69 BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Penelitian 5.1.1. Statistik Deskriptif Statistik deskriptif data variabel Kecukupan Modal (CAR), Aset Tidak Produktif (NPL), Efisiensi (BOPO), Likuiditas (LDR) dan Profitabilitas (Laba) dapat ditampilkan pada Tabel 5.1. sebagai berikut : Tabel 5.1. Statistik Deskriptif Variabel Penelitian No. Variabel 1. 2. Nilai Minimum 9,41 0,21 Kecukupan Modal (CAR) Aset Tidak Produktif (NPL) 3. Efisiensi (BOPO) 53,00 4. Likuiditas (LDR) 40,22 5. Profitabilitas (Laba) -1136,05 Sumber : Laporan Keuangan Bank (2011 - 2015) Nilai Maksmimum 45,75 50,96 Nilai RataRata (Mean) 16,3981 2,9052 173,80 113,30 24254,00 84,1767 81,2855 2380,0839 Berdasarkan Tabel 5.1. di atas dapat dijelaskan bahwa : 1. Variabel Kecukupan Modal (CAR) a. Nilai minimum variabel Kecukupan Modal (CAR) adalah 9,41% yang terjadi di Bank Mutiara Tbk pada tahun 2011. Pencapaian rasio CAR sebesar 9,41 ini disebabkan adanya peningkatan permodalan sebesar 29,4% selama tahun 2011. Sampai akhir tahun 2011 realisasi rasio CAR mencapai 9,41%, sedikit di bawah target yang ditetapkan, yaitu: sebesar 9,5%. Namun realisasi 69 70 tersebut menurun sebesar 1,7% dibandingkan realisasi akhir tahun 2010 sebesar 11,2%. Meskipun modal bank mengalami peningkatan sebesar Rp221,68 miliar (32,1%), penurunan rasio CAR lebih disebabkan adanya peningkatan ATMR sebesar Rp3,51triliun (56,7%), terutama dari ekspansi kredit. Bank Mutiara berupaya menjaga kecukupan modal Bank agar dapat memenuhi persyaratan Bank Indonesia sebesar 8%. Terlebih lagi, sepanjang 2011 tidak terjadi suntikan modal tambahan, atau dengan kata lain 100% kecukupan modal berasal dari pertumbuhan kinerja keuangan. Dengan struktur permodalan bank yang lebih didominasi oleh modal inti, diharapkan ketahanan bank dalam rangka menyerap risiko yang mungkin terjadi dari berbagai kegiatan bisnis yang dilakukan oleh bank dan/atau akibat terjadinya perubahan lingkungan bisnis yang dihadapi oleh perbankan yang begitu dinamis saat ini akan menjadi lebih baik. Dalam rangka menjaga CAR, Bank Mutiara melakukan percepatan recovery asset dengan tujuan utama untuk menambah ekuitas yang pada akhirnya mampu meningkatkan kemampuan dalam mencetak laba secara signifikan. Hal ini sangat urgent dan krusial karena sesuai dengan ketetapan LPS, sekaligus sebagai pemilik Bank, LPS tidak akan menambah ekuitas. LPS hanya akan menambah ekuitas bilamana CAR sudah berada di bawah 8,0%. Akan tetapi, jika CAR Bank Mutiara sudah di atas 8,0%, maka LPS tidak akan memberikan tambahan ekuitas karena Bank masih dalam masa penyehatan. Untuk itu, Bank Mutiara melakukan recovery asset, baik secara 71 tunai atau non-tunai. Keberhasilan pencapaian ini sekaligus menunjukkan bahwa ekuitas Bank Mutiara mengalami peningkatan sekitar 29,4% dalam waktu 1 (satu) tahun. Dengan demikian, jika ekuitas meningkat maka otomatis CAR meningkat karena dapat menjadi komponen modal dalam perhitungan CAR. Peningkatan CAR ini sangat penting untuk melakukan ekspansi bisnis pada periode berikutnya. Pada penghujung tahun 2011 Bank Indonesia mengeluarkan perubahan ketentuan pelaporan keuangan terutama dalam hal pengakuan laba yang terkait dengan penyisihan kerugian penurunan nilai dari aktiva baik yang produktif maupun non produktif. Perubahan ketentuan ini cukup berdampak signifikan pada perhitungan Aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR) dan rasio kecukupan modal. Namun dengan senantiasa memelihara rasio CAR di atas ketentuan Bank Indonesia, perubahan ketentuan ini tidak mengakibatkan rasio kecukupan modal minimum di bawah ketentuan Bank Indonesia. b. Nilai maksimum variabel Kecukupan Modal (CAR) adalah 45,75% yang terjadi di Bank Kesawan Tbk pada tahun 2011. Tahun 2011 merupakan tonggak bersejarah bagi Bank Kesawan atau Qatar National Bank (QNB) Kesawan untuk menjalani tahun-tahun yang akan datang dengan penuh optimisme. Permodalan yang semakin kuat menjadi dasar bagi Perusahaan untuk terus meningkatkan kemampuan perusahaan dalam mencapai kinerja bisnis yang lebih baik. Pada Januari 2011, secara efektif Qatar National Bank (QNB) menjadi pemegang saham pengendali dengan porsi kepemilikan saham atas QNB Kesawan sebesar 69,59%. Dalam aksi korporasi itu, QNB 72 mendapatkan 2.478.728.032 saham biasa atas Saham Baru dengan nominal Rp. 250 setiap saham atau senilai Rp. 619,682,008,000. Aksi korporasi itu berpengaruh pada peningkatan modal disetor perusahaan dari sebelumnya Rp. 156,63 miliar pada tahun 2010 menjadi Rp. 890,45 miliar. Hal itu secara langsung meningkatkan ekuitas QNB Kesawan menjadi Rp. 892,57 miliar pada akhir tahun 2011 dari sebelumnya Rp. 178,12 miliar pada tahun 2010. Peningkatan modal ini tentunya berdampak pada peningkatan rasio kecukupan modal Perusahaan, sehingga QNB Kesawan memiliki rasio kecukupan modal di level 40% atau jauh di atas rata-rata industri perbankan nasional. Dengan permodalan yang cukup kuat tersebut, QNB Kesawan optimistis dapat mencatatkan kinerja yang jauh lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya yaitu dari level 9,92% menjadi 45,75%. Kondisi ini memungkinkan QNB Kesawan menggerakan mesin-mesin bisnis untuk meningkatkan kinerja perusahaan, baik dalam penyaluran kredit maupun dorongan yang sama untuk meningkatkan kemampuan bank dalam penghimpunan dana pihak ke tiga. c. Nilai rata-rata (mean) variabel Kecukupan Modal (CAR) adalah 16,3981%. Artinya rentang antara nilai minimum (9,41%) dan nilai maksimum (45,75%) cukup lebar. Pencapaian rata-rata rasio kecukupan modal industri perbankan di Indonesia pada bank-bank berstatus perusahaan terbuka secara operasional dalam kondisi yang baik karena rata-rata rasio CAR tersebut berada di atas ketentuan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) Bank Indonesia yakni pada level 8%. Selain itu, secara statistika dengan nilai rata-rata (mean) 73 sebesar 16,3981% berarti terdapat rentang yang cukup lebar antara nilai minimum dan maksimum. 2. Variabel Aset Tidak Produktif (NPL) a. Nilai minimum variabel Aset Tidak Produktif (NPL) adalah 0,21% yang terjadi di Bank Bumi Arta Tbk pada tahun 2013. Pencapaian rasio NPL sebesar 0,21 ini terjadi karena pada tahun 2013, manajemen Bank Bumi Arta Tbk. telah berhasil menyelesaikan kredit-kredit bermasalah. Kredit bermasalah tahun 2013 mengalami penurunan menjadi Rp 6.062 juta atau turun 57,34% dibandingkan dengan tahun sebelumnya yaitu Rp 14.210 juta. Dengan pencapaian rasio NPL sebesar 0,21 tersebut maka rasio NPL Bank Bumi Arta Tbk masih jauh di bawah tingkat maksimum persyaratan Bank Indonesia sebesar 5,00%. b. Nilai maksimum variabel Aset Tidak Produktif (NPL) adalah 50,96% yang terjadi di Bank Pundi Indonesia Tbk pada tahun 2010. Hal tersebut terjadi dikarenakan Bank pada saat diambil alih oleh PT Recapital Securities sebagai pengendali perseroan, bank diharuskan menutup semua biaya penghapusan aktiva produktif (PPAP), yang mengakibatkan kerugian sebesar Rp 88,64 Miliar (audited) dan juga menjadikan Non Performing Loan (NPL) mencapai angka 50,96%. Bank Pundi telah berusaha memperbaiki Non Performing Loan (NPL) untuk memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dengan melakukan penyelesaian kredit bermasalah melalui penagihan, pelunasan dan penghapusbukuan kredit. 74 c. Nilai rata-rata (mean) variabel Aset Tidak Produktif (NPL) adalah 2,9052%. Artinya rentang antara nilai minimum (0,21%) dan nilai maksimum (50,96%) sangat lebar. Pencapaian rata-rata rasio Non Performing Loan (NPL) industri perbankan di Indonesia pada bank-bank berstatus perusahaan terbuka secara operasional dalam kondisi yang baik karena rata-rata rasio NPL tersebut berada di bawah ketentuan Bank Indonesia yaitu sebesar 5,00%. Selain itu, secara statistika dengan nilai rata-rata (mean) sebesar 2,9052% menggambarkan rentang yang sangat lebar antara nilai minimum dan maksimum. 3. Variabel Efisiensi (BOPO) a. Nilai minimum variabel Efisiensi (BOPO) adalah 53,00 yang terjadi di Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk pada tahun 2013. Hal tersebut terjadi karena bank telah berhasil mengendalikan kenaikan rasio biaya terhadap pendapatan pada tingkat 53%. Sepanjang tahun bank telah memperkuat dan meningkatkan efisiensi dan efektivitas struktur Corporate Governance. Dewan Komisaris melalui Komite dan Unit Internal Audit terus mereview dan mengawasi kelayakan bisnis dan operasional BTPN secara berkala. Bank juga telah memperbaiki sistem pengendalian manajemen atas penjualan dan pendapatan di seluruh cabang Mikro sampai ke hal yang sangat detil. Ini tidak hanya memperbaiki pengendalian manajemen terhadap cabang Mikro, namun juga memperbaiki efisiensi operasi melalui usaha sentralisasi dan pengambilan keputusan yang lebih efektif. Selain itu, bank juga telah 75 melakukan peningkatan efisiensi pengelolaan SDM dan pemanfaatan teknologi informasi dalam proses SDM. b. Nilai maksimum variabel Efisiensi (BOPO) adalah 173,80% yang terjadi di Bank Mutiara Tbk. pada tahun 2013. Rasio beban terhadap pendapatan operasional sebesar 173,80% tersebut disebabkan karena beban operasional meningkat 32,4% dari Rp 382,32 miliar pada tahun 2012 menjadi Rp 506,09 miliar pada tahun 2013. Peningkatan terjadi pada beberapa komponen pos biaya umum dan administrasi meningkat 17,27% terutama dengan mulainya upgrade system core banking untuk menunjang bisnis dan tentunya berasal dari inflasi. Beban promosi meningkat 39,10% terutama biaya iklan untuk promosi peningkatan low cost fund. Biaya personalia juga meningkat 16,52% diantaranya karena adanya kenaikan gaji untuk kesejahteraan karyawan dan penambahan karyawan baru. Beban lainnya yakni kerugian transaksi kurs mata uang asing juga meningkat. Dari sisi pendapatan operasional, selama tahun 2013 pendapatan operasional lainnya mengalami penurunan sebesar Rp14,90 miliar atau 21,2%, dari Rp70,35 miliar di tahun 2012 menjadi Rp55,46 miliar di tahun 2013. Hal ini terutama berasal dari kerugian penjualan surat berharga yang dipengaruhi oleh menurunnya kondisi makroekonomi sehingga menaikan tingkat risiko yang pada akhirnya harga surat berharga mengalami penurunan. c. Nilai rata-rata (mean) variabel Efisiensi (BOPO) adalah 84,1767%. Artinya rentang antara nilai minimum (53,00%) dan nilai maksimum (173,80%) sangat lebar. Pencapaian rata-rata rasio biaya operasional terhadap 76 pendapatan operasional (BOPO) industri perbankan di Indonesia pada bankbank berstatus perusahaan terbuka secara operasional dalam kondisi yang baik karena rata-rata rasio BOPO tersebut tidak melebihi 93,5%. Selain itu, secara statistika dengan nilai rata-rata (mean) sebesar 84,1767% menggambarkan rentang yang sangat lebar antara nilai minimum dan maksimum. 4. Variabel Likuiditas (LDR) a. Nilai minimum variabel Likuiditas (LDR) adalah 40,22% yang terjadi di Bank Victoria Internasional Tbk pada tahun 2010. Pencapaian rasio LDR tersebut berarti bahwa rasio tingkat likuiditas yang berada di bawah standar terbaik LDR yaitu 78%-100%. Hal tersebut terjadi karena adanya ketidaksesuaian antara jangka waktu penghimpunan dana pihak ketiga dengan jangka waktu penyaluran kredit yang diberikan dapat menyebabkan masalah likuiditas yang mempengaruhi kemampuan bank dalam memenuhi kewajibannya kepada nasabah. Untuk mengantisipasi hal tersebut Bank Victoria melakukan beberapa strategi antara lain meningkatkan simpanan pada jangka waktu yang lebih panjang, mengintensifkan penagihan kepada debitur bermasalah dan terhadap kelebihan dana yang dimiliki diinvestasikan pada surat-surat berharga yang mempunyai imbal hasil yang tinggi serta rating yang baik. Selain itu untuk mengelola risiko likuiditas selama 2010 Bank Victoria juga menambah money market line yang ada dan membuka line baru dengan beberapa Bank dengan prinsip saling menguntungkan. 77 b. Nilai maksimum variabel Likuiditas (LDR) adalah 113,30% yang terjadi di Bank Kesawan Tbk. pada tahun 2013. Pencapaian rasio LDR tersebut berarti bahwa LDR Bank telah melebihi persyaratan minimum. Hal tersebut menunjukkan bahwa adanya ketidakpatuhan bank atas LDR yang telah ditetapkan Bank Indonesia. Hal tersebut terjadi karena Bank Kesawan masih menghadapi beberapa tantangan di sepanjang 2013 antara lain adalah bagaimana Bank QNB Kesawan sebagai bank berkembang dapat bersaing dengan bank-bank lebih besar. Tantangan lain yang dihadapi adalah bagaimana Bank QNB Kesawan mendapat kepercayaan dari nasabah untuk berbisnis dan bekerja sama dengan Bank QNB Kesawan. Sedangkan tantangan signifikan lainnya adalah untuk tumbuh dengan cepat dan signifikan namun dengan tetap memastikan kualitas kredit terjaga. Sedangkan beberapa strategi yang telah disusun dan diimplementasikan di tahun 2013 antara lain adalah memperbesar portofolio lending melalui perbaikan dan efisiensi proses kredit serta membangun SDM terutama dalam Corporate Banking seiring dengan pesatnya pertumbuhan pada portofolio ini. c. Nilai rata-rata (mean) variabel Likuiditas (LDR) adalah 81,2855%. Artinya rentang antara nilai minimum (40,22%) dan nilai maksimum (113,30%) sangat lebar. Pencapaian rata-rata rasio Loan to Deposit Ratio (LDR) industri perbankan di Indonesia pada bank-bank berstatus perusahaan terbuka secara operasional dalam kondisi yang baik karena rata-rata rasio LDR tersebut berada pada standar terbaik LDR yaitu 78%-100%. Selain itu, secara statistika 78 dengan nilai rata-rata (mean) sebesar 81,2855% menggambarkan rentang yang sangat lebar antara nilai minimum dan maksimum. 5. Variabel Profitabilitas (Laba) a. Nilai minimum variabel Profitabilitas (Laba) adalah Rp -1.136,05 miliar yang terjadi di Bank Mutiara Tbk pada tahun 2013. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada posisi 31 Desember 2013, Bank Mutiara membukukan rugi Rp 1.136,05 miliar. Hal ini terjadi karena Bank Mutiara harus melakukan pembentukan cadangan PPA eks Legacy Bank Century sebesar Rp1.016 miliar dan pembayaran hutang pajak periode tahun 2005-2008 sebesar Rp 110 miliar yang juga merupakan peninggalan Eks Legacy Bank Century sehingga menurunkan modal perusahaan. Pembebanan dua pos biaya tersebut adalah untuk memenuhi komitmen Bank Mutiara atas prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG). Semua hal tersebut berdampak terhadap rasio kecukupan modal (CAR) sehingga Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) selaku pemegang saham Bank Mutiara harus memenuhi ketentuan Bank Indonesia (BI) yang mengharuskan penambahan modal sebesar Rp 1,249 triliun. Dengan penambahan modal tersebut, CAR Bank Mutiara mencapai rasio sebesar 14,03%, telah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dengan keterbatasan CAR tersebut, pada semester II 2013 Bank lebih berfokus untuk mempertahankan portofolio bisnis dengan tidak melakukan ekspansi seperti semester I sehingga total kredit selama tahun 2013 sedikit menurun yakni turun Rp 16,24 miliar. Sedangkan pada sisi pendanaan yang sebelumnya mengalami kelebihan yang 79 cukup besar, diturunkan secara bertahap guna memperoleh likuiditas yang optimal namun masih dapat memenuhi kebutuhan operasional. Dana pihak ketiga diturunkan hingga Rp 11,56 triliun pada tahun 2013 dari Rp 13,46 triliun pada tahun 2012. Dengan penurunan dana pihak ketiga, total aktiva per 31 Desember 2013 menjadi sebesar Rp 14,58 triliun turun dibandingkan posisi 31 Desember2012 Rp 15,24 triliun. b. Nilai maksimum adalah Rp 24.254,00 miliar yang terjadi di Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. pada tahun 2014. Pencapaian tersebut karena adanya dukungan SDM yang handal, teknologi informasi, dan perluasan jaringan kantor Perseroan. Adanya penambahan jumlah kantor sebanyak 594 unit kerja, yang terdiri dari 8 Kantor Cabang, 19 Kantor Cabang Pembantu, 149 BRI Unit, 21 Kantor Kas dan 396 Teras BRI, ditambah pertumbuhan jumlah layanan mobile banking sebesar 47.973 unit, Bank BRI senantiasa meningkatkan pelayanan terhadap nasabah untuk menjadi “The Biggest Payment Bank in Indonesia” yang siap menjangkau dan melayani seluruh lapisan masyarakat yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Dengan dukungan pengalaman dan kemampuan yang matang dalam memberikan layanan perbankan, terutama pada segmen UMKM, BRI mampu mencatat prestasi selama 10 tahun berturut-turut sebagai bank dengan laba terbesar. Keberhasilan ini adalah hasil kerja keras segenap insan BRI, yang secara terus menerus menambah kompetensi, berinovasi dan mengembangkan produk dan jasa perbankan bagi semua segmen bisnis. Pertumbuhan laba bersih yang terus terjaga, merupakan salah satu upaya BRI untuk semakin memperkuat 80 permodalan BRI untuk dijadikan dasar pengembangan bisnis BRI ke depan. Melalui manajemen penggunaan laba bersih yang prudent, BRI memperkuat struktur modal agar mampu mengantisipasi seluruh risiko utama yang terjadi dalam pengelolaan bank, baik risiko pasar, risiko kredit maupun risiko operasional. c. Nilai rata-rata (mean) variabel Profitabilitas adalah Rp 2.380,0839. Artinya rentang antara nilai minimum (Rp -1.136,05 miliar) dan nilai maksimum (Rp 24.254,00 miliar) sangat lebar. Pencapaian profitabilitas tersebut menunjukkan bahwa rata-rata industri perbankan di Indonesia pada bankbank berstatus perusahaan terbuka secara operasional sebagian besar telah memperoleh laba, hanya beberapa bank saja yang mengalami kerugian terutama pada tahun 2014 yaitu Bank ICB Bumi Putra Tbk, Bank Mutiara Tbk dan Bank Pundi Indonesia Tbk. Hal ini berarti bahwa rata-rata bank yang berstatus perusahaan terbuka telah memiliki kemampuan untuk memperoleh laba atau keuntungan. Selain itu, secara statistika dengan nilai rata-rata (mean) sebesar Rp 2.380,0839 menggambarkan rentang yang sangat lebar antara nilai minimum dan maksimum. 5.1.2. Pengujian Asumsi Klasik Hasil uji normalitas data dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov dapat ditampilkan pada Tabel 5.2. sebagai berikut : 81 Tabel 5.2. Kolmogorov-Smirnov Normalitas 155 N 1,302 Kolmogorov-Smirnov Z 0,067 Asymp. Sig. (2-tailed) Sumber : Hasil Pengolahan Data (2015) Berdasarkan Tabel 5.2. di atas dapat dijelaskan bahwa nilai Asymp. Sig. sebesar 0,067 maka nilai Sig > 0,05. Dengan demikian data penelitian berdistribusi normal. Hal ini berarti model regresi layak digunakan karena memenuhi asumsi normalitas. Hasil uji multikolinearitas dengan menggunakan nilai VIF dapat ditampilkan pada Tabel 5.3. sebagai berikut : Tabel 5.3. VIF Multikolinearitas No. Variabel 1. Kecukupan Modal (CAR) 2. Aset Tidak Produktif (NPL) 3. Efisiensi (BOPO) 4. Likuiditas (LDR) Sumber : Hasil Pengolahan Data (2015) Berdasarkan Tabel Nilai Tolerance 0,930 0,651 0,692 0,970 Nilai (VIF) 1,076 1,536 1,444 1,031 5.3. di atas dapat dijelaskan bahwa nilai Variance Inflation Factor (VIF) prediktor variabel Kecukupan Modal (CAR) adalah 1,076 ; variabel Aset Tidak Produktif (NPL) adalah 1,536 ; variabel Efisiensi (BOPO) adalah 1,444 ; dan variabel Likuiditas (LDR) adalah 1,031. Dengan demikian, nilai VIF keempat variabel prediktor atau bebas tersebut tidak melebihi nilai 10 yang 82 berarti bahwa antara variabel bebas tidak memupunyai hubungan langsung atau tidak ada korelasi, maka model regresi terhindar dari masalah multikolinieritas. Hasil uji heteroskedastisitas dengan menggunakan scatter plot dapat ditampilkan pada Gambar 5.1. sebagai berikut : Sumber : Hasil Pengolahan Data (2015) Gambar 5.1. Scatter Plot Heteroskedastisitas Berdasarkan Gambar 5.1. di atas menunjukkan bahwa scatter plot atau diagram pencar tidak terdapat pola yang jelas serta titik-titik menyebar di atas dan dibawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi gangguan heteroskedastisitas. 83 Hasil uji autokorelasi dengan menggunakan Durbin-Watson dapat ditampilkan pada Tabel 5.4. sebagai berikut : Tabel 5.4. Durbin-Watson Autokorelasi Model Nilai Durbin Watson (DW) Pengaruh CAR, NPL, BOPO dan LDR terhadap Profitabilitas Sumber : Hasil Pengolahan Data (2015) 1,841 Nilai Durbin Upper (dU) 1,788 Berdasarkan Tabel 5.4. di atas dapat dijelaskan bahwa nilai Durbin-Watson adalah sebesar 1,841. Nilai dL dengan taraf signifikan 0,05 pada variabel bebas (k) sebanyak 4 variabel dan jumlah data (n) sebanyak 155 diperoleh sebesar 1,679. Sedangkan nilai dU dengan taraf signifikan 0,05 pada pada variabel bebas (k) sebanyak 4 variabel dan jumlah data (n) sebanyak 155 diperoleh sebesar 1,788. Maka diperoleh nilai statistik d yaitu dU ≤ d ≤ 4 – dU = 1,788 < 1,841 < 4 – 1,788 = 1,788 < 1,841 < 2,212. Ini berarti tidak ada autokorelasi positif atau negatif. 5.1.3. Pengujian Hipotesis Hasil pengujian pengaruh Kecukupan Modal (CAR), Aset Tidak Produktif (NPL), Efisiensi (BOPO) dan Likuditas (LDR) terhadap Profitabilitas industri perbankan di Indonesia pada bank-bank berstatus perusahaan terbuka dapat ditampilkan pada Tabel 5.5. di bawah ini : 84 Tabel 5.5. Hasil Pengujian Pengaruh Kecukupan Modal (CAR), Aset Tidak Produktif (NPL), Efisiensi (BOPO) dan Likuditas (LDR) terhadap Profitabilitas Industri Perbankan di Indonesia pada Bank-Bank Berstatus Perusahaan Terbuka Tahun 2010 - 2014 Variabel Koefisien Regresi Konstanta 4.642,857 Kecukupan Modal (CAR) 5,340 Aset Tidak Produktif (NPL) 54,567 Efisiensi (BOPO) -42,953 Likuiditas (LDR) -11,431 2 R 0,261 F Hitung 13,235 Sumber : Hasil Pengolahan Data (2015) t Hitung 5.643 0,300 2,584 -6,867 -1,738 Sig. 0,000 0,764 0,011 0,000 0,084 0,000 Berdasarkan Tabel 5.5. di atas, didapat persamaan regresi linear berganda sebagai berikut : Laba = 4.642,857 + 5,340 CAR+ 54,567 NPL - 42,953 BOPO - 11,431 LDR Persamaan regresi linear berganda tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Nilai konstanta = 4.642,857 artinya jika variabel Kecukupan Modal (CAR), Aset Tidak Produktif (NPL), Efisiensi (BOPO) dan Likuiditas (LDR) masing-masing nilai adalah 0, maka profitabilitas bank sebesar Rp 4.642,857 miliar 2. Koefisien regresi variabel Kecukupan Modal (CAR) = 5,340, artinya bilamana kecukupan modal (CAR) ditingkatkan satu persen akan meningkatkan profitabilitas bank sebesar Rp 5,340 miliar. 3. Koefisien regresi variabel Aset Tidak Produktif (NPL) = 54,567, artinya apabila Aset Tidak Produktif (NPL) meningkat satu persen akan meningkatkan profitabilitas bank sebesar Rp 54,567 miliar. 85 4. Koefisien regresi variabel Efisiensi (BOPO) = -42,953, artinya bilamana efisiensi (BOPO) ditingkatkan satu persen akan menurunkan profitabilitas bank sebesar Rp 42,953 miliar. 5. Koefisien regresi variabel Likuiditas (LDR) = -11,431, artinya bilamana likuiditas (LDR) ditingkatkan satu satuan akan menurunkan profitabilitas bank sebesar Rp 11,431miliar. Hasil Koefisien Determinasi (KD) yaitu R2 x 100% = 0,261 x 100% = 26,1%. Artinya kontribusi persentase besarnya pengaruh kecukupan modal, aset tidak produktif, efisiensi dan likuditas terhadap profitabilitas bank adalah sebesar 26,1%. Ini berarti 26,1% yang mempengaruhi variabel profitabilitas industri perbankan di Indonesia pada bank-bank berstatus perusahaan terbuka adalah kecukupan modal, aset tidak produktif, efisiensi dan likuditas sedangkan sisanya yaitu 100% - 26,1% = 73,9% dipengaruhi oleh variabel lainnya yang tidak termasuk dalam penelitian ini misalnya Net Interest Margin (NIM), Return on Asset (ROA), Giro Wajib Minumum (GWM) dan lain-lain. Hasil F hitung menunjukkan 13,235. Sedangkan hasil F tabel (n = 155, df pembilang = k - 1 = 5 - 1 = 4, dan df penyebut = n – k = 155 – 5 = 150) pada derajat kepercayaan 95,0% sesuai dengan F tabel diperoleh = 2,43 maka F hitung > F tabel yaitu 13,235 > 2,43. Sedangkan dilihat dari nilai probabilitasnya atau nilai signifikan (sig.) sebesar 0,000, maka nilai sig. < taraf signifikansi 0,05 yaitu 0,000 < 0,05. Hal tersebut mengartikan bahwa pengaruh kecukupan modal, aset tidak produktif, efisiensi dan likuditas adalah signifikan terhadap profitabilitas industri perbankan di Indonesia pada bank-bank berstatus perusahaan terbuka. 86 Hasil uji signifikansi individual dengan menggunakan uji t dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Variabel Kecukupan Modal (CAR) Berdasarkan hasil uji t diperoleh nilai t hitung sebesar 0,300 dengan t tabel untuk n – k = 155 - 5 = 150 diperoleh nilai t tabel sebesar 1,960 sehingga t hitung < t tabel yaitu 0,300 < 1,960. Sedangkan dilihat dari nilai probabilitasnya atau nilai signifikan (sig.) sebesar 0,764, maka nilai sig. > taraf signifikansi 0,05 yaitu 0,732 > 0,05. Hal tersebut mengartikan bahwa pengaruh kecukupan modal adalah tidak signifikan terhadap profitabilitas industri perbankan di Indonesia pada bank-bank berstatus perusahaan terbuka. 2. Variabel Aset Tidak Produktif (NPL) Berdasarkan hasil uji t diperoleh nilai t hitung sebesar 2,584 dengan t tabel untuk n – k = 155 - 5 = 150 diperoleh nilai t tabel sebesar 1,960 sehingga t hitung > t tabel yaitu 2,584 > 1,960. Sedangkan dilihat dari nilai probabilitasnya atau nilai signifikan (sig.) sebesar 0,011, maka nilai sig. < taraf signifikansi 0,05 yaitu 0,011 < 0,05. Hal tersebut mengartikan bahwa pengaruh aset tidak produktif adalah signifikan terhadap profitabilitas industri perbankan di Indonesia pada bank-bank berstatus perusahaan terbuka. 3. Variabel Efisiensi (BOPO) Berdasarkan hasil uji t diperoleh nilai t hitung sebesar -6,867 dengan t tabel untuk n – k = 155 - 5 = 150 diperoleh nilai t tabel sebesar 1,960 sehingga t hitung > t tabel yaitu -6,867 > 1,960. Sedangkan dilihat dari nilai probabilitasnya atau nilai signifikan (sig.) sebesar 0,000, maka nilai sig. < taraf signifikansi 0,05 yaitu 87 0,000 < 0,05. Hal tersebut mengartikan bahwa pengaruh efisiensi adalah signifikan terhadap profitabilitas industri perbankan di Indonesia pada bankbank berstatus perusahaan terbuka. 4. Variabel Likuiditas (LDR) Berdasarkan hasil uji t diperoleh nilai t hitung sebesar -1,738 dengan t tabel untuk n – k = 155 - 5 = 150 diperoleh nilai t tabel sebesar 1,960 sehingga t hitung < t tabel yaitu -1,738 < 1,960. Sedangkan dilihat dari nilai probabilitasnya atau nilai signifikan (sig.) sebesar 0,084, maka nilai sig. > taraf signifikansi 0,05 yaitu 0,084 > 0,05. Hal tersebut mengartikan bahwa pengaruh likuiditas adalah tidak signifikan terhadap profitabilitas industri perbankan di Indonesia pada bankbank berstatus perusahaan terbuka. 5.2. Pembahasan Pembahasan dalam penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Pengaruh kecukupan modal, aset tidak produktif, efisiensi dan likuiditas terhadap profitabilitas industri perbankan di Indonesia pada bank-bank berstatus perusahaan terbuka adalah signifikan. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Margaretha (2014 ; 17), bahwa profitability ratio menunjukkan pengaruh gabungan dari likuiditas, pengelolaan aktiva dan pengelolaan utang terhadap hasil operasi (laba). Hasil penelitian tersebut juga memperkuat hasil penelitian Rahman (2009) yang menunjukkan bahwa variabel CAR, LDR, BOPO dan NPL secara bersama- 88 sama berpengaruh signifikan terhadap variabel laba bank non devisa di Indonesia. 2. Pengaruh kecukupan modal terhadap profitabilitas industri perbankan di Indonesia pada bank-bank berstatus perusahaan terbuka adalah positif dan tidak signifikan. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan pendapat Kuncoro dan Suhardjono (2002 ; 56), yang menyatakan bahwa semakin tinggi CAR yang dicapai oleh bank menunjukkan keuntungan bank semakin meningkat, sehingga CAR berpengaruh positif terhadap laba. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Brock dan Suarez (2000) yang menyimpulkan bahwa CAR berpengaruh tidak signifikan terhadap laba pada bank-bank di Argentina, Chilli dan Peru. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan Ariyanti (2010) yang menyimpulkan bahwa secara parsial variabel CAR tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel perubahan laba. Namun demikian, hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Triono (2007), Rahman (2009), Okafor, et. al. (2010), Olalekan and Adeyinka (2013), Ezike and Oke (2013), Aini (2013), Ozili (2015) dan Arman, dkk (2015) yang menemukan pengaruh positif dan signifikan antara kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) dan profitabilitas bank. 3. Pengaruh aset tidak produktif terhadap profitabilitas industri perbankan di Indonesia pada bank-bank berstatus perusahaan terbuka adalah positif dan signifikan. Hasil penelitian tersebut bertentangan dengan pendapat Siamat (2005 ; 349) yang menyatakan bahwa penyaluran kredit memberikan spread 89 atau net margin yang pasti sehingga besarnya pendapatan dapat diperkirakan. NPL menunjukkan kemampuan manajemen bank dalam mengelola kredit bermasalah yang diberikan oleh bank. Semakin tinggi NPL mengakibatkan semakin tinggi tunggakan bunga kredit yang berpotensi menurunkan pendapatan bunga serta menurunkan laba. Berdasarkan uji statistik hasil penelitian ini bertentangan dengan hipotesis yang diajukan yaitu NPL berpengaruh positif terhadap profit. Hal tersebut dapat dijelaskan bahwa walaupun NPL naik karena kewajiban bunga dari debitur sebagian belum terbayar, profit bank tetap dapat meningkat, jika total kredit yang diberikan juga naik, sehingga pendapatan bunga pinjaman yang belum terbayar, dapat tertutup oleh kenaikan bunga pinjaman akibat realisasi pinjaman baru. Selain itu adanya trend kenaikan suku bunga kredit yang tidak diimbangi kenaikan suku bunga simpanan yang proporsional, sehingga pendapatan bunga pinjaman meningkat lebih tinggi jika dibanding dengan biaya bunga simpanan. Selain itu peningkatan pendapatan diluar bunga atau fee base income yang mampu menutup penurunan pendapatan bunga karena NPL. Adanya pendapatan dari angsuran pinjaman yang telah hapus buku atau NPL lama, maupun adanya pendapatan dari Pencadangan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) dari NPL yang membaik kembali kualitasnya. Berdasarkan hasil penelitian yang relevan maka hasil penelitian ini menunjukkan perbedaan dengan hasil penelitian Uwuigbe, et. al. (2015) yang menyimpulkan bahwa Non Performing Loan berpengaruh negatif signifikan terhadap laba setelah pajak bank-bank yang terdaftar di Nigeria. Demikian 90 pula penelitian Chisti (2012) yang menunjukkan bahwa non-performing assets dengan profitabilitas berhubungan negatif pada industri perbankan di India. Namun demikian berdasarkan signifikansinya, hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Swamy (2013) dan Lata (2014), Asantey and Tengey (2014) yang menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan NPL terhadap profitabilitas bank. 4. Pengaruh efisiensi terhadap profitabilitas industri perbankan di Indonesia pada bank-bank berstatus perusahaan terbuka adalah negatif dan signifikan. Hasil penelitian tersebut senada dengan pendapat Dendawijaya (2005 ; 120) yang menyatakan semakin kecil BOPO menunjukkan semakin efisien bank dalam menjalankan aktivitas usahanya atau dengan kata lain semakin tinggi rasio BOPO maka kemungkinan bank dalam kondisi bermasalah semakin besar. Hasil penelitian ini juga mendukung dan sejalan dengan penelitian yang dilakukan Rahman (2009), Dewanti (2009), Aini (2013), Wanto (2014) dan Purnamasari (2012) yang menyimpulkan bahwa BOPO berpengaruh negatif dan signifikan terhadap laba. 5. Pengaruh likuiditas terhadap profitabilitas industri perbankan di Indonesia pada bank-bank berstatus perusahaan terbuka adalah negatif dan tidak signifikan. Hasil penelitian tersebut bertentangan dengan pendapat Kasmir (2014 ; 225) yang menyatakan bahwa LDR mencerminkan kemampuan bank dalam menyalurkan dana pihak ketiga pada kredit atau sejenis kredit untuk menghasilkan atau meningkatkan pendapatan atau laba. Hasil penelitian ini juga berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Ariyanti (2010) Utami 91 (2013) dan Purnamasari (2012) yang menunjukkan bahwa LDR memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap laba perusahaan perbankan. Namun, penelitian ini sependapat dengan hasil penelitian Artwienda (2009), Dewanti (2009) dan Aini (2013) yang menyimpulkan bahwa LDR tidak berpengaruh signifikan terhadap laba bank.