Pengelolaan Hara Terpadu untuk Meningkatkan Produktivitas Padi Lahan Rawa Pasang Surut Sulfat Masam Potensial Yulia Raihana dan Muhammad Alwi Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa Jln. Kebun Karet P.O.Box 31, Loktabat Utara, Banjarbaru, Kalimantan Selatan 70712 E-mail: [email protected] Abstrak Upaya memenuhi kebutuhan beras dihadapkan pada berbagai permasalahan, antara lain: terjadinya alih fungsi lahan sawah (khususnya lahan sawah beririgasi), deraan iklim, serangan hama dan penyakit, nilai tukar beras dan dinamika perdagangan dunia Lahan rawa pasang surut yang tersebar di pulau Kalimantan, Sumatera, dan Papua memiliki potensi yang cukup besar dalam menunjang produksi padi untuk mendukung program swasembada pangan. Peningkatkan produksi tanaman padi di kawasan ini memerlukan dukungan penelitian yang mampu mengatasi hambatan yang ada, diantaranya berupa kegiatan penelitian Pengelolaan Hara Terpadu untuk Meningkatkan Produktivitas Padi Lahan Rawa Pasang Surut Sulfat Masam. Kegiatan penelitian ini memadukan pupuk organik, anorganik, dan hayati dari hasil-hasil penelitian sebelumnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian pupuk pada dosis tinggi (90 kg/ha N, 45 kg/ha P2O5, dan 150 kg/ha K2O) disertai dengan pemberian pupuk hayati (biotara) pada jerami padi dapat memberikan hasil padi tertinggi (3,7 t/ha) gabah kering giling. Kata kunci: Hara terpadu, masam, padi, sulfat. Pendahuluan Program Kementrian Pertanian menargetkan swasembada pangan untuk tanaman padi, jagung dan kedelai terrealisasi dalam satu hingga tiga tahun ke depan. Secara teknis, Menteri Pertanian telah menggariskan target untuk masing-masing komoditas tersebut, yaitu produksi padi pada tahun 2015 ditargetkan 73 juta ton, produksi jagung pada tahun 2016 ditargetkan 20 juta ton, dan produksi kedelai pada tahun 2017 ditargetkan 2,2 juta ton, sehingga dalam tiga tahun kedepan swasembada ketiga komoditas tersebut dapat dicapai (Sinar Tani, 2015). Pengembangan pertanian di lahan rawa pasang surut sulfat masam semakin penting dan strategis dalam kaitannya dengan perkembangan penduduk, industri, dan berkurangnya lahan subur akibat penggunaan non pertanian. Potensi lahan rawa di Indonesia sekitar 33,43 juta hektar tersebar di 17 propinsi. Luas lahan rawa yang berpotensi untuk tanaman pangan sekitar 14,99 juta hektar yang terdiri dari 8,88 juta hektar lahan rawa pasang surut, 3,43 juta hektar lahan rawa lebak, dan 2,68 juta hektar lahan gambut (Husen at al., 2014). Menurut Direktorat Rawa dan Pantai (2010) lahan rawa pasang surut yang potensial untuk lahan pertanian di Indonesia tersebar di pulau Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, dan Papua dengan luas sekitar 8.535.708 hektar. Luas lahan yang telah direklamasi baik oleh pemerintah maupun masyarakat sekitar 2.833.814 hektar, sedang yang belum direklamasi seluas 5.701.894 hektar. Berdasarkan data di atas, masih terbuka peluang untuk pengembangan pertanian khususnya tanaman pangan di lahan rawa pasang surut. Lahan rawa pasang surut sulfat masam didominasi oleh tanah sulfat masam aktual. Kandungan bahan organik tanah di lapisan atas bervariasi dari tinggi hingga sangat tinggi (7,5110,93%). Kandungan N sedang (0,22-0,49%) cenderung menurun semakin ke lapisan bawah. Rasio C/N barvariasi dari tinggi (25) hingga sangat tinggi (39) (Adiningsih, 2002). 304 Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016 Kandungan P-total bervariasi dari rendah sampai sangat tinggi, rata-rata tinggi (45 mg/100 g), demikian juga dengan kandungan K-total rata-rata sangat tinggi (73-81 mg/100 g). Kandungan P-tersedia umumnya sangat rendah (12,6 ppm) sampai sedang (19,3 ppm). Basa dapat ditukar yang dominan adalah Mg dan Na, Mg biasanya terdapat dalam jumlah yang sedang sampai tinggi (8,30-9,25 cmol(+)/kg) demikian juga dengan Na terdapat dalamjumlah tinggi (9,70 cmol(+)/kg). Sebaliknya Ca dapat ditukar umumnya berkisar dari rendah hingga sedang (3,494,12 cmol(+)/kg), sedang K dapat ditukar biasanya sedang sampai tinggi (0,37-0,89 cmol(+)/kg) (Agus et al, 2004) KTK tanah biasanya barvariasi dari tinggi hingga sangat tinggi (33,5-37,2 cmol(+)/kg), sedang kejenuhan basa bervariasi dari rendah sampai sedang (40-42%). Kejenuhan Al sedang sampai sangat tinggi (67-71%) dan kandungan pirit pada lapisan tanah atas umumnya sangat rendah (0,85-1,07%) (Alihamsyah, 2002) Penelitian tentang pemupukan untuk tanaman padi di lahan rawa pasang surut mulai banyak dilakukan sejak tahun 1980 antara lain oleh Proyek SWAMPS dan secara rutin/reguler oleh Unit Kerja lingkup Badan Litbang Pertanian, antara lain Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian dengan unit pelaksana teknisnya. Sebagian besar penelitian sebelumnya masih bersifat parsial, jarang dihubungkan dengan dinamika hara dalam tanah, dan belum dilaksanakan secara terpadu, sehingga penerapannya belum memberikan hasil yang maksimal. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan paket pupuk organik, anorganik, dan hayati yang mampu meningkatkan produktivitas padi di lahan pasang surut sulfat masam. Metodologi Penelitian dilaksanakan di lahan rawa pasang surut sulfat masam tipe B, di KP Balandean pada MH 2011. Berdasarkan data-data status hara tanah disusun perlakuan seperti pada Tabel 1. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Split Plot dengan 3 ulangan. Sebagai petak utama adalah dua jenis tanah yaitu: Typic Sulfaqients dan Histic Sulfaquents. Sedangkan anak petak terdiri dari empat paket pemberian pupuk terpadu (Tabel 1), sedang ukuran petak percobaan adalah 10 m x 5 m. Sebagai pupuk dasar diberikan Dolomit 1 t/ha, jerami padi 5 t/ha, dan pupuk hayati (Biotara) 25 kg/ha, semua pupuk diberikan dengan cara disebar merata pada petak percobaan. Varietas padi yang akan ditanam adalah Impara-3 dengan umur bibit 20-25 hari dan sistem tanam jajar legowo 4:1. Tabel 1. Paket pemberian hara terpadu di lahan rawa pasang surut sulfat masam potensial Paket Rendah (A) Urea (kg/ha) 65 SP-36 (kg/ha) 15 KCl (kg/ha) 50 Biotara (25 kg/ha) + Paket Sedang (B) Paket Tinggi (C) Kontrol (D) 130 200 130 30 45 30 100 150 100 + + - No. Paket Pemberian Pupuk 1 2 3 4 Parameter yang diamati meliputi: (1) Analisis sifat kimia tanah awal; saat anakan maksimum, dan setelah panen untuk unsur-unsur N, P, K, Ca, dan Mg (2) tinggi tanaman; (3) jumlah anakan; (4) berat kering tanaman terdiri dari: akar, batang, daun, dan gabah ; (5) komponen hasil terdiri dari: jumlah malai/rumpun (anakan produktif), jumlah gabah/malai, dan berat 1000 Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016 305 biji; jumlah gabah hampa (6) berat gabah kering giling, dan (7) Analisis jaringan tanaman pada saat anakan maksimum dan setelah panen untuk unsure-unsur N, P, K, Ca, dan Mg. Hasil dan Pembahasan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan (KP) Balandean yang terletak di desa Tanjung Harapan, Kecamatan Mandastana, Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan. Kebun percobaan Balandean terletak ditepi saluran primer (handel) yang berjarak sekitar 3,1 km dari sungai Barito. Menurut Widjaja-Adhi et al. (1992) berdasarkan tipe luapan airnya lahan di kebun percobaan ini termasuk ke dalam tipe luapan air B, artinya lahan pada kebun percobaan ini hanya terluapi oleh air pasang surut pada saat pasang besar (pasang tunggal), terutama pada musim hujan. Sistem tata air yang ada di KP Balandean adalah sistem tata air satu arah. Berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh Mawardi et al. (2009) menunjukkan bahwa jenis tanah di lokasi pengambilan contoh tanah adalah Histic Sulfaquent dan Typic Sulfaquent. Hasil analisis tanah Awal Tabel 2 menunjukkan bahwa reaksi tanah masam (pH 4,63) pada Histic Sulfaquents dan sangat masam pada Typic Sulfaquents (pH 4,41). Tabel 2. Hasil analisis sifat kimia tanah Histic Sulfaquents dan Typic Sulfaquents pada awal awal percobaan Parameter yang dianalisis pH H2O N total (%) C-org (%) P total (mg/100 gr P2O5) K total (mg/100 gr K2O) P-tsd (ppm P2O5) Ca-dd (Cmol (+)/kg) Mg-dd (Cmol (+)/kg) K-dd (Cmol (+)/kg) Na-dd (Cmol (+)/kg) KTK (Cmol (+)/kg) Al-dd (Cmol (+)/kg) H-dd (Cmol (+)/kg) Fe (ppm) SO4 (ppm) Histic Sulfaquents Nilai Keterangan 4,63 Masam 0,11 Rendah 3,10 Tinggi 59,88 Tinggi 10,47 Rendah 6,52 Rendah 1,09 Sangat rendah 2,77 Tinggi 0,09 Rendah 1,08 Sangat tinggi 37,50 Tinggi 5,00 1,50 795,15 40,946 Typic Sulfaquents Nilai Keterangan 4,41 Sangat masam 0,17 rendah 2,82 Sedang 70,69 Sangat tinggi 21,79 Sedang 7,98 Rendah 0,71 Sangat rendah 1,28 Sedang 0,15 Rendah 0,47 Sedang 35,00 Tinggi 7,30 3,10 818,10 55,135 Kandungan basa dapat ditukar tanah yang dominan adalah Mg dan Na masing-masing untuk Mg termasuk tinggi sampai sangat tinggi (2,77 (Cmol (+)/kg) Mg dan 1,08 (Cmol (+)/kg) Na) untuk Histic Sulfaquents dan sedang (1,28 (Cmol (+)/kg) Mg dan 0,47(Cmol (+)/kg) Na) untuk Typic Sulfaquents. Hal ini disebabkan karena air pasang surut mengandung Mg dan Na yang lebih tinggi dibandingkan Ca dan K masing-masing (1,09 (Cmol (+)/kg) Ca dan 0,59 (Cmol (+)/kg) K) pada Histic Sulfaquents dan (0,71 (Cmol (+)/kg) Ca dan 1,35 (Cmol (+)/kg) K) pada Typic Sulfaquents. Kapasitas tukar kation tanah, menunjukkan nilai tinggi (37, 50 (Cmol (+)/kg)) 306 Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016 pada Histic Sulfaquents dan (35,00 (Cmol (+)/kg)) pada Typic Sulfaquents. Kapasitas tukar kation pada Histic Sulfaquents lebih tinggi dibandingkan dengan Typic Sulfaquents, keadaan ini disebabkan karena pengaruh kandungan bahan organik pada Histic Sulfaquents. Kandungan Fe dan SO4 lebih tinggi pada Typic Sulfaquents dibandingkan dengan Histic, keadaan ini disebabkan karena pengaruh lapisan bahan organik pada Histic Sulfaquents. Pertumbuhan Tanaman dan Hasil Padi Pengaruh perlakuan yang diberikan terhadap pertumbuhan tanaman diperlihatkan pada Tabel 3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tinggi tanaman dan jumlah anakan padi varietas Inpara 3 terbaik diperoleh pada perlakuan C atau dosis pemupukan tinggi (90 kg/ha N, 45 kg/ha P2O5, dan 150 kg/ha K2O) ditambah pupuk hayati biotara (25 kg/ha) dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Hasil ini sejalan dengan hasil analisis tanah yang menunjukkan bahwa ketersediaan N, P-tsd, dan K-dd tanah rendah baik pada Typic Sulfaquents maupun Histic Sulfaquents (Tabel 2), sehingga untuk mencapai hasil padi yang maksimum diperlukan jumlah pupuk yang tinggi. Kemudian rata-tara hasil analisis ketersediaan N, P, K, dan Ca pada saat panen (Tabel 4) menunjukkan keadaan yang sama dimana ketersediaan N, P, K, dan Ca tertinggi terjadi pada perlakuan C. Tabel 3. Pengaruh pemberian hara terpadu terhadap tinggi tanaman dan jumlah anakan padi pada saat panen di lahan rawa pasang surut sulfat masam potensial Paket Histic Sulfaquents Typic Sulfaquents Pemupukan Tinggi Tanaman Jumlah Tinggi Tanaman Jumlah (cm) Anakan (cm) Anakan A 80,47 a 15,73 a 79,73 a 16,80 a B 83,80 a 17,53 ab 77,20 a 17,60 ab C 86,40 a 18,00 b 85,73 b 19,33 b D 84,20 a 17,80 b 75,00 a 18,60 b Rata-rata 83,72 17,26 79,42 18,08 Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama dalam satu kolom menunjukan tidak berbeda nyata pada taraf DMRT 5%. Tabel 4. Rata-rata hasil analisis tanah yang diambil pada saat panen di lahan rawa pasang surut sulfat masam potensial. Histic Sulfaquents Typic Sulfaquents Paket N P2O5 K Ca Mg N P K Ca Mg Pemupukan % ppm Cmol (+)/kg % ppm Cmol (+)/kg A 0,42 31,11 0,10 1,84 3,62 0,49 23,31 0,12 1,81 2,32 B 0,53 41,74 0,09 1,78 4,30 0,46 19,30 0,15 2,25 2,54 C 0,55 64,46 0,14 2,16 4,64 0,56 64,18 0,24 2,67 2,88 D 0,49 49,48 0,12 1,93 4,01 0,53 57,65 0,16 2,03 2,03 Tabel 5 memperlihatkan pengaruh perlakuan terhadap berat kering tanaman padi dan jumlah malai per rumpun. Berat kering tanaman padi dan jumlah malai per rumpun baik pada Histic Sulfaquents maupun Typic Sulfaquents tidak berbeda nyara. Sedangkan pengaruh perlakuan pemupukan menunjukkan pengaruh nyata, dalam hal ini perlakuan C atau dosis pemupukan tinggi (90 kg/ha N, 45 kg/ha P2O5, dan 150 kg/ha K2O) ditambah biotara lebih baik dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016 307 Tabel 5. Pengaruh pemberian hara terpadu terhadap berat kering tanaman dan jumlah malai per rumpun padi di lahan rawa pasang surut sulfat masam potensial. Paket Histic Sulfaquents Typic Sulfaquents Pemupukan Berat Kering Jumlah Berat Kering Jumlah Tanaman (g) Malai/Rumpun Tanaman (g) Malai/Rumpun A 25,69 a 15,60 a 24,94 a 15,80 a B 32,03 ab 16,53 ab 29,17 ab 16,93 b C 39,28 b 17,00 b 42,76 b 17,80 b D 33,52 ab 16,73 ab 27,86 ab 16,73 a Rata-rata 32,63 16,47 31,18 16,81 Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama dalam satu kolom menunjukan tidak berbeda nyata pada taraf DMRT 5%. Tabel 6. Rata-rata serapan hara N, P, K, Ca dan Mg oleh tanaman padi yang diukur pada saat panen di lahan rawa pasang surut sulfat masam potensial Paket Histic Sulfaquents Typic Sulfaquents Pemupukan N P2O5 K Ca Mg N P K Ca Mg (%) (%) A 25,17 3,28 23,25 6,89 9,17 23,04 4,69 19,65 7,11 9,15 B 29,65 4,43 37,73 11,88 10,68 24,42 5,15 41,77 12,45 11,66 C 32,99 5,15 37,81 14,92 14,06 39,51 5,77 48,87 17,64 15,48 D 28,16 3,45 36,18 12,03 11,57 25,74 3,95 34,75 11,21 10,33 Tabel 7. Pengaruh pemberian pupuk/hara terpadu terhadap berat 1000 biji dan hasil gabah kering giling padi di lahan rawa pasang surut sulfat masam potensial Histic Sulfaquents Typic Sulfaquents Paket Berat 1000 Biji Hasil Gabah Berat 1000 Biji Hasil Gabah Pemupukan (g) Kering (kg/ha) (g) Kering (kg/ha) A 23,44 a 2.573 a 22,72 a 2.602 a B 24,51 ab 3.124 ab 23,47 ab 2.922 ab C 25,15 b 3.300 b 24,04 b 3.681 b D 23,81 ab 2.641 a 23,11 ab 3.001 ab Rata-rata 24,23 2.901 23,33 3.052 Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama dalam satu kolom menunjukan tidak berbeda nyata pada taraf DMRT 5%. Hasil ini sejalan dengan rata-tara hasil analisis ketersediaan N, P, K, dan Ca pada saat panen (Tabel 4) menunjukkan keadaan yang sama dimana ketersediaan N, P, K, dan Ca tertinggi terjadi pada perlakuan C. Kondisi ini sesuai pula dengan serapan hara oleh tanaman (Tabel 6) yang menunjukkan bahwa serapan hara N, P, K, dan Ca tertinggi terjadi pada perlakuan C. Tabel 7 menunjukkan bahwa hasil padi tertinggi baik pada Histic Sulfaquents maupun Typiq Sulfaquents diperoleh pada perlakuan C. Hasil ini sejalan dengan rata-rata hasil analisis tanah yang diambil pada saat panen (Tabel 4) dan rata-rata serapan total hara tanaman pada saat panen (Tabel 6). Kesimpulan Hasil padi yang tertinggi yang ditanam pada tanah Histic Sulfaquents (3,300 t/ha GKG) maupun Typic Sulfaquents (3,681 t/ha GKG) diperoleh pada perlakuan C atau dosis pemupukan tinggi (90 kg/ha N, 45 kg/ha P2O5, dan 150 kg/ha K2O) ditambah pupuk hayati biotara 25 kg/ha. 308 Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016 Daftar Pustaka Adiningsih, J. S., A. Sofyan, dan D. Nursyamsi. 2000. Lahan sawah dan pengelolaannya. Hal 165-196. Dalam. Sumberdaya Lahan Indonesia dan Pengelolaannya. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bogor. Agus S. Nurjaya, Kasno A. 2004. Status hara tanah sawah untuk rekomendasi pemupukan. Buku Tanah Sawah dan Teknologi Pengelolaannya. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agoklimat, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. hlm 83-103. Alihamsyah, T. 2002. Optimalisasi pendayagunaan lahan rawa pasang surut. Makalah disajikan pada Seminar Nasional Optimalisasi Pendayagunaan Sumberdaya Lahan di Cisarua tanggal 6-7 Agustus 2002. Puslitbang Tanah dan Agroklimat. Ar-Riza,I dan Alkasuma. 2009. Pertanian lahan pasang surut dan strategi pengembangannya dalam era otonomi daerah. Jurnal. Sumberdaya Lahan. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Vol.2.no.2. Ar-Riza, I. 2008. Pola tanam dua kali setahun sebagai upaya peningkatan padi di lahan pasang surut. Makalah Seminar Padi Nasional III. Balai Besar Penelitian Padi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Mawardi. 2009. Pemetaan dan klasifikasi tanah sulfat masam di KP Balandean Jokyakarta. Sekolah Pascasarjana. Universitas Gajah Mada. [tesis]. Sato S dan Uphoff N. 2006. Raising Factor Productivity in Irrigated Rice Production : Opportunities with The System of Rice Intensification. Decentralized Irrigation System Improvement Project In Eastern Region of Indonesia (DISIMP). Soil Survey Staff. 2003. Keys to soil taxonomy. Ninth Edition, USDA Natural Resources Conservation Service. Washington DC. Soim, A. 2009. Jalur ganda untuk ketahanan pangan. Sinar Tani.Edisi 25-31 Maret 2009, No. 3296. Tahun XXXIX.Jakarta, hlm 4. Subagyono, K. H. Suwardjo, A. Abas, dan I.P.G. Widjaja-Adhi. 1994. Pengaruh pencucian, kapur dan pemupukan K terhadap sifat kimia tanah , kualitas air dan hasil padi pada lahan sulfat masam di Unit Tatas, Kalimantan Tengah. Pemberitaan Penelitian Tanah dan Pupuk 12:35-47. Widjaja-Adhi, I. P . G., K. Nugroho, Didi Ardi, S., dan A. S. Karama. 1992. Sumberdaya lahan rawa: Potensi, Keterbatasan, dan Pemanfaatan. p. 19-38. Dalam. Sutyipto, P. dan M. Syam (Eds.). Risalah Pertemuan Nasional Pengembangan Pertanian Lahan Rawa Pasang Surut dan Lebak. Cisarua, 3-4 Maret 1992. Widjaja-Adhi, I. P. G. 1995. Potensi, Peluang, dan Kendala Perluasan Areal Pertanian di Lahan Rawa di Kalimantan dan Irian Jaya. Seminar Perluasan Areal Pertanian. Serpong 7-8 November 1995. Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016 309