PENDAHULUAN Latar belakang Tanaman anggrek telah banyak dibudidayakan manusia sejak dulu. Confusius juga menyebutkan tentang anggrek dalam tulisannya (Withner 1959 dalam Sheehan 1992). Anggrek lebih dikenal sebagai tanaman hias karena bentuk serta warna bunganya yang memiliki nilai estetika tinggi. Hal ini yang menjadikan anggrek sebagai salah satu tanaman hias yang banyak dikembangkan. Produksi anggrek di Indonesia pada tahun 2008 mencapai 15.309.964 batang (BPS 2009). Namun, produksi anggrek saat ini belum dapat memenuhi permintaan pasar yang terus meningkat. Menurut Setiawan (2005), anggrek komersial yang menguasai pasar yaitu Dendrobium, Phalaenopsis, Vanda, Cattelya, dan Oncidium. Phalaenopsis, yang lebih dikenal sebagi anggrek bulan, menjadi salah satu komoditas utama di Indonesia. Anggrek Phalaenopsis merupakan salah satu tanaman asli Asia, sehingga dapat beradaptasi dengan baik dengan iklim di Indonesia. Tanaman yang memiliki bunga seperti kupu-kupu ini banyak diminati konsumen karena dalam kondisi lingkungan yang baik dapat menghasilkan bunga sepanjang tahun. Para peneliti dan pecinta anggrek tidak hanya mengembangkan usaha budidaya, namun berusaha menghasilkan berbagai jenis hibrida hasil persilangan. Seiring dengan meningkatnya permintaan terhadap anggrek Phalaenopsis, pengusaha budidaya anggrek harus memperhatikan kualitas dan kuantitas produk mereka. Kondisi lingkungan yang tidak sesuai, pemenuhan nutrisi yang kurang, serangan hama dan penyakit tanaman dapat menjadi masalah yang cukup besar jika tidak segera diatasi. Beberapa jenis anggrek cukup rentan terhadap hama dan penyakit. Hama yang banyak menyerang seperti belalang, thrips, tungau, kumbang penggerek, dan keong. Beberapa penyakit tumbuhan yang sering ditemukan pada tanaman anggrek, yaitu busuk lunak, busuk hitam, busuk pergelangan akar, bercak daun Cercospora, busuk basah, dan cymbidium mosaic (Gunawan 1998). Bagian tanaman yang banyak terserang hama dan penyakit yaitu akar, batang, daun, pucuk, dan bunga. Penyakit busuk lunak (soft rot) yang disebabkan oleh bakteri Erwinia carotovora dapat menyerang tanaman muda dan tanaman dewasa. Gejala yang timbul berupa bercak berwarna pucat dan basah. Bila tanaman terserang, daun akan gugur dalam beberapa hari. Bercak akan cepat meluas terutama pada lingkungan dengan suhu dan kelembapan udara tinggi. Titik tumbuh yang terserang akan mengakibatkan terhentinya pertumbuhan tanaman. Namun, tanaman masih dapat berkembang dengan tunas baru yang tumbuh. Berbagai upaya dilakukan untuk mengendalikan penyebaran dan perkembangan hama penyakit tanaman anggrek, seperti dengan cara kimia, mekanik maupun biologi. Para petani anggrek lebih banyak melakukan pengendalian secara mekanik dan kimia dengan menggunakan pestisida. Namun penggunaan pestisida yang tidak tepat akan berdampak buruk bagi lingkungan. Selain itu, bila penggunaan pestisida yang tidak tepat dan dilakukan secara terusmenerus akan mengakibatkan terjadinya resistensi hama dan penyakit. Pengendalian secara biologi telah dikembangkan yaitu dengan memanfaatkan agens hayati sebagai biokontrol patogen penyebab penyakit tumbuhan. Mikroorganisme yang bersifat antagonis terhadap patogen tanaman yaitu kelompok cendawan dan bakteri. Cendawan Trichoderma sp. banyak digunakan untuk mengendalikan sejumlah penyakit tanaman. Beberapa jenis bakteri dari genus Pseudomonas dan Bacillus juga telah dikenal sebagai agens biokontrol. Pseudomonas fluorescens A506 dan Bacillus subtilis strain GB03 telah terdaftar oleh Kantor Perlindungan Lingkungan AS sebagai produk agens hayati yang diaplikasikan pada tanaman berkayu di Amerika Serikat (Mahaffee 2001). Aplikasi bakteri antagonis dapat dilakukan secara tunggal maupun kombinasi. Menurut Soesanto (2008), penggabungan agens pengendali hayati dapat digunakan untuk mengendalikan beberapa penyakit tanaman. Kombinasi B. pumilus, B. subtilis, dan Curtobacterium flaccumfaciens terbukti dapat mengendalikan patogen pada tanaman timun dengan lebih efektif bila dibandingkan dengan penggunaan aplikasi tunggal. Pengendalian penyakit secara biologi pada tanaman anggrek belum banyak dilakukan, khususnya terhadap E. carotovora. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai agens biokontrol yang berpotensi mengendalikan penyakit tanaman anggrek. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keefektifan Bacillus spp. dan P. fluorescens baik secara in vitro maupun secara in vivo dalam menghambat patogenisitas E. carotovora dan perkembangan penyebab busuk lunak pada anggrek Phalaenopsis. Manfaat Penelitian Mendapatkan informasi tentang spesies mikroba antagonis yang kompatibel terhadap sesama mikroba antagonis dan keefektifannya dalam mengendalikan E. carotovora pada anggrek Phalaenopsis.