BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan teori 2.1.1 Aliran kas bebas (Free Cash Flow) Laporan aliran kas merupakan laporan yang berisikan informasi tentang aliran kas masuk dan aliran kas keluar dalam suatu periode akuntansi. Smith dan Skousen (2000) menulis bahwa tujuan utama penyajian laporan aliran kas adalah untuk menyediakan informasi yang relevan mengenai penerimaan dan pembayaran kas dari suatu entitas selama suatu periode waktu. Informasi ini sekiranya dapat membantu investor dan kreditor untuk menaksir kemampuan suatu entitas untuk menghasilkan aliran kas di masa depan dan memenuhi kewajibannya dengan baik saat ini dan jangka panjang. Aliran kas itu sendiri terdiri dari tiga jenis, yaitu : operating cash flow, investing cash flow, dan financing cash flow. Aliran kas dari aktivitas operasi (operating cash flow) adalah aliran kas dari aktivitas penghasil utama pendapatan perusahaan (principal revenue producing activities) dan aktivitas lain yang bukan merupakan aktivitas investasi dan aktivitas pendanaan. Aktivitas yang tergolong aktivitas operasi mencakup transaksi-transaksi dan peristiwa-peristiwa yang biasanya tercakup dalam penentuan pendapatan dari hasil kegiatan operasi perusahaan, misalnya penerimaan kas dari penjualan barang atau jasa. Aliran kas dari aktivitas investasi (investing cash flow) adalah aliran kas dari pelepasan untuk perolehan aktiva jangka panjang serta investasi lain yang tidak 8 termasuk setara kas. Aktivitas yang tergolong aktivitas investasi adalah aktivitas yang terjadi secara teratur dan menyebabkan penerimaan dan pembayaran kas. Aktivitas ini tidak digolongkan sebagai aktivitas operasi utama dan berkelanjutan dari suatu entitas. Terakhir, aliran kas dari aktivitas pendanaan (financing cash flow) adalah aliran kas dari aktivitas yang mengakibatkan perubahan jumlah serta komposisi modal dan pinjaman perusahaan. Aktivitas pendanaan mencakup transaksi dan peristiwa dari mana kas tersebut diperoleh atau dibayarkan kepada pemilik (equity financing) dan kreditor (debt financing), misalnya proceed kas dari penerbitan capital stock atau obligasi. Terdapat beberapa definisi mengenai aliran kas bebas. (Jensen,1986) mendefinisikan aliran kas bebas sebagai kas yang tersisa setelah seluruh proyek yang menghasilkan nilai sekarang bersih (net present value) positif dilakukan. Menurut Kieso dan Weygant (1999) mendefinisikan aliran kas bebas sebagai jumlah aliran kas diskresioner suatu perusahaan yang dapat digunakan untuk tambahan investasi, melunasi utang, membeli kembali saham perusahaan sendiri, atau menambah kembali saham perusahaan sendiri, atau menambah likuiditas perusahaan. (Ross et al:2000) dalam Widanaputra (2003) mendefinisikan bahwa aliran kas bebas sebagai kas perusahaan yang dapat didistribusikan kepada kreditur atau pemegang saham yang tidak digunakan sebagai modal kerja (working capital) atau investasi pada aset tetap. Aliran kas bebas menunjukkan gambaran bagi investor bahwa dividen yang dibagikan oleh perusahaan tidak sekedar “strategi” menyiasati pasar dengan maksud meningkatkan nilai perusahaan. Bagi perusahaan yang melakukan pengeluaran modal, aliran kas 9 bebas akan mencerminkan dengan jelas mengenai perusahaan manakah yang masih mempunyai kemampuan dimasa depan dan perusahaan manakah yang tidak memiliki kemampuan itu. Di Indonesia free cash flow lebih banyak dipakai untuk membiayai pengeluaran modal. Hal ini disebabkan masih kurangnya instrumen yang tersedia sehingga perusahaan harus mengeluarkan jumlah dana untuk menutupi kekurangan tersebut, padahal dana tersebut seharusnya dibagikan sebagai dividen. Bila dalam laporan keuangan itu tidak tercermin kecukupan laba dan aliran kas, maka pasar akan menanggapi laporan itu dengan pasif karena tidak terlihat sinyal yang dapat mencerminkan adanya peluang bagi pemegang saham untuk memperoleh dividen dimasa depan. Sebaliknya pasar akan bereaksi bila tercermin adanya aliran kas bebas yang dapat memberikan harapan pemegang saham untuk memperoleh dividen dimasa depan. 2.1.2 Kebijakan Dividen Menurut Sartono (2001), kebijakan dividen adalah keputusan mengenai pembagian laba apakah dibagikan kepada pemegang saham sebagai dividen ataukah akan ditahan dalam bentuk laba ditahan guna pembiayaan investasi di masa datang. Jika perusahaan lebih memilih untuk membagikan dividen, maka akan mengurangi sumber-sumber pembiayaan internal perusahaan. Namun jika perusahaan lebih memilih untuk menahan laba yang diperoleh maka pembentukan dana intern akan semakin besar akan tetapi para pemegang saham merasa kurang disejahterakan oleh perusahaan. Menurut Riyanto (1995) ada empat bentuk 10 kebijakan pembayaran dividen adalah kebijakan dividen yang stabil, kebijakan dividen dengan penetapan jumlah dividen minimal plus jumlah ekstra tertentu, kebijakan dividen dengan penetapan dividend payout ratio yang konstan, kebijakan dividen yang fleksibel. 2.1.3 Teori Kebijakan Dividen Terdapat beberapa teori mengenai kebijakan dividen yang dijelaskan sebagai berikut: 1. Teori Modigliani-Miller (MM) Modigliani-Miller berpendapat bahwa nilai perusahaan ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan. Lebih lanjut Modigliani-Miller menjelaskan bahwa kebanyakan investor merencanakan untuk menginvestasikan kembali dividen mereka dalam saham dari perusahaan yang bersangkutan atau perusahaan sejenis, dan bagaimanapun juga, resiko dari arus kas operasinya dan bukan oleh pembagian dividennya. 2. Bird In The Hand Theory Gordon dan Lintner dalam Sartono (2001) beranggapan bahwa investor memandang satu burung di tangan lebih berharga daripada seribu burung di udara. Gordon dan Lintner berpendapat bahwa dividen yang sudah ada di tangan lebih kecil resikonya dibanding dengan kemungkinan kenaikan modal yang belum jelas rimbanya, sehingga investor memerlukan total tingkat pengembalian yang lebih besar apabila tingkat pengembalian tersebut lebih besar terdiri dari kenaikan nilai modal dan hanya sebagian kecil yang terdiri dari dividen. Investor lebih merasa 11 nyaman untuk memperoleh pendapatan berupa pembayaran dividen daripada menunggu capital gain. 2.1.4 Dividend Payout Ratio (DPR) Besar kecilnya dividen sangat tergantung oleh besar kecilnya laba yang diperoleh dan proporsi laba yang akan dibagikan dalam bentuk dividen atau Dividend Payout Ratio (DPR), Sartono (2001). Dividend Payout Ratio (DPR) merupakan persentase dari pendapatan yang akan dibayarkan kepada pemegang saham sebagai cash dividend. Perusahaan-perusahaan yang mengumumkan laba ditahan sebagai sumber pembiayaan investasi mengakibatkan DPR yang semakin jauh. Secara matematis DPR merupakan perbandingan antara dividend per share (dividen per lembar saham) dengan earning per share (keuntungan per lembar saham). Dividend Payout Ratio = DividendPerShare x100 % …………………... (1) EarningPerShare 2.1.5 Return Saham Menurut Jogiyanto (2000), return merupakan hasil yang diperoleh dari investasi. Return saham merupakan hasil yang diperoleh dari investasi yang dilakukan dengan membeli saham suatu perusahaan. Prospek perusahaan yang bertumbuh bagi investor merupakan suatu prospek yang menguntungkan, karena investasi yang ditanamkan diharapkan akan memberikan return yang tinggi. Penelitian Vought (1997) dalam Saputro (2003) menunjukkan bahwa perusahaan yang bertumbuh akan direspon positif oleh pasar. Perbedaan harga saham antara 12 perusahaan yang tumbuh dan yang tidak tumbuh juga sesuai dengan salah satu dasar pembentukan harga saham yang percaya bahwa harga saham terjadi karena adanya aliran laba atau kas masa depan yang dinilai sekarang, Subekti dan Kusuma (2001). Perusahaan yang tumbuh mempunyai laba dan arus kas masa depan yang lebih besar dibandingkan dengan perusahaan yang tidak tumbuh. Kebijakan perusahaan pada perusahaan yang tumbuh merupakan implementasi teori contracting dan hal ini merupakan berita baik bagi para investor sehingga mereka akan merespon berita tersebut secara positif pada harga saham yang tentunya dapat meningkatkan return saham perusahaan tersebut. Return terdiri atas return realisasi (realized return) dan return ekspektasi (expected return). Return realisasi merupakan return yang telah terjadi. Return realisasi dihitung berdasarkan data historis sedangkan return ekspektasi merupakan return yang diharapkan akan diperoleh oleh investor di masa yang akan datang. Beberapa pengukuran return realisasi yang banyak digunakan adalah return total (total return), return relatif (return relative), kumulatif return (return cumulative), dan return disesuaikan (adjusted return). Return total merupakan return keseluruhan dari investasi dalam suatu periode tertentu. Return total yang sering disebut dengan return saja terdiri atas capital gain (loss) dan yield. Capital gain atau capital loss merupakan selisih dari harga investasi sekarang relatif dengan harga periode lalu. Untuk saham, capital gain terjadi jika harga saham pada periode tertentu lebih rendah dari periode sebelumnya. Sebaliknya jika harga saham pada periode tertentu lebih rendah dari periode sebelumnya maka akan tertentu lebih rendah dari periode sebelumnya maka akan terjadi capital loss 13 sedangkan yield merupakan presentase penerimaaan kas periodik terhadap harga investasi periode tertentu dari suatu investasi, Jogiyanto (2000). Untuk saham, yield adalah persentase dividen terhadap harga saham periode sebelumnya. merumuskan tingkat pendapatan saham (stock return) sebagai berikut : ( Pt Pt 1) Dt ……………………………………………….. (2) Pt 1 R1 = Dimana : R1 = Return saham individual Pt = Harga saham pada periode t Pt-1 = Harga saham pada periode t-1 Dt = Besarnya dividen pada periode t 2.1.6 Struktur kepemilikan Struktur kepemilikan (ownership structure) merupakan persentase saham yang dimiliki oleh insider shareholder dan outsider shareholder. Menurut Iturraga dan Sanz dalam Edy dan Mas’ud (2003) struktur kepemilikan dapat dijelaskan dari sudut pandang yaitu pendekatan keagenan (agency approach) dan pendekatan ketidakseimbangan informasi (asymmetric information approach). Pendekatan keagenan menganggap struktur kepemilikan sebagai sebuah instrumen atau alat untuk mengurangi konflik kepentingan diantara berbagai pemegang klaim. Sedangkan pendekatan ketidakseimbangan informasi memandang mekanisme struktur kepemilikan sebagai suatu cara untuk mengurangi ketidakseimbangan informasi antara insider dan outsider melalui pengungkapan informasi di pasar modal. Menurut La Porta dkk dalam Tri Gunarsih (2000) kepemilikan yang menyebar (banyak pemilik dengan persentase kecil) hanya 14 terjadi pada negara dengan perlindungan legal yang sangat baik terhadap pemilik, sedangkan di negara dengan perlindungan negara buruk, kepemilikannya cenderung terkonsentrasi (sedikit pemilik dengan kepemilikan dalam jumlah besar). Dengan demikian, struktur kepemilikan perusahaan berbeda di setiap negara. Pada kepemilikan menyebar, masalah perbedaan kepentingan utama yang terjadi adalah antara kepentingan pemilik (pemegang saham) dan kepentingan pengelola perusahaan (manajemen). Permasalahan perbedaan kepentingan ini berbeda dengan perusahaan yang mempunyai struktur kepemilikan terkonsentrasi. Kepemilikan yang terkonsentrasi masalah utamanya yaitu perbedaan kepentingan antara pemilik mayoritas sebagai pengendali perusahaan dengan pemilik minoritas. Menurut Fitri dan Mamduh dalam Kristya (2007) pemegang saham sebagai pemilik modal dapat dibedakan menjadi tiga, diantaranya adalah : 1. Managerial ownership atau internal ownership Adalah pemegang saham yang merupakan pihak insider perusahaan yang ikut aktif dalam kegiatan operasional perusahaan, seperti dewan direksi dan manager. 2. External ownership Adalah pemegang saham perorangan yang pasif dalam kegiatan operasional perusahaan diluar pihak insider perusahaan. 3. Institusion ownership Adalah pemegang saham yang berbentuk institusi (perusahaan) yang pasif dalam kegiatan operasional perusahaan. 15 2.1.7 Teori Keagenan dan signaling theory Teori keagenan mengimplikasikan adanya asimetri informasi antara manajer sebagai agen dan pemilik (pemegang saham) sebagai prinsipal. Asimetri informasi muncul ketika manajer lebih mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan di masa yang akan datang dibandingkan pemegang saham dan shareholder lainnya. Dikaitkan dengan peningkatan nilai perusahaan, ketika terdapat asimetri informasi, manajer dapat memberi sinyal mengenai kondisi perusahaan kepada investor guna memaksimalkan nilai saham perusahaan. Sinyal yang diberikan dapat dilakukan melalui pengungkapan (disclosure) informasi akuntansi. (Rahmawati, Yacob dan Nurul, 2006) Jensen dan Meckling (1976) menambahkan bahwa kedua kelompok (agen dan prinsipal) adalah orang-orang yang berupaya memaksimalkan utilitasnya. Menurut Scott (2000) dalam Kiryanto dan Edy Supriyanto (2006) ada dua tipe asimetri informasi, yaitu : adverse selection dan moral hazard. Adverse selection adalah suatu tipe informasi asimetri (asymmetric information) dimana satu orang atau lebih pelaku-pelaku transaksi bisnis atau transaksi-transaksi yang potensial mempunyai informasi lebih banyak daripada yang lain. Pihak yang memiliki informasi lebih banyak cenderung akan menggunakan informasi tersebut untuk kepentingan pribadi sehingga dapat merugikan perusahaan. Sedangkan moral hazard adalah suatu tipe informasi asimetri dimana satu orang atau lebih pelakupelaku transaksi bisnis atau transaksi-transaksi potensial yang dapat mengamati kegiatan-kegiatan mereka secara penuh dibandingkan dengan pihak lain. Pihak yang dapat mengamati kegiatan-kegiatan secara penuh cenderung akan 16 menggunakan informasi tersebut untuk kepentingan pribadi sehingga dapat merugikan para investor (individu/kelompok) dalam berinvestasi. Signaling theory membahas bagaimana sebaiknya dan seharusnya sinyalsinyal keberhasilan atau kegagalan agen harus disampaikan. Salah satu contoh pemberian sinyal adalah menyampaikan laporan laba perusahaan yang dianggap dalam teori merupakan sinyal apakah agen berbuat sesuatu sesuai dengan kontrak atau tidak. Kedua teori tersebut juga membahas masalah mengenai keterbatasan perilaku rasional manusia (bounded rationality) dan tidak suka mengandung resiko (risk avarse). Manusia pada umumnya menginginkan keuntungan yang sebesar-besarnya untuk dirinya sendiri dengan biaya pihak lain. Selain itu, manusia juga mempunyai kecenderungan menghindar dari resiko oleh perbuatannya dan berusaha mengkambinghitamkan orang lain. Keterbatasan sifat manusia ini menyebabkan principal dan agen saling mencari peluang untuk menguntungkan diri sendiri. Untuk menghindari hal tersebut maka diperlukan pihak ketiga yang independen untuk menilai kinerja masing-masing, terutama pihak agen. Agen secara periodik menyusun laporan keuangan sebagai sinyal pertanggung jawaban atas segala usaha yang ia lakukan. Laporan tersebut disampaikan kepada principal dan masyarakat ekonomi yang membutuhkan informasi dari laporan tersebut dengan asumsi bahwa mereka telah berusaha dengan baik. Tugas pihak ketiga adalah untuk memeriksa tingkat kewajaran sinyal tersebut terhadap kriteria yang ditetapkan dan hal ini merupakan tugas dari akuntan publik. 17 2.2 Penelitian sebelumnya Penelitian ini berkaitan dengan penelitian sebelumnya dilakukan oleh Wahyudi (2006), penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kepemilikan institusional terhadap hubungan antara DER dengan kebijakan dividen dan pengaruh kepemilikan institusional terhadap hubungan antara ROE dengan kebijakan dividen. Teknik analisis yang digunakan adalah teknik analisis regresi linier berganda. Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah bahwa kepemilikan institusional tidak mampu mempengaruhi secara signifikan hubungan antara ROE dan DER dengan kebijakan dividen pada perusahaan-perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta selama periode 2001-2004. Persamaan penelitian ini adalah objek penelitian yang digunakan adalah Bursa Efek Indonesia. Perbedaannya adalah variabel pemoderasi yang digunakan pada penelitian ini adalah free cash flow dan variabel dependen return saham. Listyawati (2007) meneliti pengaruh free cash flow terhadap hubungan antara return on investment dengan return saham dan pengaruh free cash flow terhadap hubungan antara kepemilikan manajerial dengan return saham. Penelitian ini menggunakan teknik analisis regresi linier berganda. Kesimpulan yang diperoleh adalah bahwa free cash flow berpengaruh terhadap hubungan antara return on investment dengan return saham dan free cash flow tidak berpengaruh tehadap hubungan antara kepemilikan manajerial dengan return saham.Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah sama-sama menggunakan pemoderasi Free Cash Flow. Perbedaannya adalah variabel 18 independen yang dipergunakan adalah dividend payout ratio dan kepemilikan institusional. Natalia (2006), penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional terhadap kebijakan dividen dan nilai perusahaan. Teknik analisis yang digunakan adalah teknik Analysis Of Moment Structure. Hasil yang didapat adalah kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kebijakan dividen. Kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional memiliki arah negatif, tidak signifikan terhadap nilai perusahaan Persamaannya adalah samasama menggunakan variabel dependen return saham. Perbedaannya dengan penelitian ini adalah menggunakan variabel pemoderasi free cash flow. Suryaningsih (2005), penelitian ini menguji pengaruh free cash flow terhadap hubungan keputusan pendanaan dalam hal ini debt to equity ratio dengan return saham dan menguji pengaruh free cash flow terhadap hubungan pembayaran dividen dengan return saham. Teknik analisis yang digunakan adalah regresi linier berganda. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa secara parsial free cash flow mampu memoderasi hubungan antara keputusan pendanaan dengan return saham dan free cash flow mampu memperkuat hubungan pembayaran dividen dengan return saham. D’yan (2004), penelitian ini bertujuan untuk menguji secara empiris tentang pengaruh free cash flow terhadap hubungan antara tingkat pengembalian investasi dan dividen dengan return saham. Teknuk analisis yang digunakan adalah regresi linier berganda. Hasil dari penelitian ini adalah free cash flow tidak 19 mampu memoderasi hubungan antara ROI dengan return saham dan free cash flow mampu memoderasi hubungan antara dividen dengan return saham. Persamaan penelitian ini adalah sama-sama menggunakan variabel pemoderasi free cash flow dan variabel independen yaitu dividen, sedangkan perbedaannya adalah penelitian ini menggunakan variabel independen kepemilikan institusional. 20 Tabel 2.1 Ringkasan Hasil Penelitian Sebelumnya No 1 2 Nama Peneliti/ Tahun Agus Wahyudi Salasa Gama (2006) Kadek Listyawati (2007) 3 Ni Luh Suma Natalia (2006) 4 Ni Luh Suryanings ih (2005) D’yan Yaniartha (2004) 5 Objek Penelitian Variabel Penelitian dan Pengukuran Variabel Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta Tahun 2001-2004 Perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta Tahun 2003-2006 Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta Tahun 2001-2005 DV: Kebijakan Dividen IV: DER dan ROE MV: Kepemilikan saham Institusional Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Jakarta DV : Return saham IV : Debt to Equity Ratio, pembayaran dividen MV : Free Cash Flow DV: Return saham IV: ROI, DPR MV : Free Cash Flow Perusahaan Manufaktur Bursa Efek Jakarta Tahun 1998-2000 Teknik Analisis Data Hasil Penelitian Teknik Analisis Kepemilikan institusional tidak mampu Regresi Linier mempengaruhi secara signifikan hubungan antara Berganda ROE dan DER dengan kebijakan dividen pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Jakarta selama periode 2001-2004. Teknik Analisis Free cash flow berpengaruh terhadap hubungan ROI Regresi Linier dengan return saham dan free cash flow tidak Berganda berpengaruh terhadap hubungan kepemilikan manajerial dengan return saham. Teknik Kepemilikan manajerial dan kepemilikan Analysis Of institusional memiliki arah positif dan tidak dapat Moment mempengaruhi kebijakan dividen. Kepemilikan Structure manajerial dan kepemilikan institusional tidak dapat (AMOS) mempengaruhi nilai perusahaan karena memiliki arah yang negatif Teknik Analisis Free cash flow mampu memperkuat hubungan Regresi Linier keputusan pendanaan dengan return saham. Dan Berganda free cash flow mampu memperkuat hubungan rasio pembayaran dividen dengan return saham. Teknik Analisis Free cash flow tidak mampu memoderasi hubungan Regresi Linier antara ROI dengan return saham. Free cash flow Berganda mampu memoderasi hubungan antara DPR dengan return saham. DV: Return saham IV: ROI, Kepemilikan Manajerial MV: Free Cash Flow DV:Kebijakan Dividen, Nilai Perusahaan IV: Kepemilikan Manajerial,Kepemilikan Institusional 21 2.3 Rumusan Hipotesis Free Cash Flow (FCF) merupakan sumber dana internal perusahaan yang pengunaannya tergantung pada kebijakan manajer. Penggunaan yang disini adalah pembayaran dividen, pembelian saham perusahaan, atau penginvestasian aktiva tetap atau aktiva lainnya. Dalam teori sinyal, alasan yang digunakan untuk pembayaran dividen adalah penggunaan kebijakan dividen untuk mengkomunikasikan informasi mengenai prospek masa depan perusahaan bagi investor. Menurut (Widanaputra:2003) perusahaan yang memiliki rasio pembayaran dividen yang tinggi dan FCF yang tinggi akan direspon positif oleh pasar. Penelitian terdahulu yang dilakukan Suryaningsih (2005) dan D’yan (2004) memperoleh hasil bahwa dividen berpengaruh terhadap return saham. Penelitian yang dilakukan oleh Nurmala (2006) menemukan bahwa kebijakan dividen tidak mempunyai pengaruh terhadap harga saham dan tidak adanya hubungan antara kebijakan dividen dengan harga saham. Menurut Sartono (2000) dalam Widanaputra (2003), menyatakan bahwa pengaruh pembayaran dividen terhadap kemakmuran akan diimbangi dengan jumlah yang sama dengan cara pembelanjaan dana yang lain. Kenaikan pendapatan pemegang saham akibat pembagian dividen akan diimbangi oleh penurunan harga saham sebagai akibat adanya penjualan saham baru. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: H1 : Free Cash Flow berpengaruh terhadap hubungan antara Dividend Payout Ratio dengan Return saham. 22 Jensen dan Meckling (1976) dalam Riyanto (2001) menyatakan bahwa hubungan keagenan adalah sebuah kontrak antara manajer dengan investor. Konflik kepentingan antara pemilik dan agen terjadi karena kemungkinan agen tidak selalu berbuat sesuai kepentingan principal, sehingga memicu adanya biaya keagenan (agency cost). Hal tersebut dapat diminimumkan melalui suatu mekanisme monitoring yang bertujuan untuk menyelaraskan berbagai kepentingan tersebut. Salah satunya dilakukan dengan mekanisme kepemilikan saham oleh investor institusional. Investor institusional merupakan pihak yang dapat memonitor agen dengan kepemilikannya yang besar, sehingga motivasi manajer untuk mengatur laba berkurang. Struktur kepemilikan oleh beberapa peneliti dipercaya mampu mempengaruhi jalannya perusahaan yang pada akhirnya berpengaruh pada kinerja perusahaan dalam mencapai tujuan perusahaan yaitu maksimalisasi nilai perusahaan. Hal ini disebabkan oleh adanya kontrol yang mereka miliki. Kepemilikan saham dapat digunakan sebagai indikator dalam pengambilan keputusan investasi, namun untuk memperkuat keyakinan investor dengan investasi yang dilakukan dapat digunakan free cash flow (FCF). H2 : Free Cash Flow berpengaruh terhadap hubungan antara Kepemilikan Institusional dengan Return saham. 23