1 PENDAHULUAN Pestisida dan pertanian merupakan dua hal yang sulit terpisah. Pestisida sejak lama merupakan bagian dari sistem pengendalian hama dan penyakit tumbuhan. Seiring dengan peningkatan jumlah produk pertanian yang diminta, maka pemanfaatan pestisida semakin meningkat dan bukan sebaliknya. Peningkatan pemakaian pestisida diakibatkan oleh sistem pengendalian hama pertanian sekarang terlalu bergantung pada pestisida sintetik. Memang, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa pemakaian pestisida dapat melipatgandakan hasil pertanian (Sudarmo 1991). Pemakaian pestisida sintetik yang terus meningkat banyak menimbulkan masalah. Peningkatan residu pestisida menimbulkan bahaya terhadap organisme bukan sasaran seperti manusia dan lingkungan sekitar serta timbulnya organisme yang resisten terhadap pestisida tertentu (Kabaru & Gichia 2001). Salah satu cara untuk mengurangi masalah residu pestisida adalah dengan memanfaatkan pestisida yang berasal dari alam seperti ekstrak tumbuhan dan mikroba. Pestisida jenis ini disebut dengan pestisida botani. Pestisida botani menjadi topik yang sangat menarik dan merupakan cara alternatif mengurangi pemakaian pestisida sintetik (Novizan 2002 ). Indonesia kaya akan keragaman hayati. Keragaman ini termasuk tumbuhan yang mengandung senyawa aktif pestisida (Heyne 1987). Menurut Lahiya (1983), salah satu tumbuhan yang mempunyai potensi untuk menjadi sumber pestisida botani adalah picung (Pangium edule Reinw.). Potensi ini didukung dengan keberadaan racun yang terdapat pada seluruh bagian tumbuhan tersebut. Salah satu bagian picung yang sampai saat ini belum dimanfaatkan adalah daging buah. Daging buah picung merupakan limbah dari pengolahan biji picung dan sampai saat ini belum dimanfaatkan. Penelitian diperlukan untuk mengetahui potensi daging buah picung sebagai sumber pestisida botani untuk pengendalian hama tanaman pertanian. Kerugian produk pertanian akibat serangan hama sangat besar terutama pada tanaman pangan. Tanaman pangan tersebut dirusak salah satunya oleh serangan ulat grayak. Serangan ini terjadi dengan cepat karena jumlah larva yang menyerang tiba-tiba banyak. Sifat ini memunculkan istilah army worm pada ulat grayak (Lamb 1974). Penelitian bertujuan mencari fraksi aktif daging buah picung (P. edule Reinw.) yang berpotensi sebagai insektisida botani terhadap ulat grayak (Spodoptera litura F.) dan identifikasinya. TINJAUAN PUSTAKA Picung (Pangium edule Reinw.) Picung merupakan sejenis pohon yang tingginya bisa mencapai 40 meter dan tumbuh di daerah dengan ketinggian di bawah 1000 meter dari permukaan laut (dpl). Tumbuhan ini berkembang biak secara generatif menggunakan biji dan dapat ditemukan pada daerah dengan iklim segar. Picung dapat ditemukan tumbuh di hutan, pinggiran sungai, daerah bukit-bukit rendah atau sengaja dibudidayakan untuk dimanfaatkan buahnya (Backer & Brink 1963, Heyne 1987, Keng 1969). Picung diklasifikasikan ke dalam Kingdom Plantanum, Divisi Sphermatophyta, Subdivisi Angiospermae, Kelas Dicotyledonae, Bangsa Parietales (Cistales), dan termasuk dalam famili Flacourtiaceae. Picung merupakan tumbuhan berumah dua dan jarang yang berumah satu (bunga jantan dan betina satu tandan). Bunga jantan biasanya berada pada satu tandan dan mengandung sedikit benang sari dan tidak mempunyai dasar seperti putik. Berukuran panjang 20-30 cm dengan tangkai sari besar. Bunga betina mempunyai tangkai bunga dan kelopak berambut halus warna coklat. Kelopak bunga mempunyai ukuran 1-2 cm. Satu bunga memiliki 5-8 lembar mahkota bunga dengan bentuk oval, warna cokelat kehijauan, dengan panjang 1,5-2,5 cm. Bakal buah berambut cokelat dengan kepala bertajuk 2-4 buah (Backer & Brink 1963) Heyne (1987) menjelaskan, batang pokok picung bisa tumbuh besar. Umur 15 tahun picung mulai berbuah dengan jumlah biji yang dihasilkan minimal 300 biji tiap pohon. Masa berbuah biasanya jatuh pada awal musim hujan. Tanaman ini dapat berumur panjang Buah picung berbentuk bulat telur dengan kedua ujung tumpul dan tidak simetris. Buah mempunyai diameter 7-10 cm atau lebih dengan panjang yang bervariasi antara 17-30 cm. Kulit buah picung berwarna coklat kemerahan dan permukaan kasar (Gambar 1). Tanaman picung terkenal sebagai tanaman yang beracun pada semua bagiannya. Tumbuhan ini menghasilkan HCN (hidrogen sianida) dari penguraian glikosida ginokardin