BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu dari negara berkembang dengan jumlah
penduduk Indonesia yang menempati posisi ke empat di dunia setelah negara
Cina, India dan Amerika Serikat serta laju pertumbuhan penduduk yang masih
tinggi. Hal ini dibuktikan dengan jumlah kelahiran mencapai 4.500.000 setiap
tahunnya, dimana jumlah rata-rata anak dalam periode masa reproduksi
perempuan (TFR) di Indonesia pada tahun 2003 sampai tahun 2012 stagnan
diangka 2,6, disisi lain TFR Provinsi Bali mengalami peningkatan dari 2,1 pada
tahun 2007 menjadi 2,3 pada tahun 2012 dan peningkatan laju pertumbuhan
penduduk dari 1,26% menjadi 2,15%. Maka
Program Kependudukan dan
Keluarga Berencana (KKB) memiliki tugas untuk menurunkan angka Total
Fertility Rate
(TFR) melalui pelayanan kontrasepsi. Salah satu upaya
menurunkan TFR adalah dengan mengatur jarak kelahiran dengan penggunaan
kontrasepsi terutama metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP).
Penggunaan alat kontrasepsi di Indonesia masih didominasi oleh metode
non MKJP seperti kontrasepsi hormonal yang bersifat jangka pendek dan
umumnya memiliki continuation rate yang rendah dibandingkan dengan metode
kontrasepsi jangka panjang (BKKBN, 2009). Hal ini sesuai dengan laporan Survei
Demografi dan Kependudukan Indonesia (SDKI) tahun 2012, dimana penggunaan
1
2
suntikan KB meningkat secara substansial dari 12 % pada SDKI 1991
menjadi 32% pada SDKI 2012, disisi lain trend penggunaan AKDR menurun dari
13,3 % menjadi 3,9 %.
Penurunan penggunaan kontrsepsi jangka panjang dipengaruhi oleh faktor
pengguna dan penyedia layanan KB. Salah satu faktor yang dianggap
berkontribusi dengan kecendrungan pemilihan kontrasepsi jangka pendek adalah
faktor penerimaan atau image terhadap kontrasepsi tersebut, dikarenakan
informasi yang belum optimal dalam penyampaian manfaat kontrasepsi jangka
panjang. Meskipun masing-masing jenis kontrasepsi memiliki tingkat efekivitas
yang hampir sama bila digunakan secara benar, akan tetapi efektivitas kontrasepsi
terutama kontrasepsi jangka pendek dipengaruhi antara lain oleh perilaku dan
tingkat sosial budaya pemakainya. Apabila persentase peserta KB yang memakai
alat kontrasepsi jangka pendek ternyata tetap tinggi, maka dikhawatirkan akan
lebih banyak terjadi drop-out, sehingga target penurunan TFR 2,1 tidak tercapai.
Indikator dalam Keluarga Berencana (KB) yaitu Contraceptive Prevalence
Rate(CPR) dan unmet need. Contraceptive Prevalence Rate(CPR) adalah angka
kesertaan ber-KB dan unmet need pelayanan KB adalah pasangan usia subur yang
tidak ingin memiliki anak lagi atau yang ingin menjarangkan kelahiran tetapi tidak
menggunakan kontrasepsi. Angka Contraceptive Prevelance Rate (CPR) di
Provinsi Bali mengalami penurunan dari 65,4 % tahun 2007 menjadi 59,6 %pada
tahun 2012 (SDKI, 2012) danContraceptive Prevelance Rate(CPR) di Provinsi
Bali yang paling rendah yakni di Kota Denpasar sebesar 49,9 % (Susenas, 2012).
Sedangkan perkembangan persentase unmet need pelayanan KB di Kota Denpasar
3
dalam empat tahun terakhir mengalami peningkatan yakni tahun 2011 sebesar 2,3
,tahun 2013 sebesar 4,3 dan tahun 2014 sebesar 4,49 (Mini Survey BKKBN,
2011, 2013, 2014).
Penurunan angka CPRdi Kota Denpasar berkaitan dengan meningkatnya
angka unmet need. Menurunnya angka CPR dan meningkatnyaangka unmet need
pelayanan KB akan berpotensi besar untuk terjadinya kehamilan yang tidak
diinginkan (KTD). Oleh sebab itu, dalam upaya meningkatkan kesehatan ibu,
sasaran program KB adalah pada kelompok unmet need, dan ibu pasca bersalin.
KB pasca persalinan merupakan suatu upaya strategis dalam meningkatkan CPR
dan mencegah kehilangan kesempatan ber-KB (missed opportunity) (Kemenkes
RI, 2012). Penerapan KB pasca persalinan ini sangat penting karena kembalinya
kesuburan pada seorang ibu setelah melahirkan tidak dapat diprediksi dan dapat
terjadi sebelum datangnya siklus haid, bahkan pada wanita menyusui. Hal ini
menyebabkan pada masa menyusui, seringkali wanita mengalami kehamilan yang
tidak diinginkan dan bila sudah terjadi maka akan meningkatkan resiko 4 Terlalu
dan angka kejadian unsafe abortion yang akan berdampak burukbagi ibu. Oleh
karenaitu, diperlukan upaya meningkatkan pelayanan keluarga berencana untuk
mencegahterjadinya
kehamilan
yang
tidak
diinginkan
dengan
memulai
penggunaan kontrasepsi seawal mungkin setelah persalinan.
Berbagai jenis metoda kontrasepsi dapat digunakan pada pasca persalinan,
tetapi yang paling berpotensi untuk mencegah missed oportunity ber-KB adalah
AKDR pasca plasenta, yakni pemasangan alat kontrasepsi dalam rahim dalam 10
menit setelah plasenta lahir atau sebelum penjahitan uterus pada operasi
4
caesar(Kemeskes RI, 2012). Hasil pelayanan peserta KB baru pasca persalinan
dari seluruh Kabupaen/Kota di Provinsi Bali pada bulan Agustus 2014 sampai
dengan Agustus 2015 menunjukkan Kota Denpasar dengan cakupan KB pasca
persalinan terendah yaitu sebesar 12,97% (BKKBN, 2015). Peningkatkan cakupan
pelayanan KB pasca persalinan dilakukan dengan sosialisasi termasuk konseling
tentang pemakaian kontrasepsi AKDR pasca plasenta ini dan pelaksanaan di Kota
Denpasar aktif dilakukan sejak tahun 2012.
KB pasca persalinan sebenarnya bukan hal yang baru karena melalui
Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K), di dalamnya
terdapat amanat persalinan yang memuat tentang perencanaan penggunaan KB
setelah bersalin. Selain itu KB pasca persalinan diintegrasikan kedalam kelas ibu
hamil dan pelayanan antenatal terpadu. Dalam kelas ibu hamil dan pelayanan
antenatal terpadu, tenaga kesehatan sebagai pemberi layanan berkewajiban
memberikan konseling KB pasca persalinan yang mengutamakan pemakaian
MKJP termasuk AKDR pasca plasenta, agar setelah bersalin ibu dapat segera
mendapatkan pelayanan KB(Kemenkes RI, 2012). Konseling KB pasca persalinan
dapat dilaksanakan pada waktu pemeriksaan kehamilan, saat mengisi amanat
persalinan dalam P4K dan saat mengikuti kelas ibu hamil.
Metode AKDR pasca plasenta mempunyai keuntungan tersendiri, yaitu
mengurangi angka kesakitan ibu dan pemasangan lebih efektif karena dilakukan
setelah plasenta lahir. Insersi AKDR pascaplasentamemiliki angka ekspulsi ratarata 9-12,5% sama dengan pemasangan pada masa interval (> 4minggu) jika
dipasang oleh tenaga terlatih. Angka ekspulsi ini lebih rendah bila dibandingkan
5
dengan waktu pemasangan lebih dari 10 menit sampai dengan 48 jam pasca
persalinan (early postpartum) yaitu 25-37% (USAID, 2008).
Pemasangan AKDR pasca plasenta belum terlalu banyak digunakan karena
masih kurangnya sosialisasi mengenai hal ini dan masih adanya persepsi dan
ketakutan pada calon akseptor mengenai terjadinya komplikasi seperti perforasi
uterus, infeksi, perdarahan, dan nyeri (Edelmanet al.,, 1981). Padahal pemasangan
pada masa ini aman, memiliki risiko kecil untuk infeksi, sedikit perdarahan, dan
angka kehamilan yang tidak direncanakan pada pemasangan alat kontrasepsi
AKDR pasca plasentaadalah 2-2,8 per 100 pemakai selama 24 bulan (O’Hanley
K, 1992).
Pelaksanaan pelayanan kontrasepsiAKDR pasca plasenta di Provinsi Bali
khususnya Kota Denpasar aktif dilakukan sejak tahun 2012 dan saat ini sedang
ditingkatkan, mengingat AKDR merupakan metode kontrasepsi jangka panjang
yang efektif. Pelaksanaan pelayanan AKDR pasca plasenta di Kota Denpasar aktif
dilaksanakan oleh RSUD Wangaya, Puskesmas rawat inap seperti Puskesmas IV
Denpasar Selatan, Puskesmas Pembantu Dauh Puri, dan Puskesmas I Denpasar
Timur. Rata-rata ibu yang bersedia untuk dipasangkan AKDR pasca plasentadari
keempat tempat pelayanan tersebut sebesar 10% sampai 30 % dari total persalinan
yang ada, baik pada persalinan normal maupun operasi sectio cesarea tanpa
adanya komplikasi.
Berbagai cara telah dilakukan untuk meningkatkan cakupan MKJP seperti
pelatihan pemasangan AKDR pasca plasentabagi tenaga bidan serta peningkatan
keahlian komunikasi termasuk konseling. Tidak semua ibu hamil yang sudah
6
dikonseling sebelumnya saat pelayanan ANC berminat untuk memakai KB
AKDR pasca plasenta. Faktor yang mempengaruhi ibu dalam penggunaan KB
AKDR ini antara lain usia, pendidikan, jumlah anak, pengetahuan, persepsi,
pembiayaan pelayanan, peran petugas, pelayanan proses kehamilan dan dukungan
suami.
Pengetahuan berhubungan secara signifikan dengan penggunaan alat
kontrasepsi,
semakin
baik
pengetahuan
maka
semakin
rasional
dalam
menggunakan alat kontrasepsi (Sitopu, 2012). Ketidaktahuan peserta tentang
kelebihan kontrasepsiAKDR,akan memilih menggunakan metode kontrasepsi
yang lain seperti kontrasepsi hormonal yang bersifat jangka pendek. Selain itu
semakin tingkat pendidikan seseorang akan mendukung penerimaan informasi KB
pada pasangan usia subur.
Informasi dan konseling yang baik dari petugas membantu klien dalam
memilih dan menentukan jenis kontrasepsi yang dipakai. Informasi yang baik dari
petugas akan memberikan kepuasan klien yang berdampak pada lamanya
penggunaan kontrasepsi yang akan membantu keberhasilan program KB
(Handayani et al.,, 2012). Aspek pelayanan dalam kehamilan dapat diketahui dari
jumlah pemeriksaan kehamilan dantempat melakukan pemeriksaan. Hasil
penelitian menunjukkan variabel tersebut secara statistik berhubungan terhadap
penggunaan alat kontrasepsi pasca melahirkan. Semakin sering responden
memeriksakan kehamilannya dan pemeriksaan dilakukan pada pelayanan swasta,
meningkatkan kecenderungan ibu untuk menggunakan alat kontrasepsi setelah
melahirkan (Maika dan Kuntohadi, 2009). Selain itu dukungan suami juga
7
mempengaruhi penggunaan kontrasepsi. Suami yang mendukung istri dalam
menggunakan alat kontrasepsi akan menggunakan secara terus menerus
sedangkan istri yang tidak mendapatkan dukungan dari suami akan kurang
konseisten dalam menggunakan alat kontrasepsi (Arliana et al., 2013).
Pelaksanaan pelayanan kontrasepsi AKDR pasca plasenta di Rumah Sakit
menyebutkan bahwa hampir 100% ibu pasca melahirkan yang
merima
pemasangan kontrasepsi AKDR pasca plasenta adalah pasien dengan program
Jampersal(Sri Peni, 2013).
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada 10 ibu hamil
trimester III, diperoleh alasan yang berkaitandengan penggunaan kontrasepsi
AKDR pasca plasenta yakni 60% menyatakan adanya perasaan takut untuk
menggunakan alat kontrasepsi ini. Faktor psikologis yang mempengaruhi pasien
tersebut adalah persepsi. Persepsi bisa mempengaruhi perilaku yang akhirnya
berpengaruh pada keputusan menerima atau tidaknya pelayanan kontrasepsi
AKDR pasca plasenta.Mengingat penelitian tentang kontrasepsi AKDR pasca
plasenta masih jarang dilakukan sehingga peneliti tertarik untuk meneliti lebih
lanjut tentang determinan faktor yang mempengaruhi penerimaan pelayanan
kontrasepsi AKDR pasca plasenta pada ibu pasca salin di Kota Denpasar.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraianlatar belakang atas maka dapat dirumuskan masalah
penelitian sebagai berikut:
8
1. Apakah ada hubungan antara penerimaan AKDR pasca plasenta dengan
karakteristik ibu berdasarkan umur, pendidikan dan paritas?
2. Apakah ada hubungan antara penerimaan AKDR pasca plasenta dengan
persepsi ibu yang meliputi persepsi kerentanan, persepsi keparahan,
persepsi manfaat dan persepsi hambatan?
3. Apakah ada hubungan antara penerimaan AKDR pasca plasenta dengan
pengetahuan ibu?
4. Apakah ada hubungan antara penerimaan AKDR pasca plasenta dengan
pola pembiayaan KB?
5. Apakah ada hubungan antara penerimaan AKDR pasca plasenta dengan
peran petugas kesehatan, tempat dan frekuensi ibu melakukan pemeriksaan
kehamilan sebelumnya?
6. Apakah ada hubungan antara penerimaan AKDR pasca plasenta dengan
dukungan suami?
1.3
Tujuan Penelitian
1.3.1
Tujuan Umum
Untuk
mengetahui
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
kontrasepsi AKDR pasca plasenta pada ibu pasca salin
penerimaan
9
1.3.2
Tujuan Khusus
Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui:
1.
Proporsi ibu yang menerima pelayanan kontrasepsi AKDR pasca plasenta
2.
Hubungan penerimaan kontrasepsi AKDR pasca plasenta dengan
karakteristik ibu berdasarkan umur, pendidikan dan paritas
3.
Hubungan penerimaan kontrasepsi AKDR pasca plasenta dengan persepsi
ibu yang meliputi persepsi kerentanan, persepsi keparahan, persepsi
manfaat dan persepsi hambatan
4.
Hubunganpenerimaan
kontrasepsi
AKDR
pasca
plasenta
dengan
pengetahuan ibu
5.
Hubungan penerimaan kontrasepsi AKDR pasca plasenta dengan pola
pembiayaan
6.
Hubungan penerimaan kontrasepsi AKDR pasca plasenta dengan peran
petugas kesehatan, tempat dan frekuensi ibu melakukan pemeriksaan
kehamilan sebelumnya
7.
Hubungan penerimaan kontrasepsi AKDR pasca plasenta dengan
dukungan suami
8.
1.4
1.4.1
Determinan penerimaan pelayanan kontrasepsi AKDR pasca plasenta.
Manfaat Penelitian
Manfaat Praktis
Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai bahan informasi dan
masukan
dalam
merencanakan
program
peningkatan
cakupan
10
kontrasepsiAKDR pasca plasenta sehingga dapat menciptakan strategi
dalam memberikan konseling kepada calon akseptor tentang alat
kontrasepsi MKJP.
1.4.2
Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi peneliti
selanjutnya, serta diharapkan sebagai pertimbangan dan pengembangan
penelitian tentang tingkat keberhasilan penggunaan AKDR pascaplasenta.
11
Download