I. PEDAHULUA A. Latar Belakang Proses produksi industri gula tebu menghasilkan berbagai macam limbah yang cukup banyak setiap harinya. Limbah yang dihasilkan dapat berupa pucuk daun, seresah, ampas tebu (bagasse), blotong, abu ketel, tetes, dan sludge hasil dari pengolahan limbah cair. Apabila limbah tersebut tidak ditangani tentunya akan menyebabkan dampak negatif, baik dari segi kesehatan, lingkungan, maupun estetika. Limbah industri gula tebu yang telah banyak dimanfaatkan, seperti limbah tetes (molasses) dimanfaatkan untuk industri fermentasi sehingga menghasilkan nilai tambah ekonomi yang tinggi. Sedangkan limbah ampas (baggase) dapat digunakan sebagai bahan bakar boiler. Pucuk daun, blotong, dan serasah digunakan sebagai pakan ternak ataupun pupuk. Sebagian limbah lainya seperti, abu ketel (boiler ash) dan sludge belum banyak dimanfaatkan. Abu ketel merupakan sisa pembakaran dari ampas tebu pada mesin boiler pabrik gula yang dihasilkan dalam jumlah yang banyak, yaitu sekitar 6 ton/hari dengan kapasitas bahan baku tebu 4000 ton/hari (Anonim 2010). Biasanya abu ketel hanya dibiarkan saja pada area terbuka dan tidak dimanfaatkan lebih lanjut. Abu ketel dapat dimanfaatkan kembali karena mengandung mineral anorganik atau unsur-unsur logam yang merupakan unsur hara atau nutrisi yang diperlukan tanaman (Purwati 2007). Sludge merupakan limbah yang dihasilkan dari pengolahan limbah cair, biasanya sludge tidak dimanfaatkan kembali. Jumlah sludge diperkirakan akan terus meningkat, seiring dengan meningkatnya industri. Pada umumnya, produksi sludge per hari mencapai 10-50 persen dari beban COD (Chemical Oxygen Demand) limbah yang diolah (Supriyanto 1993). Pengolahan sludge memerlukan biaya yang tidak sedikit, sekitar 50 persen dari biaya pengolahan air limbah dapat tersedot untuk mengatasi limbah endapan lumpur yang terjadi. Berdasarkan uraian tersebut, maka perlu dilakukan alternatif lain untuk menangani limbah industri yaitu gula tebu yaitu melalui pengomposan bahan baku abu ketel dengan pencampuran sludge. Pengomposan merupakan proses dekomposisi secara biologis dari bahan organik pada keadaan tertentu dengan hasil akhir berupa produk padatan menyerupai tanah yang cukup stabil yang disebut kompos. Aktivitas mikroorganisme dalam mendekomposisi bahan organik membutuhkan oksigen. Pengaliran udara diberikan untuk mempercepat proses pengomposan dan meminimalkan proses pembalikan. Kompos berfungsi untuk memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan kandungan bahan organik tanah dan kemampuan tanah untuk mempertahankan kandungan air tanah. Pencampuran kompos juga dapat meningkatkan aktivitas mikroba tanah yang bermanfaat bagi tanaman, sehingga aktivitas mikroba ini membantu tanaman untuk menyerap unsur hara dari tanah dan membantu tanaman dalam menghadapi serangan penyakit. Selain itu, kompos dapat memperbaiki struktur tanah yang berlempung sehingga menjadi ringan, memperbesar daya ikat tanah berpasir sehingga tanah tidak berderai (Indriani 1999). B. Tujuan Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh komposisi pencampuran sludge dan perlakuan aerasi terhadap nilai C/N dalam proses pengomposan dengan menggunakan bahan baku abu ketel dan sludge industri gula tebu. 1