BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Klasifikasi Hipertensi

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi dan Klasifikasi Hipertensi
Hipertensi merupakan suatu kelainan, suatu gejala dari gangguan pada
mekanisme regulasi tekanan darah. Menurut The Seventh Report of The Joint
National Committe on Detection, Evaluation and Treatment of High Blood
Pressure (JNC VII) tahun 2003, hipertensi adalah peningkatan tekanan darah
sistolik ≥140 mmHg atau tekanan diastolik ≥90 mmHg.
Tabel 2.1 Klasifikasi tekanan darah berdasarkan JNC VII
Klasifikasi
Sistolit (mmHg)
Diastolit (mmHg)
Normal
<120
<80
Prehipertensi
120-139
80-89
Hipertensi stage I
140-159
90-99
Hipertensi stage II
>160
>100
Faktor-faktor yang mempengaruhi tekanan darah (Hart, dkk., 2009), antara
lain:
a. Kecepatan: jantung anda memompa darah ke dalam arteri dengan kecepatan
yang bervariasi, bergantung pada apa yang dilakukan dan apa yang dipikirkan.
b. Diameter: arteri yang lebih kecil mempunyai diameter yang bervariasi
bergantung pada tekanan pada benang-benang otot yang mengelilinginya.
Tekanan ini bergantung terutama pada sinyal dari otak dan berbagai bahan
kimia dalam peredaran darah (hormon) yang dilepaskan oleh organ-organ lain
dalam tubuh.
c. Gesekan: gesekan sepanjang dinding-dinding arteri meningkat sewaktu arteri
menjadi makin tua dan makin dipenuhi oleh plak seperti lilin yang terbuat dari
bekuan darah dan kolesterol. Proses tersebut menaikkan tekanan darah dengan
6
Universitas Sumatera Utara
cara menaikkan ketahanan terhadap aliran darah, sementara aliran akan
dipercepat dengan tekanan yang meningkat, jadi terbentuk proses berantai.
d. Viskositas dan Volume: baik viskositas maupun volume darah bervariasi,
bergantung terutama pada asupan garam, efisiensi ginjal dan ukuran serta
bentuk sel darah merah, yang dapat diubah oleh kadar zat besi yang rendah
dalam darah atau kadar alkohol darah yang tinggi.
Mekanisme yang berkaitan dengan pemelihara tekanan darah sangat
kompleks. Tekanan darah terutama dikontrol oleh otak , sistem saraf otonom,
ginjal, beberapa kelenjar endokrin, arteri dan jantung. Otak adalah pusat
pengontrol tekanan darah didalam tubuh. Organ ini juga langsung mengatur
berbagai organ lain dalam menanggapi permintaan dan keperluan tubuh. Ginjal
adalah organ yang berfungsi mengatur fluida (campuran cairan gas) didalam
tubuh. Ginjal juga memproduksi hormon yang disebut renin. Renin dari ginjal
merangsang pembentukan angiotensin. Angiotensin menyebabkan pembuluh
darah mengerut sehingga tekanan darah meningkat. Hormon dari beberapa organ
juga dapat mempengaruhi darah. Pada bagian atas ginjal terdapat sebuah kelenjar
kecil yang disebut kelenjar adrenal. Kelenjar ini mensekresikan beberapa hormon
yang dapat meningkatkan tekanan darah, termasuk kortison, adrenalin dan
aldosteron (Hayens, 2003).
2.2 Penyebab Hipertensi
Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi hipertensi primer dan
hipertensi sekunder (Ruhyanudin, 2006):
a. Hipertensi primer atau hipertensi esensial adalah hipertensi yang penyebabnya
tidak diketahui. Terjadi pada sekitar 90% penderita hipertensi. Hipertensi
7
Universitas Sumatera Utara
primer kemungkinan disebabkan oleh beberapa perubahan pada jantung dan
pembuluh darah kemungkinan bersama-sama menyebabkan meningkatnya
tekanan darah.
b. Hipertensi sekunder adalah jika penyebabnya diketahui. Pada sekitar 5-10%
penderita hipertensi penyebabnya adalah penyakit ginjal.
2.3 Diagnosis Hipertensi
Hipertensi dapat didiagnosis melalui gejala klinik dan pemeriksaan tekanan
darah.
2.3.1 Gejala Klinik
Hipertensi tidak memberikan gejala khas, baru setelah beberapa tahun
adakalanya pasien merasakan nyeri kepala pagi hari sebelum bangun tidur. Nyeri
ini biasanya hilang setelah bangun. Gangguan hanya dapat dikenali dengan
pengukuran tensi dan adakalanya melalui pemeriksaan tambahan terhadap ginjal
dan pembuluh darah (Tan dan Kirana, 2010).
2.3.2 Pemeriksaan Tekanan Darah
Dikatakan seseorang memiliki tekanan darah tinggi jika pada saat duduk
tekanan sistolik mencapai 140 mmHg atau lebih, atau tekanan distolik mencapai
90 mmHg atau lebih, atau keduanya. Pada tekanan darah tinggi, biasanya terjadi
kenaikan tekanan sistolik dan diastolik. Tetapi diagnosis tidak dapat ditegakkan
hanya berdasarkan satu kali pengukuran (Ruhyanudin, 2006).
Jika pada pengukuran pertama memberikan hasil yang tinggi, maka tekanan
darah diukur kembali dan kemudian diukur sebanyak 2 kali pada 2 hari berikutnya
untuk meyakinkan adanya hipertensi. Hasil pengukuran bukan hanya menentukan
8
Universitas Sumatera Utara
adanya tekanan darah tinggi, tetapi juga digunakan untuk menggolongkan
beratnya hipertensi (Ruhyanudin, 2006).
2.4. Penatalaksanaan Hipertensi
Tujuan umum pengobatan hipertensi adalah penurunan mortalitas dan
morbiditas. Tujuan tersebut berhubugan dengan kerusakan organ target dan terjadi
penurunan kejadian resiko penyakit kardiovaskular, serebrovaskular, dan penyakit
ginjal (Depkes, RI., 2006).
Tatalaksana terapi hipertensi berdasarkan pedoman teknis penemuan dan
tatalaksana penyakit hipertensi tahun 2006, yaitu:
a. Seseorang didiagnosis menderita hipertensi maka yang pertama dilakukan
adalah mencari faktor resiko. Setelah ditemukan faktor resiko, dapat dilakukan
terapi awal yaitu terapi non farmakologi dengan modifikasi gaya hidup. Bila
penurunan tekanan darah tidak tercapai maka terapi non farmakologi dilakukan
bersamaan dengan terapi farmakologi.
b. Terapi farmakologi disesuaikan dengan tingkat hipertensi, adatidaknya
komplikasi penyakit atau keadaan khusus seperti diabetes melitus dan
kehamilan.
c. Terapi farmakologi pilihan pertama yang digunakan adalah golongan tiazid,
kedua golongan ACE Inhibitor, kemudian diikuti golongan antagonis kalsium.
d. Bila terapi tunggal tidak berhasil, maka diberikan terapi kombinasi
e. Bila tekanan darah target tidak dapat dicapai baik melalui modifikasi gaya
hidup dan terapi kombinasi dilakukan sistem rujukan spesialis.
2.4.1 Non Farmakologi
9
Universitas Sumatera Utara
Penatalaksanaan nonfarmakologi diartikan sebagai penatalaksanaan tanpa
obat. Terapi nonfarmakologi terdiri dari beberapa modifikasi gaya hidup seperti:
a. Menguruskan Badan
Berat badan berlebihan (kegemukan) menyebabkan bertambahnya volumedarah dan perluasan sistem sirkulasi. Bila bobot ekstra dihilangkan tekanan darah
dapat turun kurang lebih 0,7/0,5 mmHg setiap kg penurunan. Di anjurkan BMI
antara 18,5-24,9 kg/m2 (Tan dan Kirana, 2010).
b. Mengurangi Konsumsi Garam
Bila kadar Na di filtrat glomeruli rendah, maka lebih banyak air akan
dikeluarkan untuk menormalisasi kadar garam dalam darah. Akibat pengeluaran
ekstra air tersebut, tekanan darah akan turun. Pengurangan setiap gram garam
sehari dapat berefek penurunan tensi 1 mmHg. Maka untuk mencapai penurunan
tekanan darah yang nyata, konsumsi garam harus dibatasi sampai <6 g sehari (Tan
dan Kirana, 2010).
c. Adaptasi Pengaturan Pola Makan Berdasarkan DASH
Konsumsi makanan yang mengandung banyak buah dan sayur serta
mengurangi asupan lemak atau yang mengandung lemak diperkirakan dapat
menurunkan tekanan diastolik 8-14 mmHg (Chobanial, dkk., 2003).
d. Aktivitas Fisik
Aktifitas olahraga aerobik (jogging sekitar 30 menit setiap hari, atau lebih
dari sekali dalam seminggu diperkirakan dapat menurunkan tekanan diastolik 4-9
mmHg (Chobanial, dkk., 2003).
10
Universitas Sumatera Utara
e. Pengurangan Konsumsi Alkohol dan Berhenti Merokok
Tembakau mengandung nikotin yang memperkuat kerja jantung dan
menciutkan arteri kecil hingga sirkulasi darah berkurang dan tekanan darah
meningkat (Tan dan Kirana, 2010). Konsumsi alkohol tidak lebih dari dua jenis
minuman beralkohol atau bahkan penghentian penggunaan alkohol diperkirakan
dapat menurunkan tekanan diastolik 2-4 mmHg (Chobanial, dkk., 2003).
2.4.2 Farmakologi
Penatalaksanaan farmakologi hipertensi terdiri dari tujuh kelompok
antihipertensi antara lain:
2.4.2.1 Diuretika
Diuretika meningkatkan pengeluaran garam dan air oleh ginjal hingga
volume darah dan tekanan darah menurun. Disamping itu, diperkirakan
berpengaruh langsung terhadap dinding pembuluh, yakni penurunan kadar Na
membuat dinding lebih kebal terhadap nor-adrenalin, hingga daya tahannya
berkurang. Efek hipotensifnya relatif ringan. Diuretik thiazida dianggap sebagai
obat hipertensi pilihan utama dan umumnya digunakan sebagai terapi awal bagi
kebanyakan penderita tekanan darah tinggi, sebagai obat tunggal atau kombinasi
(Tan dan Kirana, 2010).
2.4.2.2 Alfa-blockers
Zat-zat ini memblok reseptor-alfa adrenergik, yang terdapat di otot polos
pembuluh (dinding), khususnya di pembuluh kulit dan mukosa. Dapat dibedakan
2 jenis reseptor: α1 dan α2, yang berada di post-synaptis, dan α2 juga pre-synaptis.
Alfa-blockers melawan antara lain vasokonstriksi tersebut akibat aktivasi dan
dapat dibagi menjadi 3 kelompok (Tan dan Kirana, 2010), yaitu:
11
Universitas Sumatera Utara
a. alfa-blockers tak selektif: fentolamin (Regitine), yang hanya digunakan i.v.
pada krisis hipertensi tertentu.
b. alfa-1- blockers selektif: memblok hanya reseptor-α1-adrenergik secara
selektif, antara lain prazosin, terazosin, dan alfuzosin.
c. alfa-2-blockers selektif: yohimbin.
2.4.2.3. Obat-obat Penyekat β-adrenoseptor
Penyekat β menurunkan tekanan darah terutama mengurangi isi sekuncup
jantung. Obat ini juga menurunkan aliran simpatik dari SSP dan menghambat
pelepasan renin dari ginjal, karena itu mengurangi pembentukan angiotensin II
dan sekresi aldosteron. Prototipe penyekat-β adalah propanolol, yang bekerja pada
reseptor β1 dan β2. Obat-obat yang lebih baru seperti atenolol dan metoprolol
selektif untuk β1. Obat-obat ini sering digunakan untuk penyakit-penyakit seperti
asma, dan propanolol memiliki kontraindikasi karena mempunyai efek
bronkokonstriksi yang diperantarai β2 (Mycek, dkk., 2001).
2.4.2.4 ACE Inhibitor
ACE inhibitor menurunkan tekanan darah dengan mengurangi resistensi
vaskular perifer tanpa meningkatkan curah jantung, kecepatan ataupun
kontraktilitas. Obat-obat ini menghambat enzim pengkonversi angiotensin yang
mengubah angiotensin I membentuk vasokonstriksi poten angiotensin II. Dengan
menurunkan kadar angiotensin II yang beredar, ACE inhibitor juga menurunkan
sekresi aldosteron, sehingga mengurangi retensi natrium dan air. Contoh obat:
kaptopril (Mycek, dkk., 2001).
12
Universitas Sumatera Utara
2.4.2.5 Antagonis Angiotensin II
Zat ini memblok reseptor AT II dengan efek vasodilatasi. Contoh obat:
Losartan, Valsartan (Tan dan Kirana, 2010).
2.4.2.6 Penyekat Kanal Kalsium
Konsentrasi kalsium intraseluler mempunyai peranan penting dalam
mempertahankan tonus otot polos dan kontraksi miokard. Kalsium masuk sel-sel
otot melalui kanal khusus kalsium yang sensitif voltase. Ini merangsang pelepasan
kalsium dari retikulum sarkoplasma dan mitokondria, yang selanjutnya
meningkatkan kadar kalsium sitosol. Obat antagonis kanal kalsium menghambat
gerakan pemasukan kalsium dengan cara terikat pada kanal kalsium tipe L di
jantung dan otot polos koroner dan vaskular perifer. Ini menyebabkan otot polos
vaskular beristirahat, mendilatasi terutama arteriol. Contoh obat: amlodipin,
nifedipin, nikardipin (Mycek, dkk., 2001).
2.3.2.7. Vasodilator
Vasodilator bekerja dengan cara merelaksasi otot polos vaskular, yang
menurunkan resistensi dan karena itu mengurangi tekanan darah. Obat-obat ini
menyebabkan stimulasi refleks jantung, menyebabkan gejala berpacu dari
kontraksi miokard yang meningkat, nadi dan konsumsi oksigen. Vasodilator juga
meningkatkan konsentrasi renin plasma, menyebabkan resistensi natrium dan air.
Contoh obat: Hidralazin (Mycek, dkk., 2001).
2.5 Pengetahuan
pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang
terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan
13
Universitas Sumatera Utara
sebagainya). Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan sampai menghasilkan
pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi
terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera
pendengaran (telinga), dan indera penglihatan (mata). Pengetahuan seseorang
terhadap
objek
mempunyai
intensitas
atau
tingkat
yang
berbeda-beda
(Notoatmodjo, 2010), yaitu:
a. Tahu (know)
Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada
sebelumnya setelah mengamati sesuatu. Untuk mengetahui atau mengukur bahwa
orang tahu sesuatu dapat menggunakan pertanyaan-pertanyaan.
b. Memahami (comprehension)
Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut, tidak
sekadar dapat menyebutkan tetapi orang tersebut harus dapat menginterpretasikan
secara benar tentang objek yang diketahui tersebut.
c. Aplikasi
Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang
dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui
tersebut pada situasi yang lain.
d. Analisis
Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan/atau
memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang
terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui. Indikasi bahwa
pengetahuan seseorang itu sudah sampai pada tingkat analisis adalah apabila
14
Universitas Sumatera Utara
orang tersebut telah dapat membedakan, memisahkan, mengelompokkan,
membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek tersebut.
e. Sintesis
Sintesis menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau
meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari komponen-komponen
pengetahuan yang dimiliki.
f. Evaluasi
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini dengan
sendirinya didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau normanorma yang berlaku di masyarakat.
Ada dua cara manusia untuk mendapatkan pengetahuan yang benar yaitu
melalui rasio dan pengalaman. Rasio adalah pengetahuan yang bersifat abstrak
dan pra pengalaman yang didapatkan melalui penalaran manusia tidak
memerlukan pengamatan fakta yang ada. Sementara pengalaman adalah jenis
pengetahuan yang didapat dilihat oleh indera manusia berdasarkan pengalaman
pribadi berupa fakta dan informasi yang konkrit dan memerlukan pembuktian
lebih lanjut (Suriassumatri dan Jujun, 2005).
Beberapa proses yang terjadi pada manusia sebelum mengadopsi perilaku
baru berdasarkan pengetahuan (Notoatmodjo, 2007) yaitu:
a. Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui
stimulus (objek) terlebih dahulu.
b. Interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus.
15
Universitas Sumatera Utara
c. Evalution (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi
dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
d. Trial, orang telah mulai mencoba berperilaku baru.
e. Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran,
dan sikapnya terhadap stimulus.
Gultom (2012), berpendapat untuk dapat mengendalikan atau mengontrol
penyakitnya, penderita harus melaui tahapan kesadaran, interest, evaluation, trial,
dan adoption agar tercapai tujuan dan sasaran yaitu terkendalinya masalah
penyakit dan mencegah komplikasi.
2.5.1. Pengetahuan tentang Kesehatan
Pengetahuan tentang kesehatan adalah mencakup apa yang di ketahui oleh
seseorang terhadap cara-cara memelihara kesehatan. Pengetahuan tentang caracara memelihara kesehatan meliputi:
a. Pengetahuan tentang penyakit menular dan tidak menular (jenis penyakit dan
tanda-tandanya atau gejalanya, penyebabnya, cara penularannya, cara
pencegahannya, cara mengatasi atau menangani sementara).
b. Pengetahuan tentang faktor-faktor yang terkait dan/atau mempengaruhi
kesehatan antara lain: gizi makanan, sarana air bersih, perumahan sehat, dan
lain sebagainya.
c. Pengetahuan tentang fasilitas pelayanan kesehatan yang profesional maupun
yang tradisional.
d. pengetahuan untuk menghindari kecelakaan baik kecelakaan rumah tangga,
maupun kecelakaan lalu lintas, dan tempat-tempat umum.
16
Universitas Sumatera Utara
2.5.2 Pengaruh Pengetahuan Terhadap Keberhasilan Terapi
Penelitian yang dilakukan Gultom (2012), menunjukkan bahwa dengan
meningkatnya pengetahuan pasien meningkat juga kesadaran diri pasien dari segi
kesehatan, merubah gaya hidup kearah yang lebih sehat, hidup lebih berkualitas
dan patuh terhadap terapi. Sebagaimana yang dijelaskan L. Green (1997), bahwa
adanya perubahan perilaku karena adanya pengetahuan, sikap, dan keterampilan
terhadap norma-norma kesehatan yang secara jelas akan menunjukkan hasil terapi
yang lebih baik.
2.5.3 Cara Mengukur Pengetahuan
Untuk
mengukur
pengetahuan
kesehatan
dapat
dilakukan
dengan
wawancara atau angket yang menyatakan tentang isi materi yang ingin diukur dari
subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin diukur atau
diketahui dapat diselesaikan dengan tingkat-tingkat pengetahuan (Notoatmodjo,
2007).
2.6 Kepatuhan
Kepatuhan adalah suatu bentuk perilaku
yang timbul akibat adanya
interaksi antara petugas kesehatan dan pasien sehingga pasien mengerti rencana
dengan
segala
konsekuensinya
dan
menyetujui
rencana
tersebut
serta
melaksanakannya (Kemenkes, RI., 2011).
Dalam pelaksanaan target pengobatan diperlukan kepatuhan yang baik dari
pasien. Sebesar 50% pasien yang diresepkan obat antihipertensi tidak meminum
obat yang direkomendasikan sesuai yang dianjurkan oleh dokter (Depkes, RI.,
2006).
17
Universitas Sumatera Utara
2.6.1 Faktor-faktor yang Berkaitan dengan Kepatuhan
Menurut Osterberg dan Terrence (2005), kepatuhan pasien terhadap
pengobatan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, meliputi:
a. Faktor demografi
Faktor demografi seperti suku, status sosio-ekonomi yang rendah, dan
tingkat pendidikan yang rendah dikaitkan dengan kepatuhan yang rendah terhadap
regimen pengobatan.
b. Faktor psikologi
Faktor psikologi juga dikaitkan dengan kepatuhan terhadap regimen
pengobatan. Kepercayaan terhadap pengobatan dapat meningkatkan kepatuhan.
c. Faktor sosial
Hubungan antara anggota keluarga dan masyarakat juga berperan penting
dalam pengelolaan penyakit. Penelitian menunjukkan bahwa pasien dengan
tingkat masalah atau konflik yang rendah dan pasien yang mendapat dukungan
dan memiliki komunikasi yang baik antara keluarga dan masyarakat cenderung
memiliki tingkat kepatuhan yang lebih baik. Dukungan sosial juga dapat
menurunkan rasa depresi atau stres terhadap pengelolaan penyakit.
d. Faktor yang berhubungan dengan penyakit dan medikasi
Penyakit kronik yang diderita pasien, regimen obat yang kompleks, dan efek
samping obat yang terjadi pada pasien dapat meningkatkan ketidakpatuhan pada
pasien.
2.6.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ketidakpatuhan
Terdapat tiga faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan, antara lain
(Rantucci, 2009):
18
Universitas Sumatera Utara
a. Faktor pasien:
i.
merasa penyakitnya tidak serius
ii. ketidakpuasan terhadap hasil terapi
iii. merasa pengobatan tidak efektif
iv. pandangan negatif dari keluarga dan teman atau kurangnya dukungan sosial
b. Faktor komunikasi
i.
tingkat pengawasan medis rendah.
ii.
kurangnya penjelasan yang lengkap, tepat, dan jelas.
iii.
kurang informasi yang seimbang tentang risiko dan efek samping.
iv.
kurangnya strategi yang dilakukan oleh profesional kesehatan untuk
mengubah sikap dan kepercayaan pasien.
v.
rendahnya kepuasan pasien dalam berinteraksi dengan profesional kesehatan
vi.
interaksi dengan profesional kesehatan sedikit atau tidak ada sama sekali.
vii.
profesional kesehatan dianggap tidak ramah dan kurang perhatian.
viii. profesional kesehatan tidak membiarkan pasien terlibat dalam membuat
keputusan.
c. Perilaku
i.
Ingin menguji efikasi obat.
ii.
Pengalaman dengan pengobatan sedikit atau memiliki pengalaman buruk
dengan pengobatan.
iii.
Kurangnya pengetahuan tentang penyakit yang diderita.
2.6.3 Metode Pengukuran Tingkat Kepatuhan
Menurut Osterberg dan Terrence (2005), tingkat kepatuhan terhadap
pengobatan dapat dilakukan melalui dua metode, yaitu:
19
Universitas Sumatera Utara
a. Metode langsung
Pengukuran kepatuhan melalui metode langsung dapat dilakukan dengan
beberapa cara, seperti mengukur konsentrasi obat atau metabolit obat di dalam
darah atau urin, mengukur atau mendeteksi petanda biologi di dalam tubuh.
Metode ini umumnya mahal, memberatkan tenaga kesehatan, dan rentan terhadap
penolakan pasien.
b. Metode tidak langsung
Pengukuran kepatuhan melalui metode tidak langsung dapat dilakukan
dengan bertanya kepada pasien tentang penggunaan obat , menggunakan
kuesioner, menilai respon klinik pasien, menghitung jumlah pil obat, dan
menghitung tingkat pengambilan kembali resep.
2.6.4 Pengaruh Kepatuhan terhadap Keberhasilan Terapi Hipertensi
Menurut Badan POM RI. (2006), kepatuhan pasien sangat diperlukan untuk
mencapai keberhasilan terapi terutama pada terapi penyakit tidak menular,
misalnya diabetes, hipertensi, asma, dan sebagainya. Menurut WHO (2003),
hampir 75% pasien dengan diagnosis hipertensi gagal mencapai tekanan darah
optimum dikarenakan rendahnya kepatuhan penggunaan obat.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Lailatushifah (2012),
menunjukkan
bahwa perilaku kepatuhan dalam mengkonsumsi obat harian
merupakan faktor penting dalam menentukan tingkat kesembuhan pasien yang
menderita penyakit kronis. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Salem, dkk.
(2011), juga menunjukkan bahwa keberhasilan terapi hipertensi tergantung pada
tingkat kepatuhan pengobatan yang dilakukan oleh pasien.
20
Universitas Sumatera Utara
Download