pengaruh arus kas dan laba terhadap return saham perusahaan

advertisement
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1. Tinjauan Literatur
2.1.1. Pertumbuhan Ekonomi Daerah
Pengertian
pertumbuhan
ekonomi
seringkali
dibedakan
dengan
pembangunan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi bersangkut-paut dengan proses
peningkatan produksi barang dan jasa dalam kegiatan ekonomi masyarakat,
sementara pembangunan mengandung arti yang lebih luas. Proses pembangunan
mencakup perubahan pada komposisi produksi, perubahan pada pola penggunaan
(alokasi) sumber daya produksi diantara sektor-sektor kegiatan ekonomi,
perubahan pada pola distribusi kekayaan dan pendapatan diantara berbagai
golongan pelaku ekonomi, perubahan pada kerangka kelembagaan dalam
kehidupan masyarakat secara menyeluruh.
Namun demikian pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu ciri pokok
dalam proses pembangunan, hal ini diperlukan berhubungan dengan kenyataan
adanya pertambahan penduduk. Bertambahnya penduduk dengan sendirinya
menambah kebutuhannya akan pangan, sandang, pemukiman, pendidikan dan
pelayanan kesehatan. Adanya keterkaitan yang erat antara pertumbuhan dan
pembangunan ekonomi, ditunjukkan pula dalam sejarah munculnya teori-teori
pembangunan
ekonomi.
Menurut
Todaro
(2002)
dalam
kepustakaan
pembangunan ekonomi pasca Perang Dunia II terdapat lima pendekatan utama
Universitas Sumatera Utara
dalam aliran
pemikiran
pertumbuhan
bertahap
tentang teori-teori
linier,
model
pembangunan,
pembangunan
yaitu
model
struktural,
model
ketergantungan internasional, kontrarevolusi pasar bebas neoklasik dan model
pertumbuhan endogen.
Model pertumbuhan bertahap linier menekankan pada pemahaman bahwa
proses pembangunan merupakan serangkaian tahapan pertumbuhan ekonomi yang
berurutan, dan juga menyoroti pembangunan sebagai perpaduan dari tabungan,
penanaman modal dan bantuan asing. Salah satu tahapan yang harus dilalui adalah
tahapan tinggal landas, yang ditandai dengan adanya pengerahan atau mobilisasi
tabungan yang dijelaskan oleh model pertumbuhan Harrod-Domar (dalam Todaro,
2002). Model yang berkembang selanjutnya adalah perubahan struktural dan
ketergantungan internasional yang perbedaan diantara keduanya lebih pada
perbedaan secara ideologis.
Model pertumbuhan yang berkembang pada tahapan berikutnya adalah
model pertumbuhan neoklasik, dimana model pertumbuhan Solow menjadi
pilarnya. Solow berpendapat bahwa pertumbuhan output bersumber dari tiga
faktor: kenaikan kuantitas dan kualitas tenaga kerja (melalui pertumbuhan jumlah
penduduk dan perbaikan pendidikan), penambahan modal (melalui tabungan dan
investasi) serta penyempurnaan teknologi. Sebagian besar pertumbuhan ekonomi
bersumber dari hal-hal yang bersifat eksogen atau proses-proses kemajuan
teknologi yang bersifat independen (Todaro, 2002).
Kelemahan yang terdapat pada teori neoklasik adalah bahwa pengaruh
teknologi tidak sepenuhnya dapat dikendalikan oleh faktor-faktor ekonomi,
Universitas Sumatera Utara
mengakibatkan munculnya model pertumbuhan yang baru yaitu pertumbuhan
endogen. Model ini tetap berdasarkan pada model yang dikembangkan oleh kaum
neoklasik, namun berkebalikan dengan pendapat kaum neoklasik, model
pertumbuhan endogen mengakui dan menganjurkan keikutsertaan pemerintah
secara aktif dalam pengelolaan perekonomian.
Blakely dalam Abdullah (2004) juga mengemukakan akan pentingnya
peran pemerintah, dengan mengemukakan sejumlah faktor yang mempengaruhi
pembangunan daerah. Faktor-faktor tersebut adalah sumber daya alam, tenaga
kerja, investasi modal, kewirausahaan, transportasi, komunikasi, komposisi sektor
industri, teknologi, pasar ekspor, situasi perekonomian internasional, kapasitas
pemerintah daerah, pengeluaran pemerintah dan dukungan pembangunan.
2.1.2. Tax Effort
Dongori (2006) menyatakan bahwa dampak diberlakukannya undangundang otonomi daerah dan dikeluarkannya undang-undang No.34 tahun 2000
yang membatasi pungutan pajak daerah dapat memberikan pengaruh yang cukup
besar terhadap penerimaan daerah. Ketersediaan sumber-sumber daya potensial
dan kesiapan daerah menjadi faktor penting keberhasilan daerah dalam era
otonomi ini. Keuangan daerah, terutama pada sisi penerimaan bisa menjadi tidak
stabil dalam memasuki era otonomi ini. Sobel dan Holcombe (1996) dalam
Andayani (2004) mengemukakan bahwa terjadinya krisis keuangan disebabkan
tidak cukupnya penerimaan atau pendapatan dalam memenuhi kebutuhan
pengeluaran. Daerah- daerah yang tidak memiliki kesiapan memasuki era otonomi
Universitas Sumatera Utara
bisa mengalami hal yang sama. Upaya fiskal (Tax Effort) dilakukan karena adanya
tuntutan peningkatan kemandirian yang ditunjukkan dengan meningkatnya
penerimaan sendiri untuk membiayai berbagai pengeluaran yang ada.
Shamsub & Akoto (2004) mengelompokkan penyebab timbulnya Tax
Effort ke dalam 3 (tiga) kelompok, yaitu:
1.
Menekankan bahwa peran siklus ekonomi dapat menyebabkan Tax Effort.
Penyebab utama terjadinya Tax Effort adalah kondisi ekonomi seperti
pertumbuhan yang menurun dan resesi.
2.
Menekankan bahwa ketiadaan perangsang bisnis dan kemunduran industri
sebagai penyebab utama timbulnya Tax Effort. Yu dan Korman (1987) dalam
(Shamsub & Akoto, 2004) menemukan bahwa kemunduran industri
menjadikan berkurangnya hasil pajak tetapi pelayanan jasa meningkat, hal ini
dapat menyebabkan Tax Effort.
3.
Menerangkan Tax Effort sebagai fungsi politik dan faktor-faktor keuangan
yang tidak terkontrol. Ginsberg dalam (Shamsub & Akoto, 2004)
menunjukkan bahwa sebagian dari peran ketidakefisienan birokrasi, korupsi,
gaji yang tinggi untuk pegawai, dan tingginya belanja untuk kesejahteraan
sebagai penyebab Tax Effort.
Otonomi daerah menuntut daerah untuk meningkatkan pendapatan asli
daerah (PAD). Seiring dengan peningkatan kemandirian, daerah diharapkan
mampu melepaskan atau paling tidak mengurangi ketergantungan terhadap
pemerintah pusat. Dalam era ini, PAD idealnya menjadi komponen utama
pembiayaan daerah. Namun upaya pemerintah daerah ini mengalami hambatan
Universitas Sumatera Utara
karena diberlakukannya UU No. 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah.
Keberadaan UU ini seringkali dinilai justru menjadi disinsentif bagi daerah,
dikarenakan membatasi daerah untuk melakukan ekstensifikasi pajak-pajak
daerah.
Pada saat Tax Effort tinggi, pemerintah cenderung menggali potensi
penerimaan pajak untuk meningkatkan penerimaan daerahnya (Shamsub dan
Akoto, 2004). Oleh karena itu, tingginya angka upaya pajak dapat diidentikkan
dengan kondisi Tax Effort. Upaya Pajak (Tax Effort) adalah upaya peningkatan
pajak daerah yang diukur melalui perbandingan antara hasil penerimaan (realisasi)
sumber-sumber pajak daerah dengan potensi sumber-sumber pendapatan pajak
daerah. Tax Effort menunjukkan upaya pemerintah untuk mendapatkan
pendapatan bagi daerahnya dengan mempertimbangkan potensi yang dimiliki.
Potensi dalam pengertian ini adalah seberapa besar target yang ditetapkan
pemerintah daerah dapat dicapai dalam tahun anggaran daerah tersebut.
2.1.3. Belanja Modal
Menurut Halim (2004: 73), “Belanja Modal merupakan belanja pemerintah
daerah yang manfaatnya melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah aset
atau kekayaan daerah dan selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin
seperti biaya pemeliharaan pada Kelompok Belanja Administrasi Umum”.
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006
Pasal 53 ayat 1 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah juga disebutkan
bahwa Belanja Modal merupakan pengeluaran yang dilakukan dalam rangka
Universitas Sumatera Utara
pembelian/ pengadaan atau pembangunan aset tetap berwujud yang mempunyai
nilai manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan
pemerintahan, seperti dalam bentuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan
bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, dan aset tetap lainnya.
Menurut Syaiful (2007 : 2-3), Belanja Modal dapat dikategorikan dalam 5
(lima) kategori utama:
1. Belanja Modal Tanah
Belanja Modal Tanah adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk
pengadaan/ pembelian/ pembebasan, penyelesaian, balik nama dan sewa
tanah, pengosongan, pengurugan, perataan, pematangan tanah, pembuatan
sertifikat dan pengeluaran lainnya sehubungan dengan perolehan hak atas
tanah dimaksud dalam kondisi siap pakai.
2. Belanja Modal Peralatan dan Mesin
Belanja Modal Peralatan dan Mesin adalah pengeluaran/ biaya yang
digunakan untuk pengadaan/ penambahan/ penggantian, dan peningkatan
kapasitas peralatan dan mesin serta inventaris kantor yang memberikan
manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan dan sampai peralatan dan mesin
dimaksud dalam kondisi siap pakai.
3. Belanja Modal Gedung dan Bangunan
Belanja Modal Gedung dan Bangunan adalah pengeluaran/ biaya yang
digunakan untuk pengadaan/ penambahan/ penggantian, termasuk pengeluaran
untuk perencanaan, pengawasan dan pengelolaan pembangunan gedung dan
bangunan yang menambah kapasitas sampai gedung dan bangunan dimaksud
dalam kondisi siap pakai.
4. Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan
Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan adalah pengeluaran/ biaya yang
digunakan untuk pengadaan/ penambahan/ penggantian/ peningkatan,
pembangunan/ pembuatan serta perawatan dan termasuk pengeluaran untuk
perencanaan, pengawasan dan pengelolaan jalan irigasi dan jaringan yang
menambah kapasitas sampai jalan irigasi dan jaringan dimaksud dalam
kondisi siap pakai.
5. Belanja Modal Fisik Lainya
Belanja Modal Fisik Lainnya adalah pengeluaran/ biaya yang digunakan
untuk pegadaan/ penambahan/ penggantian/ peningkatan pembangunan/
pembuatan serta perawatan terhadap fisik lainya yang tidak dapat
Universitas Sumatera Utara
dikategorikan dalam kriteria belanja modal tanah, peralatan dan mesin, gedung
dan bangunan, dan jalan irigasi dan jaringan termasuk dalam belanja ini
adalah belanja kontrak sewa beli, pembelian barang-barang kesenian, barang
purbakala dan barang untuk museum, hewan ternak dan tanaman, buku-buku
dan jurnal ilmiah.
2.1.4. Pendapatan Asli Daerah
Menurut Permendagri No.32 Tahun 2008, dalam upaya peningkatan PAD,
agar tidak menetapkan kebijakan yang memberatkan dunia usaha dan masyarakat.
Upaya tersebut dapat ditempuh melalui penyederhanaan sistem dan prosedur
administrasi pemungutan pajak dan retribusi daerah, meningkatkan ketaatan wajib
pajak dan pembayar retribusi daerah serta meningkatkan pengendalian dan
pengawasan atas pemungutan PAD yang diikuti dengan peningkatan kualitas,
kemudahan, ketepatan dan kecepatan pelayanan.
Secara teoritis pengukuran kemandirian daerah diukur dari PAD. Sesuai
dengan UU No.33 Tahun 2004 disebutkan bahwa PAD terdiri dari: pajak daerah,
retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lainlain PAD yang sah. Namun di dalam perkembangan selanjutnya, diantara semua
komponen PAD, pajak dan retribusi daerah merupakan penyumbang terbesar,
sehingga muncul anggapan bahwasanya PAD identik dengan pajak dan retribusi
daerah.
Halim (2007:96) menyatakan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD)
merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli
daerah. Yani (2008:44) menjelaskan bahwa sumber Pendapatan Asli Daerah
diperoleh dari Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Pengelolaan Kekayaan Daerah
yang Dipisahkan, Dan Lain-lain PAD yang sah
Universitas Sumatera Utara
2.1.5. Pengaruh Tax Effort terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Tujuan utama dari desentralisasi fiskal adalah terciptanya kemandirian
daerah. Pemerintah daerah diharapkan mampu menggali sumber-sumber
keuangan lokal, khususnya melalui Pendapatan Asli Daerah (Sidik, 2002). Daerah
yang memiliki tingkat pertumbuhan PAD yang positif mempunyai kemungkinan
untuk memiliki tingkat pendapatan per Kapita yang lebih baik. PAD berpengaruh
positif dengan petumbuhan ekonomi di daerah (Brata, 2004).
PAD merupakan sumber pembelanjaan daerah, jika PAD meningkat maka
dana yang dimiliki oleh pemerintah daerah akan lebih tinggi dan tingkat
kemandirian daerah akan meningkat pula, sehingga pemerintah daerah akan
berinsisiatif untuk lebih menggali potensi-potensi daerah dan meningkatkan
pertumbuhan
ekonomi.
Pertumbuhan
PAD
secara
berkelanjutan
akan
menyebabkan peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah itu.
Peningkatan PAD harus berdampak pada perekonomian daerah (Saragih,
2003). Oleh karena itu, daerah tidak akan berhasil bila daerah tidak mengalami
pertumbuhan ekonomi yang berarti meskipun terjadi peningkatan penerimaan
PAD. Bila yang terjadi sebaliknya, maka bisa diindikasikan adanya eksploitasi
PAD terhadap masyarakat secara berlebihan tanpa memperhatikan peningkatan
produktifitas masyarakat itu sendiri. Sidik (2002) menegaskan bahwa keberhasilan
peningkatan PAD hendaknya tidak hanya diukur dari jumlah yang diterima, tetapi
juga diukur dengan perannya untuk mengatur perekonomian masyarakat agar
dapat lebih berkembang, yang pada gilirannya dapat meningkatkan kesejahteraan
masyarakat di daerah. Bila harapan untuk meningkatkan pendapatan asli daerah
Universitas Sumatera Utara
dapat terpenuhi, berarti Tax Effort memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan
ekonomi.
Penelitian yang dilakukan oleh Halim (2001) menunjukkan bahwa Tax
Effort dapat mempengaruhi APBD suatu daerah. Hal tersebut dibuktikan dari
adanya pergeseran (kenaikan/penurunan) dari komponen penerimaan dan
pengeluaran APBD. Terkait dengan hal itu, fakta empirik bahwa kondisi Tax
Effort yang terjadi di tahun 1997 ternyata secara umum tidak menurunkan peran
PAD terhadap total anggaran penerimaan/pendapatan daerah. Komponen dari
sektor penerimaan dalam Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah (APBD)
yang terpengaruh secara signifikan dengan kondisi Tax Effort adalah proporsi
retribusi daerah, sedangkan proporsi pajak daerah relatif tidak terpengaruh,
bahkan proporsinya sedikit naik dalam komposisi Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Penelitian lain yang dilakukan oleh Purnaninthesa (2006) membuktikan
bahwa Tax Effort berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja keuangan
pemerintah kabupaten/kota di Jawa Tengah. Kesimpulan riset menunjukkan
bahwa Tax Effort pada suatu daerah dapat menyebabkan motivasi bagi daerah
untuk meningkatkan pendapatan asli daerahnya guna mengurangi ketergantungan
pada pemerintah pusat. Penelitian lain yang dilakukan Dongori (2006)
menunjukkan fakta empirik bahwa Tax Effort mempunyai pengaruh negatif
terhadap tingkat ketergantungan daerah. Semakin tinggi tingkat Tax Effort maka
ada terdapat upaya daerah untuk meningkatkan kemandiriannya, yaitu dengan
cara mengoptimalkan potensi asli daerahnya, yang salah satunya tercermin pada
pendapatan asli daerah.
Universitas Sumatera Utara
Dalam menghadapi otonomi daerah, pemerintah daerah harus lebih
meningkatkan pelayanan publiknya. Upaya ini akan terus mengalami perbaikan
sepanjang didukung oleh tingkat pembiayaan daerah yang memadai. Alokasi
belanja yang memadai untuk peningkatan pelayanan publik diharapkan
memberikan timbal balik berupa peningkatan peneriamaan pendapatan asli
daerah, baik yang berasal dari retribusi, pajak daerah maupun penerimaan lainnya.
Penelitian Haryadi (2002) menunjukkan Tax Effort secara signifikan berpengaruh
terhadap kinerja keuangan pemerintah Kabupaten/kota di Jawa Timur sebelum
dan sesudah krisis. Hasil dari penelitian tersebut adalah tingkat kemampuan
pembiayaan daerah sebelum krisis relatif lebih besar dibandingkan sesudah krisis,
dari segi kemampuan mobilisasi daerah relatif lebih baik sesudah krisis, dari segi
tingkat ketergantungan secara relatif menunjukkan perkembangan yang positif
sesudah krisis. Penelitian Andayani (2004) yang menguji Tax Effort pada saat
krisis ekonomi dan sebelum krisis ekonomi menunjukkan bahwa disaat daerah
mengalami Tax Effort yang tinggi (yaitu pada saat krisis ekonomi) maka terdapat
kecenderungan peningkatan belanja daerah.
2.1.6. Pengaruh Pertumbuhan Belanja Modal/Pembangunan terhadap
Pertumbuhan Ekonomi
Dalam
pemerintah
model
yang
pembangunan
dikembangkan
tentang
oleh
perkembangan
Rostow
dan
pengeluaran
Musgrave
(dalam
Mangkoesoebroto, 1999) bahwa pada tahap awal perkembangan ekonomi,
persentase investasi pemerintah terhadap total investasi sangat besar. Hal ini
disebabkan oleh karena pada tahap ini pemerintah harus menyediakan prasarana.
Universitas Sumatera Utara
Investasi pemerintah daerah dalam hal ini dinyatakan dalam belanja modal
yang dapat berpengaruh terhadap peningkatan PAD. Dana tersebut digunakan
untuk memberdayakan berbagai sumber ekonomi untuk mendorong pemerataan
dan peningkatan pendapatan perkapita. Dana pembangunan juga merupakan salah
satu input produksi yang dapat menghasilkan output.
Infrastruktur dan sarana prasarana yang ada di daerah akan berdampak
pada pertumbuhan ekonomi daerah. Jika sarana dan prasarana memadai maka
masyarakat dapat melakukan aktivitas sehari-harinya secara aman dan nyaman
yang akan berpengaruh pada tingkat produktivitasnya yang semakin meningkat,
dan dengan adanya infrastruktur yang memadai akan menarik investor untuk
membuka usaha di daerah tersebut. Dengan bertambahnya belanja modal maka
akan berdampak pada periode yang akan datang yaitu produktivitas masyarakat
meningkat dan bertambahnya investor akan meningkatkan pendapatan asli daerah
(Abimanyu, 2005).
Peningkatan Pemerintah Daerah dalam investasi modal (belanja modal)
diharapkan mampu meningkatkan kualitas layanan publik dan pada gilirannya
mampu
meningkatkan
tingkat
partisipasi
(kontribusi)
publik
terhadap
pembangunan yang tercermin dari adanya peningkatan PAD (Mardiasmo, 2002).
Wong
(2004)
menunjukkan
bahwa
pembangunan
infrastruktur
industri
mempunyai dampak yang nyata terhadap kenaikan pajak daerah. Dalam penelitian
Adi (2006) menyatakan bahwa Belanja pembangunan memberikan dampak yang
positif dan signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah. Dengan kata lain,
pembangunan berbagai fasilitas sektor publik akan berujung pada peningkatan
Universitas Sumatera Utara
pendapatan daerah. Dalam penerapan desentralisasi, pembangunan menjadi
prioritas utama pemerintah daerah untuk menunjang peningkatan PAD.
Penelitian sebelumnya yang dilakukan Bappenas (2003), serta Setiaji dan
Adi (2007) tentang peta kemampuan daerah (propinsi, maupun kabupaten dan
kota) dalam era otonomi menunjukkan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD)
mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Pemerintah daerah berupaya
mengoptimalkan potensi pendapatan asli daerah sebagai bagian utama dalam
penyusunan APBD sebagai upaya meminimalkan ketergantungan penerimaan dari
pemerintah pusat.
2.1.7
Pengaruh Pertumbuhan
Pertumbuhan Ekonomi
Pendapatan
Asli
Daerah
terhadap
Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah salah satu sumber penerimaan yang
harus selalu terus menerus di pacu pertumbuhannya. Dalam otonomi daerah ini
kemandirian pemerintah daerah sangat dituntut dalam pembiayaan pembangunan
daerah dan pelayaan kepada masyarakat. Oleh sebab itu pertumbuhan investasi di
pemerintah kabupaten dan kota di Sumatera Utara perlu diprioritaskan karena
diharapkan memberikan dampak positif terhadap peningkatan perekonomian
regional.
Menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah, Pasal 157 sumber pendapatan daerah terdiri atas: a.pendapatan asli daerah
yang selanjutnya disebut PAD, yaitu: 1) hasil pajak daerah; 2) hasil retribusi
daerah; 3) hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan 4) lain-lain
PAD yang sah; b. dana perimbangan; dan c. lain-lain pendapatan daerah yang sah.
Universitas Sumatera Utara
Secara konseptual, perubahan pendapatan akan berpengaruh terhadap belanja atau
pengeluaran, namun tidak selalu seluruh tambahan pendapatan tersebut akan
dialokasikan dalam belanja.
Abdullah & Halim (2004) menemukan bahwa sumber pendapatan daerah
berupa pendapatan asli daerah (PAD) dan dana perimbangan berpengaruh
terhadap belanja daerah secara keseluruhan. Meskipun proporsi PAD maksimal
hanya sebesar 10% dari total pendapatan daerah, kontribusinya terhadap
pengalokasian anggaran cukup besar, terutama bila dikaitkan dengan kepentingan
politis (Abdullah, 2004).
Meningkatnya pertumbuhan ekonomi disuatu daerah terkait dengan
adanya stimulus dari pemerintah yang tergambar dalam sebuah persamaan
konsumsi. Upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi maka upaya peningkatan
pendapatan asli daerah untuk mendukung pelaksanaan otonomi daerah dapat
dilakukan dengan peningkatan pelayanan masyarakat. Peningkatan pelayanan
masyarakat ini merupakan unsur yang penting mengingat paradigma yang
berkembang dalam masyarakat saat ini adalah pembayaran pajak dan retribusi ini
sudah merupakan hak dari pada kewajiban masyarakat terhadap negara karena
adanya pelayanan dari negara.
Peningkatan pelayanan ini dilakukan dengan pengalokasian belanja modal
untuk pembangunan aset pelayanan publik dan belanja pemeliharan untuk
menjaga aset tetap berfungsi sampai masa ekonomisnya habis. Semakin tinggi
tingkat investasi modal diharapkan mampu meningkatkan kualitas layanan publik
dan pada gilirannya mampu meningkatkan tingkat partisipasi (kontribusi) publik
Universitas Sumatera Utara
terhadap pembangunan yang tercermin dari adanya peningkatan PAD.
Pengalokasian belanja modal pada dasarnya ditujukan untuk pelayanan publik
dengan harapan akan memberikan kemajuan bagi daerah tersebut. Kemajuan
suatu daerah dilihat dengan berbagai indikator. Salah satu dari indikator yang
sering dilihat adalah PAD daerah tersebut. Dengan kata lain, penentuan kebijakan
belanja modal yang merupakan stimulus pertumbuhan ekonomi daerah sedikit
banyaknya dipengaruhi hasil dari peningkatan PAD.
Purnaninthesa (2006) dan Dongori (2006) menunjukkan fakta empiris
yang hampir sama bahwa, Tax Effort mempunyai pengaruh positif terhadap
tingkat pembiayaan daerah. Secara komprehensif, hasil tersebut memberikan
gambaran empirik bahwa dibandingkan dengan era sebelum otonomi daerah,
pengaruh Tax Effort terhadap tingkat pembiayaan sesudah otonomi lebih besar
dibandingkan sebelum otonomi. Perubahan pembiayaan ini lebih banyak
disebabkan adanya tuntutan peningkatan pelayanan publik yang ditunjukkan
dengan peningkatan alokasi ataupun terjadi pergeseran belanja untuk kepentingankepentingan pelayanan publik secara langsung, dalam hal ini belanja
pembangunan.
Implementasi
Undang-Undang
otonomi
daerah
diharapkan
dapat
memberikan motivasi bagi daerah untuk meningkatkan pendapatan asli daerahnya.
Pemerintah diharapkan menggali potensi yang ada di daerahnya, sehingga
pendapatan asli daerahnya dapat digunakan untuk membiayai belanja daerah,
khususnya yang berkaitan langsung dengan pelayanan publik ataupun peningkatan
prasarana yang mendukung percepatan pertumbuhan ekonomi daerah. Pada
Universitas Sumatera Utara
gilirannya harapan untuk meningkatkan pendapatan asli daerah dapat terpenuhi.
Berarti Tax Effort benar-benar memberikan pengaruh terhadap pembelanjaan
daerah.
2.2. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Penelitian Saggaf (1999) dengan judul Analisa pengaruh PAD terhadap
Pertumbuhan Ekonomi Pekanbaru. Adapun variabel yang digunakan berupa
Anggaran dan Realisasi PAD PDRB dan APBD. Hasil menunjukkan Ada
pengaruh PAD terhadap Pertumbuhan Ekonomi.
Penelitian yang dilakukan oleh Haryadi (2002) menunjukkan Tax Effort
secara
signifikan
berpengaruh
terhadap
kinerja
keuangan
pemerintah
Kabupaten/kota di Jawa Timur sebelum dan sesudah krisis. Hasil dari penelitian
tersebut adalah tingkat kemampuan pembiayaan daerah sebelum krisis relatif lebih
besar dibandingkan sesudah krisis, dari segi kemampuan mobilisasi daerah relatif
lebih baik sesudah krisis, dari segi tingkat ketergantungan secara relatif
menunjukkan perkembangan yang positif sesudah krisis.
Penelitian lain terkait dengan Tax Effort dilakukan oleh Andayani (2004)
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa terjadi perubahan rata-rata
pendapatan dan belanja daerah Kabupaten/Kota sebelum dan sesudah adanya
krisis. Pada masa krisis ekonomi, rata-rata pendapatan dan belanja daerah
kabupaten/kota mengalami penurunan yang signifikan. Penerimaan daerah yang
tidak stabil selama krisis ekonomi menyebabkan adanya kondisi Tax Effort (usaha
pajak), sehingga terjadi penurunan rata-rata pendapatan dan belanja daerah.
Universitas Sumatera Utara
Riset yang dilakukan oleh Adi (2006) dengan judul Hubungan Antara
Pertumbuhan Ekonomi Daerah, Belanja Pembangunan dan Pendapatan Asli
Daerah (Studi pada Kabupaten dan Kota se Jawa-Bali). Variabel yang digunakan
adalah Pertumbuhan Ekonomi, Belanja Daerah dan Pendapatan Asli Daerah. Hasil
menunjukkan bahwa Belanja Pembangunan memberikan dampak yang positif dan
signifikan terhadap PAD maupun Pertumbuhan Ekonomi.
Selain itu riset yang dilakukan oleh Setiaji (2005) dengan judul Peta
Kemampuan Keuangan Daerah Sesudah Otonomi Daerah : Apakah Mengalami
Pergeseran. Variabel yang digunakan adalah PAD dan Pertumbuhan Eknomi.
Hasil menunjukkan Perbedaan pertumbuhan PAD tidak diikuti dengan kenaikan
share (kontribusi) PAD terhadap belanja Daerah Peningkatan PAD tidak
sebanding dengan peningkatan total Belanja Daerah.
Bati (2009) melakukan analisa pengaruh belanja modal dan PAD terhadap
pertumbuhan ekonomi di Kabupaten/Kota Sumatra Utara yang menggunakan
belanja modal dan PAD sebagai variabel independen dan pertumbuhan ekonomi
sebagai variabel dependen. Hasil dari penelitian ini membuktiksn bahwa secara
simultan belanja
modal dan PAD berpengaruh signifikan terhadap besarnya
pertumbuhan ekonomi, sedangkan secara parsial hanya PAD yang berpengaruh
terhadap pertumbuhan ekonomi.
Beberapa penelitian lain yang telah dilakukan sebelumnya yang dijadikan
sebagai pedoman untuk melakukan penelitian ini dapat dilihat pada tabel 2.1
berikut ini :
Universitas Sumatera Utara
Nama
/Tahun
Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu
Variabel yang
Judul Penelitian
digunakan
Hasil Penelitian
Saggaf
(1999)
Analisa
pengaruh Anggaran
dan Ada pengaruh PAD
PAD
terhadap Realisasi
PAD Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan
PDRB, APBD
Ekonomi Pekanbaru
Haryadi
(2002)
Analisis Pengaruh
Tax Effort Terhadap
Kinerja Keuangan
Pemerintah
Kabupaten/Kota
dalam Menghadapi
Pelaksanaan
Otonomi Daerah
Andayani
(2004)
Setiaji
(2005)
Tingkat kemampuan pembiayaan
daerah sebelum krisis relatif lebih
besar dibandingkan sesudah krisis,
dari segi kemampuan mobilisasi
daerah relatif lebih baik sesudah
krisis,
dari
segi
tingkat
ketergantungan
secara
relatif
menunjukkan perkembangan yang
positif sesudah krisis.
Analisis Anggaran Pendapatan
dan Terjadi
perubahan
rata-rata
Pendapatan
dan Belanja Daerah
pendapatan dan belanja daerah
Belanja Daerah
Kabupaten/Kota sebelum dan
sesudah adanya krisis. Pada masa
krisis
ekonomi,
rata-rata
pendapatan dan belanja daerah
kabupaten/kota
mengalami
penurunan yang signifikan.
Peta Kemampuan PAD
Keuangan Daerah
Pertumbuhan
Sesudah
Otonomi Eknomi
Daerah : Apakah
Mengalami
Pergeseran?
Adi (2006) Hubungan Antara
Pertumbuhan
Ekonomi Daerah,
BP dan PAD
Bati
(2009)
Tingkat
kemampuan
pembiayaan
daerah,
kemampuan
mobilisasi daerah,
tingkat
ketergantungan
sesudah krisis.
terhadap
Pengaruh Belanja
Modal dan PAD
terhadap
Pertumbuhan
Ekonomi
di
Kabupaten/Kota
Sumatra Utara
Perbedaan pertumbuhan PAD tidak
diikuti dengan kenaikan share
(kontribusi) PAD terhadap belanja
Daerah Peningkatan PAD tidak
sebanding dengan peningkatan
total Belanja Daerah.
Pertumbuhan
Ekonomi,
Belanja Daerah,
PAD
Belanja Pembangunan memberikan
dampak yang positif dan signifikan
terhadap
PAD
maupun
Pertumbuhan Ekonomi.
Belanja Modal dan
PAD
sebagai
Variabel
Independen Dan
Pertumbuhan
Ekonomi sebagai
Variabel
Dependen
Hasil penelitian membuktikan
bahwa secara simultan belanja
modal dan PAD berpengaruh
signifikan terhadap besarnya
pertumbuhan ekonomi, sedangkan
secara parsial hanya PAD yang
berpengaruh terhadap pertumbuhan
ekonomi.
Universitas Sumatera Utara
Download