BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sindroma koroner akut merupakan keadaan gawat jantung dengan manisfestasi klinis berupa rasa tidak nyaman di dada atau gejala-gejala lain sebagai akibat iskemia miokard. Infark Miokard Akut (IMA) merupakan diagnosis rawat inap tersering dinegara maju. Walaupun laju mortalitas menurun sebesar 30% dalam 2 dekade terakhir, namun 1 diantara 25 pasien yang hidup, meninggal dalam tahun pertama IMA.(1) Sindroma koroner akut mencakup unstable angina pectoris (UAP), Non ST elevation myocard infark (NSTEMI) dan ST elevation myocard infark (STEMI). STEMI merupakan sindrom klinis yang didefinisikan sebagai karakteristik gejala iskemia miokard disertai dengan hasil EKG persisten disertai biomarker jantung yang positif. Elevasi segmen ST secara diagnostik tanpa disertai adanya left ventricular hyperthrophy (LVH) ataupun left bundle branch block (LBBB) menurut European Society of Cardiology/ACCF/AHA/World Heart Federation Task Force for the Universal Defintion of Myocardial Infaction yaitu elevasi segmen ST baru dengan kenaikan J point ≥2 mm (0.2 mV) pada laki-laki dan ≥1,5 mm (0.15 mV) pada wanita di lead V2-V3 dan atau ≥ 1 mm (0,10 mV) pada sadapan dada atau sadapan ekstremitas.(2) Hasil biomarker nekrosis miokard jantung yang positif juga menjadi salah satu penunjang klinis diagnosis STEMI. Mortalitas daripada STEMI dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain umur, kelas kilip, penundaan penanganan medis, cara penanganan medis, riwayat serangan jantung sebelumnya, diabetes mellitus, gagal ginjal, penyakit arteri koroner dan fraksi ejeksi. 1 BAB II LAPORAN KASUS 2. 1 Identitas Pasien Nama pasien : Tn. Muhammad Latief Usia : 47 tahun Tanggal Lahir : 23/03/1968 Jenis kelamin : Pria Status perkawinan : Menikah Alamat : Jl. RA Kartini Rw 26 Kelurahan Margahayu Bekasi Timur Suku : Jawa Agama : Islam Pendidikan : Tamat universitas Masuk sejak : 2 Agustus 2015 2.2 Anamnesis Dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 3 Agustus 2015 di ruang Wijaya Kusuma kamar 205 RSUD Bekasi Keluhan Utama Nyeri dada sejak 1/2 jam sebelum masuk IGD Riwayat Penyakit Sekarang OS Datang ke Rumah Sakit dengan keluhan sesak dan nyeri dada mendadak sejak jam 14.00. Nyeri dada dibagian kiri yang dirasakan seperti tertindih, berat dan menjalar ke atas kepala hingga punggung dan lengan sebelah kiri, sewaktu bekerja dengan aktivitas berat (mengangkat mesin dengan berat ±10 kg). Nyeri tidak hilang dengan istirahat dan berlangsung terus menerus selama lebih dari 20 menit hingga OS datang ke 2 IGD pukul 15.00. OS merasa sesak disertai batuk sedikit berdahak kehijauan dan sakit dibagian tenggorokkan disertai keringat dingin, dan lemas. BAB dan BAK lancar. Tidak terdapat rasa berdebar-debar, mual, muntah, nyeri perut ataupun demam. Tidak mengkonsumsi obat-obatan apapun sebelumnya.. Riwayat Penyakit Dahulu OS merasa pernah mengalamai hal ini sebelumnya, namun lebih ringan dan hilang dengan istirahat. Hal ini sudah terjadi dua kali pada tahun lalu, yaitu nyeri mendadak di dada kiri yang terasa seperti tertindih dan berat, namun hanya berlangsung selama kurang lebih 10 menit dan hilang perlahan bila istirahat selama 15-30 menit. Hal ini terjadi disaat OS sedang bekerja dan saat jalan—jalan. Tidak pernah mempunyai riwayat penyakit, paru atapun jantung sebelumnya. OS mengaku tidak mengetahui riwayat hipertensi, diabetes ataupun kolesterol tinggi pada dirinya. Riwayat Penyakit Keluarga OS mengaku dalam keluarga tidak ada riwayat penyakit jantung, maupun yang meninggal karena penyakit jantung. Riwayat Kebiasaan dan Sosial OS rutin meminum kopi 4-5 cangkir kopi/hari, sering mengkonsumsi makanan yang asin dan digoreng. Riwayat merokok 2-3 bungkus/hari dan belum berhenti, tidak berolahraga dan sering bergadang 3 kali dalam seminggu. 2.3 Pemeriksaan Fisik 2/8/2015 1. Tanda vital : TD berbaring : 160/90 mmHg Nadi/ menit : 104 kali/menit, reguler Laju pernapasan : 24 kali/menit, reguler Suhu : 36.0oC 2. Pemeriksaan Sistem 3 Pemeriksaan Hasil pemeriksaan fisik Kepala Normocephal, warna rambut hitam, penyebaran rambut merata, tidak Mata mudah dicabut Konjungtiva pucat (-/-), Sklera ikterik (-/-) Hidung deviasi septum -/-, Sekret -/-, hiperemis -/- Telinga Mulut Normotia, deformitas -/-, liang telinga lapang +/+, sekret +/+ Oral hygiene baik, oral trush -, gigi palsu -, faring hiperemis -, tonsil T1/T1 Leher trakea di tengah, tiroid tidak teraba, JVP 5+2 cmH20 pembesaran KGB(-), nyeri tekan (-) Paru I P P A Pergerakan dada simetris, retraksi otot interkosta (-) massa (-) , pembesaran KGB (-), vokal fremitus simetris di kedua lapang paru Sonor dikedua lapang paru, batas paru kanan-hepar MCL ICS 5, batas paru kiri-lambung AAL ICS 5 Vesikular(+/+), , ronki -/-, wheezing -/- Jantung Ictus cordis tidak terlihat I Ictus cordis teraba di ICS 5 midclavicula sinistra. P Batas jantung kanan linea sternalis dextra ICS 3-5 P Batas jantung kiri ICS V 1 jari medial midclavicula sinistra, Pinggang A Abdomen I jantung pada ICS 2 Parasternalis sinistra. BJ S1-S2 reguler normal, gallop -, murmur - . datar, tidak tampak buncit, massa (-) BU (+) normal 4 A P supel, nyeri tekan epigastritum (-), hepar dan lien tidak teraba, balotement (-), NT suprapubik (-) Timpani, shifting dullness (-) P Kulit Tidak kering, turgor baik, bercak kemerahan (-), decubitus (-), memar dan Genitalia bekas luka (-) tidak diperiksa eksterna Ekstremitas CRT <3 detik, akral hangat (+/+), edem pitting (-/-), palmar eritem (-/-)sianosis -/-, clubbing finger -/-, 2.3.1 Follow up Harian 3/8/2015 Tatalaksana 3/8/2015 : Hari Perawatan ke-2 Aspilet 1x 80 mg S : sakit dada (+), sesak (+) tidak hilang Clopidogrel 1 x 75 mg dengan istirahat, keringat dingin (-), mual ISDN 3 x 10 mg (-), muntah (-), demam (-), batuk (+) Atorvastatin 1x 20 mg berdahak kehijauan, lemas (+) Ramipril 2 x 2,5 mg O : CM, TSR, TD : 120/80 mmHg, N : 68 Concor 1 x 1,25 x/min, RR : 24x/min , S : 35o C Lovenox 2 x 0,6 ml Inj. (I) Mata : CA -/-, SI -/- Ranitidin 2 x 1 Ampul Hidung : napas cuping hidung (-) ISDN 10 mg sublingual bila perlu Leher : KGB normal, tiroid normal, JVP normal Thorax : S1, S2 reg, murmur (-), gallop (-), SN Vesikuler, Rh -/-, Wh-/Abdomen : Supel, BU (+), NT (-), Hepatomegali (-) Ekstremitas : Akral hangat (+), oedema (-) A : STEMI Anterior P : Cek Troponin I ulang EKG harian 5 4/8/2015 Tatalaksana 4/8/2015 : Hari Perawatan ke – 3 Aspilet 1x 80 mg S : sesak (-), nyeri dada berkurang, lemas Clopidogrel 1 x 75 mg (+), demam (-), berkeringat (-), pusing ISDN 3 x 10 mg (+), rasa berputar (-), mual (-), muntah (-) Atorvastatin 1 x 20 mg O : CM, TSR, TD : 110/80 mmHg, N : 88 Ramipril 2 x 2,5 mg x/min, RR : 20x/min , S : 35o C Concor 1 x 2,5 Mata : CA -/-, SI -/- Lovenox 2 x 0,6 ml Inj. (II) Hidung : napas cuping hidung (-) Ranitidin 2 x 1 Ampul Leher : KGB normal, tiroid normal, JVP ISDN 10 mg sublingual bila perlu normal Thorax : S1, S2 reg, murmur (-), gallop (-), SN Vesikuler, Rh -/-, Wh-/Abdomen : Supel, BU (+), NT (-), Hepatomegali (-) Ekstremitas : Akral hangat (+), oedema (-) A : STEMI Anterior P : EKG harian 5/8/2015 Tatalaksana 5/8/2015 : Hari Perawatan ke - 4 Aspilet 1x 80 mg S : sesak (-), nyeri dada (-), lemas (-), Clopidogrel 1 x 75 mg pusing (-), rasa berputar (-), mual (-), ISDN 3 x 10 mg muntah (-), batuk berdahak kuning (+) Atorvastatin 1 x 20 mg O : CM, TSR, TD : 120/80 mmHg, N : 80 Ramipril 2 x 2,5 mg x/min, RR : 24x/min , S : 35,3o C Concor 1 x 2,5 Mata : CA -/-, SI -/- Lovenox 2 x 0,6 ml Inj. (III) Hidung : napas cuping hidung (-) Ranitidin 2 x 1 Ampul Leher : KGB normal, tiroid normal, JVP ISDN 10 mg sublingual bila perlu normal Thorax : S1, S2 reg, murmur (-), gallop (-), SN Vesikuler, Rh -/-, Wh-/6 Abdomen : Supel, BU (+), NT (-), Hepatomegali (-) Ekstremitas : Akral hangat (+), oedema (-) A : STEMI Anterior P : EKG harian 6/8/2015 Tatalaksana 6/8/2015 : Hari Perawatan ke - 5 Aspilet 1x 80 mg S : sesak (-), nyeri dada (-), lemas (-), Clopidogrel 1 x 75 mg pusing (-), mual (-), muntah (-), batuk (-), ISDN 3 x 10 mg napsu makan baik (+) Atorvastatin 1 x 20 mg O : CM, TSR, TD : 130/90 mmHg, N : 68 Ramipril 2 x 2,5 mg x/min, RR : 20x/min , S : 35,5o C Concor 1 x 2,5 Mata : CA -/-, SI -/- Lovenox 2 x 0,6 ml Inj. (IV) Hidung : napas cuping hidung (-) Ranitidin 2 x 1 Ampul Leher : KGB normal, tiroid normal, JVP ISDN 10 mg sublingual bila perlu normal Thorax : S1, S2 reg, murmur (-), gallop (-), SN Vesikuler, Rh -/-, Wh-/Abdomen : Supel, BU (+), NT (-), Hepatomegali (-) Ekstremitas : Akral hangat (+), oedema (-) A : STEMI Anterior P: EKG Harian 2.4 Labratorium Pemeriksaan 28/2015 3/8/2015 Normal 7 Darah Rutin Hemoglobin Hematokrit Leukosit Trombosit 14.6 gr/dL 41% 14.3 ribu/uL 260 ribu/uL Diabetes Gula Darah Sewaktu 110 mg/dL Elektrolit Natrium (Na) Kalium (K) Klorida (Cl) 144 mmol/L 3.9 mmol/L 99 mmol/L Enzim Jantung Troponin T 0.02 mg/dL Fungsi Ginjal Asam urat 6.8 mg/dL 13-17.5 gr/dL 40-54 % 5.000-10.000 /uL 150.000-400.000 /uL 93 mg/dL 60-110 mg/dL 135-145 mmol/L 3.5-5.0 mmol/L 94-111 mmol/L 17.20 mg/dL <0.02 mg/dL 3-7 mg/dL Profil Lipid Trigliserida 174 mg/dL Kolesterol total 175 mg/dL Kolesterol HDL 18 mg/dL Kolesterol LDL 122 mg/dL < 160 mg/dL < 200 mg/dL 35 – 55 mg/dL < 160 mg/dL 2.5 Elektrokardiografi 1. 02/08/2015 2014 15:00 8 2. 03/08/2015 05:30 3. 04/08/2015 11:06 9 4. 05/08/2015 5:46 5. 06/08/2015 06:55 10 2.5.1 Interpretasi EKG 11 Tanggal 2/8/2015 03/8/2015 4/8/2015 5/8/ 2015 6/8/2015 Jam 15:00 05:30 11:06 5:46 06:55 Irama Sinus Sinus Sinus Sinus Sinus 100x/menit 86x/menit 80x/menit 84x/menit Pemeriksaan 2.6 Heart Rate Regularitas Regular Regular Regular Regular Regular Aksis Normal Normal Normal Normal Normal 0.12 ms 0.12 ms 0.12 ms 0.12 ms 0.12 ms 0.04 ms 0.20 ms 0.08 ms 0.08 ms 0.12 ms 0.04 0.04 0.08 0.08 0.08 (+) (+) (+) (+) ST elevasi (-) V2,V3, (Concordant) V4,V5, V2,V3,V4 (-) (-) (-) (Discordant) V6 ST depresi (-) (-) (-) (-) (-) (-) V2,V3 V2,V3,V4 V2,V3,V4 V2,V3 Interval PR 0.12-0.20) Gelombang P (0.04-0.12) Interval QRS (0.04-0.12) Q patologis T inverted Foto Thoraks PA Interpretasi: Trakea relatif ditengah Mediastinum superior tidak melebar Cor: tidak terdapat kardiomegali (CTR≤50%) Pulmo: Kedua hilus tidak menebal, Corakan bronkovaskular kedua paru baik, Tidak tampak infiltrat di kedua lapang paru. 12 Kedua sinus kostofrenikus lancip dan diafragma licin. Tulang costae baik. Kesan : Pulmo dalam batas normal 2.7 Resume Pasien Tn. Latief, 47 tahun datang ke Rumah Sakit dengan keluhan sesak dan nyeri dada mendadak sejak jam 14.00. Nyeri dada dibagian kiri yang dirasakan seperti tertindih, berat dan menjalar ke atas kepala hingga punggung dan lengan sebelah kiri, sewaktu bekerja dengan aktivitas berat (mengangkat mesin dengan berat ±10 kg). Nyeri tidak hilang dengan istirahat dan berlangsung terus menerus selama lebih dari 20 menit hingga OS datang ke IGD pukul 15.00. OS merasa sesak disertai batuk sedikit berdahak kehijauan dan sakit dibagian tenggorokkan disertai keringat dingin dan lemas. Pasien rutin meminum kopi 4-5 cangkir kopi/hari. Riwayat merokok 2-3 bungkus/hari, tidak berolahraga, sering bergadang 3 kali dalam seminggu. OS mengaku tidak mengetahui riwayat hipertensi dan diabetes pada dirinya. Pemeriksaan tanda vital, TD 160/90 mmHg, frekuensi nadi 104 x/menit, frekuensi napas 24 x/menit, suhu 360C. Pada pemeriksaan jantung,paru dan abdomen didapatkan hasil yang normal. Ektremitas didapati sedikit dingin dan tidak terdapat udema. Pada gambaran EKG terakhir didapatkan irama sinus normal, heart rate 98 x/menit, reguler, aksis normal, ST elevasi (-), ST depresi (-), Q patologis (+), T inversi (-), LVH (-), RVH (-). Foto toraks normal. Diagnosis ACS STEMI Anterior Tata Laksana Terapi Medikamentosa : 1. Aspilet 1x 80 mg PO 2. Clopidogrel 1 x 75 mg PO 13 3. ISDN 3 x 10 mg PO 4. Atorvastatin 1 x 20 mg PO 5. Ramipril 2 x 2,5 mg PO 6. Concor 1 x 1,25 mg PO 7. Lovenox 2 x 0.6 ml SC 8. OMZ 1 x 1 amp (40mg) Terapi non-medikamentosa : • Bed Rest • Monitor EKG harian dan tanda vital Prognosis • Ad Vitam: Dubia ad bonam • Ad Functionam: Dubia ad bonam • Ad Sanationam: Dubia ad bonam 14 BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 Anatomi Jantung Jantung berbentuk seperti pir/kerucut seperti piramida terbalik dengan basis (superiorposterior ICS-II) berada di atas dan apeks ( anterior-inferior ICS –V) berada di bawah. Pada basis jantung terdapat aorta, batang nadi paru, pembuluh balik atas dan bawah. Jantung sebagai pusat sistem kardiovaskuler terletak di rongga dada (cavum thoraks) sebelah kiri yang terlindung oleh costae tepatnya pada mediastinum. Beratnya pada orang dewasa sekitar 250-350 gram. Jantung difiksasi pada tempatnya agar tidak mudah berpindah tempat. Penyokong jantung utama adalah paru yang menekan jantung dari samping, diafragma menyokong dari bawah, pembuluh darah yang keluar masuk dari jantung, sehingga jantung tidak mudah berpindah. Faktor yang mempengaruhi kedudukan jantung yaitu, umur, bentuk rongga dada, letak diafragma dan perubahan posisi tubuh Otot jantung terdiri atas 3 lapisan yaitu: a) Luar/pericardium Berfungsi sebagai pelindung jantung atau merupakan kantong pembungkus jantung yang terletak di mediastinum, di belakang korpus sterni dan rawan iga II- IV yang terdiri dari 2 lapisan fibrosa dan serosa yaitu lapisan parietal dan viseral. Diantara dua lapisan jantung ini terdapat lendir, untuk menjaga gesekan pericardium tetap licin 15 b) Tengah/ miokardium Lapisan otot jantung yang menerima darah dari arteri koronaria. Susunan miokardium yaitu: i. Otot atria: Sangat tipis dan kurang teratur, disusun oleh dua lapisan. Lapisan dalam mencakup serabut-serabut berbentuk lingkaran dan lapisan luar mencakup kedua atria. ii. Otot ventrikuler: membentuk bilik jantung dimulai dari cincin antrioventikuler sampai ke apeks jantung. iii. Otot atrioventrikuler: Dinding pemisah antara serambi dan bilik (atrium dan ventrikel). a) Dalam / Endokardium Dinding dalam atrium yang diliputi oleh membrane yang mengilat, terdiri dari jaringan endotel atau selaput lendir endokardium kecuali aurikula dan bagian depan sinus vena kava. 16 Gambar 1. Lapisan Otot Jantung Permukaan jantung (fascies kordis) yaitu: a. Fascies sternokostalis: permukaan menghadap kedepan berbatasan dengan dinding depan toraks, dibentuk oleh atrium dekstra, ventrikel dekstra dan sedikit ventrikel sinistra. b. Fascies dorsalis: permukaan jantung menghadap kebelakang berbentuk segiempat berbatas dengan mediastinum posterior, dibentuk oleh dinding atrium sinistra, sebgain atrium sinistra dan sebgain kecil dinding ventrikel sinistra. c. Fascies diafragmatika: permukaan bagian bawah jantung yang bebatas dengan stentrum tindinium diafragma dibentuk oleh dinding ventrikel sinistra dan sebagian kecil ventrikel dekstra.. Ruang-ruang jantung Jantung terdiri dari empat ruang yaitu: 1. Atrium dekstra: Terdiri dari rongga utama dan aurikula di luar, bagian dalamnya membentuk krista terminalis. 17 a. Muara atrium kanan terdiri dari: a) Vena cava superior b) Vena cava inferior c) Sinus koronarius d) Osteum atrioventrikuler dekstra b. Sisa fetal atrium kanan: fossa ovalis dan annulus ovalis 2. Ventrikel dekstra: berhubungan dengan atrium kanan melalui osteum atrioventrikel dekstrum dan dengan traktus pulmonalis melalui osteum pulmonalis. Dinding ventrikel kanan jauh lebih tebal dari atrium kanan terdiri dari: a. Valvula triskuspidal b. Valvula pulmonalis 3. Atrium sinistra: Terdiri dari rongga utama dan aurikula 4. Ventrikel sinistra: Berhubungan dengan atrium sinistra melalui osteum atrioventrikuler sinistra dan dengan aorta melalui osteum aorta terdiri dari: a. Valvula mitralis b. Valvula semilunaris aorta 18 Gambar 1. Anatomi Jantung Peredaran darah jantung Vena kava superior dan vena kava inferior mengalirkan darah ke atrium dekstra yang datang dari seluruh tubuh. Arteri pulmonalis membawa darah dari ventrikel dekstra masuk ke paru-paru (pulmo). Antara ventrikel sinistra dan arteri pulmonalis terdapat katup vlavula semilunaris arteri pulmonalis. Vena pulmonalis membawa darah dari paru-paru masuk ke atrium sinitra. Aorta (pembuluh darah terbesar) membawa darah dari ventrikel sinistra dan aorta terdapat sebuah katup valvulasemilunaris aorta. Peredaran darah jantung terdiri dari 3 yaitu: 1. Arteri koronaria kanan: berasal dari sinus anterior aorta berjalan kedepan antara trunkus pulmonalis dan aurikula memberikan cabang-cabang ke atrium dekstra dan ventrikel kanan. 2. Arteri koronaria kiri: lebih besar dari arteri koronaria dekstra 3. Aliran vena jantung: sebagian darah dari dinding jantung mengalir ke atrium kanan melalui sinus koronarius yang terletak dibagian belakang sulkus atrioventrikularis merupakan lanjutan dari vena. (3) 19 Gambar 3. Vaskularisasi Jantung 3.2 Fisiologi Jantung Fungsi umum otot jantung yaitu: 1. Sifat ritmisitas / otomatis: secara potensial berkontraksi tanpa adanya rangsangan dari luar. 2. Mengikuti hukum gagal atau tuntas: impuls dilepas mencapai ambang rangsang otot jantung maka seluruh jantung akan berkontraksi maksimal. 3. Tidak dapat berkontraksi tetanik. 20 4. Kekuatan kontraksi dipengaruhi panjang awal otot. Metabolisme Otot Jantung Seperti otot kerangka, otot jantung juga menggunakan energy kimia untuk berkontraksi. Energy terutama berasal dari metabolism asam lemak dalam jumlah yang lebih kecil dari metabolisme zat gizi terutama laktat dan glukosa. Proses metabolism jantung adalah aerobic yang membutuhkan oksigen. Pengaruh Ion Pada Jantung 1. Pengaruh ion kalium : kelebihan ion kalium pada CES menyebabkan jantung dilatasi, lemah dan frekuensi lambat. 2. Pengaruh ion kalsium: kelebihan ion kalsium menyebabkan jantung berkontraksi spastis. 3. Pengaruh ion natrium: menekan fungsi jantung. Elektrofisiologi Sel Otot jantung Aktifitas listrik jantung merupakan akibat perubahan permeabilitas membrane sel. Seluruh proses aktifitas listrik jantung dinamakan potensial aksi yang disebabkan oleh rangsangan listrik, kimia, mekanika, dan termis. Lima fase aksi potensial yaitu: 1. Fase istirahat: Bagian dalam bermuatan negative (polarisasi) dan bagian luar bermuatan positif. 2. Fase depolarisasi (cepat) : Disebabkan meningkatnya permeabilitas membrane terhadap natrium sehingga natrium mengalir dari luar ke dalam. 3. Fase polarisasi parsial : Setelah depolarisasi terdapat sedikit perubahan akibat masuknya kalsium ke dalam sel, sehingga muatan positif dalam sel menjadi berkurang. 4. Fase plato (keadaan stabil) : Fase depolarisasi diikiuti keadaan stabil agak lama sesuai masa refraktor absolute miokard. 21 5. Fase repolarisasi (cepat) : Kalsium dan natrium berangsur-angsur tidak mengalir dan permeabilitas terhadap kalium sangat meningkat. Gambar 4. Potensial Aksi Otot Jantung Sistem Konduksi Jantung Sistem konduksi jantung meliputi: 1. SA node: Tumpukan jaringan neuromuscular yang kecil berada di dalam dinding atrium kanan di ujung Krista terminalis. 2. AV node: Susunannya sama dengan SA node berada di dalam septum atrium dekat muara sinus koronaria. 3. Bundle atrioventrikuler: dari bundle AV berjalan ke arah depan pada tepi posterior dan tepi bawah pars membranasea septum interventrikulare. 4. Serabut penghubung terminal (purkinje): Anyaman yang berada pada endokardium menyebar pada kedua ventrikel. 22 Gambar 5. Konduksi Jantung Siklus Jantung Empat pompa yang terpisah yaitu: dua pompa primer atrium dan dua pompa tenaga ventrikel. Periode akhir kontraksi jantung sampai kontraksi berikutnya disebut siklus jantung. Diastole yaitu saat atrium terisi darah vena sampai tekanannya meningkat dan katup atrioventrikular membuka dan mengisi ventrikel. Sistol ventrikel yaitu saat ventrikel berkontraksi dan katup atrioventricular tertutup. Saat tekanan ventrikel meningkat melampaui aorta dan arteri pulmonalis terjadilah ejeksi darah. Fungsi jantung sebagai pompa Lima fungsi jantung sebagai pompa yaitu: 1. Fungsi atrium sebagai pompa 2. Fungsi ventrikel sebagai pompa 3. Periode ejeksi 4. Diastole 5. Periode relaksasi isometric Dua cara dasar pengaturan kerja pemompaan jantung 1. Autoregulasi intrinsik, pemompaan akibat perubahan volume darah yang mengalir ke jantung. 23 2. Reflex mengawasi kecepatan dan kekuatan kontraksi jantung melalui saraf otonom Curah jantung Normal, jumlah darah yang dipompakan ventrikel kiri dan kanan sama besarnya. Jumlah darah yang dipompakan ventrikel selama satu menit disebut curah jantung (cardiac output). Curah jantung sama dengan jumlah darah yang dipompakan keluar pada setiap denyut jantung (volume sekuncup) dikali jumlah denyut jantung permenit. Faktor-faktor utama yang mempengaruhi otot jantung: 1. Beban awal 2. Kontraktilitas 3. Beban akhir 4. Frekuensi jantung Periode pekerjaan jantung yaitu: 1. Periode systole 2. Periode diastole 3. Periode istirahat Bunyi Jantung Tahapan bunyi jantung: 1. Bunyi pertama: lup 2. Bunyi kedua : Dup 3. Bunyi ketiga: lemah dan rendah 1/3 jalan diastolic individu muda 4. Bunyi keempat: kadang-kadang dapat didengar segera sebelum bunyi pertama 3.3 Definisi 24 STEMI merupakan sindrom klinis yang didefinisikan sebagai karakteristik gejala iskemia miokard disertai dengan hasil EKG persisten disertai biomarker jantung yang positif. Elevasi segmen ST secara diagnostik tanpa disertai adanya left ventricular hyperthrophy (LVH) ataupun left bundle branch block (LBBB) menurut European Society of Cardiology/ACCF/AHA/World Heart Federation Task Force for the Universal Defintion of Myocardial Infaction yaitu elevasi segmen ST baru dengan kenaikan J point ≥2 mm (0.2 mV) pada laki-laki dan ≥1,5 mm (0.15 mV) pada wanita di lead V2-V3 dan atau ≥ 1 mm (0,10 mV) pada sadapan dada atau sadapan ekstremitas.(2) 3.4 Epidemiologi Didunia, Penyakit jantung kororner (PJK) adalah penyakit yang paling sering menyebabkan kematian. Sebanyak 7 juta penduduk dunia meninggal akibat PJK, mencakup 12,8% dari keseluruhan penyebab kematian. Kejadiannya lebih sering pada pria dengan umur antara 45 sampai 65 tahun, dan tidak ada perbedaan dengan wanita setelah umur 65 di tahun ke 4–6. Berdasarkan diagnosis dokter, prevalensi penyakit jantung koroner di Indonesia tahun 2013 sebesar 0,5% atau diperkirakan sekitar 883.447 orang.(4) Berdasarkan estimasi WHO (2004) lebih dari 220.000 kematian di Indonesia diakibatkan oleh penyakit jantung iskemik dan diperkirakan terjadi 105 kematian akibat penyakit jantung iskemik per 100.000 penduduk pada tahun 2002.(5) Mortalitas dan morbiditas STEMI di Indonesia masih tinggi akibat tingginya prevalensi diabetes, hipertensi, merokok, serta lamanya durasi keterlambatan antara onset gejala dengan penanganan pertama karena alasan logistic maupun finansial.(6) 3.5 Faktor Resiko Faktor resiko dari sindom coroner akut dapat dibagi menjadi dua, yaitu faktor yang tidak dapat diubah (unmodifiable) dan yang dapat diubah (modifiable). Faktor yang tidak dapat diubah meliputi (7) ; 1. Usia Kerentanan terhadap aterosklerosis koroner meningkat seiring bertambahnya usia. Namun demikian jarang timbul penyakit serius sebelum umur 40 tahun, sedangkan mulai usia 40-60 tahun insiden miokard infark meningkat 5 kali lipat. 2. Jenis kelamin laki-laki 25 Laki-laki usia 35-44 tahun memiliki kecenderungan 5-6 kali dibanding perempuan untuk terkena penyakit jantung koroner. Dengan asumsi faktor esterogen pada wanita yang mempengaruhi kadar lipid, dengan menurunkan kadar LDL-C, meningkatkan HDL-C serta trigliserida. Disparitas ini akan berkurang seiring dengan pertambahan usia, dengan wanita 10 tahun kemudian. Walaupun begitu wanita cenderung lebih mendapati PJK yang lebih kompleks karena pertambahan umur yang lebih tua disertai lebih banyak faktor komorbiditas 3. Riwayat penyakit penyakit jantung koroner pada keluarga Faktor yang dapat diubah, antara lain (8) ; 1. Hiperlipidemia (Hiperlipidemia dengan batas atas LDL-C 130-159 mg/dl dan tinggi apabila mencapai >160 mg/dl.dan kadar HDL-C rendah (<40 mg/dl) Resiko aterogenik yaitu kadar tinggi kolesterol LDL yang dapat teroksidasi dan menimbulkan deposisi di sirkulasi pembuluh darah. Sedangkan kadar kolesterol HDL yang rendah dapat meningkatkan resiko karena faktor protektif dari HDL yang rendah seiring dengan kadarnya yang kurang. 2. Hipertensi (Hipertensi dengan hasil >140/90 mmHg atau pada obat antihipertensi) Peningkatan tekanan darah menjadi resiko independen dalam penyakit jantung coroner. Framingham menyatakan bahwa terdapat peningkatan resiko dua kali lipat pada orang dengan tekanan darah lebih dari 160/95 mmHg dibandingkan dengan orang yang normotensi. 3. Merokok Resiko merokok berkaitan dengan jumlah rokok yang dihisap perhari, bukan pada lama merokok. Merokok lebih dari satu pak rokok sehari meningkatan resiko dua kali lipat terhadap penyakit aterosklerosis koroner daripada mereka yang tidak merokok. 4. Diabetes mellitus Diabetes mellitus menginduksi hiperkolesterolesmia memungkinan timbulnya aterosklerosis dan berkaitan dengan proliferasi sel otot polos pembuluh darah arteri koroner, sintesis kolesterol, trigliserida, fosfolipid, peningkatan kadaar LDL-C dan kadar HDL-C yang rendah. 26 5. Obesitas Makanan dengan kalori yang tinggi kalori, lemak total, lemak jenuh, gula dan garan berperan dalam terjadinya hyperlipidemia dan obesitas yang secara langsung meningkatkan kerja jantung dan kebutuhan oksigen. Hal ini diperberat dengan gaya hidup pasif (sedentary lifestyle) yang berperan dalam resistensi insulin, peningkatan resiko gagal jantung setara dengan hiperlipidemia. Seseorang yang dengan sedentary lifestyle memiliki resiko 30-50% lebih besar untuk mengalami hipertensi. 6. Hiperhomosisteinemia Kadar homosistein atau asam amino alamiah tubuh yang tinggi (>15 mmol/L) berkaitan dengan disfungsi endotel dan gangguan fungsi trombosit serta vasodilator dinding pembuluh darah. Defisiensi asam folat dan vitamin B 6,B12 berperan dalam hiperhomosisteinemia. 3.6 Klasifikasi Sindroma Koroner Akut Sindroma koroner akut merupakan bagian dari penyakit jantung kronis yang simptomatik, sindroma koroner akut dapat dibagi menjadi tiga (9) : 1. Infark miokard dengan elevasi segmen ST (STEMI : ST Segment Elevation Myocardial Infacrtion). Diagnosis STEMI ditegakkan jika terdapat keluhan angina pektoris akut disertai elevasi segmen ST yang persisten di dua sadapan yang bersebelahan. Pada STEMI, dibutuhkan terapi revaskularisasi segera, tanpa menunggu hasil pemeriksaan marka jantung. Terapi revaskularisasi dapat berupa mekanik / PCI (Percutaneous Coronary Intervention) atau dengan agen fibrinolitik. 2. Infark miokard degan non elevasi segmen ST (NSTEMI : Non ST Segment Elevation Myocardial Infaction). Diagnosis NTEMI ditegakkan jika terdapat keluhan angina pektoris akut tanpa elevasi ST segmen ( depresi ST segmen, inversi gelombang T, gelombang T yang datar, gelombang T pseudo-normalization ataupun gelombang T tanpa perubahan) yang persisten dikedua sadapan yang bersebelahan dengan marka jantung yang meningkat 3. Angina pektoris tidak stabil (UAP : Unstable Angina Pectoris). Hal yang membedakan NSTEMI dengan UAP terletak hanya pada marka jantung, apabila marka jantung normal makan disebut sebagai angina pektoris tidak stabil 27 Gambar 6. Klasifikasi Sindroma Koroner Akut 3.7 Patogenesis Aterosklerosis Patogenesis aterosklerosis diperkirakan dengan hipotesis respons terhadap cedera / response to injury hypothesis (Ross, 1977). Yaitu adanya cedera endotel yang menyebabkan disfungsi endotel dan menimbulkan gangguan integritas lapisan tunika media dan tunika adventisia. 1. Disfungsi endotel Disfungsi endotel di awali oleh faktor-faktor yang menyebabkan adanya cedera endotel. Hiperkolesterolemia diyakini mengganggu fungsi endotel dengan meningkatkan produksi radikal bebas oksigen, peningkatan tersebut menonaktifkan oksida nitrat yang berperan sebagai endothelial relaxing factor dan menyebabkan peningkatan permeabilitas endotel. Apabila terjadi hyperlipidemia kronis, akan terjadi penimbunan lipoprotein ditempat meningkatnya permeabilitas endotel.(10) 2. Pembentukan bercak lemak 28 Peningkatan kadar radikal bebas oksigen akibat hiperkolesterolemia menyebabkan oksidasi LDL-C / Oxidized Lipoprotein-Cholesterol (oxLDL) akibat pajanan langsung dengan endotel pembuluh darah arteri. Hal ini juga diperkuat oleh adanya faktor resiko seperti, rendahnya kadar HDL, diabetes mellitus, defisiensi esterogen, hipertensi dan derivate merokok. Oksidasi LDL menstimulasi sel endotel untuk picu adhesi molekul (vascular cell adhesion molecule-1 (VCAM-1), P-Selectin), kemokin (Monocyte Chemoattractant Protein-1 (MCP-1) dan Interleukin 8 (IL-8). (11) Hal ini memicu migrasi monosit ke lapisan tunika intima yang di permudah dengan peningkatan permeabilitas endotel. Migrasi monosit memicu proses inflamasi yang menyebabkan perubahan monosit menjadi makrofag dan recruitment dari leukosit yang akan mensekresi TNF-a dan IL-6. LDL yang teroksidasi bersama makrofag akan membentuk sel busa (foam cell). 3. Ateroma Matur Pembentukan bercak lemak (fatty streak) akan melepaskan factor pertumbuhan dan menyebabkan migrasi sel otot polos di lapisan tunika media ke tunika intima. Pada tahap ini mulai terbentuk pro-trombotic environment atau deposisi fibrin dan aktivasi trombosit (faktor von willebrand (vWF) dan tissue factor (TF) akibat respons terhadap disfungsi endotel. Hal ini ditambah dengan adanya proliferasi matriks dan terbentuk ateroma matur. 4. Lesi aterosklerosis komplikata lanjut Proses terbentuknya ateroma matur disertai dengan pembentukan lapisan fibrosa yang membatasi lesi dengan lumen pembuluh darah. Adanya campuran sel busa, leukosit, debris dan lipid bebas akan membentuk inti nekrotik yang dapat mengeras apabila ditambah dengan adanya penimbunan kalsium di plak fibrosa 5. Komplikasi plak ateromatosa Trombosis dapat terjadi akibat perlekatan trombosit di tepian ateroma yang kasar. Apabila plak ruptur maka akan terjadi perdarahan vasa vasorum dan trombosis lebih lanjut yang bermanifestasi sebagai oklusi arteri. 29 Gambar 7. Aterosklerosis (Steinl, 2015) Perbedaan patogenesis pada unstable angina, NSTEMI dan STEMI (12) ; Arsitektur Vaskular Plak awal Stenosis arterri koroner kritis Aliran Darah Tidak ada obstruksi Aliran darah terbatas pada Manifestasi Klinis Asimptomatik Stable angina (≥70%) Ruptur plak yang tidak stabil waktu latihan fisik Trombus mulai terbentuk dan Unstable angina kondisis spasme mengurangi Pembentukan thrombus tidak aliran daah saat istirahat Oklusi vascular transien atau stabil pada rupture plak Thrombus pada rupture plak inkomplit (terjadi proses lisis) Oklusi vaskuler komplit STEMI NSTEMI (tidak terjadi proses lisis) Tabel 1. Perbedaan Patogenesis pada Sindrom Koroner Akut 30 3.8 Patofisiologi Plak aterosklerosis yang ruptur diikuti dengan agregasi platelet dapat menimbulkan trombus intrakoroner ; 1. Vasokonstriksi ; disfungsi endotel akibat proses aterosklerosis menyebabkan vasokonstriksi dan terjadinya ketidakseimbangan antara mekanisme anti-trombotik normal dengan mekanisme anti-trombotik endogen 2. Hemostasis primer ; endotel yang terekspose akibat rupture menyebabkan platelet yang berada disirkulasi beragregasi dan membentuk sumbatan (plug) 3. Hemostasis sekunder ; endotel yang terekspose tersebut akan mengaktifkan tissue faktor dan akan terjadi kaskade koagulasi utnuk memperkuat plug dan membentuk fibrin clot 31 Gambar 8. Proses Oklusi Pembuluh Darah Lumen pembuluh darah yang menyempit akibat vasokontriksi di tambah dengan blokade trombus menyebabkan oklusi dan menghasillkan gangguan aliran pembuluh darah dan ketidakseimbangan antara persediaan dan kebutuhan oksigen miokard (supply and deman imbalance). Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya rupture plak (13) : Intrinsik (instabiilitas lesi ateroslerotik) : lapisan fibrosa yang tipis akibat proses kimiawi internal Physical stressor : peningkatan tekanan darah, heart rate, dan peningkatan kontraksi ventrikel, dan aktivasi system saraf simpatis akibat emosional stress Setelah terjadinya oklusi yang diikuti oleh infark atau nekrosis dari miosit yang kekurangan supply oksigen terjadi konversi metabolisme dari aerob menjadi anaerob ditandai dengan terganggunya produksi ATP dan disfungsi sistolik akibat kontraksi miosit yang tidak bersamaan, menyebabkan curah jantung berkurang. Disfungsi diastolic terjadi akibat compliance (gangguan relaksasi) ventikel yang bekurang peningkatan tekanan pengisian ventrikel saat diastole. Akibat metabolism anaerob yang meningkat, terjadi penumpukan asam laktat dan penurunan ph darah. Gangguan pembentukan ATP menyebabkan gangguan fluks natrium, kalium dan kalsium antar intrasel dan ekstrasel. Peningkatan natrium diintrasel menyebabkan edema selular, peningkatan kalium di ekstrasel menimbulkan gangguan potensial aksi dan menghasilkan instabilitas elektris yang dapat menyebabkan aritmia jantung. Sedangkan peningkatan kalsium intrasel menyebabkan aktivasi lipase dan protease dan memicu nekrosis jaringan. Perubahan jangkan panjang akibat infark dapat terjadi beberapa hari sampai minggu. Miosit yang nekrosis akan di resorpsi oleh makrofag dan menyebabkan struktur dari dinding miokard melemah sehingga menimbulkan potensi terjadinya ruptur (myocardial wall rupture). Nekrosis miosit menghasilkan jaringan parut atau scar tissue dan dalam jangka panjang dapat terjadi remodeling ventrikel. Kompensasi dari bagian miokard yang tidak nekrosis / peningkatan stress pada bagian miokard yang lain memicu pembesaran ventrikel. 32 Gambar 9. Patofisiologi Okslusi 3.9 Diagnosis STEMI Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang (EKG) dan marka jantung. 1. Anamnesis Angina tipikal Gambaran angina tipikal adalah rasa tertekan/berat daerah retrosternal yang menjalar ke lengan kiri, leher, area interskapularis, bahu atau epigastrium, berlangsung intermitten atau persisten (>20 menit). Sering disertai dengan diaphoresis, mual/muntah, nyeri abdominal, sesak napas dan sinkop. Angina Atipikal Gambaran angina atipikal adalah nyeri dipenjalaran angina tipikal, gangguan pencernaan (indigestion), sesak napas yang tidak dapat dijelaskan,lemah mendadak. Keluhan ini sering ditemui pada golongan muda (25-40 tahun) dan tua (>75 tahun), 33 wanita, penderita diabetes, gagal ginjal kronik, atau demensia. Keluhan ini patut dicurigai menjadi angina equivalen apabila ditemukan setelah dipicu oleh aktivitas.(9) Keluhan di perkuat apabila ditemukan karakteristik seperti ; Pria Diketahui memiliki penyakit aterosklerosis non coroner (penyakir arterial perifer) Memiliki riwayat pernah mengalami infark miokard, coronary bypass ataupun PCI (Percutaneous Coronary Intervention) Memiliki faktor resiko ; hipertensi, merokok, dyslipidemia, diabetes mellitus, riwayat penyakit jantung coroner dikeluarga, atau klasifikasi resiko menurut NCEP Gambar 10. Kriteria NCEP Nyeri bukan khas iskemia berupa nyeri pleuritik (tajam saat inspirasi atau respirasi), nyeri abdomen tengah atau bawah, nyeri dada yang dapat ditunjuk dengan 1 jari, nyeri dada akibat pergerakan tubu, nyeri dada dengan durasi beberapa detik, nyeri dada yang menjalar ke ekstremitas bawah. 34 2. EKG Gambaran infark miokard menjadi kuat jika ditemukan gambaran EKG ; 1. Concordant, spesifisitas tinggi dan sensitivitas rendah : Gambaran LBBB baru + elevasi segmen ST ≥ 1 mm pada sadapan dengan QRS kompleks positif Gambaran depresi segmen ST ≥ 1 mm di V1-V3 2. Discordant, spesifisitas dan sensitivitas rendah : ST segmen diskordan dengan kompleks QRS negatif 35 Gambar 11. Kriteria Sgarbossa 3. Jika tidak didapatkan elevasi segmen ST, maka kemungkinan dapat berupa NSTEMI / Angina pektoris tidak stabil, spesifisitas tinggi : Depresi segmen ST ≥ 0,05 mm di sadapan V1-V3 dan ≥ 0,1mV di sadapan lainnya. Elevasi segmen ST yang persisten (<20 menit) Inversi gelombang T yang simetris ≥ 0,2 mV Sementara lokasi iskemia atau infark dapat di lihat berdasarkan sadapan EKG Gambar 12. Lokasi Iskemia atau infark 4. Pemeriksaan marka jantung Pemeriksaan marka jantung yang digunakan dalam diagnosis SKA adalah Creatinine-Kinase MB (CK-MB) dan Troponin I/T. CK-MB dapat meningkat pada kerusakan sel otot skeletal, menyebabkan spesifisitas lebih rendah dengan waktu paruh yang singkat (48 jam). Sementara Troponin I/T merupakan marka terhadap nekrosis sel 36 miosit jantung. Peningkatan marka jantung hanya menunjukkan adanya nekrosis miosit, tidak dapat membedakan etiologi (koroner atau nonkoroner). Pada disfungsi ginjal tropoin I memiliki spesifisitas yang lebih tinggi dbandingkan dengan troponin T. Penyebab Tanda Non- Kardiak Sepsis, luka bakar, gagal napas, penyakit neurologic akut, emboli paru, Troponin hipertensi pulmone, kemoterapi, I/T insufisiensi ginjal Kardiak Takiaritmia, trauma kardiak, gagal jantung, Tabel 2. Marka Jantung (Troponin I) Pada nekrosis miokard, pemeriksaan CK-MB atau troponin I/T memiliki kadar yang normal 4-6 jam setelah awitan SKA. Dapat diulang 8-12 jam setelah awitan angina, jika awitan tidak dapat jelas ditentukan maka pemeriksaan diulang 4-6 jam setelah awitan SKA. Definitif sindrom koroner akut jika ; Angina tipikal EKG dengan gambaran elevasi yang diagnostic untuk STEMI, depresi ST atau inversi gelombang T yang diagnostic Peningkatan marka jantung 3.10 Gejala klinis Gejala klinis pada SKA biasanya diliputi oleh 5 gejala, antara lain Chest discomfort (retrosternal, tightness,heaviness, pressure), disebabkan adanya peningkatan asam laktat, serotonin dan adenosine mengaktivasi reseptor nyeri perifer di C7-T4 37 Takikardia, akibat Abnornalitas ion transport pada miosit menyebabkan aritmia, akumulasi metabolit lokal dan miokard iskemia yg memicu respon saraf simpatis Dyspnea, karena gangguan relaksasi ventrikel kiri, peningkatan tekanan diastolik ventrikel kiri sebabkan aliran balik arteri pulmonalis yang menyebabkan kongesti paru Diaphoresis, disebebkan oleh peningkatan respon tonus simpatis, akibat serangan akut iskemia Mual / muntah , peningkatan tonus parasimpatis saat iskemia akut Sementara manifestasi klinis antara angina pektoris tidak stabil, NSTEMI dan STEMI dapat dibedakan berdasarkan tabel (12) : Angina Pektoris NSTEMI Tidak Stabil Keluhan Klinis: STEMI Presentasi klinis menyerupai SKA pada -Angina saat istirahat, durasi lebih umumnya. Namun kadang pasien datang dari sama dengan 20 menit, atau dengan gejala atipikal: nyeri dada pada lengan -Angina pertama kali hingga aktivitas atau bahu, sesak nafas akut, sinkop atau aritmia fisik menjadi sangat terbatas, atau -Angina progresif: pasien dengan Pasien dengan STEMI biasanya telah memiliki angina stabil, terjadi perburukan, riwayat angina atau PJK, usia lanjut, dan frekuensi lebih sering, durasi lebih kebanyakan laki - laki lama, muncul dengan aktivitas ringan -Angina pada SKA sering disertai dnegan keringat dingin (respon simpatis),mual dan muntah (stimulasi vagal), serta populasi rasa lemas. Pada lansia (>75 tahun), dan diabetes kadang perempuan, keluhan tidak jelas. Pemeriksaan fisik : -Sebagian besar pasien gelisah dan cemas, Seringkali normal. Pada beberapa ekstremitas pucat disertai keringat dingin, kasus dapat ditemui tanda – tanda kombinasi nyeri dada substernal > 30 menit kongesti hemodinamik dan instabilitas dan banyak keringat dicurigai kuat adanya STEMI 38 -Sekitar ¼ pasien infark anterior mempunyai manifestasi hiperaktivitas (takikardidan/atau hipotensi) saraf dan simpatis hampir setengah pasien infark inferior menunjkkan parasimpatis (bradikardi dan/atau hipotensi) -S4 dan S3 gallop, penurunan intensitas S1 dan split paradoksikal S2, murmur midsistolik atau late sistolik apikal yang bersifat sementara karena disfungsi katup mitral dan pericardial friction rub. -Klasifikasi Killip dapat digunakan untuk mengevaluasi hemodinamik dan prognosis pasien SKA Pemeriksaan EKG (dalam 10 menit - Elevasi segmen ST lebih dari sama dengan pertama): 0,1mV yang dihitung mulai dari titik J, paad -Gambaran ST depresi, horizontal dua atau lebih sdapan sesuai regio dinding maupun down sloping, yang lebih ventrikelnya. Namun khusus pada sadapan V2dari sama dengan 0,05mV pada dua V3, batasan elevasi menjadi lebih dari sama atau lebih sadapan sesuai regio dnegan 0,2 mV pada laki – laki usia lebih dari dinding ventrikelnya, dan/atau inversi sama dengan 40 tahun, lebih dari sama dengan gelombang T lebih dari sama dengan 0,25 mV pada laki – laki berusia < 40 tahun, 0,1 mV dengan gelombang R atau lebih dari sama dengan 0,15 mV pada prominen atau rasio R/S <1 perempuan -Pada keadaan teretntu EKG 12 sadapan dapat normal, terutama pada EKG pada STEMI merupakan EKG yang iskemia posterior (V7-V9) atau berevolusi. Sebagian besar pasien dnegan ventrikel kanan (sadapan V3R-V4R) presentasi awal elevasi segmen ST mengalami yang terisolasi evolusi menjadi gelombang Q pada EKG. -Dianjurkan pemeriksaan EKG serial setiap 6 jam untuk mendeteksi 39 kondisi iskemia yang dinamis Pemeriksaan Biomarka Peningkata Jantung : Peningkatan troponin T (untuk diagnosis akut) n troponin dan/atau CKMB (untuk diagnosis dan melihat Tidak ada peningkatan T dan /atau luas infark) troponin T dan/atau CKMB (4- CKMB 6 jam setelah onset) Tabel 3. Perbedaan Karakteristik Klinis Sindrom Koroner Akut 3.11 Tatalaksana 3.11.1 Perawatan di IGD Dengan adanya anamnesis mengenai keluhan pasien, terapi sementara dapat diberikan sebelum menegakkan diagnosis sindrom koroner akut dengan adanya keluhan angina tipikal sambil menunggu hasil EKG atau marka jantung . Penilaian ABC (Airway, Breathing Circulation) dan berikan terapi sementara yang dapat disingkat MONA (Morfin, Oksigen, Nitrat, Aspirin). Terapi ini tidak harus diberikan bersamaan semua atau bersamaan.(9) 1. Oksigen diberiksan segera pada pasien dengan saturasi oksigen (SO2) < 95%. Oksigen dapat diberikan 6 jam pertama tanpa mempertimbangkan hasil SO2 2. Aspirin diberikan dengan dosis 160-320 mg pada semua pasien (tanpa mengetahui intoleransinya). Uncoated aspirin lebih baik mengingat absorbsi sublingual yang lebih cepat 3. Anti reseptor ADP : ticagrelor peroral (loading 180 mg, maintenance 90 mg dua kali sehari, kecuali pasien STEMI yang berencana dilakukan terapi fibrinolitik) atau clopidogrel peroral (loading 300 mg, maintenance 75 mg perhari). Clopidogrel lebih disarankan pada pasien degan terapi fibrinolitik. 4. Nitrogliserin (NTG) spray/tablet sublingual diberikan pada pasien dengan nyeri dada yang tidak hilang sesampai di unit gawat darurat. Pemberian dapat diulang sampai maksimal 3 kali apabila nyeri dada tidak berkurang. Pemberian secara intravena dilakukan apabila pasien tidak responsif terhadap tiga kali pemberian sublingual. ISDN (Isosorbit Dinitrat) dapat dipakai sebagai pengganti NTG. 40 5. Morfin sulfat 1-5 mg intravena, dapat diberikan jika pasien tidak responsif terhadap tiga kali pemberian NTG. Gambar 13. Algoritma Penanganan Sindrom Koroner Akut Anamnesis adanya gejala atipikal lebih dari 20 menit atau gejala yang tidak berkurang setelah pemberian nitrogliserin disertai perekaman EKG ≤ 10 menit sejak pasien datang dengan gambaran khas ST elevasi menunjukkan perlunya tindakan segera. Dengan selang waktu (delay) dari kontak medis pertama hingga pemberian terapi reperfusi ≤ 30 menit untuk fibrinolysis dan ≤ 90 menit untuk primary PCI (Percutaneous Coronary Intervention) (≤ 60 menit untuk pasien yang datang dengan onset ≤ 120 menit atau pasien resiko tinggi dengan infark anterior besar). 41 Sementara apabila terdapat rumah sakit yang mempu melakukan PCI, delay yang diharapakan adalah ≤ 60 menit (door to balloon) antara datangnya pasien sampai PCI dimulai. 3.11.2 Terapi Reperfusi Terapi reperfusi pilihan meliputi non farmakologis / PCI (Percutaneous Coronary Intervention) atau farmakologis / terapi fibrinolitik. 1. PCI (Percutaneous Coronary Intervention) PCI adalah terapi reperfusi yang lebih disarankan dibanding fibrinolisis apabila terdapat fasilitas dan tim yang mampu menangani PCI dalam 120 menit sejak kontak medis pertama. PCI diindikasikan untuk pasien dengan gagal jantung, akut yang berat, syok kardiogenik. Terapi reperfusi diindikasikan untuk semua pasien dengan durasi gejala < 12 jam disertai dengan elevasi segmen ST persisten atau new LBBB. Terapi reperfusi (sebaiknya PCI) diindikasikan bila terdapat bukti iskemia yang sedang terjadi, bahkan jika gejala mungkin telah timbul > 12 jam setelah onset atau bila nyeri dan perubahan EKG terlihat terhambat. Terapi reperfusi dengan PCI dapat dipertimbangkan pada pasien stabil yang dtang dalam 1224 jam sejak awitan gejala. Tidak disarankan untuk melakukan PCI rutin pada arteri yang tersumbat sepenuhnya lebih dari 24 jam setelah awitan pada pasien stabil tanpa gejala iskemia (tanpa memandang sudah diberikan fibrinolitik atau belum). PCI memiliki keuntungan yang berbeda pada tiap pasien, dan merupakan pilihan dengan benefit terbesar bagi pasien dengan resiko tinggi. Maka itu penilaian faktor resiko untuk menentukan intervensi memiliki peran penting untuk mengidentifikasi pasien dengan resiko tinggi yang terapinya dapat dioptimalkan. TIMI Score for STEMI (Thrombolysis in Myocardial Infarction (TIMI) score for ST Elevation Myocard Infaction) adalah penilaian singkat berdasarkan data klinis saat kedatangan pasien pertama kali di rumah sakit. Skor 0-4 termasuk resiko rendah, dan resiko tinggi bila ≥ 5 poin.(14) 42 Gambar 14. TIMI Score for STEMI Sebelum tindakan PCI diperikan obat- obatan pre-prosedural berupa ; Anti platelet : aspirin peroral 160-320 mg Anti reseptor ADP : ticagrelor peroral (loading 180 mg, maintenance 90 mg dua kali sehari) jika tidak tersedia atau kontraindikasi dapat diberi clopidogrel peroral (loading 600 mg, maintenance 150 mg perhari) Anti koagulan : unfractioned heparin (UFH dengan atau tanpa penghambat ADP) harus diberikan pada pasien yang tidak mendapat enoksaparin. Fondaparinux tidak disarankan untuk PCI 2. Terapi Fibrinolitik Terapi fibrinolitik diindikasikan dalam 12 jam sejak awitan gejala pada pasien tanpa kontraindikasi apabila PCI tidak dapat dilakukan oleh tim yang berpengalaman dalam 120 menit sejak kontak medis pertama. Perlu dipertimbangkan apabila pasien 43 datang lebih awal <2 jam sejak awitan gejala dengan infark luas dan resiko perdarahan rendah apabila kontak medis pertama hingga balloon inflation >90 menit. Obat yang diberikan bersifat spesifik terhadap fibrin (tenekteplase, alteplase, reteplase) yang lebih disarankan dibanding kurang spefisik terhadap fibrin (streptokinase). Pemberian antiplatelet (aspirin) dan anti DAP (clopidogrel) diberikan secara bersamaan. Pemberian antikoagulan disarankan untuk pasien STEMI yang di beri fibrinolitik hingga revaskularisasi (bila dilakukan) atau selama pasien di rawat di rumah sakit hingga hari ke 8. Pilihan utama adalah enoksaparin subkutan atau UFH (Unfraction Heparin) secara bolus iv sesuai berat badan. Untuk pasien yang diberikan streptokinase disarankan untuk memberikan fondaparinux dalam bolus iv diikutin dengan dosis subkutan dalam 24 jam selanjutnya. Semua pasien perlu dirujuk ke rumah sakit yang menyediakan PCI setelah terapi fibrinolitik. Apabila terapi fibrinolitik gagal ( <50% perbaikan segmen ST setelah 60 menit), maka dilakukan PCI rescue. PCI emergency dilakukan apabila terjadi iskemia rekuren atau bukti bahwa terjadI reokulsi setelah fibrinolisis berhasil. Obat-obatan yang digunakan pada terapi STEMI sebagai berikut : Golongan Anti platelet Nama Aspirin Nama Dagang Aspilet Ascardia (loading dose 162-325 mg p.o Maintenance : 75-162 mg/hari ) Clopidogrel CPG (Loading dose 300-600 mg p.o 75 mg/hari p.o selama 12 bulan) Fungsi Penghambat COX -1 (Menggangu siklus cyclooxygenase, menghambat thromboxane A2 dan hambat agregasi trombosit) Penghambat reseptor P2Y12 (Hambat Adenosine 5’Diphosphate dengan reseptor P2Y12 untuk inisiasi agregasi trombosit) Kontraindikasi Varices esophagus Trombositopenia 72 jam post operasi besar dengan resiko perdarahan Perdarahan akut Penyakit liver terdekompenasas i Kehamilan / 48 post partum 44 Anti koagulan Unfractioned Heparin (UFH) Lowmolecularweight heparin (LMWH) Fondaparinux Bivalrudin Bolus IV 60-7U/kgBB (max. 5000 U), lanjut infus 12-15 U/kgBB/jam) Lovenox 1 mg/kgBB SC 20/40/60 mg / 0.2/0.4/0.6 mL Mengkatalisis anti-thrombin (AT/AT III) dan menyebabkan inaktivasi thrombin Prolong aPTT Arixtra (2,5 mg/sc/hari) Hambat faktor Xa indirek Bivalrudin Bolus IV 0,1 mg/kgBB Dilanjutkan infus 0,25 mg/kgBB/jam Hambat faktor Xa direk Anti tromboliti k Streptokinase (Sk) Alteplase (tPA) 1,5 juta U dalam 100 mL Dextrose 5% atau NaCl 0,9% dalam waktu 30-60 menit Bolus 15 mg Intravena 0,75 / kgBB selama 30 menit, dilanjutkan 0,5 mg / kgBB selama 60 menit Dosis total tidak melebihi 100 mg Diathesa hemorragik Hipertensi berat Perdarahan cerebrovascular Ulkus aktif pada gastrointestinal, saluran napas, dan saluran kemih Operasi pada system saraf pusat Fasilitas laboratorium yang kurang Pasien yang tidak kooperatif Kehamilan Mengaktifkan plasminogen menjadi plasmin dan mendegradasi fibrin 45 Anti ischemic Beta blockers (Bisoprolol) Concor 1.25 mg dan di titrasi Menurunkan demand oksigen, menurunkan laju jantung, kontraktilitas dan tekanan darah *Kontraindikasi (tekanan darah sistolik <90 mmHg, bradikardia, blockade jantung, asma, gagal jantung) Low output state Resiko syok kardiogenik (HR <60 mmHg, tekanan darah sistolik < 120 mmHg) Asma aktif PR interval > 0,24 sec Blokade jantung tipe 2 atau 3 Tabel 4. Obat-obat pada SKA Kontraindikasi Absolut Stroke hemoragik / stroke yang penyebabnya Kontraindikasi Relatif TIA (Transcient Ischemic Attack) dalam 6 belum diketahui, dengan awitan kapanpun Stroke iskemik 6 bulan terakhir Kerusakan system saraf sentral dan bulan terakhir Pemakaian antikoagulan oral Kehamilan / 1 minggu post-partum neoplasma Trauma operasi/ kepala berat dalam 3 minggu Tempat tusukan yang tidak dapat dikompresi terakhir Perdarahan saluran cerna dalam 1 bulan Resusitasi traumatic terakhir Penyakit perdarahan Hipertensi refrakter (sistolik > 180 mmHg) Diseksi aorta Penyakit hati lanjut Ulkus peptikum aktif Tabel 5. Kontraindikasi Terapi Fibrinolitik 3.11.3 Tatalaksana Setelah Penanganan STEMI Penatalaksanaan setelah STEMI dapat dibagi menjadi beberapa (15) : 46 1. Berhenti merokok Menyarankan pasien untuk berhenti merokok, dan menghindari ekspose asap rokok pada lingkungan sehari-hari 2. Kontrol Tekanan darah. Mengkontrol tekanan darah agar stabil < 140/90 mmHg atau < 130/80 mmHg pada pasien dengan diabetes atau gagal ginjal kronis. Inisasi perubahan gaya hidup sehat pada semua pasien (pengaturan berat badan dengan aktivitas fisik, hindari konsumsi rokok, reduksi garam pada diet dan meningkatkan konsumsi buah-buahan). Mulai pemberian beta blocker dana tau ACE inhibitor bila tekanan darah ≥ 140/90 mmHg atau 130/80 pada pasien dengan diabetes atau gagal ginjal kronik, lalu tambahkan thiazide atau yang lain sesuai kebutuhan. 3. Managemen Lipid Mengkontrol kadar lipid LDL-C <100 mg/dl dan non HDL-C (kolesterol total – HDL-C) <130 mg/dl pada pasien dengan trigliserid ≥ 200 mg/dl Mulai diet dengan mengurangi makanan berlemak. Kolesterol ≤ 200 mg/dl per hari pada semua pasien Mulai aktivitas fisik dan pengurangan berat badan Periksa profil lipid pada pasien saat puasa dalam 24 jam setelah masuk rumah sakit. Untuk pasien rawat, terapi sebelum pasien pulang harus megikuti : o Kadar LDL-C harus < 100 mgdl o Bila kadar LDL-C basal ≥ 100 mg/dl, inisiasi pemberian obat (atorvastation 10-80 mg/hari) o Jika kadar trigliserida ≥ 150 mg//dl atau kadar HDL ≤ 40 mg.dl inisiasi pengaturan berat badan, aktivitas fisik dan berhenti merokok. 4. Aktivitas fisik ( 30 menit minimal 5 hari dalam seminggu) Menyarankan 30-60 menit aktivitas fisik aerobik dengan intensitas sedang setiap hari dan diselingi dengan peningkatan aktivitas pada kegiatan sehari-hari 5. Pengaturan berat badan sesuai BMI 47 Penyesuaian berat badan dengan BMI normal antara, 18,5 – 24,9 kg per m2 dengan lingkar pinggang untuk wanita < 80 cm dan pria < 90 cm 6. Terapi antiplatelet dan antikoagulan Mulai aspirin dengan dosis 75-162 mg/ hari pada semua pasien kecuali terdapat kontraindikasi Pemberian clopidogrel jangka panjang dengan dosis 75 mg/hari disarankan pada pasien STEMI, tanpa mempertimbangkan apakah pasien mendapat terapi fibrinolitik atau tidak Terapi warfarin diberikan dengan indikasi (fibrilasi atriu, thrombus pada ventrikel kiri). 7. ACE inhibitor Pemberian ACE inhibitor di mulai pada pasien dengan LVEF < 40% dan pada pasien dengan hipertensi, diabetes, atau gagal ginjal kecuali terdapat kontraindikasi 8. Angiotensin Receptor Blocker (ARB) Mulai pemberian ARB pada pasien yang intoleran terhadap ACEI dan pasien dengan LVEF < 40%. 9. Aldosterone blockers Mulai pemberian aldosterone blocker pada pasien tanpa disfungsi ginjal atau hyperkalemia yang sudah mendapat dosis terapeutik dari ACEI dan beta blocker. 3.12 Komplikasi 1. Gagal Jantung Dalam fase akut atau subakut setelah STEMI dapat terjadi disfungsi miokard, apabila terjadi jejas ataupun obstruksi mikrovaskular terutama di dinding anterior. Hal ini dapat menyebabkan 48 kegagalan pompa dan berujung pada remodeling, yang dapat menjadi gagal jantung ditandai dengan tanda-tanda seperti dyspnea, terdapat suara jantung ketiga, ronkhi pulmonal, dilatasi ventrikel kiri dan berkurangnya fraksi ejeksi. Marker jantung berupa BNP (Brain Natriuretic Peptide) mengindikasikan stress miokardium. Derajat gagal jantung setelah infark dapat dilihat berdasarkan klasifikasi Killip (1 ; asimptomatik, 2; terdapat ronki basah kasar, distensi vena jugularis, 3; edema paru, 4; syok kardiogenik) 2. Hipotensi Jika tekanan darah sistolik menetap <90 mmHg, dapat terjadi karena hipovolemia atau manifestasi dari iskemia miokard yang menyebabkan gangguan irama. Hipotensi berkelanjutan dapat menyebabkan urin output berkurang, gangguan akut ginjal. 3. Kongesti Paru Ditandai dengan adanya dyspnea dengan ronkhi basah paru dibasal. Didapati perbaikan dengan pemberian diuretic atau vasodilator 4. Syok Kardiogenik 50% syok kardiogenik terjadi dalam 6 jam dan 75% dalam 24 jam. Tanda-tanda syok kardiogenik seperti, hipotensi, bukti cardiac output rendah (takikardia saat istirahat), perubahan status metal, olguria, ekstremitas dingin dan kongesti paru. 5. Aritmia Aritmia dan gangguan konduksi jantung serig ditemukan dalam beberrapa jam pertama setelah infark miokard. Awitan fibrilasi atrium sebesar 28%, ventrikel takikardia yang tidak belanjut,, blok AV derajat tinggi 10% (≤30 detak permenit selama ≥5 detik), sinus bradikardi 7% dan henti sinus sebesar 5% (≥5 detik). Aritmia yang terjadi setelah reperfusi awal dapat merupakan manifestasi klinis akibat iskemia miokard, kegagalan pompa jantung, hipoksia, gangguan elektrolit (hypokalemia) dan gangguan asam basa. 6.Perikarditis 49 Gejala pericarditis adalah rasa tajam terkait dengan postur dan pernapasan. Hilang dengan pemberian aspirin dosis tinggi,parasetamol ataupun kolkhisin. Dapat muncul sebagai re-elevasi segmen ST biasanya ringan dan progresif 7. Thrombus ventrikel kiri Insidennya berkurang karena terapi reperfusi, obat-obatan antitrombotik. Penelitian menyatakan bahwa hamper seperempat infar miokard anterior memiliki trombus ventrikel kiri yang dapat terdeteksi. Pemberian anti koagulan pada pasien dengan abnormalitas gerakan dinding anterior besar mengurangi terjadinya trombus mural. Gambar 15. Komplikasi Miokard Infark DAFTAR PUSTAKA 50 1 Alwi, Idrus. 2006. Infark Miokard dengan ST Elevasi. Dalam: Sudoyono, W.A., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., & Setiati, S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi 5. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 17411742. 2 O’Gara PT, Kushner FG, Ascheim DD, et al. 2013 ACCF/AHA Guideline for the Management of ST-Elevation Myocardial Infarction: Executive Summary. American Heart Asscociation [Internet]. 2012 Dec [cited 2015 Aug 19]; 127: 529-555. Availiable from: http://circ.ahajournals.org/content/127/4/529.full 3 Cambridge Comunication Limited. Anatomi dan Fisiologi : Sistem Pernapasan dan Kardiovaskular. Jakarta : EGC; 2002. p 29-35. 4 Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI [Internet]. Jakarta : Kementrian Kesehatan RI ; 2015 [cited 2015 August 20]. Available from : http://www.depkes.go.id/article/print/15021800003/situasi-kesehatan-jantung.html 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 World Health Organization – Noncommunicable Disease Country Profiles [Internet]. Geneva : World Health Organization; 2014[cited 2015 Aug 21]. Available from: http://www.who.int/nmh/countries/idn_en.pdf Juwana YB, Wirianta J, Ottervanger JP, et al. Primary coronary intervention for STelevation myocardial infarction in Indonesia and the Netherlands: a comparison. Neth Heart J [Internet]. 2009 Nov [cited 2015 Aug 20]; 17(11): 418–421. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi : Konsel Klinis Proses-Proses Penyakit. 6th ed. Jakarta : EGC;2012. p 579-584. Jackson G. Acute Coronary Syndrome. New York: Oxford Press; 2008. p 4-10. Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut [Internet]. Jakarta : Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia; 2015 [cited 2015 Aug 15]. Available from: http://www.inaheart.org/upload/file/Pedoman_tatalaksana_Sindrom_Koroner_Akut_2015 .pdf Brown CT.2012. Penyakit Aterosklerotik Koroner. Dalam: Price SA, Wilson LM. Patofisiologi : Konsel Klinis Proses-Proses Penyakit. 6th ed. Jakarta : EGC;2012. p 586588. Steinl DC, Kaufmann BA. Ultrasound Imaging for Risk Assessment in Atherosclerosis. Int. J. Mol. Sci [Internet]. 2015 [cited 2015 Aug 8]; 16(5), 9749-9769. Tanto C, Liwang F, Hanifati S, Pradipta EA. Kapita Selekta Kedokteran. 2 nd ed. Jakarta: Media Aesculapius; 2014. p 752-755. Chaudry S, Wong E. Ischemic Heart Disease [Internet]. [Place unknown]: McMaster Patophysiology Review; 2012 [updated 2012 Oct 21; cited 2015 Aug 15]. Available from: http://www.pathophys.org/acs/ Pacheco HG, Mendoza AA, Sangabriel AA, et al. The TIMI risk score for STEMI predicts in-hospital mortality and adverse events in patients without cardiogenic shock under-going primary angioplasty. Arch Cardiol Mex [Internet]. 2012;82(1):7-13. 51 Available from: http://www.revespcardiol.org/contenidos/static/premio_cardio/archivoscardiologia-mexico.pdf 15 Campbell-Scherer DL, Green LA. ACC/HA Guideline Update for the Management of STElevation yocardial Infarction. Am Fam Physician [Internet]. 2009 [updated 2009 Jun 15; cited 2015 Aug 20]; 79(12): 1080-1086. 52