Matakuliah : D0696 – FISIKA II Tahun : 2009 GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK Pertemuan 21-22 1. Persamaan Maxwell Persamaan Maxwell merupakan persamaan dasar untuk elektromagnetik, yang dapat menggambarkan fenomena listrik dan magnetik. Persamaan ini merupakan dasar dari teori mengenai gelombang elektromagnetik. Empat persamaan Maxwell dalam bentuk integral untuk medan yang berubah terhadap waktu : 1 (1) B.dS 0 s (2) E.dS S E.dl Bina Nusantara ρ dV 0 vol d B dS (3) dt S B.dl 0 I 0 0 d E dS dt S (4) - Persamaan (1) merupakan persamaan Gauss, yang menyatakan fluks listrik yang melewati suatu permukaan tertutup= 1/ε0 muatan yang dilingkup permukaan tertutup. - Persamaan (2) fluks magnet B =0 di seluruh permukaan tertutup, yang menyiratkan bahwa kutub medan magnet terisolasi tidak ada. - Persamaan (3) merupakan hukum Faraday, yang menyatakan bahwa integral terhadap lintasan tertutup= - laju perubahan fluks magnetik melalui permukaan yang dibatasi oleh kurva tersebut. - Persamaan (4) merupakan hukum Amper dengan modifikasi arus perpindahan, menyatakan integral garis B terhadap lintasa tertutup = μ0 I + μ0ε0 kali laju perubahan fluks listrik permukaan tersebut. Bina Nusantara 2. Perambatan Gelombang Elektromagnetik Persamaan Maxwell (3) dan (4) menyiratkan bahwa perubahan medan magnet terhadap waktu akan menghasilkan medan listrik yang juga berubah terhadap waktu yang menimbulkan medan magnet yang berubah, demikian seterusnya, perubahan-perubahan medan ini merambat dalam ruang , dan disebut sebagai gelombang elektromagnetik. Dalam rambatannya, medan listrik dan medan magnet saling tegak lurus pada setiap titik, dan keduanya tegak lurus terhadap arah rambatan. Medan listrik dan medan magnet sefasa, sehingga E=0 dan B= 0 pada titik yang sama, serta E maksimum dan B maksimum pada titik yang sama. Bina Nusantara E B Perambatan gelombang elektromagnetik. - Gelombang merambat dalam arah sb X - Medan listrik berosilasi dalam arah sumbu Y - Medan magnetik berosilasi dalam arah sumbu Z Karena E dan B tegak lurus arah rambatan, berarti gelombang elektromagnetik merambat sebagai gelombang Bina Nusantara transversal. - Medan listrik dan medan magnet berosilasi menurut persamaan : Medan lisitrik : E = Em Sin(kX – ωt ) medan magnmet B = Bm Sin(kX – ωt ) Em dan Bm adalah amplitudo dari masing-masing medan, dan hubungan keduanya : Em = c Bm maka nilai setiap saat : E = c B c = kecepatan rambat gelombang = λ f = ω/ k c 1 dan Bina Nusantara ε0μ0 3. Poynting Vektor Gelombang elektromagnetik membawa energi dari satu titik ke titik lain. Aliran energi persatuan waktu persatuan luas dari gelombang elektromagnetik dinyatakan oleh vektor Poynting, yaitu : S Eμx B 0 satuan : watt/m2 Vektor E dan B menunjukan harga sesaatnya. Karena E dan B saling tegak lurus, dan keduanya tegak lurus arah rambatan, maka S merupakan intensitas sesaat gelombang dalam arah perambatan gelombang, dan besarnya : S = ( E. B ) / μ0 Bina Nusantara Dari hubungan E = c B maka S juga dapat dinyatakan dalam bentuk : c 2 E2 Scμ 0 Bina Nusantara dan S μ B 0 4. Spektrum cahaya tampak Gelombang elektromagnetik meliputi cahaya, gelombang radio, sinar-X, sinar gamma dan lainnya. Frekuensinya mulai dari orde 10 (radio gelombang panjang) sampai orde 1023 Hz ( sinar gamma). Mata manusia peka terhadap radiasi elektromagnetik untuk panjang gelombang 400-700 nm, yaitu : 400 nm - 450 nm Ungu 450 nm - 500 nm Biru 500 nm - 570 nm Hijau 570 nm - 590 nm Kuning 590 nm - 630 nm Jingga 630 nm - 700 nm Merah Bina Nusantara panjang gelombang < 400 nm : ultra ungu Panjang gelombang > 700 nm : infra merah sensitif relatif 100 80 60 40 20 0 400 450 500 550 600 650 700 panjang gelombang ( nm ) Sensitif relatif mata terhadap panjang gelombang Bina Nusantara 5. Azas Huygens Setiap titik pada muka gelombang dapat dianggap sebagai sumber gelombang baru (sekunder) yang memancar ke segala arah dengan kecepatan yang sama dengan kecepatan rambat gelombang. muka gelombang baru muka gelombang sekunder muka gelombang arah rambatan mula-mula -a- -b– a) perambatan muka gelombang datar b) perambatan muka gelombang sferis Bina Nusantara 6. Pemantulan dan Pembiasan Cahaya Setiap berkas cahaya yang datang pada suatu bidang batas antara dua medium yang berbeda indeks biasnya , sebagian cahaya akan dipantulkan kembali ke dalam medium pertama, dan sisanya dibelokan ( direfraksikan / dibiaskan) ke dalam medium kedua. Normal Sinar datang d p sinar pantul Medium 1 n1 Medium 2 n2 b Sinar bias Pemantulan dan Pembiasan Cahaya Bina Nusantara - Garis normal : Garis yang tegak lurus pada permukaan / bidang batas antara dua medium - Sudut datang( d ):sudut antara sinar datang dan normal - Sudut pantul (p ) :sudut antara sinar pantul dan normal - Sudut bias ( b ) : sudut antara sinar bias dan normal Hukum Pemantulan dan Pembiasan Sinar datang , sinar pantul, sinar bias , dan normal terletak pada satu bidang (1) Sudut datang = sudut pantul ( d = p ) Bina Nusantara (2) Hubungan sudut datang dan sudut bias Sin θ1 n2 n21 n Sin θ2 1 atau : n1 Sin 1 = n2 Sin 2 ( Hk. Snellius ) 1 ( = d ) = sudut datang 2 (= b ) = sudut bias n = indeks bias suatu medium, maka : n2 V1 λ1 n21 n 1 V λ n C V 2 2 C = kecepatan cahaya di vacum / udara V = kecepatan cahaya di dalam medium Jika n1 < n2 : sinar bias mendekati normal Jika n1 > n2 : sinar bias menjauhi normal Bina Nusantara 7. Pemantulan Internal Total Sudut kritis adalah sudut datang yang menghasilkan sudut bias = 900 . dari n1 Sin1 = n2 Sin2 maka untuk 1 = krt dan 2 =900 , berlaku: Sin krt = n2 / n1 Sudut kritis hanya terjadi bila n2 < n1 atau V1 < V2 Untuk cahaya ( gelombang ) yang datang dengan sudut datang > krt , seluruh cahaya datang akan dipantulkan semua ke medium pertama dan tidak ada yang dibiaskan pada medium ke 2 . Fenomena tersebut dinamakan : pemantulan sempurna atau refleksi internal total Bina Nusantara S pemantulan sempurna θkrt Pemantulan Internal Total Bina Nusantara