Free Cash Flow

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Landasan teori
2.1.1 Aliran kas bebas (Free Cash Flow)
Laporan aliran kas merupakan laporan yang berisikan informasi tentang
aliran kas masuk dan aliran kas keluar dalam suatu periode akuntansi. Smith dan
Skousen (2000) menulis bahwa tujuan utama penyajian laporan aliran kas adalah
untuk menyediakan informasi yang relevan mengenai penerimaan dan
pembayaran kas dari suatu entitas selama suatu periode waktu. Informasi ini
sekiranya dapat membantu investor dan kreditor untuk menaksir kemampuan
suatu entitas untuk menghasilkan aliran kas di masa depan dan memenuhi
kewajibannya dengan baik saat ini dan jangka panjang. Aliran kas itu sendiri
terdiri dari tiga jenis, yaitu : operating cash flow, investing cash flow, dan
financing cash flow. Aliran kas dari aktivitas operasi (operating cash flow) adalah
aliran kas dari aktivitas penghasil utama pendapatan perusahaan (principal
revenue producing activities) dan aktivitas lain yang bukan merupakan aktivitas
investasi dan aktivitas pendanaan. Aktivitas yang tergolong aktivitas operasi
mencakup transaksi-transaksi dan peristiwa-peristiwa yang biasanya tercakup
dalam penentuan pendapatan dari hasil kegiatan operasi perusahaan, misalnya
penerimaan kas dari penjualan barang atau jasa.
Aliran kas dari aktivitas investasi (investing cash flow) adalah aliran kas dari
pelepasan untuk perolehan aktiva jangka panjang serta investasi lain yang tidak
8
termasuk setara kas. Aktivitas yang tergolong aktivitas investasi adalah aktivitas
yang terjadi secara teratur dan menyebabkan penerimaan dan pembayaran kas.
Aktivitas ini tidak digolongkan sebagai aktivitas operasi utama dan berkelanjutan
dari suatu entitas. Terakhir, aliran kas dari aktivitas pendanaan (financing cash
flow) adalah aliran kas dari aktivitas yang mengakibatkan perubahan jumlah serta
komposisi modal dan pinjaman perusahaan. Aktivitas pendanaan mencakup
transaksi dan peristiwa dari mana kas tersebut diperoleh atau dibayarkan kepada
pemilik (equity financing) dan kreditor (debt financing), misalnya proceed kas
dari penerbitan capital stock atau obligasi.
Terdapat beberapa definisi mengenai aliran kas bebas. (Jensen,1986)
mendefinisikan aliran kas bebas sebagai kas yang tersisa setelah seluruh proyek
yang menghasilkan nilai sekarang bersih (net present value) positif dilakukan.
Menurut Kieso dan Weygant (1999) mendefinisikan aliran kas bebas sebagai
jumlah aliran kas diskresioner suatu perusahaan yang dapat digunakan untuk
tambahan investasi, melunasi utang, membeli kembali saham perusahaan sendiri,
atau menambah kembali saham perusahaan sendiri, atau menambah likuiditas
perusahaan. (Ross et al:2000) dalam Widanaputra (2003) mendefinisikan bahwa
aliran kas bebas sebagai kas perusahaan yang dapat didistribusikan kepada
kreditur atau pemegang saham yang tidak digunakan sebagai modal kerja
(working capital) atau investasi pada aset tetap. Aliran kas bebas menunjukkan
gambaran bagi investor bahwa dividen yang dibagikan oleh perusahaan tidak
sekedar “strategi” menyiasati pasar dengan maksud meningkatkan nilai
perusahaan. Bagi perusahaan yang melakukan pengeluaran modal, aliran kas
9
bebas akan mencerminkan dengan jelas mengenai perusahaan manakah yang
masih mempunyai kemampuan dimasa depan dan perusahaan manakah yang tidak
memiliki kemampuan itu.
Di Indonesia free cash flow lebih banyak dipakai untuk membiayai
pengeluaran modal. Hal ini disebabkan masih kurangnya instrumen yang tersedia
sehingga perusahaan harus mengeluarkan jumlah dana untuk menutupi
kekurangan tersebut, padahal dana tersebut seharusnya dibagikan sebagai dividen.
Bila dalam laporan keuangan itu tidak tercermin kecukupan laba dan aliran kas,
maka pasar akan menanggapi laporan itu dengan pasif karena tidak terlihat sinyal
yang dapat mencerminkan adanya peluang bagi pemegang saham untuk
memperoleh dividen dimasa depan. Sebaliknya pasar akan bereaksi bila tercermin
adanya aliran kas bebas yang dapat memberikan harapan pemegang saham untuk
memperoleh dividen dimasa depan.
2.1.2 Kebijakan Dividen
Menurut Sartono (2001), kebijakan dividen adalah keputusan mengenai
pembagian laba apakah dibagikan kepada pemegang saham sebagai dividen
ataukah akan ditahan dalam bentuk laba ditahan guna pembiayaan investasi di
masa datang. Jika perusahaan lebih memilih untuk membagikan dividen, maka
akan mengurangi sumber-sumber pembiayaan internal perusahaan. Namun jika
perusahaan lebih memilih untuk menahan laba yang diperoleh maka pembentukan
dana intern akan semakin besar akan tetapi para pemegang saham merasa kurang
disejahterakan oleh perusahaan. Menurut Riyanto (1995) ada empat bentuk
10
kebijakan pembayaran dividen adalah kebijakan dividen yang stabil, kebijakan
dividen dengan penetapan jumlah dividen minimal plus jumlah ekstra tertentu,
kebijakan dividen dengan penetapan dividend payout ratio yang konstan,
kebijakan dividen yang fleksibel.
2.1.3 Teori Kebijakan Dividen
Terdapat beberapa teori mengenai kebijakan dividen yang dijelaskan sebagai
berikut:
1. Teori Modigliani-Miller (MM)
Modigliani-Miller berpendapat bahwa nilai perusahaan ditentukan oleh
earning power dari asset perusahaan. Lebih lanjut Modigliani-Miller menjelaskan
bahwa kebanyakan investor merencanakan untuk menginvestasikan kembali
dividen mereka dalam saham dari perusahaan yang bersangkutan atau perusahaan
sejenis, dan bagaimanapun juga, resiko dari arus kas operasinya dan bukan oleh
pembagian dividennya.
2. Bird In The Hand Theory
Gordon dan Lintner dalam Sartono (2001) beranggapan bahwa investor
memandang satu burung di tangan lebih berharga daripada seribu burung di udara.
Gordon dan Lintner berpendapat bahwa dividen yang sudah ada di tangan lebih
kecil resikonya dibanding dengan kemungkinan kenaikan modal yang belum jelas
rimbanya, sehingga investor memerlukan total tingkat pengembalian yang lebih
besar apabila tingkat pengembalian tersebut lebih besar terdiri dari kenaikan nilai
modal dan hanya sebagian kecil yang terdiri dari dividen. Investor lebih merasa
11
nyaman untuk memperoleh pendapatan berupa pembayaran dividen daripada
menunggu capital gain.
2.1.4 Dividend Payout Ratio (DPR)
Besar kecilnya dividen sangat tergantung oleh besar kecilnya laba yang
diperoleh dan proporsi laba yang akan dibagikan dalam bentuk dividen atau
Dividend Payout Ratio (DPR), Sartono (2001). Dividend Payout Ratio (DPR)
merupakan persentase dari pendapatan yang akan dibayarkan kepada pemegang
saham sebagai cash dividend. Perusahaan-perusahaan yang mengumumkan laba
ditahan sebagai sumber pembiayaan investasi mengakibatkan DPR yang semakin
jauh.
Secara matematis DPR merupakan perbandingan antara dividend per share
(dividen per lembar saham) dengan earning per share (keuntungan per lembar
saham).
Dividend Payout Ratio =
DividendPerShare
x100 % …………………... (1)
EarningPerShare
2.1.5 Return Saham
Menurut Jogiyanto (2000), return merupakan hasil yang diperoleh dari
investasi. Return saham merupakan hasil yang diperoleh dari investasi yang
dilakukan dengan membeli saham suatu perusahaan. Prospek perusahaan yang
bertumbuh bagi investor merupakan suatu prospek yang menguntungkan, karena
investasi yang ditanamkan diharapkan akan memberikan return yang tinggi.
Penelitian Vought (1997) dalam Saputro (2003) menunjukkan bahwa perusahaan
yang bertumbuh akan direspon positif oleh pasar. Perbedaan harga saham antara
12
perusahaan yang tumbuh dan yang tidak tumbuh juga sesuai dengan salah satu
dasar pembentukan harga saham yang percaya bahwa harga saham terjadi karena
adanya aliran laba atau kas masa depan yang dinilai sekarang, Subekti dan
Kusuma (2001). Perusahaan yang tumbuh mempunyai laba dan arus kas masa
depan yang lebih besar dibandingkan dengan perusahaan yang tidak tumbuh.
Kebijakan perusahaan pada perusahaan yang tumbuh merupakan implementasi
teori contracting dan hal ini merupakan berita baik bagi para investor sehingga
mereka akan merespon berita tersebut secara positif pada harga saham yang
tentunya dapat meningkatkan return saham perusahaan tersebut.
Return terdiri atas return realisasi (realized return) dan return ekspektasi
(expected return). Return realisasi merupakan return yang telah terjadi. Return
realisasi dihitung berdasarkan data historis sedangkan return ekspektasi
merupakan return yang diharapkan akan diperoleh oleh investor di masa yang
akan datang. Beberapa pengukuran return realisasi yang banyak digunakan adalah
return total (total return), return relatif (return relative), kumulatif return (return
cumulative), dan return disesuaikan (adjusted return). Return total merupakan
return keseluruhan dari investasi dalam suatu periode tertentu. Return total yang
sering disebut dengan return saja terdiri atas capital gain (loss) dan yield. Capital
gain atau capital loss merupakan selisih dari harga investasi sekarang relatif
dengan harga periode lalu. Untuk saham, capital gain terjadi jika harga saham
pada periode tertentu lebih rendah dari periode sebelumnya. Sebaliknya jika harga
saham pada periode tertentu lebih rendah dari periode sebelumnya maka akan
tertentu lebih rendah dari periode sebelumnya maka akan terjadi capital loss
13
sedangkan yield merupakan presentase penerimaaan kas periodik terhadap harga
investasi periode tertentu dari suatu investasi, Jogiyanto (2000). Untuk saham,
yield adalah persentase dividen terhadap harga saham periode sebelumnya.
merumuskan tingkat pendapatan saham (stock return) sebagai berikut :
( Pt  Pt  1)  Dt
……………………………………………….. (2)
Pt  1
R1 =
Dimana :
R1
= Return saham individual
Pt
= Harga saham pada periode t
Pt-1 = Harga saham pada periode t-1
Dt
= Besarnya dividen pada periode t
2.1.6 Struktur kepemilikan
Struktur kepemilikan (ownership structure) merupakan persentase saham
yang dimiliki oleh insider shareholder dan outsider shareholder. Menurut
Iturraga dan Sanz dalam Edy dan Mas’ud (2003) struktur kepemilikan dapat
dijelaskan dari sudut pandang yaitu pendekatan keagenan (agency approach) dan
pendekatan ketidakseimbangan informasi (asymmetric information approach).
Pendekatan keagenan menganggap struktur kepemilikan sebagai sebuah instrumen
atau alat untuk mengurangi konflik kepentingan diantara berbagai pemegang
klaim.
Sedangkan
pendekatan
ketidakseimbangan
informasi
memandang
mekanisme struktur kepemilikan sebagai suatu cara untuk mengurangi
ketidakseimbangan informasi antara insider dan outsider melalui pengungkapan
informasi di pasar modal. Menurut La Porta dkk dalam Tri Gunarsih (2000)
kepemilikan yang menyebar (banyak pemilik dengan persentase kecil) hanya
14
terjadi pada negara dengan perlindungan legal yang sangat baik terhadap pemilik,
sedangkan di negara dengan perlindungan negara buruk, kepemilikannya
cenderung terkonsentrasi (sedikit pemilik dengan kepemilikan dalam jumlah
besar). Dengan demikian, struktur kepemilikan perusahaan berbeda di setiap
negara. Pada kepemilikan menyebar, masalah perbedaan kepentingan utama yang
terjadi adalah antara kepentingan pemilik (pemegang saham) dan kepentingan
pengelola perusahaan (manajemen). Permasalahan perbedaan kepentingan ini
berbeda dengan perusahaan yang mempunyai struktur kepemilikan terkonsentrasi.
Kepemilikan yang terkonsentrasi masalah utamanya yaitu perbedaan kepentingan
antara pemilik mayoritas sebagai pengendali perusahaan dengan pemilik
minoritas.
Menurut Fitri dan Mamduh dalam Kristya (2007) pemegang saham sebagai
pemilik modal dapat dibedakan menjadi tiga, diantaranya adalah :
1. Managerial ownership atau internal ownership
Adalah pemegang saham yang merupakan pihak insider perusahaan yang
ikut aktif dalam kegiatan operasional perusahaan, seperti dewan direksi dan
manager.
2. External ownership
Adalah pemegang saham perorangan yang pasif dalam kegiatan
operasional perusahaan diluar pihak insider perusahaan.
3. Institusion ownership
Adalah pemegang saham yang berbentuk institusi (perusahaan) yang pasif
dalam kegiatan operasional perusahaan.
15
2.1.7 Teori Keagenan dan signaling theory
Teori keagenan mengimplikasikan adanya asimetri informasi antara manajer
sebagai agen dan pemilik (pemegang saham) sebagai prinsipal. Asimetri informasi
muncul ketika manajer lebih mengetahui informasi internal dan prospek
perusahaan di masa yang akan datang dibandingkan pemegang saham dan
shareholder lainnya. Dikaitkan dengan peningkatan nilai perusahaan, ketika
terdapat asimetri informasi, manajer dapat memberi sinyal mengenai kondisi
perusahaan kepada investor guna memaksimalkan nilai saham perusahaan. Sinyal
yang diberikan dapat dilakukan melalui pengungkapan (disclosure) informasi
akuntansi. (Rahmawati, Yacob dan Nurul, 2006)
Jensen dan Meckling (1976) menambahkan bahwa kedua kelompok (agen
dan prinsipal) adalah orang-orang yang berupaya memaksimalkan utilitasnya.
Menurut Scott (2000) dalam Kiryanto dan Edy Supriyanto (2006) ada dua tipe
asimetri informasi, yaitu : adverse selection dan moral hazard. Adverse selection
adalah suatu tipe informasi asimetri (asymmetric information) dimana satu orang
atau lebih pelaku-pelaku transaksi bisnis atau transaksi-transaksi yang potensial
mempunyai informasi lebih banyak daripada yang lain. Pihak yang memiliki
informasi lebih banyak cenderung akan menggunakan informasi tersebut untuk
kepentingan pribadi sehingga dapat merugikan perusahaan. Sedangkan moral
hazard adalah suatu tipe informasi asimetri dimana satu orang atau lebih pelakupelaku transaksi bisnis atau transaksi-transaksi potensial yang dapat mengamati
kegiatan-kegiatan mereka secara penuh dibandingkan dengan pihak lain. Pihak
yang dapat mengamati kegiatan-kegiatan secara penuh cenderung akan
16
menggunakan informasi tersebut untuk kepentingan pribadi sehingga dapat
merugikan para investor (individu/kelompok) dalam berinvestasi.
Signaling theory membahas bagaimana sebaiknya dan seharusnya sinyalsinyal keberhasilan atau kegagalan agen harus disampaikan. Salah satu contoh
pemberian sinyal adalah menyampaikan laporan laba perusahaan yang dianggap
dalam teori merupakan sinyal apakah agen berbuat sesuatu sesuai dengan kontrak
atau tidak.
Kedua teori tersebut juga membahas masalah mengenai keterbatasan
perilaku rasional manusia (bounded rationality) dan tidak suka mengandung
resiko (risk avarse). Manusia pada umumnya menginginkan keuntungan yang
sebesar-besarnya untuk dirinya sendiri dengan biaya pihak lain. Selain itu,
manusia juga mempunyai kecenderungan menghindar dari resiko oleh
perbuatannya dan berusaha mengkambinghitamkan orang lain. Keterbatasan sifat
manusia ini menyebabkan principal dan agen saling mencari peluang untuk
menguntungkan diri sendiri. Untuk menghindari hal tersebut maka diperlukan
pihak ketiga yang independen untuk menilai kinerja masing-masing, terutama
pihak agen. Agen secara periodik menyusun laporan keuangan sebagai sinyal
pertanggung jawaban atas segala usaha yang ia lakukan. Laporan tersebut
disampaikan kepada principal dan masyarakat ekonomi yang membutuhkan
informasi dari laporan tersebut dengan asumsi bahwa mereka telah berusaha
dengan baik. Tugas pihak ketiga adalah untuk memeriksa tingkat kewajaran sinyal
tersebut terhadap kriteria yang ditetapkan dan hal ini merupakan tugas dari
akuntan publik.
17
2.2 Penelitian sebelumnya
Penelitian ini berkaitan dengan penelitian sebelumnya dilakukan oleh
Wahyudi (2006), penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kepemilikan
institusional terhadap hubungan antara DER dengan kebijakan dividen dan
pengaruh kepemilikan institusional terhadap hubungan antara ROE dengan
kebijakan dividen. Teknik analisis yang digunakan adalah teknik analisis regresi
linier berganda. Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah bahwa
kepemilikan institusional tidak mampu mempengaruhi secara signifikan hubungan
antara ROE dan DER dengan kebijakan dividen pada perusahaan-perusahaan
manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta selama periode 2001-2004.
Persamaan penelitian ini adalah objek penelitian yang digunakan adalah Bursa
Efek Indonesia. Perbedaannya adalah variabel pemoderasi yang digunakan pada
penelitian ini adalah free cash flow dan variabel dependen return saham.
Listyawati (2007) meneliti pengaruh free cash flow terhadap hubungan
antara return on investment dengan return saham dan pengaruh free cash flow
terhadap hubungan antara kepemilikan manajerial dengan return saham.
Penelitian ini menggunakan teknik analisis regresi linier berganda. Kesimpulan
yang diperoleh adalah bahwa free cash flow berpengaruh terhadap hubungan
antara return on investment dengan return saham dan free cash flow tidak
berpengaruh tehadap hubungan antara kepemilikan manajerial dengan return
saham.Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah sama-sama
menggunakan pemoderasi Free Cash Flow. Perbedaannya adalah variabel
18
independen yang dipergunakan adalah dividend payout ratio dan kepemilikan
institusional.
Natalia (2006), penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional terhadap kebijakan dividen
dan nilai perusahaan. Teknik analisis yang digunakan adalah teknik Analysis Of
Moment Structure. Hasil yang didapat adalah kepemilikan manajerial dan
kepemilikan institusional tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kebijakan
dividen. Kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional memiliki arah
negatif, tidak signifikan terhadap nilai perusahaan Persamaannya adalah samasama menggunakan variabel dependen return saham. Perbedaannya dengan
penelitian ini adalah menggunakan variabel pemoderasi free cash flow.
Suryaningsih (2005), penelitian ini menguji pengaruh free cash flow
terhadap hubungan keputusan pendanaan dalam hal ini debt to equity ratio dengan
return saham dan menguji pengaruh free cash flow terhadap hubungan
pembayaran dividen dengan return saham. Teknik analisis yang digunakan adalah
regresi linier berganda. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa secara parsial
free cash flow mampu memoderasi hubungan antara keputusan pendanaan dengan
return saham dan free cash flow mampu memperkuat hubungan pembayaran
dividen dengan return saham.
D’yan (2004), penelitian ini bertujuan untuk menguji secara empiris
tentang pengaruh free cash flow terhadap hubungan antara tingkat pengembalian
investasi dan dividen dengan return saham. Teknuk analisis yang digunakan
adalah regresi linier berganda. Hasil dari penelitian ini adalah free cash flow tidak
19
mampu memoderasi hubungan antara ROI dengan return saham dan free cash
flow mampu memoderasi hubungan antara dividen dengan return saham.
Persamaan penelitian ini adalah sama-sama menggunakan variabel pemoderasi
free cash flow dan variabel independen yaitu dividen, sedangkan perbedaannya
adalah penelitian ini menggunakan variabel independen kepemilikan institusional.
20
Tabel 2.1 Ringkasan Hasil Penelitian Sebelumnya
No
1
2
Nama
Peneliti/
Tahun
Agus
Wahyudi
Salasa
Gama
(2006)
Kadek
Listyawati
(2007)
3
Ni Luh
Suma
Natalia
(2006)
4
Ni Luh
Suryanings
ih
(2005)
D’yan
Yaniartha
(2004)
5
Objek
Penelitian
Variabel Penelitian
dan Pengukuran Variabel
Perusahaan
Manufaktur yang
Terdaftar di Bursa
Efek Jakarta Tahun
2001-2004
Perusahaan yang
terdaftar di Bursa
Efek Jakarta Tahun
2003-2006
Perusahaan
Manufaktur yang
Terdaftar di Bursa
Efek Jakarta Tahun
2001-2005
DV: Kebijakan Dividen
IV: DER dan ROE
MV: Kepemilikan saham
Institusional
Perusahaan
Manufaktur di
Bursa Efek Jakarta
DV : Return saham
IV : Debt to Equity Ratio,
pembayaran dividen
MV : Free Cash Flow
DV: Return saham
IV: ROI, DPR
MV : Free Cash Flow
Perusahaan
Manufaktur Bursa
Efek Jakarta Tahun
1998-2000
Teknik Analisis
Data
Hasil Penelitian
Teknik Analisis Kepemilikan
institusional
tidak
mampu
Regresi Linier
mempengaruhi secara signifikan hubungan antara
Berganda
ROE dan DER dengan kebijakan dividen pada
perusahaan manufaktur di Bursa Efek Jakarta
selama periode 2001-2004.
Teknik Analisis Free cash flow berpengaruh terhadap hubungan ROI
Regresi Linier
dengan return saham dan free cash flow tidak
Berganda
berpengaruh terhadap hubungan kepemilikan
manajerial dengan return saham.
Teknik
Kepemilikan
manajerial
dan
kepemilikan
Analysis Of
institusional memiliki arah positif dan tidak dapat
Moment
mempengaruhi kebijakan dividen. Kepemilikan
Structure
manajerial dan kepemilikan institusional tidak dapat
(AMOS)
mempengaruhi nilai perusahaan karena memiliki
arah yang negatif
Teknik Analisis Free cash flow mampu memperkuat hubungan
Regresi Linier
keputusan pendanaan dengan return saham. Dan
Berganda
free cash flow mampu memperkuat hubungan rasio
pembayaran dividen dengan return saham.
Teknik Analisis Free cash flow tidak mampu memoderasi hubungan
Regresi Linier
antara ROI dengan return saham. Free cash flow
Berganda
mampu memoderasi hubungan antara DPR dengan
return saham.
DV: Return saham
IV: ROI, Kepemilikan
Manajerial
MV: Free Cash Flow
DV:Kebijakan Dividen,
Nilai Perusahaan
IV: Kepemilikan
Manajerial,Kepemilikan
Institusional
21
2.3 Rumusan Hipotesis
Free Cash Flow (FCF) merupakan sumber dana internal perusahaan yang
pengunaannya tergantung pada kebijakan manajer. Penggunaan yang disini adalah
pembayaran dividen, pembelian saham perusahaan, atau penginvestasian aktiva
tetap atau aktiva lainnya. Dalam teori sinyal, alasan yang digunakan untuk
pembayaran
dividen
adalah
penggunaan
kebijakan
dividen
untuk
mengkomunikasikan informasi mengenai prospek masa depan perusahaan bagi
investor.
Menurut
(Widanaputra:2003)
perusahaan
yang memiliki
rasio
pembayaran dividen yang tinggi dan FCF yang tinggi akan direspon positif oleh
pasar. Penelitian terdahulu yang dilakukan Suryaningsih (2005) dan D’yan (2004)
memperoleh hasil bahwa dividen berpengaruh terhadap return saham. Penelitian
yang dilakukan oleh Nurmala (2006) menemukan bahwa kebijakan dividen tidak
mempunyai pengaruh terhadap harga saham dan tidak adanya hubungan antara
kebijakan dividen dengan harga saham. Menurut Sartono (2000) dalam
Widanaputra (2003), menyatakan bahwa pengaruh pembayaran dividen terhadap
kemakmuran akan diimbangi dengan jumlah yang sama dengan cara
pembelanjaan dana yang lain. Kenaikan pendapatan pemegang saham akibat
pembagian dividen akan diimbangi oleh penurunan harga saham sebagai akibat
adanya penjualan saham baru. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini
adalah:
H1 : Free Cash Flow berpengaruh terhadap hubungan antara Dividend Payout
Ratio dengan Return saham.
22
Jensen dan Meckling (1976) dalam Riyanto (2001) menyatakan bahwa
hubungan keagenan adalah sebuah kontrak antara manajer dengan investor.
Konflik kepentingan antara pemilik dan agen terjadi karena kemungkinan agen
tidak selalu berbuat sesuai kepentingan principal, sehingga memicu adanya biaya
keagenan (agency cost). Hal tersebut dapat diminimumkan melalui suatu
mekanisme monitoring yang bertujuan untuk menyelaraskan berbagai kepentingan
tersebut. Salah satunya dilakukan dengan mekanisme kepemilikan saham oleh
investor institusional. Investor institusional merupakan pihak yang dapat
memonitor agen dengan kepemilikannya yang besar, sehingga motivasi manajer
untuk mengatur laba berkurang. Struktur kepemilikan oleh beberapa peneliti
dipercaya mampu mempengaruhi jalannya perusahaan yang pada akhirnya
berpengaruh pada kinerja perusahaan dalam mencapai tujuan perusahaan yaitu
maksimalisasi nilai perusahaan. Hal ini disebabkan oleh adanya kontrol yang
mereka miliki. Kepemilikan saham dapat digunakan sebagai indikator dalam
pengambilan keputusan investasi, namun untuk memperkuat keyakinan investor
dengan investasi yang dilakukan dapat digunakan free cash flow (FCF).
H2 : Free Cash Flow berpengaruh terhadap hubungan antara Kepemilikan
Institusional dengan Return saham.
23
Download