
85
prioritas diagnose ketiga kerusakan integritas kulit berhubungan
dengan faktor mekanik (pembedahan)
3.
Intervensi
Diagnose keperawatan nyeri akut berhubungan dengan agen
cedera fisik intervensu yang di lakukan observasi karakteristik nyeri,
berikan tehnik guided imaginerysesuai jurnal, ajarkan untuk menghayal
dan mengalihkan nyerinya , kolaborasi dengan dokter untuk pemberian
analgesic.
Diagnose keperawatan mobilitas fisik berhubungan dengan
kelemahan otot inervensi yang di lakukan bantu tingkat mobilitas fisik,
bantu pasien untuk aktifitas , ajarkan rom kolaborasi dengan ahli terapi.
Diagnose keperawatan intergritas kulit berhubugan dengan factor
mekanik pembedahan, intervensi yang di lakukan observasi intergritas
kulit, lakukan perawatan luka, ajarkan cara untuk mempertahankan luka
agar tetap lembab, kolaborasi dengan ahli gizi.
4.
Implementasi
Dalam asuhan keperawatan Ny. S dengan fraktur radius sinistra
1/3 distal di ruang flamboyan 2 RSUD Salatiga telah sesuai dengan
intervensi yang penulis rumuskan . Penulis menekankan pemberian
guided imagery untuk mengalihkan dan menurunkan intensitas nyeri
dengan melakukannya 2 kali dalam sehari dalam 2 hari kelolaan .
86
5.
Evaluasi
Hasil evaluasi masalah keperawatan pertama nyeri akut
berhubungan dengan agen cidera fisik sudah teratasi. Untuk mencapai
hasil yang maksimal intervensi di pertahankan ajarkan klayen tentang
bagai mana cara mengontrol nyeri denganguided imagery.
Masalah
keperawatan
ke
dua
hambatan
mobilitas
fisik
berhubungan dengan kelemahan otot teratasi sebagian untuk mencapai
hasil yang maksimal intervensi keperawatan di lanjutkan dengan ajarkan
pasien dalam ambulasi ajar kam rom aktif dan pasif ,ajarkan kepada
keluarga bagaimana cara melakukan rom konsultasi dengan terapi fisik
Masalah keperawatan kerusakan intergritas kulit berhubugan
dengan factor mekanikpembedahan .untuk mencpai hasil yang maksimal
intervensi keperawatan di lanjutkan ajarkan kebersihan kulit agar tetap
bersih dan kering , ajarkan membersihkan , memantau dan meningkatkan
proses penyembuhan luka yang di tutup dengan jahitan
6.
Analisa
Pemberian tehnik relaksasi guided imagery efektif untuk menurunkan
nyeri pada pasien Ny. S. Hal ini terbukti ada penurunan skalanyeri dari 6
menjadi 1.
Hasil penerapan tindakan keperawatan pemberian tehnik relaksasi
guided imageryterhadap intensitas nyeri, yang dilakukan selama 3 hari
mampu mengurangi intensitas nyeri pasien di ruang plamboyan 1 RSUD
Salatiga
87
B. Saran
Dengan memperhatikan kesimpulan diatas, penulis memberi saran sebagai
berikut :
1.
Bagi Rumah Sakit
Diharapkan dapat memberikan pelayanan kepada pasien lebih optimal
dan meningkatkan mutu rumah sakit.
2.
Bagi tenaga kesehatan khususnya perawat
Hendaknya perawat memiliki tanggung jawab dan ketrampilan
yang lebih dan selalu berkoordinasi dengan tim kesehatan yang lain
dalam memberikan asuhan keperawatan khususnya dalam program
rehabilitasi medic pada klien dengan fraktur post op radius sinistra 1/3
distal .perawat melibatkan keluarga klien dalam bemberian asuhan
keperawatan
3.
Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan institusi pendidikan memberikan kemudahan dalam
pemakaian sarana dan prasarana yang merupakan fasilitas bagi
mahasiswa
untuk
menggembangkan
ilmu
pengetahuan
dan
keterampilannya dalam melalui praktik klinik dan pembuatan laporan.
4.
Bagi Penulis Selanjutnya
Diharapkan penulis dapat menggunakan atau memanfaatkan
waktu lebih efektif, sehingga dapat memberikan asuhan keperawatan
pada pasien secara optimal.
88
DAFTAR PUSTAKA
Andarmoyo, S. 2013. Konsep& Proses KeperwatanNyeri. Ar-ruzz. Yogyakarta
Helmi Noor Zairin. 2012. Buku Saku Kedaruratan Dibidang Bedah Ortopedi. Selemba
Medika, Jakarta.
Jitowiyono S. &Kristiyanasari
NuhaMedika. Yogyakarta
W.2012.AsuhanKeperawatan
Post
OperasiEdisi
2.
Lewis, et al. 2011.Medical Surgical Nursing Assesment and Management of Clinical
Problems Volume 2. Mosby: ELSEVIER
Perry & Potter. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Edisi 4, Volume 1 Jakarta :
EGC
Potter, P. A,.& Perry, A. G. 2006.Buku Ajar Fundamental KeperawatanKonsep, Proses
danPraktek Volume2, Edisi 4. EGC. Jakarta
Price, S.A., & Wilson, L. M. 2006.Patofisiologikonsepklinis proses-proses penyakit.(Ed.6).
EGC. Jakarta
RasjadChairuddin.
Jakarta
2007.
PengantarIlmuBedahOrtopediedisiketiga.PT.YarsifWatampone.
Rohimin, Lukman. 2009. Internet. Kecelakaan Penyebab Fraktur. http://blogspot. 11
November 2012
Sjamsuhidajat, R & Jong, W.D. 2005.Buku Ajar Ilmubedah.EGC. Jakarta
Smeltzer,S.,C., dan Bare, G. 2008. Brunner &Suddarth’s. Textbook of Medical Surgical
Nursing. Philadelpia : Lippincott.
Tamsuri, A. 2006.Konsep&PenatalaksanaanNyeri.EGC. Jakarta
Tamsuri, A. 2007.Konsep&PenatalaksanaanNyeri.EGC. Jakarta
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, vol 3 Edisi 8.
Deswani. 2009. Proses Keperawatan dan Berfikir Kritis. Jakarta : Salemba Medika
Fadlani, YW., Harapan, IA. 2012. Terapi Perilaku Kognitif Distraksi terhadap Intensitas
Nyeri
Pasien
dengan
Fraktur
Femur
yang
Terpasang
Traksi.
http://jurnal.USU.ac.id/index.php/jkk/article/view/333. diakses tanggal 9 Desember
2015
Hidayat, 2005. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta : EGC
89
Lukman dan Ningsih, N. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Jakarta : Salemba Medika
Muttaqin, A. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal.
Jakarta : EGC
Prasetyo, Sigit nian, 2010 konsep dan proses keperawatan Nyeri . Edisi pertama .Yogyakarta
: Graham Ilmu.
Suhartini, dkk. 2013. Pengaruh Teknik Relaksasi Terhadap Intensitas Nyeri. Jurnal
Keperawatan Jilid 1, Manado
Susana at all. 2007. Terapi Modalitas Dalam Keperawatan kesehatan jiwa : Di sertai
standard Operating Procedur (SOP) . Jogjakarta : Mitra Cendikiawa Press.
Download