BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang dengan angka pertumbuhan ekonomi yang cukup pesat setiap tahunnya. Seiring pesatnya pertumbuhan ekonomi tersebut mengakibatkan terjadinya perubahan pola hidup masyarakat. Kebutuhan tersier yang dulunya menjadi barang langka, saat ini hal tersebut seakan-akan sudah menjadi kebutuhan primer yang harus dipenuhi oleh setiap individu masyarakat. Salah satu contoh kebutuhan tersier yang sangat signifikan kenaikannya adalah kendaraan bermotor. Jumlah kendaraan bermotor yang berlalu-lalang di jalan raya kian menumpuk. Tanpa disadari, hal ini mengakibatkan timbulnya masalah baru dalam kehidupan masyarakat, yaitu potensi terjadinya kecelakaan lalu lintas semakin tinggi. Angka kecelakaan lalu lintas yang semakin tinggi tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.1. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2012 tersebut, menunjukkan terjadinya peningkatan jumlah kecelakaan lalu lintas yang tinggi hampir di setiap tahunnya. Korban kecelakaan paling banyak mengalami luka ringan, disusul dengan luka berat, dan meninggal dunia. Luka berat yang dialami korban kecelakaan biasanya berhubungan dengan kerusakan pada tulang. Hal ini terjadi akibat benturan keras yang dialami oleh pengemudi kendaraan tersebut sehingga menyebabkan tulang menjadi retak ataupun patah. Kerusakan tulang yang dialami korban kecelakaan tersebut menyebabkan korban harus menjalani perawatan berupa restorasi tulang. Penanganan restorasi tulang pun berbeda-beda, tergantung pada tingkat kerusakan tulang itu sendiri. Jika tingkat kerusakan tulang termasuk ringan, misalnya retak tulang atau patah tulang ringan, maka cukup ditangani dengan pemasangan gips, pen, atau yang lainnya. Jika tingkat kerusakan tulang yang berat dan fatal, maka penanganan restorasi tulang tersebut dapat dilakukan dengan amputasi atau menghilangkan bagian yang rusak dari tubuh korban. 1 2 Tabel 1.1 Kecelakaan lalu lintas menurut kabupaten/kota di Provinsi D.I. Yogyakarta (BPS, 2012) Kabupaten/Kota Regency/City 1. 2. 3. 4. 5. (1) Kulonprogo Bantul Gunung Kidul Sleman Yogyakarta Provinsi DIY DIY Province 2010 2009 2008 2007 2006 2005 2004 2003 2002 2001 2000 Jumlah Mati Luka Luka Kecelakaan Deaths Berat Ringan Number of Seriously Slightly Accidents Injured Injured (2) 380 1.264 409 1.627 831 (3) 75 152 80 180 31 (4) 27 26 86 816 44 (5) 695 1.919 519 1.824 379 Kerugian Material Material Damage (000 Rp.) (6) 217.845 480.875 219.691 1.256.305 873.820 4.511 518 999 5.336 3.048.536 4.704 4.378 2.407 3.071 1.066 335 459 584 691 328 112 171 203 202 292 213 159 198 141 183 140 109 1.105 1.035 832 946 481 149 144 134 94 45 37 6.151 5.777 2.797 3.320 1.094 369 457 482 693 266 176 3.082.132 3.492.826 2.242.115 2.689.622 935.769 475.460 675.050 662.753 706.095 366.260 390.645 Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, penanganan restorasi tulang pun semakin berkembang. Untuk kerusakan yang terjadi pada jaringan keras tulang dapat diatasi dengan proses bone grafting, yakni memperbaiki dan mengganti jaringan yang rusak. Dalam metode bone grafting ini terdapat tiga teknik yang dapat diaplikasikan pada pasien restorasi tulang (Joschek, et al., 2000; Salgado, et al., 2004). Metode pertama dikenal dengan nama metode autogaft, metode ini menggunakan jaringan baru yang berasal dari jaringan lain pada tubuh yang sama. Metode ini secara biologis baik penerimaannya bagi tubuh karena berasal dari satu tubuh yang sama, namun sang pasien beresiko mengalami morbiditas, resiko infeksi yang tinggi, resiko kehilangan darah dan tentunya menjadikan biaya operasi yang lebih tinggi (Hench, 1998). Jaringan pengganti yang awalnya sehat bisa menjadi rusak karena 3 diambil untuk menambal bagian lain. Setelah itu dikembangkan metode lain, yaitu metode allograft yang menggunakan jaringan yang berasal dari orang lain. Akan tetapi metode ini sangat rentan terjadinya transfer penyakit dari pendonor ke pasien. Kemudian dikembangkan metode yang ketiga yakni metode xenograft dengan menggunakan tulang hewan. Namun metode ini juga masih dikhawatirkan akan terjadi transfer penyakit hewan, seperti antrax dan madcow. Melihat kondisi tersebut para peneliti mengembangkan metode lain, yaitu dengan menggunakan biomaterial. Biomaterial merupakan material anorganik yang dapat digunakan sebagai perangkat medis dan mampu berinteraksi dengan sistem biologis (Williams, 1987). Biomaterial dikembangkan sebagai bahan restorasi jaringan tulang yang diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan selsel yang akan melanjutkan fungsi daur kehidupan jaringan yang digantikan. Biomaterial yang dipilih harus memiliki sifat biocompatible atau dapat diterima tubuh baik secara morfologis maupun kimiawi sehingga tidak bersifat racun bagi tubuh. Begitu juga sebaliknya, sebelum melakukan pengembangan biomaterial, perlu diketahui terlebih dahulu sifat-sifat fisis, kimiawi, dan mekanikal dari jaringan keras pada tubuh manusia itu sendiri, karena sifat-sifat ini yang akan menentukan parameter-parameter kuantitatif yang diperlukan untuk mengembangkan artificial bone replacement implant atau restorasi tulang tadi. Biomaterial dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu biomaterial alami dan buatan (Vallet-Regi, 2001). Contoh biomaterial alami seperti kolagen, elastin, dan kitin, sedangkan biomaterial buatan terbuat dari logam, polimer, keramik, dan komposit. Biomaterial buatan sering digunakan untuk aplikasi medis, namun masing-masing material memiliki kelebihan dan kekurangan tersendiri. Tabel 1.2 menjelaskan tentang karakteristik beserta contoh aplikasi dari biomaterial buatan tersebut. Dari penjelasan Tabel 1.2 dapat dilihat bahwa jenis biomaterial buatan yang sering digunakan untuk membuat tulang buatan adalah keramik. Selain itu keramik juga memiliki biokompatibilitas yang paling tinggi dibandingkan yang lain. Oleh karena itu, banyak peneliti yang mendalami keramik untuk diaplikasikan dalam restorasi tulang. 4 Tabel 1.2 Aplikasi biomaterial buatan (Davis, 2003) Logam Keramik Polimer Komposit Material - 316L Stainless steel - Co-Cr-Mo, Cr-NiCr-Mo - Emas paduan - Produk-produk silver - Alumina - Zirconia - Kalsium fosfat - Bioactive glasses - Polietilen - Polipropilen - Silikon BIS-GMA-silika filler Contoh Aplikasi Penyambung patah tulang, alat-alat bedah Tulang dan sendi buatan, implan gigi, restorasi gigi, katup jantung Restorasi gigi Antibacterial agents Implan gigi, sendi buatan Sendi buatan Perbaikan tulang dan augmentasi, pelapis permukaan logam Tulang buatan Sendi buatan Benang jahit Jaringan lunak buatan Restorasi gigi Keramik dalam biomaterial dikenal dengan sebutan biokeramik. Pengertian biokeramik sendiri menurut Billote (2003) adalah keramik yang digunakan untuk kesehatan tubuh dan gigi pada manusia. Salah satu jenis biokeramik yang banyak diteliti adalah Hydroxyapatite (HA; Ca10(PO4)6(OH)2). HA murni memiliki komposisi kimia, biologi dan struktur kristal yang sama dengan mineral yang ada dalam jaringan tulang (Kroese-Deutman, et al., 2005). Berbagai metode dikembangkan untuk memproduksi HA. Menurut Herliansyah (2010), saat ini HA diproduksi dengan dua metode berbeda, yaitu melalui proses sintesis kimia (chemical synthesis) dan pemprosesan bahan baku alami (natural-biological origin material). Sedangkan proses manufaktur pada HA dibagi menjadi empat jenis yaitu dense, porous, granules, dan coating (Huang, 2007). Pengganti tulang yang ideal adalah material yang membentuk ikatan yang aman dengan jaringan dan mendorong jaringan tersebut untuk menumbuhan selsel baru dalam implan. Salah satu cara untuk mencapai hal tersebut adalah dengan memilih material implan yang osteoconductive dan berpori. Maka dari itu 5 dibutuhkan struktur HA berpori (porous HA) agar dapat memenuhi syarat pengganti tulang yang ideal tersebut, terutama untuk restorasi tulang berskala besar. Beberapa penelitian telah mengembangkan berbagai macam metode pembuatan porous HA seperti, solvent casting, machining, polymeric sponge, foaming, starch consolidation, electrospinning, electrodeposition, freeze-drying, slip casting dan lain sebagainya. Metode-metode tersebut masing-masing memiliki keunggulan dan kekurangan dalam aplikasi maupun pembuatannya. Metode pertama yang ditemukan adalah foaming yang menghasilkan porous HA dengan kekuatan mekanik yang besar. Tetapi dengan metode ini ukuran porous yang terbentuk tidak sama dan memiliki pore interconnectivity yang kurang baik. Setelah itu dikembagkan lagi dengan menggunakan metode starch consolidation yang ramah lingkungan dan cukup ekonomis. Ukuran porous yang terbentuk sangat dipengaruhi oleh ukuran pati yang digunakan. Metode lainnya yaitu solvent casting yang mudah dalam hal persiapan baik dalam alat maupun bahan serta dalam pengoprasiannya tidak memerlukan peralatan khusus. Namun, menimbulkan kemungkinan tersimpannya racun pelarut di dalam polimer dan denaturasi protein dan molekul lain ke dalam pelarut akibat dari pelarut yang digunakan. Metode lain yang lebih modern dari metode-metode sebelumnya yaitu metode machining, dimana dengan metode ini dapat menghasilkan bentuk porous yang dapat dikontrol ukurannya. Namun karena keterbatasan diameter drilling sehingga hanya dapat menghasilkan porous berukuran makro. Melihat kondisi tersebut maka dibutuhkan metode yang dapat menghasilkan pore interconnectivity yang baik dan ukuran porous dapat diatur sesuai keinginan. Penelitian kali ini akan difokuskan pada pembuatan macroporous HA. Pembuatan macroporous bertujuan untuk perbaikan, regenerasi, dan rekonstruksi jaringan yang hilang maupun rusak, terutama untuk cacat yang cukup besar atau proses penyembuhan tulang yang memerlukan implant. Metode yang digunakan dalam membuat macropurous HA kali ini adalah dengan manually extrution deposition method sehingga ukuran porous dapat disesuaikan dengan kebutuhan. 6 Manually extrusion deposition method merupakan metode baru dalam pembuatan macroporous HA biokeramik. Pembuatan porous ini diproses secara manual dengan mendeposisikan bubur HA menjadi bentuk macroporous yang diinginkan. Dengan menggunakan metode ini diharapkan dapat mempermudah penanganan kasus restorasi tulang berskala besar karena dapat menyesuaikan bentuk dan ukuran macroporous HA sesuai kebutuhan. 1.2. Rumusan Masalah Dari latar belakang yang telah dipaparkan di atas maka perlu dilakukan penelitian untuk mendapatkan metode pembuatan macroporous HA bioceramics dengan struktur pori-pori yang beraturan melalui manually extrusion deposition method untuk aplikasi biomedis. 1.3. Batasan Masalah Untuk memfokuskan penelitian ini, maka diambil batasan masalah sebagai berikut: 1. Bahan baku yang digunakan adalah HA lokal atau HA komersial. 2. Bahan pelarut yang digunakan adalah air destilasi (aquades water). 3. Pembuatan macroporous HA dengan metode manual extruding. 4. Bentuk akhir yang diinginkan dari penelitian ini adalah macroporous HA green body dengan struktur pori – pori berlapis dan beraturan. 5. Pengujian dan analisis karakteristik terbatas pada sifat – sifat fisis dan kimiawi. 1.4. Tujuan Penelitian Tujuan utama penelitian ini diantaranya adalah: 1. Membuat macroporous HA bioceramics dengan struktur berpori yang beraturan menggunakan metode extrusion deposition secara manual. 2. Menentukan komposisi pencampuran yang tepat antara HA komersial atau HA lokal dengan air destilasi agar dihasilkan bentuk pori berlapis yang beraturan. 3. Mengetahui sifat-sifat fisis dan kimiawi dari macroporous HA bioceramics dengan struktur pori-pori yang beraturan. 7 1.5. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan berbagai manfaat, diantaranya: 1. Memberikan pengetahuan kepada pembaca tentang Macroporous HA bioceramics serta aplikasinya. 2. Memberikan pengetahuan tentang pembuatan produk-produk aplikasi biomedis dengan struktur pori-pori yang beraturan dengan metode manual. 3. Pengembangan penelitian biomaterial khususnya pada metode pembuatan macroporous HA bioceramic ini.