1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perhatian terhadap penyakit tidak menular makin hari makin meningkat karena semakin meningkatnya frekuensi kejadiannya pada masyarakat. Epidemik penyakit kronis merupakan epidemik yang terabaikan. Penyakit kronis seperti penyakit jantung, stroke, diabetes, dan kanker, telah menjadi beban kesakitan dan kematian utama di negara maju maupun negara-negara berkembang. Walaupun ancaman beban penyakit tersebut sudah muncul, pengambil kebijakan kesehatan di tingkat internasional maupun nasional masih belum memberikan perhatian dan prioritas yang besar untuk mengembangkan usaha kesehatan masyarakat dalam pencegahan dan pengendalian penyakit kronis (Ng, 2006). Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit kronis yang ditandai dengan hiperglikemia dan intoleransi glukosa yang terjadi karena kelenjar pankreas tidak dapat memproduksi insulin secara adekuat atau karena tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang diproduksi secara efektif atau kedua-duanya. Diabetes mellitus adalah gangguan kesehatan yang berupa kumpulan gejala yang disebabkan oleh peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan ataupun resistensi insulin. Penyakit ini sudah lama dikenal terutama di kalangan keluarga, khususnya keluarga berbadan besar (kegemukan) bersama dengan gaya hidup tinggi. Kenyataannya kemudian, DM menjadi penyakit masyarakat umum, menjadi beban kesehatan masyarakat, meluas dan membawa banyak kematian (Bustan, 2007). Diabetes mellitus merupakan salah satu penyebab kematian karena penyakit kronis nomor 3 tertinggi di dunia setelah penyakit jantung dan stroke. Diperkirakan, 60% beban penyakit kronis terjadi di 2 negara-negara berkembang. Diperkirakan jumlah orang dengan DM mengalami peningkatan lebih dari 2.5 kali, dari 84 juta pada tahun 1995 menjadi 228 juta pada tahun 2025. Negara-negara dengan kasus DM terbesar diperkirakan mengalami peningkatan pada tahun 2025, seperti India dari 19 juta pada tahun 1995 menjadi 57 juta, China dari 16 menjadi 38 juta, Amerika Serikat dari 14 menjadi 22 juta. Tingkat pertumbuhan kasus tertinggi di India mencapai 195%, sedangkan negaranegara lainnya yang menempati 10 besar adalah Rusia sebanyak 9 juta orang, Jepang 6 juta, Indonesia 5 juta, Pakistan 4 juta, Meksiko 4 juta, dan Ukraina 4 juta (WHO, 2002). Menurut Yach et al. (disitasi Ng, 2006), prevalensi DM di Indonesia diperkirakan terus mengalami peningkatan dari 6,7% pada tahun 2000 akan menjadi 10,6% pada tahun 2030. Saat ini International Diabetes Foundation (IFD) menempatkan Indonesia pada urutan ke empat sebagai negara dengan penderita DM terbesar di dunia setelah Cina, Amerika dan India, (IFD, 2006). Diabetes mellitus dapat menyerang segala lapisan umur dan sosial ekonomi, sebagian besar DM adalah tipe 2 yang terjadi lebih dari 90% dan biasanya pada usia 40 tahun ke atas. Pada tahun 2000, menurut data WHO penderita DM di Indonesia sebanyak 8,5 juta. Dari jumlah tersebut, baru 50% penderita yang sadar mengidap, dan sekitar 30% di antaranya melakukan pengobatan secara teratur (WHO/FAO, 2002). Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan angka insidensi dan prevalensi DM tipe2 di berbagai penjuru dunia. WHO memprediksi adanya peningkatan jumlah penyandang diabetes yang cukup besar pada tahun-tahun mendatang. WHO memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Senada dengan WHO, International Diabetes Federation (IDF) pada tahun 2009, memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM dari 7,0 juta pada tahun 2009 menjadi 12,0 juta pada tahun 2030. 3 Meskipun terdapat perbedaan angka prevalensi, laporan keduanya menunjukkan adanya peningkatan jumlah penyandang DM sebanyak 2-3 kali lipat pada tahun 2030. Laporan dari hasil penilitian di berbagai daerah di Indonesia yang dilakukan pada dekade 1980-an menunjukkan sebaran prevalensi DM tipe2 antara 0,8% di Tanah Toraja, sampai 6,1% yang didapatkan di Manado. Hasil penelitian pada rentang tahun 1980-2000 menunjukkan peningkatan prevalensi yang sangat tajam. Sebagai contoh, pada penelitian di Jakarta (daerah urban), prevalensi DM dari 1,7% pada tahun 1982 naik menjadi 5,7% pada tahun 1993 dan meroket lagi menjadi 12,8% pada tahun 2001. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Indonesia tahun 2003, diperkirakan penduduk Indonesia yang berusia di atas 20 tahun sebanyak 133 juta jiwa. Dengan prevalensi DM sebesar 14,7% pada daerah urban dan 7,2%, pada daerah rural, maka diperkirakan pada tahun 2003 terdapat sejumlah 8,2 juta penyandang diabetes di daerah urban dan 5,5 juta di daerah rural. Selanjutnya, berdasarkan pola pertambahan penduduk, diperkirakan pada tahun 2030 nanti akan ada 194 juta penduduk yang berusia di atas 20 tahun dan dengan asumsi prevalensi DM pada urban (14,7%) dan rural (7,2%) maka diperkirakan terdapat 12 juta penyandang diabetes di daerah urban dan 8,1 juta di daerah rural. Laporan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 oleh Departemen Kesehatan, menunjukkan bahwa prevalensi DM di daerah urban Indonesia untuk usia diatas 15 tahun sebesar 5,7%. Prevalensi terkecil terdapat di Propinsi Papua sebesar 1,7%, dan terbesar di Propinsi Maluku Utara dan Kalimanatan Barat yang mencapai 11,1%. Sedangkan prevalensi toleransi glukosa terganggu (TGT), berkisar antara 4,0% di Propinsi Jambi sampai 21,8% di Propinsi Papua Barat. Data-data diatas menunjukkan bahwa jumlah penyandang diabetes di Indonesia sangat besar dan merupakan beban yang sangat berat untuk dapat ditangani sendiri oleh dokter spesialis/subspesialis atau bahkan oleh semua tenaga kesehatan yang ada. Mengingat bahwa DM akan 4 memberikan dampak terhadap kualitas sumber daya manusia dan peningkatan biaya kesehatan yang cukup besar, maka semua pihak, baik masyarakat maupun pemerintah, sudah seharusnya ikut serta dalam usaha penanggulangan DM, khususnya dalam upaya pencegahan (PERKENI, 2011). Berdasarkan hasil survei kesehatan rumah tangga (SKRT) 2004, menurut diagnosis tenaga kesehatan, sebanyak 1% penduduk berumur 15 tahun atau lebih pernah menderita diabetes. Diabetes mellitus merupakan penyakit nomor 8 terbanyak di rumah sakit dan peringkat 9 penyakit tidak menular penyebab kematian di rumah sakit tahun 2005 yaitu sebanyak 2.086 orang atau 2,16% dari seluruh kematian (Depkes RI, 2007). Pada tahun 2006, menjadi jumlah kunjungan penyakit nomor 9 dan menempati urutan ke-9 penyebab kematian di rumah sakit, yaitu sebanyak 2,384 atau 2,9% dari seluruh kematian karena penyakit tidak menular (Depkes RI, 2008). Pada 2006, jumlah penyandang DM di Indonesia mencapai 14 juta orang. Prevalensi penyakit DM di Indonesia sebesar 5,7% yang terdiri atas 1,5% atau sebesar 26% dari total penderita mengetahui bahwa dirinya DM (diagnosed diabetes mellitus) dan 4,2% atau sebesar 74% dari total penderita tidak mengetahui bahwa dirinya DM (undiagnosed diabetes mellitus), dimana prevalensi DM meningkat pada usia ≥ 35 tahun dan menurun setelah usia > 74 tahun. Sedangkan prevalensi penyakit Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) yang dilaksanakan di Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2006 menunjukkan prevalensi penyakit DM sebesar 1,6% (kisaran 1,2 – 3,3%), tertinggi di Kota Yogyakarta dan terdapat di semua kabupaten/kota. DM di Provinsi D. I. Yogyakarta sebesar 5,4% (Depkes RI, 2008). Berdasarkan data yang diperoleh dari laporan Surveilans Terpadu Penyakit (STP) berbasis puskesmas Dinas Kesehatan Kabupaten Kulon Progo, jumlah penderita DM dalam 10 besar penyakit di Kabupaten Kulon 5 Progo berada pada urutan keenam setelah Nasofaringitis akut, hipertensi, infeksi saluran pernafasan atas akut multiple, dispepsia, artristis. Berdasarkan data yang diperoleh dari laporan surveilans terpadu (STP) Dinas Kesehatan Kulon Progo diperoleh data jumlah kasus DM dari tahun 2010 sampai dengan 2013, yang dapat dilihat pada gambar 1 DM sebagai berikut. Kabupaten Kulon Progo 6000 5000 DM 4000 3000 2.050 4.648 4.893 2012 2013 2.682 2000 1000 0 2010 2011 Gambar 1. Tren penderita DM di Kabupaten Kulon Progo Sumber: STP berbasis puskesmas Dinas Kesehatan Kabupaten Kulon Prog Berdasarkan gambar 1, diketahui bahwa jumlah kasus DM pada tahun 2013 sebanyak 4.893 kasus, sedangkan kasus DM pada tahun 2010 sebanyak 2.050 kasus, 2011 sebanyak 2,682 kasus, 2012 sebanyak 4.648 kasus. Berdasarkan data integrated health information system (IHIS) 2015 Kabupaten Kulon Progo diketahui bahwa penyakit DM tipe 2 pada kelompok umur 15-19 tahun sebanyak 47 kasus, umur 20-44 sebanyak 1384 kasus, umur 45-55 sebanyak 3278 kasus. Diabetes mellitus tipe 2 di Kabupaten Kulon Progo yang terbanyak terdapat pada puskesmas Wates sebanyak 1466 kasus, puskesmas Nanggulan sebanyak 1060 kasus, puskesmas Temon II sebanyak 993 kasus, puskesmas Sentolo I sebanyak 913 kasus, puskesmas Temon I sebanyak 858 kasus. 6 Peningkatan kasus DM banyak terjadi pada masyarakat dengan perubahan pola konsumsi tinggi lemak dan mempunyai kebiasaan aktifitas fisik yang rendah, sehingga meningkatkan kasus overweight dan obesitas. Orang yang kurang gerak cenderung overweight dan obes yang kemudian berhubungan dengan terjadinya peningkatan diabetes mellitus (WHO, 2003). Faktor risiko riwayat DM dalam keluarga adalah apabila seorang anak merupakan keturunan pertama dari orangtua dengan DM (ayah, ibu, saudara Laki-laki, saudara perempuan). Risiko seorang anak untuk terkena DM tipe 2 adalah 15% bila salah satu orang tuanya menderita DM dan kemungkinan 75% bilamana kedua-keduanya menderita DM. Pada umumnya, bila seseorang menderita DM, maka saudara kandungnya mempunyai risiko DM sebanyak 10% (Kemenkes RI, 2008). Risiko untuk terkena DM dari ibu lebih besar 10-30% dari pada ayah yang menderita DM. Hal ini dikarenakan penurunan gen sewaktu dalam kandungan lebih besar dari ibu (Trisnawati & Soedijono, 2013). Kurangnya aktivitas fisik dapat dipengaruhi oleh adanya perubahan pola kerja dan kemajuan di bidang transportasi dewasa ini yang mengakibatkan kecenderungan kurang aktivitas fisik gerak (sedentary activities) bagi sebagian masyarakat Indonesia (Hadi, 2004). Fakta menunjukkan bahwa kurangnya aktivitas fisik merupakan faktor risiko independen DM tipe 2. Secara konsisten pada populasi yang mempuyai kebiasaan aktivitas tinggi didapatkan kasus DM tipe 2 lebih rendah dibandingkan dengan gaya hidup sedentari (Brownson, 1999). Kebiasan merokok saat ini telah menjadi gaya hidup pada hampir semua kelompok usia. Mereka menyadari tetapi mungkin tidak peduli pada bahayanya. Perokok muda dan jumlah batang rokok yang dihisap dapat mempengaruhi terjadinya DM. Hal ini berhubungan dengan sensitivitas insulin dalam menarik glukosa di dalam darah dan menghambat insulin sehingga kadar gula dalam darah meningkat. 7 Merokok dihubungkan dengan terjadinya distribusi lemak tubuh secara besar-besaran yang berhubungan dengan insulin resistance, sehingga meningkatkan konsentrasi glukosa plasma dan akhirnya menyebabkan DM (Joshu et al., 1999). Kebiasaan mengomsumsi alkohol secara moderat (1-3 kali/hari) berhubungan dengan menurunnya insiden DM dan penyakit jantung dengan DM. Dibandingkan dari orang yang tidak biasa mengomsumsi alkohol, orang yang mengomsumsi alkohol moderat mempunyai risiko menderita DM lebih rendah 33% sampai 66%. Sementara itu, bila dibandingkan dengan orang yang mengomsumsi alkohol dengan moderat, maka orang yang mengomsumsi alkohol lebih dari 3 kali/hari memiliki risiko menderita DM sebesar 43%. Hubungan antara tinggi atau rendahnya mengomsumsi alkohol dengan besarnya risiko DM merupakan biologically plausible. Meluasnya resistensi insulin sebagai faktor utama dari penyebabnya DM tipe 2 serta tinggi atau rendahnya mengomsumsi alkohol berhubungan dengan sensitivitas insulin. Walaupun komsumsi alkohol yang moderat nampak membuat lebih sehat, tidak dianjurkan sebagai kebiasan atau pilihan diit, karena bisa menyebabkan obesitas yang dapat meningkatkan risiko DM (Howard et al., 2004). Obesitas merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang sangat serius di seluruh dunia, karena berperan dalam meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Hasil penelitian prospective selama 30 tahun menunjukkan bahwa sekitar 75% wanita dan 90% pria berkembang menjadi overweigth dan 40-50% menjadi obes, dan subjek dengan IMT > 35 memiliki risiko kematian 16-21% (Vasan et al., 2005). Obesitas berhubungan kuat dengan diabetes mellitus, terutama DM tipe 2. Obesitas merupakan faktor risiko independen bagi dislipidemia, hipertensi dan penyakit kadiovaskuler yang selanjutnya sebagai komplikasi dan penyebab utama kematian bagi seseorang yang menderita penyakit DM tipe 2 (Klien et al., 2004). 8 Berdasarkan uraian di atas penulis bermaksud untuk meneliti tentang faktor yang berhubungan dengan terjadinya DM tipe 2 pada usia dewasa di Kabupaten Kulon Progo Daerah Istimewa Yogyakarta B. Perumusan Masalah Apakah faktor riwayat DM dalam keluarga, kurang aktivitas fisik, dan riwayat hipertensi, obesitas, kebiasan merokok, konsumsi alkohol berhubungan untuk terjadinya DM tipe 2 pada usia dewasa di Kabupaten Kulon Progo? C. Tujuan 1. Tujuan umun Untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan penyakit DM tipe 2 pada usia dewasa di Kabupaten Kulon Progo 2. Tujuan khusus Mengetahui hubungan antara faktor yang berhubungan dengan riwayat DM dalam keluarga, kurang aktivitas fisik, riwayat hipertensi, obesitas, kebiasaan merokok, konsumsi alkohol dengan kejadian DM tipe 2 pada usia dewasa, di Kabupaten Kulon Progo. D. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Manfaat praktis diharapkan dapat memberikan gambaran dan informasi tentang faktor risiko diabetes mellitus tipe 2 kepada pengelola program, di Dinas Kesehatan guna pengembangan dalam penataan penyakit diabetes mellitus tipe 2 2. Manfaat keilmuan, diharapkan menjadi suatu bahan kajian dan acuan untuk pengembangan penelitian yang lebih spesifik dan mendalam, khususnya pada faktor hubungan terjadinya penyakit diabetes mellitus Tipe 2. 9 3. Manfaat bagi penulis adalah penelitian ini dapat diharapkan menambah pengalaman, pengetahuan, serta mengembangkan wawasan, khususnya hal-hal yang berhubungan dengan penyakit Diabetes Mellitus Tipe 2. 4. Bagi masyarakat hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan masyarakat terhadap faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan DM tipe 2 pada usia dewasa muda sehingga dapat menumbuhkan kesadaran untuk menerapkan pola hidup sehat yang dapat mencegah penyakit DM. E. Keaslian Penelitian Ada beberapa penelitian sebelumnya tentang penyakit diabetes mellitus Tipe 2 yang hampir sama dan berhubungan dengan kejadian diabetes mellitus tipe 2 Tabel 1. Hasil penelitian yang hampir sama dan berhubungan dengan diabetes mellitus tipe 2 Penelitian Peneliti Budiartha, et al. (2002) Tujuan Untuk mengetahui hubungan antara obesitas dengan diabetes mellitus dan hipertensi Mujio Faktor-faktor risiko kejadian (2006) penyakit diabetes mellitus tipe 2 pada orang dewasa Wardhani (2006) Untuk mengetahui hubungan antara pola Makan dan obesitas dengan terjadinya DM tipe 2 Persamaan Perbedaan Faktor risiko DM Metodologi penelitian cross tipe 2 sectional, lokasi penelitian Bali Metodologi Subyek penelitian ≥ penelitian case 30 tahun lokasi control penelitian Boyolali Metodologi Lokasi penelitian case Bali control penelitian 10 Trikoriati (2009) Iskandar (2010) Untuk mengetahui Metodologi Subjek penelitian faktor risiko penelitian case usia lanjut lansia, terjadinya DM tipe control lokasi penelitian 2 pada Lansia Sukoharjo Untuk mengetahui faktor risiko kejadian DM Variabel Metodologi penelitian faktor penelitian sectional risiko DM tipe 2 penelitian jakarta Tujuan Persamaan Perbedaan Naomi (2012) Obesitas sentral sebagai faktor risiko terjadinya pradiabetes Faktor risiko DM tipe 2 Variabel prediabetes, metodologi penelitian cross sectional, lokasi penelitian Cimahi Rosiadi (2013) Untuk mengetahui hubungan antara obesitas dengan diabetes mellitus tipe 2 Metodologi penelitian case control, lokasi penelitian Kulon Progo Variabel penelitian hubungan antara obesitas IMT, obesitas lingkar pinggang (LP), obesitas rasio lingkar pinggang panggul (RLPP) Penelitian cross lokasi DKI