BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Manajemen Manajemen

advertisement
5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1
Pengertian Manajemen
Manajemen berasal dari kata to manage yang berarti mengatur.
Pengaturan dilakukan melalui proses dan diatur berdasarkan urutan dari
fungsi-fungsi manajemen itu sendiri. Beberapa pengertian manajemen
menurut para ahli, antara lain;
Menurut Hasibuan (2005) “Organisasi dan Motivasi” mengatakan
bahwa, “Manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan
sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien
untuk mencapai satu tujuan.”
Menurut Sikula (Hasibuan 2007), “Manajemen pada umumya
dikaitkan
dengan
aktivitas-aktivitas
perencanaan,
pengorganisasian,
pengendalian, penempatan, pengarahan, pemotivasian, komunikasi dan
pengambilan keputusan yang dilakukan oleh setiap organisasi dengan tujuan
untuk mengkoordinasikan berbagai sumber daya yang dimiliki oleh
perusahaan sehingga akan dihasilkan suatu produk atau jasa secara efisien.”
Menurut Griffin (2004:7), “Manajemen adalah serangkaian aktivitas
(termasuk perencanaan dan pengambilan keputusan, pengorganisasian,
kepemimpinan, dan pengendalian) yang diarahkan pada sumber-sumber daya
organisasi (manusia, finansial, fisik dan informasi) dengan maksud untuk
mencapai tujuan organisasi secara efektif dan efisien.”
6
Dari definisi – definisi di atas, dapat kita simpulkan bahwa manajemen
sebagai seni adalah suatu kreatifitas pribadi yang disertai suatu keterampilan.
Dan manajemen sebagai ilmu adalah suatu kumpulan pengetahuan yang logis
dan sistematis. Di mana ilmu pengetahuan mengajarkan kepada orang tentang
suatu pengetahuan, dan seni di mana dapat mendorong orang untuk
mempraktikannya.
Selain sebagai seni dan ilmu, manajemen juga sebagai proses unuk
mencapai tujuan organisasi yang di dalamnya diperlukan perencanaan yang
matang (planning), pelaksanaan yang konsisten, dan pengendalian yang
kontinu agar tujuan yang diinginkan dapat tercapai dengan efektif dan efisien.
2.1.1 Fungsi Manajemen
Menurut Terry (2008) dalam bukunya “Prinsip-prinsip Manajemen”
terdapat fungsi manajemen, yakni :
a)
Planning, yakni menetapkan pekerjaan yang harus dilaksanakan oleh
kelompok untuk mencapai tujuan yang digariskan, termasuk kegiatan
pengambilan keputusan.
b)
Organizing, yakni membagi komponen-komponen kegiatan yang dibutuhkan
untuk mencapai tujuan ke dalam kelompok-kelompok, membagi tugas kepada
seorang manajer untuk mengadakan pengelompokan tersebut dan menetapkan
wewenang di antara kelompok atau unit-unit organisasi.
c)
Actuating, atau disebut juga gerakan aksi, mencakup kegiatan yang dilakukan
seorang manajer untuk mengawali dan melanjutkan kegiatan yang ditetapkan
7
oleh unsur perencanaan dan pengorganisasian agar tujuan-tujuan dapat
tercapai.
d)
Controlling, yakni pengendalian dimana mencakup kelanjutan tugas untuk
melihat apakah kegiatan-kegiatan dilaksakan sesuai dengan rencana.
2.1.2
Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia
Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) merupakan bidang
strategis dari organisasi. Manajemen Sumber Daya Manusia harus dipandang
sebagai perluasan dari pandangan tradisional untuk mengelola orang secara
efektif dan untuk itu membutuhkan pengetahuan tentang perilaku manusia dan
kemampuan mengelolanya
Aset paling penting yang harus dimiliki perusahaan dan diperhatikan
adalah tenaga kerja atau manusia (sumber daya manusia). Manajemen sumber
daya manusia adalah kegiatan pengelolaan yang meliputi pendayagunaan,
pengembangan, penilaian, pemberian balas jasa bagi manusia sebagai individu
anggota organisasi.
Berikut ini beberapa pengertian Manajemen SDM menurut beberapa ahli:
Menurut Hasibuan (2007:11), “Manajemen sumber daya manusia
adalah ilmu atau seni yang mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja
secara efektif dan efisien yang membantu terwujudnya tujuan perusahaan,
karyawan dan masyarakat.”
Menurut Mangkunegara (2010) menjelaskan bahwa “Manajemen SDM
adalah suatu pegelolaan dan pendayagunaan sumber daya yang ada pada
individu (pegawai).” Menurut Handoko (2006), “Manajemen SDM adalah
8
penarikan, seleksi, pengembangan, pemeliharaan, dan penggunaan sumber
daya manusia untuk mencapai tujuan-tujuan, baik tujuan individu maupun
organisasi.”
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa manajemen SDM
adalah ilmu yang mengatur pemanfaatan tenaga kerja yang mengacu pada
prosedur-prosedur yang telah ditetapkan agar berjalan dengan baik demi
tercapainya tujuan organisasi atau dapat disimpulkan ahwa Sumber daya
Manusia
merupakan
suatu
proses
yang
terdiri
dari
perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian terhadap manusia sehingga
dapat mencapai tujuan organisasi.
2.1.3
Penelitian Terdahulu
Sebagai tambahan informasi/data penelitian, penulis juga mencari
kajian dari penelitan yang telah dilakukan sebelumnya, antara lain :
1)
Skripsi dengan judul “ Pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap
Kinerja Karyawan PT Adira Finance” penelitian ini dilakukan pada
tahun 2008 oleh Nurita, R. Yolla Permata dan berlokasi di Bandung,
Jawa Barat. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif dan
mengambil sample sebanyak 50 orang.
Jenis data yang dip[akai adalah data primer dan sekunder, dan teknik
pengumpulan data digunakan wawancara dan kuisioner.
Variabel yang digunakan adalah Gaya Kepemimpinan (variable
Independen) dan Kinerja Karyawan (variable Dependen)
9
Hasil dari penelitian tersebut adalah pengaruh Gaya Kepemimpinan
memiliki kontribusi positif terhadap kinerja, namun keleman dari
penelitian ini hanya membahas 1 variabel independent saja
2)
Skripsi dengan judul “ Pengaruh Kompensasi dan Motivasi terhadap
Kinerja Karyawan Apotik Berkah” penelitian ini dilakukan pada tahun
2012 oleh Fajar Kurniadi dan berlokasi di Cirebon, Jawa Barat.
Metode yang digunakan adalah metode deskriptif dan mengambil
sample sebanyak 32 orang.
Jenis data yang dip[akai adalah data primer dan sekunder, dan teknik
pengumpulan data digunakan wawancara dan kuisioner.
Variabel yang digunakan adalah Kompensasi & Motivasi (variable
Independen) dan Kinerja Karyawan (variable Dependen)
Hasil dari penelitian tersebut adalah pengaruh Kompensasi & Motivasi
memiliki kontribusi positif terhadap kinerja, namun keleman dari
penelitian ini hanya membahas 1 variabel independent saja
2.2.
Kepemimpinan
2.2.1
Definisi
Kepemimpinan adalah terjemahan dari kata leadership.
Arti dari
kepimpinan berbeda dengan pemimpin. Karena kepemimpinan merupakan
suatu sifat yang dimiliki oleh setiap pemimpin. Sedangkan pemimpin adalah
seseorang yang tugasnya memimpin.
10
Hasibuan (2007) mendefinisikan kepemimpinan yaitu cara seorag
pemimpin mempengaruhi perilaku bawahannya, agar mau bekerja sama, dan
bekerja secara produktif untuk mencapai tujuan organisasi
Menurut Hasibuan (2007) menyatakan bahwa kepemimpinan adalah
cara seorang pemimpin mempengaruhi perilaku bawahan agar mau bekerja
sama secara produktif.
Jadi berdasarkan kedua definisi diatas, peneliti menyimpulkan bahwa
kepimpinan adalah sebuah proses untuk mempengaruhi, mendorong dan
membatnu orang lain untuk bekerjasama secara antusias dalam pencapaian
tujuan organisasi.
Menurut Sopiah (2008) terdapat beberapa elemen yang tersirat dalam
berbagai definisi kepemimpinan, yaitu sebagai berikut :
a)
Kepemimpinan melibatkan orang lain, yaitu bawahan atau pengikut
b)
Kepemimpinan mencakup distribusi kekuasaan yang tidak sama antara
pemimpinan dengan bawahannya.
Pemimpin memiliki wewenang untuk
mengarahkan bawahannya untuk mecapai tujuan organisasi
c)
Walaupun secara sah, seorang pemimpin dapat memberikan perintah atau
arahan, pemimpin juga dituntut untuk dapat mempengaruhi perilaku dan
bawahannya dengan berbagai cara agar tujuan organisasi tercapai
2.2.2
Fungsi kepemimpinan
Kepemimpinan pada dasarnya adalah kemampuan memimpin atau
mempengaruhi dan mengendalikan orang untuk mencapai tujuan bersama. Hal
ini meliputi 3 tugas pokok kepemimpinan atau disebut juga 3 fungsi
11
kepemimpinan.
Adapun yang dimaksud dengan 3 fungsi kepemimpinan
adalah sebagai berikut :
a)
Menangani situasi tertentu dalam organisasi internal maupun eksternal
b)
Memenuhi situasi tersebut
c)
Menentukan sikap dan tindakan dalam menghadapi dan mengatasi situasi
tersebut
2.2.3
Teori kepemimpinan
Kepemimpinan merupakan kunci sukses suatu organisasi, walaupun
bukan satu-satunya ukuran keberhasilan organisasi. Oleh karena iu banyak
studi dan penelitian yang dilakukan untuk mengidentifikasi sifat dan cirri-ciri
kepemimpinan yang efektif.
Pada dasarnya teori-teori kepemimpinan
mencoba menerangkan 2 hal, yaitu faktor-faktor yang terlibat dalam
pemunculan kepemimpinan dan sifat dasar kepemimpinan. Pendekatan teori
kepemimpinan yang telah dilakukan seperti yang ditulis Robbins (2008) dan
Sopiah (2008), diantaranya sebagai berikut :
a.
Trait Approach (Pendekatan sifat)
Pendekatan ini mempertanyakan sifat-sifat apakah yang membuat seseorang
menjadi pemimpin. Dengan demikian lingkungan tidak ikut diperhitungkan
dalam menentukan efektivitas kepemimpinan.
Karakteristik personalitas
antara lain meliputi umur, kedewasaan, bentuk fisik, pendidikan, karisma, dan
sebagainya. Eori ini mengatakan bahwa efektivitas pemimpin tergantung pada
12
karakter pemimpinnya. Sifat yang dimiliki pemimpinan, menurut teori ini,
berbeda dengan sifat orang kebanyakan.
b.
Behavior Approach (Pendekatan perilaku)
Pendekatan ini didasarkan pada identifikasi pola perilaku kepemimpinan
dengan kinerja kelompok.
Pendekatan gaya ini mempunyai asumsi dasar
pegawai akan bekerja lebih giat jika pemimpin menerapkan gaya
kepemimpinan tertentu.
Oleh karena unsure yang paling kritis menurut
pendekatan ini adalah perilaku pimpinan terhadap bawahan Pendekatan teori
perilaku dimulai dengan penelitian yang dilakukan oleh unversitas Ohio pada
akhir tahun 1940
c.
Conigency approach (Pendekatan kontgensi)
Pendekatan ini mempertimbangkan variable ataupun faktor lain ang
berpengaruh dalam situasi kepemimpinan. Sehingga dalam menerakan suatu
gaya kepemimpinan seseorang harus memperhitungkan segala sesuatunya
terlebih dahulu.
2.3.
Gaya Kepemimpinan
Menurut Tjiptono (2006:161) gaya kepemimpinan adalah suatu cara
yang digunakan pemimpin dalam berinteraksi dengan bawahannya.
Dalam gaya kepemimpinan ada anggapan bahwa tidak satupun gaya
kepemimpinan yang dianggap efektif untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Gaya kepimpinan yang paling efektif sulit ditentukan, hal ini
disebabkan karena perusahaan memiliki kondisi dan situasi yang berbeda-
13
beda. Seorang pemimpin didalam memilih gaya kepemimpinannya hendaklah
memperhatikan faktor-faktor sebagai berikut :
a)
Kekuatan-kekuatan yang ada pada diri pemimpin
b)
Kekuatan-kekuatan yang ada pada bawahan
c)
Kekuatan-kekuatan yang ada pada lingkungan
Seorang pemimpin dipengaruhi oleh latar belakang, pengetahuan,
penilaian, pengalaman yang merupakan kekuatan-kekuatan yang ada pada diri
pemimpin.
Pada akhirnya gaya kepemimpinan seorang pemimpin harus
memperhatikan pula faktor situasi organisasi serta jenis pekerjaannya
Menurut Hasibuan (2007), gaya kepemimpinan terbagi menjadi 4
macam, yaitu otoriter, partisipasi, delegatif dan situasional, sedangkan
menurut Siagian (2005), gaya kepemimpinan dibagi menjadi 3 macam, yaitu
otoriter, demokrasi dan kepemimpinan bebas
Macam-macam gaya kepemimpinan diatas adalah :
a.
Gaya kepemimpinan otoriter
Kepemimpinan otoriter adalah jika kekuasaan atau wewenang sebagian besar
mutlak tetap berada pada pimpinan atau kalau pimpinan menganut system
sentralisasi wewenang.
Pengambilan keputusan dan kebijaksanaan hanya
ditetapkan hanya oleh pemimpin, bawahan tidak diikutsertakan untuk
memberikan saran, ide, pertimbangan salam proses pengambilan keputusan.
Gaya kepemimpinan ini didasarkan atas perintah-perintah, memaksakan dan
tindakan arbiter dalam hubungan antara pemimpin dengan bawahan
b.
Gaya kepemimpinan demokratis
14
Gaya
kepemimpinan
demokratis
kepemimpinan otoriter.
merupakan
kebalikan
dari
gaya
Gaya kepemimpinan demokratis perlakuannya
bersifat kerakyatan atau persaudaraan, kerjasama dengan yang dipimpinannya
berjalan manusiawi, anak buah bukan sebagai atasan dengan bawahan akan
tetapi sebagai saudara atau teman sekerja.
Gaya kepemimpinan ini dalam melakukan tugas, pemimpin menerima saransaran anak buah dan kritikan yang berguna bagi keberhasilan pekerjaan,
memberikan kebebasan yang cukup kepada anak buahnya dengan menaruh
kepercayaan yang cukup bahwa mereka akan berusaha sendiri menyelesaikan
tugasnya dengan baik.
c.
Gaya kepemimpinan bebas
Gaya kepmimpinan bebas membiarkan anak buahnya untuk berbuat
sekehendak hati sendiri, dimana petunjuk, pengawasan dan control kegiatan
atau pekerjaan anak buahnya tidak dilakukan. Pembagian tugas, cara bekerja
sama semuanya diserahkan kepada anak buahnya, saran, pengarahan dari
pimpinan tidak ada, sedangkan kekuasaan dan tanggung jawab menjadi
simpang siur, sehingga keadaannya sulit dikendalikan, akibatnya mudah
terjadi kekacauan.
2.4
Budaya Organisasi
2.4.1
Definisi
Dalam pandangan antropologi, dulu budaya dipandang sebagai segala
manifestasi dari kehidupan manusia yang berbudi luhur yang bersifat rohani
15
seperti agama, kesenian, filsafat, ilmu pengetahuan dan sebagainya.Dewasa ini
budaya diartikan sebagai manifestasi kehidupan setiap orang dan setiap
kelompok orang – orang. Kini budaya dipandang sebagai sesuatu yang lebih
dinamis.
Menurut. Taylor (Sobirin : 2007), “Budaya adalah kompleksitas
menyeluruh yang terdiri dari pengetahuan, keyakinan, seni, moral, hukum,
adat kebiasaan, dan berbagai kapabilitas lainnya serta kebiasaan apa saja yang
diperoleh seorang manusia sebagai bagian dari sebuah masyarakat.”
Wibowo (2008:371) memberikan arti, “Budaya sebagai gagasan,
kepentingan, nilai – nilai dan sikap yang disumbangkan oleh kelompok.
Budaya menjadi latar belakang, keterampilan, tradisi, komunikasi dan proses
keputusan, mitos, ketakutan, harapan, aspirasi, dan harapan yang menjadi
pengalaman.”
Sedangkan menurut Schein (Tika:2008) mendefinisikan “Budaya
sebagai suatu pola asumsi yang diciptakan, ditemukan atau dikembangkan
oleh kelompok tertentu sebagai pembelajaran untuk mengatasi masalah
adaptasi eksternal dan integrasi internal yang resmi dan terlaksana dengan baik
dan cara yang tepat memahami, memikirkan dan merasakan terkait dengan
masalah-masalah tersebut.”
Dari definisi budaya di atas, dapat diketahui bahwa unsur – unsur yang
terdapat dalam budaya adalah : ilmu pengetahuan, kepercayaan, seni, moral,
hukum, adat istiadat, norma masyarakat, asumsi-asumsi dasar, sistem nilai,
pembelajaran/pewarisan, masalah adaptasi ekternal dan integrasi internal serta
cara mengatasinya.
16
Demikian juga organisasi diciptakan untuk mencapai tujuan yang
diinginkan.
Menurut
Schermerhorn
(Tika:2008)
menyatakan
bahwa
“Organisasi adalah kumpulan orang yang bekerja sama untuk mencapai tujuan
bersama.”
Menurut Bernard (Tika:2008) menyatakan bahwa “Organisasi adalah
bekerja sama dua orang atau lebih, suatu sistem dari aktivitas-aktivitas atau
kekuatan-kekuatan perorangan yang dikoordinasikan secara sadar.”
Sedangkan Robins (Sobirin:2007) mendefinisikan “Organisasi sebagai
unit sosial yang disengaja didirikan untuk jangka waktu yang relatif lama,
beranggotakan dua orang atau lebih yang bekerja bersama-sama dan
terkoordinasi, mempunyai pola kerja yang terstruktur, dan didirikan untuk
mencapai tujuan bersama atau satu set tujuan yang telah ditentukan
sebelumnya.”
2.4.2
Dimensi
Setiap organisasi mempunyai budaya organisasi yang berbeda dan
mempunyai masing-masing spesifik karakteristik. Namun, budaya organisasi
tidak selalu tetap dan perlu disesuaikan dengan perkembangan lingkungan.
Wibowo (2008:378) mengartikan, “Budaya organisasi sebagai cara orang
melakukan sesuatu dalam organisasi. Budaya organisasi merupakan satuan
norma yang terdiri dari keyakinan, sikap, core value, dan pola perilaku yang
dilakukan orang dalam organisasi.”
17
Dari beberapa pengertian budaya organisasi yang dikemukakan oleh
para tokoh budaya organisasi di atas terkandung unsur-unsur dalam budaya
organisasi sebagai berikut :
a.
Asumsi dasar
Dalam budaya organisasi terdapat asumsi yang dapat berfungsi sebagai
pedoman bagi anggota maupun kelmpok dalam organisasi untuk berperilaku.
b.
Keyakinan yang dianut
Dalam budaya organisasi terdapat keyakinan yang dianut dan dilaksanakan
oleh para anggota organisasi. Keyakinan ini mengandung nilai-nilai yang
dapat membentuk
slogan atau moto, asumsi dasar, tujuan umum
organisasi/perusahaan, filosofi usaha, atau prinsip-prinsip menjelaskan usaha.
c.
Pemimpin atau kelompok pecinta pengembangan budaya organisasi
Budaya organisasi perlu diciptakan dan dikembangkan oleh pemimpin
organisasi/perusahaan atau kelompok tertentu dalam organisasi atau
perusahaan tersebut.
d.
Pedoman mengatasi masalah yang dihadapi perusahan
Dalam organisasi/perusahaan terdapat dua masalah yang sering muncul yaitu
masalah adaptasi eksternal dan masalah integrsi internal.Kedua masalah
tersebut dapat diatasi dengan asumsi dasar dan keyakinan yang dianut bersama
anggota organisasi.
e.
Berbagi nilai (sharing of value)
Dalam budaya organisasi perlu berbagai nilai terhadap apa yang paling
diinginkan atau apa yang lebih baik atau berharga bagi seseorang.
f.
Pewarisan (learning process)
18
Asumsi dasar dan keyakinan yang dianut oleh anggota organisasi perlu
diwariskan kepada anggota-anggota baru dalam organisasi sebagai pedoman
untuk bertindak dan berperilaku dalam organisasi/perusahaan tersebut.
g.
Penyesuaian (adaptation)
Perlu penyesuaian anggota kelompok terhadap peraturan atau norma yang
berlaku dalam organisasi tersebut, serta adaptasi organisasi/perusahaan
tersebut terhadap perubahan lingkungan.
Berdasarkan uraian diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa budaya
organisasi adalah sistem nilai-nilai yang diyakini sema anggota organisasi
yang dipelajari, diterapkan serta dikembangkan secara berkesinambungan,
berfungsi sebagai sistem perekat, dan dapat dijadikan acuan berperilaku dalam
organisasi untuk mencapai tujuan perusahaan yang ditetapkan.
2.4.3
Fungsi Budaya Organisasi
Dari sisi fungsi menurut Moeljono (2005:53) beberapa fungsi budaya
organisasi yaitu sebagai berikut :
a.
Memberikan identitas – identitas yang khas kepada anggota organisasi.
Identitas ini dapat membuatnya berbeda dengan anggota organisasi lain, dan
sekaligur memberikan pola identifikasi kepada organisasi dimana ia berada.
b.
Merekatkan setiap anggota organisasi satu sama lain, dan kepada institusi dan
sistem organisasi. Perekatan ini membangun trust dari organisasi diman ini
diperoleh jika terbangun orgnisasi yang kuat, yang melekatkan para
anggotanya satu sama lain.
19
c.
Memberikan standar-standar yang tepat untuk apa yang harus dilakukan oleh
para karyawan.
Maka demikian, fungsi budaya organisasi adalah sebagai perekat sosial
dalam mempersatukan anggota-anggota dalam mencapai tujuan organisasi
berupa ketentuan – ketentuan atau nilai-nilai yang harus dikatakan dan
dilakukan oleh para karyawan.
Budaya organisasi menawarkan suatu sistem bersama mengenai arti,
dimana menjadi dasar untuk komunikasi dan pemahaman bersama. Jika fungsi
ini tidak direalisasikan dalam suatu cara yang layak, budaya mungkin secara
signifikan mengurangi efisiensi organisasi.
2.4.4
Ciri Budaya Organisasi yang Kuat
Definisi budaya organisasi yang kuat menurut beberapa ahli, sebagai
berikut : Menurut. Robbins (Tika:2008) mendefinisikan, “Budaya organisasi
yang kuat adalah budaya dimana nilai-nilai inti organisasi dipegang secara
intensif dan dianut bersama secara meluas oleh anggota organisasi.”
Menurut Kotter dan Hesket (Tika:2008), “Budaya yang kuat adalah
budaya yang hampir semua manajer menganut bersama seperangkat nilai dan
metode manjalankan bisnis yang relatif konsisten. Karyawan baru akan
mengadopsi nilai-nilai ini dengan sangat cepat.”
Menurut Vijay Sathe (Tika:2008), “Budaya organisasi yang kuat
adalah budaya organisasi yang ideal dimana kekuatan budaya mempengaruhi
intensitas perilaku.”
20
Dari beberapa uraian diatas, dapat diketahui bahwa budaya organisasi yang
kuat apabila :
a.
Nilai-nilai budaya organisasi dianut secara bersama oleh seluruh pimpinan dan
anggota organisasi.
b.
Nilai-nilai budaya organisasi mempengaruhi perilaku pimpinan dan anggota
organisasi.
c.
Membangkitkan semangat perilaku dan bekerja lebih baik.
d.
Resisten (kuat) terhadap tantangan eksternal dan internal.
e.
Mempunyai sistem peraturan formal dan informal.
f.
Memiliki koordinasi dan kontrol perilaku.
Deal dan Kennedy (Tika:2008) menguraikan ciri-ciri budaya
organisasi yang kuat sebagai berikut :
1)
Anggota-anggota organisasi loyal kepada organisasi, tahu dan jelas apa tujuan
organisasi serta mengerti perilaku mana yang dipandang baik atau tidak baik.
2)
Pedoman bertingkah laku bagi orang-orang di dalam organisasi digariskan
dengan jelas, dimengerti, dipatuhi dan dilaksanakan oleh orang-orang didalam
organisasi sehingga orang-orang yang bekerja menjadi sangat kohesif.
3)
Nilai-nilai yang dianut organisasi tidak hanya berhenti pada slogan, tetapi
dihayati dan dinyatakan dalam tingkah laku sehari-hari secara konsisten oleh
orang-orang yang bekerja dalam organisasi, dari mereka yang berpangkat
paling rendah sampai pada pimpinan yang tertinggi.
4)
Organisasi memberikan tempat khusus kepada pahlawan-pahlawan organisasi
dan secara sistematis menciptakan bermacam-macam tingkat kepahlawanan.
21
5)
Dijumpai banyak ritual, mulai yang sangat sederhana sampai ritual yang
mewah.
Selain itu, menurut Tika (2008:116) ada unsur lain yang menjadi ciriciri budaya organisasi yang kuat, yaitu :
a.
Unsur Kohesi
Kohesi dari suatu kelompok yang kuat menyebabkan nilai – nilai budaya
organisasi dapat dipahami, dimengerti, dan dilaksanakan dengan penuh
kesadaran oleh anggota – anggota organisasi bahkan tidak segan
mengorbankan diri dan kelompoknya untuk kepentingan organisasi.Tingginya
kohesi kelompok berakibat jarang adanya perasaan ertekan dan kesalah
pahaman pada diri anggotanya.Mereka sangat loyal terhadap kepentingan
organisasi.
b.
Unsur Komitmen
Komitmen yang kuat menyebabkan seseorang bisa mengidentifikasikan
dirinya sebagai bagian dari organisasi tersebut.Tumbuhnya komitmen
seseorang dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu, imbalan, penghargaan,
prestise, pekerjaa yang dilakukan sangat berarti bagi dirinya, motivasi dan
sebagainya.
c.
Unsur Ritual
Salah satu kegiatan untuk menanamkan dan memperkuat budaya organisasi
adalah pimpinan organisasi perlu membuat acara – acara rutinitas. Berbagai
acara rutinitas tersebut bisa dilakukan antara lain seperti, rapat rutin, rekreasi
bersama, olah raga, malam kesenian, dan sebagainya.
d.
Unsur Jaringan Budaya
22
Memberikan contoh atau teladan yang ditunjukkan oleh seorang pimpinan
dalam berperilaku merupakan pedoman nyata yang cepat diikuti dan ditiru
oleh para bawahannya.Demikian pula dalam menanamkan dan memperkuat
nilai–nilai budaya kepada para anggota organisasi.
Pemberian contoh /
teladan yang dilakukan oleh pimpinan organisasi, sangat berpengaruh dan
dapat mempercepat penanaman dan perkuatan budaya organisasi kepada
seluruh anggota organisasi tersebut.
e.
Unsur Kinerja
Penilaian dan penghargaan secara berkala perlu dilakukan oleh pemimpin
organisasi kepada para anggotanya.Bagi anggota organisasi yang berprestasi
dalam penanaman nilai – nilai budaya organisasi perlu diberi penghargaan
seperti kenaikan jabatan, gaji, pemberian gelar, hadiah, dan sebagainya.
2.4.5
Karakteristik Budaya Organisasi
Robbin (2005), membagi beberapa karakteristik – karakteristik budaya
organisasi sebanyak 7, yaitu :
1.
Inovasi dan pengambilan resiko
Yaitu merupakan sejauh mana para karyawan didorong untuk melakukan
inovasi dan pengambilan resiko. Hal ini tentunya bertujuan untuk pencapaian
tujuan perusahaan.
2.
Perhatian kerincian
Yaitu adanya perhatian akan sejauh mana karyawan diharapkan bisa
menunjukkan kecermatan, analisis, dan perhatian terhadap rincian.
3.
Orientasi hasil
23
Yaitu sejauh mana manajemen memusatkan perhatian pada hasil, bukannya
pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil tersebut.
4.
Orientasi orang
Yaitu sejauh mana keputusan manajemen dalam memperhitungkan efek– efek
hasil pada orang – orang di dalam organisasi itu.
5.
Orientasi tim
Yaitu sejauh mana kegiatan kerja yang diorganisasikan sekitar tim-tim dan
bukan hanya individu semata.
6.
Keagresifan
Yaitu sejauh mana orang – orang itu agresif dan kompetitif dan bukannya
bersantai.
7.
Kemantapan
Yaitu sejauh mana kegiatan organisasi menekankan dipertahankannya status
quo dari pada terjadinya pertumbuhan.
2.5
Motivasi
2.5.1
Definisi Motivasi
Manajemen sumber daya manusia pada dasarnya berisikan langkahlangkah perencanaan, penarikan, seleksi, pengembangan, pemeliharaan, dan
penggunaan sumber daya manusia (SDM) untuk mencapai tujuan tertentu,
baik tujuan individual maupun tujuan organisasi.
Keberhasilan pengolahan organisasi atau prusahaan bisnis sanggat
ditentukan oleh aktivitas kegiatan pendayagunaan sumber daya manusia,
dalam hal ini seorang manajer harus memiliki teknik-teknik untuk dapat
24
memelihara prestasi dan kepuasan kerja, antar lain dengan memberikan
motivasi kepada bawahan agar dapat melaksanakan tugas sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
Motivasi adalah:
1.
Keinginan yang terdapat pada seorang individu yang merangsangnya
melakukan tindakan (GR. Terry, yang dikutip oleh Hasibuan (2007).
2.
Motivasi : pekerjaan yang dilakukan oleh manajer dalam memberikan
inspirasi, semangat, dan dorongan pada orang lain, dalam hal ini karyawannya
untuk mengambil tindakan-tindakan tertentu ( Liang Gie, yang dikutip oleh
Samsudin ( 2006 :281 ).
3.
Mangkunegara (2005:61) menyatakan “motivasi terbentuk dari sikap (attitude)
karyawan dalam menghadapi situasi kerja di perusahaan (situation). Motivasi
merupakan kondisi atau energi yang menggerakkan diri karyawan yang
terarah atau tertuju untuk mencapai tujuan organisasi perusahaan. Sikap
mental karyawan yang pro dan positif terhadap situasi kerja itulah yang
memperkuat motivasi kerjanya untuk mencapai kinerja maksimal”.
Motivasi meliputi perasaan unik, pikiran dan pengalaman masa lalu
yang merupakan bagian dari hubungan internal dan eksternal perusahaan
sedemikian pentingnya motivasi, banyak ahli filsafat, sosiolog, psikolog
maupun ahli manajemen melakukan penelitian. Berikut adalah definisi-definisi
mengenai motivasi yang dikutip dari beberapa ahli :
Motivasi berasal dari kata latin movere yang berarti dorongan atau
menggerakkan. Motivasi (motivation) dalam manajemen hanya ditujukan pada
sumber daya manusia umumnya dan bawahan khususnya. Motivasi
25
mempersoalkan bagaimana caranya mengarahkan daya dan potensi bawahan,
agar mau bekerja sama secara produktif berhasil mencapai dan mewujudkan
tujuan yang telah ditentukan. Berikut ini adalah pengertian-pengertian
motivasi kerja menurut para ahli, diantaranya yaitu:
Motivasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), (2008:930)
adalah :
“ Dorongan yang timbul pada diri seseorang sadar atau tidak sadar untuk
melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu, atau usaha–usaha yang
dapat menyebabkan seseorang atau sekelompok orang tertentu bergerak
melakukan sesuatu karena ingin mencapai tujuan yang dikehendaki.”
Motivasi kerja menurut Robbin (2006:214) bahwa : Motivasi
merupakan proses yang berperan pada intensitas, arah, dan lamanya
berlangsung upaya individu ke arah pencapaian tujuan.
Motivasi kerja menurut Hasibuan (2005:141) bahwa : Motivasi kerja
adalah hal yang menyebabkan, menyalurkan, dan mendukung perilaku
manusia, supaya mau bekerja giat dan antusias mencapai hasil kerja yang
optimal.
Motivasi kerja menurut Kusnadi (2002:330) adalah upaya-upaya yang
memunculkan semangat dari dalam orang itu sendiri melalui fasilitas
penyediaan kepuasan.
Dari pengertian diatas bahwa motivasi kerja merupakan suatu keahlian
dalam mengarahkan atau mengendalikan dan menggerakan seseorang untuk
melakukan tindakan akan perilaku yang diinginkan berdasarkan sasaransasaran yang sudah ditetapkan untuk mencapai tujuan tertentu.
26
2.5.2
Teori Motivasi
Perspektif Isi Pada Motivsi
Pendekatan teori isi tentang motivasi mencoba untuk menentukan
motif-motif apa saja yang mendorong seseorang untuk bekerja dengan giat.
Pendekatan ini kemudian mencari isi motif-motif tersebut.
Selain itu
pendekatan ini menegaskan bahwa motif yang tidak terpuaskan akan
menimbulkan kekurangan bagi individu, dan kekurangan ini harus dipenuhi,
jika tidak maka individu akan mengalami ketegangan (stress) sehingga untuk
menghilangkan ketegangan tersebut kebutuhan ini harus dipenuhi.
McLelland (1985) menemukan 3 macam motif yang sangat
mempengaruhi kemajuan, keberhasilan dan kinerja organisasi, yaitu :
1.
Motif Kekuasaan
Motif kekuasaan ini ditandai dengan keinginan individu uantuk memegang
kendali atas orang lain, mempengaruhi orang lain dan sekaligus menguasai
kehidupan orang lain
2.
Motif Afiliasi
Motif afiliasi berkaitan dengan kebutuhan individu untuk menjalin hubungan
social secara harmonis dengan orang lain dan berusaha untuk diterima oleh
lingkungan sosialnya.
3.
Motif Berprestasi
Motif berprestasi ini ditandai dengan dorongan dari individu untuk
memperoleh kesuksesan yang maksimal, menyukai tantangan pekerjaan, ingin
27
menghasilan prestasi yang tinggi dan semangat bersaing untuk menjadi yang
terbaik.
Menurut McLelland (1985), motif berprestasi ini harus dikembangkan dan
ditumbuhkan pada anggota organisasi, untuk menjamin kemajuan organisasi
itu sendiri.
2.5.3
Dimensi Motivasi
Proses Motivasi
Proses Motivasi antara lain :
a.
Proses terjadinya motivasi pada dasarnya ditimbulkan oleh adanya kebutuhan
yang menuntuk pemenuhannya
b.
Bergerak mencari suatu cara memnuhi kebutuhan itu
c.
Berperilaku atau bekerja yang berorientasi pada , pengakuan dan kemungkinan
hukuman (punishment)
d.
Imbalan yang diperoleh dapat emnuhi kebutuhan semual diawal proses yang
disebut “kepuasan”
Motivasi dan tindakan
Motivasi yang tinggi tidaklah berdaya guna apabila tidak dilanjutkan
pelaksanaannya dengan tindakan Tindakan adalah suatu jenis perbuatan
manusia yang mengandung maksud tertentu yang dikehendaki orang yang
melakukan kegiatan.
Ada dua jenis perbuatan dalam melakukan tindakana menuru Drs
Manulang (2004) yaitu :
28
a.
Pemikiran (thinking) berupa perbuatan manajerial yang menghendaki
bekerjanya daya piker manusia
b.
Tindakan (action) berupa perbuata jasmani yang menggunakan kekuatan otot
manusia dan mengandung maksud tertentu yang diinginkan oleh seseorang.
2.5.4
Tujuan Motivasi
Pada umumnya masyarakat tingkat ekonomi rendah, bekerja dengan
mendapatkan upah yang tinggi adalah merupakan suatu keputusan tersendiri
atau sesuatu yang dapat dibanggakan, sebab denga upah yang tinggi maka
dapat terpenuhi kebutuhannya. Sedangkan masyarakat yang mempunyai
tingkat ekonomi yang lebih tinggi, maka upah tidaklah dominan menjadi
sumber motivasi, akan tetapi ada faktor lain, misalnya kesempatan untuk lebih
maju, kesempatan untuk berkreatif lebih tinggi.
Menurut Hasibuan (2005), tujuan motivasi antara lain :
a.
Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan
b.
Meningkatkan produktifitas kerja
c.
Mempertahankan kestabilan karyawan
d.
Disiplin karyawan
e.
Mengefektifkan pengadaankaryawan
f.
Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik
g.
Untuk meningkatkan loyalitas, kretifitas dan partisipasi karyawan
h.
Mempertinggi rasa tanggung jawan keryawan terhadap tugas-tugasnya
i.
Untuk meningkatkan efisiensi penggunaan alat-alat kerja dan bahan baku.
29
2.5.5
Jenis-jenis Motivasi
Ada 2 jenis motivasi yaitu :
a.
Motivasi positif (Insentif positif)
Dalam motivasi ini atasan merangsang bawahan dengan memberikan hadiah
(reward) kepada karyawan yang berprestasi.
b.
Motivasi negative (Insentif negative)
Dalam motivasi ini atasan memotivasi bawahan dengan memberikan hukuman
jika bawahan tidak dapat memenuhi target kerja atau melakukan kesalahan
kerja.
2.5.6
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Motivasi Kerja
Menurut Maslow yang dikutip Hasibuan (2005:154) faktor-faktor yang
mempengaruhi motivasi kerja yaitu :
a.
Kebutuhan fisiologis (Physiological Needs)
Kebutuhan untuk mempertahankan hidup, yang termasuk dalam kebutuhan
ini adalah makan, minum, perumahan, udara, dan sebagainya. Keinginan
untuk memenuhi kebutuhan ini merangsang seseorang berperilaku dan giat
bekerja.
b.
Kebutuhan akan rasa aman (Safety and Security Needs)
Kebutuhan akan kebebasan dari ancaman yakni rasa aman dari ancaman
kecelakaan dan keselamatan dalam melaksanakan pekerjaan. Kebutuhan ini
mengarah kepada dua bentuk yakni kebutuhan akan keamanan jiwa terutama
30
keamanan jiwa di tempat bekerja pada saat mengerjakan pekerjaan dan
kebutuhan akan keamanan harta di tempat pekerjaan pada waktu bekerja.
c.
Kebutuhan sosial, atau afiliasi (affiliation or acceptance Needs)
Kebutuhan
sosial, teman afiliasi, interaksi, dicintai dan mencintai, serta
diterima dalam pergaulan kelompok pekerja dan masyarakat lingkungannya.
Pada dasarnya manusia normal tidak mau hidup menyendiri seorang diri di
tempat terpencil, ia selalu membutuhkan kehidupan berkelompok.
d.
Kebutuhan yang mencerminkan harga diri (Esteem or Status Needs)
Kebutuhan akan penghargaan diri dan pengakuan serta penghargaan prestise
dari karyawan dan masyarakat lingkungannya. Idealnya prestise timbul
karena adanya prestasi, tetapi tidak selamanya demikian. Akan tetapi perlu
juga diperhatikan oleh pimpinan bahwa semakin tinggi kedudukan seseorang
dalam masyarakat atau posisi seseorang dalam organisasi semakin tinggi pula
prestisenya. Prestise dan status dimanifestasikan oleh banyak hal yang
digunakan sebagai simbol status itu.
e.
Kebutuhan aktualisasi diri (Self Actualization)
Kebutuhan
akan aktualisasi diri dengan menggunakan kemampuan,
keterampilan dan potensi optimal untuk mencapai prestasi kerja yang sangat
memuaskan. Kebutuhan ini merupakan realisasi lengkap potensi seseorang
secara penuh. Keinginan seseorang untuk mencapai kebutuhan sepenuhnya
dapat berbeda satu dengan yang lainnya, pemenuhan kebutuhan dapat
dilakukan pimpinan perusahan dengan menyelenggarakan pendidikan dan
pelatihan.
31
Menurut Frederick Herzberg yang dikutip oleh Hasibuan (2005:157),
mengemukakan teori motivasi dua
actor atau sering juga disebut teori
motivasi kesehatan (Faktor Higienis). Menurut Herzberg, orang menginginkan
dua macam faktor kebutuhan, yaitu:
Pertama:
kebutuhan
akan
kesehatan
atau
kebutuhan
akan
pemeliharaan atau maintenance factors. Faktor pemeliharaan (maintenance
factors) berhubungan dengan hakikat manusia yang ingin memperoleh
ketenteraman dan kesehatan badaniah.Kebutuhan kesehatan merupakan
kebutuhan yang berlangsung terus-menurus, karena kebutuhan ini akan
kembali ketitik nol setelah dipenuhi. Misalnya: orang lapar akan makan,
kemudian lapar lagi, lalu makan, dan seterusnya. Faktor-Faktor pemeliharaan
meliputi balas jasa,kondisi kerja fisik, kepastian pekerjaan, supervisi yang
menyenangkan, mobil dinas, rumah dinas dan macam-macam tunjangan lain.
Hilangnya Faktor pemeliharaan dapat menyebabkan timbulnya ketidak puasan
(dissatisfiers = faktor higienis) dan tingkat absensi serta turnover karyawan
akan meningkat. Faktor-faktor pemeliharaan perlu mendapatkan perhatian
yang wajar dari pimpinan, agar kepuasan dan kegairahan bekerja bawahan
dapat ditingkatkan.
Kedua:
faktor
pemeliharaan
menyangkut
kebutuhan
psikologi
seseorang kebutuhan ini menyangkut kebutuhan intrinsik, kepuasan pekerjaan
(job content) yang apabila terdapat dalam pekerjaan akan menggerakkan
tingkat motivasi yang kuat, yang dapat menghasilkan prestasi pekerjaan yang
baik. Jika kondisi ini tidak ada, tidak akan menimbulkan rasa ketidakpuasan
32
yang berlebihan. Sehingga Faktor ini dinamakan satisfiers atau motivator yang
meliputi:
1.
Prestasi atau Achievment
2.
Pengakuan atau Recognition
3.
Pekerjaan itu sendiri atau the work in self
4.
Tanggung jawab atau Responsibility
5.
Kemajuan atau Advancement
Rangakaian ini melukiskan hubungan seseorang dengan apa yang
dikerjakannya (job content) yakni
hubungan pekerjaan pada tugasnya.
Motivasi yang ideal yang dapat merangsang usaha adalah peluang untuk
melaksanakan tugas yang lebih membutuhkan keahlian dan peluang
mengembangkan kemampuan.
Menurut Claude S. George yang dikutip Hasibuan (2005:163) bahwa
seseorang mempunyai kebutuhan yang berhubungan dengan tempat dan
suasana dilingkungan ia bekerja, yaitu :
1.
Upah yang adil dan layak
2.
Kesempatan untuk maju/promosi
3.
Pengakuan sebagai individu
4.
Keamanan kerja
5.
Tempat kerja yang baik
6.
Penerimaan oleh kelompok
7.
Perlakuan yang wajar
8.
Pengakuan akan prestasi
33
2.5.7. Prinsip-Prinsip dalam Motivasi Kerja Karyawan
Terdapat beberapa prinsip dalam memotivasi kerja karyawan menurut
Mangkunegara (2009:100) diantaranya yaitu:
1.
Prinsip partipasi
Dalam upaya memotivasi kerja, pegawai perlu diberikan kesempatan ikut
berpartisipasi dalam menentukan tujuan yang akan dicapai oleh pemimpin.
2.
Prinsip komunikasi
Pemimpin mengkomunikasikan segala sesuatu yang berhubungan dengan
usaha pencapaian tugas, dengan informasi yang jelas, pegawai akan lebih
mudah dimotivasi kerjanya.
3.
Prinsip mengakui andil bawahan
Pemimpin mengakui bahwa bawahan (pegawai) mempunyai andil didalam
usaha pencapaian tujuan. Dengan pengakuan tersebut, pegawai akan lebih
mudah dimotivasi kerjanya.
4.
Prinsip pendelegasian wewenang
Pemimpin yang memberikan otoritas atau wewenang kepada pegawai
bawahan untuk sewaktu-waktu dapat mengambil keputusan terhadap
pekerjaan yang dilakukannya, akan membuat pegawai bersangkutan menjadi
termotivasi untuk mencapai tujuan yang diharapkan oleh pemimpin.
5.
Prinsip memberi perhatian
Pemimpin memberikan perhatian terhadap apa yang diinginkan pegawai atau
karyawan sehingga dapat memotivasi para pegawai bekerja sesuai dengan
yang diharapkan oleh pemimpin.
34
2.5.8 Asas-Asas Motivasi
Menurut Hasibuan (2005:146), asas-asas motivasi adalah sebagai berikut:
1.
Asas mengikutsertakan, artinya mengajak bawahan untuk ikut berpartisipasi
dan memberikan kesempatan kepada mereka mengajukan pendapat,
rekomendasi dalam proses pengambilan keputusan.
2.
Asas komunikasi, artinya menginformasikan secara jelas tentang tujuan yang
ingin dicapai, cara-cara mengerjakannya, dan kendala-kendala yang dihadapi.
3.
Asas pengakuan, artinya memberikan penghargaan, pujian dan pengakuan
yang tepat serta wajar kepada bawahan atas prestasi kerja yang dicapainya.
4.
Asas wewenang yang didelegasikan, artinya memberikan kewenangan dan
kepercayaan diri pada bawahan, bahwa dengan kemampuan dan kreativitasnya
mereka mampu mengerjakan tugas-tugas itu dengan baik.
5.
Asas adil dan layak, artinya alat dan jenis motivasi yang memberikan harus
berdasarkan atas asas keadilan dan kelayakan terhadap semua karyawan.
Misalnya pemberian hadiah atau hukuman terhadap semua karyawan harus
adil dan layak kalau masalahnya sama.
6.
Asas perhatian timbal-balik, artinya bawahan yang berhasil mencapai tujuan
dengan baik maka pimpinan harus bersedia memberikan alat dan jenis
motivasi. Tegasnya kerja sama yang saling menguntungkan kedua belah
pihak.
35
2.6
Kinerja
2.6.1
Pengertian Kinerja
Penilaian tentang kinerja individu karyawan semakin penting ketika
perusahaan
akan
melakukan
reposisi
karyawan.
Artinya
bagaimana
perusahaan harus mengetahui factor-factor apa saja yang mempengaruhi
kinerja.
Hasil
analisis
akan
bermanfaat
untuk
membuat
program
pengembangan SDM secara optimal. Pada gilirannya kinerja individu akan
mencerminkan derajat kompetisi suatu perusahaan.
Dessler (2009) berpendapat : Kinerja Karyawan adalah prestasi actual
karyawan dibandingkan dengan prestasi yang diharapkan dari karyawan.
Prestasi kerja yang diharapkan adalah prestasi standar yang disusun sebagai
acuan sehingga dapat melihat kinerja karyawan sesuai dengan posisinya
dibandingkan dengan standar yang dibuat.Selain itu dapat juga dilihat kinerja
dari karyawan tersebut terhadap karyawan lainnya.
Menurut Mangkunegara (2009:67) pengertian kinerja (prestasi kerja)
adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh sesorang
pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang
diberikan kepadanya.
Menurut Rivai (2009:549), mengemukakan bahwa kinerja merupakan
prilaku nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang
dihasilkan karyawan sesuai perannya dalam perusahaan.
Berdasarkan beberapa pendapat tentang kinerja dan prestasi kerja dapat
disimpulkan bahwa pengertian kinerja maupun prestasi kerja mengandung
substansi pencapaian hasil kerja oleh seseorang.Dengan demikian bahwa
36
kinerja maupun prestasi kerja merupakan cerminan hasil yang dicapai oleh
seseorang
atau
sekelompok
orang.Kinerja
perorangan
(individual
performance) dengan kinerja lembaga (institutional performance) atau kinerja
perusahaan (corporate performance) terdapat hubungan yang erat. Dengan
perkataan lain bila kinerja karyawan( individual performace) baik maka
kemungkinan besar kinerja perusahaan (corporate performace) juga baik.
2.6.2
Hakikat Kinerja
Pada hakikatnya, kepuasan kerja merupakan perasaan senang atau
tidak senang pekerja dalam memandang dan menjalankan pekerjaannya.
Pekerjaan bukan sekedar bekerja, tetapi lebih luas lagi, misalnya
membutuhkan interaksi dengan rekan kerja dan para atasan, mematuhi
peraturan- peraturan dan kebijakan- kebijakan organisasi, memenuhi standar
kerja, hidup dengan suasana kerja yang sering kali kurang ideal, dan
semacamnya, sutrisno (2009).
2.6.3
Hakikat Penilaian Kerja
Untuk mengetahui sejauh mana kinerja karyawan, maka perlu
diadakan penilaian terhadap kinerja karyawan dan dari penilaian tersebut
dapat diketahui apakah kinerja yang dihasilkan karyawan telah memenuhi
target yang ditentukan oleh organisasi atau tidak.
Menurut Dessler
(2008:290), penilaian kinerja adalah suatu prosedur yangmengaitkan
pengaturan standar kerja, mengukur kinerja terkini dari karyawan yang
dibandingkan dengan standard dan member timbale balik pada karyawan
37
dengan tujuan untuk memotivasi karyawan dan menghilankan kinerja yang
buruk atau melanjutkan kinerja yang sudah baik.
Penilaian kinerja sebagaimana disebutkan bahwa ia adalah bentuk
penilaian yang tidak sekedar „soal pilihan berganda‟ melainkan lebih dari itu.
Penilaian kinerja lebih menekankan pada hasil yang akurat, dimana nilai yang
diamati tidak akan jauh menyimpang dari kondisi actual kemampuan peserta
belajar sesungguhnya. Penilaian kinerja juga dapat menciptakan suasana yang
bagus didalam proses pembelajaran dan mampu menumbuhkan sikap positif
dari peserta belajar.
Sehubungan dengan permasalahaan pemaknaan penilaian kinerja,
ditemukan adanya‟gap‟ antara karakteristik dan pemberian definisi dari
berbagai literatur, meskipun gap ini hanya tampak secara ekspilsit. Jika
penilaian kinerja dideskeripsikan sehubungan dengan karakteristiknya,
meliputi sifat-sifat penilaian tertentu dimana deskeripsi itu merupakan proses
kognitif peserta belajar sebagaimana yang diharapkan. Contoh-contoh frasa
yang digunaka di dalam penilaian kinerja meliputi aspek berfikir tingkat
tinggi,
kemampuan
komunikasi,
aplikasi
dunia
nyata,
tugas-tugas
pemnelajaran yang bermakna (meaningful task), komitmen waktu dan upaya
yang sungguh-sungguh dari peserta belajar.Pada sebagian besar kasus di
lapangan, karakteristik itu merumuskan tujuan-tujuan dan kemungkinankemungkinan yang terjadi dari adanya penilaian kinerja, ditemukan bahwa
karakteristik tidak memberikan batasan-batasan yang jelas.
Sebagian besar definisi yang memberikan bahwasanya penilaian
kinerja dipandang sebagai “response-centered (RC)” atau sebagai “simulation-
38
centered (SC)”.RC menekankan pada bentuk respon peserta di dalam
melaksanakan penilaian.
Sementara SC menekankan pada kinerja peserta
belajar yang terobsesi oleh penilai. SC biasanya lebih praktikal karena
membutuhkan kinerja nyata/ langsung dari peserta belajar yang tidak sebatas
tertulis saja.
Dessler (2008:295-309) menjabarkan metode yang digunakan untuk
menilai kinerja karyawan sebagai berikut :
1.
Graphic rating scale method
Supervisor menilai bawahannya dengan cara member tanda centang atau
melingkar skor yang paling menggambarkan setiap kategori penilaian
2.
Alternation ranking method
Mengurutkan rangking karyawan dari yang terbaik hingga yang terburuk di
setiap kategori
3.
Paired comparison method
Metode ini membantu rangking menjadi lebih tepat. Kita membandingkan
antara satu karyawan dengan karyawan yang lain pada setiap kategori yang
ada
4.
Forced distribution method
Dengan metode ini, kita menentukan nilai prosentase terlebih dahulu pada
setiap kategori kinerja yang ingin dinilai
39
5.
Critical incident method
Supervisor membuat catatan tentang baik atau buruknya (critical incidents)
kinerja bawahannya dan membahas hal ini bersama bawahannya pada waktu
yang sudah ditentukan.
6.
Narrative forms
Assesmen naratif ini menolong karyawan dalam memahami dimana kinerja
mereka baik atau buruk dan bagaimana untuk meningkatkan kinerja mereka
7.
Behaviorally anchored rating scale (BARS)
Skala ini merupakan gabungan dari kejadian kritis yang diuraikan secara
naratif dengan peringkat kuantitatif, dimana setiap angka kuantitatif dikaitkan
dengan perilaki kerja yang baik dan buruk
8.
Management by objective
Mengaitkan tujuan yang spesifik dan terukur dengan karyawan dan membahas
perkembangan yang sudah tercapai secara periodic
9.
Computerized and web-based performance appraisal
Supervisor memantau data kinerja karyawannya yang sudah terkomputerisasi
yang diperbaharui setiap waktu.
Menurut Rivai (2008:324) bahwa aspek- aspek yang dinilai dalam
kinerja dapat dikelompokan menjadi:
a)
Kemampuan Teknis, yaitu kemampuan menggunakan pengetahuan, metode,
teknik dan peralatan yang digunakan untuk melaksanakan tugas serta
pengalaman dan pelatihan yang diperolehnya.
40
b)
Kemampuan Konseptual, yaitu kemampuan untuk memahami kompleksitas
perusahaan dan penyesuaian bidang gerak dari unit masing-masing kedalam
bidang operasional perusahaan secara menyeluruh, yang pada intinya
individual tersebut memahami tugas, serta tanggung jawab sebagai seorang
karyawan.
c)
Kemampuan Hubungan Interpersonal, yaitu antara lain kemampuan untuk
bekerja sama dengan orang lain, memotivasi karyawan, melakukan negosiasi
dan lain-lain.
Unsur- unsur yang dinilai dalam prestasi kerja adalah:
1.
Kesetiaan
Penilaian mengukur kesetiaan karyawan terhadap pekerjaannya, dan
organisasi kesetiaan ini dicerminkan oleh kesediaan karyawan menjaga dan
membela organisasi didalam maupun diluar pekerjaan dari rongrongan orang
yang tidak bertanggung jawab.
2.
Prestasi kerja
Penilai menilai hasil kerja baik kualitas maupun kuantitas yang dapat
dihasilkan oleh karyawan tersebut dari uraian pekerjaannya.
3.
Kejujuran
Penilai menilai kejujuran dalam melaksanakan tugas-tugasnya memenuhi
perjanjian baik bagi dirinya sendiri maupun kepada orang lain seperti
bawahannya.
2.
Kedisplinan
41
Penilai menilai disiplin karyawan dalam memenuhi peraturan- peraturan yang
ada dan melakukan pekerjaannya sesuai dengan intruksi yang diberikan
kepadanya.
3.
Kreativitas
Penilai menilai kemampuan karyawan dalam mengembangkan kreativitasnya
untuk menyelesaikan pekerjaannya, sehingga bekerja lebih berdaya guna dan
berhasil guna.
4.
Kerja Sama
Penilai menilai kesediaan karyawan berprestasi dan bekerja sama dengan
karyawan lainnya secara vertical atau horizontal baik didalam maupun diluar
pekerjaan sehingga hasil pekerjaannya semakin membaik.
5.
Kepemimpinan
Penilai menilai kemampuan untuk memimpin, berpengaruh, mempunyai
kepribadian yang kuat, dihormati, berwibawa dan dapat memotivasi orang lain
atau bawahannya agar bekerja lebih efektif.
6.
Kepribadian
Penilai menilai karyawan dari sikap prilaku, kesopanan, periang, disukai,
memberi kesan menyenangkan, memperlihatkan sikap yang baik, serta
berpenampilan yang menarik dan wajar.
7.
Prakarsa
Penilai menilai kemampuan berfikir orisinil dan berdasarkan inisiatif sendiri
untuk menganalisis, memberikan alasan, mendapatkan kesimpulan dan
membuat keputusan menyelesaikan masalah yang dihadapinya.
8.
Kecakapan
42
Penilai menilai kecakapan karyawan dalam menyatukan dan menyelaraskan
bermacam- macam eleman yang semuanya terlibat didalam penyususnan
kebijaksanaan didalam situasi manajemen.
Tanggung Jawab
9.
Penilai menilai kesediaan karyawan dalam mempertanggung jawabkan,
kebijaksanaannya, pekerjaannya, dan hasil kerjanya, sarana dan prasarana
yang digunakannya, serta perilaku kerjanya.
Unsur prestasi karyawan yang akan dinilai oleh setiap organisasi atau
perusahaan tidak selalu sama, tetapi pada dasarnya unsur- unsur yang dinilai
itu mencakup seperti hal-hal diatas.
2.7.
Kerangka Pemikiran
VariabelIndependen(X)
Independen (X)
Variabel
Variabel Dependen (Y)
Gaya Kepemimpinan
(X1)
Budaya Organisasii
(X2)
H1
H2
H3
Motivasi
(X3)
H4
Kerangka Pemikiran
Gambar 2.7
Kinerja Karyawan
(Y)
43
2.8
Hipotesis
Menurut Sugiyono (2007:93), “Hipotesis adalah merupakan jawaban
sementara terhadap rumusan masalah penelitian, oleh karena itu rumusan
masalah penelitian biasanya disusun dalam bentuk kalimat pertanyaan.”
Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru berdasarkan pada
teori yang relevan, belum berdasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh
melalui pengumpulan data. Hipotesis juga dapat dikatakan sebagai jawaban
teoritis terhadap rumusan masalah penelitian, belum jawaban yang empiris.
Kriteria uji :
1.
Gaya kepemimpinan berpengaruh terhadap kinerja karyawan
2.
Budaya organisasi terhadap berpengaruh terhadap kinerja karyawan
3.
Motivasi berpengaruh terhadap kinerja karyawan
4.
Gaya kepemimpinan, budaya organisasi dan motivasi berpengaruh terhadap
kinerja karyawan
Download