Bab 1 Pendahuluan

advertisement
 Bab 1
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Setiap individu tentunya akan mengalami pertambahan usia. Pertambahan
usia setiap individu itu akan terbagi menjadi masa kanak – kanak kemudian masa
remaja dan yang terakhir adalah masa dewasa. Di dalam masa dewasa, setiap
individu akan mengalami perluasan dalam perkembangan di dalam dirinya. Salah
satunya itu adalah perkembangan sosial dan lebih khusus pada seksualitas.
(Papalia, dkk 2009)
Perkembangan sosial pada dewasa awal menyatakan bahwa usia ini
perilaku seksual yang dinyatakan sudah cukup matang. Dapat terlihat pada
peningkatan masturbasi yang cukup sering dilakukan yang dengan tujuan untuk
meredakan ketegangan. Selain masturbasi, terlihat juga pada peningkatan
hubungan seksual yang cukup sering juga dilakukan seperti seks oral atau sampai
pada bersenggama.
Peningkatan hubungan seksual seksual ini sudah marak dilakukan pada
individu dewasa dan terlebih lagi pada individu dewasa pra-nikah. Akan tetapi
dalam melakukan hubungan seksual, masa dewasa awal ini sudah lebih teliti lagi
dalam memilih pasangan serta memakai kondom yang dapat digunakan sebagai
pengaman dalam hubungan seksual mereka Hubungan seksual yang dilakukan
memiliki berbagai macam tujuan diantaranya untuk menghasilkan keturunan,
1 untuk kesenangan dan yang terakhir memiliki tujuan sebagai bentuk dari kasih
sayang.
Dalam hubungan seksual yang dilakukan antara pasangan tersebut terdapat
perbedaan cara pencapaian kepuasan seksual antara laki – laki dengan perempuan
yaitu pertama laki – laki cenderung menunjukkan hasrat seksual yang lebih besar
dari pada perempuan terlihat pada Laki – laki yang cenderung menginginkan seks
lebih sering dan mereka sering masturbasi , lebih dini dan lebih sering. Kedua,
laki – laki cenderung mencari kesenangan fisik secara primer berbeda dengan
perempuan
cenderung
menginginkan
seks
dalam
hubungan
intim
dan
berkomitmen. Dan yang terakhir yaitu agresi sangat terkait dengan seksualitas
bagi laki – laki dibandingkan dengan perempuan.
Dengan adanya penjelasan mengenai perbedaan pencapaian seksual antara
laki – laki dengan perempuan dapat diketahui bahwa laki – laki memiliki
kebutuhan akan seks yang cukup besar. Karena kebutuhan akan seks yang cukup
besar tersebut terkadang laki – laki hanya memikirkan kepuasan seksualnya
sendiri (Douglass Jr, 2008). Dengan arti, tidak mempedulikan apakah pasangan
wanitanya telah mencapai kepuasan seksual atau belum. Ketidakpedulian pria
pada pasangannya itu cenderung difaktori oleh pencapaian orgasme pada wanita
yang memakan waktu cukup lama. Tetapi perlu diketahui walaupun pencapaian
orgasme pada wanita itu memakan waktu cukup lama, wanita dapat melakukan
orgasme secara berulang – ulang. Oleh karena itu, dengan adanya kurang
kepedulian pada pria terhadap pencapaian kepuasan seksual pada pasangan
wanitanya maka dalam hubungan seksual diperlukan rasa empati sehingga
2 keduanya dapat merasakan kepuasan seksual secara bersama - sama. Tetapi selain
empati , diperlukan juga pengetahuan bagi pasangan pria mengenai pencapaian
kepuasan seksual bagi pasangan wanitanya (Douglas Jr, 2008).
Pengetahuan akan kepuasan seksual pada wanita menurut pengarang buku
best seller tentang seks, Lou Paget, (Douglas Jr. 2009) menyatakan bahwa
sebagian besar wanita mengakui bahwa mereka mencapai kepuasan seksual
adalah ketika seorang laki – laki dapat menggunakan lidah mereka dengan baik
atau yang lebih sering dikenal dengan yang namanya seks oral. Seks oral
merupakan salah satu cara untuk seorang wanita dapat mencapai orgasme. Dalam
seks oral ini, ternyata masih banyak wanita yang mengeluh mengenai teknik oral
yang dilakukan pada pria seperti halnya kurang konsisten, tekanan yang ritmik,
dan kekasaran pria dalam memainkan lidahnya.
Selain teknik oral yang masih suka dikeluhkan oleh wanita terdapat juga
hal lainnya yaitu banyak pria yang terlalu berhasrat, tidak sabar dan malu – malu
dalam melakukan permainan lidahnya pada hubungan seksual. Dengan banyaknya
keluhan yang dialami wanita mengenai teknik oral pada pria membuat wanita
cenderung sulit untuk mencapai orgasme. Tetapi menurut Russel (2011) terdapat
hal lainnya yang dapat membantu dalam pencapaian kepuasan seksual pada
wanita yaitu penis pada pria. Penis yang dimiliki oleh pria memiliki pengaruh
dalam kenikmatan seksual pada wanita. Kenikmatan seksual pada penis Menurut
Master dan Johnson (Russell, 2001) tidak terletak pada panjangnya penis karena
vagina itu menyesuaikan pada ukuran penis melainkan yang mempengaruhi akan
kenikmatan seksual pada wanita adalah mengenai besarnya penis. Dengan
3 besarnya penis pada pria tersebut memberikan stimulasi klitoris yang lebih besar
kepada perempuan selama hubungan seksual. Selain itu besarnya penis juga
memiliki arti bahwa penis yang besar akan seperti memberikan pengaruh yang
lebih besar pada bagian luar dari vagina, termasuk daerah klitoris.Selain seks oral
serta besarnya penis , menurut Crooks dan Baur (1999) terdapat juga analingus
(yaitu stimulasi pada bagian anal) yang mana dapat dilakukan pria dengan
memasukkan penis ke dalam anus pasangan wanitanya yang dapat dilakukan
dalam hubungan seksual guna pencapaian kepuasan seksual pada pasangannya.
Tetapi selain seks oral, besarnya penis serta analingus yang merupakan
bagian dalam pencapaian kepuasan seksual bagi pasangan wanita. Terdapat juga
hal yang lain perlu diketahui dalam mencapai kepuasan seksual pada wanita.
Menurut Crooks dan Baur (1999) terdapat penekanan - penekanan yang penting
bagi wanita dalam hubungan seksual. Dalam hubungan seksual, wanita cenderung
lebih menekankan pada foreplay (bagian awal dalam memulai suatu hubungan
seksual) dan after play (bagian akhir dari suatu hubungan seksual).
Ciuman merupakan bagian dari foreplay hubungan seksual yang sangat
umum dilakukan oleh setiap pasangan pada saat akan memulai hubungan intim
dengan pasangannya. Selain itu juga ,ciuman dianggap sebagai menu pembuka
hubungan intim yang sangat disukai oleh sebagian besar kaum hawa karena
dengan ciuman tersebut wanita dapat terangsang serta bergairah untuk melakukan
langkah selanjutnya dalam berhubungan intim (http://www.perempuan.com). Di
dalam ciuman, menurut Douglas Jr, (2009) terdapat permainan lidah yang
dilakukan oleh masing – masing pasangan yang mana permainan lidah yang
4 dilakukannya itu tidak hanya dilakukan pada bagian bibir saja melainkan dapat
merambah pada bagian – bagian tubuh sensitif wanita lainnya seperti leher, puting
payudara, perut dan sampai pada vagina. Dengan permainan lidah yang dilakukan
pada pasangan pria hal tersebut dapat merangsang serta meningkatkan gairah
seksual pada wanita.
Setelah hubungan seksual mencapai pada puncaknya, wanita cenderung
tetap menginginkan adanya kata – kata manis serta pelukan hangat yang diberikan
oleh pasangan pria tersebut. Kata – kata manis serta pelukan hangat itulah yang
merupakan bagian dari afterplay. Karena dengan tetap menjaga kata – kata manis
serta pelukan hangat seusai hubungan seksual dapat membantu akan kehangatan
hubungan
seksual
mereka
setelah
melakukan
hubungan
intim
(www.perempuan.com).
Menurut Croks dan Baur (1999) penekanan dalam hubungan seksual yang
dimiliki oleh wanita memiliki perbedaan dengan pada pria. Dalam hubungan
seksual, pria cenderung lebih menekankan pada coitus atau dengan arti adalah
bersenggama. Berbeda halnya dengan wanita yaitu pria kurang menekankan pada
foreplay dan afterplay pada suatu hubungan seksual. Sebagian besar dalam
hubungan seksual ,pria cenderung hanya ingin langsung memasukkan penis ke
dalam vagina wanita kemudian memainkan segala gaya seksual sehingga pria
sampai kepada titik puncak seksualnya atau dapat dikatakan orgasme. Beberapa
gaya dalam hubungan seksual itu seperti gaya “69” memiliki arti dimana pria dan
wanita melayani satu sama lain dengan cara melakukan seks oral pada alat
kelamin masing – masing pasangannya secara terus menerus, lalu gaya “women
5 on top” memiliki arti menunjukkan keagresifan wanita dalam hubungan seksual,
lalu gaya “side by side” dengan arti melakukan hubungan seksual dengan cara
saling bersampingan yang mana dengan gaya menimbulkan kelembutan dan
keintiman serta beberapa gaya dalam hubungan seksual lainnya. Setelah
mengetahui akan berbagai penjelasan dalam uraian tersebut maka terlihat adanya
perbedaan antara pria dan wanita dalam segi penekanan yang ada dalam hubungan
seksual. Perbedaan penekanan dalam hubungan seksual ini, pria cenderung kurang
memperhatikannya sehingga
menimbulkan ketidakpuasan seksual yang lebih
banyak dialami oleh wanita. Hal tersebut juga dinyatakan menurut Douglas Jr,
(2009) bahwa sebagian besar hanya pria sendiri yang merasakan kepuasan seksual
setelah mencapai klimaks. Dengan adanyanya penjelasan tersebut maka dapat
diketahui bahwa wanita cenderung kurang mendapatkan kepuasan seksual yang
ingin dirasakannya.
Hubungan seksual yang dijelaskan pada beberapa paragraf di atas
termasuk ke dalam orientasi seksual yaitu heteroseksual yang memiliki arti
keterarikkan dengan lawan jenis. Orientasi seksual tersebut lebih dikenal dan
dianggap normal oleh masyarakat awam. Sedangkan dalam buku Papalia, dkk
(2009) orientasi seksual itu terdapat 3 macam diantaranya heteroseksual
(ketertarikkan dengan lawan jenis kelamin), homoseksual (ketertarikkan dengan
sesama jenis kelamin) dan yang terakhir biseksual (ketertarikkan dengan sesama
serta lawan jenis kelamin)
Lesbian merupakan istilah bagi kaum perempuan yang memiliki orientasi
seksual ketertarikkan dengan sesama jenis inilah yang masuk ke dalam orientasi
6 seksual yaitu homoseksual (Karangora, 2012). Banyak penelitian yang mencoba
untuk menjelaskan alasan seseorang menjadi lesbian seperti halnya menurut
Nurmala, dkk (2006) yang pada hasil penelitian mencoba menggambarkan tentang
subyek yang ditelitinya tersebut menjadi seorang lesbian beberapa faktor
diantaranya dikarenakan subyek yang diteliti memiliki karakter laki – laki karena
bila ditinjau dari masa kanak-kanak dan masa puber keempat subyek memiliki
kebutuhan bersosialisasi yaitu dengan kakak - kakaknya maupun dengan teman
laki-laki, lalu faktor selanjutnya dikarenakan subyek pernah mengalami peristiwa
traumatis pada masa lalunya hal itu menyebabkan subyek tidak ingin berhubungan
dengan lawan jenisnya dan memilih untuk menjadi lesbian dan faktor yang
terakhir dikarenakan subyek kurang mendapatkan kasih sayang dan dukungan
psikis dari orangtua. Sehingga subyek memilih untuk mencari kebutuhan akan
kasih sayang dan dukungan psikis tersebut di lingkungan luar. Meskipun telah
adanya ketiga faktor tersebut yang telah dilakukan penelitiannya, menurut
Rowlett, Patel & Greydaus (Santrock, 2002) sampai saat ini masih belum
menemukan jawaban yang pasti mengenai seseorang menjadi homoseksual.
Pada pasangan lesbian dalam melakukan hubungan seksual menurut
Crooks dan Baur (1999) pasangan lesbian cenderung menggunakan waktu yang
jauh lebih lama. Waktu yang cukup lama digunakan oleh pasangan lesbian
dikarenakan dalam hubungan seksual mereka cenderung melibatkan sentuhan –
sentuhan pada bagian tubuh guna merangsang seksual pada pasangannya.
Dalam hubungan seksual pasangan lesbian, seks oral menjadi bagian yang
dipakai oleh mereka. Karena di dalam seks oral terdapat permainan lidah yang
7 dapat dilakukan oleh masing – masing pasangan yang cenderung mereka sudah
lebih tahu akan daerah sensitif pada masing – masing pasangannya sehingga
mereka dapat membuat pasangannya menjadi menggeliat dan terangsang.
Selain seks oral dalam hubungan seksual pasangan lesbian terdapat juga
ciuman lalu menggesek – gesekkan alat vital kepada pasangan mereka dan juga
menggunakan dildo memiliki arti perangkat yang berbentuk penis. Berkaitan
dengan penggunaan dildo dalam hubungan seksual pada pasangan lesbian bahwa
tidak semua pasangan lesbian menggunakannya. Hal ini dilontarkan oleh salah
satu subyek peneliti melalui wawancara awal yang mengatakan bahwa dirinya
dalam melakukan hubungan seksual dengan pasangan wanitanya tidak
menggunakan alat bantu atau yang disebut dengan dildo tetapi subyek peneliti itu
mengatakan dalam hubungan seksual yang dilakukannya lebih menyukai seks
oral, ciuman serta sentuhan – sentuhan karena dikatakannya juga lebih alami.
Selain ketiga hal tersebut terdapat juga fantasi seksual yang cenderung dilakukan
untuk membantu dalam hubungan seksual yang dilakukannya. Pada pasangan
lesbian fantasi seksual yang dilakukannya cenderung lebih sering membayangkan
wanita lain yang menyenangkan dan memuaskan.
Dalam melakukan melakukan hubungan seksual, kaum lesbian sering
berganti – ganti pasangan. Hal ini yang cenderung difaktori oleh tingkat seksual
yang cukup besar yang dimilikinya. Dikarenakan seringnya berganti – ganti
pasangan yang dilakukan pada pasangan lesbian cenderung dapat memicu
penyakit menular. Menurut Papalia, dkk (2009) mengenai penyakit menular inilah
yang sering menimbulkan salah satu stigma negatif masyarakat secara khusus
8 pada masyarakat Indonesia tentang lesbian dan masih banyak stigma lainnya yang
masih menjadi masalah yang terus menerus dihadapi oleh lesbian stigma negatif
yang muncul dari masyarakat tentang lesbian ini sebenarnya menurut Karangora
(2012) difaktori oleh masyarakat Indonesia yang sulit untuk menerima bahkan
cenderung menolak keberadaan kaum homoseks (Deteksi-Jawa Pos Juli 2000).
Mengenai keberadaan homoseksual memang harus diakui bahwa tidak sedikit
masyarakat Indonesia yang memiliki pandangan miring ,minor,benci menganggap
kotor dan jijik pada kaum homoseks serta menganggap kaum homoseks itu tidak
normal. Bahkan sebagian masyarakat Indonesia akan menjauhi, mengucilkan,
menekan serta memusuhi mereka yang mengaku dan menyatakan dirinya lesbian.
Hal ini terlihat pada hasil polling yang menunjukkan bahwa 78% menyatakan
tidak setuju dengan keberadaan kaum homoseks. Akan tetapi dengan adanya
pendapat tidak setuju mengenai kaum homoseks perlu diketahui bahwa
berdasarkan penelitian tertentu peningkatan jumlah kaum homoseks ini bertambah
dari tahun ke tahun hanya saja data statistik di Indonesia belum memadai untuk
mengungkap fenomena tersebut.
Dalam kaum lesbian menurut Nurmala, Anam dan Suyono (2006) perlu
diketahui bahwa adanya pengenalan akan peran identitas seksual yaitu butchi dan
femme. Pengertian pada butchi dalam kaum lesbian yaitu dia bertindak selayaknya
laki – laki dengan pakaian yang seperti laki – laki, potongan rambut yang pendek
dan hampir sebagian besar seperti laki – laki walaupun memang tidak semua
butchi berpenampilan seperti laki – laki tetapi ada juga butchi yang berpenampilan
biasa seperti wanita. Lalu pada pengertian pada kaum lesbian femme memiliki arti
9 bertindak layaknya perempuan yaitu dengan menggunakan pakaian yang seperti
perempuan yaitu feminism dan modis.
Dengan adanya pengenalan identitas seksual pada kaum lesbian tersebut
maka hal tersebut juga cenderung akan berkaitan dalam hubungan seksual mereka.
Seperti halnya peran pada butchi yang sangat agresif dan peran femme yang benar
– benar menggoda serta begitu banyak variasi dalam melakukan hubungan. Selain
itu yang masih berkaitan dengan identitas seksual kaum lesbian bahwa menurut
salah satu subyek peneliti pada wawancara awal mengatakan bahwa dalam
melakukan hubungan seksual ada dua tipe butchi yaitu terdapat butchi yang mau
membuka pakaian secara keseluruhan tetapi ada juga butchi yang tetap memakai
pakaian dan hanya femmenya saja yang membuka pakaiannya.
Lalu kedudukan peran diantara keduanya yaitu butchi dan femme dalam
hubungan seksual menurut Papalia, dkk (2009) memiliki tingkat yang setara
sehingga hal inilah yang dapat memberi pengaruh besar pada pasangan lesbian
dalam merasakan kepuasan seksualnya. Peran kedudukan tingkat setara dalam
hubungan seksual inilah yang berbeda dengan pasangan heteroseksual dalam
hubungan seksual yaitu pasangan heteroseksual cenderung menimbulkan
perbedaan kedudukan sehingga munculnya keegoisan. Selain peran kedudukan
dalam hubungan seksual terdapat juga perbedaan – perbedaan lainnya seperti
Selain minimnya gaya dalam hubungan seksual yang dirasakan oleh pasangan
lesbian. Hal ini juga dilontarkan oleh salah satu subyek peneliti pada wawancara
awal yang mengatakan bahwa pasangan lesbian sulit untuk menciptakan banyak
gaya yang dilakukannya berbeda dengan pasangan heteroseksual yang dapat
10 melakukan banyak gaya dalam hubungan seksualnnya. Selain minimnya gaya,
terdapat juga perbedaan pencapaian tingkat orgasme dalam hubungan seksual
yang dialami oleh pasangan lesbian dibanding pasangan heteroseksual yaitu
pasangan lesbian cenderung sering mengalami tingkat orgasme dalam hubungan
seksual (Penelitian Kinsey 1953 dalam Crooks dan Baur 1999). Setelah adanya
beberapa penjelasan tersebut maka dapat diketahui bahwa pada pasangan lesbian
dalam hubungan seksual yang dilakukannya cenderung memiliki gaya yang
sedikit, kesetaraan dalam hubungan seksual serta tingkat orgasme yang tinggi.
Sehingga dengan adanya penjelasan – penjelasan tersebut menimbulkan suatu
pertanyaaan tentang “Bagaimana gambaran kepuasan seksual pada pasangan
lesbian di masa dewasa ?”.
Untuk dapat menjawab pertanyaan akan kepuasan seksual pada kaum
lesbian maka dilakukan penelitian yang menggunakan metode kualitatif.
Penelitian dengan metode kualitatif yang dilakukannya ini memiliki arti bahwa
sifat dari hasil dan pengolahan data ini bersifat deskritif (menggambarkan). Selain
memiliki arti bersifat deskriptif, penelitian dengan metode kualitatif juga dipakai
guna mencoba untuk menterjemahkan pandangan – pandangan akan kepuasan
seksual pada lesbian itu sendiri. Untuk mendapatkan menggambarkan serta
menterjemahkan mengenai topik yang akan diteliti maka terdapat cara
pengambilan data yang digunakan pada penelitian ini yaitu dengan wawancara
dan observasi. (Kristi Poerwandari.Pendekatan Kualitatif 2011).
11 1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang yang telah disusun maka munculah suatu
rumusan masalah yang akan menjadi suatu dasar dari penelitian yang akan
dilakukannya ini. Rumusan masalah tersebut yaitu “Bagaimana Gambaran
Kepuasan Seksual Pada Lesbian Dewasa Awal?”
1.3 Tujuan Penelitian
Di dalam melakukan sebuah penelitian yang sifatnya ilmah itu tentunya
memiliki sebuah tujuan. Tujuan yang didapatkan dari penelitian yang dilakukan
ini adalah untuk mendapatkan gambaran kepuasan seksual pada lesbian dewasa
awal.
1.4 Manfaat Penelitian
Terdapat dua manfaat yang dihasilkan pada penelitian ini yaitu :
1.4.1 Secara Teoritis
Penelitian yang dilakukan ini dapat menjadi masukan – masukan terhadap
penelitian – penelitian selanjutnya dalam pengembangan ilmu psikologi klinis
tingkat dewasa.
1.4.2 Secara Praktis
Penelitian yang dilakukan ini diharapkan menjadi referensi pada penelitian
– penelitian selanjutnya yang juga berkaitan dengan penelitian ini.
1.5 Sistematika Penulisan 12 
Download