Untitled - Jurnal Fakultas Bisnis UKDW

advertisement
JRMB, Volume 10, No. 2, Desember 2015
JURNAL RISET MANAJEMEN DAN BISNIS
Fakultas Bisnis Universitas Kristen Duta Wacana Yogyakarta
ISSN : 1907-7343
Ketua Penyunting
Perminas Pangeran
Dewan Penyunting
Erni Ekawati (Universitas Kristen Duta Wacana)
Heru Kurnianto Tjahjono (Universitas Muhammadiyah Yogyakarta)
I Putu Sugiartha Sanjaya (Universitas AtmaJaya)
Mahatma Kufepaksi (Universitas Lampung)
Singgih Santoso (Universitas Kristen Duta Wacana)
Pembantu Pelaksana Tata Usaha
(Administrasi, Desain, Distribusi dan Pemasaran)
Elisonora Guruh Bramaji
Lukas Surya Wijaya
Alamat Penyunting dan Tata Usaha
Fakultas Bisnis, Universitas Kristen Duta Wacana
Jl. Dr. Wahidin S. No. 5-19, Yogyakarta 55224
Telp( 0274 ) 563929, Fax : ( 0274)513235
www.ukdw.ac.id/jrmb/
Jurnal Riset Manajemen dan Bisnis (JRMB) terbit sejak tahun 2006. Terbit dua kali setahun pada
bulan Juni dan Desember. Berisi tulisan yang diangkat dari hasil penelitian, kajian analitis kritis dan
tinjauan buku dalam bidang manajemen dan bisnis. Penyunting menerima tulisan yang belum pernah
diterbitkan dalam media lain. Naskah diketik dengan format seperti tercantum pada Pedoman
Penulisan Artikel yang terlampir di halaman belakang.
JRMB, Volume 10, No.2, Desember 2015
JURNAL RISET MANAJEMEN DAN BISNIS
Fakultas Bisnis Universitas Kristen Duta Wacana Yogyakarta
ISSN : 1907-7343
DAFTAR ISI
PENGARUH EARNING MANAGEMENT DAN MEKANISME GOOD
CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP PENGUNGKAPAN
CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY PADA EMITEN
MANUFAKTUR DI BURSA EFEK INDONESIA
Rowland Bismark Fernando Pasaribu, Dionysia Kowanda, Dian Kurniawan .........
97-121
PENGARUH KOMPENSASI DAN GAYA KEPEMIMPINANTERHADAP
KINERJA KARYAWAN RUMAH SAKIT UTAMA HUSADA AMBULU
JEMBER
Said Mardijanto ......................................................................................................... 123-133
MEDIASI KEPUASAN KERJA PADA HUBUNGAN ANTARA
KOMPENSASI DENGAN PRODUKTIVITAS KERJA KARYAWAN
R Pandji Cepi Lesmana dan Susi Widjajani ............................................................
135-146
PENGARUH PROMOSI DAN KINERJA PELAYANAN TERHADAP
LOYALITAS NASABAH DENGAN KEPUASAN NASABAH SEBAGAI
PEMODERASI: STUDI PADA BANK BUMN DI DIY
Ambar Kusuma Astuti dan Agustini Dyah Respati .................................................... 147-158
KAPABILITAS PEMASARAN DINAMIS DAN PENGARUHNYA
PADA KINERJA INDUSTRI KREATIF PASCABENCANA
Hadi Purnomo dan Edi Santosa................................................................................
159-173
PEMBUATAN KEPUTUSAN, DEMOGRAFIS, DAN KEPUASAN PASCA
BELI PADA KELOMPOK LOYAL MEREK DAN TIDAK LOYAL MEREK
Rintar Agus Simatupang dan Marlis Ida .................................................................... 175-199
KOMPARASI ANALISIS SWOT DAN SPACE DALAM MENETAPKAN
STRATEGI BISNIS BERDASARKAN KONDISI LINGKUNGAN
PERUSAHAAN PADA PERUSAHAAN OUTSOURCING
Melati Diyani Putri dan Marbudyo Tyas Widodo ...................................................... 201-222
KAPABILITAS PEMASARAN DINAMIS..………………………. .…………………………….(Purnomo dan Santoso)
KAPABILITAS PEMASARAN DINAMIS DAN PENGARUHNYA
PADA KINERJA INDUSTRI KREATIF PASCABENCANA
Hadi Purnomo
Fakultas Ekonomi, UKRIM Yogyakarta
[email protected]
Edi Santosa
Fakultas Ekonomi, UKRIM Yogyakarta
[email protected]
ABSTRACT
Environmental dynamics shown by the uncertain situation faced by the company. Uncertain situation
due to a catastrophic event is one of the factors that need to be anticipated by the company. This study
aimed to analyze the effect of dynamic marketing capabilities to the performance of the creative
industries and the dynamic moderating influence of the environment on their relationship in situations
of disaster that struck the Yogyakarta area.This study was conducted with 103 respondents.
Respondents include business entrepreneurs of creative industries in Yogyakarta, especially in small
and medium business group. Hypothesis testing is done by regression analysis and regression
analysis moderation. The results showed only two of the four hypotheses were supported, where
strategic flexibility significantly affect firm performance, while dynamic environment do not moderate
the relationship between the two.
Keywords: Dynamic Marketing Capability, Market Orientation, Strategic Flexibility,
Environmental Dynamism, and Firm Performance .
ABSTRAK
Dinamika lingkungan ditunjukkan dengan adanya situasi yang tidak menentu yang dihadapi oleh
perusahaan. Situasi yang tidak menentu akibat peristiwa bencana merupakan salah satu faktor yang
perlu diantisipasi oleh perusahaan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh kapabilitas
pemasaran dinamis terhadap kinerja industri kreatif dan pengaruh moderasi kedinamisan lingkungan
terhadap hubungan keduanya dalam situasi pascabencana yang melanda wilayah Yogyakarta.
Penelitian ini dilakukan dengan 103 responden. Responden penelitian meliputi pengusaha bisnis
industri kreatif di Yogyakarta, khususnya dalam kelompok usaha kecil dan menengah . Uji hipotesis
dilakukan dengan regression analysis dan moderation regression analysis. Hasil penelitian
menunjukkan hanya dua dari empat hipotesis yang didukung, dimana strategic flexibility
berpengaruh secara signifikan terhadap firm performance, adapun dynamic environment tidak
memoderasi hubungan keduanya.
Kata kunci: Kemampuan Pemasaran Dinamik, Orientasi Pasar, Fleksibilitas Strategis,
Dinamisme Lingkungan Dan Kinerja Perusahaan
PENDAHULUAN
Perusahaan sering dihadapkan pada
kondisi perubahan lingkungan. Ling-
kungan yang dinamis disebut sebagai
hyper competitive environments (D’Aveni
1994) dapat diklasifikasikan dalam dua
karakteristik
yaitu
dynamism
atau
159
JRMB, Volume 10, No 2 Desember 2015
kompleksitas dan uncertainty. Lingkungan
yang berubah secara cepat (turbulent)
dijelaskan sebagai tahapan perubahan yang
tinggi
yang
menyebabkan
kondisi
uncertainty
dan
unpredictability
(Bourgeous dan Eisenhardt, 1988).
Perubahan
lingkungan
bisnis
dan
persaingan yang semakin cepat serta
munculnya pesaing-pesaing baru telah
mengubah pasar secara dinamis, sehingga
perusahaan dituntut untuk selalu bersikap
proaktif dalam menanggapi berbagai
perubahan yang bersifat dinamis, dengan
menciptakan dan mengembangkan strategi
bisnis. Seiring dengan situasi tidak
menentu tersebut, maka perusahaan
berusaha untuk bertahan hidup.
Perubahan lingkungan yang cepat,
mendorong perusahaan untuk mencari
cara-cara bagaimana mengendalikan resiko
dan ketidakpastian. Perusahaan berusaha
mendapatkan
saran-saran
untuk
mempertahankan
dan
meningkatkan
kinerja perusahaan dalam lingkungan
bisnis yang tidak menentu (Calantone,
Garcia dan Droge, 2003). Perusahaan perlu
mempunyai
kemampuan
beradaptasi
dengan lingkungan, menurunkan masalahmasalah dalam bisnis, menciptakan
peluang
baru,
dan
mendapatkan
keunggulan bersaing untuk mengatasi
perubahan lingkungan secara efektif.
Berdasarkan atas tingkat dan sumber
dynamism, maka perusahaan perlu
memilih strategi untuk mengatasinya
dengan cara yang berbeda-beda.
Penelitian-penelitian tentang organisasi memberikan sejumlah saran untuk
memaksimalkan kinerja perusahaan dalam
situasi tersebut. Morgan (2009) menunjukkan kesuksessan pertumbuhan perusahaan berkaitan dengan kapabilitas
pemasaran. Bramasrene et al (2004)
menyarankan bahwa kapabilitas pemasaran membantu perusahaan untuk
bertahan dalam krisis secara efisien dan
efektif, serta mencapai kesuksessan bisnis.
Adapun menurut Nat et al (2004) untuk
160
meningkatkan kemampuan dinamis dalam
persaingan, kapabilitas fungsi sebuah
perusahaan meliputi kemampuan operasi
dan pemasaran. Dalam hal ini, kapabilitas
pemasaran dinamis (dynamic marketing
capability) memainkan peran yang sangat
penting untuk mencapai keefektifan
perusahaan. Penelitian tentang kapabilitas
pemasaran dinamis difokuskan pada
bagaiamana perusahaan memiliki kemampuan manajerial untuk membangun dan
mengintegrasikan
market
knowledge
seperti market orientation dan strategic
flexibility (Bruni and Serona, 2009).
Penelitian-penelitian tentang
market
orientation dan strategic flexibility
menunjukkan adanya pengaruh pada
kinerja perusahaan.
Penelitian
ini
mengaplikasikan
kapabilitas pemasaran dinamis pada
industri kreatif pascabencana. Industi
kreatif terus bertumbuh di Yogyakarta,
namun demikian perkembangan tersebut
tidak lepas dari perubahan lingkungan.
Salah satu perubahan lingkungan yang
dihadapi bisnis industri kreatif di
Yogyakarta yaitu kondisi akibat bencana
alam. Peristiwa bencana gempa bumi yang
melanda wilayah Yogyakarta dan Jawa
Tengah pada 27 Mei 2006, letusan gunung
Merapi tahun 2010, ataupun dampak abu
vulkanik saat gunung Kelud meletus tahun
2014, menyebabkan perubahan lingkungan
yang sangat berpengaruh pada kegiatan
perusahaan. Peristiwa tersebut mengakibatkan ketidakpastian kegiatan perusahaan
pada masa pascabencana. Akibat dari
bencana alam, maka kegiatan perusahaan
menjadi terganggu, bahkan lebih jauh
perusahaan kesulitan untuk bertahan
hidup.Selanjutnya permasalahan penelitian
dirumuskan kedalam empat pertanyaan:
(1) Apakah ada pengaruh positif market
orientation pada kinerja industri kreatif?,
(2) Apakah ada pengaruh positif strategic
flexibility pada kinerja industri kreatif?, (3)
Apakah
environmental
dynamism
memoderasi hubungan antara market
KAPABILITAS PEMASARAN DINAMIS..………………………. .…………………………….(Purnomo dan Santoso)
orientation dan kinerja industri kreatif? (4)
Apakah
environmental
dynamism
memoderasi hubungan antara strategic
flexibilty dan kinerja industri kreatif?
TINJAUAN PUSTAKA DAN
PENGEMBANGAN HIPOTESIS
Industri Kreatif
Ekonomi kreatif telah berkembang pesat
pada abad 21, dan merupakan pendorong
pertumbuhan ekonomi suatu negara.
Produk kreatif tidak hanya berkembang
pada idustri kecil dan kerajinan, tetapi juga
pada berbagai bidang dan jenis industri
baik kecil, menengah, maupun besar.
Howkins (2001) menjelaskan bahwa
kesejahteraan masyarakat di negara maju
pada
umumnya
meningkat
karena
perkembangan industri kreatif. Ekonomi
kreatif pada hakikatnya merupakan
kegiatan ekonomi yang mengutamakan
pada
kreativitas
berpikir
untuk
menciptakan sesuatu yang baru dan
berbeda yang memiliki nilai dan bersifat
komersial (UNCTAD, 2008). Inti atau
jantungnya ekonomi kreatif adalah industri
kreatif. Industri kreatif oleh UNESCO
didefinisikan sebagai industri yang
mengkombinasikan kreasi, produksi dan
komersialisai, baik intagible maupun
cultural yang tercipta secara alamiah.
Komponen
inti
dan
pendukung
perkembangan ekonomi kreatif yaitu
meliputi
individu,
kelompok,
dan
perusahaan. Untuk melihat kreatifitas
dalam kinerja bisnis, bisa diamati dalam
beberapa indikator seperti volume usaha,
skala usaha, cakupan usaha, daya saing,
pangsa pasar, jumlah pelanggan, saluran
distribusi dan profitabilitas. Kinerja bisnis
sangat tergantung pada produktivitas
bisnis itu sendiri. Kinerja bisnis ditentukan
oleh berbagai faktor baik internal maupun
eksternal.
Respon Perusahaan terhadap
Perubahan Lingkungan
Adanya perubahan lingkungan yang
sangat cepat, kompleksitas lingkungan dan
situasi yang tak dapat diprediksikan,
mendorong perusahaan perlu menggunakan strategi yang sesuai untuk
mengatasinya. Agar dapat bertahan hidup
dalam persaingan yang tinggi serta
perubahan lingkungan yang cepat, maka
perusahaan–perusahaan perlu mengembangkan strategi yang sesuai, agar sukses
menghadapi lingkungannya. Keterpaduan
antara lingkungan dan strategi perusahaan
merupakan hal yang penting bagi
perusahaan untuk mencapai kesuksessan.
Persaingan merupakan fakta yang perlu
dihadapi oleh perusahaan, dan keunggulan
bersaing
adalah
inti
keberhasilan
perusahaan. Untuk menghadapi persaingan
tersebut, ketepatan strategi yang dilakukan
oleh perusahaan menjadi salah satu faktor
kunci keberhasilan perusahaan. Strategi
tersebut dilakukan dengan berfokus pada
faktor-faktor penting yang berpengaruh
pada kinerja perusahaan. Dalam hal ini,
dua fungsi yang merupakan kunci
penciptaan nilai tambah yaitu fungsi
pemasaran dan operasi. Kapabilitas operasi
dan marketing merupakan faktor penting
untuk memperoleh kinerja yang superior.
Pengintegrasian pemasaran dan operasi
(operation
capabilities,
marketing
capabilities) diyakini merupakan sinergi
untuk mencapai keunggulan kompetitif
perusahaan tersebut.
Konsep perusahaan pada periode–
periode yang lalu disusun berdasarkan
pada ide perusahaan yang fleksibel yang
mampu merespon perubahan lingkungan
secara
cepat.
Penyusunan
konsep
fleksibilitas ini didasarkan atas 3 argumen.
Pertama, fleksibilitas merupakan salah satu
cara untuk mengatasi lingkungan yang
dinamis,
serta
untuk
mencegah
ketidakpastian dan keterlambatan. Kedua,
fleksibilitas tidak dapat dilakukan secara
161
JRMB, Volume 10, No 2 Desember 2015
bebas tetapi perusahaan perlu memilih dan
membangun kemampuan fleksibilitas
dalam perusahaan jika lingkungan
memerlukannya. Ketiga, baik lingkungan
maupun fleksibilitas merupakan hal yang
multidimensional, sehingga perusahaan
perlu menyesuaikan tipe fleksibilitas yang
digunakan agar sesuai lingkungan dinamis
yang dihadapi.
Kapabilitas Marketing dan Operasi
Perusahaan dalam upayanya untuk
mencapai keunggulan bersaing perlu
memahami sumberdaya internal yang
ditranformasikan
dalam
kapabilitas
perusahaan.
Kapabilitas
merupakan
kumpulan skill dan pengetahuan yang
didapati dalam proses organisasi, yang
merupakan sumberdaya penting untuk
keunggulan bersaing dan kinerja yang
superior. Day (1994) mengibaratkan
kapabilitas sebagai lem yang menyatukan
sumberdaya berbeda secara bersama untuk
mencapai keunggulan. Momeni (2011)
menyebutkan tentang core competencies
perusahaan yang meliputi marketing
competencies, technological competencies
dan integrative competencies. Adapun
Agan (2011) menyebutkan adanya tiga
kapabilitas
berbagai
fungsi
dalam
penelitiannya yaitu kapabilitas information
technology, operations dan marketing.
Namun demikian, isu fundamental fungsi
utama dalam strategi perusahaan meliputi
marketing dan operasi. Porter (1985)
menyebutkan dua fungsi yang merupakan
kunci penciptaan nilai tambah yaitu fungsi
pemasaran dan operasi. Kedua fungsi
tersebut
dikatakan
penting
karena
kegiatannya berhubungan langsung dengan
proses
menciptakan
produk
dan
menyampaikan pada konsumen. Bidang bidang yang berhubungan dengan bisnis
(SDM dan akuntansi) memang diperlukan
untuk penciptaan nilai, namun hanya
marketing dan operasi yang berhubungan
secara langsung dengan penambahan nilai.
162
Marketing dan operasi merupakan
fungsi-fungsi
yang
penting
dalam
menciptakan nilai tambah dalam organisasi
bisnis. Sawhney dan Paper (2002)
menunjukkan hubungan marketing dengan
operasi memiliki pengaruh utama pada
quality, cost, dan speed, bagi perusahaan
dalam menawarkan produk ke pasar,
demikian juga dengan Ho dan Zheng
(2004) yang mengemukakan pentingnya
faktor marketing dan operasi dalam
komitmen waktu deliveri pada konsumen.
Penelitian
empiris
Krasnikov
dan
Jayachandran (2008) dilakukan dengan
memperbandingkan kapabilitas marketing,
operasi dan research development (R&D).
Secara umum hasil-hasil penelitian
menunjukkan hubungan positif kapabilitas
operasi dan marketing dengan kinerja
perusahaan.
Kapabilitas Pemasaran Dinamis
(Dynamic Marketing Capability)
Situasi dan kondisi yang dihadapi
oleh perusahaan yang disebabkan oleh
perubahan
lingkungan
mendorong
perusahaan–perusahaan untuk memikiran
cara untuk mengatasinya.
Perusahaan
dalam
upayanya
untuk
mencapai
keunggulan bersaing perlu memahami
sumberdaya internal yang ditranformasikan dalam kapabilitas perusahaan.
Kapabilitas merupakan kumpulan skill dan
pengetahuan yang didapati dalam proses
organisasi, yang merupakan sumberdaya
penting untuk keunggulan bersaing dan
kinerja yang superior. Day (1994)
mengibaratkan kapabilitas sebagai lem
yang menyatukan sumberdaya berbeda
secara
bersama
untuk
mencapai
keunggulan.
Morgan et al (2009) menunjukkan
pengaruh
kapabilitas
pemasaran
(marketing capability) pada kesuksessan
perusahaan. Kapabilitas pemasaran diperlukan untuk memahami posisi perusahaan
berkaitan dengan lingkungan perusahaan,
KAPABILITAS PEMASARAN DINAMIS..………………………. .…………………………….(Purnomo dan Santoso)
khususnya relasi terhadap konsumen,
pesaing,
suplier
dan
distributor.
Perusahaan perlu memahami kondisi
lingkungan dan menangani lingkungan
secara efektif. Dalam kondisi ini,
kapabilitas pemasaran dinamis (dynamic
marketing capability) memainkan peran
yang sangat penting. Hal ini merupakan
kunci implementasi untuk membantu
perusahaan meningkatkan keunggulan
bersaing dan keberlangsungan hidup dalam
kondisi perubahan lingkungan yang tidak
dapat diprediksi. Bruni and Verona (2009)
menyebutkan bahwa literatur kapabilitas
pemasaran dinamis fokus pada bagaimana
perusahaan
memiliki
kemampuan
manajerial untuk membangun dan
mengintegrasikan
market
knowledge
(customer orientation, aktifitas kompetitor,
kemampuan research and development,
pengetahuan teknologi), hal itu meliputi
market orientation dan strategic flexibility.
tidak terprediksi. Selanjutnya Calantone et
al. (2003) menyimpulkan sebagai pasar
dan perubahan teknologi yang tidak dapat
diprediksi. Grewal and Tansuhaj (2001)
melakukan penelitian tentang pengaruh
market orientation dan strategic flexibility
perusahan-perusahaan di Thailand setelah
krisis ekonomi yang melanda Asia
menunjukkan
bahwa
baik
market
orientation maupun strategic flexibility
meningkatkan kinerja perusahaan pascakrisis ekonomi di Thailand. Dalam
penelitian tersebut hubungan keduanya
dimoderasi oleh demand dan technology
uncertanity. Penelitian Thongsodsang dan
Ussahawanitchakit (2011) menunjukkan
pengaruh positif market orientation dan
strategic flexibility pada pertumbuhan
pasar bisnis makanan di Thailand, dan
adanya pengaruh moderasi environmental
munificence pada hubungan keduanya.
Hipotesis
Market Orientation, Strategic Flexibility
dan Environmental Dynamism
Market orientation menurut Jaworski
and Kohli (1993) berhubungan dengan
penciptaan sesuatu yang baru dan beda
dalam meresponn kondisi yang dihadapi.
Selanjutnya disebutkan bahwa market
orientation merupakan proses pembelajaran perusahaan dalam memahami
lingkungannya, di dalamnya mencakup
konsumen dan kompetitor. Strategic
flexibility menurut Jhonson (2003)
merupakan kemampuan to melakukan
respon terhadap perubahan lingkungan
luar. Penelitian-penelitian tentang market
orientation menunjukkan pengaruh yang
positif pada kinerja perusahaan.
Perusahaan
dihadapkan
pada
dynamism
environmet.
Kedinamisan
lingkungan
berhubungan
dengan
environmental turbulence.
Evironmental turbulence digambarkan sebagai perubahan cepat yang
menyebabkan situasi tidak menentu dan
H1 :
Market orientation berpengaruh
positif terhadap kinerja industri
kreatif.
H2: Strategic flexibility berpengaruh
positif terhadap kinerja industri
kreatif.
H3: Environmental dynamism memoderasi
hubungan antara market orientation
dan kinerja industri kreatif.
H4: Environmental dynamism memoderasi
hubungan antara strategic flexibilty
dan kinerja industri kreatif
Kinerja Perusahaan
Perusahaan
yang
dimaksud
perusahaan
yang
dimaksud
dalam
penelitian adalah bisnis industri kreatif.
Para peneliti sepakat bahwa pengukuran
firm performance/ market outcomes tidak
cukup hanya menggunakan satu ukuran
tunggal, karena tidak menggambarkan
tingkat
pencapaian
prestasi
yang
sesungguhnya. Pemilihan ukuran market
163
JRMB, Volume 10, No 2 Desember 2015
outcomes perusahaan didasarkan pada
pemikiran bahwa telah mewakili ukuran
bisnis pada umumnya. Market outcomes
mengacu pada kinerja pasar dan finansial
perusahaan, yang berhubungan positif
dengan nilai ekonomis (Slater dan Narver
1994). Variabel yang digunakan yaitu
sales growth, dihitung dari tingkat
pertumbuhan penjualan perusahaan yang
diakibatkan adanya aktifitas manufaktur
yang dilakukan serta net profit margin,
dimana rasio ini mengukur kemampuan
perusahaan untuk menghasilkan laba dari
sejumlah penjualan tertentu dalam satu
periode serta customer satisfaction
(Brigham and Gapenski, 1999).
Model Penelitian
Hubungan antara dynamic marketing
capability, environmental dynamism dan
firm performance dapat dimodelkan
sebagai berikut:
Market
Orientatio
Dynamic
Marketing
Capability
Environmenta
l Dynamism
Firm
Performanc
e
Strategic
Flexibility
Gambar 1
Model Penelitian
Sumber : Modifikasi dari Thongsodsang et al (2011); Grewal dan Tansuhaj (2001)
METODA PENELITIAN
Sampel dan Pengumpulan Data
Populasi dalam penelitian ini adalah
industri kreatif di wilayah Yogyakarta.
Pemilihan sampel ditetapkan dengan
purposive sampling, yaitu memilih sampel
dengan kriteria tertentu. Kriteria tersebut
164
adalah manajer bisnis industri kreatif
khususnya katagori usaha kecil dan
menengah (small and medium enterprise)
yang sudah berkegiatan minimal 2 tahun.
Pengumpulan data diorganisasikan dengan
kedua langkah sebagai berikut: langkah
pertama, menghubungi manajer
via
telepon maupun kunjungan langsung.
Jumlah sampel ditetapkan 150 perusahaan.
KAPABILITAS PEMASARAN DINAMIS..………………………. .…………………………….(Purnomo dan Santoso)
Definisi Operasional dan Pengukuran
Variabel
Kesamaan
pemahaman
setiap
variabel diperlukan dalam suatu penelitian,
definisi
operasional
variabel
yang
digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut.
Market Orientation. Kohli dan
Jaworski (1990) menjelaskan market
orientation sebagai implementasi konsep
pemasaran. Market orientation meliputi
customer orientation, competitor orientation, dan interfunctional coordination.
Masing–masing pernyataan dalam tiap
variabel diukur dengan menggunakan
skala
Likert
5
point.
Skor
1
mengindikasikan sangat tidak setuju dan
skor 5 mengindikasikan sangat setuju.
Strategic Flexibility. Roberts and
Stockport (2009) menjelaskan strategic
flexibility sebagai tindakan manajer yang
dilakukan sebagai respon pada perubahan
lingkungan. Masing–masing pernyataan
dalam tiap variabel diukur dengan
menggunakan skala Likert 5 point. Skor 1
mengindikasikan sangat tidak setuju dan
skor 5 mengindikasikan sangat setuju.
Environmental Dynamism. Environmental mengacu pada Calantone et al
(2003) yang menjelaskan sebagai environmental turbulence, kondisi perubahan
pasar (demand) tidak terprediksi. Masing masing pernyataan dalam tiap variabel
diukur dengan menggunakan skala Likert
5 point. Skor 1 mengindikasikan sangat
tidak setuju dan skor 5 mengindikasikan
sangat setuju.
Firm Performance. Firm performance mengacu pada kinerja pasar dan
finansial perusahaan, yang berhubungan
positif dengan nilai ekonomis (Slater and
Narver 1994). Masing - masing pernyataan
dalam tiap variabel diukur dengan
menggunakan skala Likert 5 poin. Skor 1
mengindikasikan sangat tidak setuju dan
skor 5 mengindikasikan sangat setuju.
Uji Validitas dan Reliabilitas
Pengujian validitas dilakukan untuk
mengetahui sejauh mana ketepatan dan
kecermatan suatu alat ukur dalam
melakukan fungsi ukurnya. Semakin valid
suatu alat ukur maka semakin tepat dan
cermat alat ukur tersebut dalam mengukur
konsep yang diteliti. Pengujian validitas
konstruks (construct validity) yang
digunakan
oleh
peneliti
adalah
Confirmatory Factor Analysis (CFA)
dengan menggunakan SPSS for Windows
versi 15.
Estimasi
reliabilitas
dilakukan
dengan menggunakan formula Alpha dari
Cronbach. Alat uji yang biasa dan populer
digunakan adalah uji konsistensi internal
(internal consistency) dengan menggunakan koefisien Cronbach Alpha, dimana
tingkat koefisien yang digunakan adalah
0,7 atau 0,6 (Hair et al., 2009).
Uji Hipotesis
Uji hipotesis dilakukan dengan
analisis
Regresi.
Analisis
regresi
didasarkan pada hubungan fungsional
ataupun kausal satu variabel independen
dengan satu variabel dependen Sugiyono
(2008: 270). Uji hipotesis dalam penelitian ini dengan menggunakan regression
analysis dan moderation
regression
analysis. Hipotesis 1 dan 2 diuji dengan
menggunakan analisis regresi, sedangkan
hipotesis 3 dan 4 dalam penelitian ini akan
diuji dengan teknik analisis regresi
hierarchical untuk mengetahui ada
tidaknya pengaruh moderasi suatu variabel
terhadap hubungan antara variabel variabel lain.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengumpulan Data
165
JRMB, Volume 10, No 2 Desember 2015
Penelitian ini dilakukan di wilayah
Daerah Istimewa Yogyakarta. Peneliti
mendapatkan data penelitian melalui
penyebaran
kuisioner,
wawancara
(interview) selama kurang lebih tiga bulan
dari bulan Juli sampai dengan September
2014, dengan melibatkan bantuan 5
enumerator. Sebelum menganalisis data,
peneliti mengumpulkan data-data yang
diperlukan. Data diperoleh dari jawaban
atas
pernyataan-pernyataan
dalam
kuesioner yang dibagikan kepada 150
responden yaitu pengusaha Usaha Kecil
dan Menengah (UKM). Namun oleh
karena kendala di lapangan serta waktu,
hanya mampu didapatkan responden
sebanyak 103 orang.
Data-data yang dikumpulkan harus
benar-benar memiliki kualitas yang baik
agar hasil penelitian objektif. Oleh karena
itu, data-data tersebut harus diuji validitas
dan
reliabilitasnya.
Uji
Validitas.
Pengujian dilakukan dengan membandingkan skor
terhadap r tabel pada tingkat
signifikansi ( = 0,05). Kuesioner yang
digunakan sebagai alat ukur akan
dinyatakan valid apabila r hitung lebih
besar dari r tabel. Pada taraf signifikasi
0,05 diperoleh r tabel sebesar 0,361 (df =
30-2) yang merupakan hasil olah data yang
telah diujikan pada 30 responden sebagai
sampel
dalam
penelitian.
Hasil
perhitungan validitas dapat dilihat pada
tabel 1.
Uji Validitas dan Reliabilitas
Variabel
Strategic
Flexibility
Market Orientation
Dynamic
Environmental
Firm Performance
Tabel 1
Hasil Uji Validitas
Item
r hitung
r tabel
1
2
3
4
5
6
1
2
3
1
2
3
4
1
2
3
0,7251
0,7388
0,7291
0,6893
0,6934
0,7014
0,6811
0,6892
0,6816
0,6799
0,7034
0,6820
0,6841
0,7874
0,7811
0,7850
0,361
0,361
0,361
0,361
0,361
0,361
0,361
0,361
0,361
0,361
0,361
0,361
0,361
0,361
0,361
0,361
Status
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Sumber : Data primer yang diolah (2014).
Berdasarkan Tabel 1, hasil uji
validitas yang dilakukan pada taraf
signifikansi ( = 0,05) menunjukkan
bahwa semua butir pertanyaan pada
variabel independen dan variabel dependen
adalah valid karena r hitung lebih besar
166
dari r tabel dimana r tabel sebesar 0,361.
Artinya, instrumen penelitian valid untuk
digunakan dalam penelitian. Hasil uji
validitas variabel Strategic Flexibility,
Market Orientation, Dynamic Environmental, Firm Performance menunjukkan
KAPABILITAS PEMASARAN DINAMIS..………………………. .…………………………….(Purnomo dan Santoso)
hasil yang tinggi. Hasil uji validitas ini
dapat diterima karena r hitung > r tabel.
Uji Reliabilitas. Pengujian ini
dilakukan dengan membandingkan
terhadap r tabel pada tingkat signifikansi
( = 0,05). Bila r hitung lebih besar dari r
tabel maka kuesioner yang digunakan
sebagai alat ukur dinyatakan reliabel,
demikian pula sebaliknya. Pada taraf
signifikasi 0,05 % diperoleh r tabel sebesar
0,361 (df = 30-2) yang merupakan hasil
olah data yang telah diujikan pada 30
responden
sebagai
sampel
dalam
penelitian. Hasil perhitungan validitas
dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2
Hasil Uji Reliabilitas
Variabel
Strategic Flexibility
Market Orientation
Dynamic
Environmental
Firm Performance
r hitung
r tabel
Status
0,5759
0,5471
0,6207
0,361
0,361
0,361
Reliabel
Reliabel
Reliabel
0,5575
0,361
Reliabel
Sumber : Data primer yang diolah (2014)
Berdasarkan Tabel 2, hasil uji
reliabilitas yang dilakukan pada taraf
signifikansi ( = 0,05) menunjukkan
bahwa semua variabel terhadap 30
responden adalah reliabel atau handal
karena r hitung yang diperoleh lebih besar
dari r tabel dimana r tabel sebesar 0,361.
Hasil uji reliabilitas variabel variabel
Strategic Flexibility, Market Orientation,
Dynamic Environmental, Firm Performance reliabilitas di ata 0,361. Hal ini
berarti variabel Strategic Flexibility,
Market Orientation, Dynamic Environmental, Firm Performance cukup baik
bila digunakan dalam penelitian.
Analisis pengujian hipotesis yang
pertama dengan menggunakan analisis
regresi sederhana dan uji t. Analisis regresi
sederhana didasarkan pada hubungan satu
variabel independen dengan satu variabel
dependen. Berdasarkan pengolahan data
yang
meliputi
variabel
Strategic
Flexibility, Market Orientation, Firm
Performance, maka diperoleh model
regresi linear sederhana pada masingmasing variabel independen. Variabel
independen pada regresi ini adalah
Strategic
Flexibility
dan
Market
Orientation, sedangkan variabel dependen
adalah Firm Performance. Regresi linear
sederhana dianalisis dengan bantuan
komputer program SPSS 17 (Statistical
Product and Service Solutions). Secara
statistik
persamaan
regresi
linear
sederhana dapat ditunjukkan sebagai
berikut:
Regresi variabel Strategic Flexibilty pada
Firm Performance
Y = 2,252 + 0,340X
Nilai konstanta sebesar 2,252 dan
koefisien regresi (b) dari variabel strategic
flexibility (X) sebesar 0,340.
Regresi variabel Market Orientation pada
Firm Performance
Y = 2,252 +0,083X
Nilai konstanta sebesar 2,252 dan
koefisien regresi (b) dari variabel market
orientation (X) sebesar 0,083.
Jadi, koefisien regresi dari masingmasing variabel independen bernilai positif
sehingga menyebabkan kenaikan pada
167
JRMB, Volume 10, No 2 Desember 2015
variabel dependen. Hal ini berarti variabel
strategic flexibility dan market orientation
berpengaruh
positif
terhadap
firm
performance. Untuk mengetahui apakah
pengaruh masing-masing variabel indepen-
den signifikan atau tidak terhadap variabel
dependen, maka digunakan alat analisis uji
t dengan melihat nilai t hitung dan t tabel
pada tingkat keyakinan 5 % dan df=N-2.
Tabel 3
Hasil Uji t
Nilai
Keterangan
No.
Hipotesis
1.
Variabel strategic flexibility (X)
secara signifikan berpengaruh
terhadap firm performance (Y)
thitung
Sig. t
ttabel
= 3,529
= 0,001
= 1,012
Ho ditolak/
Ha diterima
2.
Variabel market orientation (X)
secara signifikan berpengaruh
terhadap firm performnace (Y)
thitung
Sig. t
ttabel
= 0,859
= 0,392
= 1,012
Ho ditolak/
Ha diterima
Sumber: Data primer yang diolah (2014)
Nilai t hitung diambil dari olah data
regresi linear sederhana karena analisis ini
menunjukkan hubungan satu variabel
independen dengan satu variabel dependen
(hubungan secara individual atau parsial).
Dari Tabel 3 dapat diketahui bahwa
variabel strategic flexibility memiliki t
hitung sebesar 3,529. Nilai ini lebih besar
dari t tabel (3,529 > 1,012). Dengan
demikian, pengujian ini menunjukkan Ho
ditolak atau Ha diterima yang berarti
variabel strategic flexility secara signifikan
berpengaruh terhadap firm performance.
Berdasarkan program SPSS 17, nilai 0,001
menunjukkan bahwa signifikansi < 0,05
yang berarti Ha diterima. Hipotesis yang
menyatakan bahwa ada pengaruh yang
signifikan dari variabel strategic flexibility
terhadap variabel firm performance dapat
terbukti.
Variabel market orientation memiliki t hitung sebesar 0,859. Nilai ini lebih
kecil dari t tabel (0,859 < 1,012). Dengan
demikian, pengujian ini menunjukkan Ho
ditolak atau Ha diterima yang berarti
variabel market orientation tidak secara
signifikan berpengaruh terhadap firm
performance. Berdasarkan program SPSS
17, nilai 0,392 menunjukkan bahwa
168
signifikansi 0,05 < yang berarti Ha ditolak.
Hipotesis yang menyatakan bahwa ada
pengaruh yang signifikan dari variabel
market orientation terhadap variabel firm
performance tidak terbukti.
Hasil
uji t dapat menunjukkan
bahwa hasil pengujian hipotesis pertama
adalah adanya dugaan bahwa variabel
variabel strategic flexibility berpengaruh
positif terhadap firm performance. Pada
sisis lain market orientation tidak pengaruh
positif
pada
firm
performance.
Berdasarkan hasil analisis regresi yang
diperkuat oleh uji t, maka dapat dilihat
bahwa hanya variabel independen strategic
flexibility secara parsial berpengaruh
signifikan terhadap variabel dependen.
Uji Residual
Penelitian ini dilakukan di wilayah
Daerah Istimewa Yogyakarta. Untuk
mengetahuyi pengaruh moderasi, uji
hipotesis dalam penelitian ini dengan
menggunakan moderation regression
analysis. Moderasi Dynamic Environment
pada hubungan
Strategic Flexibility
dengan Firm Performance
KAPABILITAS PEMASARAN DINAMIS..………………………. .…………………………….(Purnomo dan Santoso)
variabel bebas A
B
B = a + b1 A + e (regresi 1)
H3
A
C
H1
Gambar 2
Hubungan antar Variabel
Untuk menguji apakah
dynamic
environment (B) memoderasi hubungan
antara strategic flexibility dengan firm
performance dibuat suatu regresi antara |e|
dan C dengan
a. regresikan variabel terikat B dan
Model
1
(Constant)
Strategic
flex
b. Diperoleh nilai e diabsolutklan
c. Regresikan sbg variabel terikat
dengan variabel bebas C
|e| = a + b1 C (regresi 2)
d. Jika C berpengaruh negatif secara
signifikan maka B
memoderasi
hubungan A dengan C.
Hipotesis 3: Hubungan strategic flexibility
dengan firm performance
dimoderasi
oleh dynamic environment
Tabel 4
Hasil Analisis Regresi
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
Std. Error
Beta
𝛽
8.996
2.598
.415
.113
.571
t
3.462
3.680
Sig.
.002
.001
a. Dependent Variable: Dynamic Environment
Sumber : hasil pengolahan data primer (2014)
Hasil analisis menunjukkan Strategic
Flexibility (SF) tidak berpengaruh positif
(signifikan) terhadap firm performance
(FP), 𝛽 = 0.415 sig. 0.001 < 0.05.
Moderasi Dynamic Environment
pada hubungan Market orientation dengan
Firm Performance
B
H3
A
Gambar 3
Interaksi moderasi
C
Untuk menguji apakah
dynamic
environment (B) memoderasi hubungan
antara market orientation dengan firm
performance dibuat suatu regresi antara |e|
dan C dengan :
a. Regresikan variabel terikat B
dan variabel bebas A
B = a + b1 A + e
(regresi 1)
b. Diperoleh nilai e diabsolutklan
c. Regresikan sbg variabel terikat
dengan variabel bebas C
|e| = a + b1 C (regresi 2)
d. Jika C berpengaruh negatif secara
signifikan maka B memoderasi hubungan
A dengan C.
Hasil analisis menunjukkan Market
orientation
(MO) tidak berpengaruh.
positif (signifikan) terhadap kualitas firm
performance (FP), 𝛽 = 0.377 sig. 0.000 <
0.05
169
JRMB, Volume 10, No 2 Desember 2015
Tabel 5
Hasil Analisis Regresi
Model
1
Unstandardized
Standardized
Coefficients
Coefficients
Std. Error
Beta
𝛽
7.565
1.649
.377
.072
.705
(Constant)
Market
Orientation
a. Dependent Variable: Dynamic Environment
Sumber : hasil pengolahan data primer (2014)
H4 = Dynamic Environmet (B) tidak
memoderasi hubungan antara market
orientation (A) dengan firm performance
(C).
Pengujian hipotesis satu sampai
dengan empat menghasilkan kesimpulan
dari semua hipotesis yang diajukan tidak
t
4.588
5.267
Sig.
.000
.000
semua didukung. Hasil uji regression
analysis dan moderated moderasion
regression
analysis
memperlihatkan
hipotesis pertama dan ketiga didukung,
sedangkan ketiga dan keempat tidak
didukung.
Tabel 6
Keseluruhan Hasil
No.
Hipotesis
1.
Variabel strategic flexibility (X) secara signifikan berpengaruh
terhadap firm performance (Y)
Variabel market orientation (X) secara signifikan berpengaruh
terhadap firm performnace (Y)
Variabel dynamic environment memoderasi hubungan Variabel
strategic flexibility (X) dengan firm performance (Y)
Variabel dynamic environment memoderasi hubungan Variabel market
orientation (X) dengan firm performance (Y)
2.
3
4
PEMBAHASAN
Kondisi
lingkungan
yang
dinamis
mendorong perusahaan untuk tetap
survival serta memikirkan alternatif
strategi yang sesuai (fit) bagi kelangsungan
perusahaan. Untuk itu berbagai cara akan
dilakukan oleh pengusaha industri kreatif
di wilayah Yogyakarta saat berhadapan
dengan
situasi
yang
mengancam
kelangsungan hidup perusahaan. Inovasi
yang dilakukan oleh para pengusaha
mempunyai peran yang penting dalam
170
Keterangan
Didukung
Ditolak
Ditolak
Ditolak
situasi hidup mati tersebut. Kondisi
pascabencana gempa bumi 27 Mei 2006
maupun bencana erupsi gunung Merapi
Nopember 2010, memaksa para manajer
perusahaan memikirkan kembali secara
serius kelangsungan hidup perusahaan,
terutama perusahaan di area yang terkena
dampak bencana yang meliputi seluruh
daerah Yogyakarta dan Jawa Tengah.
Kondisi
ini
memaksa
manajer
merencanakan segala sesuatunya lebih
matang terkait konsumen, suplier dan
aspek-aspek lainnya.
KAPABILITAS PEMASARAN DINAMIS..………………………. .…………………………….(Purnomo dan Santoso)
Inti penelitian ini menekankan pada
pentingnya suatu strategi yang sesuai
dalam perubahan yang terjadi yang
dihadapi oleh perusahaan – perusahaan
pascabencana. Hasil pengujian menunjukkan bahwa dari empat hipotesis yang
diajukan, hanya satu hipotesis yang
terdukung. Secara signifikan penelitian ini
menunjukkan pengaruh positif strategic
flexibility pada kinerja pada kinerja
perusahaan (firm performance). Strategic
flexibility dalam hal ini fokus pada inovasi
proses dan produk. Inovasi proses dan
inovasi produk mempunyai pengaruh
terhadap kinerja operasional perusahaan.
Untuk inovasi proses, hasil penelitian yang
mendalam menunjukkan bahwa para
pengusaha industri kreatif tidak menemui
masalah dengan inovasi prosesnya, ini
berarti pengusaha telah berhasil dalam
mengembangkan
inovasi
prosesnya.
Inovasi dalam peralatan operasi dan
teknologi proses dapat digunakan secara
strategis sebagai suatu alat kompetitif yang
sangat ampuh. Inovasi tersebut juga
membantu perusahaan untuk mencapai
skala penghematan yang dapat digunakan
untuk harga dan biaya yang lebih rendah.
Hasil penelitian ini konsisten dengan
hasil penelitian Zahra dan Das (1993) serta
Nursiah dalam Purnomo (2008). Hal ini
menandakan bahwa perusahaan cukup
berhasil dalam pengembangan produk
(inovasi produk) dan sesuai dengan apa
yang diharapkan yaitu menghasilkan
produk-produk baru (variasi) yang
menguntungkan, dan disukai konsumen.
Bentuk apapun dalam pengembangan
produk baru (inovasi produk) harus
memenuhi beberapa kriteria, yaitu:
memenuhi tujuan, yakni produk-produk
baru
yang
menguntungkan,
dan
menghindari investasi yang berlebihan
dalam proyek-proyek yang gagal dan
produk-produk yang tidak terurus.
Dalam
kondisi
ketidakpastian
eksternal yang tinggi, perusahaan dapat
menjadi tidak menentu. Penelitian
terdahulu menjelaskan konflik market dan
environmental uncertainty pada market
outcomes (Zirger dan Maidique, 1990).
Ketidakpastian
eksternal
membuat
konsumen membutuhkan definisi dan
translasi dalam spesifikasi produk yang
lebih komplek, sehingga penurunan nilai
kemampuan pelaksanaan operasional
berarti berdampak pada marketplace.
Hasil penelitian ini menekankan pada
persepsi manajer tentang kondisi dan
situasi riil yang harus dihadapi oleh
perusahaan. Strategic flexibility dalam hal
ini inovasi proses dan produk merupakan
bagian penting dalam upaya mengatasi
kondisi tersebut.
SIMPULAN, KETERBATASAN DAN
SARAN
Simpulan
Dinamika lingkungan perusahaan
yang perlu diatasi oleh seorang manajer
merupakan tantangan yang mendesak bagi
perusahaan untuk mengantisipasinya.
Inti penelitian ini menekankan pada
pentingnya suatu strategi yang sesuai
dalam perubahan yang terjadi yang
dihadapi oleh perusahaan–perusahaan
pascabencana.
Penelitian ini menunjukkan agar
perusahaan mampu bersaing dalam
lingkungan yang terus berubah, diperlukan
strategi yang tepat sehingga tujuan
perusahaan dapat tercapai. Penerapan
strategi inovasi yang merupakan bagian
dari strategic flexibility sebagai salah satu
pilihan strategi operasi perusahaan setelah
peristiwa bencana tidak hanya mampu
memperbaiki kinerja perusahaan tetapi
juga dapat meningkatkan daya saing
(competitiveness) perusahaan.
Keterbatasan dan Saran
Sampel penelitian yang kecil
menyebabkan penelitian ini tidak bisa
171
JRMB, Volume 10, No 2 Desember 2015
digenerelasi untuk pada semua perusahaan
manufaktur. Namun demikian hasil
penelitian
ini
diharapkan
dapat
memberikan implikasi pada kebijakan dan
praktek manajemen yang harus dilakukan
oleh seorang manajer ketika akan
memutuskan strategi inovasinya dalam
kondisi krisis. Beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi strategi inovasi perlu
dipertimbangkan agar perusahaan dapat
mengimplementasikan strategi inovasi
DAFTAR REFERENSI
Brahmasrene, T., Tansuhaj, P. and
Ussahawanitchakit
P.
2004.
“Resource and Performance: The
Firm's Recovery from Economic
Crisis”. Journal of International
Business Research, 3: 59-76
Bruni, D. S. and Verona, G. 2009.
“Dynamic marketing capabilites in
science based firm: an exploratory
investigation of the pharmaceutical
industry”. British Journal of
Management. Vol. 20, S101-S117.
Calantone, R., Garcia, R. and Droge, C.
2003.“The effects of environmental
turbulence on new product
development strategy planning”.
Journal of Product Innovation
Management. 20:90-103.
D'aveni, R. A. 1994. Hyper Competition:
Managing the Dynamics of
Strategic Maneuvering.
New
York: The Free Press
Day, G. S. 1994. “The capabilities of
market-drivenorganizations.”
Journal of Marketing 58 (4): 3752.
Grewal, R. and Tansuhaj, P., 2001.
“Organizational capabilities for
managing
economic
crisis”.
172
antara lain persepsi konsumen tentang
product advantage, pemahaman perusahaan akan aspek teknikal dan aspek
marketing sebelum adanya tindakan
fleksibilitas dilakukan, riset pasar yang
dilakukan perusahaan dan konsistensi
strategi
perusahaan
dengan tujuan
kompetisi. Sehingga saran untuk penelitian
selanjutnya dapat ditekankan fleksibilitas
dalam konteks kinerja operasional dan
kinerja perusahaan.
Journal of Marketing. Vol. 65
(April), 67-80.
Jaworski, B.J. and Kohli, A.K.. 1993.
“Market Orientation: Antecedents
and Consequences”. Journal of
Marketing, 57: 53-70.
Hair, J. F., Black, W. C., Babin, B. J., &
Anderson, R. E. 2009. Multivariate data analysis. Upper Saddle
River, NJ: Prentice Hall.
Ho, T.H. and Zheng,Y. 2004. "Setting
Customer Expectation in Service
Delivery: An Integrated MarketingOperations
Perspective".Management Science,
5(4):479-488
Kohli, A.K. and Jaworski, B.J.. 1990.
“Market
Orientation:
The
Construct, Research Propositions,
and Managerial Implications”.
Journal of Marketing, 54(2): 1-18.
Krasnikov, S. J. 2008. The relative impact
of marketing, research development and operation capability on
firm performance. Journal of
Marketing. 72: 1-11.
Morgan, N.A., Slotegraaf, R.J., and
Vorhies, D.W. 2009. “Linking
marketing capabilities with profit
growth”. International Journal of
Research in Marketing, 26:284-293
KAPABILITAS PEMASARAN DINAMIS..………………………. .…………………………….(Purnomo dan Santoso)
Roberts, N. and Stocport, G.J. 2009.
“Defining strategic flexibility”.
Global Journal of Flexibility
Syastem Management. 10 (1): 2732.
Thongsodsang, Cheewan, and Phaprulu
Ussahawa
Waritchatit.
2011.
“Dynamic marketing capabilities,
marketing outcomes and marketing
groth: evidence from foods and
baverages business in Thailand”.
International Journal of Business
Strategy. Volume 11, numebr 2,
44-66.
173
PEMBUATAN KEPUTUSAN, DEMOGRAFIS, DAN .……………………………………………(Simatupang dan Ida)
PEMBUATAN KEPUTUSAN, DEMOGRAFIS, DAN KEPUASAN
PASCA BELI PADA KELOMPOK LOYAL MEREK DAN TIDAK
LOYAL MEREK
Rintar Agus Simatupang
Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Papua
Email: [email protected]
Marlis Ida
Alumni Program Magister Sains Universitas Gadjah Mada
ABSTRACT
The objectives of this research were to test difference of decision making on brand loyal group and
non brand loyal group, association between demographical factor and brand loyal group and non
brand loyal group, and difference in postpurchase satisfaction on brand loyal group with high price
and non brand loyal group with low price. Data analysis technique used were discriminant analysis,
Chi-Square, and t-test. Result of the research indicated that there is no difference in shopping
orientation and buying criteria on brand loyal group and non brand loyal group for Jeans and shirts
products. Age and income variables had no association with brand loyal group and non brand loyal
group for Jeans and shirt products. In addition, there was no difference in post-purchase satisfaction
brand loyal group with high price and non brand loyal group with low price for Jeans product, but
there was association for shirt product.
Keywords: Brand Loyalty, Shopping Orientation, Buying Criteria, Age, Income, and
Post-Purchase Satisfaction.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan menguji perbedaan, hubungan demografis, serta perbedaan kepuasan pasca
beli pada harga mahal dan harga murah dalam pembuatan keputusan pada kelompok loyal merek
dan kelompok tidak loyal merek. Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner. sampel yang
digunakan sebanyak 150 respoden untuk kategori produk yaitu Jeans dan kemeja. Teknik analisis
data yang digunakan analisis diskriminan dan Chi-square, serta t test. Hasil penelitian menunjukkan
tidak terdapat perbedaan orientasi belanja dan kriteria pembelian pada kelompok loyal merek dan
kelompok tidak loyal merek untuk Jeans dan kemeja. Pada usia dan pendapatan tidak memiliki
hubungan dengan kelompok loyal merek dan kelompok tidak loyal merek untuk Jeans dan kemeja.
Juga, tidak terdapat perbedaan kepuasan pasca beli pada kelompok loyal merek dengan harga mahal
dan kelompok loyal merek dengan harga murah untuk Jeans tetapi sebaliknya terdapat perbedaan
untuk kemeja.
Kata kunci: Loyalitas merek, Orientasi Belanja, Kriteria Pembelian, Usia, Pendapatan
dan Kepuasan Pasca Beli.
PENDAHULUAN
Lingkungan yang kompetitif mengharuskan pemasar perlu menciptakan strategi
memelihara suatu posisi yang nyaman di
dalam pasar. Strategi meningkatkan
loyalitas konsumen ke merek menjadi
perhatian lebih bagi pemasar. Mengem175
JRMB, Volume 10, No 2 Desember 2015
bangkan dan memelihara loyalitas konsumen dilakukan pemasar dengan cara
memposisikan merek ke dalam benak
konsumen. Hal ini tidaklah mudah karena
perilaku konsumen yang cenderung
berubah setiap saat seperti selera, aspek
psikologis serta perubahan kondisi
lingkungan bisa menyebabkan konsumen
menjadi tidak loyal pada suatu merek
karena berpindah ke merek yang lain.
Banyaknya alternatif merek tersedia
membuat konsumen memilih penawaran
terbaik yang mampu didapatkannya dan
membentuk harapan akan kinerjanya
tersebut. Konsumen yang puas cenderung
untuk mempertahankan pola konsumsinya
atau mengkonsumsi lebih banyak produk
yang sama. Fornell (1987) dalarn
Andreassen (1994) menyatakan kepuasan
konsumen mempengaruhi perilaku pembelian, artinya konsumen yang puas
cenderung menjadi konsumen loyal, tetapi
konsumen loyal bukan berarti puas.
Mitchell (1997) menggambarkan hubungan pemasaran yang baik sebagai
tindakan mengumpulkan para konsumen
yang sangat erat sekitar merek dan
membangun loyalitas konsumen dengan
berfokus pada keinginan-keinginan konsumen.
Keller (1993) menyatakan merek
yang dibangun dengan menciptakan
mental
yang
berhubungan
dengan
perusahaan pada ingatan konsumen akan
membantu konsumen dalam mengorganisasikanpengetahuannya. Pengetahuan
tersebut
kemudian akan
membantu konsumen dalam melakukan
keputusan pembelian. Keputusan pembelian konsumen memilih suatu merek
menyebabkan berusaha untuk terlibat ke
dalam merek yang mereka suka itu. Assael
(1998) mengembangkan suatu tipologi dari
proses pengambilan keputusan konsumen
yang berdasarkan pada dua dimensi yaitu:
tingkat pengambilan keputusan dan tingkat
rendah dari jenis produk yang digunakan.
Quester dan Lim (2003) menyatakan
176
bahwa ketika konsumen semakin terlibat
dengan merek tertentu maka konsumen
merupakan dasar dalam membangun
keputusan dan loyalitas pada suatu merek
(Zaichkowsky, 1985). Merek pada
hakekatnya merupakan janji pemasar
untuk secara konsisten memberi seperangkat atribut, manfaat dan pelayanan. Merek
bahkan dapat mencerminkan enam dimensi
makna yaitu atribut, manfaat, nilai,
budaya, kepribadian dan pemakai (Kotler,
2003). Berdasarkan enam tingkat pengertian merek tersebut, pemasar harus
menentukan pada tingkat mana pemasar
akan menanamkan identitas merek.
Loyalitas konsumen atau loyalitas
merek sebenarnya merupakan dua istilah
yang harnpir mirip maknanya, sehingga
sering disebut dengan loyalitas merek saja
(Purwani dan Dharmmesta, 2002).
Loyalitas merek adalah keputusan sadar
atau tidak sadar konsumen, yang dinyatakan melalui perilaku atau niat untuk
membeli kembali suatu merek secara terus
menerus. Itu terjadi karena konsumen
merasa bahwa merek menawarkan
keistimewaan produk yang sebenarnya,
gambaran atau tingkat kualitas pada
harga yang sebenarnya. Oliver (1999)
seperti dikutip oleh Kotler (2003)
mendefinisikan loyalitas merek sebagai
komitmen yang mendalarn untuk membeli
kembali atau berlangganan kembali suatu
produk atau jasa yang dipilih di masa yang
akan datang, dengan cara membeli merek
yang sarna secara berulang atau membeli
sekelompok merek yang sarna secara
berulang, meskipun pengaruh situasional
dan usaha-usaha pemasaran secara
potensial menyebabkan tingkah laku
berpindah. Mowen dan Minor (1998) juga
berpendapat seperti yang dikutip oleh
Dharmmesta (1999) tentang loyalitas
merek yang mempunyai arti kondisi
dimana konsumen mempunyai sikap
positif terhadap sebuah merek, mempunyai
komitmen pada merek tersebut dan
PEMBUATAN KEPUTUSAN, DEMOGRAFIS, DAN .……………………………………………(Simatupang dan Ida)
bermaksud meneruskan pembeliannya
di masa yang akan datang.
Loyalitas merek pada konsumen itu
disebabkan
oleh
adanya
pengaruh
kepuasan dan ketidakpuasan dengan merek
tersebut yang terakumulasi secara terusmenerus disamping adanya persepsi
tentang kualitas produk (Boulding et al.,
1993). Hal ini berarti kepuasan bagi
konsumen adalah pemenuhan harapan,
dimana konsumen yang terpuaskan akan
cenderung menjadi konsumen loyal karena
lebih banyak menunjukkan sikap dan
perilaku yang positif terhadap merek
produk dibandingkan dengan konsumen
yang tidak puas. Herizon dan Maylina
(2003) menjelaskan bahwa pengukuran
kepuasan konsumen dapat dilihat dari dua
indikator yaitu kesesuaian dengan manfaat
dan kesesuaian dengan kebutuhan.
Pakaian te1ah menjadi produk yang
sangat dipengaruhi oleh merek. Sebagian
besar konsumen menggunakan merek
sebagai indikator kualitas dan prestis atau
gengsi. Merek pakaian telah memiliki
image tertentu di mata konsumen. Image
yang tertanam di memori konsumen ini
akhirnya menggambarkan prestis atau
gengsi yang diakibatkan oleh pemakaian
produk tersebut. Hal ini menjadi penting
untuk diperhatikan oleh pemasar karena
merek sebagai indikator kualitas dan
prestis atau gengsi ini sangat terkait
dengan harga, sebab setiap merek
mempunyai perkiraan harga tertentu.
Harga dari sudut pandang konsumen
seringkali digunakan sebagai indikator
nilai apabila harga tersebut dihubungkan
dengan manfaat yang dirasakan atas suatu
barang atau jasa. Nilai dapat didefinisikan
antara manfaat yang dirasakan terhadap
harga. Bagaimana kesan konsumen
terhadap harga baik itu mahal, murah
ataupun standar akan berpengaruh
terhadap aktivitas pembe1ian selanjutnya
dan kepuasan pasca beli. Kesan ini akan
menciptakan persepsi nilai konsumen
terhadap suatu merek produk. Jacoby dan
Olson (1977) dalam Dodds et al., (1991)
menjelaskan bahwa harga memiliki
properti eksternal yang obyektif dan
representasi internal yang subyektif yang
diturunkan dari persepsi harga dan
memiliki sejumlah makna bagi konsumen.
Penelitian ini merupakan replikasi
dari penelitian yang dilakukan Oh dan
Fiorito (2002) yang berjudul Korean
women's clothing brand loyalty. Dalam
penelitian tersebut mengidentifikasikan
loyalitas konsumen terhadap merek
pakaian pada wanita usia muda dan usia
tua yang sudah bekerja, dilakukan dengan
pembuatan
konsumen,
demografis
konsumen dan kepuasan pasca beli. Dalam
pembuatan keputusan konsumen variabel
yang dianggap berhubungan dengan
loyalitas konsumen adalah orientasi
belanja, kriteria pembelian dan citra diri.
Dalam demografis konsumen variabel
yang dilihat berdasarkan usia dan
pendapatan. Dalam hal ini peneliti
menggunakan sebagian model yang
digunakan Oh dan Fiorito (2002) dengan
setting atau lokasi yang berbeda.
Berdasarkan orientasi belanja digambarkan
sebagai deskrispi tentang diri mereka
sebagai konsumen pakaian. Kriteria
pembelian digambarkan sebagai status/
keadaan dari pakaian, tren/fashion terkini,
pengenalan akan merek dan daya tarik
produk ketika mereka memutuskan untuk
membeli produk pakaian. Usia dilihat dari
usia muda yaitu mahasiswa S-1 dan
pendapatan dilihat dari pendapatan per
bulan yang diterima dari orangtua.
Berdasarkan lima (5) variabel yang
digunakan Oh dan Fiorito (2002) yaitu
orientasi belanja, kriteria pembelian, citra
diri, demografis dan kepuasan pasca beli
maka hanya variabel citra diri yang tidak
dimasukkan dalam model penelitian ini.
Alasannya karena variabel citra diri yang
merupakan konsep tentang diri merupakan
penilaian kognitif dari banyak atribut
tentang diri sendiri (Hattie, 1992 dalam
177
JRMB, Volume 10, No 2 Desember 2015
Abe et al., 1996 dalam Jamal dan Goode,
2001).
Perbedaan penelitian ini dengan
penelitian sebelumnya yaitu Oh dan
Fiorito (2002) adalah pada pemilihan
sampelnya. Oh dan Fiorito (2002)
mengambil sampel pakaian wanita usia
muda dan usia tua yang sudah bekerja dan
memiliki pendapatan sendiri. Dalam
penelitian ini peneliti mengambil sampel
wanita berusia muda dalam hal ini
mahasiswa S1 yang belum memiliki
pendapatan sendiri dan menerima uang
saku/pendapatan dari orangtua. Menurut
Assael
(1998)
pemilihan
produk
dipengaruhi oleh karakteristik demografis,
termasuk tingkat usia dan pendapatan.
Lebih lanjut Assael (1998) mengungkapkan bahwa individu dalam age-cohort
yang berbeda akan memiliki norma dan
nilai yang berbeda yang akan mengarah
kepada perbedaan dalam sikap dan
perilaku pembelian. Perbedaan penelitian
ini dengan penelitian sebelumnya yaitu Oh
dan Fiorito (2002) juga terlihat pada alat
analisisnya. Oh dan Fiorito (2002)
menggunakan alat analisis diskriminan
untuk menguji 4 hipotesisnya yaitu
orientasi belanja, kriteria pembelian, citra
diri, demografis. Dalam penelitian ini, alat
analisis diskriminan hanya untuk menguji
hipotesis 1 dan 2 yaitu orientasi belanja
dan kriteria pembelian, sedangkan
hipotesis 3 dan 4 yaitu usia dan
pendapatan diuji dengan menggunakan alat
analisis Chi-square.
Tujuan dari penelitian ini antara lain:
(1) menguji perbedaan pembuatan
keputusan pada kelompok loyal merek
dan kelompok tidak loyal merek; (2)
menguji hubungan demografis dengan
kelompok loyal merek dan kelompok tidak
loyal merek, serta (3) menguji perbedaan
kepuasan pasca beli pada kelompok loyal
merek dengan harga mahal dan kelompok
loyal merek dengan harga murah.
Kemudian Manfaat dari penelitian ini
antara lain: (1) bagi akademisi, untuk lebih
memperdalam ilmu pengetahuan (indept
178
knowledge) dalam bidang pemasaran
khususnya tentang pengaruh pembuatan
keputusan, demografis dan kepuasan pasca
beli pada loyalitas merek pakaian wanita
usia muda; (2) bagi Praktisi, menjadi
informasi dalam mengembangkan strategi
pemberian merek yang kompetitif dan
menfokuskan konsumen wanita berusia
muda yang belum memiliki pendapatan
sendiri tetapi masih menerima uang
saku/pendapatan dari orangtua terhadap
loyalitas merek pakaian menjadi pasar
yang potensial; serta (3) bagi akademisi,
menjadi acuan dalam mengetahui lebih
lanjut mengenai loyalitas merek dari faktor
pembuatan keputusan, demografis dan
kepuasan pasca beli pada konsumen loyal
dan konsumen tidak loyal.
KAJIAN LITERATUR DAN
PENGEMBANGAN HIPOTESIS
Pengertian Loyalitas Merek
Pearson (1996) menyatakan bahwa
loyalitas bukan murni tergantung pada
harga, loyalitas membutuhkan keterlibatan
positif dari konsumen sehingga loyalitas
adalah hasil hubungan yang erat antara
konsumen dengan perusahaan. Loyalitas
merek merupakan suatu ukuran keterkaitan
konsumen pada sebuah merek. Pengukuran
merek memberi garnbaran seorang
konsumen loyal atau tidak loyal pada suatu
merek. Seorang konsumen yang sangat
loyal kepada suatu merek tidak akan
dengan mudah memindahkan pembeliannya ke merek lain. Apabila loyalitas
konsumen terhadap merek meningkat,
kerentanan kelompok loyal tersebut dari
ancaman dan serangan merek produk
pesaing dapat dikurangi. Sebaliknya,
konsumen yang tidak loyal pada suatu
merek, pada saat mereka melakukan
pembelian akan merek tersebut, pada
umumnya
tidak
didasarkan
pada
ketertarikan mereka pada mereknya tetapi
lebih didasarkan pada karakateristik
produk,
harga
dan
kenyarnanan
PEMBUATAN KEPUTUSAN, DEMOGRAFIS, DAN .……………………………………………(Simatupang dan Ida)
pemakaiannya ataupun berbagai atribut
lain yang ditawarkan oleh merek produk
alternatif. Oliver (1999) seperti dikutip
oleh Kotler (2003) mendefinisikan
loyalitas lerek sebagai komitmen yang
mendalam untuk membeli kembali atau
berlangganan kembali suatu produk atau
jasa yang dipilih di masa yang mendatang,
dengan cara membeli merek yang sarna
secara berulang atau membeli sekelompok
merek yang sama secara berulang,
meskipun pengaruh situasional dan
usaha-usaha pemasaran secara potensial menyebabkan tingkah laku
berpindah.
Menurut
Dharmmesta
(1999)
loyalitas merek akan melibatkan ide yang
berkaitan dengan pendekatan attitudinal
sebagai komitmen psikologis dan pendekatan behavioral yang tercermin dalam
perilaku beli aktual. Merek dianggap lebih
lazim dan lebih banyak sebagai obyek
loyal karena dianggap sebagai identitas
produk atau perusahaan yang lebih mudah
dikenali oleh konsumen (Dharmmesta,
1999). Pengukuran loyalitas konsumen
akan menjadi lebih sulit bila menggunakan
atribut seperti kualitas, kemasan, warna
dan sebagainya. Secara umum loyalitas
konsumen dapat diukur dengan cara-cara
sebagai berikut (Dharmmesta,1999), yaitu
runtutan pemilihan merek, proporsi
pembelian, preferensi merek, serta
komitmen merek. Cara pertama dan kedua
merupakan
pendekatan
behavioral,
sedangkan cara ketiga dan keempat
merupakan pendekatan attitudinal. Berdasarkan pengertian loyalitas di atas dapat
digambarkan bahwa pengukuran loyalitas
harus mengacu pada dua hal, yaitu:
ketertarikan konsumen pada sebuah merek
dan kerentanan konsumen untuk berpindah
merek.
Jika
perusahaan
memiliki
konsumen loyal akan memungkinkan bagi
perusahaan tersebut untuk mengembangkan dan mempertahan-kan hubungan
konsumen dalam jangka panjang (Zeithmal
dan Bitner, 1996).
Berdasarkan pendekatan attitudinal
dan behavioral, loyalitas dibagi dalam 4
tahap yaitu (Dharmmesta, 1999). Pertama.
loyalitas kognitif, konsumen menggunakan
dasar informasi yang menunjukkan pada
satu merek atas merek lainnya, bukanlah
bentuk loyalitas yang kuat sebab loyalitas
konsumen tergantung pada informasi
tentang pemasar yang paling menarik.
Kedua, loyalitas afektif, berdasarkan pada
sikap afektif konsumen, dimana sikap
merupakan
fungsi
dari
kognisi
(pengharapan)
pada
periode
awal
pembeliaan (masa pra konsumsi) dan
fungsi sikap dari kepuasan di periode
berikutnya (masa pasca konsumsi).
Loyalitas tahap ini jauh lebih sulit untuk
diubah karena telah masuk ke dalam benak
konsumen dan bukan pengharapan yang
mudah berubah. Ketiga, loyalitas konatif,
konatif menunjukkan suatu niat atau
komitmen untuk melakukan sesuatu ke
arah tujuan tertentu. Loyalitas konatif
adalah kondisi loyal yang mencakup
komitmen mendalam untuk melakukan
pembelian. Konsumen memiliki preferensi
tetap dan cenderung stabil. Keempat,
loyalitas tindakan, loyalitas niat akan
dikonversikan oleh konsumen ke dalam
bentuk perilaku dan tindakan. Niat yang
diikuti oleh motivasi merupakan kondisi
yang mengarah pada kesiapan bertindak
dan keinginan dalam mengatasi hambatan
untuk mencapai tindakan tersebut.
Loyalitas merek merupakan salah
satu tipe dalam proses pengambilan
keputusan pembelian. Disebut loyal karena
proses pengambilan keputusan tersebut
konsumen mempunyai tingkat keterlibatan
yang tinggi dan berada pada dimensi
kebiasaan (habit). Dimensi kebiasaan
berisi tentang sedikit informasi yang dicari
dan mempunyai pertimbangan hanya pada
satu merek saja. Adapun hubungan antara
tingkat keterlibatan dengan loyalitas
adalah bahwa seseorang yang memiliki
keterlibatan tinggi pada suatu merek maka
cenderung akan lebih loyal pada merek
179
JRMB, Volume 10, No 2 Desember 2015
tersebut. Menurut McQuarrie dan Munson
(1992) derajat keterlibatan tinggi dan
keterlibatan rendah seseorang ditentukan
oleh beberapa factor antara lain: (1)
seberapa besar proses pencarian informasi;
2) seberapa besar kompleksitas dalam
proses pemilihan; 3) seberapa besar
komitmen terhadap suatu merek; serta 4)
seberapa besar seseorang melihat suatu
perbedaan pada sebuah merek. Menurut
Assael (1998) loyalitas mensyaratkan
adanya komitmen dalam pembeliaan
ulang. Komitmen dalam pembelian ulang
pada merek yang sama yang dilakukan
konsumen akan menciptakan suatu
hubungan yang baik dengan pemasar. Ini
berarti konsumen berkeinginan untuk tetap
mempertahankan hubungan yang bernilai
jangka panjang, konsumen tidak ingin
meninggalkan hubungan ini, mau bekerja
sama dan tentu saja akan menjadi
konsumen loyal.
Pembuatan Keputusan Konsumen
McQuarrie
dan
Munson
(1992)
menjelaskan bahwa individu mempunyai
tingkat keterlibatan yang berbeda terhadap
suatu obyek. Pada konteks perilaku
konsumen, obyek yang menjadi fokus
perhatian adalah produk, iklan dan
pengambilan keputusan. Assael (1998)
yang mengembangkan suatu tipologi dari
proses pengambilan keputusan konsumen
yang berdasarkan pada dua dimensi yaitu:
tingkat pengambilan keputusan dan tingkat
keterlibatan dalam pembelian. Keterlibatan
seorang konsumen dapat tinggi dan rendah
dari jenis produk yang digunakan.
Keterlibatan konsumen merupakan dasar
dalam membangun keputusan dan loyalitas
pada suatu merek (Zaichkowsky, 1985).
Dalam kaitannya dengan loyalitas merek
ada dua variabel pembuatan keputusan
konsumen yaitu orientasi belanja dan
kriteria pembelian.
Orientasi Belanja
180
Orientasi
belanja
menunjukkan
aktivitas-aktivitas konsumen, kepentingan
dan opini-opini saat para konsumen sedang
berbelanja
pakaian.
Jin
(1991)
menjelaskan di dalam orientasi belanja
terdapat ketertarikan/minat, pendapat dan
aktivitas-aktivitas konsumen pada saat
konsumen akan membeli produk. Oleh
karena itu, perlu untuk menghubungkan
antara loyalitas merek dan faktor
keterlibatan belanja pakaian. Teori
keterlibatan (Involvement theory) merupakan sebuah teori yang menjelaskan bahwa
konsumen menggunakan informasi untuk
melakukan sebuah aktivitas terhadap
pembelian (Kanuk dan Schiffinan, 2000).
Secara
umum
tingkat
keterlibatan
konsumen berbeda-beda terhadap suatu
obyek. Ada yang tinggi dimana menganggap pembelian produk tersebut penting dan
mengandung resiko (Assael, 1998), sedang
dan keterlibatan rendah. Tingkat keterlibatan ini ditentukan sikap konsumen
terhadap sesuatu hal, relevansi pribadi dan
pengetahuan yang dimiliki konsumen.
Pentingnya menggarnbarkan loyalitas rnerek di dalam suatu kelas produk
spesifik yang menggarnbarkan perbedaanperbedaan individu terkait dengan gaya
beli dan proses-proses keputusan (Day,
1969 dalam Oh dan Fiorito, 2002). Day
(1969) dalam Oh dan Fiorito (2002)
menjelaskan gaya beli tersebut antara lain
seperti: menurut dorongan hati, kesadaran
ekonomi, keterbatasan waktu, ketertarikan
pada berbagai macarn merek dan
kepercayaan
pada
suatu
merek.
Keterbatasan waktu dengan mengacu pada
situasi saat pembeli merasa terbatas oleh
waktu karena berbagai pengaruh yang
muncul dari lingkungan. Keterbatasan
waktu dan status keuangan akan
menciptakan penghalang keputusan yang
dilakukan oleh pembeli (Howard dan
Sheth, 1991). Jadi, penelitian ini
menggunakan orientasi belanja untuk
menunjukkan sikap dan perilaku belanja
konsumen loyal rnerek dan konsumen
PEMBUATAN KEPUTUSAN, DEMOGRAFIS, DAN .……………………………………………(Simatupang dan Ida)
tidak loyal rnerek, sehingga hipotesis
berikut ini akan menguji konsep berikut:
H1: Terdapat perbedaan orientasi
belanja pada kelompok konsumen
loyal merek dan kelompok
konsumen tidak loyal merek.
Kriteria Pembelian
Dalam
me1akukan
pembe1ian,
konsumen menyesuaikan kebutuhannya
dengan
atribut.
Konsekuensi
dari
kesesuaian atribut produk yang diinginkan
oleh
konsumen
tersebut,
akhirnya
menghasilkan suatu penilaian disukainya
suatu atribut atau tidak disukainya atribut
yang lain. Atribut adalah penggambaran
produk dan dinyatakan oleh konsumen
melalui
perincian
produk
seperti
keistimewaan, desain dan kualitas
(Haryati, 2003). Kriteria pembelian
digunakan untuk mengevaluasi merekmerek yang ada dan biasanya dinyatakan
dalam atribut poduk. Konsumen akan
menggunakan kriteria pembelian seperti:
status/keadaan,
tren/fashion
terkini,
pengetahuan/pengenalan akan merek dan
daya tarik produk ketika mereka
memutuskan untuk membe1i produk
pakaian. Pengetahuan akan merek produk
dapat bervariasi dari sekedar menyadari
keberadaan suatu merek hingga deskripsi
lengkap atribut kelas produk dengan merek
sebagai satu unsurya (Howard dan Sheth,
1991).
Menurut Campbell dan Margaret
(2002) bahwa keputusan pembelian
konsumen
terhadap
suatu
merek
disebabkan karena merek itu memiliki ciri
atau prestis yang baik. Ketika konsumen
membe1i produk yang penggunaannya
dilihat oleh orang lain, maka konsumen
akan menganggap pembelian lebih
beresiko, sehingga diharapkan pemilihan
merek yang tepat akan dirasakan penting
oleh konsumen. Keterlibatan secara
personal dengan merek dan pembe1ian
yang dirasa memiliki resiko yang tinggi ini
nantinya akan mengarah pada loyalitas
yang tinggi. Penelitian tentang loyalitas
merek
menunjukkan
bahwa
ada
perbedaan-perbedaan di dalam kriteria
pembelian diantara loyalitas merek, sikap
beli yang berulang (Jacoby dan Kyner,
1973 dalam Oh dan Fiorito, 2002) dan
sikap beli menuruti kata hati (Day, 1969a
dalam Oh dan Fiorito, 2002). Oleh karena
itu, hipotesis berikut ini digunakan untuk
menguji kriteria pembelian pakaian bagi
para konsumen loyal dan konsumen tidak
loyal terhadap merek pakaian:
H2: Terdapat perbedaan kriteria pembelian
pada kelompok konsumen loyal
merek dan kelompok konsumen tidak
loyal merek.
Demografis
Demografis adalah studi tentang
populasi manusia secara statistik, seperti:
usia, jenis kelamin, pendapatan dan lain
sebagainya (Loudon dan Bitta, 1993).
Variabel demografis merupakan bagian
yang paling esensial dalam memahami
pasar dan perilaku konsumen. Pemasar
dapat mengetahui nilai-nilai individu dan
lingkungan konsumen dengan memahami
karakteristik konsumen. Hanya dengan
memahami
karakteristik
konsumen,
termasuk memahami perilaku kepuasan
pasca beli secara lebih baik dan benar,
pemasar bisa melayani konsumen dengan
tepat. Penelitian ini memfokuskan variabel
demografis pada usia dan pendapatan.
Usia
Menurut Assael (1998) pemilihan
produk dipengaruhi oleh karakteristik
demografis, termasuk tingkat usia dan
tingkat pendapatan. Pembahasan usia
menjadi penting bagi pemasar karena
strategi pemasaran akan mendesain
berdasarkan kategori usia Lebih lanjut
Assael (1998) mengatakan bahwa individu
dalam age-cohort yang berbeda akan
memiliki norma dan nilai yang berbeda
yang akan mengarah kepada perbedaan
181
JRMB, Volume 10, No 2 Desember 2015
dalam kebutuhan, sikap dan perilaku
pembelian. Loudon dan Bitta (1993)
membagi usia atas usia muda dan usia tua,
kategori usia muda adalah mereka yang
berumur antara 18-34 tabun sedangkan
usia tua adalah mereka yang berumur sama
dengan atau di atas 50 tahun. Usia tua
memiliki psychographic yang berbeda
dengan usia muda, mereka sangat berbeda
dalam hal aktivitas, minat dan opini. Usia
muda cenderung suka untuk mencoba
produk baru dan cenderung lebih banyak
menghabiskan waktunya untuk shopping,
khususnya pada akhir pekan. Kebiasaan
shopping
tersebut
diikuti
dengan
pengeluaran yang besar.
Suatu penelitian menunjukkan bahwa
usia muda akan membandingkan harga dan
merek sebelum memutuskan pembelian
(Loudon dan Bitta, 1993). Usia muda
cenderung mengabaikan analisis fungsi
dan kegunaan atas barang-barang yang
dibelinya, konsumen usia muda melakukan
pembelian atas dasar impulsive bukan atas
dasar rasionalitas. Karakteristik psychographic usia muda adalah socially driven:
mereka sangat terpengaruh dengan merek,
banyak
berbelanja
pakaian
untuk
memberikan status bagi dirinya, diversely
motivated:
bersifat
energik,
suka
berpetualang; sport oriented: mereka
mewakili pasar terbesar akan sport dan
peralatan audio-video. Hipotesis berikut
dikembangkan untuk menguji variabel usia
memiliki hubungan dengan kelompok
konsumen loyal merek clan kelompok
konsumen tidak loyal merek:
H3: Usia memiliki hubungan dengan
kelompok konsumen loyal merek dan
kelompok konsumen tidak loyal
merek.
Pendapatan
Kim dan Rhee (1995) mempelajari
loyalitas merek pakaian dari para ibu
rumah tangga dan menemukan bahwa para
konsumen yang lebih muda cenderung
loyal pada merek dengan pendapatan dan
182
pendapatan juga memiliki hubungan
positif dengan loyalitas merek. Sebaliknya,
Farley (1964) dalam Oh dan Fiorito (2002)
menemukan bahwa para konsumen yang
berpendapatan banyak mungkin menjadi
konsumen tidak loyal merek. Penelitian
tentang loyalitas merek sebelumnya
menunjukkan hubungan yang tidak
konsisten antara karakteristik konsumen
dengan loyalitas merek. Cunningham
(1956), Guest (1964) dan Coulson (1966)
dalam Oh dan Fiorito (2002) menemukan
bahwa demografis seperti: jenis kelamin,
status perkawinan, pendidikan, usia dan
kelas sosial tidak terkait dengan loyalitas
merek. Sebaliknya Frank et al. (1968)
dalam
Oh
dan
Fiorito
(2002)
mengungkapkan bahwa loyalitas merek
memiliki hubungan yang positif dengan
pendidikan para konsumen.
Pakaian adalah suatu produk yang
mensegmenkan konsumennya dengan
segmentasi demografis pada jenis kelamin.
Terdapat perbedaan yang jelas antara
kategori pakaian untuk pria dan wanita.
Banyak produk yang sejak lama telah
dibedakan atas jenis kelamin target
pemakaiannya. Jenis kelamin merupakan
satu kunci di dalam positioning variable
dalam usaha menunjukkan jenis kelamin
tertentu sebagai pemakai khusus produk
tersebut. Umumnya wanita membelanjakan pendapatannya untuk kosmetik,
pakaian, kesehatan dan perhiasan. Perilaku
membeli wanita lebih kuat dipengaruhi
oleh evaluasi mereka dari proses interaksi
individu. Hipotesis berikut dikembangkan
untuk menguji variabel pendapatan
memiliki hubungan dengan kelompok
konsumen loyal merek dan kelompok
konsumen tidak loyal merek:
H4: Pendapatan memiliki hubungan
dengan kelompok konsumen loyal
merek dan kelompok konsumen
tidak loyal merek.
Kepuasan Pasca Beli dan Harga Produk
PEMBUATAN KEPUTUSAN, DEMOGRAFIS, DAN .……………………………………………(Simatupang dan Ida)
Kotler
(2003)
mendefinisikan
kepuasan sebagai perasaan senang atau
kecewa seseorang yang muncul setelah
membandingkan antara persepsi/kesannya
terhadap kinerja suatu produk dan
harapannya. Menurut Selnes (1993)
kepuasan adalah penilaian evaluatif
terakhir dari transaksi tertentu. Dinyatakan
lebih lanjut kepuasan dapat dinilai secara
langsung sebagai perasaan keseluruhan.
Selnes (1993) juga menjelaskan kepuasan
(sikap terhadap transaksi) dan reputasi
merek berkaitan tetapi merupakan elemen
yang berbeda. Keduanya diharapkan
mempengaruhi perilaku dan loyalitas
konsumen mendatang. Bila konsumen
dapat
memiliki
kesempatan
untuk
mengevaluasi kualitas produk yang
diberikan, kepuasan diperkirakan memiliki
pengaruh pada loyalitas.
Fornell (1987) dalam Andreassen
(1994) menyatakan kepuasan konsumen
mempengaruhi
perilaku
pembelian:
konsumen yang puas cenderung menjadi
konsumen loyal, tetapi konsumen loyal
bukan berarti puas. Bernd dan Patrick
(2006) dalam penelitiannya menemukan
bahwa pembatalan terhadap pemilihan
merek dapat mempunyai pengaruh yang
kuat terhadap penilaian kepuasan pasca
beli. Pengukuran terhadap kepuasan
maupun ketidakpuasan pelanggan terhadap
satu merek merupakan indikator penting
dari loyalitas merek (Dick dan Basu,
1994). Lebih lanjut Dick dan Basu (1994)
mengatakan bahwa apabila ketidakpuasan
konsumen terhadap satu merek rendah
maka pada umumnya tidak cukup alasan
bagi konsumen untuk beralih mengkonsumsi merek lain kecuali ada faktor-faktor
penarik yang kuat.
Kebanyakan pabrik pakaian sekarang
mengkhususkan diri di dalam memproduksi barang-barang dengan memusatkan
pada sejumlah poin harga produk yang
terbatas. Harga selalu berpengaruh dalam
setiap situasi pembelian dan pada tingkat
yang paling minimum menggambarkan
jumlah sumber daya yang harus
dikorbankan di dalam sebuah transaksi
pembelian. Harga dari sudut pandang
konsumen seringkali digunakan sebagai
indikator nilai bilamana harga tersebut
dihubungkan dengan manfaat yang
dirasakan atas suatu barang atau jasa. Nilai
dapat didefinisikan antara manfaat yang
dirasakan terhadap harga. Bagaimana
kesan konsumen terhadap harga baik itu
mahal, murah ataupun standar akan
berpengaruh lerhadap aktivitas pembelian
selanjutnya dan kepuasan pasca beli.
Kesan ini akan menciptakan persepsi nilai
konsumen terhadap suatu produk. Hal ini
berarti, konsumen mempersepsikan harga
pada suatu merek produk baik itu mahal,
murah
ataupun
standar
menjadi
berpengaruh pada kepuasan bila melihat
dari manfaat yang dirasakan, yang
akhimya kepuasan konsumen tersebut akan
mempengaruhi loyalitas pada suatu merek
produk.
Monroe (2003) mengungkapkan
dalam konteks ekonomi, harga biasanya
diartikan sebagai sejumlah uang yang
harus dikorbankan untuk mendapatkan
sesuatu yang kita inginkan. Harga menjadi
berpengaruh secara positif terhadap
loyalitas pembelian jika produk tersebut
merupakan pembelian yang beresiko
(produk yang penggunaannya dilihat oleh
orang lain). Dodds et al. (1991) juga
mengungkapkan asumsi yang mengatakan
bahwa harga hanya merupakan suatu
ukuran
terhadap
biaya
pembelian
(pengorbanan) dari pembeli. Meskipun
demikian, bukti penelitian mengindikasikan bahwa peran harga lebih kompleks
daripada sekedar menjadi indikator biaya
pembelian dari pembeli. Penilaian
terhadap harga akan dibandingkan dengan
persepsi konsumen terhadap kualitas
produk, alternatif pesaing dan nilai
moneter yang dikorbankan. Jacoby dan
Olson (1977) dalam Dodds et al. (1991)
menjelaskan bahwa harga memiliki
properti eksternal yang obyektif dan
183
JRMB, Volume 10, No 2 Desember 2015
representasi internal yang subyektif yang
diturunkan dari persepsi harga dan
memiliki sejumlah makna bagi konsumen.
Dikotomi informasi ini menggambarkan
bahwa harga Rp 100.000,- untuk suatu
Jeans secara kognitif bisa dinilai "mahal"
oleh sebagian konsumen dan "murah" bagi
yang lain. Persepsi terhadap stimulus harga
yang sama bisa bervariasi antar konsumen
dan bagi satu konsumen bisa bervariasi
antar produk, situasi pembelian dan waktu
(Cooper, 1969 dalam Dodds et al., 1991).
Chauduri
dan
Holbrook
(2001)
menemukan bahwa seorang konsumen
loyal merek tertentu, akan bersedia
membayar mahal karena adanya persepsi
bahwa merek tersebut memiliki nilai yang
tidak
tergantikan.
Jadi,
kelompok
konsumen loyal merek dengan harga
mahal dan kelompok konsumen loyal
merek dengan harga murah dibandingkan
dalam kepuasan pasca belinya terhadap
atribut-atribut pakaian. Konsep harga
sebagai pembedaan konsumen loyal merek
dalam variabel kepuasan pasca beli diuji
dengan menggunakan hipotesis.
H5: Terdapat perbedaan kepuasan pasca
beli pada kelompok konsumen loyal
merek dengan harga mahal dan
kelompok konsumen loyal merek
dengan harga murah.
METODA PENELITIAN
Populasi dan Sampel
Populasi yang menjadi obyek penelitian ini
adalah
wanita
usia
muda
yang
menggunakan produk Jeans dan kemeja.
Pemilihan sampel ini menjadi berbeda
dengan penelitian sebelumnya yaitu Oh
dan Fiorito (2002) yang mengambil
sampel pada wanita usia muda dan usia tua
yang sudah bekerja dan memiliki
pendapatan sendiri. Sampel ditentukan
dengan teknik purposive sampling, yaitu
memilih sampel dengan kriteria tertentu
(Sekaran, 2000). Kriteria sampel dalam
184
penelitian ini adalah mahasiswa wanita
usia muda S1 yang belum memiliki
pendapatan sendir dan menerima uang
saku/pendapatan dari orangtua.
Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan
menggunakan metode survei. Metode
pengumpulan data dilakukan dengan
menggunakan kuesioner. Kuesioner akhir
didasarkan pada panduan penelitian dan
terdiri dari empat (4) bagian yaitu
mengukur loyalitas merek, pembuatan
keputusan konsumen, demografis dan
kepuasan pasca beli. Karakteristik
konsumen yang terkait dengan loyalitas
merek juga berbeda dengan produk-produk
yang berbeda (Carman, 1970 dalam Oh
dan Fiorito, 2002). Dari hasil penelitian
yang dilakukan Kim dan Rhee (1995)
menunjukkan hanya tiga produk pakaian
yaitu T-shirt, Jeans dan Jaket yang
memiliki persentase loyalitas merek yang
paling tinggi. Dalam penelitian ini produk
yang digunakan adalah Jeans dan kemeja,
alasannya karena Jeans dan kemeja
mempakan produk pakaian yang seringkali
digunakan oleh mahasiswa. Konsep harga
yang dibagi menjadi merek dengan harga
mahal dan merek dengan harga murah
dibedakan dari pendapat responden tentang
merek pakaian yang mereka miliki dan
gunakan pada saat survei.
Definisi Operasional dan Pengukuran
Variabel
Loyalitas Merek.
Oliver (1999) seperti dikutip oleh
Kotler (2003) mendefinisikan loyalitas
merek sebagai komitmen yang mendalam
untuk membeli kembali atau berlangganan
kembali suatu produk atau jasa yang
dipilih di masa yang mendatang, dengan
cara membeli merek yang sama secara
berulang atau membeli sekelompok merek
yang sarna secara berulang, meskipun
pengaruh situasional dan usaha-usaha
PEMBUATAN KEPUTUSAN, DEMOGRAFIS, DAN .……………………………………………(Simatupang dan Ida)
pemasaran secara potensial menyebabkan
tingkah laku berpindah. Enam pertanyaan
yang digunakan dalam penelitian ini untuk
mengukur loyalitas merek yaitu: responden
bermaksud untuk membeli merek pakaian
yang dimiliki saat ini di masa yang akan
datang; jika merek lainnya dijual dengan
murah, responden biasanya akan membeli
merek lain daripada merek pakaian yang
sekarang dimilikinya; jika merek pakaian
yang dimiliki responden tidak tersedia di
toko ketika mereka butuhkan, maka akan
membeli merek tersebut di lain waktu; jika
seseorang berkomentar negatif tentang
merek pakaian responden maka responden
akan membelanya; responden akan
merekomendasikan merek pakaiannya
kepada seseorang yang tidak dapat
memutuskan merek mana yang akan dibeli
orang itu; dan responden percaya kepada
seseorangjika orang itu membuat komentar
negatiftentang merek pakaian responden,
)'ang diukur dengan Skala Likert yang
dimulai dari sangat tidak setuju dengan
skor 1 hingga sangat setuju dengan skor 5.
Butir pertanyaan 2 dan 6 menggunakan
pertanyaan negatif (negatively worded
question) sehingga dalam pemberian skor
dilakukan secara terbalik (reserved
scored).
Pembuatan keputusan konsumen
McQuarrie dan Munson (1992)
menjelas-kan bahwa individu mempunyai
tingkat keterlibatan yang berbeda terhadap
suatu obyek. Pada penelitian ini tingkat
keterlibatan terhadap suatu obyek berfokus
pada pembuatan keputusan. Di dalam
kaitannya dengan loyalitas merek ada dua
variabel pembuatan keputusan konsumen
yaitu orientasi belanja dan kriteria
pembelian.
Orientasi
belanja
menunjukkan
aktivitas-aktivitas konsumen, kepentingan
dan opini-opini saat para konsumen sedang
berbelanja pakaian. Total 13 pemyataan
dipilih dari Sproles dan Kendall (1986);
Shim dan Kotsiopulos (1991) dalam Oh
dan Fiorito (2002) untuk mengembangkan
variabel orientasi belanja juga digunakan
dalam penelitian ini, yaitu: kemampuan
untuk memilih pakaian yang sesuai dengan
diri sendiri, kepuasan atas kemampuan
yang kreatif memilih pakaian, keyakinan
diri dalam membeli pakaian, mencoba
menemukan wama dan bentuk untuk
kumpulan pakaian, membeli pakaian pada
toko yang mudah didatangi meskipun
harganya menjadi lebih mahal, tidak mau
menghabiskan waktu dalam membeli
pakaian, dapat memutuskan dengan waktu
secepat mungkin ketika membeli pakaian,
suka membeli pakaian pada toko tertentu,
sulit menentukan tempat yang tepat untuk
membeli pakaian yang diinginkan,
memperhatikan iklan pakaian, tidak
membeli pakaian sebelum memastikan
sesuai dengan uang yang dimiliki, tidak
pemah membeli pakaian yang tidak
diobral/didiskon dan memilih pakaian
dengan harga yang paling rendah.
Responden diminta untuk menunjukkan
pilihanyang mereka setujui dengan
masing-masing pertanyaan sebagai suatu
deskripsi tentang diri mereka sebagai
konsumen pakaian, yang diukur pada skala
Likert yang dimulai dari sangat tidak
setuju dengan skor 1 hingga sangat setuju
dengan skor 5.
Kriteria pembelian digunakan untuk
mengevaluasi merek-merek yang ada dan
biasanya dinyatakan dalam atribut poduk.
Atribut adalah penggambaran produk dan
dinyatakan oleh konsumen melalui
perincian produk seperti keistimewaan,
desain dan kualitas (Haryati, 2003).
Variabel kriteria pembelian memasukkan
status keadaan, tren/fashion terkini,
pengetahuan/pengenalan akan merek dan
daya tarik produk ketika memutuskan
untuk membeli produk pakaian, yang
diukur pada skala Likert yang dimulai dari
sangat tidak penting dengan skor 1 hingga
sangat penting dengan skor 5.
185
JRMB, Volume 10, No 2 Desember 2015
Usia
Usia merupakan variabel demografis
yang menjadi bagian paling esensial dalam
memahami pasar dan perilaku konsumen.
Dalam penelitian ini variabel usia diukur
pada Skala Likert dengan konstruk dimulai
dari 17 - 19 tahun, 20 - 22 tahun, 23 - 25
tahun dan > 25 tahun dengan skor 1 hingga
skor 4.
pakaian
yang
digunakan
untuk
membedakan konsumen loyal merek
dengan harga mahal dan konsumen loyal
merek dengan harga murah. Pendapat
tentang harga mahal dan harga murah
diperoleh dari pendapat responden tentang
harga pakaian yang mereka miliki dan
gunakan pada saat ini.
HASIL PENELITIAN
Pendapatan
Karakteristik Responden
Pendapatan
merupakan
variabel
demografis yang menjadi bagian paling
esensial dalam memahami pasar dan
perilaku konsumen. Variabel pendapatan
diukur dengan
skala Likert dengan
konstruk dimulai dari Rp < Rp 500.000,
Rp 500.000,-; Rp 1.000.000,-; Rp
1000.000,-; Rp 1.500.000,-;
> Rp
1.500.000,- dengan skor 1 hingga skor 4.
Kepuasan Pasca Deli dan Harga Produk
Kepuasan pasca beli atau disebut
juga
sebagai
kepuasan
konsumen
didefinisikan sebagai hasil proses evaluasi
perbandingan harapan sebelum membeli
dengan persepsi kinerja yang terjadi
selama dan setelah pengalaman konsumsi
(McQuitty et al., 2000). Konsumen
mempersepsikan harga pada suatu produk
baik itu mahal ataupun murah menjadi
berpengaruh pada kepuasan bila melihat
dari manfaat yang dirasakan, yang
akhimya kepuasan konsumen tersebut akan
mempengaruhi loyalitas pada suatu
produk. Agar dapat menilai kepuasan
pasca beli terhadap loyalitas merek, para
responden diminta menjawab tujuh
pertanyaan terkait dengan atribut-atribut
pakaian
yaitu:
mudah
dirawat,
kenyamanan, gaya/model, serat kain,
fashion terkini, warna dan kualitas, yang
diukur pada skala Likert yang dimulai dari
sangat tidak puas dengan skor 1 hingga
sangat puas dengan skor 5. Juga,
menggolongkan merek-merek pada harga
186
Berdasarkan Tabel 1, diperoleh informasi
bahwa responden loyal Jeans dan tidak
loyal merek jeans memiliki kesamaan usia
terbanyak 23-25 tahun dan memiliki
kesamaan usia termuda pada usia >25
tahun, sedangkan berdasarkan usia
responden loyal merek Kemeja dan tidak
loyal merek Kemeja memiliki kesamaan
usia terbanyak 23-25 tahun dan memiliki
kesamaan usia termuda pada usia >25
tahun. Kemudian berdasarkan tingkat
pendapatan dapat digambarkan bahwa
responden loyal merek Jeans dan tidak
loyal merek Jeans memiliki kesamaan
pendapatan terbanyak pada pendapatan
antara Rp.500.000 – Rp.1.000.000 dan
memiliki kesamaan pendapatan terkecil
pada
pendapatan
>Rp.1.500.000,
sedangkan berdasarkan responden loyal
dan tidak loyal merek kemeja memiliki
kesamaan pendapatan terbanyak pada
tingkat
pendapatan
Rp.500.000
–
Rp.1.000.000 dan memiliki kesamaan
pendapatan terkecil pada pendapatan
>Rp.1.500.000.
Kriteria
menentukan
kelompok loyal dan kelompok tidak loyal
untuk merek Jeans dan Kemeja adalah
dengan membagi dua. Jumlah total 6
pertanyaan yang diperoleh dari hasil
jumlah tertinggi yaitu 30 ditambah hasil
jumlah terendah yaitu 6 kemudiaan dibagi
2 sehingga ditentukan untuk jumlah 6
sampai 18 dinyatakan kelompok tidak
loyal, sedangkan jumlah 19 sampai 30
dinyatakan kelompok loyal.
PEMBUATAN KEPUTUSAN, DEMOGRAFIS, DAN .……………………………………………(Simatupang dan Ida)
No
1
2
3
4
Tabel 1
Karakteristik Responden
Karakteristik Responden
Karakteristik
Kelompok Loyal
Kelompok Tidak
Keseluruhan
Responden
Merek
Loyal Merek
berdasarkan
Frekuensi
%
Frekuensi
%
Frekuensi
%
Usia berdasarkan merek Jeans
17-19 tahun
13
15.9
17
25
30
20
20-22 tahun
26
31.7
19
27.9
45
30
23-25 tahun
33
40.2
24
35.3
57
38
>25 tahun
10
12.2
8
11.8
18
12
Total
82
100
68
100
150
100
Usia berdasarkan merek Kemeja
17-19 tahun
22
21.4
8
17
30
20
20-22 tahun
33
32
12
25.5
45
30
23-25 tahun
38
36.9
19
40.4
57
38
>25 tahun
10
9.7
8
17
18
12
Total
103
100
47
100
150
100
Pendapatan/bulan berdasarkan merek Jeans
<Rp.500.000
18
25
21
30.9
39
26
Rp.500.000 –
53
27.9
41
60.3
94
63
Rp.1.000.000
Rp.1.000.000 –
10
35.3
5
7.4
15
1
1.500.000
>Rp.1.500.000
1
11.8
1
1.5
2
10
Total
82
100
68
100
150
100
Pendapatan/bulan berdasarkan merek Kemeja
<Rp.500.000
25
24.3
14
29.8
39
26
Rp.500.000 –
66
64.1
28
59.6
94
63
Rp.1.000.000
Rp.1.000.000 –
11
10.7
4
8.5
15
10
1.500.000
>Rp.1.500.000
1
1.0
1
2.1
2
1
Total
103
100
47
100
150
100
Loyalitas berdasarkan merek Jeans
Loyalitas berdasarkan merek Kemeja
Loyal
82
55
103
69
185
61.6
Tidak Loyal
68
45
47
31
115
38.3
Total
150
100
150
100
300
100
Pendapatan responden terhadap harga merek Jeans
Murah
32
39
26
38
58
38.6
Mahal
50
61
42
62
92
61.3
Total
82
100
68
100
150
100
Pendapatan responden terhadap harga merek Kemeja
Murah
43
42
15
32
58
38.6
Mahal
60
58
32
68
92
61.3
Total
103
100
47
100
150
100
Kemudian berdasarkan Tabel 1.
dapat digambarkan bahwa dari responden
sebanyak 150 orang, lebih banyak yang
loyal merek Jeans yaitu sebesar 82 orang
(0.55%) dibandingkan dengan yang tidak
loyal sebesar 68 orang (0.45%). Hasil
penelitian ini menunjukkan untuk variabel
loyalitas merek Jeans, kelompok loyal
merek Jeans dan kelompok tidak loyal
merek Jeans menjadi dapat dibedakan.
Kemudian dari responden sebanyak 150
orang, lebih banyak yang loyal merek
kemeja yaitu sebesar 103 atau (0.69%)
dibandingkan dengan yang tidak loyal
sebesar 47 orang (0.31%). Hasil penelitian
ini menunjukkan untuk variabel loyalitas
merek kemeja, kelompok loyal merek
kemeja dan kelompok tidak loyal merek
187
JRMB, Volume 10, No 2 Desember 2015
kemeja menjadi dapat dibedakan. Dilihat
dari pendapat responden terhadap harga
merek Jeans responden loyal sebanyak 82
orang dan tidak loyal 68 orang, sehingga
memiliki kesamaan dalam memberikan
pendapat terbanyak terhadap harga murah
dibandingkan terhadap harga mahal;
demikian juga halnya dengan pendapat
responden harga merek Kemeja diperoleh
informasi bahwa responden loyal sebanyak
103 orang dan tidak loyal sebanyak 47
orang untuk merek kemeja memiliki
kesamaan dalam memberikan pendapat
terbanyak
terhadap
harga
murah
dibandingkan terhadap harga mahal.
Dalam membedakan kelompok konsumen
loyal dan tidak loyal terhadap harga mahal
dan harga murah untuk merek Jeans dan
merek
Kemeja,
kedua
kelompok
reseponden tersebut ditanyakan memgenai
pendapat mereka tentang mahal atau
murahnya harga untuk merek Jeans dan
merek Kemeja yang konsumen miliki dan
gunakan saat ini, cukup menjawab untuk
satu merek saja.
Hasil Uji Validitas
Berdasarkan
hasil
uji
validitas
menggunakan
faktor
analisis
atau
confirmatory factor analysis (CFA)
dengan metode Varimax with Kaiser
normalization dalam. Berdasarkan hasil
analisis CFA menunjukkan bahwa
convergent validity bisa diterima karena
memiliki factor loading yang lebih besar
dari 0.40 dan signifikan pada tingkat
kepercayaan 95%, sehingga disimpulkan
secara keseluruhan semua item pertanyaan
menunjukkan nilai koefisien validitasnya
di atas 0.40. ini menunjukkan bahwa
instrumen
yang
digunakan
dalam
penelitian ini benar-benar mengukur hal
yang sebenarnya (Sekaran, 2003). Secara
lengkap hasil validitas ditunjukkan pada
Tabel 2 untuk merek Jeans dan Tabel 3
untuk merek kemeja.
Tabel 2
Hasil Uji Validitas dengan Analisis Faktor untuk Merek Jeans
Item
1
LM1
LM2
LM3
LM4
188
Component
2
3
.640
.691
.678
.646
Keterangan
4
Valid
Valid
Valid
Valid
LM5
LM6
SO1
.657
.720
.812
Valid
Valid
Valid
SO2
.794
Valid
SO3
.719
Valid
SO4
.607
Valid
SO5
.690
Valid
SO6
.698
Valid
SO7
.574
Valid
SO8
.713
Valid
SO9
SO10
SO11
SO12
SO13
PC1
.783
.712
.871
.870
.867
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
.612
PEMBUATAN KEPUTUSAN, DEMOGRAFIS, DAN .……………………………………………(Simatupang dan Ida)
Tabel 2 (Lanjutan)
Item
1
Component
2
3
PC2
PC3
PC4
PP1
.640
PP2
.754
PP3
.623
PP4
.705
PP5
.723
PP6
.638
PP7
.667
Sumber: Data Primer yang Diolah
Keterangan
4
.752
.745
.807
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Tabel 3.
Hasil Uji Validitas dengan Analisis Faktor untuk Merek Kemeja
Item
1
LM1
LM2
LM3
LM4
Component
2
3
.928
.920
.926
.937
Keterangan
4
Valid
Valid
Valid
Valid
LM5
LM6
SO1
.924
.929
.789
Valid
Valid
Valid
SO2
.728
Valid
SO3
.719
Valid
SO4
.768
Valid
SO5
.813
Valid
SO6
.741
Valid
SO7
.730
Valid
SO8
.644
Valid
SO9
.664
Valid
SO10
.673
Valid
SO11
.630
SO12
.737
SO13
.718
PC1
PC2
PC3
PC4
PP1
PP2
PP3
PP4
PP5
PP6
PP7
Sumber: Data Primer yang Diolah
.739
.773
.714
.768
.591
.638
.689
.718
.647
.640
.706
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
189
JRMB, Volume 10, No 2 Desember 2015
Hasil Uji Reliabilitas
Berdasarkan hasil analisis reliabilitas
konstruk dengan item to total correlation
dan cronbach’s alpha mencerminkan
konsistensi internal alat ukur (Hair et al.,
1998). Item to total correlation digunakan
.
untuk memperbaiki pengukuran dengan
mengeliminasi
butir-butir
yang
kehadirannya memperkecil cronbach’s
alpha (Purwanto, 2002). Hasil pengujian
reliabilitas selengkapnya dapat dijelaskan
pada Tabel 4 untuk merek Jeans dan merek
kemeja
Tabel 4.
Hasil Uji Reliabilitas untuk Merek Jeans dan Merek Kemeja
Variabel
Item
Pertanyaan
Corrected
Item-Total
Correlation
LM1
.467*
LM2
.536
Loyalitas
LM3
.508
Merek
LM4
.463*
LM5
.496*
LM6
.553
SO1
.757
SO2
.736
SO3
.674
SO4
.557
SO5
.640
SO6
.644
Orientasi
SO7
.528
Belanja
SO8
.661
SO9
.737
SO10
.674
SO11
.828
SO12
.833
SO13
.829
PC1
.396*
Kriteria
PC2
.547
Pembelian
PC3
.522
PC4
.594
Sumber: Data Primer yang Diolah
Cronbach
Alpha
Status
.761
Reliabel
.935
Reliabel
.722
Reliabel
Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat hasil
pengujian reliabilitas untuk merek Jeans
yang menunjukkan item to total
correlation untuk beberapa item kurang
dari nilai 0.5 tetapi masih bisa digunakan
karena nilai cronbach’s alpha tidak
mengalami
peningkatan
dengan
mengeliminasi item-item yang dimaksud
yaitu LM1 (0.467) dengan α = 0.735, LM4
(0.463) dengan α = 0.718, LM5 (0.496)
dengan α = 0.728 dan PC1 (3.96) dengan α
= 0.721. Hasil pengujian reliabilitas juga
menunjukkan nilai cronbach alpha pada
semua konstruk lebih besar dari 0.60 untuk
190
Corrected
Item-Total
Correlation
.896
.884
.899
.908
.894
.898
.732
.673
.639
.697
.765
.687
.666
.613
.629
.614
.589
.689
.668
.530
.567
.488*
.581
Cronbach
Alpha
Status
.968
Reliabel
.924
Reliabel
.747
Reliabel
merek Jeans, sedangkan hasil pengujian
reliabilitas untuk merek kemeja yang
menunjukkan item to total correlation
untuk satu item kurang dari nilai 0.5 tetapi
masih bisa digunakan karena nilai
cronbach’s alpha tidak mengalami
peningkatan dengan mengeliminasi itemitem yang dimaksud yaitu PC3 (0.488)
dengan α = 0.718. Hasil pengujian
reliabilitas juga menunjukkan nilai
cronbach alpha pada semua konstruk lebih
besar dari 0.60 untuk merek kemeja,
karena setiap konstruk memiliki nilai
PEMBUATAN KEPUTUSAN, DEMOGRAFIS, DAN .……………………………………………(Simatupang dan Ida)
alpha di atas 0.60 berarti semua konstruk
telah memenuhi uji reliabilitas.
PEMBAHASAN
Tidak terdapat perbedaan orientasi
belanja pada kelompok konsumen loyal
merek dan kelompok konsumen tidak
loyal merek
Berdasarkan hasil analisis diskriminan
pada variabel orientasi belanja untuk merek
Jeans ditunjukkan dengan nilai Wilk's Lambda
sebesar 0.998 dan uji F dengan signifikansi
sebesar 0.591 (p>0.05) sedangkan untuk
merek kemeja nilai Wilk's lambda sebesar
1.000 dan uji F dengan signifikansi sebesar
0.837 (p>0.05), maka Ho diterima, Ha ditolak.
Dengan demikian dapat disimpulkan tidak
terdapat perbedaan orientasi belanja dan
kriteria pembelian pada kelompok loyal merek
dan kelompok tidak loyal merek untuk kedua
produk yaitu Jeans dan kemeja. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa dari 13
pertanyaan variabel orientasi belanja untuk
merek Jeans, kelompok loyal memiliki
kecenderungan paling tinggi dalam orientasi
belanjanya ketika memilih untuk tidak akan
pemah
membeli
Jeans
yang
tidak
diobral/didiskon sedangkan kelompok tidak
loyal memiliki kecenderungan paling tinggi
dalam orientasi belanjanya ketika memilih
untuk tidak akan membeli Jeans sebelum
memastikan bahwa itu sesuai dengan uang
yang dimiliki, hal ini ditunjukkan dari nilai
mean yang paling tinggi pada variabel
orientasi belanjanya. Hasil penelitian ini juga
menunjukkan bahwa dari 13 pertanyaan
variable orientasi belanja untuk merek kemeja,
kelompok loyal dan kelompok tidak loyal
memiliki kecenderungan paling tinggi dalam
orientasi belanjanya ketika memilih untuk
tidak akan pernah membeli kemeja yang tidak
diobral/didiskon, hal ini ditunjukkan dari nilai
mean yang paling tinggi pada variabel
orientasi belanjanya.
Perbedaan kriteria pembelian pada
kelompok konsumen loyal merek dan
kelompok konsumen tidak loyal merek.
Berdasarkan
hasil
analisis
diskriminan
pada
variabel
kriteria
pembelian untuk merek Jeans ditunjukkan
dengan nilai Wilk's Lambda sebesar 0.998
dan uji F dengan signifikansi sebesar 0.556
(p>0.05) sedangkan untuk merek kemeja
nilai Wilk's Lambda sebesar 1.000 dan uji
F dengan signifikansi sebesar 0.839
(p>0.05), maka Ho diterima, Ha ditolak.
Dengan demikian dapat disimpulkan tidak
terdapat perbedaan kriteria pembelian pada
kelompok loyal merek dan kelompok tidak
loyal merek untuk kedua produk yaitu
Jeans dan kemeja. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa dari 4 pertanyaan
variabel kriteria pembelian untuk merek
Jeans, kelompok loyal dan kelompok tidak
loyal memiliki kecenderungan paling
tinggi dalam kriteria pembeliannya ketika
memperhatikan keadaan Jeans pada saat
membelinya, hal ini ditunjukkan dari nilai
mean yang paling tinggi pada variabel
kriteria pembeliaannya. Hasil penelitian ini
juga menunjukkan bahwa dari 4
pertanyaan variabel kriteria pembelian
untuk merek kemeja, kelompok loyal dan
kelompok
tidak
loyal
memiliki
kecenderungan paling tinggi dalam kriteria
pembeliannya
ketika
memperhatikan
keadaan kemeja pada saat membelinya, hal
ini ditunjukkan dari nilai mean yang paling
tinggi
pada
variabel
kriteria
pembeliaannya. Kriteria pembelian yang
memasukkan pengetahuan dan pengenalan
akan rnerek dalam mengevaluasi merek
produk mempunyai maksud bahwa
konsumen mengetahui dan mengenali
bagian dari kategori produk tersebut.
Penelitian Bernd dan Patrick (2006);
Kim (1993) dalam Oh dan Fiorito (2002)
seperti yang dijelaskan diatas menjadi
tidak konsisten dengan hasil penelitian ini.
Hasil penelitian ini juga menjadi tidak
konsisten dengan penelitian Quester dan
Lim (2003) yang mengatakan bahwa
ketika konsumen semakin terlibat
dengan merek tertentu maka konsumen
akan lebih berkomitmen dan tentu akan
191
JRMB, Volume 10, No 2 Desember 2015
lebih loyal terhadap merek tersebut.
Secara umum tingkat keterlibatan
konsumen berbeda-beda terhadap suatu
obyek. Ada yang tinggi yaitu kondisi
dimana menganggap pembelian produk
tersebut penting dan mengandung resiko
(Assael, 1998), sedang dan rendah.
Tingkat keterlibatan ini ditemukan sikap
konsumen
terhadap
sesuatu
hal,
relevansi pribadi dan pengetahuan yang
ia miliki. Dalam penelitian ini kedua
kelompok memiliki keterlibatan yang
tinggi dalam riteria pembelian Jeans dan
kemeja tetapi tidak berhubungan dengan
loyalitas merek Jeasn dan kemeja. Hal ini
disebabkan karena dalam penelitian ini
kedua kelompok pendapatannya homogen,
hasil penelitian juga menunjukkan kedua
kelompok dalam kriteria pembelian
cenderung
lebih
tinggi
dalam
memperhatikan keadaan Jeans dan Kemeja
pada saat membelinya dan kedua
kelompok lebih banyak berpendapat
terhadap harga murah dibandingkan harga
mahal.
Hasil penelitian ini mendukung
penelitian yang dilakukan McQuarrie dan
Munson (1992) bahwa semakin tinggi
keterlibatan konsumen, maka semakin
banyak atribut yang dibutuhkan konsumen
dalam pembelian produk. Dalam penelitian
ini kedua kelompok ketika membeli Jeans
dan
kemeja
cenderung
lebih
memperhatikan keadaan Jeans dan kemeja
yang sesuai dengan harapan konsumen
dari pada memperhatikan penggunaannya
yang dilihat oleh orang lain. Ketika
konsumen membeli Jeans dan kemeja
masih sesuai apa yang diharapkan, maka
mereka menjadi sangat terlibat dalam
pengambilan keputusan dalam kriteria
pembeliannya tetapi tidak berhubungan
dengan loyalitas merek, sehingga dapat
disimpulkan bahwa hipotesis 2 ditolak,
yang menyatakan terdapat perbedaan
kriteria pembelian pada kelompok
konsumen loyal merek dan kelompok
192
konsumen tidak loyal merek untuk kedua
produk yaitu Jeans dan kemeja.
Terdapat hubungan usia dengan
kelompok konsumen loyal merek dan
kelompok konsumen tidak loyal merek.
Berdasarkan hasil analisis Chi-square
test menunjukkan nilai signifikan <0.05 berarti
terdapat hubungan antara kelompok loyal
merek dengan kelompok tidak loyal merek.
Nilai Chi-square test menunjukkan signifikan
> 0.05 berarti tidak ada hubungan antara
kelompok loyal merek dengan kelompok tidak
loyal merek. Pengujian menunjukkan hasil uji
Chi-square usia untuk merek Jeans dengan
signifikansi sebesar 0.577 (p>0.05). Oleh
karena nilai uji Chi-square dengan signifikan
di atas 0.05, maka hal ini mengindikasikan
usia tidak memiliki hubungan dengan
kelompok loyal merek Jeans dan kelompok
tidak loyal merek Jeans. Uji menunjukkan
hasil uji Chi-square usia untuk merek kemeja
dengan signifikansi sebesar 0.512 (p>0.05).
Oleh karena nilai uji Chi-square dengan
signifikan di atas 0.05, maka hal ini
mengindikasikan
usia
tidak
memiliki
hubungan dengan kelompok loyal merek
kemeja dan kelompok tidak loyal merek
kemeja.
Tidak terdapat hubungan usia dengan
kelompok konsumen loyal merek dan
kelompok konsumen tidak loyal merek.
Berdasarkan hasil uji Chi-square usia
untuk merek Jeans ditunjukkan dengan
signifikansi sebesar 0.577 (p>0.05),
sedangkan untuk merek kemeja Chisquare usia dengan signifikansi sebesar
0.512 (p>0.05), maka Ho diterima, Ha
ditolak.
Dengan
demikian
dapat
disimpulkan usia tidak memiliki hubungan
dengan kelompok konsumen loyal merek
dan kelompok konsumen tidak loyal merek
untuk kedua produk yaitu Jeans dan
kemeja. Hasil penelitian ini menunjukkan
kelompok loyal dan kelompok tidak loyal
untuk merek Jeans memiliki kesamaan dari
sisi usia terbanyak berada pada usia 23-25
PEMBUATAN KEPUTUSAN, DEMOGRAFIS, DAN .……………………………………………(Simatupang dan Ida)
Tahun. Hasil penelitian ini juga
menunjukkan kelompok loyal dan
kelompok tidak loyal untuk merek kemeja
memiliki kesamaan dalam usia terbanyak
berada pada usia 23-25 tahun. Hasil
penelitian ini menjadi tidak konsisten
dengan penelitian Day (1969), East et al.
(1995) dan Sparks (1999) dalam Wood
(2004) yang menyatakan konsumen yang
berusia 18-24 tahun memiliki tingkat
loyalitas merek yang lebih rendah
dibandingkan dengan konsumen berusia di
atas 25 tahun.
Dalam penelitian ini usia tidak
berhubungan dengan loyalitas merek Jeans
dan kemeja. Hal ini disebabkan karena
kedua kelompok usianya homogen yaitu
mahasiswa S-1 yang rata-rata berusia 1725 tahun dan produk Jeans dan kemeja
merupakan produk dengan keterlibatan
tinggi. Seperti yang diungkapkan oleh
Carsado et al. (2006) bahwa pakaian
sebagai produk fashion telah sering
dikenali sebagai kategori produk yang
disinyalir menginduksi keterlibatan yang
tinggi pada konsumen. Penelitian yang
dilakukan O Cass (2001) melihat
keterlibatan pakaian sebagai produk
fashion pada dua hal yaitu: keterlibatan
pada produk pakaian dan keterlibatan pada
keputusan pembelian pakaian. Hasil
penelitian ini mendukung penelitian
Browne dan Kaldenberg (1997) yang
menunjukkan adanya hubungan self
monitoring dan materialisme dan self
monitoring berdampak pada keterlibatan
pakaian.
Dalam penelitian ini mahasiswa S-1
yang rata-rata berusia dari 17 sampai 25
tahun adalah masa dewasa muda yang
motif utama konsumsi produk Jeans dan
kemeja adalah dapat diterima oleh
lingkungan sosial, motif fungsional dari
produk itu sendiri dan motif untuk
memperoleh kenikmatan sensoris akan
membuat mereka menjadi terlibat pada
produk dan akhimya juga menjadi terlibat
dalam keputusan pembeliannya tetapi tidak
berhubungan dengan kualitas merek
produk yaitu Jeans dan kemeja.
Motif/dorongan itu sendiri timbul karena
kebutuhan yang tidak terpenuhi sehingga
individu melakukan tindakan tertentu
(Kanuk dan Schiffman, 2000). Hasil
penelitian ini juga mendukung penelitian
Cunningham (1956), Guest (1964) dan
Coulson (1966) dalam Oh dan Fiorito
(2002)
yang
menemukan
bahwa
demografis untuk usia tidak berhubungan
dengan
loyalitas
merek.
Dapat
disimpulkan bahwa hipotesis 3 ditolak,
yang menyatakan usia memiliki hubungan
dengan kelompok konsumen loyal merek
dan kelompok konsumen tidak loyal merek
untuk kedua produk yaitu Jeans dan
kemeja. Berdasarkan hasil pengujian
menunjukkan hasil uji Chi-square
pendapatan untuk merek Jeans dengan
signifikansi sebesar 0.544 (p>0.05). Oleh
karena nilai uji Chi-square dengan
signifikansi di atas 0.05, maka hal ini
mengindikasikan
pendapatan
tidak
memiliki hubungan dengan kelompok
loyal merek Jeans dan kelompok tidak
loyal merek Jeans. Hasil pengujian
menunjukkan hasil uji Chi-square
pendapatan untuk merek kemeja dengan
signifikansi sebesar 0.881 (p>0.05). Oleh
karena nilai uji Chi-square dengan
signifikansi di atas 0.05, maka hal ini
mengindikasikan
pendapatan
tidak
memiliki hubungan dengan kelompok
loyal merek kemeja dan kelompok tidak
loyal merek kemeja.
Pendapatan tidak memiliki hubungan dengan kelompok konsumen
loyal merek dan kelompok konsumen
tidak loyal merek.
Berdasarkan hasil uji chi-square
pendapatan untuk merek Jeans ditunjukkan
dengan
signifikansi
sebesar
0.544
(p>0.05), sedangkan untuk merek kemeja
Chi-square
pendapatan
dengan
signifIkansi sebesar 0.811 (p>0.05), maka
193
JRMB, Volume 10, No 2 Desember 2015
Ho diterima, Ha ditolak. Dengan demikian
dapat disimpulkan pendapatan tidak
memiliki hubungan dengan kelompok
konsumen loyal merek dan kelompok
konsumen tidak loyal merek untuk kedua
produk yaitu Jeans dan kemeja. Hasil
penelitian ini menunjukkan kelompok
loyal dan kelompok tidak loyal otuk merek
Jeans
memiliki
kesamaan
dalam
pendapatan terbanyak berada pada
pendapatan
Rp.500.000-Rp.1.000.000.
Hasil penelitian ini juga menunjukkan
kelompok loyal dan kelompok tidak loyal
untuk merek kemeja memiliki kesamaan
dalam pendapatan terbanyak berada pada
pendapatan Rp.500.000-Rp.1.000.000,-.
Setting tempat penelitian ini diambil
di pada kota yang besaran upah menimum
regional (UMR) yang rendah, sehingga
pendapatan
Rp.500.000-Rp.1.000.000,menjadi pendapatan sedang/cukup untuk
ukuran mahasiswa, sedangkan pendapatan
Rp.1.000.000-Rp.500.000,dan
pendapatan > Rp.1.500.000,- dianggap
banyak bagi ukuran mahasiswa. Oleh
karena
kedua
kelompok
memiliki
pendapatan terbanyak berada pada
pendapatan Rp.500.000– Rp.1.000.000,sedangkan pendapatan terkecil berada pada
pendapatan >Rp.1.500.000,-, maka hal ini
mengindikasikan
kedua
kelompok
konsumen berada pada pendapatan
sedang/cukup. Hasil penelitian ini menjadi
tidak konsisten dengan penelitian Kim dan
Rhee (1995) yang meneliti loyalitas merek
pakaian dari para ibu rumah tangga dan
menemukan bahwa para konsumen yang
lebih muda cenderung loyal pada merek
dengan pendapatan dan pendapatan juga
memiliki hubungan positif dengan
loyalitas merek. Hasil penelitian ini juga
tidak konsisten dengan penelitian Howard
dan Sheth (1991) yang mengungkapkan
bahwa keterbatasan waktu dan status
keuangan akan menciptakan penghalang
keputusan yang dilakukan oleh pembeli.
Keterbatasan status keuangan dalam arti
konsumen memiliki pendapatan yang
194
kecil. Dalam penelitian ini, konsumen
yang berpendapatan besar, sedang/cukup
maupun kecil memiliki keterlibatan tinggi
dalam pengambilan keputusan pembelian.
Penelitian ini juga menjadi tidak
konsisten dengan penelitian Farley (1964)
dalam Oh dan Fiorito (2002) yang
menemukan bahwa para konsumen yang
pendapatan banyak mungkin menjadi
konsumen tidak loyal merek. Dalam
penelitian ini konsumen berpendapatan
besar bisa menjadi konsumen loyal merek
dan konsumen tidak loyal merek. Hal ini
disebabkan karena dalam penelitian ini,
pendapatan tidak berhubungan dengan
loyalitas. Dengan kata lain, hasil penelitian
ini menunjukkan bahwa kedua kelompok
untuk pendapatan terbanyak adalah
homogen yaitu pendapatan Rp.500.000Rp.1.000.000, dan hasil penelitian juga
menunjukkan harga Jeans dan kemeja
adalah harga yang terjangkau dibeli
mahasiswa
dengan
pendapatannya,
responden terbanyak untuk harga Jeans
adalah Rp.100.000, sedangkan responden
terbanyak untuk harga kemeja adalah
Rp50.000,-. Hal ini mengindikasikan
bahwa kedua kelompok ketika membeli
produk Jeans dan kemeja, harga produk
tersebut di pasaran cenderung masih
terjangkau dengan ukuran pendapatannya
yaitu pendapatan sedang/cukup tetapi tidak
berhubungan dengan loyalitas merek
produk. Hasil penelitian ini justru
mendukung penelitian yang dilakukan
Cunningham (1956); Guest (1964);
Coulson (1966) dalam Oh dan Fiorito
(2002) yang menemukan bahwa variabelvariabel demografis tidak berhubungan
dengan
loyalitas
merek.
Dapat
disimpulkan bahwa hipotesis 4 ditolak,
yang menyatakan pendapatan memiliki
hubungan dengan kelompok konsumen
loyal merek dan kelompok konsumen tidak
loyal merek untuk kedua produk yaitu
Jeans dan kemeja.
PEMBUATAN KEPUTUSAN, DEMOGRAFIS, DAN .……………………………………………(Simatupang dan Ida)
Terdapat perbedaan kepuasan pasca
beli pada kelompok konsumen loyal
merek dengan harga mahal dan
kelompok konsumen loyal merek
dengan harga murah.
Berdasarkan hasil analisis chi-square
menunjukkan hasil uji t pada kelompok
konsumen loyal merek Jeans dengan harga
mahal dan kelompok konsumen loyal
merek Jeans dengan harga murah dalam
kepuasan pasca beli. Total responden yang
diuji sebanyak 82 orang, terdapat 32 orang
loyal merek Jeans dengan harga mahal dan
50 orang loyal merek Jeans dengan harga
murah. Hasil uji t menunjukkan
signifikansi sebesar 0.641 (p>0.05). Oleh
karena hasil uji t dengan signifikansi di
atas 0.05, maka hal ini mengindikasikan
tidak terdapat perbedaan kepuasan pasca
beli pada kelompok loyal dengan harga
mahal dan kelompok loyal dengan harga
murah untuk merek Jeans. Kemudian
berdasarkan hasil pengujian menunjukkan
hasil uji t pada kelompok konsumen loyal
merek kemeja dengan harga mahal dan
kelompok konsumen loyal merek kemeja
dengan harga murah dalam kepuasan pasca
beli. Total responden yang diuji sebanyak
103 orang, terdapat 43 orang loyal merek
kemeja dengan harga mahal dan 60 orang
loyal merek kemeja dengan harga murah.
Hasil uji t menunjukkan signifikansi
sebesar 0.026 (p<0.05). Oleh karena hasil
uji t dengan signifikansi di bawah 0.05,
maka hal ini mengindikasikan terdapat
perbedaan kepuasan pasca beli pada
kelompok loyal dengan harga mahal dan
kelompok loyal dengan harga murah untuk
produk kemeja.
Berdasarkan hasil uji t kepuasan
pasca beli pada kelompok loyal merek
dengan harga mahal dan kelompok loyal
dengan harga murah untuk merek Jeans
didapat nilai t dengan signifikansi sebesar
0.641 (p>0.05) sedangkan hasil uji t
kepuasan pasca beli pada kelompok loyal
merek dengan harga mahal dan kelompok
loyal dengan harga murah untuk kemeja
didapat nilai t dengan signifikansi sebesar
0.026 (p<0.05), maka Ho diterima, Ha
ditolak untuk produk Jeans dan Ho ditolak,
Ha diterima untuk produk kemeja. Dengan
demikian dapat disimpulkan tidak terdapat
perbedaan kepuasan pasca beli pada
kelompok loyal merek dengan harga mahal
dan kelompok loyal merek dengan harga
murah untuk produk Jeans tetapi terdapat
perbedaan kepuasan pasca beli pada
kelompok loyal merek dengan harga mahal
dan kelompok loyal merek dengan harga
murah untuk produk kemeja.
Dalam penelitian ini kepuasan pasca
beli dinilai dari atribut-atribut pakaian
yaitu: mudah dirawat, kenyamanan,
gaya/model, serat kain, fashion terkini,
warna, dan kualitas. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa kelompok loyal dan
kelompok tidak loyal semua menjawab
puas dan sangat puas untuk 7 atribut yang
digunakan dalam menilai kepuasan pasca
beli, hal ini berarti kedua kelompok
cenderung merupakan konsumen yang
puas tetapi tidak berhubungan dengan
loyalitas. Hasil penelitian ini menjadi tidak
konsisten dengan penelitian Cronin et al.
(2000) yang mengungkapkan kepuasan
konsumen berperan penting dalam
terbentuknya loyalitas konsumen. Hasil
penelitian ini juga menunjukkan bahwa
kelompok
konsumen
loyal
untuk
pendapatnya terhadap harga produk
homogen yaitu lebih banyak berpendapat
terhadap harga murah dibandingkan
berpendapat terhadap harga mahal untuk
Jeans dan kemeja. Kotler (2003)
mengungkapkan bahwa konsumen yang
akan membeli sebuah produk tidak lepas
dan pertimbangan harga produk dengan
mengeluarkan sejumlah uang yang
"wajar". Jacoby dan Olson (1977) dalam
Dodds et al. (1991) menjelaskan bahwa
harga memiliki properti eksternal yang
obyektif dan representasi internal yang
subyektif yang diturunkan dari persepsi
harga dan memiliki sejumlah makna bagi
195
JRMB, Volume 10, No 2 Desember 2015
konsumen. Dikotomi informasi ini
menggambarkan
bahwa
harga
Rp.100.000,- untuk suatu Jeans secara
kognitif bisa dinilai "mahal" oleh sebagian
konsumen dan "murah", bagi yang lain.
Persepsi terhadap stimulus harga yang
sama bisa bervariasi antar konsumen dan
bagi satu konsumen bisa bervariasi antar
produk, situasi pembelian dan waktu
(Cooper, 1969 dalam Dodds et al., 1991).
Harga sebuah produk baik barang
maupun jasa akan dipersepsikan sebagai
nilai pengorbanan. Jika harga yang
ditawarkan dianggap tinggi, maka persepsi
terhadap pengorbanan juga tinggi. Hasil
penelitian ini tidak konsisten dengan
penelitian Chauduri dan Holbrook (2001)
yang
menemukan
bahwa
seorang
konsumen loyal merek tertentu, akan
bersedia membayar mahal karena adanya
persepsi bahwa merek tersebut memiliki
nilai yang tidak tergantikan. Dalam
penelitian ini kelompok konsumen loyal
untuk merek Jeans mempersepsikan harga
mahal dan harga murah sebuah Jeans
sebagai nilai yang tidak tergantikan. Nilai
dapat didefinisikan antara manfaat yang
dirasakan terhadap harga. Hal ini terbukti
dari hasil penelitian ditemukan bahwa
konsumen loyal merek Jeans mendapatkan
manfaat karena cenderung memperhatikan
kenyamanan menggunakan Jeans dalam
kepuasan
pasca
belinya,
sehingga
kelompok loyal merek dengan harga mahal
dan kelompok loyal merek dengan harga
murah menjadi tidak berbeda dalam
kepuasan pasca belinya untuk merek
produk Jeans. Sebaliknya, kelompok
konsumen loyal untuk merek kemeja
mempersepsikan harga mahal dan harga
murah
sebuah
produk
sebagai
prestis/gengsi
karena
penggunaan
produknya dilihat oleh orang lain. Hal ini
terbukti dari hasil penelitian ditemukan
bahwa konsumen loyal merek kemeja
lebih prestis/gengsi karena cenderung
memperhatikan warna kemeja dalam
kepuasan
pasca
belinya,
sehingga
196
konsumen loyal rela membayar mahal
untuk sebuah pemilihan merek karena
warna kemeja menjadi penting dirasakan
oleh konsumen. Kelompok loyal merek
dengan harga mahal dan kelompok loyal
merek dengan harga murah menjadi
berbeda dalam kepuasan pasca belinya
untuk merek produk kemeja. Dapat
disimpulkan bahwa hipotesis 5 diterima
sebagian, yang menyatakan terdapat
perbedaan kepuasan pasca beli pada
kelompok konsumen loyal merek dengan
harga mahal dan kelompok konsumen
loyal merek dengan harga murah untuk
produk kemeja, tetapi sebaliknya menjadi
tidak diterima untuk produk Jeans.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan
hasil
pengujian
dan
pembahasan adapun hal-hal yang dapat
disimpulkan dalam penelitian ini, antara
lain: Pertama, berdasarkan hasil pengujian
hipotesis tidak terdapat perbedaan orientasi
belanja pada kelompok konsumen loyal
merek dan kelompok konsumen tidak loyal
merek. Kedua, berdasarkan hasil pengujian
hipotesis tidak terdapat perbedaan kriteria
pembelian pada kelompok konsumen loyal
merek dan kelompok konsumen tidak loyal
merek Ketiga, berdasarkan hasil pengujian
usia tidak memiliki hubungan dengan
kelompok konsumen loyal merek dan
kelompok konsumen tidak loyal merek.
Keempat, berdasarkan hasil pengujian
pendapatan tidak memiliki hubungan
dengan kelompok konsumen loyal merek
dan kelompok konsumen tidak loyal merek
Kelima, berdasarkan hasil pengujian tidak
terdapat perbedaan kepuasan pasca beli
pada kelompok konsumen loyal merek
dengan harga mahal dan kelompok
konsumen loyal merek dengan harga
murah.
Saran Penelitian
PEMBUATAN KEPUTUSAN, DEMOGRAFIS, DAN .……………………………………………(Simatupang dan Ida)
Penelitian ini tidak terlepas dari
keterbatasan dan kekurangan. Penelitian
lanjutan perlu dilakukan karena banyaknya
keterbatasan
dalam
penelitian
ini
diantaranya. Pertama, penelitian hanya
dilakukan terhadap konsumen satu industri
yaitu pakaian dengan dua kategori produk
yaitu Jeans dan kemeja sebagai obyek
penelitian. Selain itu, hasil pencarian
responden pada penelitian ini cukup
didominasi merek-merek terkenal yang
beredar dipasar. Hasil penelitian ini tidak
dapat begitu saja digeneralisasikan pada
konsumen industri pakaian dengan
kategori produk lain selain Jeans dan
kemeja. Ketua, kuesioner dalam penelitian
ini juga disebar terbatas hanya pada tiga
kampus saja, hal ini menyebabkan tingkat
generalisasi
menjadi
tidak
tinggi.
Mahasiswa yang bekerja sebagai part time
juga semakin banyak sehingga menjadi
hambatan khusus bagi peneliti dalam
mencari responden yang belum memiliki
DAFTAR REFERENSI
Andreassen, T.W. and Lindestad, B. 1998.
“Customer Loyalty and Complex
Service”. International Journal of
Service Industry Management, 9 (1):
7 - 23.
Assael, H. 1998. Consumer Behavior and
Marketing Action, 6th ed. South
Western
College
Publishing,
Cincinnati: an International Thomson
publishing Company.
Bernd, H. S.. and Patrick, G. 2006. “Are
Brands Forever? How Brand
Knowledge and Relationship Affect
Current and Future Purchase”.
Journal of Product and Brand
Management, 15 (2): 98-105 JustusLiebig-University,
Giessen,
Germany.
pendapatan sendiri dan menerima uang
saku/pendapatan dari orangtua. Ketiga,
kriteria menentukan kelompok loyal dan
kelompok tidak loyal dalam penelitian ini
adalah dengan membagi dua. Jumlah total
6 pertanyaan yang diperoleh dari hasil
jumlah tertinggi yaitu 30 ditambah hasil
jumlah terendah yaitu 6 kemudian dibagi 2
sehingga ditentukan untuk jumlah 6
sampai 18 dinyatakan kelompok tidak
loyal, sedangkan jumlah 19 sampai 30
dinyatakan kelompok loyal. Hal ini
menyebabkan perhitungan statistiknya
menjadi
kurang
akurat.
Penelitian
mendatang
sebaiknya
menggunakan
statistical split. Keempat, karakteristik
responden pada kelompok loyal merek dan
kelompok tidak loyal merek dalam
penelitian ini adalah homogen yaitu usia
dan pendapatan. Hal ini menyebabkan
kedua kelompok tidak memiliki hubungan
dengan usia dan pendapatan, serta menjadi
tidak berbeda dalam pembuatan keputusan
dan kepuasan pasca belinya.
Boulding, W., Kalra, A., Staelin, R. and
Zeithmal, V.A. 1993. “A Dynamic
Process Model-Model of Service
Quality: From Expectations to
Behavioral Intention”. Journal of
Marketing Research, 30 (2): 7 - 27.
Browne, B. and Kaldenberg, D. 1997.
“Conceptualizing Self-Moni-toring:
Link to Materialism and Product
Involvement”. Journal of Consumer
Marketing, 14 (1): 31 – 44.
Campbell and Margaret, C. 2002. “Building Brand Equity”. Interna-tional
Journal of Medical Marketing, 23
(4): 108 - 218.
Carsodo, P.R., Tsourvakas. G. and Santos,
J. 2006. Information Sources and
Clothing Brands Gmsumption in
197
JRMB, Volume 10, No 2 Desember 2015
Mediterranean
www.bouc.ubi.pt.
Countries,
Chauduri, A. and Holbrook, M.B. 2001.
“The Chain of Effects From Brand
Trust and Brand Affect to Brand
Performance: The Role of Brand
Loyalty”. Journal of Marketing, 4
(1): 81 - 93.
Cronin, J.JJR., M.K. Brady, and G.T.M.
Hurt. 2000. “Assesing The Effects of
Quality, Value and Customer
Satisfaction
on
Custo-mer
Behavioral Intentions in Service
Environment”. Journal of Retailing,
76 (2): 193-218.
Dharmmesta, B. S. 1999. “Kesetiaan
Pelanggan: sebuah Kajian konseptual
Sebagai Panduan Bagi Peneliti”.
Jurnal
Ekonomi
dan
Bisnis
Indonesia, (14): 73 - 88.
Dick, A. and Basu, K. 1994. “Customer
Loyalty: Howard an Integrated
Framework”. Journal of The
Academy of Marketing Science, (22):
99-113.
Dodds, W., Monroe, K. and Grewal, D.
1991. “Effects of Price, Brand, and
Store Information on Buyers' Product
Evaluation”. Journal of Marketing
Research, 28 (8): 307-19.
Haryati, L. 2003. “Tidak Cukup Hanya
Kepuasan Pelanggan Diperlukan
Nilai Untuk Survival”. Jurnal
Ekonomi Perusahaan, 10 (1): 37 55.
Herizon dan Maylina, W. 2003. “FaktorFaktor
Yang
Mempengaruhi
Kesetiaan Terhadap Merek Pada
Konsumen Pasta Gigi Pepsodent Di
Surabaya”, Ventura, 6 (1): 98-115.
198
Howard, A.J. and Sheth, N. J. 1991, A
Theory
of
Buyer
Behavior,
Marketing Classics: A Selection of
Influential articles, Eighth Ed,
Prentice hall.
Jamal, A. and Goode, Mark, M.H. 2001.
“Consumer and Brands: A study of
The Impact of Self Image Predict
Congruence on Brand Preference and
Satisfaction”. Marketing Intelligence
and Planning, 19 (7): 482 - 492.
Jin,
B. 1991. “A Study on The
Determinant Variables of Brand
Loyalty Related to Clothing Items”.
Unpublished Thesis, Y onsei
University, Seoul.
Kanuk, L.L. and Schiffman, L.G. 2000.
Consumer Behaviour, 7th edition.
New Jersey: Prentice Hall, Inc.
Keller, K.L. 1993. “Conceptualizing,
Measuring and Managing Customer- Based Brand Equity”. Journal
of Marketing, 57 (1): 1 - 22.
Kim, S. and Rhee, Y. 1995. “Consumer's
Clothing Brand Loyalty and Clothing
Buying Behavior”. Journal of The
Korean Society of Clothing and
Textiles, 19 (4): 602 - 614.
Kotler, P. 2003. Marketing Management,
11th ed. Upper Saddle River, NJ,
Pearson Educational International.
Loudon, D. L., Della Bitta, A. J. 1993.
Consumer Behavior: Concepts and
Applications, McGraw Hill.
McQuarrie, Edward F. Ahd Munson, J.
Michael. 1992. “A Revised Product
Involvement Inventory: Improved
Usability and Validity. Advanced In
Consumer Research, (19): 108 - 115.
PEMBUATAN KEPUTUSAN, DEMOGRAFIS, DAN .……………………………………………(Simatupang dan Ida)
McQuitty., S., Fin., A. and Willey, J., B.
2000.
“Systematically
Varying
Consumer Satisfaction and Its
Implications for Product Choice”.
Academy of Marketing Science
Review, 20 (10): 1 - 16.
Mitchell, A. 1997. “The Secret of a Good
Relationship”. Marketing Week, 20
(22): 20 - 21.
Monroe, K. B. 2003. Pricing: Making
Profitability Decision, 2nd Ed,
McGraw Hill International Editions.
O Cass, A. 2001. “Consumer SelfMonitoring,
Materialism
and
Involvement
Fashion-Clothing”.
Australian Marketing Journal, 9 (1):
46 - 60.
Oh, J. and Fiorito, S.S. 2002. “Korean
Women's Clothing Brand Loyalty”.
Journal of Fashion Marketing and
Management, 6 (3): 206 - 222.
Sekaran, U. 2000. Research Methods for
Business: a Skill Building Approach,
3rd edition. New York: John Wiley &
Sons, Inc.
Selnes, F. 1993. “An Examination of The
Effect of Product Performance on
Brand Reputation, Satisfaction and
Loyalty”. Journal of Marketing, 27
(9): 19-35.
Wood, L. M. 2004. “Dimensions of Brand
Purchasing Behavior: Consumers In
the 18-24 Age Groups”. Journal of
Consumer Behavior, 4 (1): 9 - 24.
Zaichkowsky, J. L. 1985. “Measuring The
Involvement Construct”. Journal
Consumer Research, 12 (12): 341 351.
Zeithmal, V.A. and Bitner, M.J. 1996.
Service Marketing. New York:
McGraw-Hill Companies, Inc.
Pearson, S. 1996. Building Brands
Directly: Creating Business Value
From
Customer
relationship,
London, MacMillan Press Ltd.
Purwani, K dan Dharmmesta, B. S.. 2002.
“Perilaku Beralih Merek Konsumen
Dalam Pembelian Produk Otomotif”.
Jurnal
Ekonomi
dan
Bisnis
Indonesia, 17 (3): 288 - 303.
Purwanto, B.M. 2002. “The Effect of
Salesperson Stress Factor on Job
Performance”. Jurnal Ekonomi dan
Bisnis Indonesia, 17 (2): 150 - 169.
Quester, P., and Ai Lin Lim. 2003.
“Product
InvolvementlBrand
Loyalty: is There a Link?”. Journal
of Product and Brand Management,
21(1): 22 -38.
199
KOMPORASI ANALISIS SWOT DAN SPACE.………………………. .…………………………….(Putri dan Widodo)
KOMPARASI ANALISIS SWOT DAN SPACE DALAM MENETAPKAN
STRATEGI BISNIS BERDASARKAN KONDISI LINGKUNGAN
PERUSAHAAN PADA PERUSAHAAN OUTSOURCING
Melati Diyani Putri
Alumni Program Studi Akuntansi UKDW
e-mail: [email protected]
Marbudyo Tyas Widodo
Dosen Program Studi Akuntansi UKDW
e-mail: [email protected]
ABSTRACT
This research was conducted to compare SWOT and SPACE analysis in setting business
strategy and formulate an appropriate functional strategy for corporations based on the
internal and external environment of the company. The necessary data in this study were
obtained through the dissemination of questionnaires, in-depth interviews, and observations
directly to the company then analyzed using the case study method. The results in this study
indicate that the alternative strategy of SWOT analysis is better to apply for the company
than the analysis of SPACE. Then using QSPM matrix that retrieved the most appropriate
business strategies for companies based on their environment is an extension of the market
both in the geographic or demographic.
Key words : Business strategy, SWOT and SPACE analysis, Outsourcing companies
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk mengomparasikan analisis SWOT dan SPACE dalam
menetapkan strategi bisnis dan memformulasikan strategi fungsional yang tepat bagi
Perusahaan berdasarkan kondisi lingkungan internal dan eksternal perusahaan. Data yang
diperlukan dalam penelitian ini diperoleh melalui penyebaran kuesioner, wawancara
mendalam, dan observasi langsung ke perusahaan kemudian dianalisis dengan menggunakan
metode studi kasus. Hasil dalam penelitian ini menunjukkan bahwa alternatif strategi dari
analisis SWOT lebih baik untuk diterapkan bagi perusahaan daripada analisis SPACE.
Kemudian dengan menggunakan matriks QSPM maka diperoleh strategi bisnis yang paling
tepat bagi perusahaan berdasarkan lingkungannya adalah perluasan pasar baik secara
demografis maupun geografis.
Kata kunci: strategi bisnis, komparasi, analisis SWOT, analisis SPACE, Perusahaan Jasa
Outsourcing.
PENDAHULUAN
Tahun terakhir ini sering disebut the outsourcing megatrend atau kecenderungan
besar
outsourcing
(Richardus,2003).
Outsourcing menjadi sebuah kecenderungan besar dalam bidang manajemen
dan bisnis perusahaan. Kecenderungan ini
ditimbulkan dari tuntutan pasar yang
menghendaki kecepatan dan respons yang
201
JRMB, Volume 10, No 2 Desember 2015
fleksibel terhadap keinginan pelanggan
semakin meningkat. Namun, kebutuhankebutuhan yang mengikuti tuntutan
tersebut sering kali berada di luar
kemampuan perusahaan. Sebagai hasilnya,
outsourcing muncul sebagai usaha untuk
mengontrakkan suatu kegiatan kepada
pihak luar untuk memperoleh layanan
pekerjaan yang dibutuhkan.
Perkembangan trend dalam bidang
manajemen dan bisnis ini menyebabkan
banyak perusahaan dalam bidang usaha
outsourcing mulai didirikan. Pemain baru
dalam bisnis outsourcing semakin banyak
bermunculan, pesaing bisnis
terus
bertambah, hingga tantangan dan ancaman
yang ada pun semakin meningkat. Tidak
hanya itu, kondisi lingkungan yang
senantiasa berubah juga menjadi tantangan
tersendiri dalam mempertahankan bisnis
yang ada. Hukum ketenagakerjaan, kondisi
ekonomi, dan kondisi sosial ekonomi
masyarakat merupakan beberapa kondisi
lingkungan eksternal perusahaan yang
senantiasa berubah dan berpotensi
memengaruhi prospek bisnis perusahaan.
PT Karya Kinasih Anugerah
merupakan salah satu pelopor perusahaan
outsourcing di Yogyakarta yang berdiri
pada tahun 1995. Menghadapi ketatnya
persaingan di bisnis outsourcing yang
terus berkembang, daya saing kompetitif
menjadi suatu faktor kunci untuk mampu
bertahan dan unggul dalam persaingan
yang ada.Oleh sebab itulah perencanaan
strategis dibutuhkan untuk menghasilkan
daya saing kompetitif perusahaan dengan
melihat secara objektif kondisi-kondisi
lingkungannya, baik internal maupun
eksternal.
Analisis SWOT merupakan salah
satu analisis strategi bisnis yang paling
populer dan umum digunakan untuk
menghasilkan formulasi strategi bisnis
dengan menganalisis kondisi lingkungan
internal dan eksternal perusahaan. Fokus
yang digunakan dalam analisis SWOT
adalah menganalisis kekuatan dan
202
kelemahan internal perusahaan untuk
disesuaikan dengan peluang dan ancaman
yang ada di pasar.
Persaingan yang semakin ketat
dalam bisnis outsourcing membuat peneliti
secara khusus tertarik untuk mengomparasikan analisis SWOT dengan analisis
strategi bisnis lainnya untuk menghasilkan
strategi bisnis yang paling tepat digunakan
berdasarkan kondisi lingkungan. Analisis
strategi bisnis lain yang digunakan sebagai
alat komparasi ialah analisis SPACE.
Analisis SPACE juga merupakan salah
satu analisis strategi bisnis yang
menganalisis dimensi internal dan
eksternal perusahaan. Bedanya, analisis
SPACE lebih memiliki kecenderungan
untuk menganalisis kondisi lingkungan
perusahaan yang dibandingkan kondisi
pesaing-pesaingnya.
KAJIAN LITERATUR
Perencanaan Strategis
Istilah perencanaan strategis yang
diambil dari penerjemahan strategic
planning
biasanya
setara
dengan
penerjemahan
strategic
formulation
(Riant, 2010). Perencanaan strategis
meliputi formulasi dari proses analisis,
perumusan, dan evaluasi kekuatankekuatan internal perusahaan untuk
memanfaatkan peluang dan menghadapi
ancaman eksternal (Freddy, 2014).Tujuan
utama dari perencanaan strategis adalah
supaya perusahaan dapat melihat kondisi
internal dan eksternal secara objektif untuk
mengantisipasi perubahan lingkungan
eksternal.
Dalam merumuskan suatu strategi,
beberapa ahli menyatakan terdapat tiga
level dalam pengelompokan strategi, yaitu
corporat strategy, business strategy, dan
functional strategy. (1) Corporat strategy,
adalah level strategi yang berkaitan dengan
alokasi sumber daya di antara berbagai
bisnis atau divisi suatu perusahaan. (2)
KOMPORASI ANALISIS SWOT DAN SPACE.………………………. .…………………………….(Putri dan Widodo)
Business strategy ialah strategi yang
berada pada level bisnis-bisnis tertentu
atau divisi dalam mencapai keunggulan
kompetitif. (3) Functional strategy,
merupakan strategi yang terletak pada
level tindakan yang spesifik pada tiap-tiap
bagian bisnis.
Secara umum, proses perencanaan
strategis terdiri atas tiga tahap, yaitu
perumusan strategi, implementasi strategi,
dan evaluasi strategi. Perumusan strategi
meliputi pengembangan misi bisnis,
identifikasi peluang dan ancaman eksternal
perusahaan, penetapan kekuatan dan
kelemahan internal, penetapan objektif
jangka panjang, penentuan strategi-strategi
alternatif, dan pemilihan strategi tertentu
untuk dilaksanakan.Implementasi strategi
menuntut perusahaan untuk menetapkan
sasaran tahunan, membuat kebijakankebijakan tertentu, memotivasi karyawan,
dan mengalokasikan sumber daya dalam
melaksanakan
strategi
yang
telah
ditetapkan. Sementara evaluasi strategi
merupakan tahap akhir yang digunakan
untuk memperoleh informasi, terutama
informasi tentang kapan strategi tertentu
tidak berfungsi dengan baik.
Analisis SWOT
Menurut Simbolon (1999) analisis
SWOT (Strenghts, Weaknesses, Opportunites, Threats) merupakan suatu alat
yang
efektif
dalam
membantu
menstrukturkan masalah, terutama dengan
melakukan analisis atas lingkungan
strategis, yang lazim disebut sebagai
lingkungan internal dan lingkungan
eksternal. Dalam lingkungan internal dan
eksternal ini pada dasarnya terdapat empat
unsur yang akan selalu dimiliki dan
dihadapi, yaitu secara internal memiliki
kekuatan-kekuatan (strengths) dan kele-
mahan-kelemahan(weaknesses), sedangkan secara eksternal akan berhadapan
dengan berbagai peluang (opportunities)
dan ancaman (threats).
Analisis SWOT menghasilkan empat
alternatif strategi, yaitu (1) strategi SO
atau strategi kekuatan-peluang menggunakan kekuatan internal perusahaan untuk
memanfaatkan peluang eksternal; (2)
strategi WO strategi kelemahan-peluang
bertujuan untuk memperbaiki kelemahan
dengan memanfaatkan peluang eksternal;
(3) strategi ST atau strategi kekuatanancaman menggunakan kekuatan perusahaan untuk menghindari atau mengurangi
dampak ancaman eksternal; dan (4)
strategi WT strategi kelemahan-ancaman
merupakan taktik defensif yang diarahkan
untuk mengurangi kelemahan internal dan
menghindari ancaman lingkungan.
Model-model yang digunakan dalam
analisis SWOT antara lain adalah matriks
EFI-EFE (evaluasi faktor internaleksternal), dan matriks SWOT.Matriks
Evaluasi Faktor Internal (EFI) merupakan
matriks
yang
digunakan
untuk
mengevaluasi kekuatan dan kelemahan
utama dalam berbagai bidang fungsional
dari suatu usaha. Matriks Evaluasi Faktor
Eksternal
(EFE)
digunakan
untuk
mengevaluasi informasi ekonomi, sosial
budaya, demografi, lingkungan, politik,
pemerintah, hukum, teknologi, dan
persaingan. Terakhir, matriks SWOT
terdiri atas sembilan 9 yang menunjukkan
daftar kekuatan-kelemah yang dimiliki
serta peluang dan ancaman yang harus
dihadapi, kemudian memformulasikannya
ke dalam empat strategi, yaitu SO, WO,
ST, dan WT. Di bawah ini merupakan
skema matriks SWOT yang terdiri atas
sembilan sel.
203
JRMB, Volume 10, No 2 Desember 2015
Tabel 1
Matriks SWOT
KEKUATAN – S
Selalu dibiarkan kosong
PELUANG – O
1. Daftar Peluang
ANCAMAN – T
1. Daftar Ancaman
1. Daftar Kekuatan
1.
2.
3.
1.
2.
3.
KELEMAHAN – W
1. Daftar Kelemahan
STRATEGI SO
STRATEGI WO
Gunakan kekuatan
1. Atasi kelemahan
untuk memanfaatkan 2. dengan memanfaatkan
peluang
3. peluang
STRATEGI ST
STRATEGI WT
Gunakan kekuatan
1. Meminimalkan
untuk menghindari
2. kelemahan dan
ancaman
3. menghindari ancaman
Analisis SPACE
Analisis SPACE merupakan salah
satu alat untuk menetapkan strategi bisnis
yang meliputi 4 variabel atau dimensi
strategis dari suatu perusahaan. Keempat
dimensi
tersebut
adalah
kekuatan
keuangan, keunggulan bersaing, stabilitas
lingkungan bisnis, dan daya tarik industri.
Diagram yang digunakan sebagai matriks
SPACE adalah sebagai berikut:
Gambar 1
Matriks SPACE
Ketika vektor arah perusahaan
berlokasi di kuadran agresif (kuadran
kanan atas) dari Matriks SPACE, artinya
perusahaan berada pada posisi yang baik
untuk menggunakan kekuatan internalnya
204
guna (1) memanfaatkan peluang eksternal,
(2) mengatasi kelemahan internal, dan (3)
menghindari ancaman eksternal. Dengan
demikian, penetrasi pasar, pengembangan
pasar, pengembangan produk, integrasi ke
KOMPORASI ANALISIS SWOT DAN SPACE.………………………. .…………………………….(Putri dan Widodo)
belakang, integrasi ke depan, integrasi
horizontal, diversifikasi konglomerat,
diversifikasi konsentrik, diversifikasi
horizontal, atau strategi kombinasi
semuanya bisa digunakan, tergantung pada
kondisi spesifik yang dihadapi perusahaan.
Vektor arah perusahaan pada
kuadran konservatif (kuadran kiri atas)
dari matriks SPACE mengimplikasikan
perusahaan untuk tetap berada dekat
dengan kompetensi dasar perusahaan dan
tidak mengambil risiko yang berlebihan.
Strategi
konservatif
sering
kali
memasukkan penetrasi pasar, pengembangan pasar, pengembangan produk, dan
diversifikasi konsentrik.
Vektor arah perusahaan yang berada
di kiri bawah atau kuadran defensif dari
matriks SPACE menyarankan agar
perusahaan seharusnya berfokus untuk
memperbaiki kelemahan internal dan
menghindari ancaman eksternal. Strategi
Faktor-faktor kunci
Faktor-faktor Eksternal
........
Faktor-faktor Internal
.......
*Jumlah total nilai daya tarik
defensif mencakup retrenchment, divestasi, likuidasi, dan diversifikasi konsentrik.
Vektor arah perusahaan yang berada
di kanan bawah atau kuadran kompetitif
dari matriks SPACE mengindikasikan
strategi kompetitif. Strategi kompetitif
mencakup integrasi ke belakang, ke depan,
dan horizontal; penetrasi pasar; pengembangan pasar; pengembangan produk; dan
joint venture.
Analisis QSPM
QSPM atau Quantitative Strategic
Planning Matrix merupakansuatu alat
yang membuat para perencanaan strategi
dapat menilai secara objektif strategi
alternatif yang dapat dijalankan, dengan
didasarkan atas faktor-faktor internal dan
eksternal yang telah dikenali terlebih
dahulu. Berikut ini merupakan format
dasar dari QSPM:
Tabel 2.
QSPM
STRATEGI-STRATEGI ALTERNATIF
Bobot
AS
TAS
AS
TAS
METODE PENELITIAN
Pengumpulan data pada penelitian
ini menggunakan teknik observasi
langsung, wawancara mendalam, dan
penyebaran kuesioner dengan objek
penelitian Perusahaan jasa Outsourcing di
Yogyakarta.
Analisis SWOT
1. Pengidentifikasian faktor-faktor internal
dan eksternal
2. Analisis Matriks EFI dan EFE
a) Mentransformasikan skala ordinal
Likert menjadi nilai sebagai berikut:
205
JRMB, Volume 10, No 2 Desember 2015
Penilaian kondisi : Sangat tidak
setuju = 1 , Tidak setuju= 2 ,
Setuju = 3 , Sangat setuju = 4
Urgensi
penanganan:
Tidak
berpengaruh= 1, Kurang berpengaruh
= 2, Berpengaruh= 3, Sangat
berpengaruh= 4
b) Mengalikan aspek penilaian kondisi
(rating) dengan urgensi penanganan
(bobot) untuk masing-masing faktor.
c) Hasil perkalian untuk masingmasing faktor dijumlahkan untuk
mengetahui skor kekuatan dan
kelemahan perusahaan serta peluang
dan
ancaman
yang
dimiliki
perusahaan.
3. Analisis strategi SO, ST, WO, dan WT
dalam Matriks SWOT
Analisis SPACE
1. Pengidentifikasian
dimensi-dimensi
internal dan eksternal perusahaan.
2. Penentuan rating masing-masing faktor
dalam dimensi internal dan eksternal.
Tabel 3
Dimensi Internal dan Eksternal Analisis SPACE
Dimensi Internal
Faktor-faktor Kekuatan Keuangan
....
Jumlah
Skor
Faktor-faktor Keunggulan Bersaing
....
Jumlah
Skor
....
6
5
4 3
...
...
2
1 ....
....
6
5
4 3
...
...
2
1 ....
6
5
4
3
2
1
....
6
5
4
3
2
1
....
Dimensi Eksternal
Faktor-faktor Stabilitas Lingkungan Bisnis
....
....
Jumlah
Skor
Faktor-faktor Daya Tarik Industri
....
....
Jumlah
Skor
3. Membuat Matriks SPACE untuk
menentukan posisi strategis perusahaan
dengan menjumlahkan rating faktorfaktor dalam dimensi internal dan
eksternal. Sumbu y dan sumbu x dalam
matriks SPACE diperoleh dari:
Sumbu Y
= Kekuatan Keuangan –
Stabilitas Lingkungan Bisnis
Sumbu X
= Daya Tarik Industri –
Keunggulan Bersaing
Analisis QSPM
206
1. Memeriksa matriks-matriks pencocokan
dalam matriks QSPM untuk mengenali
dan
mempertimbangkan
strategistrategi alternatif yang ada berdasarkan
alternatif strategi yang diperoleh dari
matriks SWOT. Alternatif-alternatif
strategi tersebut kemudian dituliskan
pada baris atas matriks QSPM.
2. Menentukan nilai AS (Attractive Score)
atau nilai daya tarik masing-masing
alternatif strategi. Dengan memeriksa
KOMPORASI ANALISIS SWOT DAN SPACE.………………………. .…………………………….(Putri dan Widodo)
masing-masing faktor internal dan
eksternalnya.
3. Menghitung TAS (Total Attractive
Score) atau Total Nilai Daya Tarik,
yang merupakan hasil perkalian bobot
dengan nilai daya tarik di masingmasing baris. TAS menunjukkan daya
tarik relatif dari masing-masing
alternatif strategi dengan mempertimbangkan dampak faktor keberhasilan
kritis internal dan eksternal yang
berdekatan.
4. Menghitung jumlah TAS di masingmasing kolom strategi matriks QSPM.
Semakin tinggi jumlah TAS maka
semakin tinggi peluang keberhasilan
alternatif strategi tersebut.
c.
HASIL PENELITIAN
Analisis SWOT
1. Kekuatan/Strength
a. Sumber daya manusia mendukung
dan berkualitas. PT Karya Kinasih
Anugerah (perusahaan) memiliki 9
perusahaan pengguna dengan total
karyawan
bagian
operasional
sebanyak 205 orang dimana di
masing-masing peruahaan pengguna
terdapat 1 orang pengawas dan 1
orang koordinator yang bertugas
mengawasi dan mengatur kinerja
karyawan supaya sesuai dengan
standar kerja yang telah ditetapkan.
Direktur Operasional dan Personalia
perusahaan ini menyatakan bahwa
95% karyawannya memiliki tingkat
kedisiplinan yang tinggi dalam
bekerja karena adanya tuntutan akan
kedisiplinan,
ketertiban,
dan
terutama kebersihan bagi perusahaan
outsourcing yang bergerak dalam
jasa kebersihan.
b. Standar kerja rapi dan terstruktur.
Perusahaan memiliki pembagian
kerja yang sama untuk setiap
karyawannya, baik bagi karyawan
d.
e.
f.
administrasi maupun bagian operasional, yaitu 8 jam kerja yang dibagi
ke dalam shift pagi dan siang.
Sementara standar kerja yang
diterapkan perusahaan menyesuaikan
standar kebutuhan masing-masing
perusahaan pengguna yang beragam.
Posisi keuangan kuat. Posisi
keuangan Perusahaan yang dilihat
berdasarkan
analisis
aktivitas,
profitabilitas, likuiditas, dan solvabilitas menunjukkan bahwa perusahaan mampu meningkatkan kinerja
keuangannya. Selain itu, juga
tercatat bahwa perusahaan tidak
memiliki utang jangka panjang
maupun jangka pendek sejak tahun
2011. Meski demikian perusahaan
ketersediaan kas dalam perusahaan
tidak berlebihan dengan kecukupan
modal
setiap
tahunnya
dan
perputaran aktiva tetap yang baik.
Reputasi kualitas kinerja perusahaan
baik. Reputasi kinerja Perusahaan
tercermin dari kualitas layanan dan
kemampuan
perusahaan
dalam
mempertahankan
loyalitas
pelanggannya.
Sarana dan prasarana fisik tersedia
dengan lengkap dan dalam kondisi
baik. Sarana dan prasarana memiliki
kontribusi yang sangat penting bagi
pelaksanaan kegiatan usaha Perusahaan, terutama karena Perusahaan
bergerak
dalam
bidang
jasa
kebersihan. Menurut opini karyawan
perusahaan ini, Perusahaan memiliki
sarana dan prasarana yang lengkap
dan mampu mencukupi kebutuhan
kegiatan operasional.
Loyalitas
pelanggan
terhadap
perusahaan
tinggi.
Loyalitas
pelanggan Perusahaan ditunjukkan
dari para perusahaan penggunanya
yang tidak pernah berpaling dari
perusahaan ini dari awal hingga saat
ini. Bukannya berkurang, jumlah
207
JRMB, Volume 10, No 2 Desember 2015
pelanggan Perusahaan justru bertambah dari waktu ke waktu.
g. Jaringan
kerja
luas.Perusahaan
memiliki jaringan kerja yang cukup
luas
dari
hubungan-hubungan
pribadi pemimpin perusahaan ini. Di
samping itu, perusahaan juga mampu
menjaga hubungan baik yang sudah
terjalin ini karena reputasi yang
dimilikinya terkait kinerja para
karyawannya.
2. Kelemahan/Weakness
a. Minimnya
inovasi
strategi
pemasaran. Selama 20 tahun
perusahaan hingga saat ini, metode
pemasaran yang dilakukan oleh
Perusahaan adalah dengan personal
selling atau penjualan personal.Di
samping
itu,
metode-metode
pemasaran lainnya seperti periklanan, direct marketing atau
pemasaran
langsung,
public
relations, sales promotion atau
promosi
penjualan,
maupun
penjualan interaktif tidak pernah
dilakukan oleh perusahaan.
b. Kebijakan perusahaan yang terlalu
memanjakan karyawan.Perusahaan
memiliki budaya dengan karakter
dominan yang berlandaskan kasih.
Oleh sebab itu perusahaan cenderung
mementingkan kesejahteraan karyawannya dibanding meningkatkan
keuntungan perusahaan.
c. Iklim kompetitif antar karyawan
sangat minim. Iklim antar karyawan
yang
minim
adalah
karena
Perusahaan sendiri tidak menanamkan
budaya
kompetitif
dan
minimnya kebijakan perusahaan
yang mampu memdorong tingkat
kompetitif karyawan.
d. Kondisi
kantor
operasional
perusahaan kurang mendukung.
Perusahaan sudah memiliki 9
perusahaan pengguna dengan total
208 karyawan. Meski demikian
208
perusahaan masih belum mampu
meningkatkan fungsi kantor operasionalnya secara signifikan sejak
awal pendiriannya tahun1995.
e. Minimnya aset teknologi yang
dimiliki perusahaan. Dalam aspek
sarana teknologi, bisa dikatakan aset
yang dimiliki Perusahaan masih
minim dengan 2 unit komputer, 3
unit telepon, dan 1 unit printer.
f. Dukungan manajemen perusahaan
kurang baik. Perusahaan memiliki
dukungan manajemen yang kurang
baik, terutama dalam bidang
keuangan dan pemasaran.
g. Kompetensi sumber daya manusia di
bidang keuangan lemah. Kompetensi
sumber daya manusia di bidang
keuangan yang lemah disebabkan
oleh tidak adanya satu pun personel
dalam Perusahaan yang berpendidikan khusus di bidang keuangan.
3. Peluang/Opportunity
a. Perluasan struktur demografi dan
geografi target pasar.Perkembangan
prospek bisnis outsourcing yang
semakin meningkat dapat menjadi
peluang untuk mengembangkan
perusahaan. Dengan reputasi yang
telah dimiliki, perusahaan ini dapat
memperluas pasar targetnyabaik
secara demografis maupun geografis.
b. Pengembangan usaha ke jasa
keamanan,
gardening,
serta
pengadaan barang dan jasa kantor. .
Seiring berjalannya waktu, banyak
perusahaan
outsourcing
mulai
dibangun di Yogyakarta dan
persaingan ketat di bisnis ini tidak
terhindarkan. Pesaing-pesaing Perusahaan
banyak
yang
mulai
mengembangkan bisnisnya agar
mampu bersaing dan mengungguli
pesaingnya dalam bisnis ini. Hal ini
juga dapat dijadikan peluang oleh
Perusahaan agar tidak kalah bersaing
dengan para pesaingnya.
KOMPORASI ANALISIS SWOT DAN SPACE.………………………. .…………………………….(Putri dan Widodo)
c. Prospek usaha outsourcing jangka
panjang. Perkembangan prospek
bisnis outsourcing yang terus
meningkat dari waktu ke waktu.
Potensi labanya yang diperkirakan
mencapai Rp 92 triliun rupiah
menjadi peluang yang sangat besar
mengingat
perkiraan
jumlah
perputaran
uang
di
bisnis
outsourcing di tahun 2014 hanya Rp
17,5 triliun.
d. Pendirian gedung-gedung baru di
Yogyakarta.Belakangan ini banyak
gedung baru yang didirikan di
Yogyakarta,
terutama
yang
berbentuk mall. Hal ini menjadi
peluang besar bagi perusahaan
mengingat klien pertama Perusahaan
adalah Galeria Mall.
4. Ancaman/Threat
a. Meningkatnya jumlah pesaing dalam
bisnis
jasa
outsourcing.Dinas
Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Daerah Istimewa Yogyakarta (Dinas
Nakertrans DIY) mencatat terdapat
75 perusahaan penyedia jasa di DIY.
Jumlah ini meningkat dari jumlah
tercatat terakhir pada tahun 2013
sebanyak 53 perusahaan.
b. Perusahaan-perusahaan outsourcing
di luar Kota Yogyakarta. Pesaing
sekunder dari Perusahaan adalah PT
Agta Mandiri Konsultan yang
merupakan perusahaan outsourcing
di luar Yogyakarta namun mampu
meraih pangsa pasar yang cukup
besar di Yogyakarta.
c. Rendahnya
tingkat
kompetitif
perusahaan dalam bisnis outsourcing. Perusahaan sudah berdiri
selama kurang lebih 20 tahun.
Namun melihat perkembangannya
saat ini dari awal pendiriannya yang
tak terlalu signifikan dan bahkan
telah dilampaui pesaingnya yang
baru berdiri dapat dikatakan
Perusahaan
memiliki
tingkat
kompetitif yang rendah.
d. Undang-undang pemerintah terkait
ketenagakerjaan.Indonesia
menerbitkan UU No. 13 Tahun 2012
tentang Komponen dan Pelaksanaan
Tahapan Pencapaian Kebutuhan
Hidup Layak. Melalui undangundang ini, Pemerintah Indonesia
mengatur upah minimum yang layak
diterima oleh karyawan outsourcing.
Peningkatan upah minimum pekerja
akan
mengakibatkan
para
perusahaan pengguna mengurangi
jumlah karyawan yang akan
dikontrak untuk melakukan jasa
kebersihan. Akibatnya, Perusahaan
pun juga harus mengurangi jumlah
karyawan bagian kebersihan yang
dimilikinya.
e. Keadaan
perekonomian
secara
global. Meski bukan ancaman yang
besar namun keadaan perekonomian
yang terus mengalami perubahan
juga menjadi salah satu faktor
ancaman bagi keberlangsungan
bisnis outsourcing Perusahaan.
f. Fluktasi harga bahan bakar minyak.
Harga bahan bakar minyak telah
mengalami beberapa perubahan
sejak pemerintahan Presiden Joko
Widodo pada kwartal akhir tahun
2014 yang lalu. Dapat dikatakan
harga bahan bakar minyak pada
periode pemerintahan saat ini lebih
fluktuatif dibandingkan tahun-tahun
sebelumnya sehingga sedikit banyak
juga dapat menjadi ancaman bagi
perusahaan.
g. Perkembangan-perkembangan
teknologi baru.Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi saat
ini menjadi salah satu faktor penentu
keberhasilan bisnis suatu perusahaan. Perusahaan yang mampu
memanfaatkan pekembangan tersebut dengan lebih baik memiliki
peluang yang lebih besar untuk
bertahan dalam bisnis. Meski
demikian, jika tidak mampu
209
JRMB, Volume 10, No 2 Desember 2015
meningkatkan kemampuan teknologi
tersebut
maka
perkembangan
teknologi yang cepat dapat menjadi
ancaman yang besar.
Hasil Pembobotan Matriks EFI dan
EFE
Tabel 1 dan hasil pembobotan matriks
EFE (Evaluasi Faktor Eksternal) disajikan
pada Tabel 2. Setelah pembobotan akan
diketahui besarnya faktor kekuatan,
kelemahan, peluang, dan ancaman yang
kemudian akan dianalisis lebih lanjut
menggunakan matriks SWOT pada Tabel
3.
Hasil pembobotan matriks EFI
(Evaluasi Faktor Internal) disajikan pada
Tabel 4.
Matriks EFI Perusahaan
No
Kekuatan
1 SDM bagian operasional yang mendukung dan
berkualitas.
2 Sarana dan prasarana fisik yang tersedia lengkap
dan dalam kondisi baik.
3 Loyalitas pelanggan terhadap perusahaan.
4 Standar kerja yang rapi dan terstruktur.
5 Reputasi kualitas kinerja perusahaan yang baik.
6 Posisi keuangan yang kuat.
7 Jaringan kerja yang luas.
Jumlah
Bobot Rating
0,09
4
No
Kelemahan
1 Kompetensi SDM yang lemah dalam bidang
keuangan.
2 Minimnya inovasi strategi pemasaran.
3 Dukungan manajemen perusahaan yang kurang
baik.
4 Kebijakan perusahaan yang terlalu memanjakan
karyawan.
5 Kondisi kantor operasional perusahaan yang
kurang mendukung.
6 Minimnya aset teknologi yang dimiliki
perusahaan.
7 Iklim kompetitif antar karyawan yang sangat
minim.
Jumlah
Total Kekuatan + Kelamahan
210
Skor
0,36
0,09
4
0,36
0,09
0,07
0,07
0,07
0,05
0,54
4
3
3
3
3
0,36
0,21
0,21
0,21
0,15
1,86
Bobot Rating
0,08
4
Skor
0,32
0,08
0,08
3
3
0,24
0,24
0,07
3
0,21
0,06
3
0,18
0,05
3
0,15
0,05
3
0,15
0,46
1,00
1,49
3,35
KOMPORASI ANALISIS SWOT DAN SPACE.………………………. .…………………………….(Putri dan Widodo)
Tabel 5.
Matriks EFE Perusahaan
No
Peluang
1 Prospek usaha outsourcing jangka panjang.
2 Pengembangan usaha ke jasa gardening.
3 Pendirian gedung-gedung baru di Kota
Yogyakarta.
4 Perluasan struktur demografi target pasar.
5 Perluasan struktur geografi target pasar.
6 Pengembangan usaha ke jasa keamanan.
7 Pengembangan usaha ke pengadaan barang dan
jasa kantor.
Jumlah
No
Ancaman
1 Rendahnya tingkat kompetitif perusahaan dalam bisnis
Bobot Rating
0,10
4
0,09
3
0,09
3
0,08
0,08
0,08
0,05
Skor
0,40
0,27
0,27
2
3
3
2
0,24
0,24
0,24
0,10
0,55
Bobot Rating
0,07
4
1,76
Skor
0,28
outsourcing.
2
3
4
5
6
7
Undang-undang pemerintah terkait
ketenagakerjaan.
Perusahaan-perusahaan outsourcing di luar Kota
Yogyakarta.
Meningkatnya jumlah pesaing dalam bisnis jasa
outsourcing
Fluktuasi harga BBM.
Keadaan perekonomian secara global.
Perkembangan teknologi-teknologi baru.
Jumlah
Total Peluang + Ancaman
Dari Tabel 1. Hasil Pembobotan
Matriks EFI, terlihat bahwa jumlah skor
faktor kekuatan lebih besar daripada
jumlah skor faktor kelemahan dimana
faktor kekuatan sebesar 1,86 sementara
faktor kelemahan adalah 1,49. Hal ini
menunjukkan bahwa faktor kekuatan lebih
mendominasi daripada faktor kelemahan
di Perusahaan. Sedangkan pada Tabel 2.
Hasil Pembobotan Matriks EFE, faktor
0,08
3
0,24
0,08
3
0,24
0,07
3
0,21
0,05
0,05
0,06
3
3
2
0,15
0,15
0,12
0,45
1,00
1,39
3,15
peluang memiliki skor yang lebih besar
dibanding faktor ancaman, yaitu 1,76
banding 1,39. Artinya faktor peluang lebih
berpengaruh dibanding faktor ancaman
bagi Perusahaan. Analisis ini nantinya
akan digunakan untuk menentukan
alternatif strategi terpilih dari 4 alternatif
strategi yang terdapat pada matriks SWOT
seperti yang terlihat pada Tabel 3 Matriks
SWOT di bawah ini:
211
JRMB, Volume 10, No 2 Desember 2015
Tabel 6
Matriks SWOT Perusahaan
IFAS
STRENGTHS
SDM bagian operasional
yang mendukung dan
berkualitas.
Sarana dan prasarana fisik
yang tersedia lengkap dan
dalam kondisi baik.
Loyalitas pelanggan
terhadap perusahaan.
Standar kerja yang rapi dan
terstruktur.
WEAKNESSES
Kompetensi SDM yang lemah
dalam bidang keuangan.
Reputasi kualitas kinerja
perusahaan yang baik.
Kondisi kantor operasional
perusahaan yang kurang
mendukung.
Minimnya aset teknologi yang
dimiliki perusahaan.
Posisi keuangan yang kuat.
Jaringan kerja yang luas.
EFAS
Total Skor: 1,86
OPPORTUNITIES
Prospek usaha outsourcing jangka
panjang.
Pengembangan usaha ke jasa
gardening.
Pendirian gedung-gedung baru di
Kota Yogyakarta.
Perluasan struktur demografi target
pasar.
Minimnya inovasi strategi
pemasaran.
Dukungan manajemen
perusahaan yang kurang baik.
Kebijakan perusahaan yang
terlalu memanjakan karyawan.
Iklim kompetitif antar
karyawan yang sangat minim.
Total Skor: 1,49
STRATEGI SO
Memperluas pasar, baik
secara demografis maupun
geografis.
Pengembangan usaha ke
jasa keamanan dan
gardening.
Pengembangan usaha ke
pengadaan barang dan jasa
kantor.
STRATEGI WO
Meningkatkan aktivitas
pemasaran.
STRATEGI ST
Menjaga kualitas jasa dan
loyalitas pelanggan.
STRATEGI WT
Mengusahakan pengembangan
dan pelatihan manajemen
perusahaan.
Mengoptimalkan kinerja SDM
yang ada.
Mengusahakan pengembangan
dan pelatihan SDM.
Perluasan struktur geografi target
pasar.
Pengembangan usaha ke jasa
keamanan.
Pengembangan usaha ke
pengadaan barang dan jasa kantor.
Total Skor: 1,76
THREATS
Rendahnya tingkat kompetitif
perusahaan dalam bisnis
outsourcing.
Undang-undang pemerintah terkait
ketenagakerjaan.
212
KOMPORASI ANALISIS SWOT DAN SPACE.………………………. .…………………………….(Putri dan Widodo)
Perusahaan-perusahaan
outsourcing di luar Kota
Yogyakarta.
Meningkatnya jumlah pesaing
dalam bisnis jasa outsourcing
Fluktuasi harga BBM.
Keadaan perekonomian secara
global.
Perkembangan teknologi-teknologi
baru.
Total Skor: 1,39
Berdasarkan analisis matriks EFI,
jumlah skor faktor kekuatan lebih besar
dibandingkan
jumlah
skor
faktor
kelemahan, yaitu 1,86 dibanding 1,49.
Sementara dalam matriks EFE yang
menganalisis
lingkungan
eksternal
perusahaan, jumlah skor faktor peluang
lebih besar dibanding jumlah skor faktor
ancamannya, yaitu 1,76 banding 1,39. Atas
pertimbangan kedua hal ini, maka strategi
alternatif yang akan dipilih dari keempat
alternatif strategi dalam matriks SWOT
adalah strategi SO yang mencakup
perluasan pasar secara demografis dan
geografis, pengembangan usaha ke jasa
keamanan
dan
gardening,
serta
pengembangan usaha ke pengadaan barang
dan jasa perkantoran.
Analisis SPACE
1. Kekuatan Keuangan
a. Collection period.Collection period
Perusahaan cenderung mengalami
penurunan dari tahun 2010 hingga
tahun 2014. Collection period yang
semakin menurun tiap tahunnya
menunjukkan bahwa perusahaan
mampu dapat mengelola piutangnya
dengan efisien, sehingga memiliki
rating = 5.
b. Fixed assets turnover. Perusahaan
mampu meningkatkan efisiensinya
dalam menciptakan penjualan dari
perputaran aset tetap selama 5 tahun
terakhir. Berdasarkan pertimbangan
tersebut maka faktor inimemperoleh
rating = 4.
c. Working capital turnover. Rasio
working capital turnoverPerusahaan
terus meningkat dari tahun 20102014. Artinya perusahaan mampu
meningkatkan kemampuan efisiensinya dalam penggunaan modal kerja
dengan
sangat
efisien
dan
memperoleh rating = 5.
d. ROE. Perusahaan memiliki nilai
ROE yang fluktuatif selama 5 tahun
terakhir. Meski demikian, nilai rasio
ini memiliki kecenderungan meningkat, walau tidak setiap tahunnya,
dalam 5 tahun. Hal yang sama juga
terjadi pada nilai ROA perusahaan
karena nilai kedua rasio ini
cenderung sama. Jika diperhatikan
lebih lanjut, fluktuasi yang sama
terjadi juga terjadi pada gross
margin dan operating margin yang
dimiliki perusahaan. Untuk itu nilai
ROE, ROA, gross margin, dan
operating
margin
Perusahaan
memperoleh rating = 4.
e. Analisis likuiditas. Dalam hal
likuiditas, Perusahaan dapat dikatakan memiliki tingkat likuiditas yang
sangat tinggi mengingat perusahaan
ini hampir tidak memiliki utang
sama sekali selama 5 tahun terakhir.
Di samping itu, Perusahaan juga
memiliki ketersediaan kas yang
213
JRMB, Volume 10, No 2 Desember 2015
memenuhi untuk kegiatan operasional jangka pendek dan jangka
panjangnya dan peningkatan aset
tetap perusahaan setiap tahunnya.
Berdasarkan hal ini, maka analisis
likuiditas memperoleh rating = 4.
2. Keunggulan Bersaing
a. Pangsa pasar. Perusahaan masih
belum dapat menyaingi pangsa pasar
pesaing primernya dan bahkan kalah
jauh di belakangnya. Meskipun
demikian, Perusahaan masih mampu
mengungguli pesaing sekundernya
meski nilainya tidak terlalu besar.
Dengan mempertimbangkan hasil
ini, maka pangsa pasar relatif
Perusahaan memperoleh rating = 2.
b. Kualitas produk/jasa. Berdasarkan
wawancara
terhadap
beberapa
perusahaan pengguna Perusahaan
diketahui bahwa kualitas kebersihan
yang dihasilkan oleh jasa kebersihan
Perusahaan rata-rata berada di atas
perusahaan pesaingnya. Mempertimbangkan hal-hal tersebut maka rating
yang diberikan untuk faktor kualitas
produk adalah = 4.
c. Loyalitas pelanggan. Indikator dari
loyalitas pelangganadalah repeat
purchase (kesetiaan terhadap pembelian produk atau jasa), retention
(ketahanan terhadap pengaruh yang
negatif mengenai perusahaan) dan
referalls (mereferensikan secara total
efisiensi perusahaan). Perusahaan
mampu memenuhi keempat indikator tersebut sehingga rating yang
diberikan untuk faktor loyalitas
pelanggan adalah = 4.
3. Daya Tarik Industri
a. Tingkat pertumbuhan pendapatan.
Pertumbuhan pasar di bidang jasa
outsourcing, terutama jasa kebersihan memang masih menjanjikan
mengingat pertumbuhan industri dan
lingkungan bisnis yang ada saat ini
214
menuntut dibangunnya gedunggedung baru untuk melangsungkan
bisnis yang ada. Di samping itu,
menurut penelitian yang dilakukan
Divisi Riset PPM Manajemen
terhadap 44 perusahaan dari berbagai
industri
73%
diantaranya
menggunakan jasa outsourcing. Oleh
sebab itulah faktor ini diberi rating =
4.
b. Potensi laba. Pada tahun 2014,
prospek bisnis outsourcing di
Indonesia dan perputaran uang di
dalamnya diperkirakan mencapai RP
17,5 triliun. Sementara potensi bisnis
outsorurcing di dunia diperkirakan
akan mencapai US $ 970 miliar atau
Rp 9.215 triliun di tahun 2015. Jika
Indonesia bisa mengambil 1% saja
dari
jumlah
tersebut,
maka
perputaran bisnis ini di Indonesia
dapat mencapai Rp 92 triliun pada
tahun tersebut.Untuk itulah potensi
laba diberi rating = 5.
c. Pemanfaatan teknologi. Perusahaan
adalah perusahaan outsourcing yang
tak
terlalu
terpengaruh
oleh
perkembangan berbagai teknologi
canggih terbaru di samping teknologi
informasi dan komunikasi. Kegiatan
operasional yang dilakukan dalam
perusahaan ini hanya menyediakan
tenaga kerja untuk jasa kebersihan,
utamanya, pada berbagai perusahaan
pengguna.Untuk
itulah
faktor
pemanfaatan teknologi diberi rating
= 3.
4. Stabilitas Lingkungan Bisnis
a. Sulitnya pemain baru untuk masuk.
Modal untuk mengawali bisnis
outsourcing, terutama dalam bidang
jasa kebersihan tidak terlalu besar
jika dibandingkan
bisnis-bisnis
lainnya. Perusahaan mengawali
bisnisnya
dengan
modal
Rp
15.000.000,00. Tenaga kerja pun
mudah diperoleh karena tingkat
KOMPORASI ANALISIS SWOT DAN SPACE.………………………. .…………………………….(Putri dan Widodo)
pengangguran yang masih cukup
tinggi di Indonesia. Atas dasar
alasan-alasan tersebut maka faktor
ini akan diberi rating = 4.
b. Tekanan persaingan. bisnis outsourcing merupakan bisnis dengan
potensi yang besar di Indonesia.Di
Yogyakarta saja sudah terdapat 75
perusahaan
outsourcing
yang
terdaftar pada tahun 2015 ini dari
yang semula hanya 53 perusahaan di
tahun 2013. Untuk itulah tekanan
persaingan diberi rating = 4.
c. Variasi kebutuhan. Pada tahun 2012,
pemerintah memperbaharui peraturan terkait pekerjaan alih daya atau
outsourcing melalui peraturan yang
tertera dalam Permenakertrans No
19/2012 hingga hanya ada 5 jenis
pekerjaan yang diijinkan dalam
bisnis outsourcing, yaitu jasa
kebersihan, keamanan, transportasi,
katering, dan pemborongan pertambangan. Dikeluarkannya peraturan
ini membuat variasi kebutuhan yang
dilayani oleh jasa outsourcing
semakin sedikit. Terlebih, jasa yang
ditawarkan oleh Perusahaan hanya
mencakup jasa kebersihan dan
kemananan. Untuk itulah faktor ini
diberi rating = 3.
Matriks SPACE
Setelah menganalisis semua faktor
yang termasuk dalam dimensi internal
maupun dimensi eksternal Perusahaan,
maka berikut ini merupakan rangkuman
rating yang diperoleh oleh faktor-faktor
tersebut:
Tabel 7
Dimensi Internal Matriks SPACE Perusahaan
Faktor-faktor Kekuatan Keuangan
Collecting period
Pendek 6 5 4 3 2 1
Fixed assets turnover
Rendah 6 5 4 3 2 1
Working capital turnover
Tinggi
6 5 4 3 2 1
ROE
Tinggi
6 5 4 3 2 1
ROA
Tinggi
6 5 4 3 2 1
Gross margin
Tinggi
6 5 4 3 2 1
Profit margin
Tinggi
6 5 4 3 2 1
Analisis likuiditas
Lancar
6 5 4 3 2 1
34
Jumlah
3,78
Skor
Faktor-faktor Keunggulan Bersaing
Pangsa pasar
Besar
6 5 4 3 2 1
Kualitas produk
Superior 6 5 4 3 2 1
Loyalitas pelanggan
Tinggi
6 5 4 3 2 1
10
Jumlah
3,33
Skor
Panjang
Tinggi
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Tidak seimbang
Kecil
Inferior
Rendah
215
JRMB, Volume 10, No 2 Desember 2015
Tabel 8
Dimansi Eksternal Matriks SPACE Perusahaan
Faktor-faktor Stabilitas Lingkungan Bisnis
Sulitnya pemain baru untuk masuk
Sulit
6 5 4 3
Tekanan persaingan
Tinggi
6 5 4 3
Variasi kebutuhan
Banyak
6 5 4 3
11
Jumlah
3,67
Skor
Faktor-faktor Daya Tarik Industri
Tingkat pertumbuhan pendapatan
Tinggi
6 5 4 3
Potensi laba
Tinggi
6 5 4 3
Pemanfaatan teknologi
Sederhana 6 5 4 3
12
Jumlah
4,00
Skor


Dari hasil tersebut maka diperoleh:
Sumbu Y = Kekuatan Keuangan –
Stabilitas Lingkungan Bisnis
= 3,78 – 3,67 = 0,11
Sumbu X = Daya Tarik Industri –
Keunggulan Bersaing
0,7
0,6
0,5
0,4
0,3
0,2
0,1
-0,7 -0,6 -0,5 -0,3 -0,3 -0,2 -0,1
-0,1
0,1
0,2
0,3 0,8
-0,2
-0,3
-0,4
-0,5
-0,6
-0,7
Defensif
Bersaing
Gambar 3
Matriks SPACE Perusahaan
216
2 1 Rendah
2 1 Rendah
2 1 Rumit
= 4,00 –3,33 = 0,67
Berdasarkan hasil di atas maka
berikut ini merupakan posisi Perusahaan
pada matriks SPACE:
Agresif
Konservatif
2 1 Mudah
2 1 Rendah
2 1 Sedikit
0,5 10,6 0,7
KOMPORASI ANALISIS SWOT DAN SPACE.………………………. .…………………………….(Putri dan Widodo)
Hasil matriks SPACE di atas
menunjukkan bahwa Perusahaan berada
pada posisi strategi agresif. Artinya,
perusahaan memiliki posisi strategis yang
sangat baik. Strategi-strategi alternatif
yang dapat digunakan apabila posisi
perusahaan berada pada strategi agresif
adalah penetrasi pasar, perluasan pasar,
dan pengembangan produk.
Komparasi Analisis SWOT dan SPACE
Analisis
SWOT
menggunakan
analisis lingkungan internal yang terdiri
atas kekuatan dan kelemahan internal
perusahaan serta analisis lingkungan
eksternal yang mencakup peluang dan
ancaman eksternal bagi perusahaan.
Sementara
itu,
analisis
SPACE
menggunakan analisis dimensi internal
berupa kekuatan keuangan dan keunggulan
bersaing serta analisis dimensi eksternal
yang meliputi stabilitas lingkungan bisnis
dan daya tarik industri. Serupa tapi tak
sama, demikianlah pisau analisis yang
digunakan dalam analisis SWOT dan
analisis SPACE. Keduanya memiliki
perbedaan pada masing-masing tahapan
dan prosesnya seperti yang ditunjukkan
dalam tabel berikut ini:
Tabel 9
Komparasi Analisis SWOT dan SPACE Perusahaan
Tahap
Sumber data
Pengumpulan
data
Analisis
SWOT
Data yang diperlukan dalam analisis SWOT mampu diperoleh
peneliti melalui penyebaran kuesioner, hasil wawancara, dan
observasi lingkungan perusahaan. Oleh sebab itulah, tahap
selanjutnya dalam proses analisis data dapat dilakukan tanpa adanya
kendala yang berarti.
SPACE
Data yang diperlukan dalam analisis SPACE selain dapat diperoleh
dari hasil wawancara, observasi, juga memerlukan pencarian data
dan analisis melalui sumber sekunder lainnya. Di samping itu, ada
pula data terkait pangsa pasar dalam bisnis outsourcing di wilayah
Yogyakarta yang tidak dapat diperokeh. Oleh sebab itulah
diperlukan alternatif lain, yaitu dengan mengukur pangsa pasar
relatif, yaitu membandingkan jumlah pelanggan perusahaan dengan
perusahaan pesaing primer dan sekundernya di tahun 2014.
Teknik pengumpulan data pada analisis SWOT dapat dilakukan
melalui wawancara mendalam dan penyebaran kuesioner sesuai
dengan cara yang telah ditetapkan dalam berbagai kajian literatur
dan tidak ada kendala berarti dalam pengumpulan data untuk analisis
SWOT.
Pada analisis SPACE, teknik pengumpulan data yang seharusnya
digunakan adalah wawancara mendalam dan penyebaran kuesioner.
Namun dalam penelitian ini, peneliti menilai penyebaran kuesioner
tidak mampu memberikan hasil penelitian yang valid karena
responden dalam penelitian ini tidak memahami faktor-faktor yang
ada dalam analisis SPACE, seperti rasio-rasio pada faktor kekuatan
keuangan atau pangsa pasar pada faktor keunggulan bersaing.
Analisis data pada analisis SWOT cenderung objektif karena melalui
proses penyebaran kuesioner pada responden yang berkaitan. Namun
kelemahannya adalah faktor-faktor yang dianalisis mayoritas
berdasarkan penilaian dari pihak internal perusahaan yang belum
tentu sesuai dengan kondisi yang sesungguhnya terjadi.
SWOT
SPACE
Analisis data
Penjelasan
SWOT
217
JRMB, Volume 10, No 2 Desember 2015
Hasil penelitian
SPACE
Proses analisis data pada analisis SPACE cenderung subjektif karena
menggunakan subjektivitas peneliti untuk pemberian skor
padamatriks SPACE. Kelebihannya adalah faktor-faktor yang
dianalisis adalah berdasarkan fakta yang benar-benar terjadi dalam
bisnis yang dilakoni oleh perusahaan.
SWOT
Untuk menentukan alteratif strategi yang akan dipilih dari keempat
alternatif strategi dalam analisis SWOT biasanya membutuhkan
pisau analisis yang lain, yaitu analisis Strategi Besar. Jika tidak
menggunakan bantuan analisis tersebut, maka peneliti harus
melakukan penilaian lebih lanjut untuk menentukan alternatif
strategi yang akan dipilih.
Berbeda dari matriks SWOT yang memerlukan analisis lain untuk
mempertegas posisi perusahaan dalam menentukan alternatif strategi
yang akan dipilih, matriks SPACE dapat langsung menunjukkan
posisi strategis perusahaan, baik itu pada posisi strategi agresif,
konservatif, bersaing ataupun defensif. Oleh sebab itulah dalam
analisis SPACE tidak diperlukan penilaian lebih lanjut untuk
menentukan posisi strategis perusahaan.
SPACE
Penetapan
QSPM
Strategi
Bisnis
keamanan dan gardening, dan (3)
pengembangan usaha ke pengadaan barang
dan jasa perkantoran. Berikut ini
merupakan perhitungan analisis matriks
QSPM terhadap strategi-strategi alternatif
tersebut:
dengan
Strategi-strategi alternatif yang akan
dianalisis dengan QSPM adalah (1)
perluasan pasar secara demografis dan
geografis, (2) pengembangan usaha ke jasa
Tabel 10.
QSPM Perusahaan
No.
Faktor Kunci Kekuatan
1 SDM bagian operasional
yang mendukung dan
berkualitas.
2 Sarana dan prasarana fisik
yang tersedia lengkap dan
dalam kondisi baik.
3 Loyalitas pelanggan
terhadap perusahaan.
4 Standar kerja yang rapi dan
terstruktur.
5 Reputasi kualitas kinerja
perusahaan yang baik.
6
7
218
Posisi keuangan yang kuat.
Jaringan kerja yang luas.
Jumlah
Strategi 1
Bobot AS TAS
0,09
5 0,45
Strategi 2
AS
TAS
3
0,27
Strategi 3
AS TAS
3
0,27
0,09
4
0,36
2
0,18
3
0,27
0,09
1
0,09
3
0,27
2
0,18
0,07
4
0,28
3
0,21
3
0,21
0,07
4
0,28
3
0,21
3
0,21
0,07
0,05
3
3
0,21
0,15
1,82
3
3
0,21
0,15
1,50
4
3
0,28
0,15
1,57
KOMPORASI ANALISIS SWOT DAN SPACE.………………………. .…………………………….(Putri dan Widodo)
Tabel 10 Lanjutan
No. Faktor Kunci Kelemahan
1 Kompetensi SDM yang
lemah dalam bidang
keuangan.
2 Minimnya inovasi strategi
pemasaran.
3 Dukungan manajemen
perusahaan yang kurang
baik.
4 Kebijakan perusahaan yang
terlalu memanjakan
karyawan.
5 Kondisi kantor operasional
perusahaan yang kurang
mendukung.
6 Minimnya aset teknologi
yang dimiliki perusahaan.
7 Iklim kompetitif antar
karyawan yang sangat
minim.
Jumlah
No.
Faktor Kunci Peluang
1 Prospek usaha outsourcing
Strategi 1
Bobot AS TAS
0,08
3 0,24
Strategi 2
AS
TAS
3
0,24
Strategi 3
AS TAS
3
0,24
0,08
4
0,32
3
0,24
3
0,24
0,08
3
0,24
3
0,24
3
0,24
0,07
3
0,21
3
0,21
2
0,14
0,06
2
0,12
2
0,12
2
0,12
0,05
2
0,10
3
0,15
3
0,15
0,05
1
0,05
1
0,05
1
0,05
1,00
1,28
Strategi 1
Bobot AS TAS
0,10
4 0,40
1,01
Strategi 2
AS TAS
4
0,40
1,18
Strategi 3
AS
TAS
4
0,40
jangka panjang.
2
3
4
5
6
7
Pengembangan usaha ke
jasa gardening.
Pendirian gedung-gedung
baru di Kota Yogyakarta.
Perluasan struktur
demografi target pasar.
Perluasan struktur geografi
target pasar.
Pengembangan usaha ke
jasa keamanan.
Pengembangan usaha ke
pengadaan barang dan jasa
kantor.
Jumlah
0,09
3
0,27
4
0,36
1
0,09
0,09
2
0,18
4
0,36
4
0,36
0,08
5
0,40
3
024
3
0,24
0,08
5
0,40
3
0,24
3
0,24
0,08
2
0,16
4
0,32
1
0,08
0,05
2
0,10
1
0,05
5
0,25
1,91
1,97
1,66
219
JRMB, Volume 10, No 2 Desember 2015
Tabel 10. Lanjutan
No.
Faktor Kunci Ancaman
1 Rendahnya tingkat kompetitif
Strategi 1
Bobot AS TAS
0,07
3 0,21
Strategi 2
AS TAS
3
0,21
Strategi 3
AS
TAS
3
0,21
perusahaan dalam bisnis
outsourcing.
2
3
4
5
6
7
Undang-undang pemerintah
terkait ketenagakerjaan.
Perusahaan-perusahaan
outsourcing di luar Kota
Yogyakarta.
Meningkatnya jumlah
pesaing dalam bisnis jasa
outsourcing
Fluktuasi harga BBM.
Keadaan perekonomian
secara global.
Perkembangan teknologiteknologi baru.
Jumlah
Total
0,08
3
0,24
3
0,24
3
0,24
0,08
4
0,32
4
0,32
3
0,24
0,07
2
0,14
2
0,14
2
0,14
0,05
0,05
3
2
0,15
0,10
3
3
0,15
0,15
3
3
0,15
0,15
0,06
2
0,12
3
0,18
3
0,18
1,00
Hasil QSPM di atas menunjukkan
strategi 1 atau perluasan pasar secara
demografis dan geografis memperoleh
total TAS sebesar 6,29; strategi 2 atau
pengembangan usaha ke jasa keamanan
dan gardening memperoleh total TAS
sebesar 5,87; dan strategi 3 atau
pengembangan usaha ke pengadaan barang
dan jasa perkantoran memperoleh total
TAS sebesar 5,72. Dari hasil tersebut,
maka rekomendasi strategi bisnis yang
paling baik untuk diterapkan berdasarkan
faktor-faktor kunci lingkungan internal
dan eksternal perusahaan adalah strategi 1
atau perluasan pasar secara demografis dan
geografis.
Formulasi Strategi Fungsional
1. Strategi Fungsional Pemasaran
a. Meningkatkan standar kerja yang
rapi dan terstruktur untuk masing-
220
1,28
6,29
b.
c.
d.
e.
1,39
5,87
1,31
5,72
masing jenis usaha perusahaan
pengguna.
Memberikan QoS (Quality of
Service)
yang
lebih
tinggi
dibandingkan perusahaan pesaing.
Memperlengkapi
mesin
dan
peralatan
kebersihan
dengan
penggunaan bahan kimia ramah
lingkungan.
Menetapkan harga yang cenderung
lebih rendah dibanding perusahaanperusahaan pesaing lainnya untuk
menarik perhatian konsumen dan
memicu peningkatan permintaan
yang juga berasal dari pangsa pasar
perusahaan pesaing.
Memperluas wilayah pemasaran
sehingga akan diperoleh skala
ekonomis yang akan berdampak
pada
harga
yang
kompetitif
dibandingkan dengan pesaing.
KOMPORASI ANALISIS SWOT DAN SPACE.………………………. .…………………………….(Putri dan Widodo)
f. Pembentukan saluran distribusi
berganda untuk melayani beberapa
segmen pelanggan.
g. Membuat web marketing untuk
memperkenalkan
Perusahaan
Mendan
jasa-jasa
yang
ditawarkannya secara luas.
h. Meningkatkan intensitas personal
selling dengan mempromosikan jasa
outsourcing
Perusahaan
secara
langsung
kepada
calon-calon
perusahaan pengguna.
i. Membuat
promo
paket
jasa
kebersihan dengan harga bersaing.
2. Strategi Fungsional Keuangan
a. Meningkatkan pendapatan sebagai
sumber
pendanaan
primer
perusahaan.
b. Melakukan
peminjaman
uang
kepada bank sebagai sumber
pendanaan sekunder perusahaan.
c. Penetapan harga produk dengan cara
value pricing atau berdasarkan nilai
produk, bukan berdasarkan biaya
produksi.
d. Menggunakan prinsip customer
oriented dalam menetapkan nilai
produk agar harga produk yang
ditetapkan dapat bersaing dengan
harga pesaing.
3. Strategi Fungsional Sumber Daya
Manusia
a. Mengadakan
pelatihan
dan
pengembangan manajemen dan
karyawan perusahaan.
b. Membentuk budaya kompetitif di
antara para karyawan untuk memicu
semangat kerja karyawan dengan
berbagai reward.
c. Meningkatkan
kedisiplinan
karyawan dengan kebijakan sanksi
yang ketat.
d. Menyusun KPI (Key Performance
Indicators) sebagai alat pengawasan
kinerja karyawan.
4. Strategi Fungsional Operasional
a. Menetapkan pemasok berdasarkan
kualitas bahan pasokan untuk
b.
c.
d.
e.
menjaga kualitas jasa kebersihan dan
kepuasan konsumen.
Menyusun pengendalian persediaan
bahan dan sarana prasarana sehingga
efisiensi
persediaan
dalam
perusahaan dapat berjalan dengan
baik.
Membuat SOP (Standar Operasional
Prosedur) yang disesuaikan dengan
situasi, kondisi, dan kebutuhan
perusahaan pengguna.
Pengaturan jobdesk untuk karyawan
sesuai dengan bagiannya masingmasing.
Pengaturan sistem pembagian kerja
yang efektif untuk memaksimalkan
kinerja dan tanggung jawab masingmasing karyawan.
PENUTUP
Kesimpulan
Dengan
menggunakan
analisis
SWOT, alternatif strategi terpilih adalah
strategi SO (Strength-Opportunity) yang
mencakup memperluas pasar baik secara
demografis maupun geografis, pengembangan usaha ke jasa keamanan dan
gardening, serta pengembangan usaha ke
pengadaan barang dan jasa kantor.
Sementara berdasarkan analisis SPACE
disimpulkan bahwa perusahaan berada
pada posisi strategis agresif. Strategi
alternatif yang dapat digunakan pada
posisi ini adalah penetrasi pasar, perluasan
pasar, dan pengembangan produk.
Komparasi antara analisis SWOT dan
SPACE menunjukkan bahwa analisis
SWOT lebih mudah untuk dilakukan dan
hasil yang diperoleh dari analisis SWOT
lebih kompatibel dibanding analisis
SPACE maka alternatif-alternatif strategi
yang akan digunakan adalah yang berasal
dari analisis SWOT, yaitu perluasan pasar
secara
demografis
dan
geografis,
pengembangan usaha ke jasa keamanan
dan gardening, serta pengembangan usaha
ke pengadaan barang dan jasa. Kemudian
melalui analisis QSPM akhirnya terpilih
221
JRMB, Volume 10, No 2 Desember 2015
strategi bisnis yang paling tepat untuk
diterapkan pada perusahaan,
yaitu
perluasan pasar baik secara demografis
maupun geografis.
Saran
Dari
fakta-fakta
yang
telah
disimpulkan, berikut beberapa saran yang
dapat direkomendasikan bagi Perusahaan:
(a) Perusahaan sebaiknya meningkatkan
daya saing kompetitifnya, baik secara
internal antar karyawan di dalam
perusahaan maupun daya saing kompetitif
perusahaan itu sendiri dalam bisnis
outsourcing. (b) Perusahaan perlu
melakukan berbagai metode strategi
pemasaran jika ingin memperluas pasar
dan berkembang lebih besar. (c)
Perusahaan perlu menerapkan sistem
reward dan punishment yang mampu
memicu karyawan untuk bekerja dengan
lebih baik. (d) Perusahaan perlu
melakukan pelatihan terhadap sumber
daya manusia bagian keuangannya atau
merekrut sumber daya yang benar-benar
berkualifikasi pada bidang tersebut. (e)
Perusahaan
sebaiknya
meningkatkan
kemampuan
manajerialnya
dalam
mengelola perusahaan.
DAFTAR REFERENSI
David,F.R., 2004. Manajeman Strategis
Konsep. Jakarta: Salemba Empat.
David, M. E. and David, F.R. 2009. The
Quantitative Strategic Planning
Matrix (QSPM) Applied to a Retail
Computer Store. The Coastal
Business Journal. Vol. 8, No. 1.
Denzin, N. K. dan Lincoln, S.Y. 2009.
Handbook of Qualitative Research.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Ghocani, S. M. 2012. Application of
SPACE Matrix. IISTE. ISSN 2224607X. Vol. 2, No. 8.
Gurbuz, T. 2013. A Modified Strategic
Position and Action Evaluation
(SPACE) Matrix Method. Hong
Kong: IMECS. Vol. 2.
Indrajit, R. E. dan Djokoprandoto, R..
2003. Proses Bisnis Outsourcing.
Jakarta: Grasindo.
Jauch, L. R. dan Glueck, W.F. 1998.
Manajemen Strategis dan Kebijakan.
Perusahaan. Edisi Ketiga. Jakarta:
Erlangga.
222
Nugroho, R. 2010. Perencanaan Strategies
in Action. Jakarta: Elex Media
Komputindo.
Patton, M. Q. 2002. Qualitative Research
and Evaluation Methods. USA: Sage
Publication Inc.
Pearce, J. A. dan Robinson, R.B. Jr. 2008.
Manajemen Strategis: Formulasi,
Implementasi, dan Pengendalian.
Edisi 10. Jakarta: Salemba Empat.
Rangkuti, F. 2014. Analisis SWOT: Teknik
Membedah Kasus Bisnis. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Silaban, B. E. dan Firaidie, P. R.2008.
Analisis Strategi Bisnis RSTI dengan
Matriks SPACE. Jakarta: Esensi.
Vol. 11, No. 1.
JRMB, Volume 10, No 2 Desember 2015
INDEKS SUBYEK
JURNAL RISET MANAJAMEN & BISNIS (JRMB)
A
Age,173
Audit committee,97, 110. 113
J
B
L
Board size, 97, 110, 113
Brand Loyalty, 175, 177
Business strategy, 2001, 202, 203
Buying Criteria, 175
Leadership Style,123, 125
Loyalty,147, 149, 150, 151, 152, 153, 154
C
Compensation, 123, 125
Corporate Social Responsibility, 97, 105, 106,
110, 112
D
Dynamic Marketing Capability, 159, 160, 162,
161, 162
E
Earnings Management, 97, 106, 110, 111,
112, 114, 116, 119
Employee’s Performance, 123,126
Employee Productivity,135, 140
Environmental Dynamism, 159, 160, 171, 163,
164, 165
F
Financial,135, 136
Firm Performance , 159, 164, 165, 166, 167,
168, 169, 170, 171
G
Good Corporate Governance, 97, 102, 103,
109, 110
I
Income, 173
Independent board, 97, 110, 113
Institutional ownership, 97, 110, 113
Job Satisfaction, 135
M
Managerial ownership, 97,110, 113
Market Orientation,159, 160, 163, 164, 165,
166, 167, 168, 169, 170
N
Non Financial Compensation,135, 136
O
Outsourcing companies, 201, 202, 204, 207,
208, 209, 211, 212, 213, 214, 215
P
Post-Purchase Satisfaction, 173
Promotion, 145,153
Public ownership, 97, 110, 113
S
Satisfaction, 147
Service Performance, 148
Shopping Orientation, 177
SPACE analysis, 201, 202, 204, 205, 206, 213,
215, 216, 217, 220
Strategic Flexibility,159, 160, 163, 164, 165,
166, 167, 168, 169, 170, 171
SWOT , 201, 202, 203, 204
JRMB, Volume 10, No 2 Desember 2015
INDEKS PENULIS
JURNAL RISET MANAJAMEN & BISNIS (JRMB)
A
Agustini Dyah Respati, 147
Ambar Kusuma Astuti, 147
E
Edi Santosa, 159
D
Dian Kurniawan,97
Dionysia Kowanda,97
H
Hadi Purnomo, 159
M
Marbudyo Tyas Widodo, 201
Marlis Ida, 175
Melati Diyani Putri, 201
R
R Pandji Cepi Asmara, 135
Rowland Bismark Fernando Pasaribu,97
Rintar Agus Simatupang, 175
S
Said Mardijanto, 123
Susi Widjajani,135
JRMB, Volume 10, No 2 Desember 2015
PEDOMAN PENULISAN
JURNAL RISET MANAJAMEN & BISNIS (JRMB)
Standar Format Umum
1. Naskah yang ditulis untuk JRMB meliputi hasil penelitian dan hasil telaah atau konseptual
pemikiran dalam bidang manajemen dan bisnis. Naskah dapat ditulis dalam bahasa
Indonesia atau bahasa Inggris sesuai gaya selingkung yang ditentukan.
2. Penulis mengirim tiga eksemplar naskah dan satu compact disk (CD) yang berisikan
naskah tersebut kepada redaksi. Satu eksemplar dilengkapi dengan nama dan alamat
sedang dua lainnya tanpa nama dan alamat yang akan dikirim kepada mitra bestari.
Naskah dapat dikirim juga melalui e-mail.
3. Naskah yang dikirim belum pernah diterbitkan di media lain yang dibuktikan dengan
pernyataan tertulis yang ditandatangani oleh semua penulis bahwa artikel tersebut belum
pernah dipublikasikan.
4. Naskah dan CD dikirim kepada Dewan Redaksi
Jurnal Riset Manajemen & Bisnis (JRMB)
Fakultas Bisnis Universitas Kristen Duta Wacana
Jalan Dr. Wahidin S. No. 5 – 19, Yogyakarta 55224
Telpon (0274) 563929, Fax (0274) 513235
e-mail: [email protected]
atau [email protected]
Standar Format Penampilan
1. Naskah diketik menggunakan program Microsoft Word pada ukuran kertas A4 berat 80
gram, jarak 2 spasi, jenis huruf Times New Roman berukuran 12 point, margin kiri 4 cm,
serta margin atas, kanan dan bawah masing-masing 3 cm.
2. Setiap halaman diberi nomor secara berurutan. Gambar dan tabel dikelompokan bersama
pada lembar terpisah dibagian akhir Naskah.
3. Angka dan huruf pada gambar, tabel, atau histogram menggunakan jenis huruf Times New
Roman berukuran 10 point.
4. Naskah ditulis maksimum sebanyak 30 halaman termasuk gambar dan tabel.
Standar Sistematika Penulisan Artikel
1.
2.
3.
4.
Artikel hasil penelitian terdiri atas Judul, Nama Penulis, Alamat Penulis, Abstrak,
Pendahuluan, Metode, Hasil, Pembahasan, Simpulan, Saran, dan Daftar Rujukan.
Artikel Konseptual atau hasil pemikiran (kajian pustaka) terdiri atas Judul, Nama
Penulis, Alamat Penulis, Abstrak, Pendahuluan, Pembahasan, Simpulan, dan daftar
Rujukan.
Judul ditulis ringkas, spesifik, dan lugas yang menggambarkan isi artikel. Judul dalam
bahasa Indonesia tidak boleh lebih dari 12 kata, sedangkan judul dalam bahasa Inggris
tidak boleh lebih dari 10 kata. Judul ditulis dengan huruf kapital dengan jenis huruf
Times New Roman berukuran 14 point, jarak satu spasi, dan terletak ditengah-tengah
tanpa titik.
Nama Penulis ditulis lengkap tanpa gelar akademis disertai alamat institusi penulis yang
dilengkapi dengan nomor telpon, fax, dan e-mail.
JRMB, Volume 10, No 2 Desember 2015
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
Abstrak dan kata kunci (keyword) ditulis dalam dua bahasa (Bahasa Indonesia dan
Bahasa Inggris). Panjang masing masing abstrak ditulis dalam satu paragraf tidak lebih
dari 150 kata. Abstrak mengandung uraian minimal berisi tentang tujuan, metode, hasil
utama, dan simpulan yang ditulis dalam satu spasi. Kata kunci (keyword) ditulis miring,
berkisar 3 - 5 (tiga sampai lima) kata, satu spasi setelah abstrak.
Pendahuluan berisi latar belakang, konteks penelitian, pustaka yang mendukung, tujuan
penelitian, dan harapan hasil penelitian. Seluruh bagian pendahuluan dipaparkan secara
terintegrasi dalam bentuk paragraf-paragraf, dengan panjang 5-15% dari total panjang
artikel.
Kajian Literatur dan Pengembangan Hipotesis. Berisi tentang penjelasan dan prediksi
teoritis, model teoritis dan hasil riset sebelumnya atas isu atau fenomena yang dibahas
dan uraian pengembangan hipotesis. Panjang paparan 10-15% dari panjang artikel.
Metoda berisi paparan dalam bentuk paragraf tentang rancangan penelitian, sasaran
penelitian (populasi dan sampel), teknik pengumpulan data, pengembangan pengukuran,
dan teknik analisis data, dengan panjang 10-20% dari total panjang artikel.
Hasil Penelitian menyajikan uraian hasil penelitian berkaitan dengan tujuan penelitian.
Deskripsi hasil penelitian disajikan secara jelas. Deskripsi dan interpretasi hasil berkaitan
dengan hasil (bersih) analisis data. Pemakaian tabel, grafik atau bagan sangat disarankan
untuk meperjelaskan hasil.
Pembahasan memuat diskusi hasil penelitian sendiri yang dikaitkan dengan tujuan
penelitian. Pembahasan menjelaskan mengapa hasil penelitian demikian, memapar logika
perolehan temuan, menginterpretasi temuan, dan mengaitkan dengan teori atau hasil
penelitian yang relevan. Panjang paparan hasil penelitian dan pembahasan 40-50% dari
panjang artikel
Pembahasan (khusus tulisan konseptual atau hasil pemikiran) memuat kupasan masalah
yang dikaji, bersifat analitik, argumentatif, logis, kritis, dan yang terpenting
menunjukkan pendirian atau sikap penulis. Panjang paparan pembahasan 40-60% dari
panjang artikel.
Bagian simpulan dan saran. Simpulan berisi jawaban atas tujuan penelitian dan khusus
tulisan koseptual: penegasan pendirian penulis. Pemberian saran memuat keterbatasan
penelitian serta saran penelitian ke depan dan bagi praktis. Simpulan dan saran
disajikan dalam bentuk paragraf.
Kutipan
Kutipan dalam teks dibuat dalam format nama, tahun, seperti Dittmar dan Thakor
(2006) untuk awal kalimat, dan (Dittmar dan Thakor,2006) untuk akhir kalimat. Jika
Penulis lebih dari dua dipergunakan et al. Setelah penulis pertama, seperti: Garardi, et
al. (2010). Untuk referensi yang lebih dari satu, kutipan didasarkan atas kronologi tahun
atau urutan abjad jika terdapat tahun yang sama. Contoh (Marosi dan Massoud, 2008;
Cohen dan Smitz, 2009; Verdelhan, 2010) atau (Hoberg dan Phillips, 2010; Liberti and
Mian, 2010; Verdelhan, 2010)
Daftar Referensi
a. Diharapkan dirujuk referensi 10 tahun terakhir dengan proporsi pustaka primer
(jurnal) minimal 80%.
b. Hanya memuat referensi yang diacu dalam artikel dan ditulis secara alfabetis
berdasarkan huruf awal dari nama penulis pertama.
c. Cara penulisan daftar Referensi seperti yang dipakai pada JRMB berikut ini:
JRMB, Volume 10, No 2 Desember 2015
Jurnal
Dittmar, A. and Thakor, A. 2006. “Why do Firms Issue Equity?”. Journal of Finance,
62 (1): 1-54
Buku
Mooler, R. R. 2007. Caso Enterprise Risk Management: understanding the new
integrated ERM Framework. New Jersey: Jhon Willey & Son, Inc.
Buku Kumpulan Artikel
Keasey, K. And Wright, M. (Eds.) 1997. Corporate Governance: Responsibilities, Risk
and Remuneration. New Jersey: Jhon Willey & Son, Inc.
Prosiding
Ernyan dan Husnan, S. 2002. Perbandingan Underpricing Penerbitan Saham Perdana
Perusahaan Keuangan dan Non-Keuangan di Pasar Modal Indonesia: Pengujian
Hipotesis Asimetrik Informasi. Prosiding, Simposium Nasional Keuangan dalam
Rangka Dies Natalis Ke 47 Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada; Yogyakarta,
28 Sepetember 2002. Fakultas Ekonomi, UGM, Yogyakarta. Halaman 43-56.
Artikel dalam Buku
Ezzamel, M. and Watson, R. 1997. Executive Remuneration and Corporate Performance.
In: K. Keasey & M. Wright. Eds. Corporate Governance: Responsibilities, Risk and
Remuneration. Jhon Willey & Son, Inc., New York
Skripsi/Tesis/Disertasi
Terry, S. D. 2010. Pengaruh Corporate Governance Terhadap Peringkat dan Yield
Obligasi. Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Duta Wacana. Yogyakarta
Internet
French, K. R. 2005. Data Library, http://www.mba.tuck.dartmouth.edu/pages/faculty/
ken.french/data library.html, Diakses 10 Januari, 2011
Dokumen Resmi
(ECFIN) Institute for Economic and Financial Research. 2011. Indonesian Capital
Market Directory, 2011 Twenty-Second Edition
Ilustrasi
a. Tabel tidak menggunakan garis jaringan (gridlines), cukup gunakan garis horisontal di
atas atau di bawah heading kolum dan di bawah baris akhir tabel atau panel.
b. Judul tabel, grafik, histogram, sketsa, diagram, peta, bagan, dan gambar diberi nomor
urut. Judul singkat tetapi jelas beserta satuan-satuan yang dipakai. Judul ilustrasi
ditulis dengan jenis huruf Times New Roman berukuran 10 point, masuk satu tab (5
ketukan) dari pinggir kiri, awal kata menggunakan huruf capital, dengan jarak 1 spasi.
c. Keterangan tabel ditulis di sebelah kiri bawah menggunakan huruf Times New Roman
berukuran 10 point jarak satu spasi.
d. Penulisan angka desimal dalam bentuk tabel untuk bahasa Indonesia dipisahkan
dengan koma (,) dan untuk bahasa Inggris digunakan titik (.).
JRMB, Volume 10, No 2 Desember 2015
e. Nama Latin, Yunani, atau Daerah dicetak miring sedang istilah asing diberi tanda
petik.
f. Satuan pengukur menggunakan Sistem Internasional (SI).
Standar Mekanisme Penyuntingan Naskah
1. Naskah harus mengikuti gaya selingkung yang telah ditetapkan. Naskah yang sesuai
dengan gaya penulisan diteruskan ke Dewan Penyunting untuk ditelaah diterima atau
ditolak, tetapi Naskah yang tidak sesuai akan dikembalikan ke penulis untuk diperbaiki.
2. Naskah yang diterima atau naskah yang formatnya sudah diperbaiki selanjutnya dicarikan
Penyunting Ahli (Mitra Bestari) tentang rekomendasi kelayakan terbit. Naskah yang
sudah ditelaah oleh Mitra Bestari ada empat kemungkinan rekomendasi: dapat diterima
tanpa revisi, dapat diterima dengan revisi kecil (revisi oleh mitra bestari dan penyunting
pelaksana), dapat diterima dengan revisi mayor (perlu direview lagi setelah revisi
penulis), dan tidak layak muat.
3. Apabila terjadi ketidaksesuaian di antara para Mitra Bestari, Dewan Penyunting dapat
membuat keputusan untuk menerima berdasarkan pada suara mayoritas mitra bestari.
Keputusan penolakan Dewan Penyunting dikirimkan kepada penulis serta alasan
penolakannya.
4. Naskah yang mengalami perbaikan dikirim kembali ke penulis untuk perbaikan. Naskah
yang sudah diperbaiki oleh penulis diserahkan kepada Dewan Penyunting untuk
diteruskan kepada Penyunting palaksana/pelaksana Tata Usaha.
5. Contoh Cetak Naskah sebelum terbit dikirimkan ke penulis untuk mendapatkan
persetujuan.
6. Naskah siap cetak dan cetak lepas (off print) dikirim ke penulis.
Download