BAB I - Lembaga KITA Open Journal Systems

advertisement
Kecerdasan Emosional dan Kinerja Sekretaris
(Studi pada Bank Umum di Kota Banda Aceh)
Nurmala, S.Sos, MM
Kecerdasan Emosional dan Kinerja Sekretaris
(Studi pada Bank Umum di Kota Banda Aceh)
Nurmala, S.Sos, MM
Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Aceh
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh kecerdasan emosional terhadap kinerja
sekretaris pada Bank Umum di Kota Banda Aceh. Sampel penelitian sebanyak 50 orang sektretaris yang
diambil secara random sampling dari 11 bank umum di Kota Banda Aceh. Pengumpulan data menggunakan
kuesioner dan selanjutnya data dianalisis dengan menggunakan peralatan statistik regresi linier sederhana.
Penelitian menemukan bahwa kecerdasan emosional berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja
sekretaris. Semakin baik kecerdasan emosional seseorang sekreratis akan semakin baik pula kinerjanya.
Kata Kunci : Kinerja Sekretaris dan Kecerdasan Emosional
Latar Belakang
Kinerja menjadi aspek yang sangat
menentukan keberhasilan dalam pencapaian
sejumlah tujuan organisasi. Kinerja sendiri
merupakan catatan tentang hasil akhir yang
diperoleh setelah suatu pekerjaan atau aktivitas
dijalankan dalam kurun waktu tertentu (Bernardin
dan Russel, 2003). Kinerja mempunyai makna
yang lebih luas, tidak hanya output yang
dihasilkan, namun juga sikap dan perilaku dalam
melaksanakan pekerjaan yang diberikan. Output
hanyalah satu bagian yang membentuk kinerja.
Hal ini sesuai yang diungkapkan oleh Bernardin
dan Russell (2003) bahwa indikator kinerja tidak
hanya sebatas kualitas, kuantitas, dan ketepatan
waktu akan tetapi juga kemandirian dan komitmen
dalam pekerjaan.
Kinerja seseorang sekretaris terkait dengan
berbagai faktor di antaranya kecerdasan
emosional. Kecerdasan emosional
adalah
kemampuan
untuk
merasakan
emosi,
mengintegrasi emosi untuk mengarahkan pikiran,
memahami emosi dan mengatur emosi untuk
meningkatkan pengembangan diri (Salovey dan
Mayer, 2006). Hasil penelitian Goleman (2005)
juga menunjukkan bahwa kemampuan terbesar
yang mempengaruhi kesuksesan seseorang dalam
bekerja adalah empati, motivasi, kemampuan
sosial, pengaturan diri dan kesadaran diri.
Goleman juga menunjukkan sederetan bukti
penelitian bahwa kecerdasan otak bukanlah
prediktor yang dominan dalam perkembangan
karir seseorang, melainkan adalah kecerdasan
emosional.
Sekretaris yang bekerja pada perusahaan jasa
keuangan tentunya memiliki peran penting dalam
mendukung kegiatan operasional perusahaan
tempat mereka bekerja. Hal ini disebabkan,
sekretaris tidak hanya merupakan bagian
terpenting dalam pelaksanaan pekerjaan oleh
jajaran manajemen, tetapi juga terhubung dengan
berbagai bidang pekerjaan lain pada seluruh
bidang pekerjaan, baik bidang keuangan, sumber
daya manusia, pemasaran dan bidang-bidang
lainnya, termasuk bidang administrasi. Sehingga
peningkatan kinerja sekretaris sangat penting bagi
seluruh perusahaan jasa keuangan.
Kinerja sekretaris yang bekerja pada Bank
Umum relatif berbeda satu sama lain. Di satu sisi
ada sekretaris dengan kinerja sangat rendah, dan
sisi lain juga ada sekretaris dengan kinerja
termasuk katagori tinggi dan sangat tinggi,
sehingga yang menjadi pertanyaan adalah, apakah
kinerja mereka terkait dengan dengan kecerdasan
emosional. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis pengaruh kecerdasan emosional
terhadap kinerja sekretaris pada Bank Umum di
Kota Banda Aceh.
Tinjauan Pustaka
Kinerja
Kata “Kinerja” merupakan istilah yang
diberikan untuk kata “performance” di dalam
bahasa Inggris, yang berarti pekerjaan/perbuatan.
Dalam kamus Bahasa Indonesia (2005: 503),
pengertian kinerja diartikan sebagai sesuatu yang
harus dicapai, prestasi yang diperlihatkan, dan
kemauan kerja. Dalam pengertian lebih luas, katakata performance selalu digunakan dengan katakata seperti job performance atau work
performance yang berarti hasil kerja atau prestasi.
Dari beberapa pendapat tentang pengertian kinerja
sebagai prestasi dan kemampuan kerja, maka
umumnya para ahli manajemen memberikan
pengertian yang sama antara kinerja dengan
1
JURNAL EKONOMI MANAJEMEN DAN SEKRETARI
Volume 1 Nomor 1 Agustus 2016, Halaman 1-9
prestasi kerja, atau juga dengan produktivitas
kerja.
Robbins (2007: 212) mendefinisikan
prestasi kerja karyawan sebagai hasil kerja
seseorang karyawan selama periode tertentu
dibandingkan dengan berbagai kemungkinan,
misalnya standar, target/sasaran atau kriteria yang
telah ditentukan terlebih dahulu dan telah
disepakati bersama. Oleh karena itu prestasi kerja
umumnya menyangkut dengan pekerjaan atau
macam pekerjaan manusia yang mengerjakan
pekerjaan tersebut dan kemampuan/ketrampilan
serta lingkungan daripada pekerjaan tersebut.
Mengacu pada pengertian pendapat di atas,
sangat jelas menyatakan bahwa kinerja atau
prestasi kerja adalah hasil kerja baik secara
kualitas maupun kuantitas yang dihasilkan oleh
seseorang karyawan dalam periode tertentu sesuai
dengan tanggung jawab yang diberikan.
Faktor kritis yang berkaitan dengan
keberhasilan jangka panjang organisasi adalah
kemampuan untuk mengukur seberapa baik
karyawannya
bekerja serta menggunakan
informasi
tersebut
guna
memastikan
pelaksanaannya
memenuhi
standar-standar
sekarang dan terus meningkat sepanjang waktu.
Teknik yang paling tua yang digunakan
manajemen adalah melalui penilaian kerja
(performance apprasial). Penilaian kerja dapat
pula menjadi sumber kerisauan dan frustasi bagi
manajer dan karyawan. Hal ini disebabkan
ketidakpastian di sekitar sistem penilaian kinerja.
Pada intinya penilaian kinerja dapat dianggap
sebagai alat untuk memverifikasi bahwa individuindividu memenuhi standar kinerja yang telah
ditetapkan serta membantu individu mengelola
kinerja mereka.
Rivai dan Sagala (2009 : 309) mengartikan
kinerja sebagai perilaku nyata yang ditampilkan
setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan
oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam
perusahaan. Kinerja karyawan merupakan suatu
hal yang sangat penting dalam upaya perusahaan
untuk mencapai tujuannya. Kinerja seorang
karyawan
sangat
dipengaruhi
oleh
kemampuan/kompetensi
karyawan
dalam
menjalankan tugasnya, tapi kinerja karyawan juga
dapat dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti
pemberian kompensasi, adanya pengembangan
karir, faktor kepemimpinan maupun faktor
internal seperti motivasi kerja karyawan.
Kinerja adalah catatan tentang hasil akhir
yang diperoleh setelah suatu pekerjaan atau
aktivitas dijalankan dalam kurun waktu tertentu
(Bernardin & Russel, 2003). Kinerja merupakan
perilaku organisasi yang secara langsung
2
ISSN: 2528-231X
berhubungan dengan produksi barang atau
penyampaian jasa. Informasi tentang kinerja
organisasi merupakan suatu hal yang sangat
penting digunakan untuk mengevaluasi apakah
proses kinerja yang dilakukan organisasi selama
ini sudah sejalan dengan tujuan yang diharapkan
atau belum. Akan tetapi dalam kenyataannya
banyak organisasi yang justru kurang atau
bahkan tidak jarang ada yang mempunyai
informasi tentang kinerja dalam organisasinya.
Kinerja
sebagai
hasil-hasil
fungsi
pekerjaan/kegiatan seseorang atau kelompok
dalam suatu organisasi yang dipengaruhi oleh
berbagai faktor untuk mencapai tujuan organisasi
dalam periode waktu tertentu (Tika, 2006).
Sedangkan menurut Rivai dan Basri (2005)
kinerja adalah kesediaan seseorang atau
kelompok orang untuk melakukan
sesuatu
kegiatan dan menyempurnakannya
sesuai
dengan tanggung jawab dengan hasil seperti yang
diharapkan.
Menurut Guritno dan Waridin (2005) kinerja
merupakan perbandingan hasil kerja yang dicapai
oleh pegawai dengan standar yang telah
ditentukan. Sedangkan menurut Hakim (2006)
mendefinisikan kinerja sebagai hasil kerja yang
dicapai oleh individu yang disesuaikan dengan
peran atau tugas individu tersebut dalam suatu
perusahaan pada suatu periode waktu tertentu,
yang dihubungkan dengan suatu ukuran nilai
atau standar tertentu dari perusahaan dimana
individu tersebut bekerja. Kinerja merupakan
perbandingan hasil kerja yang dicapai oleh
pegawai dengan standar yang telah ditentukan
(Masrukhin dan Waridin, 2004).
Berdasarkan pengertian kinerja dari beberapa
pendapat diatas, kinerja merupakan perbandingan
hasil kerja yang dicapai oleh pegawai dengan
standar yang telah ditentukan. Kinerja juga
berarti hasil yang dicapai oleh seseorang, baik
kuantitas maupun kualitas dalam suatu organisasi
sesuai dengan tanggung jawab yang dberikan
kepadanya.
Kriteria dan Jenis Informasi yang Digunakan
Untuk Menilai Kinerja Karyawan
Pengukuran kinerja adalah suatu proses
mengkuantifikasikan secara akurat dan valid
tingkat efisiensi dan efektivitas suatu kegiatan
yang telah terealisasi dan membandingkannya
dengan tingkat prestasi yang direncanakan.
Tjiptono (2001: 169) menyatakan, “sistem
penilaian kinerja, penghargaan dan promosi
karyawan didasarkan atas kontribusi mereka (baik
secara individual maupun kelompok) dalam usaha
Kecerdasan Emosional dan Kinerja Sekretaris
(Studi pada Bank Umum di Kota Banda Aceh)
Nurmala, S.Sos, MM
peningkatan kualitas, penciptaan customer value
dan customer satisfaction secara berkelanjutan.”
Malthis dan Jackson (2006: 7), data atau
informasi yang diterima oleh para manajer tentang
seberapa baik para karyawan bekerja dapat terdiri
dari tiga jenis yang berbeda.
1. Informasi berdasarkan ciri-ciri, seperti
kepribadian yang menyenangkan, inisiatif, atau
kreativitas.
2. Informasi
berdasarkan
tingkah
laku
menfokuskan pada perilaku yang spesifik yang
mengarah pada keberhasilan di pekerjaan.
3. Informasi
berdasarkan
hasil,
mempertimbangkan apa yang telah dilakukan
karyawan atau apa yang telah dicapai
karyawan.
Hampir sama dengan pendapat di atas,
Schuler dan Jackson (2003:11) mengelompokkan
jenis kriteria kinerja ke dalam tiga kelompok
yaitu:
1. Kriteria berdasarkan sifat (memusatkan diri
pada karakteristik karyawan). Jenis kriteria ini
memusatkan
diri
pada
bagaimananya
seseorang, bukan apa yang dicapai seseorang
dalam pekerjaannya. Loyalitas, keandalan,
kemampuan komunikasi dan keterampilan
merupakan sifat-sifat yang sering dinilai
selama proses penilaian.
2. Kriteria berdasarkan perilaku terfokus pada
bagaimana pekerjaan dilaksanakan. Kriteria
semacam ini penting sekali bagi pekerjaan
yang membutuhkan hubungan antar personal.
Karena organisasi berjuang menciptakan suatu
budaya dimana keragaman dihargai dan
dihormati, kriteria keperilakuan terbukti
bermanfaat untuk memantau apakah para
manajer mencurahkan cukup banyak usaha
untuk mengembangkan diri.
3. Kriteria berdasarkan hasil. Kriteria ini
berfokus pada apa yang dicapai atau dihasilkan
ketimbang bagaimana sesuatu dicapai atau
dihasilkan. Kriteria berdasarkan hasil mungkin
tepat jika perusahaan tidak peduli bagaimana
hasil dicapai, tetapi tidak tepat untuk setiap
pekerjaan. Kriteria ini sering dikritik karena
meninggalkan aspek-aspek kritis pekerjaan
yang penting seperti kualitas, yang mungkin
sulit dikuantifikasikan.
Berdasarkan pendapat di atas dapat
disimpulkan bahwa kinerja seorang karyawan
tidak hanya dapat dilihat secara kuantitatif dan
hasil yang dicapainya dalam bentuk fisik
sehubungan dengan pekerjaan yang dibebankan
kepadanya. Akan tetapi penilaian terhadap baik
atau buruknya kinerja karyawan juga dapat dilihat
dari ukuran kualitatif, berdasarkan sifat ataupun
perilaku karyawan yang bersangkutan dalam
bekerja.
Kriteria kinerja karyawan berdasarkan sifat
terlihat dari tingkat loyalitasnya terhadap
organisasi tempat mereka bekerja, kemampuan
komunikasi yang baik dan keterampilanketerampilan yang dimilikinya. Artinya terampil
atau tidak terampilnya seorang karyawan dalam
melakukan pekerjaan dapat dijadikan sebagai
indikator baik-buruknya kinerja. Selanjutnya
kriteria berdasarkan perilaku, yang menjadi
ukuran kinerja adala perilaku dalam melakukan
pekerjaan yang sebenarnya mempunyai hubungan
yang sangat erat dengan sikap, seperti perilaku
dalam memberikan layanan kepada konsumen.
Tika (2006) mengemukakan bahwa ada 4
(empat) unsur-unsur yang terdapat dalam kinerja
yaitu:
1. Hasil-hasil fungsi pekerjaan
2. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
prestasi pegawai
3. Pencapaian tujuan organisasi
4. Periode waktu tertentu
Menurut Rivai dan Basri (2005) kinerja
pada dasarnya ditentukan oleh tiga hal, yaitu
kemampuan, keinginan dan lingkungan. Rivai
dan Basri (2005) juga menyebutkan empat aspek
kinerja meliputi kemampuan, penerimaan tujuan
perusahaan, tingkat tujuan yang dicapai dan
interaksi antara tujuan dan kemampuan para
pegawai dalam perusahaan.
Indikator Pengukuran Kinerja
Bernadin (2003) menjelaskan bahwa
kinerja seseorang dapat diukur berdasarkan 6
indikator, yaitu:
1) Kualitas
Kualitas merupakan tingkatan dimana hasil
akhir yang dicapai mendekati sempurna dalam
arti memenuhi tujuan yang diharapkan oleh
organisasi.
2) Kuantitas
Kuantitas adalah jumlah yang dihasilkan yang
dinyatakan dalam istilah sejumlah unit kerja
atau jumlah siklus aktivitas yang dihasilkan.
3) Ketepatan waktu
Tingkat aktivitas diselesaikannya pekerjaan
pada waktu awal yang diinginkan.
4) Kemandirian
Pegawai negeri sipil (PNS) dapat melakukan
fungsi kerjanya tanpa meminta bantuan dari
orang lain.
5) Komitmen
Komitmen berarti bahwa pegawai negeri sipil
3
JURNAL EKONOMI MANAJEMEN DAN SEKRETARI
Volume 1 Nomor 1 Agustus 2016, Halaman 1-9
(PNS) mempunyai tanggung jawab penuh
terhadap pekerjaannya.
Dalam penelitian ini, kinerja sekretaris
yang dimaksudkan mengacu pada pendapat
Bernadin dan Russel (2003) yang menyatakan
bahwa kinerja adalah catatan tentang hasil akhir
yang diperoleh setelah suatu pekerjaan atau
aktivitas dijalankan dalam kurun waktu tertentu.
Indikator yang digunakan untuk mengukur kinerja
sekretaris pada penelitian ini mengacu pada lima
indikator di atas meliputi: (1) kualitas, (2)
kuantitas, (3) ketepatan waktu, (4) kemandirian
dan (5) komitmen. Masing-masing indikator
tersebut dinyatakan dalam bentuk pernyataan
dalam kuesioner penelitian.
Kecerdasan Emosional
Setiap individu memiliki emosi. Emosi
mempunyai ranah tersendiri dalam bagian hidup
individu. Seseorang yang dapat mengelola
emosinya dengan baik artinya emosinya cerdas
hal ini lebih dikenal dengan suatu istilah
kecerdasan emosional. Beberapa ahli mencoba
merumuskan definisi dari kecerdasan emosional.
Di antaranya Rahman (2002:157-158) yang
menyebutkan bahwa kecerdasan emosional adalah
metability yang menentukan seberapa baik
manusia mampu menggunakan keterampilanketerampilan lain yang dimilikinya, termasuk
intelektual yang belum terasah. Sedangkan BarOn seperti dikutip oleh Stein dan Book
(2002:157-158)
mengemukakan
bahwa
kecerdasan emosional adalah serangkaian
kemampuan, kompetensi dan kecakapan nonkognitif, yang mempengaruhi kemampuan
seseorang untuk berhasil mengatasi tuntutan dan
tekanan lingkungan.
Dua definisi tentang kecerdasan emosional
yang dikemukakan oleh Rahman dan Bar-On
lebih menekankan pada hasil yang didapat oleh
individu
jika
menggunakan
kemampuan
emosionalnya secara optimal. Stein dan Book
(2002) mengemukakan bahwa kecerdasan
emosional adalah kemampuan untuk mengenali
perasaan, meraih dan membangkitkan perasaan
untuk membantu fikiran, memahami perasaan dan
maknanya serta mengendalikan perasaan secara
mendalam sehingga membantu perkembangan
emosional dan intelektual.
Nggermanto (2002:98) mengatakan bahwa
kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk
mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan
orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri
dan kemampuan mengelola emosi dengan baik
pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan
orang lain. Kecerdasan emosional adalah suatu
4
ISSN: 2528-231X
kemampuan yang dimiliki oleh individu utuk
dapat menggunakan perasaannya secara optimal
guna mengenali dirinya sendiri dan lingkungan
sekitarnya.
Kecerdasan
emosional
yang
dimaksudkan oleh peneliti adalah kemampuan
individu untuk mengenali perasaannya sehingga
dapat mengatur dirinya sendiri dan menimbulkan
motivasi dalam dirinya untuk meningkatkan
kualitas hidupnya. Sementara di lingkungan sosial
ia mampu berempati dan membina hubungan baik
terhadap orang lain.
Indikator dan Pengukuran Kecerdasan
Emosional
Segal (2000) menyarankan lima faktor
atribusi terhadap kecerdasan emosi. Faktor faktor
tersebut ialah: (1) Kesadaran diri (self-awareness),
(2) Pengawalan diri (self-regulation), (3) Motivasi
diri (self-motivation), (4) Empati dan (5)
Kemahiran sosial (social skills). Faktor atribusi
pertama yaitu kesadaran sendiri bermaksud
kebolehan seseorang untuk mengetahui perasaan
mereka dalam satu-satu situasi dan keupayaan
mereka untuk memilih keutamaan panduan dalam
membuat keputusan. Seseorang yang mempunyai
kesadaran sendiri juga mempunyai penilaian yang
realistik tentang keupayaan diri dan mereka
mempunyai keyakinan diri yang utuh.
Pengawalan
diri
(self-regulation)
dimaksudkan sebagai kemampuan mengurus
emosi agar memudahkan dan bukannya
mengganggu dalam menyelesaikan sesuatu tugas.
Individu yang boleh mengawal diri mereka
sentiasa berhemat dan boleh menangguhkan
sementara perasaan negatif mereka. Individu yang
demikian juga cepat pulih dari pada tekanan
emosi.
Individu yang mempunyai motivasi sendiri
(self-motivation)
berupaya
menggunakan
kehendak diri dalam menggerak dan memandu
arah mereka untuk mencapai sesuatu tujuan.
Motivasi sendiri boleh membantu seseorang
dalam mengambil inisiatif dan bersungguhsungguh untuk memperbaiki diri. Individu dengan
motivasi diri yang tinggi sentiasa tabah apabila
menghadapi masalah atau dalam keadaan
kekecewaan yang tinggi. Empati merupakan
faktor atribusi yang boleh membantu seseorang
mengesan perasaan orang lain. Sifat berempati
juga membolehkan seseorang melihat atau
memahami sudut pandangan orang lain. Sifat ini
juga boleh menjadi faktor pencetus dan penyubur
kemesraan dan keserasian dengan individu dari
pelbagai latar belakang. Individu yang
mempunyai sifat empati boleh menyelami
keperitan, kesusahan, kekecewaan atau keraguan
Kecerdasan Emosional dan Kinerja Sekretaris
(Studi pada Bank Umum di Kota Banda Aceh)
Nurmala, S.Sos, MM
seseorang terhadap sesuatu perkara. Corey dan
Callahan (2001) menyatakan bahawa seseorang
yang boleh menunjukkan sifat berempati akan
lebih mudah berinteraksi dengan orang lain
terutama dalam proses membantu seseorang.
Faktor atribusi terakhir yang dicadangkan
oleh Segal (2000) ialah kemahiran bersosial
(social skills). Beliau menyatakan bahawa faktor
kemahiran bersosial ini membolehkan seseorang
mengurus pelbagai emosi secara efektif dalam
perhubungan. Mereka juga mampu mentafsir
dengan tepat situasi sosial dan jaringannya selain
daripada mahir memujuk dan memimpin.
Seseorang yang mempunyai kemahiran bersosial
yang berkesan juga mampu menjadi pakar runding
yang
baik
di
samping
berkebolehan
menyelesaikan
konflik bagi
mewujudkan
kerjasama dan semangat berpasukan dalam
sesebuah organisasi.
Dalam penelitian ini, kecerdasan emosional
yang dimaksudkan mengacu pada pendapat
Goleman (2005) yang menyatakan bahwa
kecerdasan emosional adalah kapasitas untuk
mengenali perasaan sendiri dan orang lain, untuk
memotivasi diri sendiri, untuk mengatur emosi
dengan baik dalam diri sendiri maupun dalam
hubungan dengan orang lain. Pengukuran variabel
tersebut juga mengacu pada pendapat Goleman
yakni menggunakan lima indikator meliputi: (1)
Kesadaran diri (self-awareness), (2) Pengaturan
diri (self-regulation), (3) kemampuan sosial
(social skills), (4) empati (emphaty) dan (5)
Motivasi diri (self-motivation). Masing-masing
indikator tersebut diuraikan dalam operasional
variabel penelitian yang kemudian dinyatakan
dalam bentuk pernyataan positif pada kuesioner
yang digunakan untuk pengumpulan data.
Hubungan Kecerdasan Emosional dengan
Kinerja
Dunia kerja erat kaitannya dengan
emosional, kecerdasan spiritual dan kecerdasan
intelektual yang dimiliki oleh seseorang. Seorang
pekerja yang memiliki IQ tinggi diharapkan dapat
menghasilkan
kinerja
yang
lebih
baik
dibandingkan mereka yang memiliki IQ lebih
rendah. Hal
tersebut karena mereka yang
memiliki IQ tinggi lebih mudah menyerap ilmu
yang diberikan sehingga kemampuannya dalam
memecahkan masalah yang berkaitan dengan
pekerjaannya akan lebih baik (Eysenck, 2001: 32).
Penelitian yang pernah dilakukan oleh
Wiersma (2002) menemukan bahwa kecerdasan
yang lebih bersifat kognitif memiliki korelasi
positif yang bersifat signifikan dengan prestasi
kerja. Ia menyebutkan bahwa prestasi kerja yang
dimiliki oleh seorang pekerja akan membawanya
pada hasil yang lebih memuaskan untuk dapat
meningkatkan kinerjanya. Dalam penelitiannya ia
memberikan bukti bahwa IQ memberikan
kontribusi sebesar 30 % didalam pencapaian
prestasi kerja dan kinerja sesorang.
Kecerdasan intelektual atau inteligensi
diklasifikasikan ke dalam dua kategori yaitu
general cognitive ability dan specific ability .
Kinerja seseorang dapat diprediksi berdasarkan
seberapa besar orang tersebut memiliki general
cognitive ability. Seseorang yang memiliki
kemampuan general cognitive maka kinerjanya
dalam melaksanakan suatu pekerjaan juga akan
lebih baik, meskipun demikian spesific ability
juga berperan
penting dalam memprediksi
bagaimana kinerja seseorang yang dihasilkan
(Ree, Earles dan Teachout, 2004:521).
Kerangka Pemikiran Penelitian
Sesuai perumusan masalah dan tujuan
penelitian dapat dipahami bahwa penelitian ini
menggunakan dua variabel terdiri dari kinerja
sekretaris dan kecerdasan emosional. Keterkaitan
antara kedua variabel tersebut tidak hanya
didukung oleh landasan teoritis tetapi juga
diperkuat oleh penelitian-penelitian terdahulu
seperti dijelaskan sebelumnya. Paisal dan Susi
(2010) menemukan bahwa kecerdasan emosional
secara parsial memiliki pengaruh positif dan
signifikan terhadap kinerja individual. Penelitian
Lisda (2012) juga menemukan bahwa kecerdasan
emosional berpengaruh terhadap kinerja individu.
Karena itu, paradigma atau hubungan antar
konsep (variabel) dalam penelitian ini dapat
digambarkan dalam Gambar 1.
Kecerdasan
Emosional
Kinerja
Sekretaris
Gambar 1
Kerangka Penelitian
Mengacu pada kerangka penelitian di atas,
maka yang menjadi hipotesis dalam penelitian ini
adalah, kecerdasan emosional berpengaruh positif
dan signifikan terhadap kinerja sekretaris pada
Bank Umum di Kota Banda Aceh.
Metode Penelitian
Lokasi dan Objek Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada Bank Umum
di Kota Banda Aceh. Objek penelitian
5
JURNAL EKONOMI MANAJEMEN DAN SEKRETARI
Volume 1 Nomor 1 Agustus 2016, Halaman 1-9
berhubungan dengan kinerja sekretaris yang
dikaitkan dengan kecerdasan emosional. Populasi
dalam penelitian ini adalah seluruh sekretaris
bank umum yang berjumlah 50 orang.
Keseluruhan populasi dijadikan sampel penelitian
sehingga penarikan sampel menggunakan metode
sensus.
Pengumpulan data dilakukan melalui
penyebaran kuesioner kepada sekretaris yang
bekerja pada bank umum. Kuesioner tersebut
berisi pernyataan-pernyataan yang berkaitan
dengan kinerja dan kecerdasan emosional. Setiap
pernyataan yang dimuat dalam kuesioner
penelitian disediakan alternatif pilihan jawaban
mulai dari sangat tidak setuju hingga sangat
setuju. Sekretaris diminta untuk memberikan
check list (√ ) pada alternatif pilihan jawaban
yang mereka anggap paling sesuai dengan kondisi
riil yang mereka rasakan atau mereka ketahui.
Data yang berkaitan dengan kinerja sekretaris
dan kecerdasan emosional merupakan data
kualitatif. Karena itu, data tersebut perlu
dikuantitatifkan terlebih dahulu sehingga dapat
dianalisis
secara
statistik.
Untuk
mengkuantitatifkan data kualitatif tersebut
diperlukan adanya skala pengukuran. Skala
pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini
adalah skala interval dalam bentuk Skala Likert
(Likert scale) dengan bobot berkisar antara 1-5.
Operasional Variabel
Dalam penelitian ini terdapat dua variabel
yang diukur, yaitu kinerja sekretaris sebagai
variabel dependen dan kecerdasan emosional
sebagai variabel independen. Kinerja sekretaris
yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah
catatan tentang hasil akhir yang diperoleh setelah
suatu pekerjaan atau aktivitas dijalankan dalam
kurun waktu tertentu (Bernardin & Russel, 2003).
Indikator yang digunakan untuk mengukur
variabel tersebut terdiri dari kualitas, kuantitas,
ketepatan waktu, kemandirian dan komitmen.
Selanjutnya kecerdasan emosional adalah
kapasitas untuk mengenali perasaan sendiri dan
orang lain, untuk memotivasi diri sendiri, untuk
mengatur emosi dengan baik dalam diri sendiri
maupun dalam hubungan dengan orang lain
(Goleman, 2005). Indikator yang digunakan untuk
mengukur variabel tersebut terdiri dari kesadaran
diri (self-awareness), pengaturan diri (selfregulation), kemampuan sosial, empati dan
motivasi.
Uji Validitas dan Reliabilitas
Suatu skala pengukuran disebut valid
apabila ia melakukan apa yang seharusnya
6
ISSN: 2528-231X
dilakukan dan mengukur apa yang seharusnya
diukur. Bila skala pengukuran tidak valid, maka ia
tidak bermanfaat bagi peneliti karena tidak
mengukur apa yang seharusnya dilakukan
(Kuncoro, 2003:151). Dalam penelitian ini,
penentuan validitas dapat dilakukan dengan
mencari nilai korelasi skor masing-masing item
dengan skor total item untuk setiap variabel.
Kemudian nilai r hitung yang diperoleh dari
korelasi tersebut dibandingkan dengan nilai r tabel
pada tingkat keyakinan 95 persen. Suliyanto
(2006:149) menyatakan, apabila nilai r hitung > r
tabel item pernyataan tersebut dinyatakan valid.
Sebaliknya apabila nilai r hitung < r tabel maka
item pernyataan tersebut tidak valid.
Selanjutnya keandalan (reliability) suatu
pengukuran
menunjukkan
sejauhmana
pengukuran tersebut tanpa bias (bebas kesalahanerror free) dan karena itu menjamin pengukuran
yang konsisten lintas waktu dan lintas beragam
item dalam instrumen. Dengan kata lain,
keandalan suatu pengukuran merupakan indikasi
mengenai stabilitas dan konsistensi dimana
instrumen mengukur konsep dan membantu
menilai “ketepatan” sebuah pengukuran (Sekaran,
2006:40).
Dalam penelitian ini, tolok ukur
reliabilitas suatu kuesioner adalah nilai alfa
cronbach yang diperoleh melalui perhitungan
statistik. Malhotra, (2007:235) menyatakan nilai
alfa cronbach minimum yang dapat di atas 0,60.
Hal ini berarti suatu kuesioner dinyatakan handal
apabila nilai alfa cronbach yang diperoleh berada
di atas 0,60.
Peralatan Analisis Data
Mengacu pada tujuan penelitian dapat
dijelaskan bahwa kinerja sekretaris merupakan
fungsi dari kecerdasan emosional. Artinya,
kecerdasan emosional berperan sebagai variabel
bebas (predictor variable) bagi kinerja sekretaris
sebagai variabel terikat. Peralatan analisis data
yang digunakan untuk menganalisis hubungan
kausalitas antar kedua variabel tersebut adalah
regresi linier sederhana, diformulasikan sebagai
berikut.
Y = a + bX
dimana Y adalah kinerja sekretaris, X adalah
kecerdasan emosional. Selanjutnya adalah
konstanta dan b adalah nilai koefisien regresi X
terhadap Y.
Untuk mengetahui keeratan hubungan antara
kecerdasan emosional dengan kinerja sekretaris
digunakan koefisien korelasi (r), dan selanjutnya
untuk mengetahui besarnya pengaruh kecerdasan
emosional terhadap kinerja sekretaris digunakan
Kecerdasan Emosional dan Kinerja Sekretaris
(Studi pada Bank Umum di Kota Banda Aceh)
Nurmala, S.Sos, MM
koefisien determinasi (r2). Keseluruhan proses
pengolahan data menggunakan alat bantu
komputer melalui software SPSS versi 21.
Hasil dan Pembahasan
Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas
Uji validitas dimaksudkan untuk menguji
apakah skala pengukuran yang dibuat dapat
mengukur apa yang seharusnya diukur. Uji
validitas yang digunakan dalam penelitian ini
adalah validitas item, yaitu untuk mengetahui
apakah item-item pernyataan yang dimuat dalam
kuesioner penelitian valid atau tidak. Pengujian
validitas kuesioner didasarkan pada perbandingan
nilai r hitung dan nilai r tabel. Nilai r hitung dicari
dengan mencari nilai korelasi antara skor
alternatif pilihan jawaban responden pada item
pernyataan tertentu dengan total skor item dalam
variabel terkait. Selanjutnya nilai korelasi hitung
(r hitung) tersebut dibandingkan dengan nilai
kritis r product moment (r tabel), dengan
ketentuan apabila nilai (r hitung > r tabel), maka
item pernyataan dalam variabel tertentu
dinyatakan valid. Sebaliknya apabila nilai r hitung
< r tabel, maka item pernyataan dalam variabel
tertentu dinyatakan tidak valid.
Variabel kinerja sekretaris terdiri dari 5
(lima) item pernyataan. Nilai r hitung untuk item
pernyataan pertama (dilambangkan dengan A1)
menunjukkan angka sebesar 0,526. Angka ini
lebih besar bila dibandingkan dengan nilai r tabel
(n = 50sebesar 0,279engan demikian dapat
diartikan item pernyataan tersebut (A1)
dinyatakan valid. Selanjutnya nilai r hitung untuk
item pernyataan kedua (A2) hingga pernyataan
kelima (A5) juga lebih besar bila dibandingkan
dengan nilai r tabel. Hal ini berarti seluruh item
pernyataan tersebut juga dinyatakan valid.
No
Tabel 1
Hasil Uji Validitas
Nilai R
Nilai R
Variabel Item
Tabel
Hitung
(n=50)
1
Kinerja
Sekretaris
2
Kecerdasan
Emosional
A1
A2
A3
A4
A5
B1
B2
B3
B4
B5
0,532
0,541
0,330
0,804
0,793
0,550
0,622
0,611
0,331
0,379
0,279
0,279
0,279
0,279
0,279
0,279
0,279
0,279
0,279
0,279
Sumber: Data Primer (Diolah), 2016.
Ket
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Tabel 1 memperlihatkan bahwa nilai korelasi
hitung (r hitung) untuk masing-masing item
pernyataan yang terdapat dalam variabel kinerja
sekretaris dan kecerdasan emosional lebih besar
bila dibandingkan dengan nilai r tabel. Dengan
demikian dapat diartikan bahwa seluruh item
pernyataan yang berhubungan dengan variabel
kedua variabel tersebut juga dinyatakan valid.
Artinya, item-item pernyataan pada setiap variabel
bisa digunakan untuk mengukur apa yang
seharusnya diukur yang dalam hal ini adalah
kinerja sekretaris dan kecerdasan emosional
sebagai variabel yang diteliti.
Hasil Uji Reliabilitas
Untuk menguji kehandalan kuesioner yang
digunakan,
maka
dalam
penelitian
ini
menggunakan uji reliabilitas. Tolok ukur
reliabilitas adalah nilai cronbach alpha yang
diperoleh melalui perhitungan statistik. Menurut
Malhotra (2005:268), nilai alpha minimum yang
diperoleh sebagai syarat kehandalan kuesioner
adalah sebesar 0,60. Hal ini berarti bahwa apabila
nilai cronbach alpha dibawah 0,60 maka
kuesioner belum memenuhi syarat kehandalan.
Hasil pengujian reliabilitas kuesioner untuk
kedua variabel penelitian memperlihatkan
menunjukkan nilai cronbach alpha masingmasing sebesar 0,691 untuk variabel kinerja
sekretaris dan sebesar 0,725 untuk variabel
kecerdasan emosional seperti dalam Tabel 2.
Tabel 2
Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner
Jumlah Nilai
No Variabel
Keterangan
Item
Alpha
1 Kinerja
5
0,691
Handal
Sekretaris
2 Kecerdasan
5
0,725
Handal
Emosional
Sumber: Data Primer (Diolah), 2016.
Berdasarkan Tabel 2 di atas dapat diketahui
bahwa nilai cronbach alpha masing-masing
variabel penelitian lebih besar dari 0,60. Dengan
demikian dapat diartikan bahwa kuesioner yang
digunakan untuk pengumpulan data penelitian
telah memenuhi syarat kehandalan. Dengan kata
lain,
kuesioner
yang
digunakan
untuk
mengumpulkan data yang berhubungan dengan
variabel-variabel yang diteliti dinilai sudah
menunjukkan ketepatan, keakuratan, atau
konsistensi alat tersebut dalam mengungkapkan
gejala yang berhubungan dengan variabel terkait.
7
JURNAL EKONOMI MANAJEMEN DAN SEKRETARI
Volume 1 Nomor 1 Agustus 2016, Halaman 1-9
Analisis Pengaruh Kecerdasan Emosional
Terhadap Kinerja Sekretaris
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kecerdasan emosional berpengaruh positif
terhadap kinerja sekretaris pada bank umum di
Kota Banda Aceh. Hal ini ditunjukkan dalam
bagian printout SPSS seperti terlihat dalam tabel
3.
Tabel 3
Nilai koefisien kecerdasan emosional
terhadap kinerja sekretaris
ISSN: 2528-231X
Tabel 4
Nilai koefisien Korelasi dan
Koefisien Determinasi
Model Summaryb
Model
1
R
R Square
.666a
.443
Adjusted
R Square
.431
Std. Error of
the Estimate
.28263
DurbinWatson
1.738
a. Predictors: (Constant), Kecerdasan Emosional
b. Dependent Variable: Kinerja Sekretaris
Sumber: Data Primer (Diolah), 2016
Nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,666.
Angka
ini
lebih besar dari 0,50 dapat diartikan
Unstandardized
Standardized
Coeff icients
Coeff icients
Collinearity Statistics
bahwa hubungan antara kecerdasan emosional
Model
B
Std. Error
Beta
t
Sig.
Tolerance
VIF
dengan kinerja sekretaris termasuk katagori
1
(Constant)
.918
.560
1.639
.108
Kecerdasan Emosional
.832
.135
.666
6.179
.000
1.000
1.000
kuat/erat.
selanjutnya nilai koefisien determinasi
a. Dependent Variable: Kinerja Sekretaris
(r ) sebesar 0,433 dapat diartikan sebesar 43,3
persen kinerja sekretaris pada bank umum di Kota
Sumber: Data Primer (Diolah), 2016
Banda Aceh dipengaruhi kecerdasan emosional.
Sisanya sebesar 56,7 persen lagi dipengaruhi oleh
Berdasarkan output SPSS di atas, maka
faktor lain selain kecerdasan emosional. Faktor
persamaan regresi linier sederhana yang
lain dimaksud adalah segala faktor yang secara
menjelaskan hubungan fungsional antara kinerja
praktis dan teoritis dapat mempengaruhi kinerja
dan kecerdasan emosional sekretaris pada bank
seseorang sekretaris.
umum di Kota Banda Aceh dapat dinyatakan
dalam persamaan di bawah ini.
Implementasi Hasil Penelitian
Y = 0,918 + 0,832X
Penelitian ini memiliki dua implikasi,
Nilai koefisien regresi (b) sebesar 0,832
meliputi implikasi teoritis dan implikasi
dapat diartikan setiap peningkatan nilai rata-rata
manajerial.
skor kecerdasan emosional sebesar 1, akan
meningkatkan nilai rata-rata skor kinerja
Implikasi Teoritis
sekretaris sebesar 0,832. Artinya, semakin baik
Adanya pengaruh signifikan kecerdasan
kecerdasan emosional akan semakin baik pula
emosional
terhadap kinerja sekretaris sesuai
kinerja sekretaris. Sebaliknya, sekretaris dengan
dengan pendapat Eysenck (2001) menyatakan
kecerdasan emosional relatif rendah juga akan
bahwa dunia kerja erat kaitannya dengan
memiliki kinerja yang relatif lebih rendah bila
emosional yang dimiliki oleh seseorang.
dibandingkan dengan sekretaris yang memiliki
Karyawan dengan kecerdasan emosional relatif
kecerdasan emosional lebih tinggi.
baik akan dapat menghasilkan kinerja yang lebih
Berdasarkan output SPSS dalam tabel 3 di
baik bila dibandingkan dengan karyawan yang
atas dapat dilihat nilai t hitung variabel
kurang cerdas secara emosional.
kecerdasan emosional sebesar 6,179 dan nilai sig
sebesar 0,000 < 0,05. Dengan demikian dapat
Implikasi Manajerial
diartikan bahwa kecerdasan emosional secara
Penelitian ini dapat digunakan oleh pimpinan
signifikan
berpengaruh
terhadap
kinerja
bank
umum di Kota Banda Aceh dalam
sekretaris. Peningkatan kecerdasan emosional
mengambil
kebijakan yang berhubungan dengan
seseorang sekretaris secara nyata berdampak pada
kinerja sekretaris pada bank yang dipimpinnya.
peningkatan
kinerja
mereka.
Sebaliknya,
Peningkatan kinerja sekretaris dapat dilakukan
penurunan kecerdasan emosional juga berdampak
dengan meningkatkan kecerdasan emosional
nyata pada penurunan kinerja sekretaris.
berupa
kesadaran
diri
(self-awareness),
Keeratan hubungan antara kinerja sekretaris
pengaturan
diri
(self-regulation),
kemampuan
dengan kecerdasan emosional ditunjukkan oleh
sosial,
empati
dan
motivasi.
nilai koefisien korelasi (r) dan besarnya pengaruh
kecerdasan emosional terhadap kinerja sekretaris
Simpulan dan Saran
dapat dilihat dari nilai koefisien determinasi (r2).
Kecerdasan emosional memegang peran
Ouput SPSS berikut memperlihatkan kedua nilai
penting dalam meningkatkan kinerja sekretaris
koefisien tersebut ditunjukkan dalam Tabel 4.
pada bank umum di Kota Banda Aceh. Sekretaris
Coefficientsa
8
Kecerdasan Emosional dan Kinerja Sekretaris
(Studi pada Bank Umum di Kota Banda Aceh)
Nurmala, S.Sos, MM
dengan kecerdasan emosional relatif baik
cenderung memiliki kinerja yang relatif baik pula.
Sebaliknya, sekretaris yang kurang cerdas secara
emosional cenderung memiliki kinerja yang relatif
lebih rendah. Pengaruh positif kecerdasan
emosional terhadap kinerja sekretaris sangat
signifikan. Artinya, peningkatan kecerdasan
emosional secara nyata berpengaruh terhadap
peningkatan kinerja sekretaris pada bank umum di
Kota Banda Aceh.
Mengacu pada kesimpulan tersebut, maka
sangat penting bagi setiap pimpinan bank umum
di Kota Banda Aceh berupaya meningkatkan
kecerdasan emosional sekretaris pada bank yang
dipimpinnya.
Secara
operasional,
upaya
peningkatan
kecerdasan
emosional
dapat
dilakukan dengan berbagai kebijakan diantaranya
mengembangkan sikap empati diantara sesama
dilingkungan bank umum.
Daftar Pustaka
Bernardin, J. H., dan Russell, J. E. A. (2003).
Human Resource Management : An
Experiential Approach. Mc Graw-Hill, New
York.
Corey, G., M. S. Corey, dan Callahan, P. (2001).
Issues and Ethics in The Helping Profession
(5th Ed.). Pacific Grine, CA: Brooks/Cole.
Eysenck, H.J, dan Kamin, L. (2001). Intelligence:
The Batle For The Mind, Pan Book, London
dan Sydney.
Goleman, D. (2005). Working with Emotional
Intelligence. New York: Bantam Books.
Kuncoro, M. (2003). Metode Riset Untuk Bisnis
dan Ekonomi: Bagaimana Meneliti dan
Menulis Tesis ?, Erlangga, Jakarta.
Malhotra, N. K. (2007). Riset Pemasaran:
Pendekatan Terapan, Alih Bahasa, Rusyadi
Maryam, Edisi Keempat, Indeks, Jakarta.
Malthis dan Jackson. (2006). Manajemen Sumber
Daya Manusia, (Terjemahan: Jimmy Sadeli
dan Bayu Prawira), Edisi Pertama, Salemba
Empat, Jakarta.
Nggermanto, A. (2002). Quantum Quotient,
Nuansa, Bandung.
Paisal dan Susi, A. (2010). Pengaruh Kecerdasan
Emosional dan Kecerdasan Spiritual
Terhadap Kinerja Karyawan Pada LBPPLia Palembang, Jurnal Ilmiah Orasi Bisnis,
5(2), 65-77.
Rahman, A. (2002). Menyinari Relung-relung
Ruhani, Pusat Pengembangan Tasawuf
Positif, Hikmah, Jakarta.
Ree, M, J., Earles, J., dan Teachout, M. S. (2004).
Predicting Job Performance : Not Much
More Than G, Journal of Applied
Psychology, 79(4), 518-524 .
Rivai, V., dan Sagal.a (2009). Performance
Appraisal, Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Robbins, S. P. (2007). Perilaku Organisasi. PT.
Indeks, Jakarta.
Salovey, S dan Mayer, J. K. (2006). Emotional
Intellegent : What Can Matter More Than
IQ. NY. Bantam Book.
Schuler dan Jackson (2003). Management Human
Resources, Through Strategic Pathnerships,
8th ed. Thomson – South Westorn,
Australia.
Segal, J. (2010). Melejitkan Kepekaan Emosional,
Penerjemah
Ary Nilandari, Kaifah,
Bandung.
Sekaran, U. (2006). Metodologi Penelitian Untuk
Bisnis, Salemba Empat, Jakarta.
Stein, S. J., dan Howard, E. B. (2002). Ledakan
EQ, Penerjemah: Trinanda Rainy Januarsi,
Kaifah, Bandung.
Suliyanto. (2006). Metode Riset Bisnis, Penerbit
Andi, Yogyakarta.
Tim Penyusun Kamus Bahasa Indonesia. (2005).
Kamus Bahasa Indonesia, Balai Pustaka,
Jakarta.
Tjiptono, F. (2001). Prinsip-prinsip Total Quality
Service, Andi, Yogyakarta.
Wiersma, M. L,. (2002). The Influence of
Spiritual “Meaning-Making” On Career
Behaviour, Journal of Management
Development, 21(7), 497-520.
9
Download