5 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Manajemen Manajemen berasal dari kata to manage yang berarti mengatur. Pengaturan dilakukan melalui proses dan diatur berdasarkan urutan dari fungsi-fungsi manajemen itu sendiri. Beberapa pengertian manajemen menurut para ahli, antara lain; Menurut Hasibuan (2005) “Organisasi dan Motivasi” mengatakan bahwa, “Manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai satu tujuan.” Menurut Sikula (Hasibuan 2007), “Manajemen pada umumya dikaitkan dengan aktivitas-aktivitas perencanaan, pengorganisasian, pengendalian, penempatan, pengarahan, pemotivasian, komunikasi dan pengambilan keputusan yang dilakukan oleh setiap organisasi dengan tujuan untuk mengkoordinasikan berbagai sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan sehingga akan dihasilkan suatu produk atau jasa secara efisien.” Menurut Griffin (2004:7), “Manajemen adalah serangkaian aktivitas (termasuk perencanaan dan pengambilan keputusan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian) yang diarahkan pada sumber-sumber daya organisasi (manusia, finansial, fisik dan informasi) dengan maksud untuk mencapai tujuan organisasi secara efektif dan efisien.” 6 Dari definisi – definisi di atas, dapat kita simpulkan bahwa manajemen sebagai seni adalah suatu kreatifitas pribadi yang disertai suatu keterampilan. Dan manajemen sebagai ilmu adalah suatu kumpulan pengetahuan yang logis dan sistematis. Di mana ilmu pengetahuan mengajarkan kepada orang tentang suatu pengetahuan, dan seni di mana dapat mendorong orang untuk mempraktikannya. Selain sebagai seni dan ilmu, manajemen juga sebagai proses unuk mencapai tujuan organisasi yang di dalamnya diperlukan perencanaan yang matang (planning), pelaksanaan yang konsisten, dan pengendalian yang kontinu agar tujuan yang diinginkan dapat tercapai dengan efektif dan efisien. 2.1.1 Fungsi Manajemen Menurut Terry (2008) dalam bukunya “Prinsip-prinsip Manajemen” terdapat fungsi manajemen, yakni : a) Planning, yakni menetapkan pekerjaan yang harus dilaksanakan oleh kelompok untuk mencapai tujuan yang digariskan, termasuk kegiatan pengambilan keputusan. b) Organizing, yakni membagi komponen-komponen kegiatan yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan ke dalam kelompok-kelompok, membagi tugas kepada seorang manajer untuk mengadakan pengelompokan tersebut dan menetapkan wewenang di antara kelompok atau unit-unit organisasi. c) Actuating, atau disebut juga gerakan aksi, mencakup kegiatan yang dilakukan seorang manajer untuk mengawali dan melanjutkan kegiatan yang ditetapkan 7 oleh unsur perencanaan dan pengorganisasian agar tujuan-tujuan dapat tercapai. d) Controlling, yakni pengendalian dimana mencakup kelanjutan tugas untuk melihat apakah kegiatan-kegiatan dilaksakan sesuai dengan rencana. 2.1.2 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) merupakan bidang strategis dari organisasi. Manajemen Sumber Daya Manusia harus dipandang sebagai perluasan dari pandangan tradisional untuk mengelola orang secara efektif dan untuk itu membutuhkan pengetahuan tentang perilaku manusia dan kemampuan mengelolanya Aset paling penting yang harus dimiliki perusahaan dan diperhatikan adalah tenaga kerja atau manusia (sumber daya manusia). Manajemen sumber daya manusia adalah kegiatan pengelolaan yang meliputi pendayagunaan, pengembangan, penilaian, pemberian balas jasa bagi manusia sebagai individu anggota organisasi. Berikut ini beberapa pengertian Manajemen SDM menurut beberapa ahli: Menurut Hasibuan (2007:11), “Manajemen sumber daya manusia adalah ilmu atau seni yang mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja secara efektif dan efisien yang membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat.” Menurut Mangkunegara (2010) menjelaskan bahwa “Manajemen SDM adalah suatu pegelolaan dan pendayagunaan sumber daya yang ada pada individu (pegawai).” Menurut Handoko (2006), “Manajemen SDM adalah 8 penarikan, seleksi, pengembangan, pemeliharaan, dan penggunaan sumber daya manusia untuk mencapai tujuan-tujuan, baik tujuan individu maupun organisasi.” Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa manajemen SDM adalah ilmu yang mengatur pemanfaatan tenaga kerja yang mengacu pada prosedur-prosedur yang telah ditetapkan agar berjalan dengan baik demi tercapainya tujuan organisasi atau dapat disimpulkan ahwa Sumber daya Manusia merupakan suatu proses yang terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian terhadap manusia sehingga dapat mencapai tujuan organisasi. 2.1.3 Penelitian Terdahulu Sebagai tambahan informasi/data penelitian, penulis juga mencari kajian dari penelitan yang telah dilakukan sebelumnya, antara lain : 1) Skripsi dengan judul “ Pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap Kinerja Karyawan PT Adira Finance” penelitian ini dilakukan pada tahun 2008 oleh Nurita, R. Yolla Permata dan berlokasi di Bandung, Jawa Barat. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif dan mengambil sample sebanyak 50 orang. Jenis data yang dip[akai adalah data primer dan sekunder, dan teknik pengumpulan data digunakan wawancara dan kuisioner. Variabel yang digunakan adalah Gaya Kepemimpinan (variable Independen) dan Kinerja Karyawan (variable Dependen) 9 Hasil dari penelitian tersebut adalah pengaruh Gaya Kepemimpinan memiliki kontribusi positif terhadap kinerja, namun keleman dari penelitian ini hanya membahas 1 variabel independent saja 2) Skripsi dengan judul “ Pengaruh Kompensasi dan Motivasi terhadap Kinerja Karyawan Apotik Berkah” penelitian ini dilakukan pada tahun 2012 oleh Fajar Kurniadi dan berlokasi di Cirebon, Jawa Barat. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif dan mengambil sample sebanyak 32 orang. Jenis data yang dip[akai adalah data primer dan sekunder, dan teknik pengumpulan data digunakan wawancara dan kuisioner. Variabel yang digunakan adalah Kompensasi & Motivasi (variable Independen) dan Kinerja Karyawan (variable Dependen) Hasil dari penelitian tersebut adalah pengaruh Kompensasi & Motivasi memiliki kontribusi positif terhadap kinerja, namun keleman dari penelitian ini hanya membahas 1 variabel independent saja 2.2. Kepemimpinan 2.2.1 Definisi Kepemimpinan adalah terjemahan dari kata leadership. Arti dari kepimpinan berbeda dengan pemimpin. Karena kepemimpinan merupakan suatu sifat yang dimiliki oleh setiap pemimpin. Sedangkan pemimpin adalah seseorang yang tugasnya memimpin. 10 Hasibuan (2007) mendefinisikan kepemimpinan yaitu cara seorag pemimpin mempengaruhi perilaku bawahannya, agar mau bekerja sama, dan bekerja secara produktif untuk mencapai tujuan organisasi Menurut Hasibuan (2007) menyatakan bahwa kepemimpinan adalah cara seorang pemimpin mempengaruhi perilaku bawahan agar mau bekerja sama secara produktif. Jadi berdasarkan kedua definisi diatas, peneliti menyimpulkan bahwa kepimpinan adalah sebuah proses untuk mempengaruhi, mendorong dan membatnu orang lain untuk bekerjasama secara antusias dalam pencapaian tujuan organisasi. Menurut Sopiah (2008) terdapat beberapa elemen yang tersirat dalam berbagai definisi kepemimpinan, yaitu sebagai berikut : a) Kepemimpinan melibatkan orang lain, yaitu bawahan atau pengikut b) Kepemimpinan mencakup distribusi kekuasaan yang tidak sama antara pemimpinan dengan bawahannya. Pemimpin memiliki wewenang untuk mengarahkan bawahannya untuk mecapai tujuan organisasi c) Walaupun secara sah, seorang pemimpin dapat memberikan perintah atau arahan, pemimpin juga dituntut untuk dapat mempengaruhi perilaku dan bawahannya dengan berbagai cara agar tujuan organisasi tercapai 2.2.2 Fungsi kepemimpinan Kepemimpinan pada dasarnya adalah kemampuan memimpin atau mempengaruhi dan mengendalikan orang untuk mencapai tujuan bersama. Hal ini meliputi 3 tugas pokok kepemimpinan atau disebut juga 3 fungsi 11 kepemimpinan. Adapun yang dimaksud dengan 3 fungsi kepemimpinan adalah sebagai berikut : a) Menangani situasi tertentu dalam organisasi internal maupun eksternal b) Memenuhi situasi tersebut c) Menentukan sikap dan tindakan dalam menghadapi dan mengatasi situasi tersebut 2.2.3 Teori kepemimpinan Kepemimpinan merupakan kunci sukses suatu organisasi, walaupun bukan satu-satunya ukuran keberhasilan organisasi. Oleh karena iu banyak studi dan penelitian yang dilakukan untuk mengidentifikasi sifat dan cirri-ciri kepemimpinan yang efektif. Pada dasarnya teori-teori kepemimpinan mencoba menerangkan 2 hal, yaitu faktor-faktor yang terlibat dalam pemunculan kepemimpinan dan sifat dasar kepemimpinan. Pendekatan teori kepemimpinan yang telah dilakukan seperti yang ditulis Robbins (2008) dan Sopiah (2008), diantaranya sebagai berikut : a. Trait Approach (Pendekatan sifat) Pendekatan ini mempertanyakan sifat-sifat apakah yang membuat seseorang menjadi pemimpin. Dengan demikian lingkungan tidak ikut diperhitungkan dalam menentukan efektivitas kepemimpinan. Karakteristik personalitas antara lain meliputi umur, kedewasaan, bentuk fisik, pendidikan, karisma, dan sebagainya. Eori ini mengatakan bahwa efektivitas pemimpin tergantung pada 12 karakter pemimpinnya. Sifat yang dimiliki pemimpinan, menurut teori ini, berbeda dengan sifat orang kebanyakan. b. Behavior Approach (Pendekatan perilaku) Pendekatan ini didasarkan pada identifikasi pola perilaku kepemimpinan dengan kinerja kelompok. Pendekatan gaya ini mempunyai asumsi dasar pegawai akan bekerja lebih giat jika pemimpin menerapkan gaya kepemimpinan tertentu. Oleh karena unsure yang paling kritis menurut pendekatan ini adalah perilaku pimpinan terhadap bawahan Pendekatan teori perilaku dimulai dengan penelitian yang dilakukan oleh unversitas Ohio pada akhir tahun 1940 c. Conigency approach (Pendekatan kontgensi) Pendekatan ini mempertimbangkan variable ataupun faktor lain ang berpengaruh dalam situasi kepemimpinan. Sehingga dalam menerakan suatu gaya kepemimpinan seseorang harus memperhitungkan segala sesuatunya terlebih dahulu. 2.3. Gaya Kepemimpinan Menurut Tjiptono (2006:161) gaya kepemimpinan adalah suatu cara yang digunakan pemimpin dalam berinteraksi dengan bawahannya. Dalam gaya kepemimpinan ada anggapan bahwa tidak satupun gaya kepemimpinan yang dianggap efektif untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Gaya kepimpinan yang paling efektif sulit ditentukan, hal ini disebabkan karena perusahaan memiliki kondisi dan situasi yang berbeda- 13 beda. Seorang pemimpin didalam memilih gaya kepemimpinannya hendaklah memperhatikan faktor-faktor sebagai berikut : a) Kekuatan-kekuatan yang ada pada diri pemimpin b) Kekuatan-kekuatan yang ada pada bawahan c) Kekuatan-kekuatan yang ada pada lingkungan Seorang pemimpin dipengaruhi oleh latar belakang, pengetahuan, penilaian, pengalaman yang merupakan kekuatan-kekuatan yang ada pada diri pemimpin. Pada akhirnya gaya kepemimpinan seorang pemimpin harus memperhatikan pula faktor situasi organisasi serta jenis pekerjaannya Menurut Hasibuan (2007), gaya kepemimpinan terbagi menjadi 4 macam, yaitu otoriter, partisipasi, delegatif dan situasional, sedangkan menurut Siagian (2005), gaya kepemimpinan dibagi menjadi 3 macam, yaitu otoriter, demokrasi dan kepemimpinan bebas Macam-macam gaya kepemimpinan diatas adalah : a. Gaya kepemimpinan otoriter Kepemimpinan otoriter adalah jika kekuasaan atau wewenang sebagian besar mutlak tetap berada pada pimpinan atau kalau pimpinan menganut system sentralisasi wewenang. Pengambilan keputusan dan kebijaksanaan hanya ditetapkan hanya oleh pemimpin, bawahan tidak diikutsertakan untuk memberikan saran, ide, pertimbangan salam proses pengambilan keputusan. Gaya kepemimpinan ini didasarkan atas perintah-perintah, memaksakan dan tindakan arbiter dalam hubungan antara pemimpin dengan bawahan b. Gaya kepemimpinan demokratis 14 Gaya kepemimpinan demokratis kepemimpinan otoriter. merupakan kebalikan dari gaya Gaya kepemimpinan demokratis perlakuannya bersifat kerakyatan atau persaudaraan, kerjasama dengan yang dipimpinannya berjalan manusiawi, anak buah bukan sebagai atasan dengan bawahan akan tetapi sebagai saudara atau teman sekerja. Gaya kepemimpinan ini dalam melakukan tugas, pemimpin menerima saransaran anak buah dan kritikan yang berguna bagi keberhasilan pekerjaan, memberikan kebebasan yang cukup kepada anak buahnya dengan menaruh kepercayaan yang cukup bahwa mereka akan berusaha sendiri menyelesaikan tugasnya dengan baik. c. Gaya kepemimpinan bebas Gaya kepmimpinan bebas membiarkan anak buahnya untuk berbuat sekehendak hati sendiri, dimana petunjuk, pengawasan dan control kegiatan atau pekerjaan anak buahnya tidak dilakukan. Pembagian tugas, cara bekerja sama semuanya diserahkan kepada anak buahnya, saran, pengarahan dari pimpinan tidak ada, sedangkan kekuasaan dan tanggung jawab menjadi simpang siur, sehingga keadaannya sulit dikendalikan, akibatnya mudah terjadi kekacauan. 2.4 Budaya Organisasi 2.4.1 Definisi Dalam pandangan antropologi, dulu budaya dipandang sebagai segala manifestasi dari kehidupan manusia yang berbudi luhur yang bersifat rohani 15 seperti agama, kesenian, filsafat, ilmu pengetahuan dan sebagainya.Dewasa ini budaya diartikan sebagai manifestasi kehidupan setiap orang dan setiap kelompok orang – orang. Kini budaya dipandang sebagai sesuatu yang lebih dinamis. Menurut. Taylor (Sobirin : 2007), “Budaya adalah kompleksitas menyeluruh yang terdiri dari pengetahuan, keyakinan, seni, moral, hukum, adat kebiasaan, dan berbagai kapabilitas lainnya serta kebiasaan apa saja yang diperoleh seorang manusia sebagai bagian dari sebuah masyarakat.” Wibowo (2008:371) memberikan arti, “Budaya sebagai gagasan, kepentingan, nilai – nilai dan sikap yang disumbangkan oleh kelompok. Budaya menjadi latar belakang, keterampilan, tradisi, komunikasi dan proses keputusan, mitos, ketakutan, harapan, aspirasi, dan harapan yang menjadi pengalaman.” Sedangkan menurut Schein (Tika:2008) mendefinisikan “Budaya sebagai suatu pola asumsi yang diciptakan, ditemukan atau dikembangkan oleh kelompok tertentu sebagai pembelajaran untuk mengatasi masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal yang resmi dan terlaksana dengan baik dan cara yang tepat memahami, memikirkan dan merasakan terkait dengan masalah-masalah tersebut.” Dari definisi budaya di atas, dapat diketahui bahwa unsur – unsur yang terdapat dalam budaya adalah : ilmu pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat istiadat, norma masyarakat, asumsi-asumsi dasar, sistem nilai, pembelajaran/pewarisan, masalah adaptasi ekternal dan integrasi internal serta cara mengatasinya. 16 Demikian juga organisasi diciptakan untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Menurut Schermerhorn (Tika:2008) menyatakan bahwa “Organisasi adalah kumpulan orang yang bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama.” Menurut Bernard (Tika:2008) menyatakan bahwa “Organisasi adalah bekerja sama dua orang atau lebih, suatu sistem dari aktivitas-aktivitas atau kekuatan-kekuatan perorangan yang dikoordinasikan secara sadar.” Sedangkan Robins (Sobirin:2007) mendefinisikan “Organisasi sebagai unit sosial yang disengaja didirikan untuk jangka waktu yang relatif lama, beranggotakan dua orang atau lebih yang bekerja bersama-sama dan terkoordinasi, mempunyai pola kerja yang terstruktur, dan didirikan untuk mencapai tujuan bersama atau satu set tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.” 2.4.2 Dimensi Setiap organisasi mempunyai budaya organisasi yang berbeda dan mempunyai masing-masing spesifik karakteristik. Namun, budaya organisasi tidak selalu tetap dan perlu disesuaikan dengan perkembangan lingkungan. Wibowo (2008:378) mengartikan, “Budaya organisasi sebagai cara orang melakukan sesuatu dalam organisasi. Budaya organisasi merupakan satuan norma yang terdiri dari keyakinan, sikap, core value, dan pola perilaku yang dilakukan orang dalam organisasi.” 17 Dari beberapa pengertian budaya organisasi yang dikemukakan oleh para tokoh budaya organisasi di atas terkandung unsur-unsur dalam budaya organisasi sebagai berikut : a. Asumsi dasar Dalam budaya organisasi terdapat asumsi yang dapat berfungsi sebagai pedoman bagi anggota maupun kelmpok dalam organisasi untuk berperilaku. b. Keyakinan yang dianut Dalam budaya organisasi terdapat keyakinan yang dianut dan dilaksanakan oleh para anggota organisasi. Keyakinan ini mengandung nilai-nilai yang dapat membentuk slogan atau moto, asumsi dasar, tujuan umum organisasi/perusahaan, filosofi usaha, atau prinsip-prinsip menjelaskan usaha. c. Pemimpin atau kelompok pecinta pengembangan budaya organisasi Budaya organisasi perlu diciptakan dan dikembangkan oleh pemimpin organisasi/perusahaan atau kelompok tertentu dalam organisasi atau perusahaan tersebut. d. Pedoman mengatasi masalah yang dihadapi perusahan Dalam organisasi/perusahaan terdapat dua masalah yang sering muncul yaitu masalah adaptasi eksternal dan masalah integrsi internal.Kedua masalah tersebut dapat diatasi dengan asumsi dasar dan keyakinan yang dianut bersama anggota organisasi. e. Berbagi nilai (sharing of value) Dalam budaya organisasi perlu berbagai nilai terhadap apa yang paling diinginkan atau apa yang lebih baik atau berharga bagi seseorang. f. Pewarisan (learning process) 18 Asumsi dasar dan keyakinan yang dianut oleh anggota organisasi perlu diwariskan kepada anggota-anggota baru dalam organisasi sebagai pedoman untuk bertindak dan berperilaku dalam organisasi/perusahaan tersebut. g. Penyesuaian (adaptation) Perlu penyesuaian anggota kelompok terhadap peraturan atau norma yang berlaku dalam organisasi tersebut, serta adaptasi organisasi/perusahaan tersebut terhadap perubahan lingkungan. Berdasarkan uraian diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa budaya organisasi adalah sistem nilai-nilai yang diyakini sema anggota organisasi yang dipelajari, diterapkan serta dikembangkan secara berkesinambungan, berfungsi sebagai sistem perekat, dan dapat dijadikan acuan berperilaku dalam organisasi untuk mencapai tujuan perusahaan yang ditetapkan. 2.4.3 Fungsi Budaya Organisasi Dari sisi fungsi menurut Moeljono (2005:53) beberapa fungsi budaya organisasi yaitu sebagai berikut : a. Memberikan identitas – identitas yang khas kepada anggota organisasi. Identitas ini dapat membuatnya berbeda dengan anggota organisasi lain, dan sekaligur memberikan pola identifikasi kepada organisasi dimana ia berada. b. Merekatkan setiap anggota organisasi satu sama lain, dan kepada institusi dan sistem organisasi. Perekatan ini membangun trust dari organisasi diman ini diperoleh jika terbangun orgnisasi yang kuat, yang melekatkan para anggotanya satu sama lain. 19 c. Memberikan standar-standar yang tepat untuk apa yang harus dilakukan oleh para karyawan. Maka demikian, fungsi budaya organisasi adalah sebagai perekat sosial dalam mempersatukan anggota-anggota dalam mencapai tujuan organisasi berupa ketentuan – ketentuan atau nilai-nilai yang harus dikatakan dan dilakukan oleh para karyawan. Budaya organisasi menawarkan suatu sistem bersama mengenai arti, dimana menjadi dasar untuk komunikasi dan pemahaman bersama. Jika fungsi ini tidak direalisasikan dalam suatu cara yang layak, budaya mungkin secara signifikan mengurangi efisiensi organisasi. 2.4.4 Ciri Budaya Organisasi yang Kuat Definisi budaya organisasi yang kuat menurut beberapa ahli, sebagai berikut : Menurut. Robbins (Tika:2008) mendefinisikan, “Budaya organisasi yang kuat adalah budaya dimana nilai-nilai inti organisasi dipegang secara intensif dan dianut bersama secara meluas oleh anggota organisasi.” Menurut Kotter dan Hesket (Tika:2008), “Budaya yang kuat adalah budaya yang hampir semua manajer menganut bersama seperangkat nilai dan metode manjalankan bisnis yang relatif konsisten. Karyawan baru akan mengadopsi nilai-nilai ini dengan sangat cepat.” Menurut Vijay Sathe (Tika:2008), “Budaya organisasi yang kuat adalah budaya organisasi yang ideal dimana kekuatan budaya mempengaruhi intensitas perilaku.” 20 Dari beberapa uraian diatas, dapat diketahui bahwa budaya organisasi yang kuat apabila : a. Nilai-nilai budaya organisasi dianut secara bersama oleh seluruh pimpinan dan anggota organisasi. b. Nilai-nilai budaya organisasi mempengaruhi perilaku pimpinan dan anggota organisasi. c. Membangkitkan semangat perilaku dan bekerja lebih baik. d. Resisten (kuat) terhadap tantangan eksternal dan internal. e. Mempunyai sistem peraturan formal dan informal. f. Memiliki koordinasi dan kontrol perilaku. Deal dan Kennedy (Tika:2008) menguraikan ciri-ciri budaya organisasi yang kuat sebagai berikut : 1) Anggota-anggota organisasi loyal kepada organisasi, tahu dan jelas apa tujuan organisasi serta mengerti perilaku mana yang dipandang baik atau tidak baik. 2) Pedoman bertingkah laku bagi orang-orang di dalam organisasi digariskan dengan jelas, dimengerti, dipatuhi dan dilaksanakan oleh orang-orang didalam organisasi sehingga orang-orang yang bekerja menjadi sangat kohesif. 3) Nilai-nilai yang dianut organisasi tidak hanya berhenti pada slogan, tetapi dihayati dan dinyatakan dalam tingkah laku sehari-hari secara konsisten oleh orang-orang yang bekerja dalam organisasi, dari mereka yang berpangkat paling rendah sampai pada pimpinan yang tertinggi. 4) Organisasi memberikan tempat khusus kepada pahlawan-pahlawan organisasi dan secara sistematis menciptakan bermacam-macam tingkat kepahlawanan. 21 5) Dijumpai banyak ritual, mulai yang sangat sederhana sampai ritual yang mewah. Selain itu, menurut Tika (2008:116) ada unsur lain yang menjadi ciriciri budaya organisasi yang kuat, yaitu : a. Unsur Kohesi Kohesi dari suatu kelompok yang kuat menyebabkan nilai – nilai budaya organisasi dapat dipahami, dimengerti, dan dilaksanakan dengan penuh kesadaran oleh anggota – anggota organisasi bahkan tidak segan mengorbankan diri dan kelompoknya untuk kepentingan organisasi.Tingginya kohesi kelompok berakibat jarang adanya perasaan ertekan dan kesalah pahaman pada diri anggotanya.Mereka sangat loyal terhadap kepentingan organisasi. b. Unsur Komitmen Komitmen yang kuat menyebabkan seseorang bisa mengidentifikasikan dirinya sebagai bagian dari organisasi tersebut.Tumbuhnya komitmen seseorang dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu, imbalan, penghargaan, prestise, pekerjaa yang dilakukan sangat berarti bagi dirinya, motivasi dan sebagainya. c. Unsur Ritual Salah satu kegiatan untuk menanamkan dan memperkuat budaya organisasi adalah pimpinan organisasi perlu membuat acara – acara rutinitas. Berbagai acara rutinitas tersebut bisa dilakukan antara lain seperti, rapat rutin, rekreasi bersama, olah raga, malam kesenian, dan sebagainya. d. Unsur Jaringan Budaya 22 Memberikan contoh atau teladan yang ditunjukkan oleh seorang pimpinan dalam berperilaku merupakan pedoman nyata yang cepat diikuti dan ditiru oleh para bawahannya.Demikian pula dalam menanamkan dan memperkuat nilai–nilai budaya kepada para anggota organisasi. Pemberian contoh / teladan yang dilakukan oleh pimpinan organisasi, sangat berpengaruh dan dapat mempercepat penanaman dan perkuatan budaya organisasi kepada seluruh anggota organisasi tersebut. e. Unsur Kinerja Penilaian dan penghargaan secara berkala perlu dilakukan oleh pemimpin organisasi kepada para anggotanya.Bagi anggota organisasi yang berprestasi dalam penanaman nilai – nilai budaya organisasi perlu diberi penghargaan seperti kenaikan jabatan, gaji, pemberian gelar, hadiah, dan sebagainya. 2.4.5 Karakteristik Budaya Organisasi Robbin (2005), membagi beberapa karakteristik – karakteristik budaya organisasi sebanyak 7, yaitu : 1. Inovasi dan pengambilan resiko Yaitu merupakan sejauh mana para karyawan didorong untuk melakukan inovasi dan pengambilan resiko. Hal ini tentunya bertujuan untuk pencapaian tujuan perusahaan. 2. Perhatian kerincian Yaitu adanya perhatian akan sejauh mana karyawan diharapkan bisa menunjukkan kecermatan, analisis, dan perhatian terhadap rincian. 3. Orientasi hasil 23 Yaitu sejauh mana manajemen memusatkan perhatian pada hasil, bukannya pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil tersebut. 4. Orientasi orang Yaitu sejauh mana keputusan manajemen dalam memperhitungkan efek– efek hasil pada orang – orang di dalam organisasi itu. 5. Orientasi tim Yaitu sejauh mana kegiatan kerja yang diorganisasikan sekitar tim-tim dan bukan hanya individu semata. 6. Keagresifan Yaitu sejauh mana orang – orang itu agresif dan kompetitif dan bukannya bersantai. 7. Kemantapan Yaitu sejauh mana kegiatan organisasi menekankan dipertahankannya status quo dari pada terjadinya pertumbuhan. 2.5 Motivasi 2.5.1 Definisi Motivasi Manajemen sumber daya manusia pada dasarnya berisikan langkahlangkah perencanaan, penarikan, seleksi, pengembangan, pemeliharaan, dan penggunaan sumber daya manusia (SDM) untuk mencapai tujuan tertentu, baik tujuan individual maupun tujuan organisasi. Keberhasilan pengolahan organisasi atau prusahaan bisnis sanggat ditentukan oleh aktivitas kegiatan pendayagunaan sumber daya manusia, dalam hal ini seorang manajer harus memiliki teknik-teknik untuk dapat 24 memelihara prestasi dan kepuasan kerja, antar lain dengan memberikan motivasi kepada bawahan agar dapat melaksanakan tugas sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Motivasi adalah: 1. Keinginan yang terdapat pada seorang individu yang merangsangnya melakukan tindakan (GR. Terry, yang dikutip oleh Hasibuan (2007). 2. Motivasi : pekerjaan yang dilakukan oleh manajer dalam memberikan inspirasi, semangat, dan dorongan pada orang lain, dalam hal ini karyawannya untuk mengambil tindakan-tindakan tertentu ( Liang Gie, yang dikutip oleh Samsudin ( 2006 :281 ). 3. Mangkunegara (2005:61) menyatakan “motivasi terbentuk dari sikap (attitude) karyawan dalam menghadapi situasi kerja di perusahaan (situation). Motivasi merupakan kondisi atau energi yang menggerakkan diri karyawan yang terarah atau tertuju untuk mencapai tujuan organisasi perusahaan. Sikap mental karyawan yang pro dan positif terhadap situasi kerja itulah yang memperkuat motivasi kerjanya untuk mencapai kinerja maksimal”. Motivasi meliputi perasaan unik, pikiran dan pengalaman masa lalu yang merupakan bagian dari hubungan internal dan eksternal perusahaan sedemikian pentingnya motivasi, banyak ahli filsafat, sosiolog, psikolog maupun ahli manajemen melakukan penelitian. Berikut adalah definisi-definisi mengenai motivasi yang dikutip dari beberapa ahli : Motivasi berasal dari kata latin movere yang berarti dorongan atau menggerakkan. Motivasi (motivation) dalam manajemen hanya ditujukan pada sumber daya manusia umumnya dan bawahan khususnya. Motivasi 25 mempersoalkan bagaimana caranya mengarahkan daya dan potensi bawahan, agar mau bekerja sama secara produktif berhasil mencapai dan mewujudkan tujuan yang telah ditentukan. Berikut ini adalah pengertian-pengertian motivasi kerja menurut para ahli, diantaranya yaitu: Motivasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), (2008:930) adalah : “ Dorongan yang timbul pada diri seseorang sadar atau tidak sadar untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu, atau usaha–usaha yang dapat menyebabkan seseorang atau sekelompok orang tertentu bergerak melakukan sesuatu karena ingin mencapai tujuan yang dikehendaki.” Motivasi kerja menurut Robbin (2006:214) bahwa : Motivasi merupakan proses yang berperan pada intensitas, arah, dan lamanya berlangsung upaya individu ke arah pencapaian tujuan. Motivasi kerja menurut Hasibuan (2005:141) bahwa : Motivasi kerja adalah hal yang menyebabkan, menyalurkan, dan mendukung perilaku manusia, supaya mau bekerja giat dan antusias mencapai hasil kerja yang optimal. Motivasi kerja menurut Kusnadi (2002:330) adalah upaya-upaya yang memunculkan semangat dari dalam orang itu sendiri melalui fasilitas penyediaan kepuasan. Dari pengertian diatas bahwa motivasi kerja merupakan suatu keahlian dalam mengarahkan atau mengendalikan dan menggerakan seseorang untuk melakukan tindakan akan perilaku yang diinginkan berdasarkan sasaransasaran yang sudah ditetapkan untuk mencapai tujuan tertentu. 26 2.5.2 Teori Motivasi Perspektif Isi Pada Motivsi Pendekatan teori isi tentang motivasi mencoba untuk menentukan motif-motif apa saja yang mendorong seseorang untuk bekerja dengan giat. Pendekatan ini kemudian mencari isi motif-motif tersebut. Selain itu pendekatan ini menegaskan bahwa motif yang tidak terpuaskan akan menimbulkan kekurangan bagi individu, dan kekurangan ini harus dipenuhi, jika tidak maka individu akan mengalami ketegangan (stress) sehingga untuk menghilangkan ketegangan tersebut kebutuhan ini harus dipenuhi. McLelland (1985) menemukan 3 macam motif yang sangat mempengaruhi kemajuan, keberhasilan dan kinerja organisasi, yaitu : 1. Motif Kekuasaan Motif kekuasaan ini ditandai dengan keinginan individu uantuk memegang kendali atas orang lain, mempengaruhi orang lain dan sekaligus menguasai kehidupan orang lain 2. Motif Afiliasi Motif afiliasi berkaitan dengan kebutuhan individu untuk menjalin hubungan social secara harmonis dengan orang lain dan berusaha untuk diterima oleh lingkungan sosialnya. 3. Motif Berprestasi Motif berprestasi ini ditandai dengan dorongan dari individu untuk memperoleh kesuksesan yang maksimal, menyukai tantangan pekerjaan, ingin 27 menghasilan prestasi yang tinggi dan semangat bersaing untuk menjadi yang terbaik. Menurut McLelland (1985), motif berprestasi ini harus dikembangkan dan ditumbuhkan pada anggota organisasi, untuk menjamin kemajuan organisasi itu sendiri. 2.5.3 Dimensi Motivasi Proses Motivasi Proses Motivasi antara lain : a. Proses terjadinya motivasi pada dasarnya ditimbulkan oleh adanya kebutuhan yang menuntuk pemenuhannya b. Bergerak mencari suatu cara memnuhi kebutuhan itu c. Berperilaku atau bekerja yang berorientasi pada , pengakuan dan kemungkinan hukuman (punishment) d. Imbalan yang diperoleh dapat emnuhi kebutuhan semual diawal proses yang disebut “kepuasan” Motivasi dan tindakan Motivasi yang tinggi tidaklah berdaya guna apabila tidak dilanjutkan pelaksanaannya dengan tindakan Tindakan adalah suatu jenis perbuatan manusia yang mengandung maksud tertentu yang dikehendaki orang yang melakukan kegiatan. Ada dua jenis perbuatan dalam melakukan tindakana menuru Drs Manulang (2004) yaitu : 28 a. Pemikiran (thinking) berupa perbuatan manajerial yang menghendaki bekerjanya daya piker manusia b. Tindakan (action) berupa perbuata jasmani yang menggunakan kekuatan otot manusia dan mengandung maksud tertentu yang diinginkan oleh seseorang. 2.5.4 Tujuan Motivasi Pada umumnya masyarakat tingkat ekonomi rendah, bekerja dengan mendapatkan upah yang tinggi adalah merupakan suatu keputusan tersendiri atau sesuatu yang dapat dibanggakan, sebab denga upah yang tinggi maka dapat terpenuhi kebutuhannya. Sedangkan masyarakat yang mempunyai tingkat ekonomi yang lebih tinggi, maka upah tidaklah dominan menjadi sumber motivasi, akan tetapi ada faktor lain, misalnya kesempatan untuk lebih maju, kesempatan untuk berkreatif lebih tinggi. Menurut Hasibuan (2005), tujuan motivasi antara lain : a. Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan b. Meningkatkan produktifitas kerja c. Mempertahankan kestabilan karyawan d. Disiplin karyawan e. Mengefektifkan pengadaankaryawan f. Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik g. Untuk meningkatkan loyalitas, kretifitas dan partisipasi karyawan h. Mempertinggi rasa tanggung jawan keryawan terhadap tugas-tugasnya i. Untuk meningkatkan efisiensi penggunaan alat-alat kerja dan bahan baku. 29 2.5.5 Jenis-jenis Motivasi Ada 2 jenis motivasi yaitu : a. Motivasi positif (Insentif positif) Dalam motivasi ini atasan merangsang bawahan dengan memberikan hadiah (reward) kepada karyawan yang berprestasi. b. Motivasi negative (Insentif negative) Dalam motivasi ini atasan memotivasi bawahan dengan memberikan hukuman jika bawahan tidak dapat memenuhi target kerja atau melakukan kesalahan kerja. 2.5.6 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Motivasi Kerja Menurut Maslow yang dikutip Hasibuan (2005:154) faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi kerja yaitu : a. Kebutuhan fisiologis (Physiological Needs) Kebutuhan untuk mempertahankan hidup, yang termasuk dalam kebutuhan ini adalah makan, minum, perumahan, udara, dan sebagainya. Keinginan untuk memenuhi kebutuhan ini merangsang seseorang berperilaku dan giat bekerja. b. Kebutuhan akan rasa aman (Safety and Security Needs) Kebutuhan akan kebebasan dari ancaman yakni rasa aman dari ancaman kecelakaan dan keselamatan dalam melaksanakan pekerjaan. Kebutuhan ini mengarah kepada dua bentuk yakni kebutuhan akan keamanan jiwa terutama 30 keamanan jiwa di tempat bekerja pada saat mengerjakan pekerjaan dan kebutuhan akan keamanan harta di tempat pekerjaan pada waktu bekerja. c. Kebutuhan sosial, atau afiliasi (affiliation or acceptance Needs) Kebutuhan sosial, teman afiliasi, interaksi, dicintai dan mencintai, serta diterima dalam pergaulan kelompok pekerja dan masyarakat lingkungannya. Pada dasarnya manusia normal tidak mau hidup menyendiri seorang diri di tempat terpencil, ia selalu membutuhkan kehidupan berkelompok. d. Kebutuhan yang mencerminkan harga diri (Esteem or Status Needs) Kebutuhan akan penghargaan diri dan pengakuan serta penghargaan prestise dari karyawan dan masyarakat lingkungannya. Idealnya prestise timbul karena adanya prestasi, tetapi tidak selamanya demikian. Akan tetapi perlu juga diperhatikan oleh pimpinan bahwa semakin tinggi kedudukan seseorang dalam masyarakat atau posisi seseorang dalam organisasi semakin tinggi pula prestisenya. Prestise dan status dimanifestasikan oleh banyak hal yang digunakan sebagai simbol status itu. e. Kebutuhan aktualisasi diri (Self Actualization) Kebutuhan akan aktualisasi diri dengan menggunakan kemampuan, keterampilan dan potensi optimal untuk mencapai prestasi kerja yang sangat memuaskan. Kebutuhan ini merupakan realisasi lengkap potensi seseorang secara penuh. Keinginan seseorang untuk mencapai kebutuhan sepenuhnya dapat berbeda satu dengan yang lainnya, pemenuhan kebutuhan dapat dilakukan pimpinan perusahan dengan menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan. 31 Menurut Frederick Herzberg yang dikutip oleh Hasibuan (2005:157), mengemukakan teori motivasi dua actor atau sering juga disebut teori motivasi kesehatan (Faktor Higienis). Menurut Herzberg, orang menginginkan dua macam faktor kebutuhan, yaitu: Pertama: kebutuhan akan kesehatan atau kebutuhan akan pemeliharaan atau maintenance factors. Faktor pemeliharaan (maintenance factors) berhubungan dengan hakikat manusia yang ingin memperoleh ketenteraman dan kesehatan badaniah.Kebutuhan kesehatan merupakan kebutuhan yang berlangsung terus-menurus, karena kebutuhan ini akan kembali ketitik nol setelah dipenuhi. Misalnya: orang lapar akan makan, kemudian lapar lagi, lalu makan, dan seterusnya. Faktor-Faktor pemeliharaan meliputi balas jasa,kondisi kerja fisik, kepastian pekerjaan, supervisi yang menyenangkan, mobil dinas, rumah dinas dan macam-macam tunjangan lain. Hilangnya Faktor pemeliharaan dapat menyebabkan timbulnya ketidak puasan (dissatisfiers = faktor higienis) dan tingkat absensi serta turnover karyawan akan meningkat. Faktor-faktor pemeliharaan perlu mendapatkan perhatian yang wajar dari pimpinan, agar kepuasan dan kegairahan bekerja bawahan dapat ditingkatkan. Kedua: faktor pemeliharaan menyangkut kebutuhan psikologi seseorang kebutuhan ini menyangkut kebutuhan intrinsik, kepuasan pekerjaan (job content) yang apabila terdapat dalam pekerjaan akan menggerakkan tingkat motivasi yang kuat, yang dapat menghasilkan prestasi pekerjaan yang baik. Jika kondisi ini tidak ada, tidak akan menimbulkan rasa ketidakpuasan 32 yang berlebihan. Sehingga Faktor ini dinamakan satisfiers atau motivator yang meliputi: 1. Prestasi atau Achievment 2. Pengakuan atau Recognition 3. Pekerjaan itu sendiri atau the work in self 4. Tanggung jawab atau Responsibility 5. Kemajuan atau Advancement Rangakaian ini melukiskan hubungan seseorang dengan apa yang dikerjakannya (job content) yakni hubungan pekerjaan pada tugasnya. Motivasi yang ideal yang dapat merangsang usaha adalah peluang untuk melaksanakan tugas yang lebih membutuhkan keahlian dan peluang mengembangkan kemampuan. Menurut Claude S. George yang dikutip Hasibuan (2005:163) bahwa seseorang mempunyai kebutuhan yang berhubungan dengan tempat dan suasana dilingkungan ia bekerja, yaitu : 1. Upah yang adil dan layak 2. Kesempatan untuk maju/promosi 3. Pengakuan sebagai individu 4. Keamanan kerja 5. Tempat kerja yang baik 6. Penerimaan oleh kelompok 7. Perlakuan yang wajar 8. Pengakuan akan prestasi 33 2.5.7. Prinsip-Prinsip dalam Motivasi Kerja Karyawan Terdapat beberapa prinsip dalam memotivasi kerja karyawan menurut Mangkunegara (2009:100) diantaranya yaitu: 1. Prinsip partipasi Dalam upaya memotivasi kerja, pegawai perlu diberikan kesempatan ikut berpartisipasi dalam menentukan tujuan yang akan dicapai oleh pemimpin. 2. Prinsip komunikasi Pemimpin mengkomunikasikan segala sesuatu yang berhubungan dengan usaha pencapaian tugas, dengan informasi yang jelas, pegawai akan lebih mudah dimotivasi kerjanya. 3. Prinsip mengakui andil bawahan Pemimpin mengakui bahwa bawahan (pegawai) mempunyai andil didalam usaha pencapaian tujuan. Dengan pengakuan tersebut, pegawai akan lebih mudah dimotivasi kerjanya. 4. Prinsip pendelegasian wewenang Pemimpin yang memberikan otoritas atau wewenang kepada pegawai bawahan untuk sewaktu-waktu dapat mengambil keputusan terhadap pekerjaan yang dilakukannya, akan membuat pegawai bersangkutan menjadi termotivasi untuk mencapai tujuan yang diharapkan oleh pemimpin. 5. Prinsip memberi perhatian Pemimpin memberikan perhatian terhadap apa yang diinginkan pegawai atau karyawan sehingga dapat memotivasi para pegawai bekerja sesuai dengan yang diharapkan oleh pemimpin. 34 2.5.8 Asas-Asas Motivasi Menurut Hasibuan (2005:146), asas-asas motivasi adalah sebagai berikut: 1. Asas mengikutsertakan, artinya mengajak bawahan untuk ikut berpartisipasi dan memberikan kesempatan kepada mereka mengajukan pendapat, rekomendasi dalam proses pengambilan keputusan. 2. Asas komunikasi, artinya menginformasikan secara jelas tentang tujuan yang ingin dicapai, cara-cara mengerjakannya, dan kendala-kendala yang dihadapi. 3. Asas pengakuan, artinya memberikan penghargaan, pujian dan pengakuan yang tepat serta wajar kepada bawahan atas prestasi kerja yang dicapainya. 4. Asas wewenang yang didelegasikan, artinya memberikan kewenangan dan kepercayaan diri pada bawahan, bahwa dengan kemampuan dan kreativitasnya mereka mampu mengerjakan tugas-tugas itu dengan baik. 5. Asas adil dan layak, artinya alat dan jenis motivasi yang memberikan harus berdasarkan atas asas keadilan dan kelayakan terhadap semua karyawan. Misalnya pemberian hadiah atau hukuman terhadap semua karyawan harus adil dan layak kalau masalahnya sama. 6. Asas perhatian timbal-balik, artinya bawahan yang berhasil mencapai tujuan dengan baik maka pimpinan harus bersedia memberikan alat dan jenis motivasi. Tegasnya kerja sama yang saling menguntungkan kedua belah pihak. 35 2.6 Kinerja 2.6.1 Pengertian Kinerja Penilaian tentang kinerja individu karyawan semakin penting ketika perusahaan akan melakukan reposisi karyawan. Artinya bagaimana perusahaan harus mengetahui factor-factor apa saja yang mempengaruhi kinerja. Hasil analisis akan bermanfaat untuk membuat program pengembangan SDM secara optimal. Pada gilirannya kinerja individu akan mencerminkan derajat kompetisi suatu perusahaan. Dessler (2009) berpendapat : Kinerja Karyawan adalah prestasi actual karyawan dibandingkan dengan prestasi yang diharapkan dari karyawan. Prestasi kerja yang diharapkan adalah prestasi standar yang disusun sebagai acuan sehingga dapat melihat kinerja karyawan sesuai dengan posisinya dibandingkan dengan standar yang dibuat.Selain itu dapat juga dilihat kinerja dari karyawan tersebut terhadap karyawan lainnya. Menurut Mangkunegara (2009:67) pengertian kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh sesorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Menurut Rivai (2009:549), mengemukakan bahwa kinerja merupakan prilaku nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan karyawan sesuai perannya dalam perusahaan. Berdasarkan beberapa pendapat tentang kinerja dan prestasi kerja dapat disimpulkan bahwa pengertian kinerja maupun prestasi kerja mengandung substansi pencapaian hasil kerja oleh seseorang.Dengan demikian bahwa 36 kinerja maupun prestasi kerja merupakan cerminan hasil yang dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang.Kinerja perorangan (individual performance) dengan kinerja lembaga (institutional performance) atau kinerja perusahaan (corporate performance) terdapat hubungan yang erat. Dengan perkataan lain bila kinerja karyawan( individual performace) baik maka kemungkinan besar kinerja perusahaan (corporate performace) juga baik. 2.6.2 Hakikat Kinerja Pada hakikatnya, kepuasan kerja merupakan perasaan senang atau tidak senang pekerja dalam memandang dan menjalankan pekerjaannya. Pekerjaan bukan sekedar bekerja, tetapi lebih luas lagi, misalnya membutuhkan interaksi dengan rekan kerja dan para atasan, mematuhi peraturan- peraturan dan kebijakan- kebijakan organisasi, memenuhi standar kerja, hidup dengan suasana kerja yang sering kali kurang ideal, dan semacamnya, sutrisno (2009). 2.6.3 Hakikat Penilaian Kerja Untuk mengetahui sejauh mana kinerja karyawan, maka perlu diadakan penilaian terhadap kinerja karyawan dan dari penilaian tersebut dapat diketahui apakah kinerja yang dihasilkan karyawan telah memenuhi target yang ditentukan oleh organisasi atau tidak. Menurut Dessler (2008:290), penilaian kinerja adalah suatu prosedur yangmengaitkan pengaturan standar kerja, mengukur kinerja terkini dari karyawan yang dibandingkan dengan standard dan member timbale balik pada karyawan 37 dengan tujuan untuk memotivasi karyawan dan menghilankan kinerja yang buruk atau melanjutkan kinerja yang sudah baik. Penilaian kinerja sebagaimana disebutkan bahwa ia adalah bentuk penilaian yang tidak sekedar „soal pilihan berganda‟ melainkan lebih dari itu. Penilaian kinerja lebih menekankan pada hasil yang akurat, dimana nilai yang diamati tidak akan jauh menyimpang dari kondisi actual kemampuan peserta belajar sesungguhnya. Penilaian kinerja juga dapat menciptakan suasana yang bagus didalam proses pembelajaran dan mampu menumbuhkan sikap positif dari peserta belajar. Sehubungan dengan permasalahaan pemaknaan penilaian kinerja, ditemukan adanya‟gap‟ antara karakteristik dan pemberian definisi dari berbagai literatur, meskipun gap ini hanya tampak secara ekspilsit. Jika penilaian kinerja dideskeripsikan sehubungan dengan karakteristiknya, meliputi sifat-sifat penilaian tertentu dimana deskeripsi itu merupakan proses kognitif peserta belajar sebagaimana yang diharapkan. Contoh-contoh frasa yang digunaka di dalam penilaian kinerja meliputi aspek berfikir tingkat tinggi, kemampuan komunikasi, aplikasi dunia nyata, tugas-tugas pemnelajaran yang bermakna (meaningful task), komitmen waktu dan upaya yang sungguh-sungguh dari peserta belajar.Pada sebagian besar kasus di lapangan, karakteristik itu merumuskan tujuan-tujuan dan kemungkinankemungkinan yang terjadi dari adanya penilaian kinerja, ditemukan bahwa karakteristik tidak memberikan batasan-batasan yang jelas. Sebagian besar definisi yang memberikan bahwasanya penilaian kinerja dipandang sebagai “response-centered (RC)” atau sebagai “simulation- 38 centered (SC)”.RC menekankan pada bentuk respon peserta di dalam melaksanakan penilaian. Sementara SC menekankan pada kinerja peserta belajar yang terobsesi oleh penilai. SC biasanya lebih praktikal karena membutuhkan kinerja nyata/ langsung dari peserta belajar yang tidak sebatas tertulis saja. Dessler (2008:295-309) menjabarkan metode yang digunakan untuk menilai kinerja karyawan sebagai berikut : 1. Graphic rating scale method Supervisor menilai bawahannya dengan cara member tanda centang atau melingkar skor yang paling menggambarkan setiap kategori penilaian 2. Alternation ranking method Mengurutkan rangking karyawan dari yang terbaik hingga yang terburuk di setiap kategori 3. Paired comparison method Metode ini membantu rangking menjadi lebih tepat. Kita membandingkan antara satu karyawan dengan karyawan yang lain pada setiap kategori yang ada 4. Forced distribution method Dengan metode ini, kita menentukan nilai prosentase terlebih dahulu pada setiap kategori kinerja yang ingin dinilai 39 5. Critical incident method Supervisor membuat catatan tentang baik atau buruknya (critical incidents) kinerja bawahannya dan membahas hal ini bersama bawahannya pada waktu yang sudah ditentukan. 6. Narrative forms Assesmen naratif ini menolong karyawan dalam memahami dimana kinerja mereka baik atau buruk dan bagaimana untuk meningkatkan kinerja mereka 7. Behaviorally anchored rating scale (BARS) Skala ini merupakan gabungan dari kejadian kritis yang diuraikan secara naratif dengan peringkat kuantitatif, dimana setiap angka kuantitatif dikaitkan dengan perilaki kerja yang baik dan buruk 8. Management by objective Mengaitkan tujuan yang spesifik dan terukur dengan karyawan dan membahas perkembangan yang sudah tercapai secara periodic 9. Computerized and web-based performance appraisal Supervisor memantau data kinerja karyawannya yang sudah terkomputerisasi yang diperbaharui setiap waktu. Menurut Rivai (2008:324) bahwa aspek- aspek yang dinilai dalam kinerja dapat dikelompokan menjadi: a) Kemampuan Teknis, yaitu kemampuan menggunakan pengetahuan, metode, teknik dan peralatan yang digunakan untuk melaksanakan tugas serta pengalaman dan pelatihan yang diperolehnya. 40 b) Kemampuan Konseptual, yaitu kemampuan untuk memahami kompleksitas perusahaan dan penyesuaian bidang gerak dari unit masing-masing kedalam bidang operasional perusahaan secara menyeluruh, yang pada intinya individual tersebut memahami tugas, serta tanggung jawab sebagai seorang karyawan. c) Kemampuan Hubungan Interpersonal, yaitu antara lain kemampuan untuk bekerja sama dengan orang lain, memotivasi karyawan, melakukan negosiasi dan lain-lain. Unsur- unsur yang dinilai dalam prestasi kerja adalah: 1. Kesetiaan Penilaian mengukur kesetiaan karyawan terhadap pekerjaannya, dan organisasi kesetiaan ini dicerminkan oleh kesediaan karyawan menjaga dan membela organisasi didalam maupun diluar pekerjaan dari rongrongan orang yang tidak bertanggung jawab. 2. Prestasi kerja Penilai menilai hasil kerja baik kualitas maupun kuantitas yang dapat dihasilkan oleh karyawan tersebut dari uraian pekerjaannya. 3. Kejujuran Penilai menilai kejujuran dalam melaksanakan tugas-tugasnya memenuhi perjanjian baik bagi dirinya sendiri maupun kepada orang lain seperti bawahannya. 2. Kedisplinan 41 Penilai menilai disiplin karyawan dalam memenuhi peraturan- peraturan yang ada dan melakukan pekerjaannya sesuai dengan intruksi yang diberikan kepadanya. 3. Kreativitas Penilai menilai kemampuan karyawan dalam mengembangkan kreativitasnya untuk menyelesaikan pekerjaannya, sehingga bekerja lebih berdaya guna dan berhasil guna. 4. Kerja Sama Penilai menilai kesediaan karyawan berprestasi dan bekerja sama dengan karyawan lainnya secara vertical atau horizontal baik didalam maupun diluar pekerjaan sehingga hasil pekerjaannya semakin membaik. 5. Kepemimpinan Penilai menilai kemampuan untuk memimpin, berpengaruh, mempunyai kepribadian yang kuat, dihormati, berwibawa dan dapat memotivasi orang lain atau bawahannya agar bekerja lebih efektif. 6. Kepribadian Penilai menilai karyawan dari sikap prilaku, kesopanan, periang, disukai, memberi kesan menyenangkan, memperlihatkan sikap yang baik, serta berpenampilan yang menarik dan wajar. 7. Prakarsa Penilai menilai kemampuan berfikir orisinil dan berdasarkan inisiatif sendiri untuk menganalisis, memberikan alasan, mendapatkan kesimpulan dan membuat keputusan menyelesaikan masalah yang dihadapinya. 8. Kecakapan 42 Penilai menilai kecakapan karyawan dalam menyatukan dan menyelaraskan bermacam- macam eleman yang semuanya terlibat didalam penyususnan kebijaksanaan didalam situasi manajemen. Tanggung Jawab 9. Penilai menilai kesediaan karyawan dalam mempertanggung jawabkan, kebijaksanaannya, pekerjaannya, dan hasil kerjanya, sarana dan prasarana yang digunakannya, serta perilaku kerjanya. Unsur prestasi karyawan yang akan dinilai oleh setiap organisasi atau perusahaan tidak selalu sama, tetapi pada dasarnya unsur- unsur yang dinilai itu mencakup seperti hal-hal diatas. 2.7. Kerangka Pemikiran VariabelIndependen(X) Independen (X) Variabel Variabel Dependen (Y) Gaya Kepemimpinan (X1) Budaya Organisasii (X2) H1 H2 H3 Motivasi (X3) H4 Kerangka Pemikiran Gambar 2.7 Kinerja Karyawan (Y) 43 2.8 Hipotesis Menurut Sugiyono (2007:93), “Hipotesis adalah merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, oleh karena itu rumusan masalah penelitian biasanya disusun dalam bentuk kalimat pertanyaan.” Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru berdasarkan pada teori yang relevan, belum berdasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Hipotesis juga dapat dikatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian, belum jawaban yang empiris. Kriteria uji : 1. Gaya kepemimpinan berpengaruh terhadap kinerja karyawan 2. Budaya organisasi terhadap berpengaruh terhadap kinerja karyawan 3. Motivasi berpengaruh terhadap kinerja karyawan 4. Gaya kepemimpinan, budaya organisasi dan motivasi berpengaruh terhadap kinerja karyawan