BAB III KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 3.1. Kajian Pustaka 3.1.1.Teori Portofolio Teori portofolio modern berkembang sejak ditemukan cara berinvestasi yang efisien dan optimal oleh Harry Markowitz pada tahun 1952. Markowitz menemukan fenomena bahwa jika saham-saham berisiko tinggi disatukan dalam suatu portofolio dengan suatu cara, portofolio tersebut memiliki risiko yang lebih kecil dibandingkan risiko masing-masing saham secara individu. Teori ini, yang kemudian dikenal dengan nama Model Markowitz. Markowitz mengajarkan bagaimana cara berinvestasi yang efisien dan optimal yaitu dengan membentuk portofolio optimal. Dalam model ini portofolio optimal disusun dari saham-saham yang terletak di permukaan yang efisien (efficient frontier). Gambar 3.1 Efficient Set (Bodie: 2008) 29 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 30 Efficient set atau efficient frontier adalah kumpulan dari portofolioportofolio efisien. Portofolio efisien adalah portofolio yang menawarkan hasil maksimal pada tingkat risiko tertentu atau menawarkan tingkat risiko paling rendah untuk tingkat return tertentu. Teori portofolio model Markowitz kemudian dikembangkan oleh William Sharpe melalui artikelnya dalam Journal of Finance, September 1964 yang diberi judul “Capital Asset Prices : A Theory of Market Equilibrium“. Model Markowitz juga dikembangkan oleh John Lintner melalui artikelnya dalam Review of Economics and Statistic, Februari 1965 yang diberi judul “The Valuation of Risk Assets and the Selection of Risky Investments in Stock Portfolios and Capital Budgets”. Jan Mossin juga ikut andil dalam mengembangkan model Markowitz melalui artikelnya yang diberi judul “Equilibrium in Capital Asset Market” yang diterbitkan dalam Econometrica, Oktober 1966. Ketiga ilmuwan tersebut memberikan kontribusi dalam pengembangan teori portofolio menjadi Teori Keseimbangan Pasar Modal atau Capital Assets Pricing Model (CAPM). Teori Keseimbangan Pasar Modal merupakan model keseimbangan yang menunjukkan hubungan antara risiko dan tingkat pengembalian yang diminta (required rate of return) dari aset yang dimiliki dalam suatu portofolio yang telah didiversifikasi dengan baik. Dalam model teori keseimbangan pasar modal ini digunakan asumsi-asumsi sebagai berikut: 1) Individual investors are price takers. 2) Single-period investment horizon. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 31 3) Investments are limited to traded financial assets. 4) No taxes and transaction costs. 5) Information is costless and available to all investors. 6) Investors are rational mean-variance optimizers. 7) There are homogeneous expectations. Teori keseimbangan pasar modal ini menyatakan bahwa jika seluruh investor dalam berinvestasi melakukan hal yang sama sebagaimana dikemukakan oleh Markowitz, maka aset yang diperdagangkan di pasar modal akan habis terbagi dibeli oleh investor, dan proporsi masing-masing surat berharga yang dipegang oleh investor akan identik dengan kapitalisasi pasar aset tersebut di pasar modal. Teori ini berkesimpulan bahwa portofolio yang efisien dan optimal adalah portofolio pasar itu sendiri. Dengan demikian, investor tidak perlu membentuk portofolio efisien dan optimal sebagaimana dikemukakan Markowitz, melainkan cukup membentuk portofolio yang identik dengan portofolio pasar. Naik turunnya nilai portofolio ini akan sebanding dengan naik turunnya imbal hasil pasar (Indeks Harga Saham Gabungan). Risiko investasi yang relevan pada teori keseimbangan pasar, adalah risiko yang ditimbulkan oleh fluktuasi harga di pasar modal, atau yang lebih dikenal dengan risiko sistematik. Risiko lain yang tidak berkaitan dengan fluktuasi harga di pasar modal atau disebut pula risiko tidak sistematik, akan sama dengan nol. Model pembentukan portofolio yang optimal yang dikemukakan oleh William Sharpe (1963), Elton dan Gruber (1995) merupakan penyederhanaan http://digilib.mercubuana.ac.id/ 32 dari model Markowitz. Model ini dikenal dengan nama Single Index Model, atau model indeks tunggal. Model ini memiliki kelebihan dibanding model Markowitz dalam hal input yang diperlukan yaitu lebih sedikit sehingga perhitungan yang dibuat jauh lebih sederhana dan proporsi investasi dari anggota portofolio sudah dapat ditentukan. Asumsi yang dipergunakan dalam model indeks tunggal adalah bahwa return sekuritas berkaitan hanya melalui respon umum terhadap pasar, hal ini karena pergerakan antar saham individu disebabkan oleh satu pengaruh atau indeks tunggal (Jogiyanto, 1998). 3.1.2.Risk and Return Berkaitan dengan pembentukan portofolio optimal, maka terdapat dua hal yang harus dipertimbangkan yaitu risiko dan tingkat pengembalian (return). Hampir semua investasi mengandung risiko, karena pada dasarnya return suatu investasi tidak dapat diketahui dengan pasti. Jika ternyata return realisasi lebih rendah dibandingkan dengan return ekspektasi maka hal ini berarti telah terjadi kerugian bagi investor, dan inilah yang oleh Jones (1998 : 162) disebut sebagai risiko, yaitu kemungkinan terjadinya perbedaan antara return yang sesungguhnya dengan return yang diharapkan. Husnan (2004) juga mendefinisikan risiko sebagai kemungkinan adanya penyimpanan antara tingkat keuntungan yang diharapkan (expected return) dengan tingkat keuntungan yang diperoleh (actual return), sedangkan Jogiyanto (2000), mengelompokkan risiko menjadi dua macam yaitu risiko tidak sistematik (unsystematic risk) dan risiko sistematik (systematic risk). http://digilib.mercubuana.ac.id/ 33 a. Risiko Tidak Sistematik (Unsystematic Risk) Merupakan risiko yang terkait dengan suatu portofolio tertentu yang umumnya dapat dihindari (avoidable) atau diperkecil melalui diversifikasi (diversifiable). Risiko ini dalam literatur keuangan disebut dengan standar deviasi dan dapat dirumuskan sebagai berikut. σ = P [r − E (r )]2 ……..…….…………………… (3.1) Keterangan : σ = Standar deviasi P = Probabilitas kejadian dari setiap hasil yang diharapkan r = Kemungkinan tingkat hasil E(r) = Hasil yang diharapkan b. Risiko Sistematik (Systematic Risk) Merupakan risiko pasar yang bersifat umum dan berlaku bagi semua saham dalam pasar modal. Risiko ini tidak dapat dihindari oleh investor melalui diversifikasi sekalipun. Bodie, Kane & Marcus (2006 : 366), mengukur risiko sistematik dengan beta. Beta adalah sensitivitas return portofolio tertentu terhadap return rata-rata di pasar. βi = σ im σ m2 …….……………....……………… Keterangan : βi = Beta saham i σim = Covarian return saham i dan return pasar σm2 = Varian pasar http://digilib.mercubuana.ac.id/ (3.2) 34 Penjumlahan risiko sistematik dan risiko tidak sistematik merupakan total risiko, yaitu risiko suatu aset yang disimpan secara terisolasi atau risiko dari suatu aset tunggal. Gambar 3.2 Diversifiable risk, Systematic risk, dan Total risk (Alex Tajirian : 1997) Selain faktor risiko, faktor lain yang juga harus dipertimbangkan dalam berinvestasi adalah return atau tingkat pengembalian investasi. Return investasi merupakan tingkat keuntungan yang akan diperoleh. Jogianto (1989:85) mengemukakan bahwa return investasi dapat berupa return yang diharapkan (expected return) maupun return yang benar-benar diterima (realized return). 3.1.3.Standar Deviasi Sebagaimana telah diuraikan pada bagian terdahulu, deviasi standar adalah ukuran simpangan nilai-nilai dari nilai yang diharapkan. Jika kita mendefinisikan risiko investasi sebagai kondisi investor memperoleh http://digilib.mercubuana.ac.id/ 35 keuntungan kurang dari yang diharapkan, maka risiko dapat diukur dengan menggunakan deviasi standar. Dalam hal distribusi probabilitas keuntungan terdistribusi secara normal atau simetris, selama kemungkinan untuk memperoleh keuntungan di atas yang diharapkan sama dengan kemungkinan untuk memperoleh keuntungan di bawah keuntungan yang diharapkan maka semakin besar ukuran simpangan atau deviasi standar maka semakin besar pula risiko. Standar deviasi untuk investasi tunggal dapat dirumuskan sebagai berikut. σ = P[r − E (r )]2 ……………..……...……………… (3.3) Keterangan : σ = Standar deviasi P = Probabilitas kejadian dari setiap hasil yang diharapkan r = Kemungkinan tingkat hasil E(r) = Hasil yang diharapkan 3.1.4.Beta portofolio Bodie, Kane & Marcus (2006 : 366) menjelaskan, risiko sistematik suatu portofolio diukur dengan beta. Beta menunjukkan tingkat sensitivitas return saham tertentu terhadap return rata-rata di pasar. Adapun rumus penggunaan beta adalah: βi = σ im σ m2 ………….……...………...……………..…… Keterangan : http://digilib.mercubuana.ac.id/ (3.4) 36 βi = Beta i σim = Covarian return i dan return pasar σ2 σm2 = Varian pasar Risiko sistematik tidak dapat dihilangkan dengan diversifikasi. Diversifikasi dapat menghilangkan risiko jika portofolionya terdiri atas saham-saham yang return-nya satu sama lain adalah perfectly-negatively correlated. Sebaliknya, diversifikasi tidak dapat mengurangi risiko jika portofolionya terdiri atas saham-saham yang return-nya perfectly-positively correlated. 3.1.5.Nilai Aktiva Bersih (NAB) Nilai aktiva bersih (NAB) atau net asset value merupakan cerminan kinerja investasi pengelolaan portofolio reksadana. Kinerja investasi portofolio yang dikelola oleh manajer investasi dipengaruhi oleh kebijakan dan strategi investasi yang dijalankan oleh manajer investasi yang bersangkutan. Oleh karena itu untuk mengetahui perkembangan nilai investasi suatu reksadana dapat dilihat dari peningkatan nilai aktiva bersihnya yang sekaligus merupakan nilai investasi yang dimiliki investor. NAB dihitung oleh bank kustodian, untuk reksadana terbuka, NAB per saham dihitung setiap hari dan diumumkan kepada masyarakat sedangkan untuk reksadana tertutup, NAB dihitung cukup hanya seminggu sekali. Dalam perhitungan NAB, dimasukkan pula biaya-biaya pengelolaan investasi (investment management fee), biaya bank kustodian, biaya akuntan http://digilib.mercubuana.ac.id/ 37 publik, dan biaya-biaya lainnya sehingga nilai yang tercermin pada NAB tersebut merupakan nilai yang benar-benar milik investor. NAB per unit merupakan perbandingan antara total nilai investasi yang dilakukan manajer investasi dengan total volume reksadana yang diterbitkannya. Setiap reksadana mempunyai apa yang disebut harga saham atau lazim disebut Nilai Aktiva Bersih (Net Assets Value)/Unit Penyertaan (UP) yang merupakan Nilai Aktiva Bersih (NAB) dibagi dengan total jumlah unit penyertaan (outstanding UP) atau nilai dari setiap satu unit saham reksadana. Sebagai contoh, bila pada penawaran umum suatu reksadana terkumpul dana sebesar Rp100 juta dan terdapat 100 ribu lembar Unit Penyertaan beredar maka nilai NAB/UP adalah Rp1.000. Jika selama suatu periode, MI mampu membukukan keuntungan 40% maka dana yang terkumpul akan menjadi Rp140 juta. Jika sebelumnya NAB/UP adalah sebesar Rp1.000, kini nilainya naik menjadi Rp1.400. Jika biaya yang dibebankan 1%, maka NAB per unit = Rp140 juta – (1% x Rp140 juta) atau NAB/UP menjadi Rp1.386. Setelah dikurangi biaya-biaya tersebut, hasil investasi akan menjadi hak investor. NAB memang mempengaruhi dana investor, namun demikian NAB bukan harga mati, artinya bahwa masih perlu dilihat secara lebih mendalam bagaimana MI mengatur stuktur portofolionya. Jika NAB besar tetapi returnnya tidak terlalu bagus berarti MI kurang pintar mengelola dananya. Namun demikian, reksadana dengan NAB besar memang cenderung lebih “aman” daripada reksadana dengan NAB rendah. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 38 NAB = Total Aktiva – Total Kewajiban NAB/UP Nilai Aktiva Bersih (NAB) = ------------------------------------------ ….……...………..……….......… (3.6) Jumlah Unit Penyertaan Beredar ………………...………...…....… (3.5) 3.1.6.Keuntungan dan Risiko Reksadana 3.1.6.1.Keuntungan Reksadana Investor akan mendapat keuntungan jika nilai NAB/UP mengalami kenaikan apabila dibandingkan dengan nilai NAB/UP pada saat pembelian. Sebagai contoh, pada awal tahun 2007, Manajer Investasi X menerbitkan 1 juta lembar reksadana, dengan harga Rp1.000. Harga ini bisa dianggap NAB/UP awal. Pada akhir tahun 2007, nilai investasi meningkat menjadi Rp1.600 juta (1,6 miliar), akibat kenaikan harga saham yang menjadi portofolio Manajer Investasi X, dan juga pembayaran dividen dan bunga obligasi. NAB/UP baru adalah Rp1.600 juta : 1.000.000 = Rp1.600. Dengan demikian terdapat keuntungan sebesar Rp1.600 – Rp1.000 = Rp600. Selain keuntungan dalam bentuk peningkatan nilai nominal NAB/UP, reksadana juga merupakan sarana investasi yang memberikan kemudahankemudahan dan keunggulan lainnya. Pratomo (2000), menyebutkan lima kemudahan-kemudahan dan keunggulan-keunggulan yang dimiliki oleh reksadana tersebut sebagai berikut. 1) Dikelola secara Profesional Pengelolaan portofolio suatu reksadana dilakukan oleh Manajer Investasi yang memang mengkhususkan dirinya untuk hal tersebut. Keberadaan Manajer Investasi ini membawa manfaat bagi investor individu yang biasanya mempunyai keterbatasan pengetahuan investasi, http://digilib.mercubuana.ac.id/ 39 keterbatasan waktu untuk mengelola investasinya secara penuh, serta keterbatasan akses informasi ke pasar. 2) Risiko Rendah Risiko investasi dapat diminimalkan melalui diversifikasi atau penyebaran investasi. Dengan jumlah dana yang cukup besar pada suatu reksadana, memungkinkan Manajer Investasi melakukan diversifikasi pada berbagai jenis efek sehingga risikonya pun tersebar. Hal ini berarti bahwa risiko pada reksadana tidak sebesar risiko bila seseorang membeli satu atau dua jenis saham secara individu. 3) Kemudahan Pencairan Investasi reksadana mudah untuk diuangkan kembali serta efisien karena unit penyertaan yang dimiliki dapat dijual kembali kepada pengelola investasi. Dengan demikian investor dapat dengan sewaktuwaktu untuk mencairkan reksadananya pada saat investor membutuhkan dana tunai dalam waktu cepat. 4) Kemudahan Investasi Berinvestasi di reksadana relatif mudah karena prosesnya mudah, memiliki beberapa pilihan investasi dan strategi yang sesuai. 5) Biaya Rendah Investasi melalui reksadana relatif lebih ringan biayanya karena pengelola investasi menghimpun dana dalam skala besar sehingga dapat mengefisienkan biaya transaksinya. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 40 3.1.6.2.Risiko Reksadana Sementara risiko yang didapat pada saat berinvestasi pada reksadana adalah: 1) Risiko Menurunnya NAB Risiko ini merupakan risiko utama dalam berinvestasi di reksadana. Menurunnya NAB disebabkan oleh penurunan harga pasar instrumen investasi yang dimasukkan dalam portofolio reksadana. Penurunan harga ini disebabkan oleh memburuknya kinerja bursa saham, menurunnya kinerja emiten, dan boleh jadi akibat situasi politik dan ekonomi yang tidak menentu. Untuk efek saham, fluktuasi harga terjadi sesuai dengan mekanisme pasar yang terjadi di bursa efeknya. Untuk efek utang, harganya cenderung naik pada saat tingkat bunga turun, dan sebaliknya, harganya akan cenderung turun pada saat tingkat bunga naik. Untuk instrumen pasar uang, fluktuasinya mengikuti tingkat suku bunga yang ada. Selain itu, kondisi ekonomi dan politik juga dapat menyebabkan terjadinya fluktuasi harga. Semua kebijakan politik dan hukum yang berkaitan dengan usaha dapat mempengaruhi harga suatu saham. 2) Risiko Default Risiko ini terjadi apabila emiten yang menerbitkan obligasi yang termasuk dalam komposisi reksadana mengalami kesulitan keuangan. Kondisi ini menyebabkan emiten tersebut terpaksa tidak membayar kewajibannya. Risiko ini dapat dihindari dengan cara memilih Manajer http://digilib.mercubuana.ac.id/ 41 Investasi yang menerapkan strategi pembelian portofolio investasi secara ketat. 3) Risiko Likuiditas Risiko likuiditas berpotensi terjadi apabila pemegang unit penyertaan reksadana pada salah satu Manajer Investasi tertentu melakukan penarikan dana dalam jumlah besar dan pada waktu yang bersamaan. Kemungkinan ini terjadi pada saat terdapat faktor negatif yang luar biasa yang mempengaruhi investor reksadana untuk melakukan penjualan kembali unit penyertaannya. Faktor luar biasa tersebut misalnya adalah gejolak politik, kebangkrutan emiten yang sahamnya masuk komposisi reksadana, dan dilikuidasinya perusahaan Manajer Investasi sebagai pengelola reksadana tersebut. 3.1.7.Analisis Kinerja Reksadana Kinerja reksadana umumnya dievaluasi dengan dua metode yaitu perbandingan langsung (raw performance) dan perbandingan tidak langsung (risk-adjusted performance). Dalam metode perbandingan langsung, kinerja reksadana hanya dinilai berdasarkan besarnya excess return. Besarnya excess return masing-masing reksadana diperbandingkan untuk suatu periode yang sama untuk menentukan reksadana unggulan. Metode perbandingan ini tidak sesuai untuk reksadana yang komposisinya terdiri atas saham-saham yang berkarakteristik high risk-high return. Dalam kasus ini maka metode http://digilib.mercubuana.ac.id/ 42 perbandingan yang juga memperhitungkan unsur risiko lebih cocok untuk diterapkan. Metode yang mempertimbangkan faktor risiko dengan return-nya sekaligus disebut pula dengan istilah risk-adjusted perfomance. Dalam hal ini maka kinerja reksadana diukur tidak hanya berdasarkan return-nya saja tetapi juga mempertimbangkan faktor risikonya. 3.1.8.Risk-Adjusted Performance Index Atmaja (2008 : 35) menjelaskan, kerangka analisis risiko dan tingkat keuntungan sangat penting bagi seorang investor yang melakukan investasi pada kondisi yang tidak pasti. Semakin tinggi tingkat keuntungan suatu investasi maka semakin besar pula risikonya, oleh karena itu investor harus mengetahui cara mengukur risiko suatu investasi atau himpunan investasi (portofolio). Tanpa mengetahui ukuran risiko tersebut, sulit bagi investor untuk menentukan tingkat keuntungan yang seharusnya ada pada suatu investasi atau portofolio. Tingkat return dan risiko ini yang kemudian digunakan oleh investor untuk menilai kinerja suatu portofolio investasi. Pengukuran kinerja portofolio saham yang demikian disebut dengan pengukuran yang bersifat risk-adjusted, artinya kinerja portofolio saham tidak hanya diukur berdasarkan besarnya return portofolio tetapi juga memperhatikan besarnya risiko yang harus ditanggung. Terdapat tiga indeks pengukuran yang bersifat risk-adjusted yaitu indeks Sharpe, Treynor, dan Jensen. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 43 a. Indeks Sharpe Indeks Sharpe dikembangkan oleh William Sharpe dan sering juga disebut dengan reward-to-variability ratio. Indeks Sharpe mendasarkan perhitungannya pada konsep garis pasar modal (capital market line) sebagai patok duga (benchmark), yaitu dengan cara membagi premi risiko portofolio dengan standar deviasinya. Premi risiko adalah perbedaan (selisih) antara rata-rata kinerja yang dihasilkan oleh portofolio dengan rata-rata kinerja investasi yang bebas risiko (risk free asset). Risiko diukur dengan standar deviasi portofolio. Secara matematis, indeks ini dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut. …….…………………...……….....… (3.7) Keterangan: = indeks Sharpe = rata-rata return portofolio selama jangka waktu pengukuran = rata-rata return aset bebas risiko selama jangka waktu pengukuran σp = standar deviasi portofolio selama jangka waktu pengukuran Patok duga (benchmark) yang digunakan dalam rumus tersebut adalah garis pasar modal (capital market line) sebagaimana ditunjukkan dalam gambar 3.3. di bawah. Garis pasar modal (capital market line) tersebut memiliki persamaan sebagai berikut. E(Rp ) = R f + E ( RM ) − R f σM http://digilib.mercubuana.ac.id/ σp ……………..…...……….....… (3.8) 44 Gambar 3.3 Capital Market Line (CML) Standar deviasi, sebagaimana dalam rumus tersebut, merupakan risiko fluktuasi portofolio yang dihasilkan karena berubah-ubahnya return dari subperiode ke subperiode lainnya selama seluruh periode. Dalam teori portofolio, standar deviasi merupakan risiko total yaitu penjumlahan dari risiko pasar (systematic/market risk) dan unsystematic risk. Indeks Sharpe dapat digunakan untuk mengukur premi risiko untuk setiap unit risiko pada portofolio tersebut yaitu mengukur seberapa besar penambahan hasil investasi yang diperoleh (risk premium) untuk tiap unit risiko yang diambil. Jika investasi pada SBI tidak mengandung risiko, sedangkan investasi pada portofolio mengandung risiko, maka investasi pada portofolio diharapkan memberikan hasil yang lebih besar daripada kinerja investasi bebas risiko. Dengan demikian, peringkat kinerja portofolio dapat dilakukan dengan menggunakan indeks Sharpe ini. Semakin tinggi indeks Sharpe suatu portofolio dibandingkan dengan portofolio lainnya, maka semakin baik kinerja portofolio tersebut. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 45 b. Indeks Treynor Indeks ini dikembangkan oleh Jack Treynor, sering juga disebut reward to volatility ratio. Sama halnya dengan indeks Sharpe, kinerja portofolio pada indeks Treynor dilihat dengan cara menghubungkan tingkat return portofolio dengan besarnya risiko dari portofolio tersebut. Indikator risiko yang digunakan dalam indeks ini adalah beta yang mencerminkan risiko pasar. Sebagaimana telah dijelaskan pada bagian sebelumnya bahwa beta ini mencerminkan seberapa besar reksadana tersebut bergerak sebagai respon terhadap perubahan di pasar. Indeks Treynor dihitung dengan rumus yang hamper sama dengan indeks Sharpe namun hanya berbeda pada faktor pembilang yang merupakan beta, bukan standar deviasi sebagaimana pada indeks Sharpe. …….…………...………...…....… (3.9) Keterangan: Tp = indeks Treynor = rata-rata return portofolio selama jangka waktu pengukuran = rata-rata return aset bebas risiko selama jangka waktu pengukuran βp = risiko sistematik dari portofolio selama jangka waktu pengukuran Perbedaan indeks ini dengan indeks Sharpe adalah penggunaan garis pasar sekuritas (security market line) sebagai patok duga, bukan garis pasar modal seperti pada indeks Sharpe. Asumsi yang digunakan oleh Treynor adalah bahwa portofolio sudah terdiversifikasi dengan baik sehingga risiko yang dianggap relevan adalah risiko sistematis (diukur dengan beta). http://digilib.mercubuana.ac.id/ 46 Gambar 3.4 Security Market Line (SML) Cara mengukur indeks Treynor pada dasarnya sama dengan cara menghitung indeks Sharpe, perbedaannya hanya pada indikator risiko yang digunakan yaitu pada indeks Sharpe, risiko diukur dengan standar deviasi sedangkan pada indeks Treynor, risiko diukur dengan beta portofolio. Semakin tinggi indeks Treynor yang dimiliki suatu portofolio, berarti semakin baik kinerja portofolio tersebut dibandingkan dengan kinerja portofolio dengan indeks Treynor yang lebih rendah. Pengukuran kinerja dengan menggunakan indeks Sharpe dan indeks Treynor bersifat komplementer karena memberikan informasi yang berbeda. Pilihan indeks mana yang akan digunakan tergantung pada persepsi investor terhadap tingkat diversifikasi dari portofolio tersebut. Dalam indeks Sharpe, risiko yang dianggap relevan adalah risiko total (penjumlahan risiko sistematis dan risiko tidak sistematis), sedangkan pada indeks Treynor hanya menggunakan risiko sistematis (beta). Oleh karena itu, jika suatu portofolio dianggap telah terdiversifikasi dengan baik, berarti return portofolio tersebut hampir semuanya dipengaruhi oleh return pasar. Untuk portofolio tersebut http://digilib.mercubuana.ac.id/ 47 tentu saja lebih tepat menggunakan indeks Treynor. Sebaliknya, jika return suatu portofolio hanya sebagian kecil yang dipengaruhi return pasar, lebih tepat menggunakan indeks Sharpe. Untuk mengetahui seberapa besar suatu portofolio terdiversifikasi, maka perlu dilakukan analisis regresi antara return portofolio dengan return pasar. Dari hasil regresi tersebut akan didapatkan besarnya nilai kuadrat dari koefisien korelasi yang sering disebut dengan koefisien determinasi (R2). Nilai R2 dapat digunakan untuk menunjukkan tingkat diversifikasi dari suatu portofolio karena R2 menunjukkan persentase dari varian return portofolio (variabel independen). Semakin terdiversifikasi suatu portofolio maka nilai R2 portofolio tersebut akan semakin mendekati 1,0. Nilai R2 sebesar 1,0 menunjukkan bahwa return portofolio tersebut sepenuhnya dapat dijelaskan oleh return pasar. c. Indeks Jensen Indeks Jensen merupakan indeks yang menunjukkan perbedaan antara tingkat return aktual yang diperoleh portofolio dengan tingkat return yang diharapkan jika portofolio tersebut berada pada garis pasar sekuritas. Persamaan indeks Jensen dengan indeks Treynor adalah bahwa kedua indeks tersebut menggunakan garis pasar sekuritas sebagai dasar untuk membuat persamaan. Perbedaannya adalah bahwa indeks Treynor sama dengan slope garis yang menghubungkan posisi portofolio dengan return bebas risiko, sedangkan indeks Jensen merupakan selisih antara return portofolio dengan return portofolio yang tidak dikelola dengan cara khusus (hanya mengikuti return pasar). Oleh karena itu, nilai indeks Jensen bisa saja lebih besar (positif), lebih kecil (negatif), atau sama (nol). Akan tetapi, dalam http://digilib.mercubuana.ac.id/ 48 penggunaan indeks Jensen untuk mengevaluasi kinerja portofolio, perlu dilakukan pengujian apakah perbedaan kedua return tersebut signifikan. Bisa saja suatu portofolio mempunyai indeks Jensen tertentu, tetapi setelah dilakukan pengujian ternyata angka tersebut tidak signifikan. Indeks Jensen menunjukkan perbedaan antara tingkat return aktual yang diperoleh portofolio dengan tingkat return yang diharapkan jika portofolio tersebut berada pada garis pasar modal (CML). [ ( ) ] R P − R f = α P + R f + Rm − R f β P ………..……....… (3.10) Keterangan: R P = return portofolio selama jangka waktu pengukuran t /indeks Jensen α P = exess performance portofolio selama jangka waktu pengukuran R f = return bebas risiko selama jangka waktu pengukuran R m = return pasar selama jangka waktu pengukuran β P = Risiko sistemaik selama jangka waktu pengukuran Makin tinggi nilai α positif, makin baik kinerjanya. d. Kelebihan dan Kekurangan Indeks Sharpe, Treynor, Jensen Indeks Sharpe atau yang dikenal juga reward-to-variability ratio (RVAR) mengukur risiko dengan standar deviasi portofolio. Indeks ini menggunakan garis pasar modal/capital market line (CML) dalam analisisnya. Kelebihan Indeks Sharpe ini adalah memungkinkan untuk melakukan pemeringkatan reksadana berdasarkan RVAR terhadap RVAR pasar http://digilib.mercubuana.ac.id/ 49 (benchmark). Namun demikian indeks ini tidak memperhitungkan value added, tetapi semata hanya memberi peringkat (ranking criterion). Keterbatasan lain indeks ini adalah digunakannya asumsi yang berdasarkan garis pasar modal / capital market line (CML). Karakteristik utama CML adalah hanya portofolio yang efisien yang dapat diplot ke CML, dengan demikian indeks Sharpe berasumsi bahwa setiap portofolio/ reksadana telah efisien. Indeks Treynor atau disebut juga reward-to-volaility ratio (RVOL), membandingkan rata-rata excess return portofolio dalam periode tertentu dengan risiko sistematis yang dihitung dengan beta. Sama halnya dengan Sharpe, Treynor memiliki kekurangan pada asumsi yang digunakan yaitu bahwa portofolio telah terdiversifikasi penuh sehingga satu-satunya risiko yang diperhitungkan hanyalah systematic risk atau risiko pasar. Portofolio dengan systematic risk yang sama namun memiliki total risk yang berbeda, akan dihitung/dianggap memiliki risiko yang sama. Keterbatasan lain indeks Treynor adalah hanya dapat diaplikasikan untuk beta positif ketika pasar berada dalam fase bullish yaitu mengalami tren kenaikan. Sebaliknya, indeks Treynor dapat menyebabkan kekeliruan apabila diaplikasikan dalam fase bearish dengan kondisi nilai beta negatif. Baik indeks Sharpe maupun indeks Treynor, akan memberikan peringkat yang serupa jika portofolio yang dievaluasi merupakan portofolio yang terdiversifikasi dengan baik. Dengan adanya diversifikasi yang baik maka faktor unsystematic risk telah diminimalkan sehingga hanya faktor http://digilib.mercubuana.ac.id/ 50 systematic risk saja yang diperhitungkan. Dengan demikian walaupun dalam indeks Sharpe menggunakan standar deviasi yang mencerminkan total risiko yang meliputi risiko sistematis dan non sistematis, karena risiko non sitematis telah diminimalkan maka hanya faktor risiko sistematis saja yang diperhitungkan, dengan demikian kondisi ini akan sama dengan indeks Treynor yang tidak memperhitungkan faktor risiko tidak sistematis melainkan hanya risiko sistematis saja. Jika portofolio terdiversifikasi dengan sempurna maka peringkat yang diberikan oleh indeks Sharpe dan Treynor akan sama karena risiko yang tersisa tinggal risiko pasar saja. Bila portofolio tidak terdiversifikasi dengan sempurna maka Treynor akan memberikan peringkat yang lebih tinggi daripada Sharpe, hal ini karena peringkat di Sharpe masih mengandung risiko tidak sistematis sehingga indeks kinerjanya lebih kecil dibandingkan dengan indeks kinerja menurut Treynor. Dengan demikian maka pengukuran Sharpe lebih layak digunakan terhadap well-diversified portofolios bukan perfectdiversified portofolios, sedangkan indeks Treynor lebih layak untuk asset individual. Maksudnya adalah apabila satu set entitas portofolio diberikan kepada satu manajer, maka risiko yang harus diperhatikan adalah total variabilitas kinerja portofolio. Manajer menghadapi baik risiko sistematis maupun risiko non sistematis karena portofolio tidak terdiversifikasi antar manajer. Maka metode evaluasi yang relevan adalah indeks Sharpe yang menggunakan total risiko. Tapi apabila portofolio terdiversifikasi dengan dikelola oleh banyak manajer, maka risiko firm-specific akan hilang dan http://digilib.mercubuana.ac.id/ 51 hanya tersisa risiko market specific (beta). Dalam hal ini pengukuran Treynor dapat digunakan untuk setiap asset individual yang dikelola banyak manajer. Pemilihan metode pengukuran bergantung pada definsi risiko yang akan digunakan. Jika investor cenderung menggunakan risiko total, RVAR lebih cocok, tetapi jika hanya risiko sistematik saja yang digunakan maka RVOL yang lebih baik digunakan. Dalam kondisi reksadana not completely diversified, maka Treynor dan Jensen dapat memberikan peringkat yang lebih tinggi dibandingkan metode Sharpe. Baik Sharpe maupun Treynor, keduanya tidak memperhitungkan value added. Treynor semata-mata hanya memberi peringkat (ranking criterion). Peringkat yang dihasilkan dengan indeks Treynor hanya berguna jika portofolio yang dimiliki merupakan sub-sub portofolio yang lebih luas atau lebih terdiversifikasi penuh. Berbeda dengan indeks Sharpe dan indeks Treynor, Indeks Jensen menggunakan capital asset pricing model (CAPM) untuk menentukan apakah portofolio telah menghasilkan kinerja yang superior bila dibandingkan dengan indeks pasar. Indeks Jensen menambahkan faktor alpha sebagai pengukur manajer superior/inferior sebagai pembeda kinerja portofolio yang diukur dengan beta. Jika alpha secara statistik tidak berbeda dengan nol maka tidak terdapat abnormal return. Jika alpha bernilai positif dan siginifikan, berarti manajer telah bekerja dengan superior, artinya menghasilkan return yang lebih baik daripada indeks pasar, sebaliknya jika alpha bernilai negatif berarti manajer investasi memiliki kinerja inferior. Seperti halnya Treynor, indeks Jensen http://digilib.mercubuana.ac.id/ 52 mengasumsikan bahwa portofolio telah terdiversifikasi secara penuh sehingga satu-satunya risiko pada portofolio adalah risiko sistematis. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa alpha merupakan ukuran tingkat differential return antara expected return berdasarkan CAPM dalam security market line (SML) yang merupakan patokan nilai wajar suatu portofolio, terhadap harga aktual portofolio tersebut. Menurut Jensen, kinerja manajer yang superior disebabkan oleh dua hal yaitu kemampuan manajer dalam memprediksi pasar dan mengganti-ganti portofolio untuk beradaptasi dengan pasar (market timing) dan kemampuan manajer investasi untuk menyeleksi reksadana yang secara konsisten undervalued (stock selection). 3.1.9.Penelitian Terdahulu Yasmin and Lawrence (1996) dalam Wahyudi (2003) melakukan pengujian terhadap konsistensi indeks Sharpe, indeks Treynor, dan indeks Jensen pada reksadana di Inggris selama periode 1975 sampai dengan 1993. Hasil penelitian mereka menemukan bahwa korelasi terhadap ketiga indeks Sharpe, indeks Jensen, dan indeks Treynor menunjukkan derajat yang tinggi, artinya bahwa terjadi konsistensi terhadap ketiganya. Konsistensi ketiga alat ukur risk-adjusted return tersebut juga ditemukan dalam penelitian Wahyudi (2003) yang menghasilkan kesimpulan bahwa tidak ada perbedaan kinerja berdasarkan variabel risiko dan return yang diukur dengan indeks Treynor, indeks Sharpe, dan indeks Jensen, baik pada investasi insurance-linked saham maupun reksadana saham. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 53 Penelitian Wilson and Jones (1981) terhadap 34 reksadana di Amerika Serikat menemukan bahwa hubungan antara ketiga alat ukur indeks Sharpe, indeks Jensen, dan indeks Treynor bisa negatif atau positif tergantung pada return pasar yang digunakan sebagai variabel bebas (independent variable). Wiksuana dan Purnawati (2008) juga melakukan penelitian mengenai konsistensi risk-adjusted performance terhadap kinerja portofolio saham periode tiga bulan di Bursa Efek Jakarta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa indeks-indeks Sharpe, Treynor, dan Jensen tidak konsisten sebagai pengukur kinerja portofolio saham dengan pendapatan yang tinggi dan korelasi yang rendah. Indeks Treynor dan Jensen mempunyai korelasi signifikan dan positif bagi kelompok portofolio saham 20, 25 dan 8, sedangkan indeks Sharpe dan Jensen menunjukkan korelasi yang tidak signifikan tetapi positif untuk semua kelompok portofolio saham. 3.2. Rerangka Pemikiran Dalam rangka pengujian konsistensi risk-adjusted performance terhadap kinerja reksadana saham di Indonesia periode tahun 2006 sampai dengan 2010 dalam karya akhir ini, pengujian tidak hanya melalui uji korelasi saja namun juga melalui uji peringkat. Dalam uji peringkat, masing-masing reksadana diukur kinerjanya untuk periode per tiga bulan berdasarkan masing-masing indeks. Setelah diketahui hasil pengukuran kinerja tersebut kemudian dilakukanlah pemeringkatan untuk mengetahui reksadana peringkat terbaik berdasarkan masing-masing indeks dan juga untuk mengetahui urutan peringkat kinerja pada masing-masing indeks. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 54 Berdasarkan urutan peringkat kinerja reksadana tersebut pula, kemudian dilakukan uji korelasi untuk mengetahui derajat korelasi antar peringkat tersebut. Tingkat kuat lemahnya korelasi dan signifikansinya, digunakan untuk mengukur konsistensi antar indeks tersebut. Gambar 3.5 Rerangka Pemikiran Investasi di Reksadana Saham: Banyak pilihan reksadana Memilih Reksadana: Mengukur kinerja reksadana Risk-adjusted performance Menghitung indeks kinerja Indeks Kinerja 3 Bulanan Sharpe, Treynor, Jensen Peringkat Kinerja Uji Korelasi Masing-masing indeks Rank Spearman Reksadana Peringkat Terbaik Derajat Korelasi Berdasarkan Sharpe, Treynor, Jensen Antar Masing-masing Indeks Reksadana Peringkat Terbaik Rekomendasi Indeks Kinerja Berdasarkan Rata2 Seluruh Indeks Yang Paling Konsisten Rekomendasi Reksa Dana Peringkat Terbaik http://digilib.mercubuana.ac.id/ END 55 3.3. Hipotesis Kesimpulan terhadap konsistensi ketiga indeks kinerja tersebut tergantung dari korelasi diantara ketiga indeks tersebut. Konsistensi terjadi jika koefisien korelasinya adalah positif signifikan dan sempurna artinya besaran koefisien korelasi sama dengan satu. Berdasarkan hal tersebut maka pengujian konsistensi ini didasarkan pada hipotesis sebagai berikut. H0 : tidak terdapat korelasi peringkat kinerja reksadana berdasarkan indeks Sharpe, indeks Treynor, dan indeks Jensen Ha : terdapat korelasi peringkat kinerja reksadana berdasarkan indeks Sharpe, indeks Treynor, dan indeks Jensen Kriteria pengujian: Tolak H0 apabila -1< ρxy < 1 dan p > 0,05. http://digilib.mercubuana.ac.id/