BAB 2 LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1. Biaya 2.1.1. Konsep Biaya Memahami perbedaan biaya dan beban menjadi faktor yang sangat penting dalam pengelolaan bisnis. Seringkali orang menyamakan istilah biaya dan beban, namun kedua istilah tersebut memiliki pengertian yang berbeda. Oleh karena itu harus diketahui terlebih dahulu pengertian dari biaya dan beban. Biaya adalah kas dan setara kas yang dikorbankan untuk memproduksi atau memperoleh barang atau jasa yang diharapkan akan memperoleh manfaat atau keuntungan di masa mendatang (Purwanti dan Prawironegoro, 2013:19). Hongren et. al. yang diterjemahkan oleh Adhariani (2005:34), menyatakan bahwa biaya (cost) didefinisikan sebagai suatu sumber daya yang dikorbankan (sacrified) atau dilepaskan (forgone) untuk mencapai tujuan tertentu. Sprouse dan Moonitz dalam Carter (2006:2-1), mendefinisikan biaya sebagai “an exchange price, a forgoing, a sacrifice made to secure benefit. In financial accounting, the forgoing or sacrifice at date of acquisition is represented by a current or future diminution in cash or other assets”. Menurut Mursyidi (2010) terdapat empat unsur pokok dalam definisi biaya (Wahyuningtias, 2013:322), yaitu: 1. 2. 3. 4. Biaya merupakan pengorbanan sumber ekonomi. Diukur dalam satuan uang. Yang telah terjadi atau yang secara potensial akan terjadi. Pengorbanan tersebut untuk tujuan tertentu. 10 Sedangkan, beban didefinisikan sebagai pengeluaran untuk mendapatkan pendapatan pada suatu periode tertentu. Beban atau expenses dikurangkan pada pendapatan untuk memperoleh laba. Unsur-unsur beban adalah harga pokok penjualan, beban pemasaran, beban administrasi, beban bunga, dan beban pajak. Jika unsur-unsur tersebut belum menjadi komponen perhitungan rugi-laba, maka unsurunsur tersebut merupakan biaya (Purwanti dan Prawironegoro, 2013:19). Menurut Carter (2006:2-1), beban dapat didefinisikan sebagai aliran keluar terukur dari barang atau jasa, yang kemudian ditandingkan dengan pendapatan untuk menentukan laba. Sedangkan menurut Sprouse dan Moonitz dalam Carter (2006:2-1), beban didefinisikan sebagai: “the decrease in net assets as a result of the use of economic services in the creation of revenues or of the imposition of taxes by governmental units. Expense is measured by the amount of the decrease in assets or the increase in liabilities related to the production and delivery of goods and the rendering of services . . . expense in its broadest sense includes all expired costs which are deductible from revenues.” 2.1.2. Klasifikasi Biaya Klasifikasi biaya menurut Carter (2006:3-1), antara lain: A. Biaya dalam Hubungannya dengan Produk Dalam lingkungan manufaktur, total biaya operasi terdiri atas dua elemen, yaitu: 1. Biaya Manufaktur Biaya manufaktur disebut biaya produksi atau biaya pabrik. Biasanya didefinisikan sebagai jumlah dari tiga elemen biaya: bahan baku langsung, tenaga kerja langsung, dan overhead pabrik. Bahan baku langsung dan tenaga kerja langsung, keduanya disebut 11 biaya utama (prime cost). Tenaga kerja langsung dan overhead pabrik, keduanya disebut biaya konversi. a. Bahan baku langsung Bahan baku langsung adalah semua bahan baku yang membentuk bagian integral dari produk jadi dan dimasukkan secara eksplisit dalam perhitungan biaya produk. Contoh: kayu yang digunakan untuk membuat mebel dan minyak mentah yang digunakan untuk membuat bensin. b. Tenaga kerja langsung Tenaga kerja langsung adalah tenaga kerja yang melakukan konversi bahan baku langsung menjadi produk jadi dan dapat dibebankan secara layak ke produk tertentu. Tenaga kerja langsung biasanya disebut juga tenaga kerja manual (touch labor) karena tenaga kerja langsung melakukan kerja tangan atas produk pada saat produksi. Contoh: tenaga kerja bagian perakitan seperti halnya biaya untuk tukang kayu, tukang batu, dan operator mesin. c. Overhead pabrik Overhead pabrik juga disebut overhead manufaktur, beban manufaktur, atau beban pabrik. Terdiri atas semua biaya manufaktur yang tidak ditelusuri secara langsung ke output tertentu. Contoh: biaya penyusutan mesin pabrik 12 d. Bahan baku tidak langsung Bahan baku tidak langsung adalah bahan baku yang diperlukan untuk penyelesaian suatu produk tetapi tidak diklasifikasikan sebagai bahan baku langsung karena bahan baku tersebut tidak menjadi bagian dari produk. Contoh: amplas, pola kertas, dan pelumas. Perlengkapan pabrik, salah satu bentuk bahan baku tidak langsung, terdiri atas oli pelumas, minyak pelumas, kain perca, dan sikat yang dibutuhkan untuk memelihara area kerja dan mesin tetap dalam kondisi siap pakai dan aman. e. Tenaga kerja tidak langsung Tenaga kerja tidak langsung adalah tenaga kerja yang tidak dapat ditelusuri langsung ke konstruksi atau komposisi dari produk jadi. Contoh: gaji pengawas, pegawai pabrik pembantu umum, pekerja bagian pemeliharaan, dan pekerja bagian gudang. 2. Beban Komersial Beban komersial terdiri atas dua klasifikasi besar yaitu beban pemasaran dan beban administratif. a. Beban pemasaran Beban pemasaran mulai dari titik di mana biaya manufaktur berakhir. Yaitu, ketika proses manufaktur selesai dan produk ada dalam kondisi siap dijual. Beban promosi, beban penjualan dan beban pengiriman termasuk dalam beban pemasaran. 13 b. Beban administratif Beban administratif termasuk beban yang terjadi dalam mengarahkan dan mengendalikan organisasi. B. Biaya dalam Hubungannya dengan Volume Produksi Beberapa jenis biaya berubah secara proporsional terhadap perubahan dalam volume produksi atau output, sementara yang lainnya tetap relatif konstan dalam jumlah. 1. Biaya variabel Jumlah total biaya variabel berubah secara proporsional terhadap perubahan aktivitas dalam rentang yang relevan (relevant range). Biaya variabel biasanya memasukkan biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung. Contoh biaya overhead yang diklasifikasikan sebagai biaya variabel, yaitu: perlengkapan, bahan bakar, peralatan kecil, biaya komunikasi, upah lembur, dan penanganan bahan baku. 2. Biaya tetap Biaya tetap bersifat konstan secara total dalam rentang yang relevan. Dengan kata lain, biaya tetap per unit semakin kecil seiring dengan meningkatnya aktivitas dalam rentang yang relevan. Contoh biaya overhead yang biasanya diklasifikasikan sebagai biaya tetap yaitu: gaji eksekutif produksi, depresiasi, pajak properti, sewa, gaji satpam dan pegawai kebersihan. 3. Biaya semivariabel Biaya semivariabel adalah biaya yang memiliki elemen biaya tetap dan biaya variabel. 14 Contoh: biaya listrik, biaya inspeksi, biaya jasa departemen penggajian, biaya asuransi kompensasi, biaya pemeliharaan dan perbaikan mesin-mesin pabrik. C. Biaya dalam Hubungannya dengan Departemen Produksi atau Segmen Lain 1. Departemen Produksi dan Departemen Jasa Dalam sistem klasifikasi biaya ini, departemen adalah objek biayanya. Departemen-departemen dalam suatu pabrik biasanya dapat diklasifikasikan dalam dua kategori: departemen produksi dan departemen jasa. Biaya langsung departemen (direct departmental cost) adalah biaya yang dapat ditelusuri ke suatu departemen di mana biaya tersebut berasal. Contoh dari biaya langsung departemen adalah gaji dari supervisor departemen. Sedangkan jika suatu biaya digunakan bersama oleh beberapa departemen yang memperoleh manfaat dari biaya tersebut, maka biaya itu disebut sebagai biaya tidak langsung departemen (indirect departmental cost). Contoh dari biaya tidak langsung departemen adalah sewa gedung dan biaya penyusutan gedung. 2. Biaya Bersama (Common Cost) dan Biaya Gabungan (Joint Cost) Biaya bersama dan biaya gabungan adalah jenis biaya tidak langsung. Biaya bersama adalah biaya yang ada di organisasi dengan banyak departemen atau segmen. Biaya gabungan adalah biaya yang terjadi ketika produksi dari suatu produk menghasilkan satu atau beberapa produk lain tanpa dapat dihindari. 15 D. Biaya dalam Hubungannya dengan Periode Akuntansi Biaya dapat diklasifikasikan sebagai pengeluaran modal (capital expenditure) atau sebagai pengeluaran pendapatan (revenue expenditure). Pengeluaran modal adalah biaya yang ditujukan untuk memberikan manfaat di masa depan dan dilaporkan sebagai aktiva. Pengeluaran pendapatan adalah biaya yang ditujukan untuk memberikan manfaat untuk periode sekarang dan dilaporkan sebagai beban. E. Biaya dalam Hubungannya dengan Suatu Keputusan, Tindakan, atau Evaluasi Biaya diferensial (differential cost) adalah salah satu nama dari biaya yang relevan untuk suatu pilihan di antara banyak alternatif. Biaya diferensial sering kali disebut biaya marginal (marginal cost) atau biaya inkremental (incremental cost). Jika biaya diferensial hanya terjadi apabila satu alternatif tertentu diambil, maka biaya tersebut juga dapat disebut sebagai biaya tunai yang berkaitan dengan alternatif itu. Sejumlah pendapatan atau manfaat lain yang mungkin hilang bila alternatif tertentu diambil disebut biaya kesempatan (opportunity cost) dari alternatif tersebut. Suatu biaya yang telah terjadi dan oleh karena itu, tidak relevan terhadap pengambilan keputusan disebut biaya tertanam (sunk cost). Dalam suatu keputusan untuk menghentikan suatu produk atau divisi, beberapa dari biaya produk atau divisi tersebut bisa saja tidak terpengaruh oleh keputusan itu, biaya seperti itu disebut biaya yang tidak dapat dihindari (unavoidable cost). 16 Tabel 2.1. Ringkasan Klasifikasi Biaya Tujuan Klasifikasi Biaya Klasifikasi Biaya a. Biaya Produk • Bahan Langsung • Tenaga Kerja Langsung • Overhead Pabrik Menyiapkan Laporan Keuangan Eksternal b. Biaya Periodik (Beban) • Biaya Non Produksi Biaya Penjualan atau Pemasaran Biaya Administrasi Memprediksi perilaku biaya untuk • Biaya Variabel merespons perubahan aktivitas • Biaya Tetap Menentukan biaya ke objek biaya • Biaya Langsung seperti departemen atau produk • Biaya Tidak Langsung • Biaya diferensial Pembuatan Keputusan • Biaya Tertanam (Sunk Cost) • Biaya Kesempatan (Opportunity Cost) • Biaya pencegahan (Preventive Cost) • Biaya Penilaian (Appraisal Cost) • Biaya Kegagalan Internal ( Internal Failure Biaya Kualitas/ Mutu Cost) • Biaya Kegagalan Eksternal (External Failure Cost) Sumber: Garrison, Noreen & Brewer: Akuntansi Manajerial, Edisi 11, Buku 1, Salemba Empat, Jakarta, 2008, hal 64. 2.2. Biaya Kualitas 2.2.1. Pengertian Kualitas Banyak kriteria atau ukuran kualitas yang bervariasi dan cenderung terus dapat berubah sepanjang waktu, sehingga tidaklah mudah untuk mendefinisikan kualitas secara tepat. Kualitas merupakan kondisi yang selalu berubah artinya adalah apa yang dianggap berkualitas saat ini belum tentu dianggap berkualitas pada masa yang akan datang. Kualitas dari sudut pandang pelanggan biasanya dihubungkan dengan nilai, kegunaan, maupun harga. Sedangkan kualitas dari sudut pandang 17 produsen biasanya dihubungkan dengan spesifikasi dan pembuatan suatu produk untuk memenuhi kebutuhan pelanggan. Beberapa pakar kualitas tingkat internasional memberikan definisi kualitas berdasarkan sudut pandangnya masing-masing (Yamit, 2010:7), yaitu: • • • W. Edwards Deming: mendefinisikan bahwa kualitas adalah apapun yang menjadi kebutuhan dan keinginan konsumen. Philip B. Crosby: mempersepsikan kualitas sebagai nilai cacat, kesempurnaan, dan kesesuaian terhadap persyaratan. Joseph M. Juran : mendefinisikan mutu sebagai kesesuaian terhadap spesifikasi. Dari pengertian-pengertian di atas dapat diketahui bahwa kualitas adalah ukuran kebaikan dari suatu produk baik barang maupun jasa yang dapat memenuhi bahkan melebihi harapan pelanggan serta kesesuaian suatu produk atau jasa dengan spesifikasi yang telah ditetapkan oleh perusahaan. David A. Garvin mengidentifikasi 5 (lima) pendekatan yang dapat digunakan untuk mendefinisikan kualitas (Yamit, 2010:9), yaitu: 1. Transcendental Approach (Pendekatan Transenden) Kualitas didefinisikan sebagai sesuatu yang dapat dirasakan, tetapi sulit didefinisikan dan dioperasionalkan maupun diukur. Perspektif ini umumnya diterapkan dalam karya seni seperti seni musik, seni tari, seni drama, dan seni rupa. Untuk produk dan jasa pelayanan, perusahaan dapat mempromosikan dengan menggunakan pernyataan- pernyataan seperti kelembutan dan kehalusan kulit (sabun mandi), kecantikan wajah (kosmetik), pelayanan prima (bank), dan tempat berbelanja yang nyaman (mall). Definisi seperti ini sangat sulit untuk dijadikan sebagai dasar perencanaan dalam manajemen kualitas. 18 2. Product-based Approach (Pendekatan Berdasarkan Produk) Dalam pendekatan ini, kualitas adalah suatu karakteristik atau atribut yang dapat diukur. Perbedaan kualitas mencerminkan adanya perbedaan atribut yang dimiliki produk secara objektif, tetapi pendekatan ini tidak dapat menjelaskan perbedaan dalam selera dan preferensi individual. 3. User-based Approach (Pendekatan Berdasarkan Konsumen) Kualitas dalam pendekatan ini didasarkan pada pemikiran bahwa kualitas tergantung pada orang yang memandangnya, dan produk yang paling memuaskan preferensi seseorang atau cocok dengan selera (fitness for used) merupakan produk yang berkualitas paling tinggi. Pandangan yang subjektif ini mengakibatkan konsumen yang berbeda memiliki kebutuhan dan keinginan yang berbeda pula, sehingga kualitas bagi seseorang adalah kepuasan maksimum yang dapat dirasakannya. 4. Manufacturing-based Approach (Pendekatan Manufaktur) Kualitas dalam pendekatan ini adalah bersifat supply-based atau dari sudut pandang produsen yang mendefinisikan kualitas sebagai sesuatu yang sesuai dengan persyaratannya (conformance quality) dan prosedur. Pendekatan ini berfokus pada kesesuaian spesifikasi yang ditetapkan perusahaan secara internal. Oleh karena itu, yang menentukan kualitas adalah standar-standar yang ditetapkan perusahaan dan bukan konsumen yang menggunakannya. 5. Value-based Approach (Pendekatan Nilai) Kualitas dalam pendekatan ini adalah memandang kualitas dari segi nilai dan harga. Kualitas didefinisikan sebagai “affordable excellence”. Oleh karena itu kualitas dalam pandangan ini bersifat relatif, sehingga produk yang memiliki kualita paling tinggi belum tentu produk yang paling bernilai. Produk yang paling bernilai adalah produk yang paling tepat beli. 19 2.2.2. Klasifikasi Kualitas Menurut Supriyono, pada umumnya terdapat 2 jenis kualitas yang diakui (Wijaya, 2011:12), yaitu: 1) Kualitas rancangan (Quality of Design) Kualitas rancangan adalah fungsi berbagai spesifikasi produk. Artinya, fungsi dari suatu produk sama, hanya desain produk yang berbeda. Suatu produk dikatakan memenuhi kualitas rancangan apabila produk tersebut memenuhi spesifikasi produk yang bersangkutan secara fisik atau performance saja. 2) Kualitas Kesesuaian (Quality of Conformance) Kualitas kesesuaian adalah ukuran mengenai cara produk memenuhi berbagai persyaratan atau spesifikasi. Suatu produk dikatakan memiliki kualitas kesesuaian apabila produk tersebut tidak menyimpang dari spesifikasi yang ditetapkan dan dapat memenuhi permintaan konsumen sehingga konsumen merasa puas dengan produk yang diterimanya. 2.2.3. Dimensi Kualitas David Garvin mengidentifikasi 8 dimensi kualitas yang dapat digunakan oleh perusahaan manufaktur yang menghasilkan barang (Yamit, 2010:13), meliputi: 1. Kinerja (Performance), yaitu kesesuaian produk dengan fungsi utama produk itu sendiri atau karakteristik pokok dari suatu produk. 2. Keunikan (Feature), yaitu ciri khas produk yang membedakan dari produk lain yang merupakan karakteristik pelengkap atau tambahan dan mampu menimbulkan kesan yang baik bagi pelanggan. 20 3. Kehandalan (Reliability), yaitu kepercayaan pelanggan terhadap produk karena kehandalannya atau karena kemungkinan kerusakan yang rendah. 4. Kesesuaian (Conformance), yaitu kesesuaian produk dengan syarat atau ukuran tertentu atau sejauh mana karakteristik desain dan operasi memenuhi standar yang telah ditetapkan sebelumnya. 5. Ketahanan (Durability), yaitu tingkat ketahanan produk atau berapa lama produk dapat terus digunakan. 6. Kemampuan pelayanan (Serviceability), yaitu kecepatan, kompetensi, kenyamanan, kemudahan dalam pemeliharaan dan penanganan keluhan yang memuaskan. 7. Estetika (Esthetics), yaitu menyangkut penampilan wujud suatu produk (corak, rasa, dan daya tarik produk). 8. Kualitas yang dirasakan (Perceived quality), yaitu fanatisme konsumen akan merek suatu produk tertentu karena citra atau reputasi produk itu sendiri. 2.2.4. Pengertian Biaya Kualitas Biaya kualitas tidak hanya berkaitan dengan produksi, tetapi berkaitan dengan seluruh aktivitas perusahaan mulai dari penelitian dan pengembangan sampai ke pelayanan kepada konsumen (Garrison et.al., 2008:82). Menurut Hansen & Mowen yang diterjemahkan oleh Ancella A. Hermawan (2000:7) mendefinisikan bahwa: “Biaya mutu (cost of quality) adalah biaya yang timbul karena mungkin atau telah dihasilkan produk yang rendah mutunya”. Definisi biaya kualitas menurut Blocher et.al. yang diterjemahkan oleh Susty Ambarriani (2000:220) adalah sebagai berikut: “Biaya kualitas adalah biaya- biaya yang berkaitan dengan pencegahan, pengidentifikasian, perbaikan dan pembetulan produk yang berkualitas 21 rendah, dan dengan opportunity cost dari hilangnya waktu produksi dan penjualan sebagai akibat rendahnya kualitas”. Jadi, berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat didefinisikan bahwa biaya kualitas adalah biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan dalam rangka meningkatkan kualitas produk dan memperbaiki kualitas produk. 2.2.5. Klasifikasi Biaya Kualitas Menurut Hansen dan Mowen yang diterjemahkan oleh Ancella A. Hermawan (2000:8), biaya kualitas berhubungan dengan dua sub kategori dari dua kegiatan yang terkait dengan kualitas, yaitu: 1) Kegiatan Pengendalian (Control Activities) Kegiatan ini dilakukan oleh suatu organisasi untuk mencegah atau mendeteksi kualitas yang buruk (karena kualitas yang buruk mungkin terjadi). Jadi, kegiatan pengendalian terdiri dari kegiatan pencegahan (prevention) dan penilaian (appraisal). Biaya pengendalian (control costs) adalah biaya yang dikeluarkan untuk menjalankan kegiatan pengendalian. 2) Kegiatan Produk Gagal (Failure Activities) Kegiatan ini dilaksanakan oleh suatu organisasi atau oleh pelanggannya untuk merespon kualitas yang buruk (kualitas buruk telah terjadi). Apabila respon terhadap kualitas yang buruk muncul sebelum produk cacat (tidak memiliki kesesuaian, tidak dapat diandalkan, tidak tahan lama, dan lain- lain) dikirim ke pelanggan, maka kegiatannya diklasifikasikan sebagai kegiatan kegagalan internal (internal failure). Jika respon muncul setelah produk sampai ke pelanggan, maka kegiatannya diklasifikasikan sebagai kegiatan kegagalan ekstemal 22 (external failure). Biaya kegagalan (failure cost) adalah biaya yang dikeluarkan oleh suatu organisasi karena terjadi kegiatan karena kegagalan. Definisi kegiatan kegagalan dan biaya kegagalan menjelaskan respon pelanggan atas kualitas yang buruk dapat memperbesar biaya organisasi. Menurut Hansen dan Mowen yang diterjemahkan oleh Ancella A. Hermawan (2000:8), Juran mengklasifikasikan biaya kualitas ke dalam empat kategori, yaitu: 1. Biaya Pencegahan (Prevention Costs) Biaya pencegahan adalah pengeluaran- pengeluaran yang dikeluarkan untuk mencegah terjadinya cacat kualitas pada produk atau jasa yang akan dihasilkan. Contoh dari biaya pencegahan yaitu: • Biaya pelatihan kualitas: pengeluaran- pengeluaran untuk programprogram pelatihan internal dan eksternal, yang meliputi upah dan gaji yang dibayarkan dalam pelatihan perencanaan kualitas, pelaporan kualitas, pemilihan dan evaluasi pemasok, audit kualitas, siklus kualitas, uji lapangan, dan peninjauan desain. • Biaya perencanaan kualitas: upah dan overhead untuk perencanaan kualitas, lingkaran kualitas, desain prosedur baru, desain peralatan baru untuk meningkatkan kualitas, kehandalan, dan evaluasi supplier. • Biaya pemeliharaan peralatan: biaya yang dikeluarkan untuk memasang, menyesuaikan, mempertahankan, memperbaiki dan menginspeksi peralatan produksi, proses, dan sistem. 23 • Biaya penjaminan supplier: biaya yang dikeluarkan untuk mengembangkan kebutuhan dan pengukuran data, auditing, dan pelaporan kualitas. Umumnya, dengan naiknya biaya pencegahan, biaya kualitas lainnya akan menurun. Oleh karena itu, cara terbaik bagi perusahaan dalam mengeluarkan uang untuk biaya yang berkaitan dengan kualitas adalah dengan cara menginvestasikannya ke dalam tindakan- tindakan pencegahan. Biaya pencegahan merupakan biaya yang efektif untuk memperbaiki kualitas. 2. Biaya Penilaian (Appraisal Costs) Biaya penilaian adalah biaya yang dikeluarkan dalam rangka pengukuran dan analisis data untuk menentukan apakah produk atau jasa sesuai dengan spesifikasinya. Biaya- biaya ini terjadi setelah produksi tetapi sebelum penjualan. Perusahaan mengeluarkan biaya penilaian untuk mengidentifikasi hal- hal yang cacat dan untuk memastikan bahwa semua unit yang dihasilkan sesuai atau melebihi persyaratan yang diminta pelanggan. Aktivitas penilaian ini tidak menurunkan kesalahan atau mencegah cacat produksi terulang tetapi hanya mendeteksi unit sebelum produk tersebut dikirim ke pelanggan. Contoh dari biaya penilaian, yaitu: • Biaya pengujian dan inspeksi: biaya yang dikeluarkan untuk menguji dan menginspeksi bahan yang datang, produk dalam proses, dan produk selesai. 24 • Peralatan pengujian: pengeluaran yang terjadi untuk memperoleh, mengoperasikan atau mempertahankan fasilitas, software, mesin dan peralatan pengujian atau penilaian kualitas produk atau proses. • Audit kualitas: gaji dan upah semua orang yang terlibat dalam penilaian kualitas produk dan jasa dan pengeluaran lain yang dikeluarkan selama penilaian kualitas. • Pengujian secara laborat • Pengujian dan evaluasi lapangan • Biaya informasi: biaya untuk menyiapkan dan membuktikan laporan kualitas. 3. Biaya Kegagalan Internal (Internal Failure Costs) Biaya kegagalan internal adalah biaya yang dikeluarkan karena rendahnya kualitas yang ditemukan sejak penilaian awal sampai dengan pengiriman kepada pelanggan. Biaya- biaya ini tidak bernilai tambah dan tidak pernah diperlukan. Contoh dari biaya kegagalan internal, yaitu: • Biaya tindakan koreksi: biaya untuk waktu yang dihabiskan untuk menemukan penyebab kegagalan dan untuk mengoreksi masalah. • Biaya pengerjaan kembali (rework) dan biaya sisa produksi (scrap): bahan, tenaga kerja langsung dan overhead untuk sisa produksi, pengerjaan kembali dan inspeksi ulang. • Biaya proses: biaya yang dikeluarkan untuk mendesain ulang produk atau proses, pemberhentian mesin yang tidak direncanakan, dan gagalnya produksi karena ada penyelaan proses untuk perbaikan dan pengerjaan kembali. 25 • Biaya ekspedisi: biaya yang dikeluarkan untuk mempercepat operasi pengolahan karena adanya waktu yang dihabiskan untuk perbaikan atau pengerjaan kembali. • Biaya inspeksi dan pengujian ulang: gaji, upah, dan biaya yang dikeluarkan selama inspeksi ulang atau pengujian ulang produkproduk yang telah diperbaiki. 4. Biaya Kegagalan Eksternal (External Failure Costs) Biaya kegagalan eksternal merupakan biaya yang terjadi dalam rangka meralat cacat kualitas setelah produk sampai pada pelanggan, dan laba yang gagal diperoleh karena hilangnya peluang sebagai akibat adanya produk yang tidak dapat diterima oleh pelanggan. Contoh dari biaya kegagalan eksternal, yaitu: • Biaya untuk menangani keluhan dan pengembalian dari pelanggan: gaji dan overhead untuk departemen pelayanan kepada pelanggan (customer service) memperbaiki produk yang dikembalikan, cadangan atau potongan untuk kualitas rendah, dan biaya angkut. • Biaya penarikan kembali dan pertanggungjawaban produk: biaya administrasi untuk menangani pengembalian produk, perbaikan atau penggantian; biaya hukum; biaya penyelesaian hukum. • Penjualan yang hilang karena produk yang tidak memuaskan: margin kontribusi yang hilang karena pesanan yang tertunda, penjualan yang hilang dan menurunnya pangsa pasar. 26 Blocher et.al. (2000:223), mengungkapkan bahwa: “Pencegahan yang lebih baik terhadap kualitas yang buruk, jelas akan menurunkan semua biaya kualitas. Semakin sedikit permasalahan yang berkaitan dengan kualitas, maka akan semakin sedikit penilaian yang dibutuhkan karena produk dibuat dengan baik mulai saat-saat pertama. Semakin sedikit unit yang cacat juga menurunkan biaya kegagalan internal dan biaya kegagalan eksternal seperti biaya untuk perbaikan, pengerjaan kembali, dan menurunkan pengembalian produk.” Hal ini serupa dengan pernyataan yang diungkapkan oleh Garrison et.al. (2008:86) bahwa: “. . . pada saat perusahaan semakin banyak membelanjakan pada aktivitas pencegahan dan penilaian, persentase unit cacat menjadi rendah (persentase unit yang tidak cacat meningkat). Hal ini menyebabkan biaya kegagalan internal dan eksternal yang lebih rendah. Biasanya, biaya-biaya kualitas total turun drastis pada saat kualitas kesesuaian meningkat.” 2.2.6. Manfaat Informasi Biaya Kualitas Manfaat informasi biaya kualitas menurut Garrison et al. (2008:90) adalah: 1. Membantu para manajer melihat keuntungan finansial dari cacat. Para manajer biasanya tidak sadar dengan besarnya biaya kualitas mereka karena biaya-biaya ini melintasi batas departemen dan tidak dapat ditelusuri dan diakumulasikan secara normal oleh sistem biaya. Maka dari itu ketika pertama kali disajikan dalam laporan biaya kualitas, para manajer sering kali terkejut dengan jumlah biaya yang diakibatkan oleh kualitas yang buruk 2. Membantu para manajer mengidentifikasikan pentingnya masalahmasalah kualitas yang dihadapi perusahaan. Sebagai contoh, laporan biaya kualitas dapat memperlihatkan bahwa sisa bahan adalah masalah kualitas yang utama atau bahwa perusahaan mengeluarkan biaya garansi dalam jumlah yang besar. Dengan adanya 27 informasi ini, para manajer mempunyai ide yang lebih bagus mengenai di mana harus memfokuskan usahanya. 3. Membantu para manajer melihat apakah biaya-biaya kualitas di perusahaan mereka didistribusikan secara tidak baik. Umumnya, biaya-biaya kualitas seharusnya lebih didistribusikan ke arah aktivitas-aktivitas pencegahan dan penilaian dan kurang diarakan ke kegagalan. Menurut Tandiontong et.al. (2010), “manfaat informasi biaya kualitas adalah untuk membantu manajemen menentukan laba, juga untuk mengambil keputusan strategi, serta untuk mempermudah pelaksanaan program pengendalian kualitas”. 2.3. Promosi 2.3.1. Pengertian Promosi Promosi merupakan salah satu penentu keberhasilan suatu program pemasaran. Betapa pun berkualitasnya suatu produk tetapi jika konsumen belum pernah mendengarnya dan tidak yakin produk tersebut akan berguna bagi mereka, maka mereka tidak akan pernah membelinya. Pada hakikatnya, promosi merupakan suatu bentuk komunikasi pemasaran yang dilakukan perusahaan untuk mendorong konsumen agar membeli produk perusahaan. Sementara itu, Subagyo (2010:129) memberikan definisi promosi sebagai berikut: “Promosi adalah semua kegiatan yang dimaksudkan untuk menyampaikan atau mengkomunikasikan suatu produk kepada pasar sasaran, untuk memberi informasi tentang keistimewaan, kegunaan dan yang paling penting adalah tentang keberadaannya, untuk mengubah sikap ataupun untuk mendorong orang untuk bertindak dalam membeli suatu produk.” 28 Berdasarkan beberapa pengertian promosi di atas, dapat didefinisikan bahwa promosi berkaitan dengan suatu usaha untuk dapat mengarahkan seseorang agar dapat mengenal produk perusahaan dan pada akhirnya akan membeli produk tersebut. 2.3.2. Tujuan Promosi Tujuan promosi menurut Subagyo (2010:133) adalah sebagai berikut: 1. Menginformasikan Tujuan utama dari kegiatan promosi yaitu menginformasikan seluruh aspek-aspek dan kepentingan perusahaan yang berhubungan dengan konsumen. Kegiatan untuk menginformasikan atas berbagai hal yang berkaitan antara perusahaan dengan konsumen dapat berupa: a. Menginformasikan pasar mengenai produk baru. b. Memperkenalkan cara pemakaian yang baru dari suatu produk. c. Menyampaikan perubahan harga kepada pasar. d. Menjelaskan cara kerja produk. e. Menginformasikan jasa-jasa yang disediakan. f. Meluruskan kesan yang salah. g. Mengurangi ketakutan dan kekhawatiran pembeli. h. Membangun citra perusahaan. 2. Mempengaruhi dan membujuk pelanggan sasaran Tujuan promosi selanjutnya adalah mempengaruhi dan membujuk pelanggan atau konsumen sasaran agar mau membeli atau mengalihkan pembelian terhadap produk-produk yang dihasilkan perusahaan. 29 Tujuan utama dari kegiatan mempengaruhi dan membujuk pelanggan sasaran adalah: a. Membentuk pilihan merek. b. Mengalihkan pilihan ke merek lain. c. Mengubah persepsi pelanggan terhadap atribut produk. d. Mendorong pelanggan untuk belanja saat itu juga. e. Mendorong pembeli untuk menerima kunjungan salesman. 3. Mengingatkan kembali konsumen sasaran Sebagai alternatif terakhir dari tujuan promosi yang akan dilakukan perusahaan adalah mengingatkan kembali konsumen sasaran yang selama ini dimiliki atas keberadaan perusahaan dan merek-merek produk yang dihasilkan yang tetap setia dan konsisten untuk melayani konsumennya dimanapun mereka berada. Kegiatan promosi yang bertujuan mengingatkan kembali konsumen sasaran dapat terdiri atas : a. Mengingatkan pembeli bahwa produk yang bersangkutan dibutuhkan dalam waktu dekat. b. Mengingatkan pembeli akan tempat-tempat yang akan menjual produk perusahaan. c. Membuat pembeli tetap ingat walaupun tidak ada kegiatan kampanye iklan. d. Menjaga agar ingatan pertama pembeli jatuh pada produk perusahaan. 30 Menurut Kuncoro (2010:134) tujuan promosi dapat dipersempit menjadi 3 jenis tujuan, yaitu: 1. Memberikan infomasi pelanggan tentang produk atau fitur baru seperti menciptakan kebutuhan. 2. Mempengaruhi pelanggan untuk membeli merek orang lain. 3. Mengingatkan pelanggan tentang merek, yang termasuk memperkuat penetapan rancangan merek. 2.3.3. Alat-Alat Promosi Media yang tidak cocok dengan kehidupan konsumen menyebabkan bahwa promosi yang meskipun dilakukan secara gencar, tetapi tidak pernah dapat sampai ke hadapan konsumen. Oleh karena itu media promosi harus dipilih secara tepat agar sesuai dengan produk yang akan dipromosikan dan kebiasaan sehari-hari dari para konsumen. Alat-alat promosi menurut Tjiptono dan Chandra (2012:350), yaitu: 1. Periklanan Periklanan adalah segala bentuk presentasi dan promosi gagasan, barang atau jasa yang dibayar oleh sponsor yang teridentifikasi. Contoh dari periklanan yaitu iklan media cetak, iklan media elektronik, kemasan, brosur, buklet, poster, leaflet, direktori, billboards, pajangan, simbol, logo, dan lain-lain. 2. Promosi Penjualan Promosi penjualan adalah berbagai macam insentif jangka pendek yang dimaksudkan untuk mendorong percobaan atau pembelian produk atau jasa. Contoh dari promosi penjualan yaitu kontes, games, undian, produk sampel, pameran dagang, demonstrasi, kupon, pendanaan berbunga rendah, fasilitas tukar tambah, dan lain-lain. 31 3. Public Relations Public relations adalah berbagai macam program yang dirancang untuk mempromosikan atau melindungi citra perusahaan atau produk individualnya. Contoh dari public relations yaitu pidato, seminar, laporan tahunan, sponsorships, publikasi, lobbying, events, dan lainlain. 4. Personal Selling Personal selling adalah interaksi tatap muka dengan satu atau lebih calon pembeli untuk melakukan presentasi, menjawab pertanyaan, dan mendapatkan pesanan. Contoh dari personal selling yaitu presentasi penjualan, pertemuan penjualan, program insentif, dan pameran dagang. 5. Direct and Online Marketing Direct and online marketing adalah penggunaan surat, telepon, fax, email atau internet untuk berkomunikasi secara langsung dengan pelanggan atau untuk mendapatkan respon langsung dari pelanggan dan calon pelanggan spesifik. Contoh dari jenis promosi ini yaitu katalog, surat, telemarketing, electronic shopping, TV shopping, fax mail, email, voice mail, dan lain-lain. 2.4. Penjualan 2.4.1. Pengertian Penjualan Penjualan merupakan salah satu kegiatan operasional perusahaan yang memegang peranan penting bagi perusahaan karena melalui penjualan, suatu perusahaan dapat mencapai tujuan perusahaan yaitu mendapatkan keuntungan. 32 Penjualan dilakukan perusahaan ketika produk selesai diproduksi (barang jadi) dan siap untuk ditawarkan kepada konsumen baik berupa barang maupun jasa. Menurut Soemarso 2004 (dalam Rilla dan Erwin, 2010:147) penjualan didefinisikan sebagai: “Jumlah yang dibebankan kepada pembeli untuk barang dagangan yang diserahkan dan merupakan pendapatan perusahaan yang bersangkutan”. 2.4.2. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Penjualan Faktor yang mempengaruhi kinerja penjualan suatu produk dapat dilihat dari sisi pembeli yaitu motivasi pembelian produk. Motivasi pembelian produk (Sutojo, 2003:11), dapat digolongkan menjadi 2, yaitu a. Motivasi pembelian yang bersifat emosional Motivasi pembelian emosional adalah hal- hal yang bersifat emosional atau perasaan yang mendorong pembeli memutuskan membeli produk tertentu. Contoh: rasa bangga, rasa cinta kepada orang lain, popularitas, kenyamanan, rasa aman, rasa ingin tahu, ingin sama dengan sebagian besar anggota masyarakat, dan hiburan. b. Motivasi pembelian yang bersifat rasional Motivasi pembelian yang berdifat rasional adalah hal- hal atau sebab yang mendorong konsumen membeli barang atau jasa dalam motivasi pembelian rasional. Contoh: efisiensi penggunaan produk, harga yang kompetitif, layanan purna jual, mutu produk, ketepatan jadwal pengiriman barang, dan menghemat ruangan. 33 2.5. Pengembangan Hipotesis Hipotesis merupakan jawaban sementara atas rumusan masalah dari suatu penelitian. Pengembangan-pengembangan hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Pengaruh Biaya Kegagalan Internal terhadap Kinerja Penjualan Biaya kegagalan internal adalah biaya yang terjadi ketika produk dengan kualitas yang rendah ditemukan sebelum sampai ke pelanggan. Biaya ini merupakan biaya kedua yang paling merugikan perusahaan setelah biaya kegagalan eksternal. Semakin tinggi biaya kegagalan internal menunjukkan bahwa semakin tinggi pula tingkat kegagalan atau ketidaksesuaian suatu produk yang ditemukan sebelum produk tersebut sampai di tangan pelanggan. Tingginya tingkat kegagalan atau ketidaksesuaian suatu produk menyebabkan produk yang seharusnya akan dijual tidak dapat dijual. Hal ini dikarenakan produk tersebut tidak dapat diperbaiki lagi. Jika memang produk tersebut dapat diperbaiki, produk tersebut harus melalui serangkaian pengujian dan pengerjaan ulang terlebih dahulu agar sesuai dengan spesifikai yang telah ditetapkan sehingga dapat dijual. Pengerjaan ulang dan pengujian ulang merupakan salah satu komponen biaya kegagalan internal. Oleh karena itu, semakin tinggi biaya kegagalan internal maka semakin tinggi pula kinerja penjualan. Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: Ha1 : Biaya kegagalan internal berpengaruh signifikan terhadap kinerja penjualan 34 H01 : Biaya kegagalan internal tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja penjualan 2. Pengaruh Biaya Kegagalan Eksternal terhadap Kinerja Penjualan Biaya kegagalan eksternal adalah biaya yang terjadi ketika produk dengan kualitas yang rendah ditemukan setelah sampai ke pelanggan. Biaya ini merupakan biaya yang paling merugikan perusahaan karena biaya ini dapat membuat citra perusahaan buruk, kehilangan pelanggan, dan kehilangan pangsa pasar. Tingginya biaya kegagalan eksternal menunjukkan tingginya tingkat kegagalan suatu produk yang telah sampai di tangan pelanggan. Hal ini akan menyebabkan penurunan pangsa pasar, penurunan penjualan, dan penurunan laba karena tingginya tingkat kekecewaan pelanggan. Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: Ha2 : Biaya kegagalan eksternal berpengaruh signifikan terhadap kinerja penjualan H02 : Biaya kegagalan eksternal tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja penjualan 3. Pengaruh Beban Promosi terhadap Kinerja Penjualan Salah satu tujuan dilakukannya promosi adalah untuk meningkatkan kinerja penjualan. Oleh sebab itu promosi dan penjualan mempunyai hubungan yang sangat erat. Semakin baik suatu perusahaan melaksanakan kegiatan promosi maka penjualan juga akan semakin meningkat. Ketika perusahaan meningkatkan kegiatan promosi, penjualan akan meningkat. 35 Sebaliknya ketika perusahaan menurunkan kegiatan promosi, penjualan juga akan menurun. Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: Ha3 : Beban promosi berpengaruh signifikan terhadap kinerja penjualan H03 : Beban promosi tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja penjualan 36