bab ii tinjauan pustaka - Universitas Sumatera Utara

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kanker Serviks
2.1.1
Pengertian
Kanker serviks adalah keganasan yang terjadi pada leher rahim, yaitu area
bagian bawah rahim yang menghubungkan rahim dengan vagina yang disebabkan
oleh adanya virus Human Papiloma Virus (HPV) (Emilia,2010). Kanker leher
rahim (kanker serviks) adalah tumor ganas yang tumbuh di dalam leher
rahim/serviks (Nugroho dan Indra Utama, 2013).Infeksi Human Papiloma Virus
(HPV) tersebut biasanya terjadi pada perempuan usiareproduksi (KEMENKES
RI, 2013).
Epitel leher rahim terdiri dari 2 jenis, yaitu epitel skuamosa dan epitel
kolumnar.Daerah pertemuan kedua jenis epitel disebut sambungan skuamosa
kolumnar (SSK) dan letaknya dipengaruhi oleh faktor hormonal yang berkaitan
dengan umur, aktivitas seksual dan paritas. Pada perempuan usia sangat muda
SSK terletak di dalam ostium. Sedangkan pada perempuan reproduksi/ sesksual
aktif, SSK terletak di ostium eksternum karena trauma atau retraksi otot
prostaglandin.
Pada masa kehidupan perempuan terjadi perubahan fisiologis pada epitel
rahim, dimana epitel kolumnar menjadi epitel skuamosa yang disebut proses
metaplasia dan terjadi akibat perubahan PH vagina yang rendah. Aktivitas
metaplasia yang tinggi sering dijumpai pada masa pubertas. Akibat dari proses
metaplasia ini maka secara morfogenik terdapat dua jenis SSK yaitu SSK asli dan
9
Universitas Sumatera Utara
10
SSK baru yang menjadi tempat pertemuan antara epitel skuamosa baru dengan
epitel kolumnar. Daerah diantara kedua SSK disebut daerah transformasi.
Gambar 2.1 Sambungan Skuamosa Columnar
2.1.2
Penyebab Kanker Serviks
Penyebab utama kanker serviks adalah Human Papiloma Virus (HPV), HPV
juga biasa disebut dengan wart virus (virus kutil).Terdapat lebih dari 100 tipe
HPV yang telah di identifikasi.Dari 40 tipe tersebut, 13 diantaranya merupakan
tipe onkogenik dan dapat menyebabkan kanker serviks atau lesi prakanker pada
permukaan serviks. Sedangkan tipe lain disebut sebagai tipe risiko rendah yang
lebih menyebabkan kutil kelamin (genital wart).
Setiap wanita memiliki risiko terhadap infeksi HPV onkogenik, yang dapat
menyebabkan kanker serviks.Virus ini berbasis DNA dan stabil secara
genetis.Stabilitas genetik ini berarti infeksi akibat virus dapat dicegah melalui
vaksinasi dalam jangka waktu yang panjang (Emilia, 2010).
Universitas Sumatera Utara
11
2.1.3
Perjalanan Penyakit Kanker Serviks
Proses terjadinya kanker leher rahim sangat erat hubungan dengan proses
metaplasia. Masuknya mutagen atau bahan-bahan yang dapat mengubah perangai
sel secara genetik pada saat fase aktif metaplasia dapat berubah menjadi sel yang
berpotensi ganas.Perubahan ini biasanya terjadi di daerah transformasi.
Sel yang mengalami mutasi disebut sel diplastik dan kelainan epitelnya
disebut diplasia (Neoplasia Intrapitel Serviks/NIS).Dimulai dari displasia ringan,
sedang, berat dan karsinoma in-situ dan kemudian berkembang menjadi
karsinoma invasif.Lesi displasia dikenal sebgai lesi prakanker.
Pada lesi prakanker derajat ringan dapat mengalami regresi spontan dan
menjadi normal kembali.Tetapi pada lesi derajat sedang dan berat lebih berpotensi
berubah menjadi kanker invasive.
Gambar 2.2 Perjalanan Penyakit Kanker Serviks
Universitas Sumatera Utara
12
2.1.4
Faktor Risiko
Faktor-faktor yang menyebabkan perempuan terpapar HPV adalah :
a. Menikah/ memulai aktivitas seksual pada usia muda (kurang dari 20
tahun).
b. Berganti-ganti pasangan seksual.
c. Berhubungan seks dengan laki-laki yang sering berganti pasangan.
d. Riwayat infeksi di daerah kelamin atau radang panggul.
e. Perempuan yang melahirkan banyak anak.
f. Perempuan perokok mempunyai risiko dua setengah kali lebih besar untuk
menderita kanker leher rahim dibanding dengan yang tidak merokok.
g. Perempuan yang menjadi perokok pasif (yang tinggal bersama keluarga
yang mempunyai kebiasaan merokok) akan meningkat risikonya 1,4 kali
disbanding perempuan yang hidup dengan udara bebas (KEMENKES,
2013).
2.1.5
Gejala-Gejala Kanker Serviks
Perubahan prakanker pada serviks biasanya tidak menimbulkan gejala dan
perubahan ini tidak terdeteksi kecuali jika wanita tersebut melakukan pemeriksaan
dini.Gejala biasanya baru muncul ketika sel serviks yang abnormal berubah
menjadi keganasan dan menyusup ke jaringan sekitarnya. Pada saat ini akan
timbul gejala berikut :
a) Perdarahan vagina yang abnormal, terutama diantara menstruasi, setelah
melakukan hubungan seksual dan setelah menopause.
b) Menstruasi abnormal (lebih lama dan lebih banyak).
Universitas Sumatera Utara
13
c) Keputihan yang menetap, dengan cairan yang encer, berwarna pink,
coklat, mengandung darah atau hitam serta berbau busuk.
Gejala dari kanker serviks stadium lanjut :
a) Nafsu makan berkurang, penurunan berat badan, kelelahan.
b) Nyeri panggul, punggung atau tungkai.
c) Dari vagina keluar air kemih atau tinja.
d) Patah tulang (fraktur) (Nugroho dan Indra Utama, 2014).
2.1.6
Stadium kanker Serviks
FIGO (International Federation of Gynaecology and Obstetrics) adalah
salah satu lembaga atau badan yang telah mengeluarkan pembagian stadium
kanker serviks sehingga sistem inilah yang umumnya digunakan dalam
pembagian kanker serviks.Pada sistem ini, angka romawi 0 sampai IV
menggambarkan stadium kanker.
1. Stadium 0
Stadium 0 ini disebut juga dengan sebutan carcinoma in situ, karena pada
stadium ini sel-sel kanker belum menyebar ke jaringan lain. Kanker masih
kecil dan hanya terbatas pada permukaan serviks.Selain itu, kanker hanya
ditemukan di lapisan atas dari sel-sel pada jaringan yang melapisi serviks.
Angka harapan hidup penderita kanker stadium ini dalam lima tahun 100%.
2. Stadium I
Karsinoma yang hanya menyerang serviks, meskipun pertumbuhan kanker
hanya terbatas pada serviks, namun infeksinya sudah mulai menyerang
serviks dibagian bawah lapisan atas dari sel-sel serviks dan ini ditemukan
Universitas Sumatera Utara
14
hanya dileher rahim. Angka harapan hidup penderita kanker stadium ini
dalam lima tahun adalah 85%. Ada dua bagian dari stadium I yaitu IA dan IB.
a. Stadium IA : Karsinoma invasif yang hanya didiagnosis melalui
pemeriksaan mikroskopis, kedalaman invasi ≤ 5 mm dan ekstensi
terluas ≥ 7 mm.
-
Stadium IA1 : Invasi stroma sedalam ≤ 3 mm dan seluas ≥ 7
mm. meskipun perkembangannnya sudah mulai meluas, namun
tidak dapat terlihat sel kanker ini tanpa bantuan mikroskop.
-
Stadium IA2 : Invasi stroma sedalam 3 mm dan seluas < 7 mm.
b. Stadium IB : Lesi yang nampak secara klinis, terbatas pada serviks
uteri atau kanker preklinis yang lebih besar daripada stadium IA.
-
Stadium IB1 : Lesi yang nampak ≤ 4 cm. Pada stadium ini, sudah
mulai dapat melihat kanker dengan mata telanjang karena ukuran
sel kanker kian membesar.
-
Stadium IB2 : Lesi yang nampak > 4 cm. Pada stadium ini juga
bisa dapat dilihat dengan mata telanjang.
3. Stadium II
Lokasi kanker pada stadium ini meliputi serviks dan uterus, namun belum
menyebar ke dinding pelvis atau bagian bawah vagina dan tidak mencapai
dinding panggul.Kanker menyebar melewati leher rahim menyerang jaringanjaringan disekitarnya. Angka harapan hidup penderita kanker stadium ini
dalam lima tahun adalah 50-60%.
a. Stadium IIA : Kondisi dimana kanker meluas sampai ke atas vagina,
tapi belum menyebar lebih dalam dari vagina. Kanker tidak
Universitas Sumatera Utara
15
menginvasi
ke
parametrium
(jaringan
penyambung),
namun
melibatkan 2/3 bagian atas vagina. Pada IIA 1, lesi yang nampak ≤ 4
cm sedangkan IIA2, lesi yang nampak > 4 cm.
b. Stadium IIB : Kondisi dimana mulai nampak invasi ke parametrium
namun melibatkan dinding samping panggul.
4. Stadium III
Tumor meluas ke dinding pelvis dan atau melibatkan sepertiga bawah vagina
dan atau menyebabkan hidronefrosis atau merusak ginjal.Selain itu, kanker
mungkin juga telah menyebar ke simpul-simpul getah bening yang
berdekatan. Angka harapan hidup pada stadium ini dalam lima tahun adalah
30%.
a. Stadium IIIA : kanker telah melibatkan sepertiga bawah vagina, tanpa
ekstensi ke dinding pelvis. Dalam stadium ini, kanker telah meluas
sampai ke dinding samping panggul.
b. Stadium IIIB, sel kanker telah meluas sampai dinding samping vagina.
Hal ini, akan menghambat proses berkemih, sehingga menyebabkan
timbunan air seni di ginjal dan berakibat gangguan ginjal. Stadium ini
telah mulai merusak ginjal.
5. Stadium IV
Stadium ini merupakan stadium akhir kanker dimana kondisi kanker sudah
sangat parah.Karsinoma telah meluas ke pelvis sejati atau telah melibatkan
mukosakandung kemih atau rectum dan meluas melampaui panggul. Angka
harapan hidup penderitan kanker stadium ini dalam lima tahun sangatlah
kecil, yaitu 5%.
Universitas Sumatera Utara
16
a. Stadium IVA : Pertumbuhannya menyebar ke organ-organ sekitarnya.
b. Stadium IVB : Kondisi dimana sel kanker menyebar ke organ yang
lebih jauh seperti paru-paru, hati dan tulang (Arum, 2015).
l
Gambar 2.3 Stadium Kanker Serviks
2.2 Pencegahan Kanker Serviks
Dalam mencegah kanker serviks adalah dengan menghindari faktor resiko
yang dapat menyebabkan kanker serviks. Hal-hal yang dapat dilakukan untuk
mencegah kanker serviks adalah sebagai berikut:
1. Jangan biarkan keputihan terus menerus.
2. Hati-hati dalam memilih pembalut.
3. Hindari berhubungan intim saat haid.
4. Hindari memakai toilet kotor.
5. Jauhi oral seks.
6. Menghindari berhubungan intim di usia dini.
7. Kebersihan organ intim saat haid.
Universitas Sumatera Utara
17
8. Pola hidup sehat seperti konsumsi makanan yang sehat, hindari merokok,
dan berolah raga teratur (Arum, 2015).
Pencegahan kanker serviks dimulai dari penyampaian informasi tentang
faktor risiko deteksi dini untuk mendapatkan lesi prakanker leher rahim dan
melakukan pengobatan segera, apabila ditemukan kelainan pada kegiatan
penapisan (screening), segera dilakukan rujukan secara berjenjang sesuai dengan
kemampuan rumah sakit. Pencegahan kanker leher rahim meliputi tiga tingkatan
pencegahan yaitu ; primer, sekunder, dan tersier.
1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer dimaksudkan untuk mengeliminasi dan meminimalisasi
pajanan penyebab dan faktor resiko kanker, termasuk mengurangi kerentanan
individu terhadap efek dari penyebab kanker. Selain faktor risiko, ada faktor
protektif yang akan mengurangi kemungkinan seseorang terserang kanker
pendekatan pencegahan ini memberikan peluang paling besar dan sangat costeffective dalam pengendalian kanker tetapi membutuhkan waktu yang lama,
seperti memberikan edukasi tentang perilaku gaya hidup sehat.
2. Pencegahan Sekunder
Ada dua komponen deteksi dini yaitu penapisan (screening test) dan edukasi
tentang penemuan dini (early diagnosis):
a
Penapisan atau skrining
Penapisan adalah upaya pemeriksaan atau tes yang sederhana dan mudah
yang dilaksanakan pada populasi masyarakat sehat yang bertujuan untuk
membedakan masyarakat yang sakit atau berisiko terkena penyakit
diantara masyarakat yang sehat.Upaya penapisan dikatakan adekuat bila
Universitas Sumatera Utara
18
tes mencakup seluruh atau hampir seluruh populasi sasaran, untuk itu
dibutuhkan kajian jenis pemeriksaan yang mampu laksana pada kondisi
sumber daya terbatas seperti Indonesia.
b Penemuan dini (early diagnosis)
Penemuan dini adalah upaya pemeriksaan pada masyarakat yang telah
merasakan adanya gejala.Oleh karena itu edukasi untuk meningkatkan
kesadaran tentang tanda-tanda awal kemungkinan kanker diantara
petugas kesehatan, kader masyarakat, maupun masyarakat secara umum
merupakan kunci utama keberhasilannya.
Program atau kegiatan deteksi dini yang dilakukan pada masyarakat
hanya
akan
berhasil
apabila
kegiatannya
dihubungkan
dengan
pengobatan yang adekuat, terjangkau aman dan mapu laksana, serta
mencakup 80% populasi perempuan yang berisiko. Untuk itu dibutuhkan
perencanaan akan kebutuhan sumber daya dan strategi-strategi yang
paling efektif untuk melaksanakan program ini.
Dimana ada beberapa metode yang dikenal untuk melakukan penapisan
kanker leher rahim dengan tujuan penapisan untuk menemukan lesi
prakanker.
a. Inspeksi Visual dengan Aplikasi Asam Asetat (IVA) adalah
pemeriksaan
dengan
cara
mengamati
dengan
menggunakan
spekulum melihat leher rahim yang telah dipoles dengan asam asetat
atau asam cuka (3-5%). Pada lesi prakanker akan menampilkan
warna bercak putih yang disebut aceto white epithelium.
Universitas Sumatera Utara
19
b. Pemeriksaan Sitologi (Papanicolaou/ tes pap) adalah suatu prosedur
pemeriksaan sederhana sitopatologi, yang dilakukan dengan tujuan
untuk menemukan perubahan morfologis dari sel-sel epitel leher
rahim yang ditemukan pada keadaan prakanker dan kanker
3. Pencegahan Tersier
a
Diagnosis dan terapi
Diagnosis kanker leher rahim membutuhkan kombinasi antara kajian
klinis dan investigasi diagnostik.Sekali diagnosis ditegakkan harus dapat
ditentukan stadiumnya agar dapat mengevaluasi besaran penyakit dan
melakukan
terapi
yang
tepat.Tujuan
dari
pengobatan
adalah
menyembuhkan, memperpanjang harapan hidup dan meningkatkan
kualitas hidup.Prioritas pengobatan harus ditujukan pada kanker dengan
stadium awal dang yang lebih berpotensial untuk sembuh.Standar
pengobatan kanker meliputi operasi (surgery), radiasi, kemoterapi dan
hormonal disesuaikan dengan indikasi patologi.
b
Pelayanan Paliatif
Hampir diseluruh dunia, pasien kanker yang terdiagnosis stadium lanjut
dan pengobatan harus terpadu termasuk pendekatan psikososial,
rehabilitasi
dan
terkoordinasi
dengan
pelayanan
paliatif
untuk
memastikan peningkatan kualitas hidup pasien kanker.Untuk kasus
seperti ini pengobatan yang realistis adalah mengurangi nyeri dengan
pelayanan paliatif (KEMENKES RI, 2013).
Program penemuan dan tata laksana penderita kanker, yaitu dengan
pelatihan tenaga teknis deteksi dini dan tata laksana kanker leher rahim, sosialisasi
Universitas Sumatera Utara
20
program.Rangkaian kegiatan yang meliputi kegiatan promotif, preventif, deteksi
dini, dan tindak lanjut (KEMENKES RI, 2015).
Gambar 2.4 pencegahan kanker serviks
2.2.1 Bentuk Kegiatan Pelaksanaan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim
1. Pasif
Deteksi dini kanker leher rahim dilaksanakan di fasilitas kesehatan
yang telah mempunyai tenaga kesehatan terlatih seperti puskesmas, klinik
swasta dan integrasi dengan program lain yaitu infeksi saluran
reproduksi/infeksi menular seksual (ISR/IMS), KB(BKKBN). Langkahlangkah dalam deteksi dini adalah sebagai berikut:
1) Persiapan tempat, bahan, peralatan SDM dan penentuan waktu
pelaksanaan.
2) Penetapan jumlah target perhari dan wilayahnya.
Universitas Sumatera Utara
21
3) Penginformasian kegiatan kepada masyarakat melalui bidan desa, kader
kesehatan dan perangkat desa.
4) Penetapan teknis pelaksanaan
a. Pendaftaran dengan pembaguan nomor urut
b. Pembuatan kartu nama
c. Pemanggilan klien dan suaminya.
d. Pemberian konseling dan informed consent (meminta kesediaan
kepada klien dan suaminya untuk dilakukan tindakan).
e. Pelaksanaan IVA oleh bidan dengan dikonfirmasi oleh dokter
puskesmas.
f. Pelaksanaan krioterapi oleh dokter/bidan di puskesmas untuk IVA
positif.
g. Penjelasan rencana tindak lanjut baik pada kasus positif maupun
negatif.
h. Pencatatan dan pelaporan pada form yang telah tersedia.
i. Pemulangan klien.
2. Aktif
Deteksi dini dilaksanakan pada acara-acara tertentu dengan berkoordinasi
dan bekerja sama dengan lintas program dan lintas sektor seperti
peringatan hari besar, percepatan deteksi dini dan tempat pelaksanaan
tidak hanya di fasilitas kesehatan namun bisa di kantor, pusat keramaian
yang memenuhi syarat untuk melakukan pemeriksaan IVA dibawah
koordinasi FKTP setempat.
Universitas Sumatera Utara
22
Kader kesehatan terdiri dari PKK, Dharma Wanita, Anggota Persit,
Bhayangkari, Organisasi Wanita, Organisasi Keagamaan dan Organisasi
Masyarakat.
1) Melakukan Sosialisasi tentang deteksi dini
a. Pentingnya deteksi dini untuk pencegahan kanker.
b. Manfaat melakukan deteksi dini kanker.
c. Kerugian akibat kanker yang harus ditanggung oleh pasien dan
keluarganya baik secara moril dan materil
d. Meningkatkan kualitas hidup masyarakat di daerah tersebut melalui
pola hidup sehat bebas dari kanker
e. Menyampaikan informasi fasilitas kesehatan yang dapat melakukan
pelayanan deteksi dini.
2) Mendorong masyarakat untuk melakukan deteksi dini
a. Identifikasi sasaran yang akan dilakukan deteksi dini.
b. Mengedukasi sasaran untuk bersedia melakukan deteksi dini
(KEMENKES, 2015).
2.2.2 Penapisan Kanker Leher Rahim Dengan Pendekatan Kunjungan
Tunggal – Single Visit Approach (SVA)
1. Pendekatan Kunjungan Tunggal – Single Visit Approach (SVA)
Pendekatan Kunjungan Tunggal – Single Visit Aapproach (SVA) atau dengan
istilah “Dilihat dan Diobati/see and treat” untuk pencegahan kanker leher rahim
melalui pemeriksaan IVA yang dilanjutkan dengan pengobatan krioterapi,
pelaksanaan penapisan dengan cara melihat dan mengobati klien, dapat dilakukan
pada saat kunjungan yang sama. Dengan kata lain, apabila seorang klien yang
Universitas Sumatera Utara
23
dinilai IVA (+) akan mendapatkan tawaran pilihan pengobatan dengan krioterapi
atau rujukan untuk pelayanan lain, pada hari yang sama saat dia menjalani
penapisan tersebut.
Pendekatan ini bertujuan untuk menghindari kunjungan berulangdari
ibu/klien dan mengurangi kemungkinan ketidak hadiran kembali pada kunjungan
berikutnya. Walaupun pada keadaan tertentu, klien harus memintakkan
persetujuan suami untuk melakukan krioterapi sehingga memungkinkan
pelaksanaan krioterapi bukan pada hari yang sama dengan pemeriksaan IVA
(KEMENKES RI, 2013).
2.
Kelompok Sasaran Penapisan
Melihat dari perjalanan penyakit kanker leher rahim, kelompok sasaran
penapisan kanker leher rahim adalah:
a
Perempuan berusia 30-50 tahun.
b
Perempuan yang menjadi klien pada klinik IMS dengan discharge (keluar
cairan) dari vagina yang abnormal atau nyeri pada abdomen bahwa (bahkan
jika diluar kelompok usia tersebut).
c
Perempuan yang tidak hamil.
d
Perempuan yang mendatangi puskesmas, Klinik IMS, dan Klinik KB yang
secara khusus meminta penapisan kanker leher rahim (KEMENKES RI,
2013).
3.
Frekuensi Penapisan
Seorang perempuan yang mendapat hasil tes IVA negative, harus menjalani
penapisan minimal 5 tahun sekali. Mereka yang mempunyai hasil IVA positif dan
Universitas Sumatera Utara
24
mendapatkan pengobatan, harus menjalani tes IVA berikutnya enam bulan
kemudian.
4.
Pemberi Pelayanan SVA
a
Petugas Kesehatan
1) Bidan terlatih.
2) Dokter umum terlatih
3) Dokter spesialis Obstetry dan gynecology.
b
Tempat Pelayanan
1) Rumah Sakit.
2) Puskesmas.
3) Puskesmas Pembantu.
4) Polindes.
5) Klinik Dokter Spesialis/Dokter Umum/Bidan.
c
Pelatihan Petugas
Petugas yang akan melakukan IVA dan krioterapi dipilih sesuai
kebutuhan program, dan kriteria berikut:
1) Berpengalaman dalam dalam memberikan pelayanan KB.
2) Berpengalaman dalam memberi konseling dan edukasi kelompok.
3) Berpengalaman dalam melakukan pemeriksaan panggul.
4) Berpenglihatan yang baik untuk memeriksa leher rahim secara
visual.
5.
Bagan Alur
Program penapisan kanker leher rahim mengikuti bagan alur sebagaimana
tercantum pada gambar berikut :
Universitas Sumatera Utara
25
Gambar 2.5 Bagan Alur Pencegahan Kanker Serviks
Universitas Sumatera Utara
26
2.3 Metode Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA)
2.3.1 Pengertian
Metode IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat) adalah pemeriksaan leher rahim
secara visual menggunakan asam cuka berarti melihat leher rahim dengan mata
telanjang untuk mendeteksi abnormalitas setelah pengolesan asam asetat atau cuka
(3-5%). Daerah yang tidak normal akan berubah warna dengan batas yang tegas
menjadi putih (acetowhite), yang mengindikasikan bahwa leher rahim mungkin
memiliki lesi prakanker (KEMENKES, 2013).
IVA adalah praktik yang dianjurkan untuk fasilitas dengan sumber daya
sederhana dibandingkan dengan jenis penapisan lain karena :
a
Aman, tidak mahal, dan mudah dilakukan.
b
Akurasi tes tersebut sama dengan tes-tes lain yang digunakan untuk
penapisan kanker leher rahim.
c
Dapat dipelajari dan dilakukan oleh hampir semua tenaga kesehatan di semua
jenjang sistem kesehatan.
d
Memberikan hasil segera sehingga dapat segera diambil keputusan mengenai
penatalaksanaannya (pengobatan atau rujukan).
e
Pengobatan langsung dengan krioterapi berkaitan dengan penapisan yang
tidak bersifat invasif dan dengan efektif dapat mengidentifikasi berbagai lesi
pra kanker (KEMENKES RI, 2013).
Universitas Sumatera Utara
27
Tabel 2.1 Perbandingan IVA dengan tes penapisan lain
Jenis Tes
Aman Praktis
Terjangkau
Efektif
IVA
Pap Smear
HPV/DNA Test
Cervicography
YA
YA
YA
YA
YA
Tidak
Tidak
Tidak
YA
Tidak
Tidak
Tidak
YA
YA
YA
YA
Mudah
Tersedia
YA
Tidak
Tidak
Tidak
2.3.2 Tahapan Pemeriksaan Metode IVA
Deteksi dini kanker leher rahim dilakukan oleh tenaga kesehatan yang sudah
dilatih dengan pemeriksaan leher rahim secara visual menggunakan asam asetat
yang sudah diencerkan, berarti melihat leher rahim dengan mata telanjang untuk
mendeteksi abnormalitas setelah pengolesan asam asetat 3-5%. Daerah yang tidak
normal akan berubah warna dengan batas tegas menjadi putih (acetowhite), yang
mengindikasikan bahwa leher rahim mungkin memiliki lesi pra kanker
(Kemenkes, 2015).
a.
Peralatan dan Bahan
Peralatan yang dibutuhkan untuk melakukan IVA adalah peralatan yang biasa
tersedia di klinik atau poli KIA berikut:
1) Meja periksa ginekologis
2) Sumber cahaya yang memadai agar cukup menyinari vagina dan leher
rahim.
3) Spekukulum graves bivalved (cocor bebek).
4) Nampan atau wadah alat
5) Sarana pencegahan infeksi
Sarana pencegahan infeksi berupa ember plastik 3 (tiga) buah yang
berisi: larutan klorin tempat merendam alat dan sarung tangan yang
masih akan digunakan ulang; larutan sabun untuk melap meja ginekologi,
Universitas Sumatera Utara
28
lampu dan lain-lain; dan air bersih bila tidak ada wastafel di ruang
periksa untuk membilas alat yang telah dilap dengan air sabun.
Ada beberapa bahan yang diperlukan untuk melakukan IVA. Bahanbahan tersebut dapat diperoleh dengan mudah:
1) Kondom.
Sebuah kondom yang telah dipotong ujungnya untuk disarungkan pada
bilah/daun spekulum sehingga dapat mencegah dinding vagina masuk ke
dalam celah sehingga leher rahim dapat terlihat dengan jelas.
2) Kapas lidi atau forsep untuk memegang kapas.
3) Sarung tangan periksa sekali pakai.
4) Spatula kayu yang masih baru.
5) Larutan asam asetat (3-5%)/ asam cuka
a. Dapat digunakan asam cuka 25% yang dijual di pasaran
kemudiandiencerkan menjadi 5% dengan perbandingan 1:4 (1 bagian
asam cuka dicampur dengan 4 bagian air) Contohnya: 10 ml asam
cuka 25% dicampur dengan 40 ml air akan menghasilkan 50 ml
asam asetat 5 %. Atau 20 ml asam cuka 25 % dicampur dengan 80
ml air akan menghasilkan 100 ml asam asetat 5%
b. Jika akan menggunakan asam asetat 3%, asam cuka 25 % diencerkan
dengan air dengan perbandingkan 1:7 (1 bagian asam cuka dicampur
7 bagian air) Contohnya : 10 ml asam cuka 25% dicampur dengan 70
ml air akan menghasilkan 80 ml asam asetat 3%
c. Campur asam asetat dengan baik
Universitas Sumatera Utara
29
d. Buat asam asetat sesuai keperluan hari itu. Asam asetat jangan
disimpan untuk beberapa hari
6) Larutan klorin 0,5% untuk dekontaminasi alat dan sarung tangan.
b. Konseling Kelompok dan Perorangan Sebelum Menjalani IVA
Sebelum menjalani test IVA, ibu dikumpulkan untuk edukasi kelompok dan sesi
konseling bila memungkinkan. Pada saat presentasi dalam edukasi kelompok selama 10
sampai 15 menit, topik-topik yang harus dibahas adalah sebagai berikut:
1.
Menghilangkan kesalahpahaman konsep dan rumor tentang IVA dan
krioterapi.
2.
Sifat dari kanker leher rahim sebagai sebuah penyakit.
3.
Faktor-faktor resiko terkena penyakit tersebut.
4.
Pentingnya penapisan dan pengobatan dini
5.
Konsekuensi bila tidak menjalani penapisan.
6.
Mengkaji pilihan pengobatan jika hasil tes IVA abnormal.
7.
Peran pasanagan pria dalam penapisan dan keputusan menjalani
pengobatan.
8.
Pentingnya pendekatan kunjungan tunggal sehingga ibu siap menjalani
krioterapi pada hari yang sama jika mereka mendapat hasil IVA abnormal.
9.
Arti dari tes IVA positif atau negatif.
10. Pentingnyamembersihkan daerah genital sebelum menjalani tes IVA
(KEMENKES, 2013).
c. Tindakan IVA
Tindakan IVA dimulai dengan penilaian klien dan persiapan, tindakan
IVA, pencatatan dan diakhiri dengan konseling hasil pemeriksaan. Penilaian klien
Universitas Sumatera Utara
30
didahului dengan menanyakan riwayat singkat tentang kesehatan reproduksi dan
harus ditulis, termasuk komponen berikut:
a) Paritas.
b) Usia pertama kali berhubungan seksual atau usia pertama kali menikah.
c) Pemakaian alat KB.
d) Jumlah pasangan seksual atau sudah berapa kali menikah.
e) Riwayat IMS (termasuk HIV).
f) Merokok.
g) Hasil papsmear sebelumnya yang abnormal.
h) Ibu atau saudara perempuan kandung yang menderita kanker leher rahim.
i) Penggunaan steroid atau obat-obat alergi yang lama (kronis).
1) Penilaian Klien dan Persiapan
Terdapat beberapa langkah untuk melakukan penilaian klien dan persiapan
tindakan IVA yaitu :
a) Sebelum melakukan tes IVA, diskusikan tindakan dengan ibu/klien.
Jelaskan mengapa tes tersebut dianjurkan dan apa yang akan terjadi pada
saat pemeriksaan. Diskusikan juga mengenai sifat temuan yang paling
mungkin dan tindak lanjut atau pengobatan yang mungkin diperlukan.
b) Pastikan semua peralatan dan bahan yang diperlukan tersedia, termasuk
spekulum steril atau yang telah di Desinfektan Tingkat Tinggi (DTT),
kapas lidi dalam wadah bersih, botol berisi larutan asam asetat dan
sumber cahaya yang memadai. Tes sumber cahaya untuk memastikan
apakah masih berfungsi.
Universitas Sumatera Utara
31
c) Bawa ibu ke ruang pemeriksaan. Minta dia untuk buang air kecil (BAK)
dan membersihkan dan membilas daerah kemaluan sampai bersih
sebelum melakukan pemeriksaan. Kemudian minta ibu untuk melepas
pakaian (termasuk pakaian dalam) sehingga dapat dilakukan pemeriksaan
panggul dan tes IVA.
d) Posisikan ibu di meja ginekologis dan tutup badan ibu dengan kain,
nyalakan lampu/senter dan arahkan ke vagina ibu.
e) Cuci tangan dengan sabun sampai bersih kemudian keringkan tangan.
Lakukan palpasi abdomen dan perhatikan apabila ada kelainan. Periksa
juga bagian lipat paha, apakah ada benjolan atau ulkus (apabila terdapat
ulkus terbuka, pemeriksaan dilakukan dengan memakai sarung tangan).
Cuci tangan kembali.
f) Pakai sepasang sarung tangan/handscoon yang steril atau yang sudah di
DTT.
2) Tes IVA
Tes IVA dilakukan dengan langkah sebagai berikut:
a) Inspeksi/periksa genelita eksternal dan lihat apakah terdapat discharge
pada mulut uretra. Beritahu ibu bahwa spekulum akan dimasukkan.
b) Dengan hati-hati masukkan spekulum kedalam vagina. Atur spekulum
sehingga seluruh leher rahim dapat terlihat. Bila leher rahim sudah
terlihat kunci spekulum dalam posisi terbukasehingga tetap berada di
tempatnya saat melihat leher rahim.
c) Pindahkan sumber cahaya agar leher rahim dapat terlihat dengan jelas.
Universitas Sumatera Utara
32
d) Amati leher rahim apakah ada infeksi (cervitis) sperti cairan keputuhan
mucous etopi (ectropion); kista Nabothy atau kista Nabothian, nanah atau
lesi “strawberry”(infeksi Trichomonas).
e) Gunakan kapas lidi bersih untuk membersihkan cairan yang keluar, darah
atau mukosa dari leher rahim. Buang kapas lidi kedalam wadah anti
bocor/kantung plastik.
f) Identifikasi ostium servikalis dan SSK serta daerah di sekitarnya.
g) Basahi kapas lidi dengan larutan asam asetat dan oleskan pada leher
rahim. Bila perlu, gunakan kapas lidi bersih untuk mengulang pengolesan
asam asetat dampai seluruh permukaan leher rahim benar-benar telah
dioleskan asam asetat secara merata. Buang kapas lidi yang telah dipakai.
h) Setelah leher rahim dioleskan larutan larutan asam asetat, tunggu selama
1 menit agar diserap dengan memunculkan reaksi acetowhite.
i) Periksa SSK dengan teliti. Lihat apakah leher rahim mudah berdarah.
Cari apakah ada bercak putih yang tebal dan epithel acetowhite.
Gambar2.6 IVA positif dan negarif
j) Bila perlu, oleskan kembali asam asetat atau usap leher rahim dengan
kapas lidi bersih untuk menghilangkan mukosa, darah atau debris yang
Universitas Sumatera Utara
33
terjadi saat pemeriksaan dan mungkin mengganggu pandangan. Buang
kapas lidi yang telah terpakai.
k) Bila pemeriksaan visual leher rahim telah selesai, gunakan kapas lidi
yang baru untuk menghilangkan sisa asam asetat dari leher rahim dan
vagina. Buang kapas yang telah dipakai pada tempatnya.
l) Lepaskan spekulum secara halus, jika hasil tes IVA negative, letakkan
spekulum ke dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit untuk
desinfeksi. Jika hasil tes IVA positif dan setelah konseling pasien yang
menginginkan pengobatan segera. Letakkan spekulum pada nampan atau
wadah agar dapat digunakan pada saat krioterapi.
3) Setelah Tes IVA
a) Bersihkan lampu dengan lap yang dibasahi larutan klorin 0,5% atau
alkohol untuk menghindari kontaminasi silang antar pasien.
b) celupkan sarung tangan dan lepaskan secara terbalik ke dalam larutan
klorin 0,5%. Jika pemeriksaan rectovaginal dilakukan, sarung tangan
harus dibuang.
c) Cuci tangan.
d) Jika hasil tes IVA negatif, minta ibu untuk berpakaian.
e) Catat hasil temuan IVA bersama temuan lain seperti bukti adanya infeksi
(cervitis); ectropion; kista Nabothian, ulkus atau “strawberry serviks”.
Jika terjadi perubahan acetowhite, yang merupakan ciri adanya lesi
prakanker, catat hasil pemeriksaan leher rahim sebagai abnormal.
Gambarkan sebuah “peta” leher rahim pada area yang berpenyakit pada
formulir catatan.
Universitas Sumatera Utara
34
f)
Diskusikan dengan klien hasil tes IVA dan pemeriksaan panggulbersama
klien. Jika hasil tes IVA negatif, beritahu kapan klien harus kembali
untuk tes IVA.
g) Jika hasil tes IVA positif atau diduga ada kanker, katakan pada klien
langkah selanjutnya yang dianjurkan. Jika pengobatan dapat segera
diberikan, diskusikan kemungkinan tersebut bersamanya. Jika perlu
rujukan untuk tes atau pengobatan lebih lanjut. Aturlah waktu untuk
rujukan
dan
berikan
formulir
yang diperlukan
sebelum
klien
tersebutmeninggalkan puskesmas/klinik. Akan lebih baik lagi jika
kepastian rujukan dapat disampaikan pada waktu itu juga (KEMENKES
RI, 2013).
3. Konseling Setelah Tindakan IVA
a) Jika hasil tes IVA negatif, beritahu ibu untuk datang menjalani tes kembali 5
tahun kemudian dan ingatkan ibu tentang faktor-faktor resiko.
b) Jika hasil tes IVA positif, jelaskan artinya dan pentingnya pengobatan dan tindak
lanjut dan diskusikan langkah-langkah selanjutnya yang dianjurkan.
c) Jika telah siap menjalani krioterapi. Beritahu tindakan yang akan dilakukan lebih
baik pada hari yang sama atau hari lain bila klien inginkan.
d) Jika tidak perlu merujuk, isi kertas kerja dan jadwal pertemuan yang perlu.
2.3.3
Kategori Pemeriksaan IVA
Ada beberapa kategori yang dapat dipergunakan, salah satu kategori yang
dapat dipergunakan adalah :
1. IVA negarif
: Serviks normal
Universitas Sumatera Utara
35
2. IVA radang
: Serviks dengan radang (Servisitis), atau kelainan
jinak laiinnya (Polip serviks).
3. IVA Positif
: ditemukan bercak putihacetowhite. Kelompok ini
yang menjadi sasaran temuan skrining kanker serviks dengan metode
IVA, karena temuan ini mengarah pada diagnosis serviks pra-kanker
(displasia ringan, sedang, berat atau kanker serviks in situ)
4. IVA Kanker serviks : Pada tahap ini pun, untuk upaya penurunan
temuan stadium kanker leher rahim, masih akan bermanfaat bagi
penurunan kematian akibat kanker leher rahim bila ditemukan masih
padastadium invasif dini (stadium IB-IIA) (Kustiyati dan Winarni,
2011).
2.3.4
Krioterapi
Krioterapi mencakup proses pembekuan leher rahim, baik menggunakan CO2
terkompresi atau NO2 sebagai pendingin. Pengobatan berupa penerapan
pendinginan terus menerus selama 3 menit untuk membekukan diikuti pencairan
selama 5 menit kemudian 3 menit pembekuan kembali.Tindakan Krioterapi dapat
dilakukan di puskesmas dan unit pelayanannya dengan kriteria
1. Lesi acetowhite yang menutupi leher rahim kurang dari 75% (jika lebih
dari 75% leher rahim tertutup, krioterapi harus dilakukan oleh seorang
ginekolog) tidak lebih dari 2mm di luar diameter kriotip
2. Lesi yang tidak meluas sampai dinding vagina.
3. Tidak dicurigai kanker
Krioterapi tidak boleh dilakukan oleh tenaga dokter umum/ Bidan di Puskesmas
dengan kriteria sebagai berikut.
Universitas Sumatera Utara
36
1. Lesi acetowhite lebih dari 75% dari permukaan leher rahim.
2. Lesi acetowhite meluas sampai ke dinding vagina atau lesi lebih dari 2 mm
dari tepi probe alat krioterapi.
3. Lesi acetowhite namun klien menginginkan pengobatan lain selain
krioterapi atau meminta tes diagnosis lebih lanjut di pelayanan kesehatan
lainnya.
4. Dicurigai kanker.
5. Pada saat pemeriksaan bimanual, dicurigai adanya masa ovarium.
1) Konseling sebelum menjalani krioterapi
Sesuai dengan kode etik kedokteran, informed consent secara verbal dan tertulis
harus diperoleh sebelum melakukan tindakan. Klien harus mendapatkan
penjelasan yang lengkap tentang tindakankrioterapi yang akan dijalaninnya,
risiko dan manfaat, angka keberhasilan dan alternatif lain. Dan memberikan
informasi tambahan mengenai IMS dan cara mencegahnya.
2) Konseling pasca krioterapi
Sebagian besar perempuan/ibu tidak akan mengalami masalah setelah krioterapi.
Beritahu ibu bahwa mungkin akan mengalami kram dan mengeluarkan cairan
bening (atau sedikit bercampur darah) yang biasanya berlangsung selama 4
sampai 6 minggu. Jika berbau atau berwarna seperti nanah, atau jika ibu merasa
nyeri, dia harus segera kembali ke klinik untuk memeriksaka kemungkinan
terjadinya infeksi. Anjurkan ibu agar tidak menyemprotkan air obat (douche),
mengunakan tampon atau berhubungan seks selama 4 minggu, atau sampai
cairan tersebut benar-benar hilang.
Universitas Sumatera Utara
37
2.4. Manajemen Pengendalian Kanker Leher Rahim
1. Persiapan
1) Analisis kebutuhan pemeriksaan seperti:
a. Perkirakan target sasaran yaitu 80% dari jumlah WUS yang berusia
30-50 tahun di suatu daerah.
b. Perkirakan kebutuhan pelayanan pengobatan.
c. Pemetaan klien, dimana hal ini bertujuan agar mempermudah
perempuan untuk mencapai akses penapisan kanker yang berkualitas
dan pengobatannya. Dalam hal ini kader kesehatan mempunyai
peranan
penting
dalam
melakukan
kunjungan
rumah
untuk
memotivasi klien agar bersedia mengikuti program penapisan.
2) Analisis Kebutuhan Bahan Dan Alat
a. Perhitungan kebutuhan bahan pemeriksaan IVA dan pengobatan
krioterapi.
b. Penghitungan pembiayaan, hal-hal yang perlu diperhatikan untuk
menghitung
pembiayaan
yang
dibutuhkan
meliputi
:
biaya
penyebarluasan informasi dan edukasi untuk masyarakat, pelatihan
untuk petugas kesehatan yang dilaksanakan di kabupaten sedangkan
untuk puskesmas dilakukan pelatihan pada kader kesehatan yang akan
membantu untuk menyebarluaskan informasi dan memotivasi
masyarakat agar mau melakukan penapisan kanker leher rahim; biaya
pelayanan penapisan; biaya keperluan dalam pencatatan, pemantauan
dan penilaian.
3) Persiapan Lapangan
Universitas Sumatera Utara
38
Sebelum perempuan dan keluarganya bersedia dan mendukung program
kegiatan penapisan mereka harus mengerti apa perlunya dan apa pentingnya
deteksi dini tersebut. Untuk persiapan masyarakat perlu dilakukan advokasi
dan sosialisasi, bina suasana, penggerakan masyarakat dan menjalin
kemitraan dengan LP/LS/LSM.
a. Advokasi dan Sosialisasi
Advokasi ditujukan kepada para pengambil keputusan atau
orang/institusi yang berpengaruh seperti gubernur/bupati, camat, kepala
desa, ketua tim penggerak PKK, Dharma Wanita, LSM dan lain-lain.
Tujuannya agar para pengambil keputusan atau pimpinan memberikan
dukungan baik dana maupun moril guna peningkatan kegiatan. Advokasi
dilakukan oleh kepala dinas kesehatan beserta jajarannya.
b. Bina Suasana (social support)
Strategi ini ditujukan kepada kelompok sasaran sekunder seperti tokoh
masyarakat, keluarga, PKK, organisasi perempuan, keagamaan dan lainlain.Tujuannya
agar
kelompok ini
dapat
mengembangkan
atau
menciptakan suasana yang mendukung peningkatan pengendalian kanker
leher rahim.
c. Penggerakan Masyarakat (empowerment)
Strategi ini di tujukan kepada sasaran primer yaitu wanita/perempuan
usia subur (WUS) dan perempuan yang berisiko. Tujuannya agar
kelompok sasaran meningkat pengetahuan dan kesadaran dalam
melakukan pengendalian kanker leher rahim.
Universitas Sumatera Utara
39
d. Kemitraan dengan LP/LS dan kelompok potensial setempat
Petugas tidak mungkin bekerja sendiri tetapi perlu bekerja sama
dengan berbagai pihak yang terkait seperti lintas program, lintas sektor
serta kelompok potensial setempat seperti tokoh agama, masyarakat,
kader,
organisasi,
perempuan
keagamaan,
PKK
dan
lain-lain
(KEMENKES RI, 2013).
2.5 Puskesmas
2.5.1 Definisi
Pusat kesehatan masyarakat (PUSKESMAS) adalah suatu sarana pelayanan
kesehatan yang menjadi andalan atau tolak ukur dari pembangunan kesehatan,
sarana peran serta masyarakat, dan pusat pelayanan pertama yang menyeluruh dari
suatu wilayah (Alamsyah dan Muliawati, 2013).Puskesmas adalah unit pelaksana
teknis
dinas
kesehatan
kabupaten/kota
yang
bertanggung
jawab
menyelenggarakan pembangunan kesehatan disuatu wilayah kerjanya (Syafrudin,
dkk, 2009).
2.5.2 Fungsi Puskesmas
1. Pusat penggerak pembanguan berwawasan kesehatan
Puskesmas selalu berupaya menggerakan dan memantau penyelenggaraan
pembangunan lintas sektor termasuk oleh masyarakat dan dunia usaha di wilayah
kerjanya, sehingga berwawasan serta mendukung pembangunan kesehatan.
2. Pusat Pemberdayaan Masyarakat
Puskesmas selalu berupaya agar perorangan terutama pemuka masyarakat,
keluarga dan masyarakat termasuk dunia usaha memiliki kesadaran, kemauan
Universitas Sumatera Utara
40
dan kemampuan melayani diri sendiri dan masyarakat untuk hidup sehat
berperan aktif dalam memperjuangkan kepentingan kesehatan.
3. Pusat Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama
Puskesmas bertanggung jawab menyelenggarakan pelayanan kesehatan
tingkat
pertama
secara
menyeluruh
terpadu
dan
berkesinambungan(Syafrudin, dkk, 2009).
2.6 Kerangka Pikir
INPUT
1. Ketersediaan
SDM
2. Sarana dan
Prasarana
3. Dana
PROSES
1.
2.
3.
4.
5.
OUTPUT
Advokasi
Koordinasi
sosialisasi
Deteksi dini
Pengobatan
Jumlah ibu yang
melakukan
pemeriksaan
IVA
Gambar 2.7 Kerangka pikir
Berdasarkan gambar diatas definisi dari kerangka pikir tersebuat adalah sebagai
berikut:
1. INPUT
Input adalah segala sesuatu yang dibutuhkan untuk dapat melaksanakan
program pencegahan kanker serviks dengan menggunakan metode IVA,
seperti : Ketersediaan SDM , Ketersediaan Sarana dan Prasarana, dan
dana.
a.
Ketersediaan SDM adalah Tenaga Kesehatanyang terlibat dalam
pelaksanaan
program
pencegahan
kanker
serviks
dengan
menggunakan metode IVA di Puskesmas Tanjung Morawa.
Universitas Sumatera Utara
41
b.
Ketersediaan Sarana/ Prasarana adalah seluruh bahan, peralatan, serta fasilitas
yang digunakan dalam pelaksanaan program deteksi dini kanker serviks
dengan menggunakan metode IVA di Puskesmas Tanjung Morawa.
c.
Dana adalah bagian yang mendukung dalam pelaksanaan program,
dana yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sumber pembiayaan
program deteksi dini kanker serviks dengan metode IVA, biaya untuk
pemeriksaan IVA dan krioterapi.
2. Proses adalah langkah-langkah yang harus dilakukan untuk mencapai
tujuan program deteksi dini kanker serviks dengan menggunakan metode
IVA di Puskesmas Tanjung Morawa, yaitu dengan cara:
1.
Advokasi adalah suatu bentuk upaya persuasi yang mencakup kegiatan
pelaksanaan deteksi dini kanker leher rahim dengan metode IVA.
2.
Sosialisasi adalah suatu proses untuk menawarkan,
menanamkan
pemahaman, dan pemberian Informasi lengkap tentang pemeriksaan
deteksi dini kanker serviks dengan metode IVA kepada masyarakat
3.
Koordinasi adalah kerja sama dengan pihak lain dalam implementasi
program deteksi dini kanker serviks dengan metode IVA
4.
Deteksi dini adalah kegiatan untuk mengungkapkanakan adanya
kemungkinan
mengidap
penyakit
kanker
serviks
dengan
menggunakan metode IVA.
5.
Pengobatan adalahtindak lanjut setelah pemeriksaan IVA
3. Output adalah hasil dari pelaksanaan program yaitu jumlah ibu-ibu yang
melakukan pemeriksaan IVA di Puskesmas Tanjung Morawa.
Universitas Sumatera Utara
Download