II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Latosol Latosol

advertisement
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Latosol
Latosol memiliki solum tanah tebal sampai sangat tebal, kandungan bahan
organik 3 – 9 %, pH tanah antara 4.5 – 6.5 yaitu dari masam sampai agak masam.
Tanah golongan ini terbentang luas di sekitar garis khatulistiwa. Penyebaran tanah
ini mulai dari Aceh hingga Lampung, di Jawa Barat, Tengah, dan Jawa Timur,
Bali, Sulawesi Tengah dan Selatan, Minahasa, Kepulauan Maluku, dan di Irian
Jaya (Soedyanto,1981).
Latosol tersebar di daerah tipe hujan A, B, dan C (Schmidt dan Ferguson)
dengan curah hujan antara 2000-7000 mm/tahun dan mempunyai bulan-bulan
kering kurang dari 3 bulan. Selain itu, terdapat di daerah abu, tuf volkan dengan
bentuk wilayah berombak, bergelombang, berbukit, hingga bergunung pada
ketinggian 10 – 10000 m dari permukaan laut (dpl). Bahan induknya tuf volkan
dan batuan volkan (Soedyanto,1981). Tanah ini berkembang di bawah hutan
berdaun lebar, curah hujan dan temperatur tinggi serta pencucian basa-basa yang
menyebabkan hilangnya silika dan tertinggalnya besi. Tanah ini mempunyai sifat
fisik yang baik, tetapi mempunyai kapasitas pertukaran kation yang rendah
sehingga membutuhkan pemupukan yang agak sering (Hakim, 1986).
Soepardi
(1983)
mengemukakan
hancuran
iklim
yang
intensif
mengakibatkan kurang baiknya sifat kimia dari Latosol dalam memberi dukungan
terhadap pertumbuhan tanaman. Rendahnya jumlah basa-basa dapat dipertukarkan
seperti Ca, Mg, K, dan Na, tanah bersifat masam, rendahnya kadar bahan organik
karena cepat terdekomposisi serta melepaskan basa-basa dalam senyawa organik
yang merangsang pelarutan silika dan pelarutan Fe, Al, dan Mn yang dapat
mengakibatkan keracunan bagi tumbuhan.
Kation-kation basa merupakan unsur hara yang diperlukan tanaman.
Kemampuan pertukaran kation yang rendah pada tanah ini disebabkan oleh
kurangnya bahan organik tanah dan sifat hidrat oksida. Umumnya tanah ini sangat
kekurangan basa yang dapat tertukar dengan unsur hara yang tersedia. Kadar
mineral primer dan kadar bahan yang larut rendah, namun tingkat kemantapan
agregasinya tinggi dan biasanya berwarna merah (Buckman dan Brady, 1982).
4
2.2. Tanaman Jagung
Tanaman jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian
dari
keluarga
rumput-rumputan.
Sekitar
abad
ke-16
orang
Portugal
menyebarluaskannya ke Asia termasuk Indonesia melewati Eropa, India, dan
China. Petani Indonesia menanam jagung dalam skala kecil. Mereka
menggunakan benih terpilih dari ladang sendiri atau ladang dari desa lain. Ada
juga yang langsung membeli dari pasar. Selama tiga dekade akhir varietas baru
telah berkembang dan ditemukan di Indonesia (Park, 2001).
Jagung ditanam di semua provinsi di Indonesia. Daerah sentra jagung
terbesar berada di Sumatera Utara, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah,
Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi. Petani
menanam jagung terutama pada lahan kering (sekitar 70%) di awal musim hujan.
Mereka mulai menanam bulan Oktober dan panen sekitar Januari-Februari. Hanya
sekitar 30% jagung yang ditanam pada lahan basah seperti sawah setelah
pemanenan padi di musim kering. Cara ini banyak dilakukan oleh petani di Pulau
Jawa terutama di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Umumnya petani menanam
jagung dua kali dalam setahun di lahan kering, penanaman pertama dimulai pada
bulan Oktober di musim hujan dan kedua di bulan Februari. Namun, di lahan
basah jagung hanya ditanam setahun sekali dari bulan Mei hingga Juni terutama
di Jawa Timur (Park, 2001).
Tanaman jagung bernama latin Zea mays L. Jumlah curah hujan yang
diperlukan untuk pertumbuhan jagung yang optimal adalah 1.200 – 1.500 mm per
tahun dengan bulan basah (> 100 mm/bulan) 7-9 bulan dan bulan kering (<60
mm/bulan) 4-6 bulan. Jagung membutuhkan kelembaban udara sedang sampai
dengan tinggi (50% - 80%) agar keseimbangan metabolisme tanaman dapat
berlangsung dengan optimal. Kisaran temperatur untuk syarat pertumbuhan
tanaman jagung adalah antara 23oC – 27 oC dengan temperatur optimum 25oC.
Temperatur rendah akan menghambat pertumbuhan tanaman, sedangkan
temperatur tinggi vegetatif yang berlebihan, sehingga akan menurunkan produksi
(http://id.wikipedia.org/wiki/Jagung).
Jagung tergolong tanaman C4 dan mampu beradaptasi dengan baik pada
faktor pembatas pertumbuhan dan produksi. Salah satu sifat tanaman jagung
5
sebagai tanaman C4, antara lain daun mempunyai laju fotosintesis lebih tinggi
dibandingkan tanaman C3, fotorespirasi sangat rendah, transpirasi rendah serta
efisien dalam penggunaan air. Sifat-sifat tersebut merupakan sifat fisiologis dan
anatomis
yang
sangat
menguntungkan
dalam
kaitannya
dengan
hasil
(www.scribd.com/doc/41398969/Hibridisasi-Full).
Akar jagung tergolong akar serabut yang dapat mencapai kedalaman 8 m
meskipun sebagian besar berada pada kisaran 2 m. Pada tanaman yang sudah
cukup dewasa muncul akar adventif dari buku-buku batang bagian bawah yang
membantu menyangga tegaknya tanaman. Batang jagung tegak dan mudah
terlihat, sebagaimana sorgum dan tebu, namun tidak seperti padi atau gandum.
Jagung dapat tumbuh pada hampir semua jenis tanah mulai tanah dengan tekstur
berpasir hingga tanah liat berat (http://sumarsih07.WordPress.com/2008/11/05).
Jagung dapat tumbuh di tanah masam, namun dengan pH optimum antara
6.0 – 7.0. Jagung juga bisa tumbuh di tanah alkalin dengan unsur mikro yang
cukup. Jagung membutuhkan unsur nitrogen untuk pertumbuhan maksimumnya
sehingga bisa beradaptasi di tanah dengan kandungan bahan organik yang tinggi
atau tanah yang memiliki suplai yang cukup dengan nitrogen tersedia. Hal ini juga
didukung oleh kandungan unsur lain seperti fosfor dan kalium yang tinggi
(Ignatieff, 1958).
2.3. Pupuk Organik Padat
Dewasa ini orang sering berbicara tentang pupuk alternatif setelah harga
pupuk kimia makin mahal. Pupuk alternatif sering diidentikkan dengan pupuk
hayati dan pupuk organik. Penggunaan kata “alternatif” sebenarnya tidak tepat
karena dapat memberikan pengertian yang keliru. Dengan penafsiran seperti itu
tidak heran kalau akhir-akhir ini kita sering mendengar pernyataan seakan-akan
pupuk hayati dapat menggantikan pupuk kimia, sehingga tidak perlu lagi
menggunakan pupuk kimia kalau memang terlalu mahal untuk dibeli, cukup
membeli pupuk hayati yang dianggap murah. Berdasarkan berbagai hasil
penelitian yang ada, suatu pendekatan terpadu dengan menggunakan kombinasi
pupuk hayati dan pupuk
(Simanungkalit, 2001).
kimia
merupakan
pendekatan
yang
terbaik
6
Pupuk organik selain menambah unsur hara makro dan mikro di dalam
tanah, pupuk organik sangat baik untuk memperbaiki struktur tanah. Sumber
pupuk organik dapat berasal dari pelapukan sisa-sisa tanaman, hewan, dan
manusia (Lingga dan Marsono, 2006). Tanah yang dibenahi dengan pupuk
organik mempunyai struktur yang baik dan sifat menahan air yang lebih besar
daripada tanah yang kandungan bahan organiknya rendah. Pupuk organik dapat
mencegah erosi, mencegah pengerakan permukaan tanah (crusting) dan retakan
tanah, mempertahankan kelengasan tanah .
Karekteristik umum yang dimiliki oleh pupuk organik adalah: (1)
Kandungan hara rendah. Kandungan hara pupuk organik pada umumnya rendah
tetapi bervariasi tergantung jenis bahan dasarnya, (2) Ketersediaan unsur hara
lambat. Hara yang berasal dari bahan organik diperlukan untuk kegiatan mikrobia
tanah untuk diubah dari bentuk organik komplek yang tidak dapat dimanfaatkan
tanaman menjadi bentuk senyawa organik dan anorganik yang sederhana yang
dapat diabsorpsi oleh tanaman, (3) Penggunaan pupuk organik sebaiknya harus
diikuti dengan pupuk anorganik yang lebih cepat tersedia untuk menutupi
kekurangan hara dari pupuk organik.
Sekarang ini terdapat pupuk organik yang telah mengalami proses
pabrikasi dan teknologi tinggi. Pupuk yang dihasilkan tersebut bersifat organik
dengan bentuk fisik dan cara kerja seperti pupuk anorganik atau pupuk kimia.
Banyak kelebihan dari pupuk organik buatan ini, diantaranya ialah kadar haranya
tepat untuk kebutuhan tanaman, penggunaannya lebih efektif dan efisien seperti
halnya pupuk kimia, serta kemampuannya setara dengan pupuk organik murni
walaupun kuantitasnya sangat sedikit (Lingga dan Marsono, 2006). Pupuk organik
buatan ada dua jenis yaitu berbentuk padat dan bentuk cair. Pupuk organik buatan
berbentuk padat biasanya diaplikasikan lewat akar. Contoh pupuk organik buatan
yang beredar di pasaran seperti Green World (jenis kompos organik yang terbuat
dari jerami, merang, dan pupuk kandang), Agro King 2000 (pupuk organik cair),
Biopro (pupuk organik buatan hasil fermentasi bahan organik yang diperkaya
unsur hara), dan lain sebagainya (Anonim, 2007).
Pemberian bahan organik pada tanah masam dapat meningkatkan serapan
P dan hasil tanaman jagung karena setelah bahan organik terdekomposisi akan
7
menghasilkan beberapa unsur hara seperti N, P dan K serta menghasilkan asam
humat dan fulvat yang memegang peranan penting dalam pengikatan Fe dan Al
yang larut dalam tanah sehingga ketersediaan P akan meningkat (Hasanudin,
2003).
2.4. Nitrogen dalam Tanah dan Tanaman
Nitrogen merupakan salah satu unsur yang paling luas persebarannya di
alam. Sumber nitrogen primer berasal dari atmosfir dimana hampir 80 persen dari
atmosfir merupakan gas nitrogen, namun diperkirakan hanya 2 persen dari total
nitrogen tersebut terdapat di permukaan bumi. Sebagian besar nitrogen yang
terdapat di dalam tanah berasal dari akumulasi yang terjadi melalui proses fiksasi
secara biologis. Nitrogen yang terdapat di dalam tanah berada dalam bentuk
organik dan anorganik. Bentuk-bentuk anorganik meliputi NH4 +, NO3-, NO2-,
N2O, NO, dan unsur N sedangkan bentuk organik di dalam tanah pada umumnya
terdapat dalam bentuk asam-asam amino, protein, gula-gula amino dan senyawa
kompleks lain (Anonim, 1991).
Fiksasi (pengikatan) N dapat terjadi melalui beberapa cara yaitu fiksasi
secara alamiah, kimia, dan biologi. Fiksasi fisik melalui pelepasan energi listrik
pada saat terjadinya kilat dan fiksasi secara kimia melalui proses ionisasi.
Keduanya terjadi pada atmosfer paling atas dan turun ke tanah lewat presipitasi
(hujan). Fiksasi secara biologis terjadi lewat simbiosis mutualistik tanaman legum
dengan Rhizobium (bakteri heterotrofik). Selain itu, fiksasi dapat pula terjadi
melalui fiksasi nonsimbiotik oleh mikroba (bakteri) tanah (Hanafiah, 2004).
Sumber nitrogen yang dapat dimanfaatkan tanaman juga dapat diperoleh dari
proses industrial dimana bentuk-bentuk mineral yang dihasilkan (dikenal dengan
pupuk pabrik atau pupuk buatan) dapat dihasilkan dengan murah, dalam
konsentrasi yang tinggi, mudah dalam pengangkutan dan penggunaan serta lebih
cepat tersedia bagi tanaman dibandingkan dalam bentuk organik (Anonim, 1991).
Manfaat dari Nitrogen adalah untuk memacu pertumbuhan tanaman pada
fase vegetatif, serta berperan dalam pembentukan klorofil, asam amino, lemak,
enzim, dan persenyawaan lain. Gejala sehubungan dengan kekurangan unsur hara
ini dapat terlihat dimulai dari daunnya, warnanya yang hijau agak kekuningan
8
selanjutnya berubah menjadi kuning. Gejala khlorosis mula-mula timbul pada
daun tua sedangkan daun-daun muda tetap berwarna hijau (Leiwakabessy, 2003)
Pada tanaman dewasa pertumbuhan yang terhambat ini akan berpengaruh pada
pertumbuhan, yang dalam hal ini perkembangan buah tidak sempurna, umumnya
kecil-kecil dan cepat matang.
2.5. Fosfor dalam Tanah dan Tanaman
Secara umum, kulit bumi mengandung 0,1% P atau setara 2 ton P/ha,
kebanyakan berbentuk apatit terutama fluorapatit [Ca10(PO4)6F2] dalam batuan
beku dan bahan induk tanah sehingga tidak tersedia bagi tanaman. Tanah-tanah
tua di Indonesia (Podsolik dan Latosol) umumnya berkadar-alami P rendah dan
berdaya-fiksasi tinggi, sehingga penanaman tanpa memperhatikan suplai P
berkemungkinan besar akan gagal akibat defisiensi P. Sumber utama P larutan
tanah di samping dari pelapukan bebatuan/ bahan induk juga berasal dari
mineralisasi
P-organik
hasil
dekomposisi
sisa-sisa
tanaman
yang
mengimmobilisasikan P dari larutan tanah dan hewan. Dibanding N, maka Ptersedia dalam tanah relatif lebih cepat menjadi tidak tersedia akibat segera terikat
oleh kation tanah (terutama Al dan Fe pada kondisi masam atau dengan Ca dan
Mg pada kondisi netral) yang kemudian mengalami presipitasi (pengendapan).
Selain itu kekurangan P dapat disebabkan oleh fiksasi pada permukaan koloid
positif tanah (liat dan oksida Al/Fe) atau lewat pertukaran anion (terutama dengan
OH-). (Hanafiah, 2004)
Fosfor bersama dengan nitrogen dan kalium, digolongkan sebagai unsurunsur utama walaupun diabsorbsi dalam jumlah yang lebih kecil dari kedua unsur
tersebut. Tanaman biasanya mengabsorpsi P dalam bentuk orthofosfat primer
H2PO4- dan sebagian kecil dalam bentuk sekunder HPO42-. Absorpsi kedua ion
tersebut dipengaruhi oleh pH tanah sekitar akar. Pada pH tanah yang rendah,
absorpsi ion H2PO4- akan meningkat. Fosfor merupakan unsur yang mobil dalam
tanaman. Kehilangan P dapat terjadi karena terangkut tanaman, tercuci, dan
tererosi (Anonim, 1991).
Fosfor dapat mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman.
Terhadap pertumbuhan tanaman, P dapat merangsang perkembangan perakaran
tanaman. Terhadap produksi tanaman, P mempertinggi berat bahan kering, bobot
9
biji, memperbaiki kualitas serta mempercepat masa kematangan buah. P juga
mempertinggi daya resistensi terhadap serangan penyakit terutama oleh cendawan
(Anonim, 1991). Selain itu, beberapa peranan fosfat yang penting ialah dalam
proses fotosintesa termasuk perubahan-perubahan karbohidrat dan senyawasenyawa yang berhubungan, glikolisis, metabolisme asam amino, metabolisme
lemak, metabolisme sulfur, oksidasi biologis dan sangat berperan penting dalam
proses transfer energi (Leiwakabessy, 2003).
2.6. Kalium dalam Tanah dan Tanaman
Kerak bumi diperkirakan mengandung kalium rata-rata 3,11% K2O
sedangkan kadar K dalam tanah umumnya mengandung 2 - 2,5% K atau 40 - 50
ton/ha (Leiwakabessy, 2003). Terdapat empat macam bentuk kalium di dalam
tanah yaitu kalium mineral primer, kalium terfiksasi mineral sekunder, kalium
dipertukarkan, dan kalium dalam larutan. Namun, untuk pertumbuhan tanaman,
kalium tanah dibedakan berdasarkan ketersediaannya bagi tanaman yaitu kalium
relatif tidak tersedia, kalium lambat tersedia, dan kalium segera tersedia (Anonim,
1991).
Bentuk dapat ditukar atau bentuk yang tersedia bagi tanaman biasanya
dalam bentuk pupuk K yang larut dalam air: KCl, K2SO4, KNO3, K-Mg-Sulfat
dan pupuk-pupuk majemuk. Kalium mempunyai ukuran bentuk terhidrasi yang
relatif besar dan bervalensi 1 sehingga tidak kuat dijerap permukaan koloid dan
mudah mengalami pencucian (leaching) dari tanah. Keadaan ini menyebabkan
ketersediaan unsur K dalam tanah umumnya rendah dibandingkan basa-basa lain
meskipun kadangkala bahan induknya adalah mineral berkalium relatif tinggi
(Hanafiah, 2004).
Kalium mencapai akar tanaman melalui proses aliran massa atau akibat
perpanjangan akar. Akar akan menyerap K+ dengan penukaran kation lain seperti
H+, kemudian ion kalium yang dapat dipertukarkan tidak dapat bergerak bebas
seperti kalium larutan, dan mencapai akar melalui perpanjangan akar yang
berkontak langsung dengan kalium sehingga terjadi proses pertukaran yang
dikenal sebagai serapan atau intersepsi akar (Anonim, 1991). Kebutuhan tanaman
akan unsur K hampir sama dengan kebutuhan N bahkan pada tanaman kentang,
ubi kayu, tebu, tembakau, jeruk, jagung, padi, shorgum dan gandum dibutuhkan
10
lebih tinggi dari N. Sehingga ketersediaan unsur ini bagi tanaman seringkali
menjadi faktor pembatas produksi pertanian (Hanafiah, 2004).
Kalium
mempunyai
peranan penting terhadap
peristiwa-peristiwa
fisiologis seperti: (1) Metabolisme karbohidrat, (2) metabolisme nitrogen dan
sintesa protein, (3) Mengawasi dan mengatur aktivitas beragam unsur mineral, (4)
Netralisasi asam-asam organik yang penting bagi proses fisiologis, (5)
Mengaktifkan
berbagai
enzim,
(6)
Mempercepat pertumbuhan jaringan
meristematik, serta (7) Mengatur pergerakan stoma dan hal-hal yang berhubungan
dengan air (Leiwakabessy, 2003)
Download